Abstrak.
Dalam rangka penerapan reformasi birokrasi pemeriksa pajak ditutut
selalu menjalankan tugasnya secara profesional agar tercapainya good
governance di indonesia, dengan segala upayanya. pemeriksa pajak selalu
meningkatkan kinerja mutu perpajakan indonesia, yaitu dengan cara self
assessment yang mungkin kini lebih populer dalam self assessment adalah
mengenai pengampunan pajak (tax amnesty). Hal tersebut adalah cara untuk
good governance di indonesia dengan mengungkap harta wajib pajak dari dalam
dan luar negeri.
Pendahuluan
Pada tahun 1983 ketika lahirnya Undang-undang KUP, setaun kemudian
tepatnya sejak tanggal 1 januari 1984 terjadi reformasi perpajakan yang
didalamnya menganut sistem self assessment, pada saat itu Direktorat
Jendral Pajak agar tercapainya sitem tersebut gencar melakukan penyuluhan
tentang sistem self assessment kepada masyarakat indonesia. Tidak hanya itu
Direktorat Jendral Pajak juga melakukan pengawasan bahkan sampai penegakan
hukumnya. Sistem self assessment itu sendiri mengandalkan kepercayaan
kepada para Wajib Pajak dengan cara melaporkan, menghitung dan menyetorkan
pajak dari Wajib Pajak itu sendiri, agar timbulkan kesadaran pajak bagi
Wajib Pajak. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui isi Undang-undang KUP
mulai dari Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sampai dengan perubahan
keempat, apakah sudah memenuhi atau sejalan dengan sistem self assessment
itu sendiri agar tercapainya tujuan awal refolusi birokrasi.
Bersamaan dengan dikeluarkannya serangkaian Undang-undang sebagai
berikut:
1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan.
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
Kedua Undang-undang diatas berlaku sejak 1 Januari 1984
3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, direncanakan diberlakukan
tahun 1984 juga, tetapi karena masih ada sesuatu yang harus
dipersiapkan lebih matang, maka Undang-undang tersebut diberlakukan
mulai April 1985.
4. Undang-undang Nomor 12 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
5. Undang-undang Nomor 13 tentang Bea Materai
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 dang Undang-undang Nomor 13 Tahun
1985 mulai diberlaku tahun 1995.
Pada tahun 1991 dikeluarkan Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991.
Reformasi pajak (tax reform) dilakukan karena pemerintah menganggap
bahwa peraturan perpajakan yang berlaku saat itu (1983 dan sebelumnya)
adalah peninggalan colonial Belanda yang sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan zaman, tidak sesuai dengan struktur dan organisasi
pemerintahan yang berdasarkan Pancasila, dan tidak lagi sesuai lagi dengan
perkembangan ekonomi yang selama ini berlaku di Indonesia.
Tujuan utama perbaruan perpajakan nasional ini adalah untuk lebih
menegakkan kemandirian kita dalam membiayai pembangunan nasional dengan
jalan lebih mengarahkan lagi segenap kemampuan kita sendiri. Pemerintah
menyadari bahwa untuk membiayai pelaksanaan pembangunan (mulai Repita IV)
kita tidak dapat dan tidak mungkin sekedar mengandalkan kepada peningkatan
penerimaan Negara dari minyak bumi dan gas alam maupun utang luar negeri.
Oleh karena itu, peningkatan penerimaan Negara melalui perpajakan dari
sumber-sumber di luar minyak bumi dan gas alam merupakan keharusan yang
mutlak bagi berhasilnya pelaksanaan sejak Repelita IV dan seterusnya.
Dengan reformasi pajak nasional system pajak yang berlaku saat itu akan
disederhanakan. Penyederhanaan tersebut mencakup jenis pajak, tarif pajak,
dan cara pembayaran pajak. setelah reformasi ini sitem pembayaran pajak
akan semakin adil dan wajar sedang jumlah Wajib Pajak akan makin luas,
selanjutnya reformasi pajak akan dilakukan terhadap aparat pajak (fiskus),
baik yang menyangkut prosedur, tata kerja, disiplin, maupun mental.
Dengan reformasi pajak diharapkan beban pajak akan semakin adil dan
wajar, sehingga di satu pihak mendorong Wajib Pajak melaksanakan dengan
kesadaran kewajibannya membayar pajak dan di lain pihak menutp peluang-
peluang (loophole-loophole) yang selama ini masih terbuka bagi Wajib Pajak
untuk menghindari pajak. dengan reformasi pajak diharapkan system pajak
yang sederhana dan mudah dimengerti oleh setiap Wajib Pajak. untuk itu,
system pajak yang didasarkan pada prinsip keadilan dan kewajaran, dan
system pajak yang memberikan kepastian bagi setiap Wajib Pajak.
Pembahasaan
Analisis bertujuan untuk mengetahui perkembangan dalam Undang-undang
KUP, terutama menganalisis perkembangan tentang pengertian pemeriksaan yang
terdapat dalam Undang-undang KUP. Cara penganalisaan dibagi menjadi dua
sudut yaitu dari sudut tujuan pemeriksaan dan dari sudut kegiatan
pemeriksaan.
Pengertian Pemeriksaan
Seiring perubannya pengertian pemeriksaan berbeda dalam setiap Undang-
undang yang telah diubah seperti halnya Undang-undang No. 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dengan Undang-undang No. 9
Tahun 1994 (perubahan 1), Undang-undang No. 16 Tahun 2000 (perubahan 2),
Undang-undang No. 28 Tahun 2007 (perubahan 3), dan Undang-undang No. 16
Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
No. 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang No. 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang
(perubahan 4). Dapat dimungkinkan juga akan berubah jika muncul mengenai
Undang-undang yang mengatur perubahan baru. Dari perubahan-perubahan
tersebut diatas pastilah ada yang lebih menonjol untuk dijadikan alasan
tercapainya good governance, menurut pengertian mengenai pemeriksaan dapat
kita lihal pada pasal 1 Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan dalam setiap perubahannya.
Jika kita lihat dalam setiap perubahannya mengenai penjelasan atau
pengertian pemeriksaan dalam tiap Undang-undang, mulai dari Undang-undang
No. 6 Tahun 1983 samapai dengan perubahan ke-4 yaitu Undang-undang No. 16
Tahun 2009, maka akan tampak sebagai berikut :
1. Tindakan Pemeriksaan adalah tindakan yang dilakukan oleh petugas
perpajakan dalam rangka melaksanakan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak,
untuk mencari bahan-bahan guna penghitungan jumlah pajak yang
terhutang dan jumlah pajak yang harus dibayar (pasal 1 huruf s, Undang-
undang No. 6 Tahun 1983)
2. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan,
dan mengolah data dan/atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan (pasal 1 huruf s, Undang-
undang No. 9 Tahun 1994)
3. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan,
mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (pasal
1 angka 24, Undang-undang No. 16 Tahun 2000)
4. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data,
keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan
professional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain
dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. (pasal 1 angka 25, Undang-undang No. 28 Tahun 2007)
5. Tidak terdapat perubah tengan pengertian pemeriksaan.( Undang-undang
No. 16 Tahun 2009 tentang).
6. Pemeriksaan Pajak adalah serangkaian kegiatan mencari, menghimpun, dan
mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara
objektif dan professional berdasarkan suatu standar pemeriksaan dalam
rangka menguji kepatuhan Pembayar Pajak atau melaksanakan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan (pasal 1 angka 21,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA)
Dari pengertian-pengertian yang berbeda mengenai Pemeriksaan mulai
dari Undang-undang No. 6 Tahun 1983 samapai dengan perubahan ke-4 yaitu
Undang-undang No. 16 Tahun 2009, yang selanjutnya disebut Undang-undang
KUP. maka dapat disimpulkan penjelasan yang tepat untuk pengertian
Pemeriksaan, yaitu :
" pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan,
mengelolah data dan/atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan"
Analisis Pengertian Pemeriksaan
Jika kita telaah lagi unsur-unsur dalam pengertian pemeriksaan, mulai
dari Undang-undang No. 6 Tahun 1983 samapai dengan perubahan ke-4 yaitu
Undang-undang No. 16 Tahun 2009, dan Rancangan Undang-undang tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara perpajakan maka akan nampak terperici seperti
berikut ini:
1. Undang-undang No. 6 Tahun 1983 (pasal 1 huruf s)
- Tindakan yang dilakukan oleh petugas perpajakan dalam rangka
melaksanakan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak.
- Untuk mencari bahan-bahan guna penghitungan jumlah pajak yang
terhitung dan jumlah pajak yang harus dibayar.
2. Undang-undang No. 9 Tahun 1994 (pasal 1 huruf s)
- Serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengelola data
dan/atau keterangan lainnya.
- Dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
3. Undang-undang No. 16 Tahun 2000 (pasal 1 angka 24)
- Serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan
atau keterangan lainnya.
- Untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk
tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
4. Undang-undang No. 28 Tahun 2007 dan Undang-undang No. 16 Tahun 2009
(pasal 1 angka 25)
- Serangkaian kegiatan menghimpun dan mengelola data keterangan,
dan/atau bukti.
- Yang dilaksanakan secara objektif dan professional berdasarkan
suatu standar pemeriksaan.
- Untuk menguji kepatuhan pemunuhan kewajiban dan/atau untuk tujuan
lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
5. Rancangan Undang-undang Republik Indonesia (pasal 1 angka 21)
- Pajak adalah serangkaian kegiatan mencari, menghimpun, dan mengolah
data, keterangan, dan/ataubukti yang dilaksanakan secara objektif
dan profesionalberdasarkan suatu standar pemeriksaan.
- dalam rangka menguji kepatuhan Pembayar Pajak atau melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Dari beberapa unsur-unsur yang terkandung dalam perkembangan
pemeriksaan masih akan dibagi menjadi dua sudut yaitu dari sudut kegiatan
pemeriksaan dan dari sudut tujuan pemeriksaan berikut ini:
Analisis Dari Sudut Kegiatan Pemeriksaan.
Dari sudut kegiatan pemeriksaan, dalam perkembangan pemeriksaan kita
akan mengenalisis sebagai berikut :
Mulanya Undang-undang No. 6 Tahun 1983 belum nampak secara jelas
tentang sebuah tindakan-tindakan pemeriksaan yang tepat untuk sebuah
istilah pemeriksaan, dengan menggunakan kalimat "Tindakan Pemeriksaan".
Kemudian Undang-undang No. 9 Tahun 1994 ada, mulailah nampak kegiatan
yang dilakukan oleh pemeriksa pajak walaupun kegiatan tersebut tidak
detail. Dari perubahan istilah yang mulanya "Tindakan Pemeriksaan" dan
kemudian menjadi "Pemeriksaan", Undang-undang No. 9 Tahun 1994 menjelaskan
kegiatan yang dilakukan oleh pemeriksa pajak yaitu kegiatan untuk mencari,
mengumpulkan, dan mengolah data dan/atau keterangan lainnya.
Dalam Undang-undang No. 16 Tahun 2000 tidak merubah jenis kegiatan
pemeriksaan yang terdapat pada Undang-undang No. 9 Tahun 1994.
Setelah itu, undang-undang No. 28 tahun 2007mengubah kegiatan
pemeriksaan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan/atau
keterangan lainnya dalam Undang-undang sebelumnya menjadi serangkaian
kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti. Selain
itu, ditambahkan frasa "yang dilaksanakan secara objektif dan profesional
berdasarkan suatu stándar pemeriksaan". Frasa "kegiatan untuk mencari,
mengumpulkan, dan mengolah" diganti dengan frasa "serangkaian kegiatan
menghimpun dan mengolah". Hal ini menjadi lebih baik karena kata mencari,
mengumpulkan secara subsantasi sebetulnya termasuk dalam pengertian kata
menghimpun. Adapun kata mengolah mengandung makna bahwa dalam suatu proses
pemeriksaan terdapat kegiatan análisis dan pengujian berdasarkan metode dan
teknik pemeriksaan tertentu. Selain itu, frasa "data dan/atau keterangan
lainnya" diubah menjadi "data, keterangan, dan/atau bukti". Penambahan kata
bukti tersebut sangat bagus karena bukti pemeriksaan (audit evidence) bukan
sekedar data atau keterangan yang diberikan oleh Wajib Pajak atau pihak
ketiga saja namun terdapat bukti pemeriksaan yang kadang-kadang diperoleh
pemeriksa dengan cara tertentu. Arens, Elder, dan Beasley (2012: 199-204)
menyebutkan ada delapan jenis bukti pemeriksaan, yaitu:
1. Physical examination (pemeriksaan phisik),
2. Confirmation (konfirmasi),
3. Analytical procedures (prosedur analitis),
4. Documentation (dokumentasi),
5. Inquiries of the client (respon auditee atas pertanyaan auditor),
6. Recalculation (penghitungan kembali),
7. Reperformance (pengujian auditor atas prosedur akuntansi atau
pengendalian yang diselenggarakan oleh auditee) , dan
8. Observation (pengamatan).
Penambahan frasa "yang dilaksanakan secara objektif dan profesional
berdasarkan suatu standar pemeriksaan" ini sangat positif seiring dengan
reformasi birokrasi di Indonesia khususnya di Kementerian Keuangan dan
dalam rangka untuk mencipkatan good governance. Pemeriksa pajak dalam
menjalankan tugas pemeriksaannya harus bersikap objektif bukan
subjektif,yaitu denagn jujur dan bersih dari tindakan-tindakan tercela
serta senantiasa mengutamakan kepentingan negara, tidak
memihak/mengutamakan kepentingan pribadi, keluarga, golongan, atau
kepentingan lainnya dan kesimpulan atas kegiatan pemeriksaannya harus
didasarkan fakta, bukti kempeten yang cukup, dan harus berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Agar tidak
terdapat pemikiran negatif terhadap pemeriksa pajak oleh Wajib Pajak, dan
Wajib Pajak tidak takut membayar pajak dan mengungkapkan semua objek pajak
yang dimilikinya.
Dalam profesionalisme Pemeriksa Pajak perlu di bekali ketrampilan-
ketrampilan mengenai ilmu perpajakan, akuntansi, dan pemeriksaan,
pengetahuan proses bisnis Wajib Pajak, memiliki keterampilan berkomunikasi
secara jelas dan efektif, baik secara lisan maupun tulisan dan selalu
meningkatkan kompetensinya dalam bidang perpajakan, Sedangkan kata-kata
berdasarkan suatu standar pemeriksaan ditambahkan dalam pengertian
pemeriksaan ini juga tidak kalah pentingnya karena standar pemeriksaan
adalah merupakan ukuran mutu yang harus dicapai oleh pemeriksa pajak.
Dengan adanya standar pemeriksaan maka diharapkan pemeriksa pajak akan
bekerja secara objektif dan profesional sehingga pelaksanaan pemeriksaan
bisa berjalan secara efisien dan efektif dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam peraturan pelaksanaan, standar pemeriksaan diatur dalam Pasal 6 s.d.
Pasal 10 dan Pasal 72 s.d. Pasal 76 Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 17/PMK.03/2013 tanggal 7 Januari 2013 tentang Tata Cara
Pemeriksaan dan dijabarkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-23/PJ/2013 tanggal 11 Juni 2013 tentang Standar Pemeriksaan.
Analisis dari Sudut Tujuan pemeriksaan
Dari perkembangan pengertian pemeriksaan, tujuan pemeriksaan secara
tersirat terlihat dalam pengertian pemeriksaan walaupun tidak dinyatakan
secara secara eksplisit dalam rumusan pengertian tindakan pemeriksaan atau
pemeriksaan. Tujuan pemeriksaan yang tersirat dalam perkembangan pengertian
pemeriksaan dapat dilakukan analisis sebagai berikut:
- Dalam pengertian tindakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983, dapat dipahami bahwa tujuan
tindakan pemeriksaan adalah untuk mencari bahan-bahan guna
penghitungan jumlah pajak yang terhutang dan jumlah pajak yang
harus dibayar.
- Dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 dilakukan perubahan bahwa
secara tersirat tujuan pemeriksaan diubah menjadi "dalam rangka
pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan." Hal ini sangat
positif sejalan dengan penerapan sistem self assessment itu
sendiri" karena dengan penerapan sistem self assessment oleh Undang-
undang Perpajakan Indonesia, Wajib Pajak sudah diberi kepercayaan
penuh untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan
sendiri kewajiban perpajakannya. Dengan demikian, Wajib Pajak
diharapkan melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya
dengan jujur sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, tidak
menggantungkan pada adanya penetapan pajak oleh Direktorat Jenderal
Pajak (voluntary compliance/kepatuhan sukarela). Penetapan pajak
oleh Direktorat Jenderal Pajak dilakukan apabila Direktorat
Jenderal Pajak mempunyai bukti bahwa Wajib Pajak tidak benar dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya. Dengan demikian, tujuan
pemeriksaan dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan lebih baik bila dibandingkan dengan tujuan sebelumnya
yaitu mencari bahan-bahan guna penghitungan jumlah pajak yang
terhutang dan jumlah pajak yang harus dibayar.
- Selanjutnya, dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000, dilakukan
perubahan bahwa secara tersirat tujuan pemeriksaan diubah menjadi
"untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk
tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan." Terdapat perubahan kata-kata "dalam rangka
pengawasan" menjadi "untuk menguji". Hal ini sangat positif karena
tuntutan reformasi birokrasi dan pada waktu itu akan terjadi
mordenisasi di dalam organisasi Direktorat Jenderal Pajak sehingga
fungsi pengawasan tidak hanya pada pemeriksaan tetapi dilakukan
juga oleh "Account Representative" pada Seksi Pengawasan dan
Konsultasi dari suatu Kantor Pelayanan Pajak sehingga kata menguji
menjadi lebih baik daripada pengawasan. Dalam perkembangannya,
memang diperlukan pemeriksaan yang tidak semata-mata untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak. Oleh
karena itu, frasa "untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan" yang ditambahkan
dalam rumusan pengertian pemeriksaan dalam Undang-undang Nomor 16
Tahun 2000, patut diberikan apresiasi.
- Dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007, tujuan pemeriksaan yang
tersirat dalam rumusan pengertian pemeriksaan diubah menjadi "untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk
tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan." Kalau dibandingkan dengan tujuan pemeriksaan
yang tersirat dalam pengertian pemeriksaan dalam Undang-undang
Nomor 16 Tahun 2000, perubahan hanya terjadi pada kata "dan"
menjadi "dan/atau". Hal ini juga merupakan perubahan yang positif
dalam rangka mengantisipasi bahwa penugasan pemeriksaan dapat
dilakukan hanya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan atau penugasan pemeriksaan hanya untuk tujuan lain dalam
rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan atau satu penugasan pemeriksaaan untuk dua tujuan
sekaligus, sebagai contoh Wajib Pajak melakukan pembubaran
perusahaan maka dalam satu penugasan pemeriksaan sebaiknya untuk
dua tujuan yaitu untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka menghapus NPWP
dan/atau mencabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. Selanjutnya,
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tidak mengubah pengertian
pemeriksaan yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun
2007.
- Tujuan pemeriksaan sekarang ditegaskan dalam Pasal 2 Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tanggal 7 Januari 2013
tentang Tata Cara Pemeriksaan, yang sebetulnya diambil dari rumusan
Undang-undang KUP (setelah perubahan keempat). Tujuan pemeriksaan
pajak tersebut adalah:
1. untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan,
dan/atau
2. untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Kesimpulan
Dari pembahasan mengenai analisis perkembangan pengertian pemeriksaan
dalam Undang-undang KUP sebagaimana diuraikan di atas dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
- Perkembangan pengertian pemeriksaan apabila dilihat dari sisi
kegiatan pemeriksaannya tampak semakin membaik, dari yang semula tidak
terlihat jenis kegiatan pemeriksaannya menjadi terlihat jenis kegiatan
pemeriksaannya dan dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 28 Tahun
2007, jenis kegiatan pemeriksaan disempurnakan dan ditambahkan frasa
"yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu
stándar pemeriksaan". Hal ini sejalan dengan tuntutan reformasi
birokrasi dalam rangka menciptakan good governance di Indonesia.
- Perkembangan pengertian pemeriksaan apabila dilihat dari sisi tujuan
pemeriksaan yang tersirat di dalamnya juga sangat positif karena dari
tujuan yang semula untuk mencari bahan-bahan guna penghitungan jumlah
pajak yang terhutang dan jumlah pajak yang harus dibayar, dalam
perkembangannya disempurnakan menjadi untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Hal
ini sejalan dengan sistem self assessment karena dengan sistem self
assessment Wajib Pajak sudah diberi kepercayaan penuh untuk
melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannnya. Dengan
demikian, terkait dengan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak,
rumusan tujuan pemeriksaan yang tersirat dalam pengertian pemeriksaan
dalam perkembangan Undang-undang KUP yang terakhir lebih tepat dari
rumusan pengertian pemeriksaan sebelumnya.