BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Daging adalah salah satu pangan asal hewan yang mengandung zat gizi yang sangat baik untuk kesehatan dan pertumbuhan manusia, serta sangat baik sebagai media pertumbuhan mikroorganisme. Daging segar mengandung enzim-enzim yang dapat mengurai/memecah beberapa komponen gizi (protein, lemak) yang akhirnya menyebabkan pembusukan daging. Oleh sebab itu, daging dikategorikan sebagai pangan yang mudah rusak ( perishable perishable food ). ). Salah satu tahap yang sangat menentukan kualitas dan keamanan daging dalam mata rantai penyediaan daging adalah tahap di rumah pemotongan hewan (RPH). Di RPH ini hewan disembelih dan terjadi perubahan dari otot (hewan hidup) ke daging, serta dapat terjadi pencemaran mikroorganisme terhadap daging, terutama pada tahap eviserasi (pengeluaran jeroan). Penanganan hewan dan daging di RPH yang kurang baik dan tidak higienis akan berdampak terhadap kehalalan, mutu dan keamanan daging yang dihasilkan. Oleh sebab itu, penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan di RPH sangatlah penting, atau dapat dikatakan pula sebagai penerapan sistem produk safety pada RPH. Aspek yang perlu diperhatikan dalam sistem tersebut adalah higiene, sanitasi, kehalalan, dan kesejahteraan hewan. Rumah Potong Hewan adalah suatu komplek bangunan dengan desain dan syarat tertentu yang digunakan sebagai tempat pemotongan hewan bagi konsumsi masyarakat luas. RPH sebagai unit pelayanan publik memiliki fungsi teknis, ekonomis dan sosial. Dari aspek sosial RPH memberikan ketentraman batin kepada masyarakat dari kemungkinan penularan penyakit Zoonosis dan keracunan makanan ( Foodborne Foodborne disease) disease) melalui penyediaan daging yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH). Mengingat beberapa permasalahan tersebut diatas maka setiap kegiatan yang bergerak dan berhubungan dengan penanganan daging harus dilaksanakan dengan
1
memenuhi
persaratan
kesehatan
masyarakat
veteriner.
Sehingga
masyarakat
konsumen daging akan dapat memperoleh manfaat dan nilai kelebihan akan gizinya serta
sekaligus
dapat
terhindar
dari
penularan
penyakit
zoonosis.
1.2 RUMUSAN
1) Bagaimana peran dokter hewan di RPH Lamongan? 2) Bagaimana pemeriksaan ante dan post-mortem hewan potong di RPH Lamongan? 3) Bagaimana penilaian status kesrawan dan higiene pemotongan sapi di RPH Lamongan? 4) Bagaimana kelayakan desain dan konstruksi RPH serta pengolahan limbah?
1.3 TUJUAN
1) Mengetahui peran dokter hewan di RPH Lamongan 2) Mengetahui pemeriksaan ante dan post-mortem hewan potong di RPH Lamongan 3) Memahami penilaian status kesrawan dan higiene pemotongan sapi di RPH Lamongan 4) Memahami kelayakan desain dan kosntruksi RPH serta pengolahan limbah
1.4 MANFAAT
Manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan kegiatan PPDH di RPH Lamongan ini adalah mengetahui mengetahui prosedur yang diterapkan dalam menghasilkan produk aman, sehat, utuh dan halal (ASUH) melalui kegiatan pemeriksaan antemortem dan postmortem, mengetahui pengelolaan limbah di RPH, mengetahui pemeriksaan postmortem ternak di RPH Lamongan.
2
memenuhi
persaratan
kesehatan
masyarakat
veteriner.
Sehingga
masyarakat
konsumen daging akan dapat memperoleh manfaat dan nilai kelebihan akan gizinya serta
sekaligus
dapat
terhindar
dari
penularan
penyakit
zoonosis.
1.2 RUMUSAN
1) Bagaimana peran dokter hewan di RPH Lamongan? 2) Bagaimana pemeriksaan ante dan post-mortem hewan potong di RPH Lamongan? 3) Bagaimana penilaian status kesrawan dan higiene pemotongan sapi di RPH Lamongan? 4) Bagaimana kelayakan desain dan konstruksi RPH serta pengolahan limbah?
1.3 TUJUAN
1) Mengetahui peran dokter hewan di RPH Lamongan 2) Mengetahui pemeriksaan ante dan post-mortem hewan potong di RPH Lamongan 3) Memahami penilaian status kesrawan dan higiene pemotongan sapi di RPH Lamongan 4) Memahami kelayakan desain dan kosntruksi RPH serta pengolahan limbah
1.4 MANFAAT
Manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan kegiatan PPDH di RPH Lamongan ini adalah mengetahui mengetahui prosedur yang diterapkan dalam menghasilkan produk aman, sehat, utuh dan halal (ASUH) melalui kegiatan pemeriksaan antemortem dan postmortem, mengetahui pengelolaan limbah di RPH, mengetahui pemeriksaan postmortem ternak di RPH Lamongan.
2
BAB II ANALISIS SITUASI
2.1 Profil RPH
Rumah Potong Hewan adalah suatu komplek bangunan dengan desain dan syarat tertentu yang digunakan sebagai tempat pemotongan hewan bagi konsumsi masyarakat luas. RPH Kabupaten Lamongan di rencanakan memiliki konsep terpadu dimana RPH tidak hanya memberikan pelayanan pemotongan berbagai macam jenis ternak seperti sapi, kerbau, kambing, domba dan unggas tetapi juga RPH dilengkapi dengan kandang-kandang penampungan, pasar unggas, meat shop dan unit pengolahan daging. Fasilitas RPH modern mulai diberikan seperti restrain box, air blast freezer, freezer, dan cold storage sehingga storage sehingga produk daging yang dihasilkan selain daging segar juga menyediakan daging beku, selain itu RPH ini dilengkapi dengan sarana penggolahan limbah yang memadai. Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Kabupaten Lamongan, merupakan Unit Pelaksanan Teknis Dinas (UPTD) yang yang berada dibawah naungan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lamongan. RPH sebagai unit pelayanan publik memiliki fungsi teknis, ekonomis dan sosial dimana dalam pelaksanaanya mengacu pada Visi dan Misi Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan kabupaten Lamongan. Dari aspek sosial RPH memberikan ketentraman batin kepada masyarakat dari kemungkinan penularan penyakit Zoonosis dan penyakit atau keracunan makanan ( Food Food Born Disease dan Food Born Intoxication) Intoxication) melalui penyediaan daging yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH). Sebagai sarana pelayanan terhadap masyarakat, khususnya jasa pelayanan pemotongan dan pemeriksaan kesehatan hewan dan daging, RPH Kabupaten Lamongan berfungsi pula sebagai unit penghasil pendapatan asli daerah (PAD). Untuk dapat meningkatkan PAD RPH Kabupaten Lamongan, selain tempat pelayanan yang memadai dituntut pula jasa pelayanan yang prima dan profesional dari aparatur.
3
2.2 Visi dan Misi
RPH dalam pelaksanaanya mengacu pada Visi dan Misi Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan kabupaten Lamongan, dimana visi dan isinya adalah 2.2.1 Visi
Visi adalah terwujudnya Masyarakat Lamongan yang sejahtera, berkeadilan, beretika dan berdaya saing. Makna dari Visi tersebut dengan harapan suatu semangat untuk mewujudkan keadaan masyarakat Kabupaten Lamongan yang bekerja di bidang peternakan mampu bertahan dalam berbagai perubahan, dan berupaya untuk merubah sistem usahanya yang bersifat tradisional menuju berwawasan industri dan berjiwa bisnis yang lebih maju dengan memanfaatkan sumberdaya lokal untuk membangun Peternakan yang berdaya saing dan berkelanjutan menuju masyarakat yang sejahtera. 2.2.2 Misi
Misi Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lamongan sebagai berikut : 1. Meningkatnya Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit ternak Upaya-upaya yang dilakukan dalam mencegah dan menanggulangi penyakit ternak adalah melalui peningkatan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit menular pada ternak dengan kegiatan Perbaikan Sanitasi, Vaksinasi dan Desinfeksi lingkungan. 2. Meningkatnya Produksi Hasil Peternakan Upaya-upaya yang dilakukan dalam meningkatkan Produksi Hasil Peternakan adalah dengan meningkatkan populasi ternak melalui Inseminasi Buatan, dan untuk meningkatkan produksi hasil ternak serta meningkatkan konsumsi pangan asal ternak dengan menganekaragamkan olahan asal ternak. 3. Meningkatnya Pemasaran Hasil Produksi Peternakan Upaya-upaya yang dilakukan dalam meningkatkan Kualitas hasil produksi peternakan melalui pemberdayaan kelembagaan kelompok adalah dengan pembinaan pada masyarakat peternak tentang dukungan manajemen dan dukungan teknis lainnya.
4
4. Meningkatnya
Penerapan
Teknologi
Peternakan
Upaya-upaya
yang
dilakukan dalam meningkatkan Penerapan Teknologi usaha budidaya dengan pembinaan tentang pengetahuan dan ketrampilan, dan penggunaan teknologi tepat guna, sehingga dalam usaha peternakan dapat memperoleh hasil yang memuaskan. 2.3 Struktur Organisasai UPT RPH Kabupaten Lamongan
Kepala UPT RPH Drh. Imam Mukhtar, MM
SUB BAGIAN TATA USAHA KELOMPOK JABATAN FUNGSIOAL 1. Drh. Maria Heni W. 2. M. Zakaria
PETUGAS ADMINISTRASI DAN KEUANGAN Akhmad
PETUGAS PEMOTONG HEWAN 1. 2. 3. 4.
Sabari M.Septian Sumardi M.Aziz Qhoirudin
PETUGAS PEMERIKSA DAGING
PETUGAS KEAMANAN DAN KETERTIBAN
1. Didik Iwantoro 2. Marzuki 3. Awaldin Rachmad 4. Ely Ratno 5. Bina Yudha P. N 6. Rucky Adijaya
PETUGAS KEBERSIHAN
Mathoyib
Gambar 2.1 Struktur Organisasai RPH Kabupaten Lamongan
5
2.4 Tugas Pokok dan Fungsi 2.4.1 Tupoksi kepala UPT
Kepala UPT mempunyai tugas menyiapkan data, mengkoordiasikan pelaksaan kegiatan teknis operasioal di lapangan, memonitor, mengevaluasi dan melaporkan kegiatan rumah potong hewan.
2.4.2Tupoksi bagian tata usaha
1. melakukan pegelolaan administrasi umum, kepegawaian dan ketatanggaan 2. melakukan pengurusan administrasi pegelolaan keuangan 3. melakukan pengumpulan data dalam rangka penyusunan rencana dalam program kerja UPT 4. melaksanakantugas-tugas lain yang diberikan oleh kepala UPT sesuai dengan tugas dan fungsinya
2.4.3 Tupoksi bagian admistrasi dan keuangan
Bagian admistrasi dan keuangan mempunyai tugas membantu kepala sub bagian tata usaha dalam : 1. melakukan penglolaan administrasi umum, kepegawaian dan keuangan, peralatan dan perlegkapan serta rumah tangga 2. melakukan penyediaan benda beharga sarana pemungutan retribusi daerah terkait dalam pelayanan penyelenggaraan UPT rumah potong hewan 3. melakukan pengumpulan bahan dan urusan pemungutan retribusi daerah terkait pelayanan umum penyelenggaraan UPT rumah potong hewan 4. melaksanakantugas-tugas lain yang diberikan oleh kepala sub bagian tata usaha sesuai dengan tugas dan fungsinya
2.4.4 Tupoksi petugas pemotong hewan
Petugas pemotong hewan mempunyai tugas melakukan penyediaan sarana dan prasarana serta pengurasan teknis pelaksanaan pemotogan hewan.
6
2.4.5 Tupoksi pet ugas pemeriksa daging
Petugas pemeriksa daging mempunyai tugas melakukan penyediaan sarana penyediaan sarana dan prasarana serta pengurasan teknis pelaksanaan pemeriksaan daging.
2.4.6 Tupoksi petugas keamanan dan ketertiban
Petugas keamanan dan ketertiban mempunyai tugas melakukan keamanan dan ketertiban di lingkungan kantor UPT.
2.4.7 Tupoksi pet ugas kebersi han
Petugas kebersihan mempunyai tugas melakukan pengelolaan kebersihan di lingkungan kantorUPT.
2.5 Ketentuan Pelayanan RPH
RPH Kabupaten Lamongan memberikan pelayanan pemotongan berbagai macam jenis ternak seperti sapi, kerbau, kambing, domba dan unggas. Dimana biaya untuk pemotongan sapi Jantan sebesar Rp 16.000,-/ ekor sedangkan untuk sapi betina Rp 46.000,-/ekor, biaya yang lebih besar untuk sapi betina dalah agar memberikan efek enggan menyembelih sapi betina dan mengurangi pemnyembelihan sapi betina produktif di kabupaten Lamongan. Selain itu RPH juga dilengkapi dengan kandangkandang penampungan, pasar unggas, meat shop dan unit pengolahan daging Fasilitas RPH modern mulai diberikan seperti restrain box, air blast freezer, freezer, dan cold storage sehingga produk daging yang dihasilkan selain daging segar juga menyediakan daging beku, selain itu RPH ini dilengkapi dengan sarana penggolahan limbah yang memadai.
7
2.6 Lay out Rumah Potong Hewan Kabupaten Lamongan SAWAH DAN TAMBAK
F
S B
A W
S
C
B J
W D
G
A H
A
A H
H
B
I
M K
H
L JALAN RAYA
Gambar 2.2 Layout RPH kabupaten Lamongan Keterangan : A. Kantor UPT.RPH B. R. Pemotongan Ruminansia Tradisional C. R. Pemotongan unggas D. Kandang peristirahatan sapi E. Kandang peristirahatan unggas F. IPAL (Insatalasi Pengolahan Air Limbah)
G. Kantor Petugas RPH H. Tempat Pemasaran Produk I. Tempat Pembuatan Produk J. R. Pemotongan Ruminansia Modern K . Pos Satpam L. Mushola M. Kantin
8
BAB III METODE KEGIATAN 3.1 Waktu dan Tempat
Kegiatan Koasistensi Kedinasan Kesmavet ini dilaksanakan pada tanggal 28 september sampai dengan 2 Oktober 2015, bertempat di Unit Pelaksana Teknis Rumah Potong Hewan kabupaten Lamongan.
3.2 Peserta dan Pembimbing PPDH
Peserta adalah mahasiswa PPDH Program Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya Malang, yaitu: Nama
: Fithrotul Khoiri Ummun Nisa’, S.KH
NIM
: 150130100111029
Alamat
: Jl.Kertoasri no 118, Ketawanggede, Malang
Alamat Asal : Ds. Kacangan, kec. Malo, kab. Bojonegoro Handphone
: 085646336267
e-mail
:
[email protected]
di bawah bimbingan Prof. Dr. Pratiwi Trisunuwati, drh., M.S.
3.3.
Metode Pelaksanaan Kegiatan
1. Perkenalan
Kegiatan ini adalah bentuk perkenalan diri secara langsung dari peserta kegiatan yaitu mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter Hewan Program Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya Malang dengan pihak RPH Kabupaten Lamongan. 2. Pembekalan Materi
Kegiatan ini adalah penjelasan dari pihak Dinas RPH kabupaten Lamongan kepada peserta kegiatan PPDH mengenai segala bentuk kegiatan yang akan dilakukan.
9
3. Praktek di Lapangan
Kegiatan ini adalah praktek kerja secara langsung di lapangan yang terdiri dari pemeriksaan ante dan post-mortem hewan potong, status kesrawan dan higiene pemotongan hewan, studi kelayakan desain dan pengolahan limbah.
3.4 Hasil Kegiatan
Tabel 3.1 Hasil Kegiatan koasistensi di RPH Lamongan Hari/Tanggal
Senin, 28 September
Jenis Kegiatan
2015
Penerimaan
Pelaksanaan
Mahasiswa
Petugas Dinas
Mahasiswa PPDH
Mahasiswa PPDH
Mahasiswa PPDH
Mahasiswa PPDH
dan
Petugas Dinas
post mortem (2 ekor sapi)
Mahasiswa PPDH
PPDH
Pemeriksaan
ante
dan
post mortem (2 ekor sapi) Selasa, 29 September
Pemeriksaan
ante
dan
post mortem (2 ekor sapi) Rabu, 30 September
Pemeriksaan
ante
dan
post mortem (2 ekor sapi) Kamis, 1 September
Pemeriksaan
ante
dan
post mortem (2 ekor sapi) Jumat, 2 Oktober 2015
Pemeriksaan
ante
Presentasi dan diskusi
10
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Peran dan Fungsi Dokter Hewan di RPH Lamongan
Dokter hewan memiliki peran dalam kegiatan operasional RPH yang bertujuan untuk menghasilkan produk yang beredar aman, sehat, utuh dan halal. Guna menghasilkan bahan asal pangan hewan yang ASUH dokter hewan berkewajiban untuk selalu memonitoring kesehatan hewan yang akan disembelih melalui pemeriksaan antemortem. Pemeriksaan antemortem berperan mencegah terjadinya penularan penyakit foodborne disease melalui produk daging dan menjamin bahwa hewan yang akan disembelih diperlakukan berdasarkan prinsip kesejahteraan hewan yang nantinya akan berpengaruh pada kualitas daging yang dihasilkan oleh RPH. Tugas pokok lainnya ialah melakukan pemeriksaan post mortem sebagai bentuk pengawasan berkesinambungan terhadap keamanan pangan dan mutu pangan asal hewan sehingga akan memberikan jaminan kepada konsumen terhadap daging yang diedarkan memenuhi kriteria ASUH. Tugas pokok dokter hewan ini berkaitan dengan food s afety, food security, animal welfare, medik veteriner dan quality assurance. Dalam hal kemananan dan ketahanan pangan, dokter hewan memiliki fungsi untuk memberikan jaminan terhadap kelayakan pangan asal hewan serta memberikan pelayanan kesehatan untuk menjaga populasi ternak agar terjaga dari kekurangan pangan asal hewan. daging yang dihasilkan oleh RPH dinyatakan bebas dari kontaminasi yang berlebihan dan masih layak untuk dikonsumsi. kesejahteraan hewan merupakan tanggung jawab untuk mengawasi bahwa hewan diperlakukan sesuai kodrat alaminya dan menegakkan asas animal welfare, dalam hal ini dokter hewan mengawasi bagaimana hewan diperlakukan sebelum pemotonga mulai dari kandang peristirahatan, proses perobohan, penyembelihan serta pengulitan yang harus dalam kondisi hewan sudah benar-benar mati. Pemotongan yang sesuao prinsip
kesejahteraan
hewan
juga
merupakan
salah
satu
faktor
yang
mempengaruhi kualitas daging. Selain itu tugas lain adalah sesuai dengan
11
profesinya, dokter hewan melakukan penanganan terhadap kasus penyakit yang terjadi di RPH sehingga akan menjaga kualitas daging yang dihasilkan, melakukan pengawasan sehingga tidak ada hewan sakit yang dipotong dan melakukan terapi untuk mengembalikan kesehatan ternak sebelum dipotong. Dokter hewan berperan pula dalam mengawasi pengolahan limbah yang dihasilkan RPH dengan memastikan dilakukannya pengolahan limbah cair dan padat yang akan dialirkan sehingga tidak mencemari lingkungan dan terbebas dari resiko penyebaran penyakit melalui limbah sehingga aspek kesehatan masyarakat veteriner pada RPH dapat terpenuhi dengan adanya peranan dari dokter hewan sebagai medik veteriner.
4.2 Kelayakan Desain dan Konstruksi Bangunan RPH Kabupaten Lamongan
Rumah potong hewan ruminansia (RPH-R) terletak di Jl. Pahlawan, kelurahan Sukomulyo, kecamatan Lamongan, kabupaten Lamongan. Didirikan diatas tanah seluas ±3600 m2, dari luas tersebut 1400 m2 adalah bangunan RPH-R dan sisanya adalah ruang terbuka hijau. Rumah potong hewan ruminansia (RPHR) Lamongan berbatasan dengan wilayah lain, sebelah selatan berbatasan dengan Jalan Raya Pahlawan, sebelah barat berbatasan dengan RPU (Rumah Potong Unggas). Sedangkan sebelah utara dan barat berbatasan dengan sawah. Letak dari RPH-R kabupaten Lamongan telah memenuhi persyaratan lokasi pada SNI 01.6159.1999 dimana letak rumah potong hewan tidak berada di bagian kota yang padat penduduk, tidak menimbulkan gangguan atau pencemaran lingkungan dan tidak bertentangan dengan rencana umum tata ruang dan rencana detail tata ruang wilayah. Tidak berada dekat dengan industri logam dan kimia, tidak berada di daerah rawan banjir, bebas dari asap, bau, debu dan kontaminan lainnya. Serta memiliki lahan yang relatif datar dan cukup luas untuk pengembangan rumah pemotongan hewan. Rumah pemotongan hewan ruminansia kabupaten Lamongan memiliki dua jenis RPH, baik konvensional maupun modern dalam satu kompleks bangunan. Kompleks banguanan di RPH Lamongan terdiri dari bangunan utama berupa tempat pemotongan hewan modern, tempat potong konvensional, kandang
12
penampungan dan istirahat hewan, kantor, tempat atau ruang ganti, kamar mandi dan WC, tempat penampungan limbah, tempat parkir, dan menara air. Sebagai kompleks
pasar
tradisional
produk
peternakan
terpadu
pada
tujuan
pembangunannya adalah sebagai pasar khusus produk peternakan sehingga terdapat bangunan kios daging, kios produk olahan, tempat untuk unggas hidup dan juga tempat potong unggas selain milik RPH, yaitu milik paguyuban peternak unggas. Karena melayani pemotongan terhadap unggas, RPH Lamongan dinamakan sebagai Rumah Potong Hewan Ruminansia/Unggas (RPH-R/U). Rumah Pemotongan Hewan Ruminansia (RPH-R) kabupaten Lamongan terdapat kandang peristirahatan yang dilengkapi dengan gangway, agar sapi dapat menuju kandang dan tidak berbalik arah. Tempat ganti untuk personel pemotongan, karena pakaian juga menentukan higiene pemotongan dan penyediaan daging. Di dalam bangunan RPH terdapat kandang stunning dan penyembelihan, seperangkat alat pengulitan dan pemrosesan karkas, tempat eviserasi untuk jeroan hijau, ruang pelayuan dan deboning, alat pengemasan, ruang pendingin (air blast ) -40C, ruang penyimpanan (cold storage) -18C, juga memiliki ruang pendingin (chilling room) atau rung pelayuan, namun belum terdapat laboratorium.
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.1 RPH modern a) kandang pemotongan modern, b) chilling room /
ruang pelayuan, c) Air blast freezer untuk pembekuan daging
Sistem pembuangan limbah cair menurut SNI 01.6159.1999 adalah harus cukup besar dan didesain agar aliran limbah mengalir dengan lancar, terbuat dari bahan yang mudah dirawat dan dibersihkan, kedap air sehingga tidak mengotori
13
tanah. Sistem saluran pembuang limbah cair juga harus selalu tertutup supaya tidak menimbulkan bau. Standar ini telah dipenuhi oleh RPH-R kabupaten Lamongan.
Di dalam bangunan utama RPH-R kabupaten Lamongan juga
terdapat daerah bersih dan daerah kotor seperti yang tertera dalam SNI 01.6159.1999. Daerah kotor merupakan tempat untuk jeroan, kepala dan kaki, untuk kulit dan tempat pemeriksaan postmortem. Sedangkan untuk daerah bersih untuk tempat penimbangan karkas dan tempat keluar karkas ( gambar 4.2b). Lantai pada bangunan utama terbuat dari bahan yang kuat, pada RPH-R kabupaten Lamongan lantai terbuat dari semen. Lantai tidak licin dan mudah dibersihkan. Sedangkan untuk tempat pemotongan konvensional terdiri atas tempat pemotongan yang dilengkapi lubang penampung darah yang langsung mengalir ke tempat pembuangan, tempat penggantung daging, dan saluran pembuangan limbah. Lantai juga terbuat dari semen yang tidak licin dan mudah untuk dibersihkan ( gambar 4.2a).
a
b
Gambar 4.2 a) Tempat pemotongan di RPH Lamongan dengan lantai semen dilengkapi lubang penampungan darah, b) Tempat pemisahan jeroan
Dinas peternakan dan Kesehatan Hewan kabupaten Lamongan, juga memiliki rumah potong hewan yang terletak di kecamatan Babat yang telah lebih dulu beroperasi, serta RPH Pucuk. Rumah potong hewan Babat berbatasan dengan 14
jalan di sebelah barat, sedangkan sebelah utara, timur dan selatan berbatasan dengan sawah. RPH Babat terletak jauh dari perkampungan penduduk sehingga persyaratan letak telah dipenuhi (gambar 4.3). Desain RPH terdiri atas beberapa bagian yaitu bangunan utama sebagai tempat pemotongan dan pemrosesan karkas, kantor, kandang penampungan hewan ( gambar 4.4), tempat pencucian jeroan hijau (gambar 4.5), menara air, tempat limbah cair dan padat, ruang ganti, kamar mandi dan tempat parkir. Rumah pemotongan ini tidak memiliki ruang isolasi, laboratorium dan rumah jaga.
Gambar 4.3 Lokasi RPH yang jauh dari pemukiman warga
Ukuran RPH Babat memiliki luas yang lebih kecil dbandingkan dengan RPH-R kabupaten Lamongan. Karena masih konvensional, tidak ada jalur penggiringan khusus untuk sapi, sehingga hewan hanya digiring secara manual dari kandang menuju ke tempat penyembelihan. Tempat penampungan limbah cair masih sederhana, namun tertutup rapat sehingga tidak menimbulkan bau. RPH Babat tidak memiliki ruang ruang pelayuan, ruang pembagian karkas ataupun ruang pentimpanan berpendingin. Hal ini karena setelah pemotongan, daging langsung didistribusikan ke pasar yang didistribusikan langsung menggunakan kendaraan pengangkut daging yang khusus disediakan oleh RPH.
15
4.3 Pemotongan dan Pemeriksaan Hewan Potong Di RPH Kabupaten Lamongan
Kabupaten Lamongan memiliki 2 Rumah potong hewan yang aktif beroperasi, yang terletak di kecamatan Lamongan dan Babat. Rumah potong hewan di kecamatan Lamongan adalah rumah potong hewan yang baru beroperasi 3 bulan, rumah potong ini difungsikan untuk membantu rumah potong utama di kecamatan Babat, sedangkan rumah potong hewan di Kecamatan Babat adalah rumah potong hewan yang sudah lama beroperasi. RPH di kecamatan Lamongan merupakan RPH modern yang pembangunannya langsung atas instruksi dan dana dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lamongan, Jawa Timur. Pembangunan RPH modern ini diharapkan dapat mengatasi kelangkaan daging dan pemenuhan daging berkualitas bagus dan higienis. Proses pemotongan hewan di Rumah Potong Hewan melewati beberapa tahap yaitu mulai dari penampungan pada kandang penampungan (kandang istirahat), tempat pemingsanan, tempat pemotongan, tempat pengeluaran darah, tempat penyelesaian penyembelihan, ruang jeroan, ruang kepala dan kaki, ruang kulit dan tempat pemeriksaan post mortem, tempat-tempat tersebut disebut sebagai daerah kotor. Sedangkan daerah bersih yaitu ruang pendinginan atau pelayuan, ruang pembekuan, ruang pembagian k arkas, ruang penimbangan karkas dan ruang pengemasan daging. Alur pemotongan hewan di RPH adalah sebagai berikut: 4.3.1 Kandang Penampungan (Kandang Istirahat)
Kandang penampungan merupakan kandang yang digunakan untuk menampung hewan sebelum dilakukan pemotongan. Kandang penampungan adalah tempat pemeriksaan ante mortem (pemeriksaan sebelum disembelih). Pemeriksaan ini dilakukan dengan melihat kondisi f isik hewan berupa suhu tubuh, pulsus, pernafasan dan kelaianan yang tampak dari performa hewan. Jika hewan mengalami kelainan dan dibutuhkan pengobatan sebelum dipotong maka hewan dimasukkan ke dalam kandang isolasi sampai masa pengobatan berakhir. Pengecekan ante mortem harus dilakukan oleh dokter hewan yang diberi tugas khusus oleh pemerintah setempat.
16
Gambar 4.4 kandang penampungan / peristirahatan
4.3.2 Daerah Kotor
Daerah kotor merupakan daerah atau ruangan di rumah potong hewan yang memiliki tingkat kontaminasi yang tinggi. Daerah Kotor di rumah potong hewan Kabupaten Lamongan seluruhnya menyatu kecuali ruang jeroan. Hal ini sudah baik mengingat RPH Kabupaten Lamongan sudah menggunakan alat – alat yang
memenuhi
syarat
sehingga
kontaminasi
antara
ruangan
dapat
dihindarkan/dikurangi. 1) Ruang Pemingsanan Ruang pemingsanan di RPH Kabupaten Lamongan dilengkapi kandang jepit pada bangunan modern. Namun karena yang dioperasikan adalah kandang konvensional, sehingga pemotongan dilakukan langsung tanpa pemingsanan. Tujuan pemingsanan adalah untuk mengurangi tingkat stress hewan sebelum dipotong, sehingga diharapkan daging yang diperoleh berkualitas baik karena pengeluaran darah yang sempurna. 2) Ruang Pemotongan (Penyembelihan) dan Pengeluaran Darah Ruang pemotongan hewan (penyemblihan) dan pengeluaran darah di RPH Kabupaten Lamongan termasuk kategori baik meskipun sebagian besar pemotongan hewan dilakukan dengan metode konvensional. Selain itu RPH Kabupaten Lamongan sangat memperhatikan cara penyembelihan berdasarkan syariat Islam yaitu posisi hewan dan operator penyembelihan menghadap kiblat, serta menggunakan pisau yang tajam.
17
3) Ruang Penyelesaian Penyemblihan Ruang penyelesaian penyembelihan merupakan ruangan yang digunakan untuk pemisahan kepala, kaki, pengulitan dan pengeluaran isi dada dan isi perut. 4) Ruang Jeroan Setelah isi perut dan isi dada dikeluarkan kemudian di bawa ke tempat pencucian jeroan hijau. Ruang jeroan hijau dilengkapi beberapa bak air yang digunakan untuk mencuci jeroan menggunakan air yang mengalir. Ruang jeroan ini memiliki saluran pembuangan yang menghubungkan langsung dengan tempat pembuangan limbah.
Gambar 4.5 Tempat pencucian jeroan hijau
5) Ruang Kepala dan Kaki Ruang tempat kepala dan kaki di RPH Kabupaten Lamongan tidak terpisah dengan daerah kotor lainnya. Tidak adanya pemisahan ruangan ini dikarenakan jumlah pemotongan yang sedikit. 6) Ruang Kulit Ruang kulit di RPH Kabupaten Lamongan tidak dibedakan dengan daerah kotor lainnya. Setelah hewan dikuliti kemudian kulit diikat sampai kecil kemudian langsung di bawa oleh pembeli kulit, selain itu RPH juga melakukan pengolahan kulit yang dilakukan di ruang pengolahan kulit yang sudah terpisah dari ruangan pemotongan.
18
7) Ruang Pemeriksaan Post Mortem Ruang pemeriksaan post mortem di RPH Kabupaten Lamongan masih menyatu dengan daerah kotor. Pemeriksaan dilakukan saat isi rongga dada dan rongga abdomen sudah dipisahkan dengan karkas. Pemeriksaan meliputi pemeriksaan terhadap limpoglandula, organ-organ viscera serta kondisi daging. Jika tidak ada kelaianan akan diberikan stempel baik oleh petugas pemeriksaan yang diawasi oleh dokter hewan.
4.3.3 Daerah Bersih
Daerah bersih adalah ruangan yang terpisah dari daerah kotor yang memiliki tingkat pencemaran yang rendah. RPH Kabupaten Lamongan memiliki dua jenis tempat pemotongan, bangunan modern dan konvensional. Pada banguan modern terdapat daerah bersih yang terdiri atas ruang pelayuan, ruangan pembagian karkas, pembekuan, penimbangan dan pengemasan, serta tempat penyimpanan dingin (cold storage). Akan tetapi fasilitas ini tidak terdapat pada tempat pemotongan konvensional. Kelengkapan fasilitas RPH modern ini sangat disyangkan tidak dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat setempat. Hal ini disebabkan karena beberapa permasalahan yang terjadi yaitu adanya kebiasaan masyarakat kabupaten Lamongan yang lebih sering memotong di rumah sendiri atau di tempat potong tidak resmi, jarak tempuh menuju ke RPH yang cukup jauh, waktu yang dibutuhkan untuk pemotongan di RPH serta biaya retribusi yang dinilai memberatkan tau merugikan pemilik hewan.
4.4 Pemeriksaan
Antemortem
Hewan
Ternak
Di
RPH
Kabupaten
Lamongan
Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan yang layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya termasuk diantaranya hati, ginjal, otak, paru, jantung, limpa, pankreas dan jaringan otot serta semua produk daging. Pemotongan ternak sebaiknya dilakukan di suatu tempat khusus untuk pemotongan ternak yang telah memenuhi persyaratan tertentu, yaitu di Rumah Potong Hewan. Syarat penyembelihan ternak
19
adalah ternak harus sehat, ternak tidak dalam keadaan lelah, ternak tidak produktif lagi atau tidak dipergunakan sebagai bibit dan ternak yang dipotong dalam keadaan darurat. Ternak harus diistirahatkan 12 sampai 24 jam sebelum dilakukan pemotongan agar pada saat disembelih darah dapat keluar sebanyak mungkin dan cukup tersedia energi sehingga proses kekakuan otot ( rigormortis) berlangsung secara sempurna. Pemeriksaan ante mortem adalah pemeriksaan kesehatan hewan potong sebelum disembelih. Pemeriksaan antemortem dimulai sejak penilaian status kesehatan hewan meliputi: a. Status penyakit hewan yang pernah diderita b. Riwayat penggunaan obat-obatan c. Status pemberian pakan dan minum d. Konformasi fisik (kurus, gemuk, sedang), dan konfirmasi larangan undang-undang terhadap pemotongan sapi betina produktif. e. Kebersihan kulit dan bulu. f. Pemeriksaan umum selaput lendir mata, hidung dan adakah kebengkakan pada pipi, rahang, serta kondisi lubang-lubang yang ada yaitu telinga, hidung, mulut dan anus. Pengumpulan informasi untuk dilakukan evaluasi sebagai catatan pada pemeriksaan antemortem untuk menentukan rekomendasi penilaian oleh dokter hewan terkait kelayakan ternak disembelih atau disembelih bersyarat. Oleh karena itu setiap selesai pemeriksaan yang akurat, dicatat dalam formulir pemeriksaan antemortem yang telah disiapkan. Dalam catatan formulir informasi hasil pemeriksaan direkomendasikan penyembelihan bersyarat, maka catatan tersebut diserahkan kepada dokter hewan pemeriksa postmortem untuk lebih mengamati terhadap adanya perubahan patologi pada otot, organ dan jaringan ternak potong tersebut yang perlu diafkir.
20
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.6 Pemeriksaan ante-mortem a) Pemeriksaan performa fisik, b) Pemeriksaan mata, c) Pemeriksaan umur dari gigi tanggal
4.4 Pemeriksaan Postmortem Hewan Ternak Di RPH Kabupaten Lamongan
Pemeriksaan post mortem dilakukan untuk memeriksa daging setelah dipotong terutama pada bagian karkas, limpoglandula, kepala, paru-paru, jantung, hati, ginjal, limpa serta organ pencernaan mulai dari rumen sampai colon. Maksud dilakukan pemeriksaan post-mortem adalah untuk membuang bagian yang abnormal untuk memberikan jaminan bahwa daging yang diedarkan masih layak untuk dikonsumsi. Pemeriksaan kepala dilakukan pada limpoglandula (retropharygeal, parotid, submaxillar ), lidah, dan pemeriksaan m.masseterica untuk pemeriksaan cysticercosis. Pemeriksaan limpoglandula dilakukan dengan memeriksa adanya pembesaran dan dengan irisan untuk melihat pada bagian dalam limpoglandula untuk
melihat
kondisi
limfoglandula
normal
atau
terdapat
kelainan.
Limfoglandula yang normal dicirikan dengan konsistensi kenyal, ukuran normal, lokasi tidak terfiksir dan apabila disayat warna putihdikelilingi zona hitam. Limpoglandula yang abnormal menunjukkan adanya kemungkinan hewan tersebut menderita penyakit. Pemeriksaan lidah dilakukan dengan melihat adanya kelainan warna serta dilakukan palpasi untuk melihat adanya kerapuhan papila. Penyayatan musculus masseter internus dan masseter externus sejajar tulang rahang untuk memeriksa adanya kista cysticercus. Bentuk cysticercus mirip seperti biji mentimun yang menunjukkan investasi cacing Taenia saginata.
21
Pemeriksaan paru-paru dilakukan dengan inspeksi, palpasi dan uji apung. Inspeksi dengan mengamati seluruh permukaan paru dan kemungkinan adanya perubahan warna. Selanjutnya dilakukan palpasi dan insisi pada kedua lobus paru untuk mendeteksi kemungkinan adanya sarang-sarang tuberkulosis, cacing, tumor atau abses. Paru-paru diraba ada tidaknya benjolan lalu dipotong melintang untuk melihat adanya perdarahan atau kotoran pada bronkus.Paru yang sehat akan memperlikan warna merah terang, kosistensi lunak dan terdapat suara krepitasi pada saat palpasi, dan mengapung pada uji apung karena paru-paru mengandung banyak lobus alveoli. Pemeriksaan jantung yakni dengan cara pembungkus jantung di belah, serambi dan bilik kanan kiri di belah memanjang kemudian dilihat adanya cysticercus pada valvula. Pemeriksaan jantung dilakukan dengan melihat adanya pembengkakan, akumulasi cairan pada pericaridium, palpasi terhadapa konsistensi jantung, adanya massa abnormal, dan dilakukan irisan pada ruang jantung untuk melihat adanya pericarditis, adhesi atau abses dan endokarditis. Hati secara normal memiliki ciri warna merah gelap, mengkilap, tepi yang tajam serta permukaan yang halus. Pemeriksaan hati dengan dipotong melintang membelah saluran saluran hepar, amati adanya investasi cacing (Fasciola sp.), perubahan ukuran, warna, konsistensi, pengapuran serta degenerasi lemak. Pada pengamatan post-mortem organ hati ditemukan adanya investasi cacing, namun masih ringan atau hanya ditemukan pada saluran hati dan tidak sampai menimbulkan kerusakan pada keseluruhan hati. Sehingga dilakukan pengafkiran dilakukan hanya pada bagian yang menjadi sarang c acing. Limpa merupakan organ yang harus diperiksa pertama kali saat dilakukan pemeriksaan post-mortem, karena limpa merupakan organ yang bertanggung jawab terhadap infeksi pada hewan. Perubahan limpa menjadi tanda paling menciri pada infeksi anthrax. Apabila ditemukan perubahan warna dan ukuran limpa yang mengarah ke infeksi anthrax, maka keseluruhan karakas tersebut harus dimusnahkan. Pemeriksaan limpa dilakuakn dengan inspeksi warna, perubahan ukuran, palpasi konsistensi dan dibelah memanjang, pengamatan terhadap adanya massa abnormal, ulcer atau perdarahan. Pemeriksaan ginjal dengan mengiris
22
memanjang ke hillus lalu kapsul dibuka dan perhatikan adanya perubahan warna, batu kencing, keradangan dan cacing. Pemerkisaan terhadap lambung meliputi rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Pemeriksaan dilakukan dengan membuka saluran untuk melihat mukosa
akan
adanya
peradangan,
dan
investasi
cacing
pada
rumen
(Paramphistomum sp.). Pemeriksaan selanjutnya dilanjutkan ke intestinum meliputi duodenum, jejunum, ileum dan colon. Pemeriksaan terhadap saluran pencernaan terkait dengan hasil ante-mortem seperti tidak mau makan, dan diare. Pemeriksaan postmortem karkas diarahkan pada penyakit tuberkulosis dan sistiserkosis, karena bersifat zoonosis yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat.
Pemeriksaan
karkas
diperiksa
adanya
daging
yang
masih
mengandung darah melalui warna daging, aroma dan konsistensinya. Pemeriksaan post-mortem didasarkan pada status kesehatan hewan pada pemeriksaan antemortem seperti pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Pemeriksaan ante-mortem dan post-mortem di RPH Lamongan Sa pi 1.
2.
3.
4.
5.
Ante-mortem
Status gizi Permukaan kulit Adanya penyakit Cara berdiri Frekuensi nafas Status gizi Permukaan kulit Adanya penyakit Cara berdiri Frekuensi nafas Status gizi Permukaan kulit Adanya penyakit Cara berdiri Frekuensi nafas Status gizi Permukaan kulit Adanya penyakit Cara berdiri Frekuensi nafas Status gizi Permukaan kulit
Hasil pemeriksaan
Baik Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Normal Baik Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Normal Baik Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Cepat Baik Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Normal Baik Tidak ada kelainan
23
Status Hewan Disembelih tanpa syarat
Disembelih tanpa syarat
Disembelih tanpa syarat
Disembelih tanpa syarat
Hasil pemeriksaan Post-mortem Terdapat infestasi cacing rumen( paramphistom um) Eliminasi hati Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Terdapat infestasi cacing hati ( fasciola sp) dan rumen ( paramphistomum) Eliminasi hati Disembelih Infestasi tanpa syarat Paramphistomum
Adanya penyakit Cara berdiri Frekuensi nafas 6. Status gizi Permukaan kulit Adanya penyakit Cara berdiri Frekuensi nafas 7. Status gizi Permukaan kulit Adanya penyakit Cara berdiri Frekuensi nafas 8. Status gizi Permukaan kulit Adanya penyakit Cara berdiri Frekuensi nafas 9. Status gizi Permukaan kulit Adanya penyakit Cara berdiri Frekuensi nafas 10. Status gizi Permukaan kulit Adanya penyakit Cara berdiri Frekuensi nafas
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Normal Baik Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Cepat Baik Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Cepat Baik Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Normal Baik Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Normal Baik Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Normal
dan terdapat peradangan pada abomasum Disembelih Infestasi cacing hati tanpa syarat Eliminasi hati
Disembelih tanpa syarat
Tidak ada kelainan
Disembelih tanpa syarat
Gigi tanggal Infestasi paramphistomum
Disembelih tanpa syarat
Tidak ada kelainan
Disembelih tanpa syarat
Tidak ada kelainan
Dari hasil pemeriksaan tersebut semua sapi dinyatakan bebas penyakit dan dinyatakan sehat sehingga dilakukan pemotongan tanpa syarat. Pada pemeriksaan post-mortem terdapat kelainan pada organ yaitu terdapatnya infestasi cacing hati dan cacing rumen, namun hal ini dinilai masih aman sebab cukup dilakukan eliminasi pada bagian yang mengalami kerusakan atau yang menjadi sarang cacing. Hasil pemeriksaan karkas menunjukkan tidak adanya kelainan dan kualitas daging dinilai baik secara organoleptik. Keputusan hasil akhir pemeriksaan dapat digolongkan atas: 1. Karkas serta organ tubuh yang sehat diteruskan kepasaran untuk konsumsi masyarakat. 2. Karkas serta organ-organ tubuh yang mencurigakan ditahan untuk pemeriksaan yang lebih seksama.
24
3. Bagian-bagian yang sakit dan abnormal secara lokal hendaknya diiris dan disingkirkan sedangkan selebihnya dapat diteruskan ke pasaran umum. 4. Karkas dan organ-organ tubuh yang sakit dan abnormal secara umum atau keseluruhan atau seluruh karkas dan organ-organ tubuh tersebut disingkirkan semua. 5. Karkas dan organ tubuh yang sehat yang akan diteruskan ke pasar umum diberikan stempel ‘BAIK’ atau diberikan surat keterangan. Karkas yang tidak memenuhi syarat yang ditentukan ditahan untuk pemeriksaan lebih lanjut yaitu dengan pemeriksaan kualitas daging. Hasil pemeriksaan karkas yang baik dan aman akan diberi stempel yang ber-NKV, yang manjamin bahwa daging tersbut aman untuk dikonsumsi. Pada RPH Dinas kabupaten Lamongan ini tidak diberikan stempel, karena menurut penjual akan mengurangi nilai jual daging, karena penjual tidak akan membeli bagian daging yang diberi stempel. Oleh karena itu, sebagai pengganti stempel, maka petugas RPH memberikan surat keterangan ( Gambar 4.7) yang menunjukkan bahwa daging tersebut ASUH untuk dikonsumsi.
Gambar 4.7 Surat Keterangan Daging
25
4.5 Tindakan Higiene dan Sanitasi Di RPH Kabupaten Lamongan
Rumah Potong hewan (RPH) Kabupaten Lamongan belum mendapatkan sertifikat Nomor Kontrol Veteriner (NKV). NKV ini merupakan sertifikasi yang menyatakan bahwa RPH telah memenuhi persyaratn higiene dan sanitasi yang menjamin keamanan karkas yang dihasilkan. Secara umum penerapan higiene dan sanitasi sudah dilakukan namun belum begitu optimal. Setelah kegiatan penyembelihan, lantai di semua ruangan yang menjadi tempat kegiatan dibersihkan dan namun tidak dilakukan desinfeksi. Hal ini membuat masih munculnya lalat dan bau yang memenuhi lingkungan RPH.
a
b
c
Gambar 4.8 Higiene penanganan daging a) Proses pengulitan dan pemisahan organ viscera, b) Pencucian jeroan hijau pada ruang yang terpisah, c) Penampungan daging
Adanya pemisahan antara daerah kotor dan bersih dapat meminimalisir terjadinya kontaminasi, dalam hal ini memisahkan tempat pengulitan ( gambar 4.8 a) dan pemrosesan daging dengan daerah kotor untuk pencucian jeroan hijau
(gambar 4.8 b).
Daging yang telah dipisahkan dan siap untuk di pasarkan
seharusnya diletakkan di penggantung. Namun dalam prakteknya masih banyak jagal yang tidak menerapkannya dengan meletakkan daging di lantai. Hal ini dipicu karena para jagal yang selalu ingin bekerja cepat untuk memenuhi
26
permintaan konsumen di pasar sehingga menuntut mereka bekerja secara cepat. Pengulitan tidak dilakukan di atas terpal, namun memanfaatkan kulit sebagai alas untuk mencegah kontak langsung daging dengan lantai ( gambar 4.8 a) . Lantai merupakan sumber kontaminasi yang sangat besar karena merupakan tempat mobilisasi semua hal yang ada di RPH. Alat transportasi yang digunakan untuk mengangkut daging dari RPH ke pasar masih belum sesuai dengan standar yang telah ditetapkan pada PP No 13 tahun 2010. Hal ini terlihat dari ditemukannya daging pasca pemotongan langsung dimasukkan kedalam mobil box tanpa wadah atapun dengan wadah dan daging dibiarkan terbuka selama proses transportasi (gambar 4.8 c) . Maka dari itu kebersihan dari lingkungan RPH terutama pada daerah pemotongan hingga pengemasan daging harus selalu dijaga agar menghasilkan daging yang baik.
4.6 Penerapan Kesejahteraan Hewan Di RPH
Berdasarkan UU 18 tahun 2009 Kesejahteraan Hewan adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia. Penanganan hewan dan daging di RPH yang kurang baik akan berdampak terhadap kehalalan, mutu dan keamanan daging yang dihasilkan. Penerapan prinsip kesejahteraan hewan di RPH merupakan hal yang penting, karena dapat mempengaruhi kualitas daging yang dihasilkan. Menurut PP Nomer 95 tahun 2012 Prinsip kesejahteraan hewan yaitu: bebas dari rasa lapar dan haus; bebas dari rasa sakit, cidera dan penyakit; bebas dari ketidaknyamanan, penganiayaan dan pelayahgunaan; bebas dari rasa takut dan tertekan; untuk mengekspresikan perilaku alami. Penerapan kesejahteraan hewan di RPH Kabupaten Lamongan telah sesuai dengan PP No 95 tahun 2012 yaitu melakukan penyembelihan dengan meminimalisir segala bentuk ketakutan dan stres serta mengakhiri penderitaan hewan sesegera mungkin yang dilakukan pada tahapan-tahapan berikut :
27
4.6.1. Penerimaan Ternak
Penerimaan ternak dapat dilakukan setelah pemeriksaan administrasi pemotongan
hewan
dilaksanakan.
Berikut
ini
adalah
alur
administrasi
pemotongan hewan : a. Pelayanan Pemotongan Hewan Syaratnya : 1.
Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) dari asal ternak sapi yang akan dipotong yang berisi tentang kondisi kesehatan hewan.
2.
Hewan yang akan dipotong harus sudah diperiksa kesehatannya ( ante mortem).
3.
Sebelum pemotongan harus membayar biaya potong hewan terlebih dahulu. Biaya pemotongan telah diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten
Lamongan No. 22 Tahun 2010 Tentang Retribusi Rumah Porong Hewan. Adapun biaya yang harus dibayar oleh Pemilik hewan adalah: a. Biaya Pemotongan Sapi jantan adalah Rp 16.000,00 b. Biaya Pemotongan Kuda, Lembu, Kerbau, Sapi Betina Tidak Produktif adalah Rp 46.000,00 Pada saat hewan datang, hewan diturunkan dari alat angkut dan pada saat penurunan diberi jalan yang landai serta tidak licin agar ternak menjadi lebih nyaman dan tidak jatuh pada saat penurunan. Kompetensi masing – masing petugas yang terikat dalam proses pemberian atau penyelesaian pelayanan :
Dokter hewan yang bertanggung jawab untuk kelayakan daging yang dikonsumsi dengan melakukan pemeriksaan antemortem dan postmortem pada hewan yang akan disembelih.
Petugas pemeriksa daging ( Keurmaster )
Petugas yang menyediakan peralatan / sarana pemotongan hewan
Modin atau pemotong hewan secara muslim.
Petugas sanitasi atau pembersih Rumah Pemotongan Hewan.
Petugas penyelesaian pemotongan hewan.
28
4.6.2. Pengistirahatan
Hewan
diistirahatkan
di
kandang
penampungan.
Tujuan
dari
pengistirahatan adalah agar ternak-ternak yang stres selama perjalanan akibat berbagai macam faktor bisa menjadi rileks kembali. Pengistirahatan juga bertujuan untuk mendapatkan kembali cadangan glikogen yang terpakai selama perjalanan dari daerah asal ke RPH. Istirahat yang cukup dapat meningkatkan kadar
glikogen
sejumlah
asam
laktat
yang
akan
diproduksi.
Kandang
penampungan juga berfungsi sebagai tempat perist irahatan sementara bagi ternakternak yang di tunda penyembelihannya. Pemberian pakan dan minum pada ternak merupakan hal wajib yang harus dilakukan di tempat peristirahatan. Hal - hal yang perlu diperhatikan dalam upaya mensejahterahkan hewan di penampungan: 1.
Melindungi hewan dari panas dan hujan
2.
Ketersediaan pakan dan minum yang cukup. Pemberian pakan dan minum pada ternak dilakukan sendiri oleh pemilik ternak.
3.
Luas Kandang yang cukup/pengikatan dengan tali yang cukup panjangnya (tidak berdesak – desakan)
4.
Kebersihan tempat penampungan
5.
Terhindar dari benda – benda, perlakuan dan konstruksi tempat yang dapat mencederai hewan
6.
Pencahayaan yang cukup pada lokasi kandang pengistirahatan. Pada kandang penampungan termak-ternak yang akan disembelih
dipuasakan terlebih dahulu minimal 12 jam sebelum penyembelihan agar kotoran pada saluran pencernaan tidak mengkontaminasi daging pada saat penyembelihan. Istirahat juga bertujuan agar fisiologis tubuh fokus pada peredaran darah besar, sehingga pada penyembelihan darah hewan dapat tuntas keluar. Efeknya daging yang dihasilkan tidak mudah busuk. 4.6.3
Penyembelihan
Syarat penyembelihan ternak adalah ternak harus sehat. Ternak tidak dalam keadaan lelah, ternak tidak produktif lagi atau tidak dipergunakan sebagai bibit dan ternak yang dipotong dalam keadaan darurat. Ternak harus diistirahatkan
29
12 sampai 24 jam sebelum dilakukan pemotongan agar pada saat disembelih darah dapat keluar sebanyak mungkin dan cukup tersedia energi sehingga proses kekakuan otot (rigormortis) berlangsung secara sempurna (Soeparno, 1998). Ruang pemotongan harus dalam kondisi bersih. Penyembelihan dilakukan pada malam hari hingga pagi hari. Ternak yang akan disembelih digiring ke ruang pemotongan. Dalam merobohkan ternak di
RPH Kabupaten Lamongan
memanfaatkan tali dan ring. Kaki kiri belakang sapi diikat pada ring dan kepala diikat pada ring depan. Setelah itu 3 orang menarik dan menjatuhkan sapi hingga sapi dalam posisi tidur dengan kepala menghadap kiblat. Merobohkan dengan cara ini dapat mengurangi rasa stress pada sapi. Selain dengan cara tersebut, merobohkan sapi dengan bantuan restrain box, akan lebih meminimalisir rasa stess dibandingkan dengan cara merobohkan secara manual. Hanya saja di RPH Kabupaten Lamongan alat tersebut belum bisa dioperasikan. Setelah hewan dirobohkan maka selanjutnya disembelih menggunakan pisau tajam sepanjang 2 kali panjang leher dengan memutus tiga saluran (esophagus, trakea serta arteri dan vena) seraya menyebut nama Allah. Hewan harus benar-benar dalam kondisi mati sebelum dilanjutkan pada proses berikutnya, yaitu dengan memeriksa reflex dari bola mata sapi. Sebelum hewan dipotong sebaiknya hewan dimandikan terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan kulit dan kaki hewan merupakan sumber kontaminasi paling besar pada daging. Selain itu hal ini juga dapat membantu proses pengeluaran darah sebanyak banyaknya dan memudahkan proses pengulitan.
4.7 Pengelolaan Limbah RPH
Sistem pengolahan Limbah di RPH Kabupaten Lamongan terbagi 2 untuk tempat pemotongan konvensional dengan IPAL yang lebih sederhana. Sedangkan untuk IPAL pada tempat pemotongan modern sudah menggunakan IPAL yang lebih kompleks dan dilengkapi dengan biokontrol. Untuk pengolahan limbah yang berasal dari kegiatan operasional RPH akan dialirkan ke Instalasi Pengolahan Air Limbah yang kemudian dialirkan ke saluran pembuangan di sekitar lokasi yang berujung pada tangki pembuangan. Air limbah dari kegiatan pemotongan hewan yang keluar dari proses pembersihan kemudian disalurkan menuju instalasi
30
pengolahan air limbah (IPAL). Air limbah tersebut masih mengandung bahan padatan dari kotoran sapi maupun isi jeroan hijau. Padatan besar akan tertahan pada penyaring, sedangkan padatan tersuspensi ikut mengalir kedalam tangki pembuangan. Sedangkan pada IPAL tempat pemotongan modern, limbah dari pemotongan, mengalir menuju saluran pembuangan yang ditampung sementara pada bak prasedimentasi. Selanjutnya air limbah masuk ke dalam bak sedimentasi. Dalam bak ini kemungkinan padatan tersuspensi yang masih terikut akan mengendap dan air limbah masuk ke dalam bak anaerob sistem Fixed bed . Pada sistem ini terdapat media pertumbuhan mikroorganisme melekat (attached growth microorganisme). Polutan organik yang terdapat pada air limbah ini akan dibiodegradasi oleh mikroorganisme anaerob menjadi senyawa yang lebih sederhana dan tidak membahayakan lingkungan karena ada beberapa tahapan reaktor anaerob, maka proses biodegradasi bertahap hingga pada akhirnya air limbah sudah memenuhi persyaratan baku mutu standar buang. Air limbah selanjutnya masuk kedalam bak kontrol yang telah dilengkapi dengan ikan sebagai biokontrol. Apabila ikan tersebut dapat hidup menunjukkan bahwa air limbah dapat disalurkan ke saluran penerimaan yakni sungai.
Gambar 4.9
a b Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di RPH kabupaten Lamongan
31
Sistem pengolahan limbah padat yang dihasilkan dari RPH dikumpulkan ditempat pengumpulan sampah sementara. Limbah padat dikumpulkan dan dipilih kemudian diolah sebagai biogas dalam tangki digester. Proses digester akan menghasilkan 3 keluaran yakni gas metan untuk bahan bakar gas dan padatan yang dimanfaatkan untuk pupuk. Dokter hewan berperan dalam pengelolaan limbah karena dokter hewan memilik tanggung jawab untuk menjaga kesehatan masyarakat dengan jalan mengurangi pencemaran lingkungan oleh limbah RPH yang bisa menjadi gangguan bagi kesehatan masyarakat, sebab prinsip dokter hewan adalah berperan dalam kesejahteraan kesehatan masyarakat melalui kesehatan hewan atau hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan hewan, sehingga dokter hewan yang berwenang di RPH Lamongan bertanggung jawab terhadap instalasi pembuangan limbah RPH serta melakukan pengawasan terhadap operasionalnya.
32
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN
Kesimpulan yang bisa diambil dari PPDH di Rumah Potong Hewan Kabupaten Lamongan adalah : Peran dokter hewan pada RPH Lamongan adalah melakukan pengawasan higiene produk RPH, penerapan terhadap kesejahteraan hewan pada tiap proses pemotongan, sanitasi pada lingkungan RPH, pemeriksaan status kesehatan hewan, pelaksanaan pemeriksaan ante mortem dan post mortem secara rutin guna menjamin keamaan daging yang akan diedarkan, serta memantau pengolahan limbah dari RPH 1. Penerapan pemeriksaan antemortem dilakukan dengan baik dengan melakukan pemeriksaan fisik secara keseluruhan. Pemeriksaan postmortem dilakukan pada bagian jeroan, karkas dan limfoglandula. 2. Penerapan kesejahteraan hewan di RPH Lamongan dinilai baik dengan penerapan kesejahteraan hewan dari kandang peristirahatan, penggiringan, penyembelihan yang diawasi oleh dokter hewan berwenang. Penerapan higiene masih kurang baik yang dapat dilihat masih kurangnya penerapan higiene personal, proses pengulitan dan proses pengangkutan daging. 3. Rumah Potong Hewan Lamongan memiliki desain bangunan modern dan tradisional yang baik dan telah sesuai dengan adanya pembagian antara ruang serta kelengkapan alat penunjang proses penyembelihan. Pengolahan limbah padat maupun limbah cair sudah dilakukan dengan baik menggunakan sistem IPAL serta digunakan untuk biogas.
5.2 SARAN Saran yang dapat diberikan untuk kemajuan dari RPH Kabupaten
Lamongan adalah perlunya dilakukan edukasi terhadap para pejagal di kabupaten Lamongan agar mau melakukan pemotongan di RPH, dan memanfaatkan fasilitas RPH modern yang sudah disediakan oleh pemerintah kabupaten.
33
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional. 1999. SNI 01-6159-1999: Rumah Pemotongan Hewan. BSN, Jakarta. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2015. Profil Dinas Peternakan dan Kesehatan Kabupaten Lamongan. www.lamongankab.go.id diakses 25 Oktober 2015. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012. Pedoman Teknis: Monitoring dan Evaluasi Program.Kegiatan Pembangunan Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2012. Kementerian Pertanian, Jakarta. Djuarnani, N., Kristiani, dan B.S Setiawan. 2005. Cara Cepat Membuat Kompos. Agromedia Pustaka, Jakarta. Fatimah, E. 2008. Kualitas Daging Sapi yang Dipotong Menggunakan Restraining Box: Drip Loss dan Cooking Loss. Skripsi Mahasiswa FKH IPB. Hafid, H.H. 2008. Selektivitas pemotongan hewan dan optimalisasi fungsi abbatoir dalam mendukung program swasembada daging sapi. Prosiding seminar nasional sapi potong: 196-202. Masse, D. I. Massé and K. J. Kennedy. 2003. Effect of hydrolysis pretreatment on fat degradation during anaerobic digestion of slaughterhouse wastewater, Process Biochemistry, Vol. 38, Issue 9, 30 April 2003, Pages 1365-1372. Peraturan Menteri Pertanian nomor 13. 2010. Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Unit Penanganan Daging ( Meat Cutting Plant ). Peraturan Pemerintah No 95 Tahun 2012. Tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan. Prastowo, Y. 2014. Pedoman memperoleh daging segar yang sehat, aman dan layak dikonsumsi. Jakarta. Sanjaya, A.W., M. Sudarwantodan E.S Pribadi. 1996. Pengolahan limbah cair rumah potong hewan dikabupaten dati II bogor. Media veteriner vol III(2). Soeparno. 2005. Ilmu dan teknologi daging cetakan keempat. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Sunarlim, R Dan H. Setiyant.. 2001. Pelayuan Pada Suhu Kamar Dan Suhu Dingin Terhadap Mutu Daging Dan Susut Bobot Karkas Domba Jurnal Ilmu Ternak Dan Veteriner Vol. 6 No. 1 Th. 2001: 51-58.
34