BAB 1
PENGANTAR ILMU FAAL OLAHRAGA H.Y.S.Santosa Giriwijoyo PENDAHULUAN Untuk dapat memahami Ilmu Faal Olahraga, lebih dulu harus mengenal Ilmu Faal pad a umumnya atau yang sering diistilahkan diistilahkan dengan Ilmu Faal Dasar. Dalam Ilmu Faal Dasar dipelajari fungsi atau cara kerja organ-organ tubuh serta perubahan-perub ahan yang terjadi akibat pengaruh dari dalam maupun dari luar tubuh. Pengaruh i tu dapat terjadi secara sendiri-sendiri atau secara bersamaan. Misalnya bagaim ana jantung dan paru melaksanakan fungsinya masing-masing di waktu istirahat dan di waktu berolahraga. Demikian pula bagaimana perubahan yang terjadi bila melak ukan olahraga di tempat panas dan bagaimana pula bila melakukan olahraga yang sa ma di tempat dingin. Pada Ilmu Faal Olahraga akan dipelajari perubahan-perubaha n fungsi organ-organ baik yang bersifat sementara maupun yang bersifat menetap k arena pengaruh pengaruh melakukan pelatihan olahraga olahraga baik untuk tujuan kesehatan maupun untuk tujuan prestasi. Oleh karena itu dalam Bab 1 ini dikemukakan sistema-sis tema yang terdapat didalam tubuh untuk memudahkan pemahaman terhadap Ilmu Faal O lahraga. SASARAN BELAJAR Setelah mempelajari Bab 1 mahasiswa/pembaca diharapkan mema- hami tentang: 1. Pengertian Ilmu Faal dan Ilmu Faal Olahraga. 2. 3.
Struktur organisasi biologik: sel, jaringan, organ, sistema dan organisme. Macam-macam Ergosistema serta sistema yang termasuk pada
masing-masing Ergosistema tersebut. STRUKTUR ORGANISASI BIOLOGIK Unsur kehidupan kehidupan terkecil adalah sel. Satu sel dapat merupakan kehidupan yang ma ndiri misalnya protozoa (amoeba) atau merupakan bagian dari kehidupan yang lebih komplex, misalnya pada manusia. Struktur organisasi biologik manusia terdiri atas unsur kehidupan terkecil yaitu sel, yang meliputi bermacam-macam sel. Ilmu yang mempelajari sel disebut sebaga i Sitologi (Cytologi), sedangkan Ilmu yang mempelajari struktur dan fungsi bangu nan-bangunan intraseluler disebut sebagai Biologi (Anatomi dan Fisiologi) Moleku lar. Sel-sel sejenis bergabung membentuk jaringan misalnya jaringan epitel, ja ringan ikat, jaringan tulang, jaringan otot dan jaringan saraf. Ilmu yang membah as jaringan disebut sebagai Histologi. Berbagai jaringan bergabung membentuk a lat (organ) tubuh, misalnya paru, hati, ginjal. Jantung misalnya adalah organ tu buh yang terdiri dari jaringan otot jantung, jaringan ikat, jaringan pembuluh da rah , jaringan syaraf. Masing-masing organ tubuh mempunyai fungsi khusus. Ilmu yang membahas struktur 2
dan fungsi organ disebut sebagai Anatomi Anatomi dan Fisiologi Fisiologi Organ. Berbagai organ tu buh membentuk jalinan kerja sama satu dengan yang lain membentuk satu sistema, m isalnya sistema respirasi yang berfungsi mengambil O2 yang diperlukan untuk pros es pembentukan daya (energi) di dalam sel-sel tubuh dan membuang CO2 yang mer upakan sampah akhir yang berbentuk gas. gas. Sistema respirasi respirasi melibatkan organ-orga n: rongga dada, otot-otot pernafasan, paru dan saluran nafas (hidung- mulut, tra chea-bronchi-bronchioli). chea-bronchi-bronchiol i). Keseluruhan sistema ini dengan masing-masing fungsin ya bergabung menjadi organisme yaitu makhluk hidup yang mandiri. Dengan demikia n maka struktur organisasi biologik manusia terdiri dari : Sel Jaringan Organ Sistema Organisme (Manusia) Dilihat dari struktur biologik tersebut sangat mudah difahami bahwa derajat kese hatan sel menentukan kualitas fungsional atau vitalitasnya, yang dengan sendirin ya akan menentukan derajat kesehatan, kualitas hidup dan vitalitas kehidupan ind ividu yang bersangkutan. Dilihat dari sudut Ilmu Faal, khususnya Ilmu Faal Olahraga, hakekat pelatihan olahraga adalah meningkatkan kemampuan fungsional sel, yang de ngan sendirinya berarti juga meningkatkan kemampuan fungsional individu ( manusia) yang bersangkutan. Pelatihan juga harus bersifat fisiologis, artinya dari sudut pandang sel, pelatihan tidak boleh menyebabkan terjadinya gangguan fungsional sel, yang berarti tidak boleh ada gangguan homeostasis yang melebihi batas-batas fisiologi s, dan perubahan kondisi homeostasis sudah harus 3 pulih dalam waktu tidak lebih dari 24 jam. Dengan demikian demikian pelatihan pada harihari berikutnya berikutnya selalu berlandaskan kondisi kondisi fisik yang normal (fisiologis). Ini lah hakekat dari pelatihan yang fisiologis dan inilah pula kepentingannya memaha mi Ilmu Faal Dasar, sebelum mempelajari Ilmu Faal Olahraga ! SISTEMATIKA ANATOMIK Telah diketahui bahwa tubuh, dalam hal ini jasmani atau raga tersusun dari se kumpulan struktur-struktur (organ) dalam ikatan kerja- sama yang secara anatomis disebut sebagai sistema dan terdiri dari Sistema: Skelet = kerangka Muscular = otot Nervorum = syaraf Hemo±hidro-limfatik = darah-cairan jaringan-getah bening Respirasi = pernafasan Kardiovaskular
=
jantung ± pembuluh darah
Termoregulasi = Tata suhu tubuh Digestivus = pencernaan Exkresi indera Reproduksi = pemulih generasi.
= pembuangan Endokrin = hormon Sensoris
= peng
Ilmu Faal Dasar membahas fungsi (fisiologi) satuan-satuan sistema tersebut di at as secara tersekat-sekat, belum membahas tata hubungan 4 fungsionalnya secara integral. integral. Dalam kondisinya kondisinya yang tersekat-sekat memang suli suli t untuk dapat menghubung-hubungkannya menghubung-hubungkannya menjadi bahasan yang integral. Oleh karen
a itu Ilmu Faal mengelompokkan sistema- sistema Anatomik tadi ke dalam Sistemati ka Fisiologik seperti diuraikan diuraikan di bawah bawah ini. Hal ini diperlukan untuk dapat me mudahkan memahami tata hubungan fungsional antar berbagai sistema anatomik terse but di atas. SISTEMATIKA FISIOLOGIK Setelah mengenali struktur-struktur anatomis secara sistematis beserta masing-ma sing fungsinya, maka menjadi lebih mudah untuk memahami fungsi dari struktur-str uktur tersebut tersebut serta tata tata hubungan fungsionalnya. Fungsi jasmani yang terdiri d ari berbagai macam sistema itu ialah untuk bergerak, bergerak, mempertahankan mempertahankan hidup, beke rja, mendapatkan mendapatkan kepuasan hidup lahir dan batin. Oleh karena itu jasmani dapat disebut sebagai satu SISTEMA (untuk) KERJA = SK atau ERGOSISTEMA = ES (ergo = ke rja). Jadi Ergosistema adalah sekumpulan struktur-struktur anatomis yang secara bersama-sama menjadi satu kesatuan fungsional (fisiologis) yang aktif pada waktu bekerja atau berolahraga. Dalam menjalankan fungsinya sebagai satu ergosistema, sistemasistema anatomis tersebut secara fisiologis dikelompokkan menjadi tiga kelompok dan jadilah Sistematika Fisiologik yaitu: a. Perangkat Pelaksana gerak, disebut Ergosistema Primer (ES-I) atau Sistema Kerja Primer (SK-I) yang terdiri dari: Sistema skelet Sistema muscular 5 Sistema nervorum b. Perangkat Pendukung gerak, disebut Ergosistema Sekunder (ES- II) atau Siste ma Kerja Sekunder (SK-II) yang terdiri dari: Sistema hemo-hidro-limfatik Sistema respirasi Sistema kardiovaskular c. Perangkat Pemulih/Pemelihara, disebut Ergosistema Tersier (ES- III) atau Si stema Kerja Tersier (SK-III) yang terdiri dari: Sistema digestivus Sistema exkresi Sistema reproduksi ES-III ini berperan lebih dominan pada istirahat. Pada waktu bekerja atau berolahraga, Ergosistema yang berperan dominan adalah ES -I dan ES-II. Sistema endokrin berfungsi sebagai regulator internal yang bersifat humoral. Sedangkan sistema sistema sensoris sensoris berfungsi sebagai komunikator komunikator external external maup un internal. Sistema Termoregulasi Termoregulasi berfungsi menata suhu tubuh. Ketiga sistema tersebut terakhir tidak hanya berperan pada masa pemulihan/istirahat, tetapi bahkan berperan lebih penting dalam olahraga. Seluruh Ergosistema terseb ut diatas secara terkoordinasi mempunyai satu tujuan akhir yang sama yaitu berus aha memelihara homeostasis pada istirahat maupun pada kerja/ olahraga. LATIHAN 1. Apa yang dimaksud dengan Ilmu Faal Faal dan apa yang yang dimaksud dimaksud dengan dengan Ilmu Faal O lahraga ? 6 2.
Apa perbedaan antara organ dengan organisme
?
3. Tuliskan macam-macam Ergosistema serta sistema pada masing-masing Ergosistema tersebut ! 4. Apa fungsi masing-masing Ergosistema tersebut ?
7
BAB 2
KESEHATAN
apa
saja yang termasuk
H.Y.S.Santosa Giriwijoyo PENDAHULUAN Kesehatan merupakan dasar yang sangat diperlukan bagi keberhasilan me laksanakan pekerjaan. Oleh karena itu perlu ada pembinaan dan pemeliharaan k esehatan. Pembinaan kesehatan kesehatan meliputi pembinaan pembinaan kesehatan kesehatan jasmani, jasmani, kesehatan r ohani dan kesehatan sosial, yang merupakan sehat paripurna sesuai dengan konsep sehat WHO. Dalam masalah kegiatan jasmani, manusia dalam hidupnya selalu dalam k eadaan silih berganti antara istirahat dan bergerak; maka sehatpun dapat dibedak an antara sehat dalam keadaan istirahat (sehat statis) dan sehat dalam keadaan b ergerak (sehat (sehat dinamis). Sehat dinamis (sehat dalam kondisi aktif/ aktif/ dinamis) ini lah yang sangat perlu dibina dan dipelihara oleh karena orang yang sehat d inamis, pasti sehat statis (sehat dalam kondisi statis/istirahat), tetapi tidak pasti sebaliknya. Olahraga Kesehatan hakekatnya meningkatkan derajat sehat dinamis 8 yang adalah wujud dari kebugaran jasmani.
SASARAN BELAJAR Setelah mempelajari Bab 2 ini pembaca/mahasiswa diharapkan memahami tentang : 1. Pengertian sehat dan kebugaran jasmani. 2.
Pembinaan kesehatan dan kebugaran jasmani.
3.
Perbedaan antara sehat statis, sehat dinamis dan kebugaran jasmani.
SEHAT DAN KESEHATAN Sehat adalah nikmat karunia Allah yang menjadi dasar bagi segala nikmat dan kema mpuan. Nikmatnya makan, minum, tidur, serta kemampuan bergerak, bekerja dan berf ikir, akan berkurang atau bahkan hilang dengan terganggunya kesehatan kita. Demi kianlah memang kita harus senantiasa mensyukuri nikmat sehat karunia Allah ini d engan memelihara dan bahkan meningkatkannya melalui berbagai upaya, di antaranya yang terpenting, termurah dan fisiologis adalah melalui Olahraga. Bahasan menge nai kesehatan ialah bahasan tentang segala permasalahan mengenai faktor manusia yang secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kualitas sehat sese orang. Oleh karena itu lebih dahulu perlu dimengerti apakah sehat itu. Departemen Kesehatan dengan bersumber pada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa: Sehat adalah sejahtera jasmani, rohani dan sosial; bukan hanya bebas akit, cacat ataupun kelemahan. Secara skema hal 9 tersebut dapat ditulis sebagai berikut: SEHAT - jasmani
=
SEJAHTERA
+
- penyakit
BEBAS
dari
peny
- rokhani
- cacat
- sosial
- kelemahan
Keadaan sehat sebagaimana yang dikemukakan di atas adalah keadaan sehat yang par ipurna dan sempurna, yaitu sehat ideal atau sehat yang diidam-idamkan. Akan tet api adakah orang yang memiliki keadaan sehat yang demikian itu ?! Keadaan sehat yang demikian itu agaknya sulit dijumpai oleh karena manusia dalam perjalanan h idupnya senantiasa dihadapkan pada berbagai macam ancaman bahaya. Anc aman bahaya itu dapat bersifat : - biologis : Berbagai macam penyakit infeksi oleh virus, bakteri dan jamur, sert a berbagai macam penyakit infestasi oleh parasit misalnya oleh cacing dan amoeba . - kimia : Berbagai macam penyakit alergi, keracunan obat-obatan, pestisida da n/atau pencemaran lingkungan lainnya. - fisika : Penyakit hyperbaric (peny. Caisson) yaitu penyakit akibat tekanan ba rometer (udara) tinggi, sering dijumpai pada para Penyelam; penyakit radiasi aki bat terkena sinar radioaktif atau sinar rontgen secara berlebihan; kecela- kaan lalulintas dan kecelakaan kerja. - mental : Berbagai rasa tidak puas, kecewa, sakit hati dll. Ancaman
bahaya
itu
berlangsung
sepanjang
perjalanan
hidup
10 manusia dari sejak kehidupan dalam rahim sampai usia lanjut. Akibat adanya ancaman bahaya tersebut, maka manusia dapat menderita berbagai mac am penyakit, cacat maupun kelemahan yang dapat mengenai jasmani, rokhani maupun sosial; secara tersendiri maupun bersama-sama, dengan tingkat/derajat yang berbe da-beda dari mulai yang ringan sampai kepada yang berat. Demikianlah a kibat adanya ancaman bahaya dalam perjalanan kehidupan ini, maka agaknya jarang atau bahkan mungkin tidak ada orang yang memenuhi batasan sehat WHO yang merupak an sehat sempurna. Kutub lain dari sehat ialah sakit, sehingga sesungguhnya sehat adalah be rtingkat-tingkat. Oleh karena itu adalah lebih masuk akal untuk menyebut sehat dalam pengertian derajat sehat. Dengan istilah ini yang dilihat ialah ber apa banyak ke-sehat-an dimiliki manusia itu, sehingga dengan demikian maka sesun gguhnya semua orang memiliki derajat sehat tertentu. Pemakaian istilah demikian sejalan dengan istilah ke-kaya-an, dimana orang dilihat dari berapa kaya-nya da n bukan dari berapa miskinnya. Demikianlan maka derajat sehat ialah sehat sempur na dikurangi oleh tingkat/derajat sakitnya. Derajat sehat
=
Sehat sempurna ± tingkat/derajat sakit.
Namun demikian, pengertian derajat sehat yang bersumber pada batasan sehat WHO b elum memberikan gambaran yang jelas bagaimana hubungan sebab akibatnya dengan ol ahraga dan khususnya bagaimana mekanismenya maka olahraga dapat menyehatkan dan meningkatkan kebugaran jasmani. Untuk keperluan ini perlu kita meninjau sehat ini 11 dari sudut yang lain yaitu dari sudut Ilmu Faal. Ilmu Faal ialah Ilmu yang mempelajari fungsi/cara bekerja sesuatu struktur, khus usnya struktur biologik. Pada manusia struktur biologik itu ialah jasmani bes erta seluruh alat-alat tubuhnya. Oleh karena itu bahasan sehat menurut I
lmu Faal adalah bahasan sehat dari aspek jasmaniah, yaitu : normalnya proses-proses fisiologi didalam tubuh -
normalnya fungsi alat-alat tubuh normalnya fungsi tubuh secara keseluruhan.
Oleh karena fungsi alat-alat tubuh berubah antara keadaan istirahat dan keadaan kerja, maka sehat menurut Ilmu Faal dibagi dalam 2 tingkatan : sehat statis : yaitu normalnya fungsi alat-alat tubuh pada waktu i stirahat. Normalnya fungsi alat-alat tubuh ini juga bertingkat-tingka t sehingga terdapat istilah derajat sehat statis sehat dinamis : yaitu normalnya fungsi alat-alat tubuh pada waktu b ekerja/ berolahraga, yang juga bertingkat-tingkat, tergan- tung pada beratnya ke rja atau olahraga yang dilakukan, sehingga terdapat istilah derajat sehat dinami s. Orang yang sehat dinamis, pasti juga ia sehat statis; akan tetapi tidak pasti se baliknya. Contoh: penyakit jantung angina pectoris dan dyspnoe d'Effort (sesak na fas yang terjadi pada aktivitas fisik) pada penyakit jantung mitral stenosis. Pada keadaan istirahat mereka bisa sehat (bebas gejala), tetapi pada wak tu bekerja/berolahraga timbul gejala- gejala penyakitnya. Sehat dinamis adalah sasaran yang harus dicapai melalui kegiatan olahraga, karena berolah-raga atau mengolah-raga sesungguhnya adalah 12 melatih alat-alat tubuh agar tetap dapat berfungsi normal pada waktu bekerja/ber olahraga, yang pasti juga normal pada keadaan istirahat. Demikianlah maka sehat ditinjau dari Ilmu Faal didasarkan pada masalah kemampua n fungsional jasmaniah, tanpa memperhatikan apakah ia mungkin berpenyaki t kulit misalnya panu, eczema atau cacat jasmaniah yang menurut WHO berarti bahw a ia tidak sehat; akan tetapi kemampuan fungsionalnya masih selalu dapat ditingk atkan, yang berarti bahwa derajat sehatnya masih selalu dapat dipertinggi. PEMBINAAN KESEHATAN Usaha pembinaan kesehatan pada dasarnya hanya terdiri dari dua bidang garapan sa ja yaitu : 1. Pembinaan kesehatan yang ditujukan pada faktor manusia. 2.
Pembinaan kesehatan yang ditujukan pada faktor lingkungan.
Pembinaan kesehatan pada faktor manusia meliputi usaha-usaha: -
penyembuhan
(kuratif)
termasuk
didalamnya
usaha
pemulihan
(rehabilitatif). -
pencegahan
(preventif)
termasuk
didalamnya
usaha
peningkatan
(promotif). Pembinaan kesehatan pada faktor lingkungan umumnya termasuk sebagai bagian dari usaha pencegahan (preventif). Dengan demikian usaha pencegahan mempunyai 2 sasaran, yaitu: - usaha pencegahan yang berupa memperbaiki faktor manusia (faktor intrinsik), de ngan mengaktifkan unsur-unsur dalam tubuh manusia
13 itu sendiri. - usaha pencegahan yang berupa memperbaiki faktor lingkungan (faktor extrinsik). Tujuan dari semua usaha-usaha kesehatan ini ialah menciptakan manusia-manusia yang bukan saja sehat tetapi juga produktif, yaitu yang dapat me njamin kehidupannya sendiri, keluarganya, masyarakat- nya, bangsa serta negarany a dan bukannya menjadi beban bagi masyarakat/negaranya. Dalam masalah kesehatan pada faktor manusia, usaha kuratif memang lebih merupaka n wewenang kalangan medis dan paramedis. Tetapi usaha preventif, apalagi yang be rsifat perbaikan faktor lingkung- an, lebih bersifat multidisipliner, meliputi b anyak bidang keahlian: planologi, teknik lingkungan, gedung/bangunan, kesehatan masyarakat, kedokteran dan ahli kesehatan lainnya. Usaha preventif yang ditujuk an pada faktor manusianya juga meliputi banyak bidang keahlian : gizi, ilmu faal , olahraga, kedokteran dan kesehatan masyarakat. Usaha pencegahan yang berupa memperbaiki faktor manusia meliputi : pendidikan kesehatan -
perilaku hidup sehat
-
pembinaan hidup sehat
-
imunisasi
-
gizi
-
peningkatan kebugaran jasmani
-
peningkatan ketrampilan kerja/olahraga
-
penyelenggaraan kesehatan kerja/olahraga
14 -
penyesuaian/penyerasian manusia terhadap macam dan alat kerja/olahraga penataan waktu, durasi dan intensitas kerja.
Tujuan usaha ini ialah meningkatkan derajat sehat dan produktivitas manusia seba gai tenaga kerja/olahragawan. Demikianlah maka terlihat disini bahwa pembinaan kebugaran jasmani merupak an bagian dari usaha pencegahan pada faktor manusia. Usaha pencegahan yang berupa memperbaiki faktor lingkungan meliputi : kebersihan lingkungan: pembuangan sampah -
pembasmian sumber penularan/penyakit
-
penyediaan/penggunaan air bersih
-
pencegahan pencemaran lingkungan
-
penyehatan rumah/ruang kerja :
- cahaya/penerangan - ventilasi - kelembaban
- suhu - sinar/radiasi - ketenangan/kebisingan - getaran/vibrasi -
perlindungan kerja :
- pemakaian alat pengaman
15
Bagan pembinaan kesehatan
- pengamanan alat-alat kerja/mesin-mesin - penyesuaian/penyerasian alat dan macam kerja terha16 dap manusianya - penataan waktu, durasi dan intensitas kerja. Tujuan usaha ini ialah menciptakan lingkungan hidup/kerja yang sehat. Tercantum di atas ini adalah bagan pembinaan kesehatan tersebut di atas.
LATIHAN 1.
Apa pengertian tentang Ilmu Faal Olahraga ?
2. Bagaimana batasan sehat menurut Organisasi Kesehatan Dunia, dan menurut para ahli Imu Faal ? 3. Bagaimana ciri-ciri orang yang disebut sehat dinamis ? 4. Sehat menurut WHO sulit dicapai karena adanya ancaman selama hidup bahkan se jak dalam kandungan. Tulis dan jelaskan beberapa ancaman tersebut ! 5. Pembinaan kesehatan pada dasarnya terdiri dari dua faktor. Tulis dan jelaskan usaha apa yang ditujukan terhadap masing-masing faktor tersebu t !
BAB 317
KEBUGARAN JASMANI
H.Y.S.Santosa Giriwijoyo
PANDAHULUAN Kebugaran jasmani (KJ) adalah derajat sehat dinamis seseorang yang menjad i kemampuan jasmani dasar untuk dapat melaksanakan tugas yang harus dilaksanakan . Oleh karena itu diperlukan pembinaan dan pemeliharaan kebugaran jasmani sese orang. Untuk keberhasilan pelaksanaan tugas ini perlu adanya kesesuaian antara syarat yang harus dipenuhi oleh si Pelaksana yaitu yang bersifat anatomis dan f isiologis terhadap macam dan intensitas tugas fisik yang harus dilaksanakan. Seh ubungan dengan itu maka perlu dipahami apa kebugaran jasmani dan apa saja macam kebugaran jasmani, bagaimana hubungannya dengan kesehatan dan bagaimana olahraga dapat meningkatkan derajat kesehatan dan kebugaran jasmani. SASARAN BELAJAR Setelah mempelajari Bab 3 ini mahasiswa/pembaca diharapkan memahami tentang : 1. Pengertian kebugaran jasmani ( physical fitness) 18 2.
Anatomical fitness dan Physiological fitness (KJ anatomik dan KJ
fisiologik) 3.
Komponen Dasar Kebugaran Jasmani (Anatomik; fisiologik)
4.
Cara pembinaan kebugaran jasmani
5.
Hubungan antara olahraga, kesehatan dan kebugaran jasmani.
KEBUGARAN JASMANI Ada beberapa istilah lain yang dipergunakan untuk maksud yang sama dengan kebuga ran jasmani, yaitu: kesegaran jasmani kesanggupam jasmani kesamaptaan jasmani kesemuanya dimaksudkan untuk menerjemahkan istilah asal yaitu: Physical Fitness. Untuk dapat memahami arti kebugaran jasmani, perlu ditelusuri kembali dari istil ah asalnya. Secara harfiah arti physical fitness ialah kecocokan fisik atau kes esuaian jasmani. Ini berarti ada sesuatu yang harus cocok dengan fisik atau jas mani itu; yaitu macam atau beratnya tugas yang harus dilaksanakan oleh fisik ata u jasmani itu. Dengan demikian secara garis besar dapat dikatakan bahwa kebugara n jasmani ialah kecocokan keadaan fisik terhadap tugas yang harus dilaksanakan o leh fisik itu; atau dengan perkataan lain: Untuk dapat melaksanakan tugas fisik tertentu ± dengan hasil yang baik ± diperlukan syarat-syarat fisik tertentu yang ses uai dengan sifat tugas fisik itu. Pengertian secara garis besar ini masih memerlukan penjabaran lebih lanjut khususnya 19 dalam kaitan dengan syarat-syarat fisik tertentu. Syarat-syarat fisik itu dapat bersifat : -
Anatomis (Struktural)
Anatomical (Structural) fitness.
-
Fisiologis (Fungsional)
Physiological (Functional) fitness.
Dengan demikian Physical fitness terdiri dari 2 bagian yaitu : -
Anatomical (Structural) fitness.
-
Physiological (Functional) fitness.
Anatomical fitness : Berhubungan dengan masalah-masalah yang bersifat anatomis yaitu: -
tinggi badan
-
berat badan
-
kelengkapan anggota badan
-
ukuran berbagai bagian badan.
Physiological fitness : Berhubungan dengan masalah-masalah yang bersifat fisiologis yaitu: Tingkat kemam puan menyesuaikan fungsi alat-alat tubuhnya terhadap : keadaan lingkungan : -
suhu
-
kelembaban
-
ketinggian
-
sifat medan, dan/atau
20 -
tugas fisik : berbagai bentuk kegiatan dan beban (intensitas)
kerja jasmaniah, secara -
fisiologis yaitu: alat-alat efisien
tubuh
berfungsi
dalam
batas-batas normal
tidak terjadi kelelahan yang berlebihan atau kele- lahan yang bersifat kum ulatif. telah pulih sempurna sebelum datangnya tugas yang sama pada esok harinya. Pada saat ini pengertian Physical fitness lebih bertitik berat pada Physiologica l fitness yang pada hakekatnya berarti : Tingkat kesesuaian derajat sehat dinami s yang dimiliki oleh si Pelaksana terhadap beratnya tugas fisik yang harus dilak sanakan. (lihat : Sehat ditinjau dari Ilmu Faal). Penitik-beratan kepada Physi ological fitness disebabkan oleh karena mengembangkan kemampuan fungsional tubuh lebih membe- rikan hasil yang nyata bila dibandingkan dengan mengembangk
an struktur tubuh. Contoh : orang yang lemah tetapi sehat (statis) dengan melat ih fisiknya melalui olahraga akan menjadi orang yang lebih sehat (dinamis). Se baliknya orang yang cacat jasmaniahnya misalnya kehilangan satu tungkai at au lengannya tidak mungkin dapat diperbaiki dengan melatih fisik melalui olahrag a kecuali dengan menggunakan prothese, tetapi fungsi jasmaninya masih selal u dapat diperbaiki sehingga prestasi kerja/produktivitasnya masih selalu dapat ditingkatkan. Telah disebutkan di atas bahwa kebugaran jasmani ialah kecocokan 21 keadaan fisik terhadap tugas yang harus dilaksanakan oleh fisik itu. Oleh karena itu maka kebugaran jasmani bersifat relatif, artinya kebugaran jasmani tidak be bas tetapi bersifat terkait, yaitu terkait secara anatomis dan/ atau terkait sec ara fisiologis; artinya fit atau tidaknya seseorang selalu dalam hubungan dengan tugas fisik yang harus dilaksanakan. Dibawah ini diberikan diagram yang memperlihatkan sifat relatif kebugaran jasmani (Physical fitness) tersebut.
22
Dari diagram di atas jelaslah bahwa : 1.
Kebugaran
jasmani
dimiliki
oleh
semua
orang,
baik
yang mempu
nyai derajat sehat yang tinggi maupun yang mempunyai derajat sehat yang rendah ( sakit). 2. Pembinaan/ peningkatan derajat kebugaran jasmani berarti pembinaan/ peningka tan derajat sehat maupun kemampuan kerja fisik. 3. Kemampuan melakukan kerja fisik yang lebih berat berarti derajat sehat (d inamis) yang lebih tinggi, sebaliknya, 4. Derajat sehat (dinamis) yang lebih tinggi berarti kemampuan melakukan kerja fisik yang lebih berat. Dengan demikian sekali lagi terlihat jelas bahwa orang yang sehat dinamis adala h juga sehat statis, tetapi belum tentu sebaliknya. Demikian pula terliha t jelas bahwa olahraga yang dilakukan dengan intensitas yang adekuat, akan mempe rtinggi atau setidak-tidaknya mempertahankan derajat sehat dinamis yang telah di miliki, apalagi bila intensitasnya dinaikkan secara bertahap. Semua bentuk kegiatan manusia selalu memerlukan dukungan fisik/ jasmani, sehingg a masalah kemampuan fisik/ jasmani merupakan faktor dasar bagi setiap aktivit as manusia. Oleh karena itu untuk setiap aktivitas kita sehari-hari, min imal kita harus mempunyai kemampuan fisik/ jasmani yang selalu mampu mendukung t untutan aktivitas itu dan tentu saja lebih baik lagi bila kita memiliki pula cadangannya. Adanya 23 kemampuan fisik yang melebihi kebutuhan minimal, menjamin kelancaran tugas dan kesejahteraan diri dan keluarganya, karena ia masih selalu mem punyai kemampuan untuk melakukan tugas extra dan tugas/ perhatian bagi keluargan ya sepulang kerja, bukannya langsung tidur saja oleh karena sudah kehabisan tena ga. Kebugaran jasmani seperti telah dikemukakan di atas, adalah keadaan kemam puan jasmani yang dapat menyesuaikan fungsi alat-alat tubuhnya terhadap tugas ja smani tertentu dan/ atau terhadap keadaan lingkungan yang harus diatasi dengan c ara yang efisien, tanpa kelelahan yang berlebihan dan telah pulih sempurna sebe lum datang tugas yang sama pada esok harinya. Dengan demikian, kebugaran jasman i sesung- guhnya adalah derajat sehat dinamis tertentu yang dapat menanggulangi tuntutan jasmani dalam melaksanakan tugas hidup sehari-hari dengan selalu masih mempunyai cadangan kemampuan (tidak lelah berlebihan) untuk melakukan kegiatan f isik extra serta telah pulih kembali esok harinya menjelang tugas sehari-harinya lagi. Kebugaran jasmani/ sehat dinamis harus selalu dipelihara dan bahkan diti ngkatkan agar kemampu- an cadangan untuk menghadapi tugas-tugas extra ± khususnya bagi kesejahteraan keluarga, bagi kegiatan kemasyarakatan dan guna menghadapi ke adaan darurat ± dapat bertambah. Secara akademis, pengertian Kebugaran Jasmani hanya menunjuk- kan hubungan relat if (keterkaitan) antara derajat sehat dinamis (kemampuan fisik) yang dimiliki se seorang pada saat itu dengan tugas fisik yang harus dilakukan artinya h anya menunjukkan adakah kesesuaian antara kondisi fisiknya pada saat itu den gan tugas fisik yang harus dilakukan. Dengan pengertian demikian maka sesungguhnya 24 Kebugaran Jasmani tidak bertingkat-tingkat. Yang bertingkat-tingkat adalah kemam puan/ kondisi fisik (sehat dinamis) dan beratnya tugas yang harus dilaksanakan. Dalam perkembangannya di masyarakat Kebugaran Jasmani kemudian diartikan sebag ai derajat sehat dinamis, sehingga oleh karena itu maka Kebugaran Jasmani menjad i bertingkat- tingkat sesuai derajat sehat dinamis yang dimilikinya saat itu. Demikianlah maka derajat Kebugaran Jasmani hakekatnya adalah deraja t sehat dinamis yang diperlukan (yang sesuai) dengan kebutuhannya untuk melakukan sesuatu tugas fisik. Dari penjelasan terakhir ini semakin jel as bahwa Kebugaran Jasmani lebih bertitik berat kepada Physiological Fitnes s.
TES KEBUGARAN JASMANI Komponen Kebugaran Jasmani secara anatomis terdiri dari : ES-I dan ES-II. ES-I terdiri dari: -
Kerangka dengan persendiannya
-
Otot
-
Saraf
ES-II terdiri dari: -
Darah dan cairan tubuh
-
Perangkat pernafasan
-
Perangkat kardiovaskular
Komponen Kebugaran Jasmani secara fisiologis adalah fungsi dasar dari komponen-k omponen anatomis tersebut di atas yaitu: 25 ES-I yang wujud fungsionalnya adalah: -
flexibilitas
-
kekuatan dan daya tahan otot
-
fungsi koordinasi saraf
ES-II yang wujud fungsionalnya adalah: -
daya tahan umum.
ANATOMIS (KUALITAS STRUKTURAL) FISIOLOGIS (KUALITAS FUNGSI DASAR)
KOMPONEN DASAR E.S. I E.S. II FLEXIBILITY KEKUATAN & DAYA TAHAN STATIS = DAYA TAHAN DINAMIS KOORDINASI
DAYA TAHAN UMUM
Gambar : Komponen Kebugaran Jasmani Secara fungsional, ES-I mewujudkan: kapasitas anaerobik yang merupakan faktor pembatas kemam- puan maximal pri mer. Sedangkan ES-II mewujudkan: kapasitas aerobik (VO2 max) yang merupakan faktor pembatas kemampuan maxi mal sekunder. Kapasitas anaerobik merupakan faktor pembatas kemampuan maximal primer oleh kare na bila seluruh kapasitas anaerobik telah terpakai maka olahraga tidak mungkin dapat dilanjutkan, karena telah terjadi kelelahan 26 yang mutlak (exhaustion). Kapasitas aerobik merupakan faktor pemba- tas kemampua n maximal sekunder oleh karena kapasitas aerobik hanya menentukan apakah kelela han mutlak cepat atau lambat datangnya. Artinya kelelahan mutlak bukan tanggun g-jawab kapasitas aerobik. Bila kapasitas aerobik besar, maka kelelahan lambat datang sedang bila kecil maka kelelahan cepat datang. Dalam hubungan dengan tes kebugaran jasmani, perlu diketahui tata-hubungan fungs ional antara ES-I dengan ES-II, yang dalam perwujudannya merupakan tata-hubungan fungsional antara kapasitas anaerobik dengan kapasitas aerobik. Aktivitas ESI akan merangsang ES-II untuk menjadi aktif, yang selanjutnya aktivitas ES-II me ndukung kelangsungan aktivitas ES-I, artinya tidak mungkin terjadi ES-II menjadi aktif tanpa adanya aktivitas ES-I. Sebaliknya tidak mungkin terjadi ada aktivi tas ES-I dalam durasi yang panjang tanpa dukungan ES-II. Besar olahdaya anaerobik menunjukkan tingginya intensitas aktivitas ES-I (= inte nsitas kerja/ olahraga) yang sedang terjadi yang berarti menunjukkan tingginya k ebutuhan atau tuntutan akan O2, sedangkan besar olahdaya aerobik yang terjadi me nunjukkan berapa besar olahdaya anaerobik yang dapat diimbangi, yang berarti ber apa besar kemampuan ES-II untuk memasok O2 pada saat itu, yang juga berarti ber apa besar daya dukung ES-II terhadap ES-I. Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa besar olahdaya aerobik yang terjadi ditentukan oleh besar rangsangan dari olahdaya anaerobik. Hal ini berar ti bahwa besar olahdaya aerobik (besar pasokan O2) yang terjadi tidak mungkin me lebihi besar olahdaya anaerobik (besar tuntutan akan O2) yang sedang berlangsung, kecuali pada pemulihan 27 total atau parsial (lihat gambar-gambar grafik aktivitas olahraga pada Bab 6). Lebih lanjut dapat dikemukakan bahwa faktor penentu kapasitas anaerobik adalah k emampuan otot (dalam kondisi fungsi ES-I lainnya normal), kapasitas aerobik dite ntukan oleh kemampuan fungsional ES-II secara bersama-sama. Sedangkan komponen saraf dari ES-I dengan fungsi koordinasinya menentukan kemampuan ketrampilan, kh ususnya kemampuan ketrampilan gerak hasil pembelajaran. Dengan demikian secara fisiologis terdapat tiga macam tes kebugaran jasmani yaitu tes kebugaran jasmani terhadap: (1) kapasitas anaerobik, (2) kapasitas aerobik dan (3) kemampuan ketr ampilan kecabangan olahraga. Dalam hubungan dengan populasi yang akan dites, bila populasi yang akan dites he terogen (masyarakat umum) misalnya warga sesuatu RT, maka tes KJ cukup terhadap kapasitas aerobik saja, oleh karena tujuan sebenarnya adalah untuk mengetahui ti ngginya derajat sehat dinamis populasi tersebut. Hal itu juga berkaitan dengan pengertian bahwa apabila kapasitas aerobiknya (fungsi ES-II) baik, maka
tidak mungkin fungsi ES-I-nya buruk, oleh karena kapasitas aerobik yang baik POPULASI Heterogen
Homogen
Khusus
TES KEBUGARAN JASMANI KEMAMPUAN DASAR
KEMAMPUAN TEKNIK ERGOSISTEMA PRIMER ERGOSISTEMA SEKUNDER -
+
+
+
+
+
-
-
+
Bagan : Tata urutan prioritas tes Kebugaran Jasmani
28 hanya dapat terjadi bila dirangsang secara teratur oleh fungsi ES-I yang juga ba ik. Bila populasinya homogen, atau untuk mendapatkan populasi yang homogen (pen erimaan mahasiswa FPOK/ FIK), maka tes yang diterapkan adalah terhadap kapasitas anaerobik dan kapasitas aerobik. Sedangkan terhadap populasi khusus (Atlet ses uatu cabang olahraga), maka tes dilakukan harus terhadap ketiga komponen KJ ters ebut di atas. Di bawah ini tabel untuk uji Kebugaran Jasmani Aerobik yang dilakukan di lapangan melalui tes lari/jalan 12 menit dari Cooper.
29
LATIHAN
1.
Jelaskan pengertian tentang Kebugaran Jasmani (KJ)
2. Sehubungan dengan tugas fisik yang harus dilakukan memerlukan sy arat fisik tertentu, maka Physical Fitness terdiri dari dua bagian. Tulis dan j elaskan masing-masing ? 3. Jelaskan tujuan utama pembinaan Kebugaran Jasmani ? 4.
Jelaskan macam-macam tes KJ ?
5.
Jelaskan aspek apa saja yang harus dites ?
30
BAB 4
OLAHRAGA DAN OLAHRAGA KESEHATAN
H.Y.S.Santosa Giriwijoyo PENDAHULUAN
Masyarakat telah menginsyafi akan perlunya melakukan olahraga. Hal ini terbukti dari banyaknya anggota masyarakat yang melakukan olahraga pada hari-hari libur d i lapangan-lapangan serta di tempat- tempat tertentu yang memungkinkan. Pada umu mnya mereka berolah- raga dengan tujuan memelihara dan meningkatkan kesehatan. Namun demikian olahraga prestasi dilakukan pula oleh sebagian anggota masyarakat . Untuk ini perlu ada bimbingan oleh orang yang mengetahui Ilmu Faal Olahraga, oleh karena melatih tiada lain adalah proses menerapkan Ilmu Faal Olahraga. Di dalam bab ini diterangkan tentang macam-macam olahraga, dosis olahraga keseh atan dan olahraga prestasi, serta hasil dan perubahan fungsi organ tubuh yang terjadi akibat/ sebagai hasil melakukan olahraga.
31 SASARAN BELAJAR Setelah mempelajari Bab 4 ini Mahasiswa/ Pembaca diharapkan memahami tentang : 1. Macam-macam olahraga 2.
Sasaran olahraga kesehatan
3.
Dosis olahraga (kesehatan)
4.
Indikator untuk menilai intensitas aktivitas fisik
5.
Hasil dari latihan olahraga aerobik.
OLAHRAGA Olahraga adalah budaya manusia, artinya tidak dapat disebut ada kegiatan olahrag a apabila tidak ada faktor manusia yang berperan secara ragawi/pribadi melakukan aktivitas olahraga itu. Contoh: adu domba bukan olahraga karena manusia tidak b erperan secara ragawi dalam adu itu. Manusia hanya berperan sebagai Penyelenggar a adu itu. Tetapi adu tinju, pencak-silat, karate dan sejenisnya adalah olahraga , karena memang manusia melakukan kegiatan itu secara ragawi, secara pribadi, ar tinya atas kemauan sendiri. Balap (ber)kuda adalah olahraga karena kuda tidak be rlari atas kemauan sendiri tetapi menuruti kemauan/kendali sang Jockey, sedangka n sang Jockey sendiri bukannya duduk santai di pelana kuda, tetapi selama ba lap berlangsung ia harus melakukan ―squating di atas pelana kuda dengan kakinya yang bertumpu pada sanggurdi. Sebaliknya balap anjing bukan olaharaga, karena tidak ada keterlibata n factor manusia secara hakiki/ragawi dalam kegiatan ―lomba itu. Seperti halnya dal am adu domba, dalam balap anjingpun manusia hanya berperan sebagai penyelenggara lomba, bukannya sebagai pelaku 32 lomba. Demikianlah maka manusia adalah titik sentral dari olahraga, artinya tida k ada olahraga apabila tidak ada faktor manusia yang secara ragawi berperan mela kukan olahraga itu. Oleh karena itu olahraga menuntut persyaratan-persyaratan ya ng harus dipenuhi oleh manusia, baik secara jasmani, rohani maupun sosial. Hakek atnya persyaratan yang harus dipenuhi manusia untuk dapat berpartisipasi dalam o lahraga pada umumnya adalah mereka yang sehat, mereka yang ingin memelihara kese hatannya dan/atau meningkatkan derajat kesehatannya, atau mereka yang i ngin berprestasi dalam sesuatu cabang olahraga. Di samping itu bagi mereka yang
memerlukan terdapat pelayanan olahraga kuratif dan olahraga rehailitatif yang di selenggarakan oleh lembaga khusus untuk itu. Perlu dikemukakan kembali bahwa seh at dalam konsep Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) meliputi 3 aspek yaitu aspek jasmani, aspek rohani dan aspek social, seperti tercantum dalam definisiny a yaitu bahwa Sehat adalah sejahtera jasmani, rohani dan sosial, bukan h anya bebas dari penyakit, cacat, ataupun kelemahan. Perkataan ―olahraga mengandung arti akan adanya sesuatu yang berhubungan dengan per istiwa mengolah yaitu mengolah raga atau mengolah jasmani. Definisi atau batasan tentang olahraga itu sendiri masih belum tegas, akibatnya terdapat bermacam-mac am batasan, definisi ataupun deskripsi mengenai pengertian apa itu ―Olahrag a, karena memang belum ada lembaga resmi yang diakui sebagai berwenang (seperti h alnya WHO yang diakui berwenang membuat batasan, definisi ataupun deskripsi meng enai pengertian apa itu sehat), untuk membuat batasan, definisi ataupun deskrips i mengenai pengertian apa itu ―Olahraga . Akibatnya banyak kegiatan yang tidak layak untuk 33 mendapat sebutan ―olahraga dimasukkan juga ke dalam kelompok olahraga, misalnya : ―ol ahraga catur, bridge, mancing dan banyak lagi yang lainnya. Dari sudut pandang Ilmu Faal Olahraga, Olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana yang dilakukan orang dengan sadar untuk meningkatkan kemampuan fungsionalnya, sesuai dengan tujuannya mel akukan olahraga. Dalam kaitan dengan kepentingan pembicaraan dalam naskah ini, m aka olahraga dibagi berdasarkan sifat atau tujuannya yaitu : Olahraga prestasi olahraga sebagai tujuan Olahraga rekreasi Olahraga kesehatan ikan
Or sbg alat utk mencapai tujuan. Olahraga pendid
Bila kita melihat kembali pada masalah kesehatan, maka upaya- upaya kesehatan se lalu berhubungan dengan masalah yang bersifat: - Preventif-promotif, -
Kuratif-rehabilitatif.
Dalam kaitannya dengan olahraga maka olahraga kesehatan rehabilitatif dan kurati f dilakukan terutama di Pusat-pusat rehabilitasi dan Rumah sakit, dan sudah meru pakan disiplin ilmu tersendiri yaitu Physiotherapi dan Rehabilitasi Medik, oleh karena itu tidak dibicarakan secara khusus dalam naskah ini. Pembahasan yang l ebih mendalam akan ditujukan pada olahraga kesehatan preventif dan promotif teru tama dalam kaitannya dengan pembinaan kebugaran jasmani/ peningkatan derajat sehat dinamis. 34 Ditinjau dari segi pesertanya, maka olahraga dapat dibagi menjadi olahraga : - Perorangan : 1 4 orang (Senam ± Tenis) -
Kelompok
-
Massaal
:
6 :
- 22 orang (Sepak takraw ± Sepakbola) > 22 orang.
Semua orang ingin tetap sehat atau bahkan ingin agar derajat kesehatannya dapat ditingkatkan. Oleh karena itu peserta olahraga kesehatan cenderung berjumla h massaal. Pembinaan faktor manusia melalui kegiatan olahraga jelas bertitik berat pada asp ek jasmani, tetapi dampaknya terhadap 2 aspek yang lain dari faktor manusia yait
u aspek rohani maupun aspek sosial sungguh sangat signifikan bila dibandingkan d engan pembinaan faktor manusia melalui aspek rohani, misalnya melalui kelompok p engajian, ataupun melalui aspek sosial, misalnya melalui kelompok arisan. OLAHRAGA KESEHATAN Pesantai adalah orang yang tidak melakukan olahraga sehingga cenderung kekuranga n gerak. Sebaliknya Pelaku olahraga berat melakukan olahraga lebih dari keperlua nnya untuk pemeliharaan kesehatan. Demikianlah maka Pelaku Olahraga Kesehatan ad alah orang yang tidak kekurangan gerak tetapi bukan pula Pelaku olahraga berat. Olahraga yang dianjurkan untuk keperluan kesehatan adalah aktivitas gerak raga d engan intensitas yang setingkat di atas intensitas gerak raga yang biasa dilakuk an untuk keperluan pelaksanaan tugas kehidupan sehari-hari (Blair, 1989 dalam Co oper, 1994). Oleh karena itu setiap orang mempunyai dosis olahraganya masing-masing. Dalam hal 35 Olahraga Kesehatan dilakukan secara berkelompok yang dipimpin seorang Inst ruktur/Guru Olahraga, setiap Peserta harus berusaha mengikutinya sebaik mungkin namun sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Olahraga Kesehatan ialah suatu bentuk kegiatan olahraga untuk tujuan kesehatan. Sebagai suatu kegiatan olahraga, jelas ia menggarap raga atau jasmani ± (aspek ja smani). Sifat atau ciri umum Olahraga kesehatan ialah : - massaal : olahraga kesehatan harus mampu menampung sejumlah besar peserta sec ara bersama-sama. - mudah : gerakannya mudah, sehingga dapat diikuti oleh orang kebanyakan dala m jumlah banyak (bersifat massaal), yang dapat memperkaya dan meningkatkan kemam - puan dan ketrampilan gerak dasar, yaitu gerak yang diperlukan untuk pelaksanaa n kegiatan hidup sehari- hari. - murah : peralatannya sangat minim atau bahkan tanpa peralatan sama sekali. - meriah : mampu membangkitkan kegembiraan dan tidak mem- bosankan (kepandaian pelatihnya). - manfaat dan aman : - manfaatnya jelas dapat dirasakan, serta aman untuk dilaksanakan oleh setiap peserta dengan tingkat umur dan derajat sehat dinamis yang berbeda-beda. - intensitasnya sub-maksimal dan homogen, bukan gerakan-gerakan
maksimal
atau
gerakan
eksplosif
36 maksimal (faktor keamanan). Syarat manfaat dan aman dari olahraga kesehatan menuntut adanya ciri khusus yang bersifat teknis-fisiologis yaitu : Homogen dan submaximal dalam intensitas atau beban olahraganya: -
olahraga dilakukan dengan intensitas yang
rata/ homogen
- tidak ada gerakan-gerakan dengan beban/ intensitas yang maximal, - tidak ada pengerahan kemampuan maximal. Intensitas yang homogen diperlukan untuk memudahkan mengatur dosis olahraga seca ra tepat, sedang intensitas yang submaximal diperlukan sebagai faktor keamananny a. Pada olahraga kesehatan, orang memang tidak dituntut melakukan penampilan ya
ng maximal, kecuali pada waktu menjalani uji kebugaran jasmani. Olahraga kesehat an terdiri dari satuan- satuan gerak yang dapat (secara sengaja) dibuat untuk me njangkau seluruh sendi dan otot, serta dapat dirangkai untuk menjadi gera kan yang kontinu (tanpa henti), yang merupakan yang faktor penting untuk dapat mengatur dosis dan intensitas olahraga kesehatan. -
Ada kesatuan takaran (Dosis) :
- dapat diatur baik intensitas (dengan mengatur beban/ kekuatan dan/ atau kecepa tan pengulangan/ repetisi kontraksinya), mau- pun lama-waktu (durasi) pelaksanaa nnya (dengan mengatur banyaknya pengulangan). (Lihat bahasan dosis olahraga). 37 - Adekuat : - ada batas minimal tertentu untuk intensitas dan waktu pelaksanaan olahraga kes ehatan agar dapat menghasilkan manfaat, khususnya dapat meningkatkan kemampuan f ungsional Perangkat Pendukung gerak, diselenggarakan 35x/ minggu (minimal 2x/ minggu). dapat mencapai intensitas antara 60-80% denyut nadi maksimal (DNM) sesuai umur. DNM sesuai umur = 220 ± umur dalam tahun. Sebaiknya tiap Peserta meng etahui cara menetapkan dan menghitung denyut nadi latihan masing- masing. Bebas stress psikis : -
Dilakukan dengan santai, tanpa beban emosional,
-
tidak saling berlomba dan tidak untuk dipertandingkan.
Olahraga kesehatan mampu memelihara dan/ atau meningkatkan kemampuan fungsional jasmaniah para Pesertanya dengan pembebanan yang dapat diatur secara bertahap da lam dosis-dosis (berdosis). Ciri khusus olahraga kesehatan ialah intensitasnya homogen dan submaximal, tidak boleh mengandung gerakan-gerakan yang bersifat explosive maximal dan emosional, oleh karena itu tidak boleh ada unsur kompetisi dalam pelaksanaannya. Hal ini h arus menjadi perhatian terutama pada tahap-tahap awal para Pesantai melaksanakan olahraga kesehatan, demi faktor keamanannya. Pada tahap-tahap awal ini para Pem ula sering merasa mampu menyamai mereka yang sudah lama berlatih. Perilaku demikian dapat mengundang bahaya yang bersifat 38 fatal bagi dirinya sendiri, misalnya terjadinya serangan jantung atau stroke yan g mematikan. Perlu pula diketahui bahwa olahraga berat dapat menjadi pemicu terj adinya serangan jantung dan stroke yang mematikan tersebut di atas. Akan tetapi berat/ ringannya olahraga bersifat relatif, artinya olahraga kesehatan yang bers ifat ringan bagi Peserta lama, dapat merupakan olahraga berat bagi Peserta baru. Inilah sebabnya mengapa pentahapan bagi Peserta baru selalu perlu mendapat peng awasan yang lebih saksama, oleh karena Peserta baru sering merasa mampu dan ingi n segera menyamai Peserta lama. Jumlah pesertanya yang massaal yaitu berkumpulnya banyak orang dalam suasana ola hraga yaitu suasana yang sangat informal, akan menimbulkan rasa gembira yang aka n memberikan pengaruh positif terhadap aspek rokhani dan mendorong terjadinya pe rgaulan yang lebih bebas, lepas dari hambatan-hambatan yang bersumber pada perbe daan kedudukan sosial dan tingkat ekonomi yang berbeda. Hal tersebut menunjukk an adanya sumbangan yang sangat positif terhadap aspek rokhani dan sosial dari o lahraga (kesehatan). Dengan demikian terlihat bahwa olahraga kesehatan memang terutama menggarap aspe
k jasmaniah tetapi dapat pula menjangkau aspek rokhaniah dan aspek sosialnya. D emikianlah maka terlihat jelas bahwa olahraga, khususnya olahraga kesehatan mema ng dapat memelihara dan bahkan meningkatkan derajat kesehatan (dinamis) seutuhny a, sesuai dengan konsep sehat WHO yaitu sejahtera jasmani, rokhani dan sosial. P enelitian menunjukkan bahwa investasi sebesar US. $ 1 dalam akitvitas jasmani (olahraga) akan menghemat biaya perawatan kesehatan sebesar US.$ 3.2. 39 Dari bagan Konsep Olahraga di bawah ini terlihat jelas bahwa untuk mencapai dera jat sehat dinamis yang memadai perlu dimiliki kemampuan dasar (aerobik) dan kema mpuan koordinasi (dasar) yang merupakan dasar untuk mewujudkan kemandirian dalam peri kehidupan bio-psikososiologik setiap individu (baca lebih lanjut di bab Olahraga Kesehatan)
Unsur rekreasi memang akan sangat menunjang aspek rokhaniah dan sosial pada olah raga kesehatan, akan tetapi harus diusahakan agar sejauh mungkin tidak mengandun g unsur-unsur yang bersifat kompetitif emosional. Untuk ini wisata lintas alam merupakan unsur rekreasi yang sangat baik pada olahraga kesehatan. Satu hal yang perlu mendapat perhatian ialah bahwa olahraga kesehatan hanya meru pakan salah satu saja dari berbagai bentuk upaya pembinaan kesehatan, tetapi merupakan satu-satunya cara untuk meningkatkan derajat sehat dinamis. Artinya untuk meningkatkan 40 kemampuan fungsional jasmani (sehat dinamis) hanyalah dapat dilaksanakan bila a da kemauan untuk mendinamiskan dirinya sendiri dengan jalan melatih alat-ala t tubuh/ jasmani itu mulai dengan intensitas yang rendah sampai mencapai int ensitas yang memenuhi kriteria olahraga aerobik sesuai dengan umur dan jenis kelamin yang bersangkutan. Perlu ditegaskan disini bahwa pengertian sehat dalam kaitannya dengan pembicaraa n Ilmu Faal Olahraga terbatas pada sehat jasmani yaitu : -
SEHAT
jasmani cacat
= SEJAHTERA
+
BEBAS
jasmani
penyakit jasmani kelemahan
Sisi lain dari sehat ialah sakit, yang disebabkan . Penyakit dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu : - penyakit infeksi a. b.
oleh
sesuatu penyakit
penyakit non-infeksi yang terdiri dari 2 bagian yaitu : Penyakit rudapaksa ± penyakit karena kecelakaan atau tindak kekerasan, Penyakit kelemahan jasmani dan rohani.
Peranan olahraga kesehatan dalam hubungan dengan penyakit ini terutama terhadap golongan penyakit non-infeksi. Terhadap penyakit infeksi khususnya dalam keadaan akut, olahraga justru dapat membahayakan. Akan tetapi dalam keadaan sehat, olahraga kesehatan 41 bahkan telah terbukti dapat meningkatkan unsur-unsur kekebalan (antibody) dalam tubuh, sehingga secara umum pelaku-pelaku olahraga kesehatan memang tidak mudah
menjadi sakit. Namun demikian untuk mendapatkan kekebalan yang spesifik terhada p sesuatu penyakit, masih tetap diperlukan pencegahan melalui vaksinasi. Inila h yang perlu diperhatikan mengapa orang masih dapat terkena influenza, demam tif us perut dan penyakit-penyakit infeksi lainnya, walaupun ia telah melakukan olah raga kesehatan secara teratur. Penyakit non-infeksi yang dapat dijangkau oleh olahraga kesehatan ialah misalnya : Penyakit hypokinetik, ialah penyakit kelemahan fungsional fisik/ jasmani oleh karena inaktivitas/ hypoaktivitas. -
Penyakit-penyakit psikosomatik dan alergi:
-
penyakit lambung/ maag (gastritis)
-
penyakit bengek (asthma bronchiale)
-
penyakit eksim (dermatitis + neurodermatitis).
-
Penyakit-penyakit jantung dan pembuluh darah:
-
penyakit jantung koroner
-
infark jantung
-
penyakit tekanan darah tinggi/ rendah
-
stroke.
-
Penyakit-penyakit metabolisme:
-
kegemukan (obesitas)
-
kencing manis (diabetes mellitus)
-
kelebihan lemak darah (hyperlipidaemia)
42 Sehat jasmani ± sejahtera jasmani - bila ditinjau dari segi fungsi alat-alat tub uh, berarti normalnya fungsi alat-alat tubuh itu. Fungsi alat- alat tubuh berub ah-ubah dari keadaan istirahat tidur sampai keadaan kerja maximal. Bila fungsi alat-alat tubuh normal pada keadaan istirahat, disebut sehat statis ± sehat pada w aktu istirahat; bila juga normal pada keadaan kerja/ gerak, disebut sehat dinami s ± sehat pada waktu kerja/ gerak. Orang yang sehat dinamis pasti juga sehat stati s, tetapi tidak selalu sebaliknya. Olahraga kesehatan melatih fungsi alat-alat tubuh secara bertahap agar tetap nor mal pada waktu bergerak dan dengan sendirinya juga akan tetap normal pada waktu istirahat. Jadi olahraga kesehatan membuat orang menjadi lebih sehat dinamis, me njadi lebih mampu bergerak, menjadi tidak mudah lelah. Kelelahan yang ter lalu cepat datang menghambat kemauan dan kemampuan gerak, menghambat kegairahan hidup. Gerak merupakan tanda kehidupan yang terpenting ! Tiada hidup tanpa ger ak. Makin banyak gerakan dan makin mampu orang bergerak, makin nyata hidup itu d an baginya kehidupan menjadi makin berarti. Sebab APALAH ARTI HIDUP kita ini bi la kita tak mampu bergerak ?! Jadi dengan melakukan olahraga kesehatan ± mengolah raga untuk meningkatkan derajat kesehatan dinamis ± berarti kita meningkatkan KUA LITAS HIDUP kita sendiri ! Oleh karena itu bergeraklah untuk lebih hidup, jangan hanya bergerak karena masih hidup ! Peningkatan derajat sehat dinamis ± kemampuan gerak, tidak
mungkin dapat diperoleh bila kita tidak mau menggerakkan diri kita sendiri; tida k ada yang dapat menolong kita dalam hal ini kecuali diri kita 43 sendiri !! Hukumnya sama dengan makan: Siapa yang makan maka dialah yang kenyan g ! Siapa yang mengolahraganya maka dialah yang menjadi sehat ! Olahraga kesehatan merupakan kegiatan jasmaniah yang dilakukan oleh sekumpulan orang-orang yang tergabung dalam: Klub jantung sehat, yang melakukan kegiatannya di lapangan (murah : perala tannya sederhana atau tanpa peralatan sama sekali ± dapat dilakukan tanpa bersepat u). Sanggar senam, yang melakukan kegiatannya dalam ruangan tertentu dengan at aupun tanpa menggunakan peralatan khusus. Pusat kesehatan olahraga (Sport Health Centre), yang melakukan ke giatannya dalam ruangan dengan menggunakan peralatan tertentu, antara lain untuk tujuan rehabilitasi. Pusat kebugaran jasmani (Fitness centre), yang melakukan kegiatannya dalam r uangan dengan menawarkan kegiatan olahraga dari yang tanpa alat sampai kepada pe nggunaan alat- alat yang mahal dan canggih, antara lain untuk tujuan peningkatan prestasi. Ini lebih merupakan ―toko Kebugaran Jasmani dengan sajian ―Swalayan , ole h karena masih banyak pusat-pusat kebugaran demikian yang tidak mempuny ai instruktur yang berkualifikasi pendidikan olahraga (kesehatan) ! Jadi Peserta melakukan olahraga dengan menggunakan alat-alat tanpa pengetahuan yang tepat. Walaupun ada perbedaan dalam cara penyelenggaraan kegiatan- nya, juan utama dari semua pusat-pusat kegiatan olahraga
tetapi
tu
44 kesehatan tersebut di atas adalah sama yaitu : menuju kepada DERAJAT SEHAT DINAM IS yang lebih baik. Apakah olahraga akan memperpanjang umur? Atau, apakah olahraga dapat m engubah cara mati seseorang menjadi bukan oleh serangan jantung atau sesuatu pen yakit lain ? Sesungguhnya tidak ada manusia yang dapat mengatakannya, oleh karen a sesungguhnya jatah umur dan cara mati seseorang hanya ALLAH SWT yang mengetahu i dan menentukan. Jadi lakukanlah olahraga kesehatan dengan benar dan aman untuk mencapai tujuan sehat dinamis yang lebih baik tanpa perlu merisaukan apa-a pa yang bukan kewenangan manusia !! Dengan melakukan olahraga kesehatan dengan baik, benar dan tekun, insya Allah akan diperoleh sejahtera Jasmani, Rokhani da n Sosial yang berarti sejahtera paripurna sesuai konsep sehat WHO. Untuk dapat melakukan olahraga kesehatan dengan benar dan aman diperlukan pengaw asan dan bimbingan dari dokter dan pelatih olahraga yang mengetahui permasalahan olahraga kesehatan ! Diagram di bawah ini menunjukkan hubungan timbal balik antara derajat sehat dan berbagai macam tujuan olahraga. SASARAN OLAHRAGA KESEHATAN Ada 3 1.
tahapan sasaran olahraga kesehatan, yaitu:
S1 ± Sasaran 1 ± Sasaran MINIMAL:
Pada sasaran pertama ini, tujuan utamanya ialah minimal meme- lihara kemampuan g erak yang masih ada, serta bila mungkin mengusaGaris sehat Garis OR.
45 D e r D a i j n a t m i S s e
-
Prestatif
-
Rekreatif a
- Preventif / OR-KES
h a t
-
Rehabilitatif
-
Kuratif e
Batas Fisioterapi D r a i S h
S j s e
t a
a t
t
46 a t
hakan meningkatkan kemampuan gerak itu dengan mengusahakan peningkatan luas perg erakan pada semua persendian (kelentukan/ flexibilitas), melalui pelatihan pereg angan dan pelemasan seluas mungkin, tanpa adanya sentakan ataupun renggutan, art inya memobilisasi seluruh persendian. Misalnya orang yang terikat pada kursi rod a sekalipun, harus tetap memelihara dan meningkatkan kemampuan gerak yang mas ih ada pada semua persendiannya, serta memelihara fleksibilitas dan kemampua n koordinasi, melalui gerakan-gerakan misalnya Senam Aerobik. Kemampuan dasar (f isik) dan kemampuan koordinasi dapat ditingkatkan dengan mengharuskan peser ta/ siswa mengikuti gerakan-gerakan yang dicontohkan instruktur seintensif da
n 2.
seakurat
mungkin
sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
S2 ± Sasaran 2 ± Sasaran ANTARA :
Sasaran olahraga kesehatan pada tahap ini adalah memelihara dan 47 meningkatkan kemampuan otot untuk memelihara dan meningkatkan kemampuan geraknya lebih lanjut. Latihan dilakukan dengan cara dinamis dan cara statis. Pelatihan dengan cara dinamis ialah dengan melakukan gerakangerakan yang cepat, berulang-ulang dan bersifat antagonistik disertai dengan sen takan untuk lebih meng―isi (prinsip pliometrik) gerakan itu. Pelaksanaan olahraga kesehatan harus selalu bertahap dan tidak melebihi kemampuan yang ada pada saat itu. Pelatihan dengan cara statis ialah dengan melakukan kontraksi isometrik, tetapi pernapasan harus tetap berlangsung seperti biasa (tidak boleh menekan nafas/ men gejan), karena itu sebaiknya dilakukan sebagian demi sebagian, misalnya mula-mul a dilakukan kontraksi isometrik kedua extremitas atas dan kemudian kedua extremi tas bawah. Kontraksi isometrik dipertahankan selama 4-6 detik di ulang 3-5X den gan istirahat aktif diantaranya. Istirahat aktif dimaksudkan sebagai automassag e. Kesalahan yang dapat membahayakan ialah bila kontraksi isometrik dilakukan sekal igus untuk seluruh tubuh sehingga terjadi semacam manouver Valsalva (=mengejan), yang akan meningkatkan tekanan darah sehingga dapat membahayakan bagi peserta o lahraga kesehatan yang mempunyai tekanan darah tinggi atau mempunyai penyakit ja ntung. Latihan olahraga kesehatan yang telah mencapai tahapan S2 ini akan dengan sendir inya meliputi tahapan S1, oleh karena untuk melatih kekuatan dan daya tahan o tot selalu harus melalui terjadinya pergerakan-pergerakan persendian. Oleh karena itu cara dinamis 48 adalah cara yang paling fisiologis. 3.
S3 ± Sasaran 3 ± Sasaran UTAMA :
Sasaran utama olahraga kesehatan ialah memelihara kemampuan aerobik yang telah m emadai atau meningkatkan kapasitas aerobik untuk mencapai katagori minimal ―sedang . Mengapa kapasitas aerobik menjadi sasaran utama ah kita lihat bagaimana duduk persoalannya ! Untuk mempertahankan hidupnya manusia memerlukan:
olahraga kesehatan ? Maril
1.
Sumber energi, vitamin dan mineral yang berasal dari makanan,
2.
Air, yang terkandung dalam makanan dan yang berupa minuman,
3. Oxigen, yang terdapat di udara dan diperoleh melalui mekanisme pernafasan. Urutan kegawatannya bila terjadi ketiadaan dari zat-zat tersebut di atas ialah s ebagai berikut: Pada ketiadaan makanan orang masih dapat bertahan hidup untuk selama satu minggu atau lebih, Pada ketiadaan air, orang masih dapat bertahan hidup untuk beberapa hari, Pada ketiadaan O2 (oxigen), orang hanya dapat bertahan hidup untuk beberapa menit saja ! Ketiadaan O2 > 5 menit berakibat kerusakan pada sel-sel otak, ket
iadaan O2 > 8 menit berakibat kerusakan pada sel-sel otot jantung. Demikianlah kegawatan ketiadaan O2, sehingga karena itulah maka sasaran utama ol ahraga kesehatan ialah membuat orang menjadi pintar mengambil O2 yaitu dengan melakukan olahraga aerobik secara teratur. 49 Dalam hal pencegahan dan rehabilitasi penyakit jantung dan pembuluh darah maka o lahraga kesehatan haruslah mencapai tahapan S3 yang harus dicapai secara bertaha p. Semua penyakit jantung dan pembuluh darah kecuali yang bersifat kongenital d an/ atau infeksi, kejadiannya melalui proses yang panjang, yaitu oleh karena ada nya hal- hal tersebut dibawah ini secara tersendiri maupun bersama-sama, yang me rupakan faktor risiko/ predisposisi untuk kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah. Hal-hal itu ialah: - inaktivitas - merokok - hypertensi -
hyperlipidaemia
-
diabetes mellitus
-
obesitas
Olahraga, khususnya olahraga kesehatan akan menghambat atau bahkan menghentikan proses menuju ke penyakit jantung dan pembuluh darah itu selama orang masih akti f melakukannya. Bila orang itu menghentikan aktivitasnya maka proses itu akan be rjalan lagi dengan irama/ kecepatan sebagaimana yang diwariskan kepadanya (pola yang bersifat keturunan). Artinya peranan olahraga kesehatan dalam me ncegah kejadian dan/ atau mencegah terulangnya kejadian penyakit jantung dan p embuluh darah tidak dapat ditabung, jadi tidak ada jaminan bahwa orang ya ng dahulu aktif melakukan olahraga kesehatan tidak akan mendapatkan penyakit jan tung dan pembuluh darah, apalagi bila faktor risiko itu masih selalu ada padanya . Dengan memperhatikan tahapan-tahapan sasaran olahraga kesehatan tersebut di atas, maka olahraga macam apakah yang paling baik untuk dipergunakan sebagai ola hraga kesehatan ? Jawabnya tentu saja ialah olahraga aerobik yang berbentuk SENA M (senam aerobiks), sebab : 50 1. Peningkatan dan pemeliharaan kapasitas aerobik merupakan sasaran utama olahra ga kesehatan. 2. Pada senam gerakannya dapat dibuat: -
menjangkau seluruh persendian dan otot,
dalam dosis-dosis mulai dari yang paling ringan, khusus untuk pelemasan dan perluasan pergerakan persendian (Sasaran 1) sampai pada bentuk-bentuk gera kan untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot (Sasaran 2). menjadi senam aerobik dengan meramunya dari gerakan-gerakan yang ada sehing ga memenuhi kriteria olahraga aerobik. Olahraga kesehatan haruslah selalu diusahakan untuk sampai pada tingkat olahrag a aerobik. Bila olahraga itu berbentuk senam maka harus dibuat menjadi SENAM AEROBIK, sebab bila orang sudah mampu melakukan olahraga aerobik/ senam ae robik berarti : 1. Kapasitas aerobik (S-3) 2. Kekuatan dan daya tahan otot (S-2) 3. Luas pergerakan persendian (S-1), ketiga-tiganya dapat ditingkatkan secara bersamaan, tetapi tidak pada urutan seb aliknya. Artinya orang yang masih sangat lemah dan baru mampu mengikuti ger akan untuk melemaskan dan meluaskan pergerakan persendian tentu tidak dap
at diikutkan untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot-ototnya, apalagi un tuk meningkatkan kapasitas aerobiknya. Berbicara tentang olahraga aerobik, maka ciri olahraga aerobik ialah olahraga yang mengaktifkan otot-otot : 51 -
sekitar 40% atau lebih
-
secara serentak/ simultan,
-
dengan intensitas yang adekuat (cukup) dan sesuai umur (nadi
mencapai apa yang disebut ―daerah latihan ), secara kontinu, dengan waktu adekuat (minimal 10 menit atau lebih). Olahraga yang memenuhi kriteria aerobik demikian dapat berbentuk lari/ jogging, lari di tempat, renang, atau senam yang diramu dari berbagai macam gerakan yang melibatkan sejumlah besar otot-otot sehingga pada setiap saat terjadi aktivitas otot-otot tubuh sebanyak sekitar 40% atau lebih. Hal tersebut dapat dipen uhi oleh berbagai bentuk olahraga tersebut di atas, oleh karena tungkai masing -masing mengandung seperenam jumlah seluruh otot tubuh, ditambah dengan kerja ot ot-otot togok untuk mempertahankan sikap, dan ayunan lengan untuk menjaga keseim bangan, keseluruhannya dapat mencapai jumlah sekitar 40% dari seluruh otot-otot tubuh atau lebih. Olahraga aerobik harus dilakukan terus-menerus sehingga mencapai waktu 10 menit atau lebih. Contoh: Satu seri Senam Pagi Indonesia seri D memerlukan waktu 1¾ meni t; dengan mengulang sebanyak 6 kali tanpa istirahat akan mencapai waktu 10½ menit , sehingga memenuhi kriteria durasi (lama-waktu) olahraga aerobik. DOSIS OLAHRAGA (KESEHATAN) Dosis (volume) olahraga adalah sejumlah tertentu kegiatan raga yang harus dilakukan seseorang; jadi berarti juga sejumlah tertentu daya (energi) yang h arus dihasilkan seseorang melalui proses olahdaya 52 (metabolisme) dalam tubuhnya. Sejumlah tertentu daya tersebut di atas dapat dip ergunakan untuk mewujudkan bermacam-macam gerakan dengan intensitas dan dalam du rasi (lama-waktu) yang berbeda-beda. Kalau sejumlah tertentu daya tadi dipe rgunakan untuk melakukan aktivitas raga dengan intensitas yang tinggi, m aka durasi pelaksanaannya hanya akan singkat saja; sebaliknya bila intensitasny a rendah, maka sejumlah tertentu daya tadi dapat dipergunakan untuk melakukan a ktivitas raga yang lebih lama. Jadi terdapat hubungan terbalik antara int ensitas dengan durasi pelaksanaan olahraga, sehingga terdapat satu rumus yaitu: E = I x t E = sejumlah tertentu daya (energi) yang dihasilkan melalui proses olahdaya d alam tubuh untuk melakukan satu satuan aktivitas. t = durasi melakukan aktivitas fisik. I
=
intensitas melakukan aktivitas fisik.
I = E/t. Power adalah Intensitas maximal yang diperoleh dengan menghasilkan E yang sebesar-besarnya dalam waktu t yang sesingkat-singkatnya Dari uraian tersebut di atas maka terdapat 3 cara mengatur dosis olahraga yaitu : 1. Meningkatkan intensitas dengan durasi pelaksanaan yang tetap. 2. Meningkatkan durasi pelaksanaan dengan intesitas yang tetap.
3. Meningkatkan intesitas disertai juga dengan meningkatkan durasi pelaksa naannya. Besar daya yang dihasilkan oleh proses olahdaya dalam tubuh berbanding lurus dengan : 53 1.
Intensitas kerja/ olahraga, hal ini ditentukan lebih lanjut oleh:
a. Jumlah kumulatif kekuatan kontraksi otot-otot pada saat yang bersamaan (= b esar olahdaya anaerobik = berat beban = B), Jumlah kumulatif kekuatan kontraksi otot-otot ditentukan oleh : banyaknya otot yang berkontraksi pada saat yang bersamaan, kekuatan kontraksi masing-masing otot pada saat itu. b.
Frekuensi kontraksi otot-otot tersebut di atas (repetisi = R).
2. Durasi, yaitu lama waktu berlangsungnya kerja/ olahraga termaksud pada 1. Kedua hal tersebut di atas berkaitan dengan besar olahdaya anaerobik yan g terjadi pada saat itu. Besar olahdaya anaerobik berarti berat olahraga atau intensitas olahraga yang dilakukan. Dengan demikian maka intensitas (I) di tentukan oleh dua hal yaitu: berat beban (B) -
kecepatan pengulangan (R)
sehingga rumus intensitas adalah: I = B x R Dengan demikian rumus dosis berubah menjadi: E = B x R x t Rumus dosis tersebut di atas berlaku bagi olahraga kesehatan maupun bagi olahrag a prestasi, karena pelatihan olahraga kesehatan maupun olahraga prestasipun h arus diatur pembebanannya melalui dosis-dosis. Hal yang perlu dicermati adala h gerakan apa atau rangkaian mana yang akan dijadikan sebagai satuan dosis, arti nya tidak mungkin kita mengatur berapa dosis latihan harus dilakukan sebelum kita 54 menentukan gerkan apa/ mana yang akan dipergunakan sebagai satuan dosis. Perwujudan external dari dosis kerja/ olahraga tersebut di atas berhubungan deng an : berat beban (B): -
berat beban dan/ atau macam alat yang dipergunakan,
-
kondisi medan/ lapangan yang ditempuh,
-
bentuk/ macam-ragam gerakan yang dilakukan.
-
kecepatan pengulangan (frekuensi/ repetisi = R)
-
durasi (t).
Frekuensi kontraksi otot adalah banyaknya pengulangan satuan gerakan dengan inte nsitas termaksud di atas per satuan waktu. Dalam istilah olahdaya berarti ju mlah olahdaya anaerobik yang terjadi per satuan waktu. Waktu menentukan besarnya jumlah olahdaya yang terjadi. Makin panjang waktu ber langsungnya kerja/ olahraga itu makin besar jumlah daya yang dibutuhkan. Olahdaya anaerobik selalu diikuti dan selalu diusahakan diimbangi oleh olahdaya aerobik. Makin besar jumlah olahdaya anaerobik yang terjadi, makin besar pula o lahdaya aerobik yang mengikutinya.
Dosis olahraga kesehatan haruslah disesuaikan dengan kondisi kesehatan dinamis m asing-masing peserta, agar dapat dilaksanakan secara AMAN namun jelas dapat dira sakan MANFAATnya. Agar supaya aman, maka frekuensi denyut nadinya tidak boleh mencapai maximal. Untuk olahraga kesehatan Sasaran-1 dan Sasaran-2 tidak ditent ukan batas minimal denyut nadi maupun lama waktu (durasi) 55 aktivitasnya karena sifat Or-Kes S-1 dan S-2 dapat dianggap sebagai ―conditioning (persiapan) menuju Or-Kes S-3. Akan tetapi untuk Or-Kes S-3 denyut n adi tidak boleh terlalu rendah, sebab bila denyut nadi terlalu rendah, manfaatny a bagi peningkatan kapasitas aerobiknya, tidak akan mencukupi. Batas bawah inil ah yang disebut sebagai batas adekuat agar olahraga kesehatan bermanfaat. Oleh karena itu intensitas olahraganya harus diatur agar supaya denyut nadinya adalah submaximal tetapi berada dalam ―daerah latihan (training zone), agar dapat diperol eh apa yang disebut ―pengaruh latihan (training effect). Akan tetapi p eningkatan kapasitas aerobik baru akan diperoleh bila lama waktu melakukan olah raga dengan intensitas tersebut di atas memenuhi kriteria olahraga aerobik yaitu 10 menit atau lebih. Oleh karena itu baik intensitas maupun waktunya har us diusahakan mencapai batas adekuat (mencukupi). Demikianlah maka olahraga kese hatan mempunyai rentangan yang cukup luas yaitu dari latihan-latihan ringan beru pa peregangan dan pelemasan sampai kepada tingkat aerobik submaximal. Dalam penerapannya dosis olahraga kesehatan haruslah memenuhi syarat: -
individual
-
submaximal
-
adekuat,
sesuai dengan umur dan derajat sehat dinamis masing-masing peserta pada saat itu . Akan tetapi sekali lagi perlu ditekankan disini bahwa peningkatan intensitas maupun lama waktu pelaksanaannya haruslah selalu secara bertahap. Makin tinggi usianya makin rendah intensitas dan durasi (lama-waktu) latihan awalnya dan makin lambat tahap-tahap 56 peningkatannya, apalagi bila juga disertai adanya penyakit-penyakit non- infeksi tertentu misalnya penyakit tekanan darah tinggi dan atau penyakit jantu ng iskemik. Risiko yang paling serious dari olahraga kesehatan ialah kematian mendadak. Survey retrospektif 5 tahun pada 40 fasilitas olahraga yang dilakukan oleh Haskell (1985) menunjukkan kejadian kematian oleh serangan jantung mendada k kira-kira 1 untuk setiap 887.000 jam-orang (man-hours) yang melakukan olehraga . Risiko itu adalah sangat kecil bila dibanduingkan dengan manfaatnya terhadap k esehatan dinamis, khususnya oleh karena hanya dengan berolahraga/ melakukan akti vitas fisik yang adekuat maka derajat sehat dinamis dapat ditingkatkan. Risiko ini memang akan lebih besar pada orang-orang yang memiliki penyakit jant ung. Oleh karena itu dosis submaximal yang aman khususnya bagi penderitapenderita penyakit jantung koroner dalam rehabilitasi perlu difahami dan mendapa t perhatian yang sungguh- sungguh yaitu dengan memperpanjang sasaran waktu penca paian dan memperendah sasaran tingkat kebugaran jasmani yang akan dicapai. Berbicara tentang sasaran kebugaran jasmani yang akan dicapai dapat dikemuka kan disini bahwa sasaran itu ialah: minimal sedang ± optimal baik menurut katagori tes aerobik Cooper. Tidak perlu sampai mencapai sangat baik (excellent) at au bahkan luar biasa, walaupun bukan berarti tidak boleh. Alasan sasaran
sedang-baik ini ialah oleh karena tingkat kebugaran jasmani yang demikian telah menunjukkan derajat sehat dinamis yang dapat memenuhi tuntutan jasmani untuk keg iatan hidup dan kerja sehari-hari orang-orang awam/ sipil pada umumnya. 57 Upaya untuk meningkatkan derajat kebugaran jasmani s/d sangat baik pada pesertapeserta olahraga kesehatan akan lebih banyak berarti: membuang-waktu, tenaga dan biaya, INDIKATOR UNTUK MENILAI INTENSITAS AKTIVITAS FISIK Denyut nadi merupakan indikator untuk melihat intensitas olahraga/ kerja yang se dang dilakukan. Pada satu orang, terdapat hubungan yang linier antara intensita s aktivitas fisik dengan denyut nadi, artinya: peningkatan intensitas kerja/ ola hraga akan diikuti dengan peningkatan denyut nadi yang sesuai. Sedang pada 2 or ang yang berbeda, tinggi frekuensi denyut nadi yang dicapai untuk beban kerja ya ng sama ditentukan oleh tingkat kebugaran jasmaninya masing-masing. Artinya beb an kerja objektif yang sama akan memberikan intensitas relatif yang berbeda, ter gantung pada tingkat kebugaran jasmaninya dan karena itu memberikan frekuensi de nyut nadi yang berbeda. Makin tinggi tingkat kebugaran jasmaninya, makin rendah denyut nadi kerjanya, oleh karena pada orang yang makin bugar beban kerja yang s ama akan memberikan intensitas kerja yang relatif lebih rendah (ringan) dan kare na itu peningkatan denyut nadinya juga lebih rendah. Demikianlah maka Or- Kes S -1 dan/ atau Or-Kes S-2 yang bagi peserta Or-Kes S-3 merupakan olahraga yang san gat ringan, akan dirasakan sebagai olahraga yang cukup berat bagi peserta yang b ersangkutan, dan karena itu dapat memberikan denyut nadi yang sama tingginya den gan denyut nadi para peserta Or-Kes S-3. Rentangan denyut nadi olahraga kesehatan ialah denyut nadi istirahat sampai
80% denyut nadi maximal sesuai usia.
Khusus untuk
58 Or-Kes S-3 ada batas minimal denyut nadi yaitu 65% denyut nadi maximal sesuai us ia (Cooper, 1994) serta batas waktu minimal 10 menit. Bermacam-macam cara dipergunakan orang untuk menentukan denyut nadi maximal dan denyut nadi kerja/ olahraga. Denyut nadi maximal (DNM) dalam naskah ini dihitung berdasarkan rumus: DNM = 220 ± umur. Sedang denyut nadi submaximal yang adekuat (DNSA) untuk Or-Kes S-3 dihitung berdasarkan rumus (Cooper 1994): DNSA = 65 ± 80% (220 ± umur) Pemantauan denyut nadi setiap kali dilakukan segera setelah selesai melakukan ol ahraga kesehatan - dalam batas waktu 10 detik ± dan selalu harus dilakukan untuk m engetahui berapa nilai denyut nadi yang dicapainya, agar intensitas Or-Kes senan tiasa dapat disesuaikan kembali. Menghitung denyut nadi latihan selama melakukan aktivitas olahraga sulit dilakukan, oleh karena itu denyut nadi latihan dihitung segera setelah orang berhenti/ menghentikan olahraganya. Namun waktu yang tersedia hanya 10 detik, lebih dari waktu itu nadi latihan sudah menurun, sehingga bila terlambat menghitung denyut nadi maka nadi yang diperoleh tidak me ncerminkan nadi latihan yang sebenarnya, tetapi lebih rendah. Akibat hal itu m
aka penilaian terhadap intensitas olahraga kesehatan yang dilaksanaan menjadi ke liru yaitu menjadi lebih rendah dari yang seharusnya, sehingga ia kemudian menaikkan intensitas olahraganya yang dapat menyebabkan intensitas itu menjadi terlalu 59 berat baginya. Mengenai kriteria waktu bagi olahraga kesehatan khususnya Or-Kes S-3 dapat dikemukakan sebagai berikut: Kegiatan olahraga kesehatan aerobik mengambil waktu minimal 10 menit yang disebu t sebagai waktu minimal yang efektif (adekuat) untuk meningkatkan kapasitas aero bik seseorang, sedang waktu maximalnya ialah 20 menit yang disebut sebagai waktu maximal yang efisien. (Untuk olahraga prestasi diperlukan waktu yang lebih panjang). Dalam hal olahraga kesehatan juga ditujukan untuk menurunkan b erat badan, maka durasi (lama-waktu) olahraga kesehatan harus > 30'. Hal ini dise babkan oleh karena bila durasinya < 30' maka sumber energi utamanya masih berasal terutama dari karbohidrat. Bila durasi telah mencapai > 30' maka sumber energi le mak memberi kontribusi yang lebih besar dari pada karbohidrat. Olahraga kesehatan ditujukan bagi semua orang, khususnya bagi orang-orang yang s angat sibuk yang disertai stress yang tinggi dari pekerjaannya. Oleh karena itu penggunaan waktu yang terlalu banyak akan segera disebutnya sebagai ―membuang-bua ng waktu oleh orang- orang yang sangat sibuk itu, yang sesungguhnya justru mereka lah yang sangat membutuhkan olahraga kesehatan ini. Akan tetapi justru mereka p ula yang paling sering tidak menyadarinya. Oleh karena itu waktu minimal yang e fektif dan maximal yang efisien sangat penting difahami, agar tujuan tetap dapat dicapai tanpa ―membuang-buang waktu yang sangat berharga bagi orang-orang yang san gagt sibuk itu. HASIL OLAHRAGA KESEHATAN-AEROBIK 60 Hasil olahraga kesehatan S-3 khususnya peningkatan kapasitas aerobik, bukanlah s esuatu yang dapat diperoleh dalam satu atau dua minggu. Manfaatnya sering baru dapat dirasakan setelah melakukan olahraga kesehatan secara teratur selama 2-3 b ulan atau lebih. Oleh karena itu kehadiran yang teratur dan kontinu merupakan sy arat yang sangat penting untuk keberhasilan pelaksanaan olahraga kesehatan. Olahraga kesehatan akan menghasilkan perubahan-perubahan pada aspek jasmani, rok hani maupun sosial. Perubahan pada aspek jasmani dari olahraga kesehatan akan menghasilkan perubaha n-perubahan pada unsur pelaksana gerak (ES-I) dan unsur pendukung gerak (ES-II). Unsur pelaksana gerak terdiri dari: -
kerangka beserta persendiannya
-
otot-otot beserta tendonnya
-
susunan syaraf.
Unsur pendukung gerak terdiri dari: -
darah beserta cairan tubuh
-
pernafasan
-
jantung dan peredaran darah.
Perubahan fisiologis pada kedua ergosistema tersebut di atas yang merupakan hasi l latihan/ olahraga secara bersama-sama akan menyebabkan peningkatan kemampuan f ungsional alat-alat tubuh (kemampuan gerak). Oleh karena gerak merupakan ciri k ehidupan maka meningkatnya kemampuan gerak berarti meningkatnya kualitas hidup orang itu. 61 Perubahan-perubahan fisiologis itu ialah: -
Persendian:
Luas pergerakan persendian dapat dijaga/ dipelihara dan bahkan ditingkatkan sehi ngga mencegah kekakuan sendi- sendi dan bahkan meningkatkan kelentukan/ flexibil itas-nya yang berarti memperbesar kemungkinan geraknya. Otot-otot dan tendo: Kekuatan dan daya tahan otot dan urat akan meningkat. Bila olahraga kesehatan t elah sampai pada tingkat aerobik (S-3) sesuai kebutuhan, maka peningkatan fungsi otot lebih lanjut akan terutama mengenai daya tahan ototnya (Dalam lingkup Olah raga Kesehatan). -
Susunan saraf:
Peningkatan fungsi saraf akan diwujudkan dalam bentuk waktu reaksi yang le bih cepat dan kemampuan mengkoordinasikan fungsi otot yang lebih baik. H asilnya ialah gerakan yang lebih akurat (tepat) dan lebih cepat. Kemampuan koord inasi gerak yang lebih baik menyebabkan khususnya para lanjut usia menjadi tidak mudah jatuh. Jatuh adalah penyebab terpenting terjadinya patah tulang pa da para lanjut usia yang umumnya telah mengidap osteoporosis. Pada anak-an ak, penguasaan kemampuan koordinasi yang lebih beragam, berarti dimilikinya perb endaharaan gerak dasar yang lebih banyak, yang akan menjadi kemudahan bagi pembelajaran gerak ketrampilan 62 kecabangan olahraga prestasi. -
Darah:
Pada kehidupan dengan aktivitas yang selalu santai, maka peredaran darahnya juga selalu lambat. Benturan-benturan eritrosit dengan dinding pembuluh darah atau antar sesamanya dengan demikian juga hanya ringan-ringan saja. Hasilnya ialah ba hwa eritrosit dapat mencapai umur yang lebih tua (120 hari). Karena eritrosit-e ritrosit dapat mencapai umur yang lebih tua, maka siklus pergantiannya pun lamba t. Jadi sumsum tulang merah sebagai pembuat eritrosit tidak perlu terlalu aktif. Sebagai donor darah, orang dengan pola kehidupan demikian kurang menguntungkan baik bagi dirinya maupun bagi penerima darahnya, karena: - Sumsum tulang merah yang kurang aktif tidak memungkinkan penggantian dar ah dalam waktu yang cepat, sehingga rasa lelah setelah menyumbangkan darah menja di lebih berkepanjangan. - Darah yang disumbangkan mengandung banyak eritrosit-eritrosit tua, dengan sendirinya masa hidup- nya atau masa kerjanya tinggal sebentar lagi sehingga kur ang menguntungkan bagi si penerima darah. Olahraga akan menyebabkan peredaran darah menjadi lebih cepat sehingga benturan antar eritrosit dan/ atau terhadap dinding pembuluh darah juga menjadi lebih ker as. Eritrosit tua yang rapuh tidak dapat bertahan lebih lanjut. Dengan melakukan olahraga secara teratur dan berlanjut, maka
63 erotrosit-eritrosit menjadi kecil kemungkinannya untuk dapat mencapai usia tua ( mencapai usia 120 hari). Keadaan ini menuntut sumsum tulang merah untuk selalu aktif membentuk eritrosit baru. Dengan demikian, kerugiannya sebagai donor baik bagi dirinya maupun bagi penerima darahnya, tidak akan terjadi lagi. Tingkat aktivitas sumsum tulang merah merupakan pula salah satu indikator dera jat kebugaran jasmani seseorang. Jantung: Serabut-serabut otot jantung menjadi lebih besar dan kuat, pembuluh-pembuluh dar ah arteriol dan kapiler di dalam otot jantung lebih banyak yang aktif. Dengan demikian penyediaan oxigen dan nutrisi serta pembuangan sampah- sampah metabolisme dari otot jantung menjadi lebih baik. Hasilnya ialah kemampuan ja ntung untuk memompakan darah jadi meningkat. Hasilnya lebih lanjut ialah : sem ua darah yang dipompakan oleh jantung kanan ke paru lalu ke jantung kiri dapat d isalurkan dengan baik oleh jantung kiri ke peredaran darah sistemik, sehingga ti dak terjadi retensi (timbunan) darah di paru. Hal inilah yang menyebabkan berk urangnya rasa sesak nafas sewaktu berolahraga pada orang-orang yang telah men dapatkan manfaat dari melakukan olahraga kesehatan secara teratur dan berlanju t. Frekuensi denyut jantung pada istirahat juga akan berkurang (terjadi bradikar dia yang fisiologis), suatu pertanda efisiensi fungsi jantung yang lebih baik. 64 -
Pembuluh darah:
Dinding pembuluh darah menjadi lebih kuat terhadap perubahan tekanan darah, dan kekenyalannya (elastisitasnya) dapat terpelihara, disertai dengan menjadi lebih longgarnya (vasodilatasi) bagian arteriol dari susunan pembuluh darah. Jumlah ka piler yang aktif dalam otot-otot yang diolahragakan adalah lebih banyak. D engan demikian tekanan darah peserta-peserta olahraga kesehatan cenderung leb ih normal, peredaran darah dan lalu lintas cairan menjadi lebih lancar.
-
Olahdaya (Metabolisme):
Pada obesitas selain pengaturan diet, olahraga kesehatan sudah sejak lama direkomendasikan sebagai salah satu cara untuk menurunkan berat badan. Gabungan antara pengaturan diet dan olahraga akan menghasilkan penurunan berat badan yan g disertai meningkatnya kebugaran jasmani. Tanpa olahraga hanya akan didapatka n penurunan berat badan saja yang mungkin bahkan disertai menurunnya kebug aran jasmani. Perlu dikemukakan disini upaya penurunan berat badan dengan pengaturan die t saja hanya akan memberikan keberhasilan sebanyak 5% sampai paling banyak 20% s aja dari seluruh kasus. Selain itu perlu pula dikemukakan bahwa olahraga tida k meningkatkan nafsu makan (Franklin & Rubenfire, 1980), oleh karena itu bila pada orang yang 65 melakukan olahraga kesehatan bahkan terjadi peningkatan berat-badan maka hal itu menunjukkan bahwa orang itu tidak dapat mengendalikan nafsu makannya. Perlu pula diketahui bahwa peningkatan berat badan pada orang yang melakukan olahraga ± apalagi bila tidak melakukan olahraga -akan diikut i oleh meningkatnya kadar kolesterol total dan kolesterol LDL, yang berarti meni ngkatkan faktor risiko untuk penyakit kardiovaskular. Pada diabetes melitus olahraga kesehatan menyebabkan toleransi terhadap glukosa menjadi lebih baik. Hal ini disebabkan oleh karena olahraga menyebabkan:
-
reseptor insulin pada sel menjadi lebih peka,
berkurangnya kadar glikogen dalam sel otot dan hepar menyebabkan sel-sel i tu lebih mampu mengambil lagi molekul-molekul glukosa dari cairan tubuh. Pada hiperlipidaemia, olahraga meningkatkan kadar HDL- kolesterol yaitu kolester ol yang berperan mencegah terjadinya atherosclerosis dan mempercepat mobilisa si LDL-cholesterol dari jaringan. LDL-cholesterol cenderung menyebabkan terjadi nya atherosclerosis. Olahraga kesehatan dengan demikian dapat memperbaiki banyak faktor risiko untuk penyakit jantung dan pembuluh darah sehingga dapat mengurangi pemakaian obat-oba tan dan merupakan satu-satunya cara yang sangat fisiologis untuk pencegahan dan perbaikan (rehabilitasi) penyakit-penyakit non-infeksi pada umumnya dan pen yakit jantungpembuluh darah pada khususnya. 66 Keseluruhan perubahan-perubahan fisiologis tersebut di atas akan menuju pada sat u perubahan menyeluruh yaitu meningkatnya kemampuan fungsional invidu yang terdi ri dari : - Perubahan pada aspek jasmani: -
lebih mampu dan lebih tahan bergerak/ bekerja
- tidak mudah lelah - cepat pulih dari kelelahan - Berkurangnya risiko untuk mendapatkan penyakit-penyakit non-infeksi khusus nya penyakit jantung dan pembuluh darah. Hal itu semuanya sekali lagi mencermink an kesehatan, kebugaran jasmani dan kualitas hidup yang lebih baik. Perubahan pada aspek rokhani: Meningkatnya kemampuan fungsional jasmani membawa dampak yang sangat baik bagi aspek rokhani yaitu tumbuh dan meningkatnya percaya diri. Hal ini sangat penting terutama bagi bekas penderita serangan miokard infark serta penderita- p enderita penyakit non-infeksi lainnya, karena banyak penyakit- penyakit non-infe ksi seperti misalnya asma bronkial, gastritis (sakit maag) dan dermatitis (eksim ) yang banyak mempunyai latar belakang aspek rokhani. Perubahan pada aspek sosial: Olahraga kesehatan dengan pesertanya yang berjumlah massaal memungkinkan terjadi nya hubungan sosial yang lebih baik bagi anggota-anggotanya. Orientasi diri yan g lebih baik terhadap lingkungan sosialnya dapat membantu menciptakan stabi litas mental-emosional yang lebih baik. 67 Demikianlah maka olahraga kesehatan walaupun sasaran utamanya adalah aspek jasma ni tetapi dapat pula menjangkau aspek rokhani dan aspek sosial untuk menghasilka n derajat sehat dinamis jasmani, rokhani dan sosial yang lebih baik bukan hanya bebas dari penyakit non-infeksi, cacat fungsi atau kelemahan. Hubungan antara aktivitas fisik yang lebih banyak dengan rendahnya kejadian pen yakit jantung koroner telah banyak dikemukakan oleh banyak peneliti (Oberm an 1985) misalnya melalui survey ternyata ditemukan bahwa kejadian penyakit jant ung koroner lebih rendah pada: kondektur-kondektur dibandingkan dengan sopir-sopir bus di London,
anggota-anggota kibutz (pertanian) di Israel yang bekerja lebih aktif diba ndingkan dengan yang kurang aktif, buruh-buruh di pelabuhan California yang lebih aktif dibanding- kan dengan yang kurang aktif. Pada pembicaraan terdahulu telah dikemukakan bahwa kemampuan melakukan kerja/ ak tivitas fisik yang lebih berat menunjukkan derajat sehat dinamis/ kebugaran jasm ani yang lebih baik. Dengan memper- panjang penalaran tersebut dapat dikatakan b ahwa orang yang lebih bugar akan mempunyai kemungkinan lebih kecil untuk mendapat penyakit jantung koroner dan penyakit non-infeksi lain pada umumnya, ya ng berhubungan dengan inaktivitas. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh De Backer dkk, yang bahkan merekomendasikan olahraga yang teratur sebagai bagian dari program pencegahan penyakit 68 jantung koroner. Haskell (1985) mengemukakan bahwa immobilisasi yang terlalu lama dapat berakibat gangguan kesehatan yang serious (deconditioning) misalnya: intoleransi orthostatik (tak tahan berdiri lama) -
balans nitrogen yang negatif (kerusakan jaringan)
-
kenaikan exkresi Ca (tulang mengeropos)
perubahan olahdaya (metabolisme) lipoprotein (peningkatan kadar kolest erol) menurunnya toleransi terhadap glukosa (timbulnya penyakit diabetes) atrofi otot. Keadaan di atas cepat pulih bila orang mulai bergerak/ berolahraga, suatu conto h lain betapa pentingnya peranan olahraga dalam memelihara kesehatan pada umumnya. Memang benar bahwa inaktivitas bukan satu-satunya faktor risiko/ predisposisi bagi penyakit kardio-vaskular. Bahkan Kaplan (1982) menyebutkan i naktivitas termasuk dalam golongan faktor risiko minor. Kaplan membagi faktor ri siko menjadi 2 bagian yaitu: faktor risiko major (utama) yang terdiri dari: -
merokok
-
hypercholesterolaemia (kolesterol tinggi dalam darah)
-
hypertensi (tekanan darah tinggi)
-
faktor risiko minor terdiri dari:
-
obesitas (kegemukan)
-
personal type (bentuk kepribadian)
69 - inaktivitas fisik -
estrogen intake (pemakaian tablet estrogen)
-
diabetes
-
kenaikan kadar asam urat
-
kebanyakan minum alkohol.
Faktor risiko Kaplan dengan berbagai upaya masih dapat dicegah/ dihindari. Ada 3 faktor risiko/ predisposisi lain yang tidak dapat dicegah/ dihindari yaitu : 1. Keturunan : Bila dalam jalur keluarga ada yang menderita penyakit kardio-vas kular, maka sangat mungkin orang yang bersangkutan dapat terkena juga oleh penya kit kardio-vaskular. 2. Pertambahan usia : Semakin bertambah usia seseorang, semakin bertambah risiko untuk terjadinya penyakit kardio-vaskular. 3. Jenis kelamin : Pria khususnya pada usia mapan jabatan (+ 40-55 th) mempuny ai risiko yang lebih besar untuk terjadinya penyakit kardio-vaskular dari pada w anita.
Bagan Kaplan 70
Gambar skema perkembangan atherosclerosis dan kaitannya dengan gejala klinik. (D ikutip dari McGill,Jr.,H.C.(1987): The Cardiovascular pathology of smoking. Supp lement to American Heart Journal, The C.V.Mosby Co., St.Louis, MD 63146 USA). Walaupun inaktivitas hanya merupakan faktor risiko minor terhadap penyakit jan tung koroner tetapi program aktivitas fisik olahraga kesehatan (Or-Ke s) menjanjikan harapan besar karena olahraga kesehatan: merupakan upaya pencegahan dan rehabilitasi yang sangat fisiologis, mudah, murah, meriah dan massaal; dapat memperkecil pengaruh faktor-faktor risiko yang lain termasuk d ua faktor risiko utamanya (kecuali merokok), dibandingkan dengan bila orang itu tidak melakukan Or-Kes, dapat menjangkau aspek rokhani dan bahkan aspek sosial untuk menuju deraja t sehat yang lebih tinggi sesuai batasan sehat WHO. Olahraga Kesehatan sebagai sarana pencegahan dan rehabilitasi perlu difaha mi secara mendalam oleh karena manfaat dan keamanannya berhubungan erat dengan i ntensitas pelaksanaannya. Hasil survey pada buruh pelabuhan San Francisco 1951 ± 1972
(Oberman 1985) menunjukkan bahwa pekerja-pekerja dengan intensitas kerja yang re ndah (1.5-2.0 kcal/men) dan intensitas kerja yang sedang (2.4-5.0 kcal/men) me mpunyai risiko 70-80% lebih besar terhadap 71 kejadian penyakit jantung koroner yang fatal dibandingkan dengan pekerja-pekerja dengan intensitas yang berat (5.2-7.5 kcal/men). Dapat dikemukakan disini bahw a 5 kcal/men adalah energi yang diperlukan untuk jalan dengan kecepatan 5 km/jam (untuk orang dengan berat badan kurang lebih 70 kg). Selanjutnya hasil survey 10 tahun (1968-1978) pada pegawai- pegawai sipil di Ing gris menunjukkan bahwa mereka yang melakukan olahraga berat (7.5 kcal/men = lari 10 km/jam) secara teratur diluar jam kerja pada akhir minggu, ternyata setelah 8 tahun, risiko penyakit jantung koronernya menurun 50% - penurunan terjadi teru tama pada usia yang lebih tua. Dalam hubungan dengan ini perlu pula dikemukakan hasil penelitian Blair (1989, dikutip Cooper 1994). 13.400 pria dan wanita dimonitor kesehatanny a selama empat tahun. Yang terbukti sehat, dites dengan treadmill sampai exhaus ted. Berdasarkan hasil tes tersebut dan penyesuaian terhadap umur dan jenis kel amin, mereka kemudian dibagi dalam lima kelompok masing-masing 20%, dari kelompo k A dengan nilai hasil tes tertinggi sampai kelompok E dengan nilai terendah. K elima kelompok itu kemudian dimonitor selama 8,2 tahun untuk dilihat jumlah kema tian dalam tiap kelompok dan apa penyebabnya. Penyebab kematian ternyata terdi ri dari penyakit jantung, keganasan (kanker), kencing manis (diabetes mellitus ) dan stroke. Ternyata angka kematian pada kelompok pesantai (kelompok E) adala h yang tertinggi yaitu 65% di atas angka kematian pada kelompok A (kelompok yang paling aktif) dan 55% lebih tinggi dari pada kelompok D, kelompok dengan aktivi tas fisik yang intensitasnya tepat di atas kelompok E. Jadi penurunan angka 72 kematian yang terbesar adalah antara kelompok E ke D, sedangkan penurunan angka kematian itu dari kelompok D ke C dan seterusnya ke A adalah kecil. Penelitian itu menunjukkan bahwa: olahraga dengan intensitas yang lebih tinggi memang meningkatkan derajat kesehatan yang lebih baik dari pada yang dengan intensitas yang lebih rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat-pendapat yang lebih terdahulu. manfaat olahraga dengan intensitas rendah bagi kesehatan tidak berbeda banyak dengan yang intensitasnya lebih tinggi. Kesimpulannya ialah : olahraga kesehatan dengan intensitas yang lebih rendah yaitu yang setingkat di atas intensitas aktivitas fisik sehari- hari para pesantai, adalah le bih efisien bagi pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan ! Efisi ensi tersebut di atas meliputi: waktu, biaya dan tenaga pelaksanaannya ! Satu contoh olahraga kesehatan dengan intensitas rendah (Cooper 1994) adalah sebagai berikut: Olahraga kontinu dan homogen (jalan, lari lambat, renang, bersepeda) selama 20-3 0 menit yang mencapai target heart rate yaitu: 65-80% (220 ± umur dalam tahun) dan dilakukan dalam 3-5x dalam seminggu, misalnya jalan sejauh 2 mile (3.2 km) dalam waktu < 40 menit. Demikianlah memang ada hubungan antara intensitas dengan manfaat olahraga keseha tan dalam menurunkan risiko terhadap penyakit jantung koroner pada khususnya dan penyakit non-infeksi pada umumnya. Akan tetapi disamping manfaat perlu pula dipikirkan keamanan dalam pelaksanaannya. Dalam hubungan dengan hal ini perlu 73
dikemukakan penelitian Gaesser dan Rich (dalam Haskell 1985) bahwa latihan/ olah raga dengan intensitas setinggi 80-85% VO2 max lebih cepat (6 minggu) meningkatk an kapasitas aerobik dari pada bila latihan itu dengan intensitas yang lebih ren dah yaitu 45% VO2 max (10 minggu). Tetapi setelah 12-18 minggu, kapasitas aerob ik kedua kelompok itu tidak ada perbedaan lagi. Dengan demikian maka dosis-dosis awal yang lebih rendah serta jangka waktu penca paian yang lebih panjang merupakan pilihan yang tepat untuk menangani peserta-pe serta olahraga kesehatan dengan usia lanjut, khususnya yang mempunyai faktor ris iko, atau bila Or-Kes ditujukan untuk tujuan rehabilitasi. Olahraga memang dapat diibaratkan pedang bermata dua. Disatu pihak sangat bermanfaat untuk meningkatkan derajat kesehatan dinamis, khususnya dalam bentuk olahraga kesehatan dengan penata- laksanaan yang tepat; tetapi sebaliknya dapat pula mengundang bahaya bahkan kematian mendadak bila tidak tepat penata-laksanaannya.
74
Gambar. itas
Pengaruh latihan dengan intensitas rendah (45% VO2
max) versus intens
tinggi (80 to 85% VO2 max) terhadap perubahan prosentase VO2 max. (Dikutip dari Haskell 1985).
Risiko terjadinya kecelakaan pada olahraga tergantung pada: -
macam olahraga
-
intensitas
-
lama-waktu (durasi)
-
frekuensi.
Kebanyakan kejadian kecelakaan pada olahraga, khususnya olahraga kesehatan diseb abkan oleh karena kelebihan dosis. Masalah dosis olahraga telah dibahas. Olah raga kesehatan sudah sangat memadai bila dilakukan 3x seminggu, berarti ada sela ng istirahat sehari. Upaya untuk meningkatkan derajat kebugaran jasmani melebihi keperluan misalnya m encapai katagori sangat baik pada peserta-peserta olahraga kesehatan akan lebih banyak berarti: 75 -
membuang-waktu, tenaga dan biaya,
mengundang risiko kecelakaan/ kematian mendadak yang lebih besar, oleh kar ena untuk mencapai derajat kebugaran jasmani yang lebih tinggi diperlukan : intensitas latihan yang lebih tinggi, -
waktu latihan yang lebih panjang.
Dalam upaya memperkecil risiko terjadinya kecelakaan olahraga kesehatan ini (ser angan jantung mendadak), Haskell (1985) bahkan menganjurkan untuk mempertimbangk an pemberian obat golongan beta blocker pada awal program latihan khususnya terh adap penderita- penderita yang mempunyai risiko tinggi terhadap exercise-i nduced cardiac arrest (henti jantung mendadak oleh karena melakukan latihan) yai tu orang-orang yang telah diketahui menyandang penyakit jantung koroner. Beta blocker akan mengurangi kerja miokardium dan mengurangi kemungkinan te rjadinya arrthyhmia selama melakukan olahraga. Oleh karena beta blocker mengurangi kerja miokardium maka penderita-penderita hy pertensi yang akan ikut serta dalam program Or- Kes sebaiknya tidak diberi terap i dengan beta blocker khususnya beta blocker yang sangat menghambat kerja jantun g, kecuali bila memang diperlukan misalnya karena adanya penyakit jantung korone r dan atau adanya denyut nadi istirahat yang terlalu tinggi. Pengurangan kerja miokardium oleh pengaruh beta blocker akan menyebabkan menurunnya kapasitas kerj a orang yang bersangkutan. Oleh karena itu dalam memberikan terapi pada pender ita-penderita hypertensi, khususnya yang akan mengikuti program olahraga kesehatan perlu dipikirkan obat-obat 76 yang tidak mengurangi kapasitas kerja ini.
Menurunnya kapasitas kerja
± yang berarti orang menjadi lekas lelah ± yang dirasakannya selama mengikuti progra m Or-Kes dapat menimbulkan frustrasi yang selanjutnya diikuti putusnya kemauan u ntuk mengikutinya lebih lanjut. Hal ini dapat membawa dampak buruk pada peranan Or-Kes dalam pencegahan dan rehabilitasi penyakit-penyakit jantung dan p embuluh darah serta penyakit-penyakit non-infeksi lain pada umumnya. Kaplan (1982) mengemukakan bahwa uji klinik pada beberapa tahun terakhir ini menunjukkan bahwa beberapa obat anti hypertensi disampi ng menurunkan tekanan darah juga menaikkan kolesterol darah atau menurunkan HDLkoresterolnya. Ini berarti risiko penyakit jantung koroner oleh hypertensi berh asil ditiadakan tetapi pada saat yang bersamaan menghadirkan faktor risiko baru
atau memperberat faktor risiko yang sudah ada. Selanjutnya Kaplan juga menyebut kan bahwa alpha receptor blocker (prazosin) merupakan obat anti hypertensi yang tidak mempunyai pengaruh buruk terhadap kadar lemak darah, dan oleh karena bukan beta blocker maka ia juga tidak menurunkan kapasitas kerja orang itu. Berbicara tentang rehabilitasi penderita-penderita miokard infark akut, mak a Doba dan Hinohara (1983) membagi proses rehabilitasi ini dalam 3 fase: 1. Rehabilitasi di rumah sakit: terdiri dari 2 tahapan: -
dalam ruang perawatan intensif,
- dalam ruang perawatan biasa. Tujuannya ialah mencegah deconditioning dan mempercepat keluar dari rumah sakit. 77 2. Rehabilitasi pada masa konvalesen (masa penyembuhan) setelah keluar da ri rumah sakit: tujuannya ialah mempercepat kembalinya penderita ke pekerjaanya. Hal ini dilakukan di pusat-pusat rehabili- tasi medis (didalam atau diluar ru mah sakit). 3. Rehabilitasi setelah kembali bekerja: tujuannya ialah memelihara dan meningka tkan kebugaran jasmani menuju kehidupan seperti semula. Porsi Or-Kes dapat dimul ai pada rehabilitasi fase 2, tetapi terutama pada fase 3 dan untuk dapat memulainya perlu ada pedoman untuk dapat menentukan dosis awal yang hendaknya setepat mungkin. Untuk ini penderita -penderita yang akan dikeluarkan dari rumah sakit atau akan dilepas dari pusat r ehabilitasi medis perlu menjalani uji latih beban jantung lebih dahulu agar dari hasil uji latih itu dapat diperoleh gambaran atau diketahui dosis/ in tensitas maximal yang diizinkan bagi orang itu. Doba dan Hinohara mengemukakan bahwa tingkat kebugaran jasmani (minimal) y ang diperlukan untuk menjalani kehidupan sehari- hari tanpa kesulitan ialah kebu garan jasmani yang mencapai tingkat 3 Mets. Karena itu tingkat kebugaran jasmani yang setinggi ini perlu lebih dahulu dicapai sebelum orang itu dikeluarkan dari rumah sakit, yang dengan sendirinya harus melalui uji latih beban jantung beberapa saat sebelum keluar dari rumah sa kit. Mets ialah metabolic equvalents. Satu Met ialah olahdaya pada keadaan istirahat yang setara dengan pemakaian O2 3,5 ml/kgBB/menit. 3 Mets ialah olahdaya yang sesuai dengan berjalan dengan kecepatan 2,7 km/jam (45 m/ menit) pada tanjakan/ inklinasi sebesar 6o selama 3 menit. 78 Sani (1988) mengemukakan bahwa program latihan rehabilitasi bagi penderita penya kit jantung koroner setelah keluar dari rumah sakit ialah: Intensitas mencapai 70-85% batas tertinggi denyut nadi yang dicapai pada u ji latih beban jantung yang telah dilakukannya. Waktu 30-45 menit terdiri dari latihan: -
pemanasan 5-10 menit
-
inti 15-20 menit latihan ketahanan/aerobik
-
pendinginan 5-10 menit.
-
Frekuensi latihan 3x seminggu.
Oleh karena itu sekali lagi perlu dikemukakan disini bahwa sebelum keluar dari r umah sakit penderita sebaiknya lebih dahulu menjalani uji latih beban jantung ag ar dapat ditentukan besar denyut nadi 70-85% tersebut di atas, untuk pelaksanaan rehabilitasinya lebih lanjut pada tingkat lapangan melalui olahraga kesehata n pada klub-klub jantung sehat.
Pembicaraan
selama
ini
lebih
banyak
diarahkan
kepada
penyakit jantung koroner, karena inilah penyakit ara penyakit-penyakit non-infeksi pada umumnya. LATIHAN
yang
1.
Tuliskan pembagian olahraga ditinjau dari:
a.
tujuan,
b.
jumlah peserta,
c.
penggunaan energi (metabolisme).
2.
Jelaskan ciri-ciri umum dan ciri-ciri khusus Or-Kes !
3.
Tulis dan jelaskan tiga sasaran olahraga kesehatan !
4.
Bagaimana menentukan intensitas latihan untuk Or-Kes ?
masalah paling
fatal diant
79 5. Or-Kes akan menghasilkan perubahan pada aspek jasmani, rokhani dan sos ial. Jelaskan dan beri contoh unsur yang berubah dari masing-masing aspek ! 6. Apa pendapat Kaplan tentang faktor risiko ?
Kepustakaan McGill,Jr.,H.C.(1987): The Cardiovascular pathology of smoking. Supple- ment to American Heart Journal, The C.V.Mosby Co., St.Louis, MD 63146 USA). Lihat daftar kepustakan umum di bagian belakang.
80 BAB 5 KESEHATAN, PENDIDIKAN JASMANI dan (PEMBELAJARAN) OLAHRAGA DI SEKOLAH H.Y.S.Santosa Giriwijoyo Lilis Komariyah, Neng Tine Kartinah Meningkatkan kualitas hidup siswa masa kini, dan mempersiapkan mutu sumber daya manusia, dan atlet elite masa depan PENDAHULUAN Anak (usia Sekolah Dasar) adalah kenyataan masa kini dan harapan masa depan, o leh karena itu perlu dibina pertumbuhan dan perkembangannya, karena anak adalah juga Sumber Daya Manusia dan Atlet elite untuk masa depan. Pendidikan Jasmani dan Olahraga (Penjas-Or) merupakan bagian dari kurikulum stan dar bagi Lembaga Pendidikan Dasar dan Menengah. Dengan pengelolaan yang tepat, m aka pengaruhnya bagi pertumbuhan dan perkembangan Jasmani, Rohani dan Sosia l Peserta didik tidak pernah diragukan. Sayangnya Pendidikan Jasmani dan Olah raga di Lembaga-lembaga Pendidikan ini belum dapat memposisikan dirinya pa da tempat yang terhormat, bahkan masih sering dilecehkan; misalnya pada masa-mas a menjelang ujian akhir sesuatu jenjang Pendidikan maka Pendidikan Jasmani dan Olahraga dihapuskan dengan alasan agar para 81 siswa dalam belajarnya untuk menghadapi ujian akhir ―tidak terganggu . Artinya mata pelajaran Penjas-Or di sekolah masih belum dipersepsi sebagai mata pelajaran yang sangat bermanfaat dan setara dengan mata pelajaran yang lain, tetapi b ahkan masih dipersepsi sebagai mata pelajaran yang ―menggangu . Oleh karena itu Penjas-Or di Sekolah tidak saja memerlukan reposisi, tetapi juga perlu reorientasi, reaktualisasi dan revitalisasi dalam pemikiran dan pengelola annya untuk mendapatkan tempatnya yang terhormat. Untuk memahami hal ini perlu l ebih dahulu difahami apa yang menjadi dasar bagi perlunya diselenggarakan Penjas -Or di Sekolah. SASARAN BELAJAR Setelah mempelajari Bab 5 ini, mahasiswa/ pembaca diharapkan memahami tentang : 1. Pembinaan mutu Sumber Daya Manusia seutuhnya 2.
Makna dan misi Pendidikan Jasmani dan Olahraga di sekolah
3.
Sasaran Pendidikan Jasmani dan Olahraga di sekolah
4.
Wujud
dan
tata-cara
Olahraga di sekolah Sehat dan Kesehatan.
pelaksanaan
Pendidikan
Jasmani
dan
Sehat adalah : kebutuhan dasar bagi kehidupan, oleh karena itu harus dipelih ara, bahkan ditingkatkan. Cara terpenting, termurah dan fisiologis untuk memelih ara dan meningkatkan derajat kesehatan ádalah dengan memberlakukan : Olahraga 82 (Kesehatan). Seluruh Siswa perlu Olahraga baik sebagai konsumsi yaitu mendapat kan manfaat langsung dari melakukan kegiatan Olahraga, maupun sebagai media b agi Pendidikan. Konsep dasar Pembinaan Mutu Sumber Daya Manusia Pembinaan mutu Sumber Daya Manusia dpt dilakukan melalui pendekatan utama kepada : aspek Jasmani, aspek rohani, maupun aspek sosial. Kesemuanya ditujukan unt uk mencapai hasil akhir yang sama yaitu Sejahtera Paripurna yang berarti meningk atnya kemandirian dalam peri kehidupan bio-psiko-sosiologis yaitu meningkatnya kemandirian dalam peri kehidupan jasmani-rohani-sosial (kemampuan mandiri) y ang berarti meningkatnya kualitas hidup. Sejahtera Paripurna yang merupakan konsep Sehat Organisasi Kesehatan Dunia (WH O), mengemukakan bahwa sehat adalah: Sejahtera Jasmani, Rohani dan Sosial, bukan hanya bebas dari Penyakit, Cacat ataupun Kelemahan. Oleh karena itu Sehat adala h: modal dasar bagi segala aktivitas kehidupan.
Makna
dan
Misi
Pendidikan
Jasmani
dan
Olahraga di Lembaga Pendidikan. Lembaga Pendidikan adalah Lembaga formal pembinaan a terpenting. Lembaga ini membina anak (siswa)
mutu sumber daya manusi
83 menjadi sumber daya manusia yang unggul dalam aspek jasmani, rohani dan sosial m elalui berbagai bentuk media pendidikan dan keilmuan yang sesuai. Acuan tertingg i mutu SDM adalah rumusan SEHAT WHO yaitu SDM yang Sejahtera jasmani, rohani dan sosial, bukan hanya bebas dari penyakit, cacat ataupun kelemahan. Sehat WHO ad alah konsep sehat sempurna yaitu sehat yang menjadi cita-cita, tujuan atau acuan pembinaan mutu SDM. Pendidikan Jasmani adalah kegiatan jasmani yang disajikan sebagai bagian dari kegiatan kurikuler, yang dipergunakan sebagai media bagi proses pendidikan. Pendidikan adalah proses mengembangkan: Domain kognitif yaitu kemampuan penalaran, pengayaan Pengetahuan / keilmuan Domain afektif : o Sikap rohaniah meliputi: aspek mental, intelektual dan spiritual, o Sikap sosial yang sesuai dengan pengetahuan baru yang telah diperolehnya, yan g sesuai dengan norma sosial kehidupan masyarakat, yang diperoleh melalui Pendid ikan Jasmani. Pendidikan jasmani adalah pendidikan melalui pendekatan ke aspek s ejahtera Jasmani, sejahtera Rohani dan sejahtera Sosial melalui kegiatan jasmani , untuk menghasilkan manusia-manusia yang santun, bukan bobotoh (supporters) olahraga yang merusak.
84 Domain psikomotor = perilaku sehari-hari yang sesuai dengan pengetahuan baru dan pola sikap baru yang telah diperolehnya melalui pengalaman dan peran ser tanya dalam proses Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Olahraga (Intra Kurikuler) adalah kegiatan jasmani untuk Pembelajaran dan Pe latihan jasmani yaitu kegiatan jasmani untuk memperkaya dan meningkatkan kemampu an dan ketrampilan gerak dasar. Merupakan pendekatan ke aspek sejahtera jasmani atau sehat jasmani (sehat dinamis) yaitu sehat dikala bergerak untuk dapat mem enuhi segala tuntutan gerak kehidupan sehari-hari anak dalam tugasnya sebag ai siswa; yaitu memiliki tingkat Kebugaran Jasmani yang adekuat (memadai) dan un tuk mempersiapkan anak menjadi Atlet masa depan. Olahraga intra kurikuler adala h Olahraga massaal, BUKAN olahraga kecabangan . Olahraga massaal: olahraga yang (dapat) dilakukan sejumlah besar orang secara be rsamaan / beramai-ramai yaitu olahraga yang dilakukan oleh masyarakat luas secar a beramai-ramai, baik secara spontan maupun secara teroranisasi; hakeka tnya adalah olahraga kesehatan: karena tujuan utamanya yaitu memelihara dan/ata u meningkatkan derajat sehat (dinamis), di samping dapat pula untuk tujuan rekre asi dan sosialisasi. Olahraga masyarakat atau olahraga kesehatan dapat mew ujudkan kebersamaan dan kesetaraan dalam berolahraga oleh karena tidak ada tuntutan 85 ketrampilan kecabangan olahraga tertentu sehingga semua orang merasa bisa dan setara. Dengan demikian maka olahraga kesehatan (Or-Kes) atau olahraga mas yarakat (Or-Masy) di damping merupakan bentuk pendekatan ke aspek sejahtera jasm ani juga ke aspek sjahtera rohani dan terutama ke aspek sejahtera sosial (sehat sosial = kebugaran sosial). Pendidikan
Jasmani
dan
Olahraga
intra
Kurikuler: Membina mutu sumber daya manusia (anak) seutuhnya untuk masa kini maupun untuk m asa depan, untuk mendapatkan manusia yang sehat / bugar seutuhnya atau sejahtera seutuhnya yaitu sejahtera jasmani, rohani dan sosial sesuai rumusan sehat WHO. Anak yang berolahraga dan terus berolahraga dalam cabang Olahraga pilihannya (ex tra kurikuler), adalah atlet elite masa depan. Oleh karena itu para Pembina Olah raga Anak dan khususnya para Guru Penjas-Or di Sekolah, tidak boleh membuat anak menjadi frustrasi dalam berolahraga! Pendidikan rohani dan Sosial melalui Olahraga: berpedoman pada Falsafah dasar Ne gara Pancasila: Ketuhanan yang M.E. 86 Kemanusiaan yg adil & beradab Persatuan Indonesia Kerakyatan ± musyawarah Keadilan sosial.
o
meningkatkan volume dan kualitas kehidupan beragama
berdoa sebelum belajar/ berolahraga, tunjukkan betapa terbatasnya kemampua n manusia o Menghormati sesama manusia, lawan bermain = kawan bermain (fair play), percay a diri tetapi rendah hati o Tidak menimbulkan kerusakan di muka bumi / melestarikan lingkung an alam yang berarti menyamankan kehidupan. o Menyegarkan kehidupan, mencerdaskan kemampuan intelektual dan menghilangkan st ress melalui Olahraga. o Olahraga (Kesehatan) materi pokok olahraga intra kurikuler: Kesejahteraan jasmaniah derajat Kesehatan dinamis - mendukung seti ap aktivitas (siswa) dalam peri kehidupannya sehari-hari Olahraga bagi seluruh kelas Rasa kebersamaan dan kesetaraan Kesejahtera an Rohaniah dan Sosial Anak yang berolahraga adalah Atlet elite bagi masa depan tidak boleh ada keb encian anak terhadap Or. tanggung-jawab Guru Penjas-Or. 87
Pendidikan Jasmani dan Olahraga (Penjas- Or) di sekolah: Penjas-Or di sekolah adalah bagian dari kurikulum standar Lembaga Pendidikan Dasar dan Menengah. Hanya Penjas-Or yang dapat menyen tuh secara massif dan simultan ketiga aspek sehatnya WHO, jadi betapa penting pe ran Penjas-Or dalam pembinaan anak. Sayang Penjas-Or masih sering dilecehkan; misalnya menjelang ujian, Pe njas-Or dihapus! Dengan alasan: agar para siswa ―tidak terganggu dalam belajarnya(¿!). Hal ini harus dipersepsi sebagai tantangan bag i Guru-guru Penjas-Or. Benarkah penyajian Proses Belajar-Mengajar (PBM) Penjas-O r menggangu PBM yang lain? Bila benar demikian apa penyebabnya? Diagnosa dan ter api terhadap masalah ini perlu benar-benar dicermati untuk menjaga wibawa dan ex istensi Penjas-Or yang memng kita yakini sangat penting bagi pembinaan anak demi masa kini maupun masa depan bangsa. SEKOLAH SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN Masa pertumbuhan dan perkembangan anak: masa pembentukan Pengetahuan dan Kecerdasan (Domain Kognitif) masa
internalisasi
nilai-nilai
moral,
sosial
dan
kultural
(Domain Afektif)
88 masa pembelajaran gerak ketrampilan dasar (keolahragaaan) dan pembentukan pola p erilaku (Domain Psikomotorik).
Lembaga Pendidikan adalah Lembaga formal untuk pembinaan mutu sumber daya manusia yang terpenting. Dalam Lembaga Pendidikan, siswa dibina untuk men jadi sumber daya manusia MASA DEPAN yang unggul dalam aspek jasmani, rohani dan sosial melalui berbagai bentuk media pendidikan dan keilmuan yang sesuai. Acuan tertinggi pembinaan mutu sumber daya manusia adalah SEHAT seperti yang diu ngkapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu sumber daya manusia yang Se jahtera jasmani, rohani dan sosial, bukan hanya bebas dari penyakit, cacat ataup un kelemahan. Sehat WHO adalah konsep sehat yang menjadi cita-cita, tujuan atau acuan pembinaan mutu sumber daya manusia yaitu sehat sempurna, se hat ideal atau sehat/ sejahtera paripurna, yang merupakan hal yang hampi r mustahil untuk dapat dicapai. Posisi sehat WHO dengan demikian adalah sama ja uhnya dengan cita-cita Sila kelima dari Pancasila yaitu: ―Keadilan sosial bagi sel uruh Rakyat Indonesia Pendidikan Jasmani adalah kegiatan jasmani yang diselenggarakan untuk menjadi me dia bagi kegiatan pendidikan. Sebagaimana halnya olahraga adalah kegiatan yang b ertitik berat pada aspek jasmani atau olah jasmani, maka kegiatan pendidikan ada lah kegiatan yang bertitik berat pada aspek rohani atau olah rohani yang meliput i olah intelektual, olah moral dan olah spiritual. Sebagai bagian dari kegiatan pendidikan, maka pendidikan jasmani merupakan bentuk pendekatan ke aspek 89 sejahtera Rohani, yang dalam lingkup sehat WHO berarti sehat rohani. Olahraga dalam pengertian luas adalah kegiatan jasmani sebagai alat pelatihan ja smani, yaitu kegiatan jasmani untuk memberi pengalaman, memperkaya dan meningkat kan kemampuan dan ketrampilan gerak dasar. Kegiatan itu dengan demikian m erupakan bentuk pendekatan ke aspek sejahtera jasmani atau sehat jasmani yang be rarti juga sehat dinamis yaitu sehat yang disertai kemampuan gerak yang dapat memenuhi segala tuntutan gerak bagi keperluan hidup sehari-hari, artinya o lahraga adalah alat untuk mencapai tingkat kebugaran jasmani yang memadai. Olahraga massaal adalah bentuk kegiatan olahraga yang dapat dilakukan oleh sejum lah besar orang secara bersamaan atau yang biasa disebut sebagai olahraga masyar akat yang hakekatnya adalah olahraga kesehatan, sebab dalam melakukan kegiatan o lahraga tersebut hanya satu tujuannya yaitu memelihara atau meningkatkan derajat sehat (dinamis)nya. Olahraga masyarakat atau olahraga kesehatan dengan demikian merupakan bentuk olahraga yang dapat mewujudkan kebersamaan dan kesetaraan dala m berolahraga, oleh karena pada olahraga itu tidak ada tuntutan sesuatu ketrampi lan olahraga tertentu. Dengan demikian maka olahraga kesehatan (Or-Kes) atau ola hraga masyarakat (Or-Masy) juga merupakan bentuk olahraga untuk pendekatan ke as pek sejahtera sosial (sehat sosial = kebugaran sosial). Demikianlah maka Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Lembaga Pendidikan mempunyai tujuan membina mutu sumber daya manusia seutuhnya untuk masa depan yaitu m anusia yang sehat/ bugar seutuhnya atau sejahtera seutuhnya yaitu sejahtera jasmani, sejahtera 90 rohani dan sejahtera sosial. Dalam lingkup penerapan dan penataan Olahraga maka Lembaga Pendidikan adalah Lem baga formal pembinaan anak masa kini dan masa depan, untuk menghasilkan: Siswa sehat dan unggul masa kini Sumber Daya Manusia (SDM) bermutu masa depan Atlet elite masa depan. Diperlukan waktu 8-12 tahun untuk dapat menjadi Atlet el ite bagi anak yang terus dan terus berolahraga dengan tekun. Pendidikan Jasmani dan Olahraga intra Kuri- kuler:
Membina mutu sumber daya manusia (anak) seutuhnya untuk masa kini maupun untuk m asa depan, untuk mendapatkan manusia yang sehat / bugar seutuhnya atau sejahtera seutuhnya yaitu sejahtera jasmani, rohani dan sosial sesuai rumusan sehat WHO. Anak yang berolahraga dan terus berolahraga dalam cabang Olahraga pilihannya (ex tra kurikuler), adalah atlet elite masa depan. Oleh karena itu para Pembina Olah raga Anak dan khususnya para Guru Penjas-Or di Sekolah, tidak boleh membuat anak menjadi frustrasi dalam berolahraga!
91 Pendidikan rohani dan Sosial melalui Olahraga: berpedoman pada Falsafah dasar Ne gara Pancasila: Ketuhanan yang M.E. Kemanusiaan yg adil & beradab Persatuan Indonesia Kerakyatan ± musyawarah Keadilan sosial. o
meningkatkan volume dan kualitas kehidupan beragama
berdoa sebelum belajar/ berolahraga, tunjukkan betapa terbatasnya kemampua n manusia o Menghormati sesama manusia, lawan bermain = kawan bermain (fair play), percay a diri tetapi rendah hati o Tidak menimbulkan kerusakan di muka bumi / melestarikan lingkung an alam yang berarti menyamankan kehidupan. o Menyegarkan kehidupan, mencerdaskan kemampuan intelektual dan menghilangkan st ress melalui Olahraga. o Olahraga (Kesehatan) materi pokok olahraga intra kurikuler: Kesejahteraan jasmaniah - derajat Kesehatan dinamis - mendukung setiap aktivit as (siswa) dalam peri kehidupannya sehari-hari Olahraga bagi seluruh kelas Rasa kebersamaan dan kesetaraan Kesejahteraan Rohaniah dan Sosial 92
Anak yang berolahraga adalah Atlet elite bagi masa depan tidak boleh ada keb encian anak terhadap Or. tanggung-jawab Guru Penjas- Or. Konsep Dasar Olahraga (Kesehatan) intra ku- rikuler di SD: Padat gerak, menekankan kepada pengembangan dan kemampuan menguasai koordin asi gerak Menggembirakan (bebas stress), Singkat dan adekuat (durasi 10-30 menit tanpa henti, intensitas 65-80% DNM), Massaal, mudah, murah, meriah, manfaat dan aman ! Semua siswa hrs berpartisipasi aktif, tidak ada siswa yang hanya menjadi penonton Menyehatkan masa kini dan mempersiapkan SDM bermutu bagi masa depan Membekali
kemampuan
Atlet elite masa depan
koordinasi
gerak
utk
menjadi
Untuk
usia
SD
tidak
(Watson,1992), Olahraga Kesehatan: !
perlu
ada
intensitas
pemisahan (takaran)
jenis
kelamin
sedang,
bukan olahraga berat
93 Bagan konsep Pembelajaran Olahraga pa- da anak usia Sekolah (Dasar):
Kotak Memori Kemamp.koordinasi:Or Pembelajaran: * KETRAMPILAN GERAK :
Kemamp. dasar: Pelatihan:
* KESEHATAN :
- Akurasi gerak/keindahan gerak: - Anaerobik & aerobik: berirama: Tari , Senam aerobik, dsb -Sehat dinamis komplex: Senam irama, p.sila t, karate, dsb -Kebugaran Jasmani Pembekalan mjd Atl elit masa depan. (Pengayaan kemampuan koordinasi gerak) Intensitas disesuaikan utk tujuan Or-Kes Kesehatan.
Dari bagan konsep Pembelajaran Olahraga tersebut di atas, terlihat bahwa Olahraga terdiri dari dua Kutub Kemampuan yaitu Kemampuan Koordinasi (yang da lam Ilmu Kepelatiahan sering disebut dengan istilah Kemampuan Teknik) dan Kem ampuan Dasar (yang dalam Ilmu Kepelatihan sering disebut dengan istilah Kemampua n Fisik). Pembelajaran Olahraga berkaitan dengan masalah kemampuan koordinasi y ang melibatkan kotak memori secara fungsional, artinya setiap melakukan ge rak yang merupakan bagian dari gerak ketramplan kecabangan Olahraga selalu melib atkan kotak memori. Hal inilah yang menyebabkan penguasaan gerak ketrampilan kecabangan bersifat 94 persisten. Contoh: Anak yang pada usia 6 tahun telah dapat berenang dan berseped a, ketika usianya mencapai 60 tahun ia masih dapat berenang dan bersepeda. Pembelajaran Olahraga: Pokok permasalahan dalam PEMBELAJARAN Olahraga khususn ya pada anak adalah pengayaan perbendaharaan ketrampilan gerak dasar (kemampuan koordinasi) yang akan tersimpan dalam kotak memori, oleh karena itu pembelajaran ketrampilan gerak dasar harus bersifat pengalaman dan pengayaan, karena akan te rsimpan menjadi kekayaan gerak (dalam kotak memori) untuk keperluan pembelajaran ketrampilan gerak kecabangan olahraga di masa depan, atau untuk dipergunakan la gi dimasa dekat yang akan datang. Dalam lingkup pembelajaran ini, seluruh siswa harus ikut aktif mencoba melakukan gerak tersebut, tidak boleh ada siswa yang ha nya menjadi Penonton, karena hanya dengn melakukan gerak itu ia akan mendapatkan pengalaman gerak secara langsung, yang akan masuk ke kotak memori. Pembelajar an dalam rangka meningkatkan perbendaharaan kemampuan koordinasi gerak dalam
kotak memori ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan masalah kemampuan fisik (Kebugaran Jasmani), artinya asal anak bisa dan telah melakukan gerak itu maka i a telah mendapatkan pengalaman melakukan gerak itu dan hal itu terekam dalam kot ak memorinya. Pembelajaran olahraga dalam sajian intra kurikuler hendaknya d ilakukan dengan intensitas yang adekuat (denyut nadi mencapai 60-85% DNM), se hingga sekaligus menjadi Pelatihan untuk memelihara / meningkatkan derajat sehat dinamis/ kebugaran jasmani. 95 Pelatihan Olahraga berkaitan degan masalah peningkatan dan pemeliharaaan kemampu an (fungsional) Dasar, dan sama sekali tidak melibatkan masalah memori. Kemamp uan dasar dalam tata istilah Ilmu Kepelatihan sering disebut sebagai kemampu an fisik, yang terdiri dari kemampuan anaerobik dan kemampuan aerobik. Peningkat an kedua macam kemampuan fungsional dasar ini tidak dapat disimpan dalam kotak m emori, karena pelatihan memang bukan pembelajaran. Oleh karena itu kemampuan fun gsional dasar yang telah diperoleh (contoh: kemampuan anaerobik misalnya kekuata n otot dan kemampuan aerobik misalnya mampu bekerja lama dan tidak mudah menjadi lelah) harus selalu dipelihara dengan melakukan latihan rutine, tanpa pemelihar aan rutine itu maka peningkatan kemampuan fungsional dasar yang telah diperoleh akan dengan cepat hilang dan kita akan dengan cepat kembali menjadi orang yang t idak terlatih! Pelatihan kemampuan dasar tidak masuk ke kotak memori, artinya ti dak dapat disimpan dan harus senantiasa dipelihara agar senantiasa sesuai dengan kebutuhan masa kini. Artinya sehat dinamis / kebugaran jasmani harus senantiasa dipelihara agar sesuai dengan kebutuhan masa kini. Sehat Dinamis hanya dapat diperoleh bila ada kemauan mendinamiskan diri sendiri. Hukumnya = makan : Siapa yang makan, dia yang kenyang ! Siapa yang mengolah-raganya, dia yang sehat ! Tidak diolah berarti siap dibungkus ! Klub Olahraga Kesehatan (Or-Kes) = L embaga Pelayanan Kesehatan (Dinamis) di lapangan. Lembaga Pendidikan Umum Dasar harus berfungsi sbg Lembaga Pelayanan
Kesehatan
lapangan,
dalam
rangka
program
pokok
yaitu
96 Meningkatkan kualitas hidup anak (siswa) masa kini, maupun mutu sumber daya manu sia masa depan dan atlet elite masa depan. Takaran Or-Kes ibarat makan: berhenti makan menjelang kenyang tidak makan dapat menjadi sakit kelebihan makan mengundang penyakit. Jadi berolahragalah secukupnya (adekuat), jangan tidak berolahraga karena kalau tidak berolahraga mudah menjadi sakit, sebaliknya kalau berolahraga berlebihan dapat menyebabkan sakit ! SASARAN PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA DI SEKOLAH Kontribusi Olahraga terhadap kesehatan tidak dapat digantikan oleh tata-ca ra pemeliharaan kesehatan yang manapun. Oleh karena itu, dalam hubungan dengan p enting dan nikmatnya sehat (baca Bab 2) maka jelas bahwa seluruh Siswa/Peserta d idik memerlukan Olahraga baik sebagai konsumsi yaitu mendapatkan manfaatnya lan gsung dari melakukan kegiatan Olahraga, maupun kegiatan Olahraga sebagai media b agi Pendidikannya. Pembinaan mutu sumber daya manusia selalu harus mengacu kepada konsep Sejahtera Paripurna yaitu konsep Sehat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang mengemukakan bahwa Sehat adalah : Sejahtera Jasmani, Rohani dan Sosial, bukan hanya bebas dar i Penyakit, Cacat ataupun Kelemahan. Dalam kaitan dengan hal ini maka Pendidikan Jasmani dan Olahraga khususnya di lingkungan Lembaga Pendidikan,
harus diselaraskan untuk mencapai tujuan sehat termaksud di atas, yang 97 merupakan sehat seutuhnya yaitu Sejahtera Paripurna ! Pendidikan Jasmani dan Ol ahraga membina mutu sumber daya manusia melalui pendekatan pada aspek Jasmani. N amun demikian Olahraga mempunyai potensi besar untuk juga mengembangkan asp ek rohani dan aspek sosial. Hal demikian akan terungkap jelas pada pembahasa n lebih lanjut dalam naskah ini. Mengacu kepada Sejahtera Paripurna sebagai tujuan pembinaan mutu sumber daya man usia, maka secara umum tujuan pembinaan- pemeliharaan Kesehatan adalah memelihar a dan/atau meningkatkan kemandirian dalam peri kehidupan bio-psiko-sosiologisnya , yaitu secara biologis menjadi (lebih) mampu menjalani kehidupannya secara mand iri, tidak tergantung pada bantuan orang lain; secara psikologis menjadi (lebih) mampu memposisikan diri dalam hubungannya dengan Al Khalik beserta seluruh cipt aanya berupa alam semesta beserta seluruh isinya; dan secara sosiologis menjadi (lebih) mampu bersosialisasi dengan masyarakat lingkungannya sehingga senantiasa secara timbal balik dapat menyumbangkan dan memperoleh manfaat dari pengetahuan dan kegiatan hidupnya, khususnya dalam posisinya sebagai Peserta didik di Lemba ga-lembaga Pendidikan Umum maupun di Pondok-pondok Pesantren. Meningkatnya kemam puan mandiri dalam peri kehidupan bio- psiko-sosiologis ini berarti meningkatnya kemampuan hidup dan kualitas hidup yang berarti juga meningkatnya kesejahteraan hidup, yang senantiasa harus diusahakan untuk mencapai ketiga aspek Sehatnya WHO yaitu sejahtera Jasmani, sejahtera Rohani dan sejahtera Sosial, yang berarti Sejahtera Paripurna ! Perlu diingat kembali bahwa masa pertumbuhan dan perkembangan anak adalah masa pembentukan pola 98 perilaku dan masa terjadinya internalisasi nilai-nilai sosial dan kultural. Oleh karena itu wujud kegiatan Pembinaan-pemeliharaan Kesehatan bagi Peserta Didik harus ditujukan untuk mendapatkan ketiga aspek Sehatnya WHO tersebut di atas. Kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rohaniah dilakukan dengan upaya menunj ukkan dan menyadarkan posisi dirinya dalam hubungannya dengan Al Khalik beserta seluruh ciptaanNya di alam semesta ini, sehingga karenanya mempunyai rasa tanggu ng-jawab yang tinggi untuk melestarikan lingkungan sebaik-baiknya disertai perc aya diri yang tinggi namun rendah hati. Perlu juga ditanamkan kesadaran untuk ma u melakukan upaya-upaya untuk menyegarkan suasana kehidupan, mencerdaskan kemamp uan intelektual dan menghilangkan sebanyak mungkin stress, serta dengan meningka tkan volume dan kualitas pemahaman dalam peri kehidupan beragama beserta p eningkatan kualitas pelaksanaan ibadahnya. Olahraga baik sebagai kegiatan maupun sebagai media Pendidikan mempunyai potensi yang besar untuk menyumbangkan kont ribusinya dalam masalah ini. Melalui Olahraga dapat dengan mudah ditunjukka n betapa terbatasnya kemampuan manusia, betapa perlu kita memelihara lingkungan hidup kita, betapa banyak hal yang di luar kemampuan akal manusia dan betapa per lu kita mencegah kerusakan dan perbuatan-perbuatan yang dapat menimbulkan kerusa kan di muka bumi karunia Allah ini. Kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan jasmaniah dilakukan dengan upaya untuk meningkatkan derajat Sehat Dinamis melalui berbagai bentuk Olahraga, khususn ya Olahraga Kesehatan. Olahraga Kesehatan adalah Olahraga untuk memelihara dan/atau untuk 99 meningkatkan derajat Kesehatan dinamis, sehingga orang bukan saja sehat dikala diam (Sehat statis) tetapi juga sehat serta mempunyai kemampuan gerak yan g dapat mendukung setiap aktivitas dalam peri kehidupannya (Sehat dinamis). Olah raga Kesehatan memang dapat dilakukan sendiri-sendiri, akan tetapi akan lebih me narik, semarak serta menggembirakan (aspek Rohaniah) apabila dilakukan secara be rkelompok, seperti yang terjadi pada pelaksanaan Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Lembaga-lembaga Kependidikan. Berkelompok merupakan rangsangan dan sarana un tuk meningkatkan kesejahteraan Sosial, oleh karena masing-masing individu akan b
ertemu dengan sesamanya, sedangkan suasana lapangan pada Olahraga (Kesehatan) ak an sangat mencairkan kekakuan yang disebabkan oleh adanya perbedaan status intek tual dan sosial-ekonomi para Pelakunya. Oleh karena itu Olahraga, khususnya Olah raga Kesehatan hendaknya dijadikan materi pokok dalam Pendidikan Jasmani dan Ola hraga di Sekolah maupun Pesantren. Dampak psikologis yang sangat positif dengan diterapkannya Olahraga Kesehatan sebagai materi pokok Penjas-Or di Sekola h adalah rasa kesetaraan di antara sesama siswa oleh karena mereka semua merasa mampu melakukan Olahraga Kesehatan dengan baik. Sebaliknya, bila Olahraga kecaba ngan yang diterapkan di Sekolah yang sering menjadi sesat arah ke Olahraga Prest asi, hal demikian dapat menyebabkan sebagian siswa merasa terpinggirkan dari keg iatan olahraga karena merasa tidak mampu untuk berprestasi. Perlu diketahui bahwa pada kelompok anak dengan usia kronologik yang
sama
terdapat
perbedaan
yang
cukup
luas
dalam
tingkat
100 kematangan psikologiknya, demikian pula terdapat perbedaan yang cukup luas pada umur biologiknya (Watson,1992). Umur kronologik adalah bilangan yang menun jukkan berapa kali seorang anak telah berulang-tahun, sedangkan umur biologik ad alah tingkat kemampuan biologik (jasmaniah) anak yang sesuai dengan kemampuan ya ng ditunjukkan oleh sesuatu tingkat umur kronologik pada umumnya. Pada anak-ana k, rentangan kemampuan biologik mereka berkisar sekitar 6 (enam) tahun. Misalnya , anak umur 10 tahun, kemampuan biologiknya berkisar antara kemampuan biologik a nak umur 7 (tujuh) tahun sampai dengan kemampuan biologik anak umur 13 tahun (Wa tson 1992). Dampak lebih lanjut dari rasa terpinggirkan ialah timbulnya kebencian sebagian s iswa terhadap olahraga ! Kondisi demikian merupakan kondisi psikologis yang sang at tidak menguntungkan bagi perkembangan dan penyebar-luasan olahraga di masyara kat ! Dengan pengelolaan yang baik maka suasana lapangan dikala melakukan olahraga kesehatan, akan sangat meningkatkan gairah dan semangat hidup para Pel akunya ! Demikianlah maka potensi Pendidikan Jasmani dan Olahraga (Kesehatan) sa ngat perlu difahami oleh semua fihak yang berkepentingan dalam pembinaan Peserta didik. Oleh karena itu pula maka tanpa Pendidikan Jasmani dan Olahraga, maka se sungguhnya memang benar bahwa Pendidikan menjadi tidak lengkap! Olahraga kesehatan yang disajikan haruslah yang bersifat massaal dan memenuhi ci ri olahraga kesehatan misalnya : jalan cepat atau lari lambat (jogging), senam a erobik, pencak-silat, karate dan sejenisnya. Tiga yang terakhir lebih baik dari pada yang pertama oleh karena dapat menjangkau semua sendi dan otot serta dapat merangsang proses 101 berpikir Pelakunya. Kalaupun olahraga yang akan disajikan adalah bentuk p ermainan, maka permainan itu harus dapat melibatkan seluruh siswa. Tidak boleh a da seorangpun siswa yang hanya menjadi penonton, kecuali yang sakit. Mengapa perlu Olahraga. Gerak adalah ciri kehidupan. Tiada hidup tanpa gerak. Apa guna hidup bila tak ma mpu bergerak. Olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana untuk keperluan berbagai tujuan (pendidikan, kesehatan, rekreasi, prestasi). Me melihara gerak adalah mempertahankan hidup, meningkatkan kemampuan gerak adalah meningkatkan kualitas hidup. Olahraga menyehatkan dan mencegah penyakit non-infe ksi. Oleh karena itu : Bergeraklah untuk lebih hidup dan lebih sehat, jangan han ya bergerak karena masih hidup. Seperti halnya makan, Olahraga merupakan kebutuhan hidup yang sifatnya periodik; artinya Olahraga sebagai alat untuk memelihara dan membina k esehatan, tidak dapat ditinggalkan, artinya harus selalu diulang dan diula ng. Olahraga merupakan alat untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan jasman
i, rohani dan sosial. Struktur anatomis-anthropometris dan fungsi fisiologisn ya, stabilitas emosional dan kecerdasan intelektualnya maupun kemampuannya ber sosialisasi dengan lingkungannya nyata lebih unggul pada siswa-siswa yang aktif mengikuti kegiatan Penjas-Or dari pada siswa-siswa yang tidak aktif mengikuti P enjas-Or (Renstrom & Roux 1988, dalam A.S.Watson : Children in Sport dalam Bloomfield,J, Fricker P.A. and Fitch,K.D., 1992). 102 Olahraga Kesehatan meningkatkan derajat Sehat Dinamis (Sehat dalam gerak) , pasti juga Sehat Statis (Sehat dikala diam), tetapi tidak pasti sebaliknya. Ge mar berolahraga : mencegah penyakit, hidup sehat dan nikmat ! Malas berolah-raga : mengundang penyakit. Tidak berolahraga : menelantarkan diri ! Kesibukan dalam kehidupan ―Duniawi sering menyebabkan orang menjadi kurang gerak, d isertai stress yang dapat mengundang berbagai penyakit non-infeksi, di antara nya yang terpenting adalah penyakit kardio-vaskular (penyakit jantung, tekan an darah tinggi dan stroke). Hal ini banyak dijumpai pada kelompok usia pertenga han, tua dan lanjut, khususnya yang tidak melakukan Olahraga. Olahraga (Ke sehatan): Banyak gerak dan bebas stress, mencegah penyakit dan menyehatkan ! Ola hraga adalah kebutuhan hidup bagi orang yang mau berpikir. Bukan Allah menganiay a manusia, tetapi manusia menganiaya dirinya sendiri ! Pemahaman dan perilaku in i sudah harus ditanamkan sejak usia dini, yaitu semenjak mereka masih di ti ngkat Pendidikan Dasar, baik di Sekolah Umum maupun di Pondok Pesantren! Ca ra penyajian Penjas-Or di Sekolah maupun di Pondok Pesantren harus dapat menjadi kan siswa/ santri menjadi merasa butuh akan Penjas-Or khususnya demi kesehatanny a serta dukungan bagi kemampuan belajarnya, sehingga siswa/ santri akan selalu m enyambut gembira setiap datang mata pelajaran Penjas-Or. Bila sudah dirasakan s ebagai kebutuhan, maka mereka akan merasa dirugikan manakala mata pelajaran Penj as-Or ditiadakan seperti yang terjadi selama ini bila mereka akan menghadapi uji an akhir. Untuk ini diperlukan guru-guru Penjas-Or yang faham benar akan makna Penjas-Or di Sekolah maupun di Pondok Pesantren. 103 Konsep Olahraga Kesehatan adalah: Padat gerak, bebas stress, singkat (cukup 10-3 0 menit tanpa henti), adekuat, massaal, mudah, murah, meriah dan fisiologis (ber manfaat dan aman) ! Massaal : Ajang silaturahim, ajang pencerahan stress, ajang komunikasi sosial ! Jadi Olahraga Kesehatan membuat manusia menjadi seh at Jasmani, sehat Rohani dan sehat Sosial yaitu Sehat seutuhnya sesuai konsep Se hat WHO ! Adekuat artinya cukup, yaitu cukup dalam waktu (10-30 menit tanpa hent i) dan cukup dalam intensitasnya. Menurut Cooper (1994), intensitas Olahraga Ke sehatan yang cukup yaitu apabila denyut nadi latihan mencapai 65-80% DNM (Denyut nadi maximal: 220- umur dalam tahun). Masalah intensitas yang adekuat ini haru s menjadi perhatian bila Olahraga Kesehatan telah mencapai Sasaran±3 (lihat Sasara n Olahraga Kesehatan). Sehat Dinamis hanya dapat diperoleh bila ada kemauan mendinamiskan diri sendiri khususnya melalui kegiatan Olahraga (Kesehatan). Hukumnya adalah : Siapa ya ng makan, dialah yang kenyang ! Siapa yang mengolah-raganya, dialah yang seha t ! Tidak diolah berarti siap dibungkus ! Klub Olahraga Kesehatan adalah Lembaga Pelayanan Kesehatan (Dinamis) di lapangan. Dalam kaitan dengan ini maka setiap lembaga Pendidikan Umum maupun Pondok-pondok Pesantren harus juga berfungsi seba gai Lembaga Pelayanan Kesehatan lapangan, dalam rangka program pokok yaitu meningkatkan mutu sumber daya manusia yang sehat jasmani, sehat rohani dan seh at sosial! Bentuk olahraga yang memenuhi kriteria Olahraga Kesehatan yang dapat disajikan di Lembaga-lembaga Kependidikan adalah misalnya : Senam Aerobik, Pencak Silat, Karate yang kesemuanya dapat disajikan 104 secara massaal, di samping tentu saja Jalan cepat dan/ Lari lambat (jogging). Te tapi yang terbaik ialah tiga yang pertama oleh karena dapat menjangkau seluruh s
endi dan otot-otot tubuh, di samping juga merangsang otak untuk berpikir, khusus nya senam aerobik, karena siswa harus memperhatikan dan segera menirukan gerak i nstruktur yang selalu berubah tanpa pola, sehingga gerakan-gerakannya ti dak dapat dihafalkan ! Contoh Olahraga Kesehatan berbentuk senam yang dapat mencapai Sasaran-3 (Aerobiks) ialah Senam Pagi Indonesia seri D (SPI- D). Satu seri SPI-D memerlukan waktu 1'45 , sehingga untuk memenuhi kriteria waktu yang adeku at maka SPI-D harus dilakukan minimal 6x berturut-turut tanpa henti, yang akan m encapai waktu 10.5 menit. Menurut penelitian, bila SPI-D dilakukan dengan sunggu h-sungguh maka intensitasnya dapat mencapai tingkat adekuat sesuai kriteria Coop er. SPI-D ini macam gerak dan tata-urutannya sudah berpola tetap sehingga lama-k elamaan Peserta dapat menjadi hafal akan macam gerakan dan tata-urutannya. Bila Peserta sudah hafal, maka rangsangan terhadap proses berpikir menjadi berkurang . Oleh karena itu senam aerobik pada umumnya yang tidak berpola tetap, adalah l ebih baik dalam hal rangsangannya terhadap proses berpikir. Tetapi dalam hal in tensitas senam aerobik berpola tetap seperti SPI-D lebih baik oleh kare na gerakan yang sudah dapat dihafalkan dapat dilakukan dengan lebih intensif. Wahai manusia, bergeraklah untuk lebih hidup, jangan hanya bergerak karena masih hidup ! SHALATLAH, SEBELUM DISHALATI !
105 Hal di bawah ini perlu diperhatikan dan difahami dengan baik : Bila seseorang melakukan olahraga untuk tujuan kesehatan tetapi lalu ia menjadi sakit oleh karenanya, maka dapat dipastikan bahwa ia telah salah dalam melaksana kan olahraga kesehatannya. Tetapi kalau orang melakukan olahraga untuk tujuan pr estasi, jangankan hanya ancaman sakit, adanya ancaman kematianpun harus dapat di fahami oleh karena prestasi itu demi kehormatan bangsa dan negara. Itulah falsaf ah dasar bagi olahraga kesehatan dan olahraga prestasi! Perlu pula dikemukakan bahwa sampai usia sekitar 14 tahun (usia pubertas) tidak perlu ada pemisahan siswa atas dasar jenis kelamin (Watson,1992), karena pengaru h hormon kelamin yang akan menyebabkan terjadinya perbedaan profil anatomis dan fisiologis antara pria dan wanita, baru akan berdampak nyata di atas usia terseb ut, khususnya pada anak laki-laki. Perlu ditekankan sekali lagi bahwa Olahraga Kesehatan adalah gerak olahraga de ngan takaran sedang, bukan olahraga berat ! Jadi takarannya ibarat makan : b erhentilah makan menjelang kenyang; jangan tidak makan oleh karena bila tidak makan dapat menjadi sakit, sebaliknya jangan pula kelebihan makan, karena keleb ihan makan akan mengundang penyakit. Artinya berolahragalah secukupnya (adekuat) , jangan tidak berolahraga karena kalau tidak berolahraga mudah menjadi sakit, s ebaliknya kalau melakukan olahraga secara berlebihan dapat menyebabkan sakit ! Sasaran olahraga kesehatan berkaitan dengan : 1. Pemeliharaan dan peningkatan mobilitas dan kemandirian gerak (Sehat di namis). 106 2. Pencegahan dan penyembuhan penyakit non-infeksi, termasuk penyembuhan penya kit kelemahan fisik. 3. Pengendalian berat badan bersamaan dengan pengaturan diet 4.
Meningkatkan semangat dan kualitas hidup.
KETERKAITAN KESEHATAN, PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAH- RAGA Untuk lebih memudahkan bahasannya perlu lebih dahulu dikutip
kembali hal-hal yang tersebut di bawah ini : * Sehat dan Kesehatan - Sehat merupakan nikmat karunia Allah yang menjadi dasar bagi segala nikmat da n dasar bagi segala kemampuan jasmani rohani dan sosial. - Memelihara dan meningkatkan kesehatan : cara yang terpenting, termurah dan fi siologis adalah melalui Olahraga (kesehatan). - Acuan Sehat adalah Sehat Paripurna yang merupakan rumusan Sehat sempurna dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu: Sejahtera Jasmani, Rohani dan Sosial, b ukan hanya bebas dari penyakit, cacat ataupun kelemahan. * Pendidikan Jasmani dan Olahraga - Pendidikan Jasmani adalah kegiatan pendidikan dengan menggu- nakan media kegi atan Jasmani. - Olahraga adalah pelatihan Jasmani - Pendidikan Jasmani dan Olahraga (Penjas-Or) intra kurikuler adalah Pendidikan dan Pelatihan Jasmani, yang dalam lingkup 107 persekolahan/ pesantren berarti pelatihan Jasmani, pelatihan Rohani dan pelatiha n Sosial menuju kondisi yang lebih baik yaitu sejahtera paripurna yang berarti p eningkatan mutu sumber daya manusia (Siswa) masa kini dan masa depan. * Olahraga ± Gerak -
Gerak adalah ciri kehidupan.
-
Memelihara gerak adalah mempertahankan hidup.
- Meningkatkan kemampuan gerak adalah meningkatkan kualitas hidup. - Olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana untuk mening katkan kemampuan gerak yang berarti meningkatkan kualitas hidup. - Olahraga merangsang pertumbuhan dan perkembangan jasmani, rohani dan sosial m enuju sejahtera paripurna. - Hanya orang yang mau bergerak-berolahraga yang akan mendapatkan manfaat dari Olahraga. * Olahraga Kesehatan - Intensitasnya sedang, setingkat di atas intensitas aktivitas fisik untuk menj alani kehidupan sehari-hari, jadi bukan olahraga berat - Meningkatkan derajat kesehatan dinamis yaitu meningkatkan derajat sehat dengan kemampuan gerak yang dapat memenuhi kebutuhan gerak kehidupan sehari-hari. - Titik berat Or-Kes: Peningkatan dan pengayaan kemampuan koordinas i gerak dg intensitas yang dapat memelihara dan / atau meningkatkan derajat Kesehatan, 108 untuk kebutuhan masa kini dan mempersiapkan anak menjadi Atlet masa depan. - Meningkatkan derajat kesehatan dinamis ± sehat dengan kemampuan gerak yang dapat memenuhi kebutuhan gerak sehari-hari dalam tugasnya sebagai siswa. - Bersifat padat gerak, bebas stress, singkat (cukup 30 menit tanpa hen ti), mudah, murah, meriah massaal, fisiologis (manfaat & aman). -
Massaal : - Ajang silaturahim Sejahtera Rohani dan Sosial
- Ajang pencerahan stress Sejahtera Rohani - Ajang komunikasi sosial Sejahtera Sosial Ketiga
hal
diatas
merupakan
pendukung
untuk
menuju
Sehatnya WHO yaitu Sejahtera Paripurna. - Sehat dinamis dan kemampuan koordinasi gerak (dapat memperagakan berbagai gera k secara akurat = lincah) adalah landasan bagi pelatihan Olahraga Prestasi. KONDISI PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA SAAT INI -
Waktu yang tersedia = 3 x 45 menit/minggu
-
Sarana ± prasarana sangat terbatas
-
Kurikulum
Penjas-Or
lebih
berorientasi
kepada
Olahraga
Kecabangan : 1. 2. o
Cenderung individual dan cenderung Olahraga prestasi mahal dalam hal :
mengacu pencapaian prestasi
Sarana ± prasarana
109 o Waktu, perlu masa pelatihan yang panjang o
Tenaga dan biaya.
Demi
kehormatan
(Guru)
Penjas-Or
intra kurikuler:
Reposisi pikir ulang apa perlunya Penjas-Or di SD? Reorientasi pikir ulang arah pembinaan Penjas-Or bagi Siswa SD? Reaktualisasi pikir ulang apakah Penjas-Or di SD sudah sesuai kebutuhan nyat a? Revitalisasi pikir ulang bagaimana cara melaksanakan dan menggalakkan pe laksanaan Penjas-Or di SD untuk mencapai tujuan masa kini dan masa depan! Apapun Garis Besar Program Pengajaran(GBPP)nya, pelaksanaannya di lapangan selal u dapat disesuaikan dengan semua hasil pikir-ulang tersebut diatas. Memang diper lukan creativitas dan innovasi pada pelaksanaannya di lapangan! KESIMPULAN Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Lembaga Pendidikan sebagai bagian dari kegiat an intra kurikuler harus ditekankan pada olahraga kesehatan dan latihan jasm ani sebagai media untuk pendidikan intelektual, pendidikan moral dan spiritual, serta sebagai 110 media untuk meningkatkan derajat sehat dinamis, dan pengayaan kemampuan koordina si motorik yang lebih baik. Penyelenggraan hendaknya dilakukan dengan intensitas yang memenuhi kebutuhan untuk memelihara derajat sehat dinamis yang adekuat (me
menuhi kebutuhan kesehatan masa kini) agar para siswa selama masa belaja r memiliki kualitas hidup jasmani, rohani dan sosial yang lebih baik sesuai dnga n Konse Sehat Organisasi Kesehatn Dunia, serta berpotensi menjadi atlet berprest asi dan sumber daya manusia yang bermutu di masa depan. SARAN Setelah memahami hakekat Sehat dan Kesehatan, Pendidikan Jasmani, Olahraga, Olahraga Kesehatan dan Sasaran Olahraga Kesehatan maka tibalah saatnya kita memikirkan ke mana tujuan kurikuler Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Lembaga Kependidikan Umum maupun di Pondok Pesantren ini sebaiknya kita arahkan. 1.
Reorientasi
:
pikir
ulang
arah
pembinaan
Penjas-Or
bagi
Siswa SD? Penjas-Or sebagai program kurikuler perlu ditinjau kembali: -
Relevansinya dengan kebutuhan siswa / santri
-
Manfaat yang diharapkan
-
Kondisi nyata persekolahan :
i. . 2.
Jatah waktu / jam pelajaran per minggu ii.
Sarana ± prasarana yang tersedia
Reposisi : pikir ulang apa perlunya Penjas-Or di SD?
111 Penjas-Or perlu dikembalikan pada posisi dasar fungsinya yaitu : Penggunaan Olahraga/Kegiatan Jasmani sebagai media Pendidikan - Penggunaan Olahraga sebagai alat pelatihan untuk memelihara dan meningkatkan derajat sehat dinamis menuju kondisi Sejahtera paripurna sesuai Konsep Sehat WHO untuk siswa masa kini dan pembekalan anak untuk menjadi Atlet elite dan SDM ber mutu bagi masa depan. 3. Reaktualisasi : pikir ulang apakah Penjas-Or di SD sudah sesuai kebutuhan ny ata? Penjas-Or di Sekolah dan Pondok Pesantren perlu menekankan kembali (reaktualisasi) kepada konsep dasar Olahraga untuk tujuan Pendidikan dan Kesehatan untuk masa kini dan Pendidikan dan Pengayaan kemampuan koordinasi g erak untuk pembekalan menjadi Atlit elite dan SDM bermutu di masa depan. Jatah waktu pertemuan 3 x 45 menit/minggu, dapat disajikan untuk 3 x pertemuan/minggu @ 45 menit. 4. Revitalisasi : pikir ulang bagaimana cara melaksanakan dan menggalakkan pela ksanaan Penjas-Or di SD untuk mencapai tujuan masa kini dan masa depan? Penjas-Or di Sekolah dan Pondok Pesantren harus bersifat massaal dan disajikan d engan iklim yang menggembirakan siswa dengan menekankan pada konsep Olahraga Kes ehatan, sehingga semua siswa merasa butuh berolahraga dan selalu i ngin berpartisipasi secara aktif, karena Penjas-Or sebagai bagian dari 112 paket kurikuler tidak n, kecuali yang sakit.
membolehkan
adanya
siswa
yang
hanya menjadi Penonto
5.
Kualitas Petugas
Keberhasilan misi di tingkat lapangan sangat ditentukan oleh kualitas Petugas (d alam hal ini guru Penjas-Or) serta pemahamannya mengenai makna Penjas-Or di Seko lah Dasar, ketulusan dan kesungguhan dalam pengabdiannya, serta kreativitas da n inovasinya dalam pembelajaran Penjas-Or. 6. Kebutuhan Penjas-Or di Sekolah dan Pondok Pesantren harus dirasakan sebagai kebutuhan ole h siswa/ santri, sehingga mereka akan merasa dirugikan manakala mata pelaj aran Penjas-Or ditiadakan. 7. Prosedur keamanan Peningkatan intensitas Penjas-Or selalu harus dilakukan secara bertahap, oleh ka rena pentahapan adalah prosedur keamanan. 8. Olahraga prestasi Olahraga kecabangan yang bersifat prestatif perlu dikembangkan namun sebagai mat eri ekstra kurikuler, sebagai pilihan untuk menyalurkan bakat dan minat siswa/sa ntri terhadap sesuatu cabang Olahraga. Kepustakaan 1.
Cooper,
K.H.
(1994)
:
Antioxidant
Revolution,
Publishers, Nashville-Atlanta-London-Vancouver. 2. Giriwijoyo,Y.S.S. (1992) : Ilmu Faal Olahraga,
Thomas Buku
Nelson perkuliahan
Mahasiswa FPOK-IKIP Bandung 113 3. Giriwijoyo,H.Y.S.S. dan H.Muchtamadji M.Ali (1997) : Makalah : Pendidikan Jas mani dan Olahraga di Sekolah, Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, IKIP B andung. 4. Giriwijoyo,H.Y.S.S. (2000) : Olahraga Kesehatan, Bahan perkuliahan Mahasiswa FPOK-UPI. 5. Giriwijoyo,H.Y.S.S. (2001) : Makalah : Pendidikan Jasmani dan Olahraga, kontr ibusinya terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik, Ma'had Al-Zaytun, Ha urgeulis, Indramayu, Jawa Barat. 6. Watson,A.S. (1992): Children in Sports, dalam Textbook of Science and Medic ine in Sport Edited by J.Bloomfield, P.A.Fricker and K.D.Fitch; Blackwell Scientific Publications. 7. Giriwijoyo,H.Y.S.S. dan Komariyah,L (2007): Makalah : Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Lembaga Pendidikan, Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Indonesia, 2007. Doc. Penjas-Or SD Tr. Bandung, 10 Maret 2008.
114 Lampiran:
Contoh
pentahapan
Olahraga
Kesehatan
Sasaran-3
(Aero- biks):
Program Jalan Cepat Progresif : Usia < 50 th. Minggu (M) 1.
Waktu (Men.) 20
Jarak 1600
2.
22.5
3.
25
2400
4.
27.5
2800
5.
30
3200
6.
28.5
7. 8. 9.
27 25.5 24
2000
Waktu/400 M
Keliling Frek/ minggu : (Men.) Atl. Kes 4 4-5 x
5'
4'30
5
4'10
4-5 x 6
4'
7
3'40
8
3 x
4-5 x
3 x
4-5 x
3 x
4-5 x
3200
3'34
8
4-5 x
3200
3'23
8
4-5 x
3200
3'11
8
4-5 x
3200
3'
8
3 x
3 x*)
4-5 x
10.
27
3600
3'
9
4-5 x
11.
30
4000
3'
10
4-5 x
12.
33
4400
3
11
4-5 x
13.
36
4800
3'
12
4-5 x
*) Untuk Olahraga Kesehatan beban latihan cukup s/d minggu 5, latihan dilanjutka n tetap 3x/ minggu untuk pemeliharaan !
115 Program Jalan Cepat Progresif : Usia > 50 th.
Minggu (M) 1.
Waktu 25
- Jarak Waktu/400 M Keliling (Men.) Atl. 1600 6' 15
2.
22.5
1600
3. x
20
1600
4. x
20
5.
22.5
1600 2000 2000
5' 38
Frek / minggu : (Men.) Kes 4 4-5 x 3 x 4
4-5 x
5'
4
5'
4
4' 30 4' 30
5
3 x
4-5 x
3
4-5 x
3
4-5 x
6.
22.5
7.
25
2400
4' 10
6
4-5 x
3 x
8.
25
2400
4' 10
6
4-5 x
3 x
9.
27.5
2800
3' 56
5
4-5 x
3 x
7
4-5 x
3 x
3 x
10.
27.5
2800
3' 56
7
4-5 x
3 x
11.
30
3200
3' 45
8
4-5 x
3 x *)
12.
37.5
4000
3' 45
10
4-5 x
13.
28.5
3200
3' 56
8
4-5 x
14.
35.5
4000
3' 33
10
4-5 x
15.
27
16.
33.75
3200 4000
3' 23 3' 23
8 10
4-5 x 4-5 x
*) Untuk Olahraga Kesehatan beban latihan cukup s/d minggu dilanjutkan tetap 3x/ minggu untuk pemeliharaan ! Catatan Penulis : Untuk usia > 60 tahun beban latihan cukup sd
11, latihan
116 minggu 8, jumlah keliling digenapkan 8 keliling untuk mencapai waktu > 30 menit, dilakukan 3x/minggu untuk pemeliharaan. ahraga (Sepakbola) pada umumnya.
400 M = keliling lapangan Ol
Sumber : Cooper,K.H. : Antioxidant revolution, pg. : 77-78, jarak diubah menjadi meter.
BAB 6
117 ERGOSISTEMA
H.Y.S.Santosa Giriwijoyo Djoko Martono PENDAHULUAN Ilmu Faal, khususnya Ilmu Faal Olahraga menjanjikan suatu hasil karya besar bagi pelatih yang tahu cara menerapkannya dalam melatih dan mencapai prestasi tinggi olahraga, oleh karena melatih tiada lain ialah meningkatkan kemampuan fungsiona l yang berarti harus menerap- kan Ilmu Faal Olahraga dalam proses pelatihannya. Melatih suatu cabang olahraga prestasi adalah meningkatkan kemampuan fungsional raga yang sesuai dengan tuntutan penampilan cabang olahraga itu sampai ke tingkat yang ―maximal , baik pada aspek kemampuan dasar maupun pada a spek keterampilan tekniknya. Meningkatkan kemampuan fungsional hanya dapat dilak ukan dengan benar, baik dan efisien apabila pelatih memiliki pengetahuan tentang mekanisme kerja dan mekanisme respons organ-organ tubuh terhadap latihan pembeb anan dan latihan keterampilan. Dalam pelaksanaan pelatihan, setiap instruksi latihan yang akan dijalankan oleh para atlet untuk mencapai sesuatu tujuan harus jelas dasar Ilmu Faalnya agar benar-benar dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Atlet yang mem ahami tujuan pelatihan dan bagaimana mekanisme pencapaiannya akan merasa lebih t ermotivasi untuk berlatih lebih baik. Sesungguhnyalah Ilmu Faal Olahraga adalah
dasar dari Ilmu Pelatihan, sehingga
tanpa
pengetahuan
Ilmu
Faal
Olahraga
maka
118 pelaksanaan pelatihannya menjadi tidak ilmiah. SASARAN BELAJAR Setelah mempelajari Bab 6 ini mahasiswa/pembaca diharapkan memahami tentang : 1. Pengertian dan rincian pembagian Ergosistema (ES). 2.
Komponen
dasar
anatomis
dan
komponen
dasar
fisiologis
Kebugaran Jasmani. 3.
Fungsi dasar dari masing-masing sistema yang termasuk ES-I
dan ES-II. 4. Kualitas yang ditampilkan dari masing-masing -I dan ES-II. 5. Tata-hubungan kerja sama antara ES-I dan ES-II.
sistema
yang termasuk ES
KOMPONEN KEBUGARAN JASMANI Dalam bab ini pembaca diajak kembali menyimak dasar pemikiran Ilmu Faal Olahraga . Ilmu Faal adalah Ilmu yang mempelajari fungsi sesuatu struktur. Dalam hal Ilmu Faal Olahraga struktur itu ialah Jasmani atau Raga beserta seluruh b agian-bagiannya. Oleh karena itu sebelum membicarakan fungsinya perlu lebih dah ulu mengenali struktur- struktur itu beserta sistematikanya, artinya perlu menge nali struktur- struktur itu secara sistematis. Namun sebelumnya perlu diingat k embali struktur organisasi biologik tubuh manusia yang terdiri dari unsur kehidu pan yang terkecil yaitu sel, sampai kepada wujud utuhnya yaitu manusia. Susunan organisasi biologik tersebut adalah sebagai berikut: Sel jaringan organ sistema organisme (Manusia). 119 Dengan demikian maka jasmani atau raga (manusia) tersusun dari sekumpulan strukt ur-struktur yang secara anatomis disebut sebagai sistema dan terdiri dari Sistem a: 1. Skelet ± kerangka 2.
Muscular ± otot
3.
Nervorum ± saraf
4.
Hemo-hidro-limfatik ± darah - cairan jaringan - getah bening
5.
Respirasi ± pernafasan
6.
Kardiovaskular ± jantung-pembuluh darah
7.
Termoregulasi ± Tata suhu tubuh
8.
Digestivus ± pencernaan
9.
Exkresi ± pembuangan
10. Endokin ± hormon 11. Sensoris ± penginderaan 12. Reproduksi ± pemulih generasi. Fungsi jasmani yang terdiri dari berbagai macam sistema tersebut ialah untuk: gerak, kerja, mempertahankan hidup, mendapatkan kepuasan hidup lahir da n batin. Oleh karena itu jasmani dapat disebut sebagai satu SISTEMA (untuk) KER JA (SK) atau ERGOSISTEMA (ES). Dalam menjalankan fungsinya sebagai satu ES, sistema-sistema anatomis tersebut secara fisiologis dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu: 1. Perangkat Pelaksana gerak, disebut sebagai Ergosistema primer (ES-I) atau Sistema kerja primer (SK-I) terdiri dari: -
sistems skelet
-
sistema muskular
120 -
sistema nervorum
2. Perangkat Pendukung gerak, disebut sebagai (ES-II) atau Sistema kerja sekunder (SK-II) terdiri dari: sistema hemo-hidro-limfatik -
sistema respirasi
-
sistema kardiovaskular
3. Perangkat Pemulih/Pemelihara, disebut sebagai III) atau Sistema kerja tersier (SK-III) terdiri dari: sistema digestivus -
sistema termoregulasi
-
sistema exkresi
-
sistema reproduksi.
Ergosistema sekunder
Ergosistema tersier (ES-
Sistema endokrin berfungsi sebagai regulator internal yang bersifat humoral (mel alui carian jaringan) dan fungsinya tersebar pada ketiga Ergosistema tersebut di atas baik pada waktu istirahat maupun pada waktu aktif. Sedangkan sistema sens oris berfungsi sebagai komunikator external (exteroceptor) maupun internal (prop rioceptor, endoreceptor). Ergosistema yang langsung berhubungan dengan aktivitas fisik ialah ES-I dan ES-I I. ES-I disebut juga Ergosistema primer, oleh karena Ergosistema itulah yang p ertama-tama mewujudkan gerak, dan ES-I sendiri tanpa harus didukung oleh ESII, namun hanya untuk waktu yang terbatas, dan akan harus berhenti bila telah sa mpai batas maximal kelelahan. ES-II disebut juga sebagai Ergosistema sekunder, o leh karena ia tidak mungkin menjadi aktif kecuali bila dirangsang oleh ES-I. Fun gsi ES-II adalah mendukung kelangsungan fungsi ES-I, artinya bila kemampuan fungsional ES-II baik, maka ES-I dapat berfungsi untuk 121 waktu yang lebih panjang, karena tidak mudah lelah, artinya diperlukan waktu yan g lebih panjang atau intensitas olahraga yang lebih tinggi untuk cepat sampai ke batas maximal kelelahannya.
Bila ditinjau dari sudut Kebugaran Jasmani (KJ) = Physical fitness yang terdiri dari Anatomical Fitness dan Physiological Fitness, maka ES-I dan ES -II adalah Komponen dasar Anatomis Kebugaran Jasmani (Komponen dasar Anatomical Fitness); sedangkan Komponen dasar Fisiologis-nya (Komponan dasar Physiological Fitness-nya) dengan sendirinya ialah fungsi dasar dari sistema-sistema (Anatomis) penyusunan ES-I dan ES-II tersebut di atas. Ergosistema I: Fungsi Dasar dan Kualitas Penampilannya Anatomis (Fisiologis) - Sistema skelet
Fungsi dasar Pergerakan persendian
Kualitas Luas pergerakan - Sistema muskular ot - Sistema nervorum
Kontraksi otot Penghantar rangsang
Kekuatan Koordinasi
dan
daya tahan ot
fungsi
(otot) Fungsi dasar sistema skelet dalam hubungan dengan aktivitas fisik terletak pada persendiannya dalam bentuk luas pergerakan persendian (flexibilitas = kelentuka n), yang merupakan kualitas dari pergerakan persendian itu. Fungsi dasar sistema muskular ialah kontraksi. Tidak 122 ada fungsi lain dari otot kecuali berkontraksi. Perwujudan dari kontraksi otot dapat berupa kekuatan dan daya tahan otot. Inilah fungsi dasar otot yang bersi fat endogen. Fungsi dasar susunan syaraf (sistema nervorum) ialah menghantarka n rangsang. Perwujudannya dalam hubungannya dengan aktivitas fisik ialah kemam puannya dalam mengkoordinasikan fungsi otot untuk menghasilkan ketepatan gerak. Dari fungsi dasar tersebut dapat dikembangkan gerakan-gerakan yang berupa: kelin cahan (agility), kecepatan (speed), dan power. Gerakan- gerakan tersebut di atas bersama-sama dengan fungsi dasar lainnya merupakan penampilan dasar yang diperl ukan oleh berbagai cabang olahraga; yang merupakan gabungan fungsi-fungsi d asar sistema- sistema (anatomis) penyusun ES-I. Oleh karena itu bila dijumpai kesulitan dalam meningkatkan gerakan-gerakan penampilan dasar tersebut di atas, haruslah dicari kembali pada komponen dasar fisiologisnya dan kemudian dilatih untuk dapat meningkatkan kualitas fungsi dasarnya. Misalnya kesulitan dalam meningkatkan kecepatan (speed) haruslah dicari kembali pada komponen dasar fisiologisnya yang terpenting yaitu kekuatan otot-otot yang bersangkutan, oleh karena hanya otot yang lebih kuat yang mampu menimbulkan gerakan yang leb ih cepat, di samping pelatihan khusus untuk kecepatan. Contoh lain ialah misalnya dijumpai kesulitan dalam meningkatkan kelincahan (agi lity). Lebih dahulu harus dianalisa komponen dasar fisiologis apa saja yang me nyusun kelincahan. Dari analisa terhadap gerakan kelincahan dapat dikemukaka n bahwa untuk dapat meningkatkan kelincahan diperlukan kualitas yang lebih ba ik dan karena itu perlu diberikan latihan khusus terhadap : 123
-
luas pergerakan persendian untuk meningkatkan kelentukan
-
kekuatan otot untuk meningkatkan kecepatan gerak
- koordinasi fungsi otot untuk meningkatkan ketepatan ra keseimbangan. Hal ini disebabkan oleh karena kelincahan memerlukan : -
kelentukan (flexibility)
-
kecepatan gerak (speed)
-
ketepatan gerak (accuracy).
gerak
dan memeliha
Ergosistema II: Fungsi Dasar dan Kualitas Penampilannya Anatomis (Fisiologis) Hemo-hidro-limfatik
Fungsi dasar Tranportasi:
O ±CO
nutrisi,sampah, panas. Kualitas Respirasi Kardiovaskular Daya tahan umum
Pertukaran gas: O2-CO2 Sirkulasi
Ketiga sistema anatomis dari ES-II secara bersama-sama menghasilkan satu kualita s yaitu daya tahan umum. Daya tahan umum sering juga disebut sebagai (general) endurance atau kemampuan (kapasitas) aerobik. Dengan demikian maka komponen dasar Kebugaran Jasmani (KJ) menurut Ilmu Faal terdiri dari : 1.
Kemampuan/Kualitas dasar ES-I :
124 - luas pergerakan persendian - flexibility -
kekuatan dan daya tahan otot
-
koordinasi fungsi otot.
2. -
Kemampuan/Kualitas dasar ES-II: daya tahan umum.
Demikianlah maka dengan memahami pengertian Sistema Kerja atau Ergosistema akan lebih mudah memahami komponen dasar KJ apa saja yang diperlukan oleh sesuatu cab ang OR dan kualitas dasar ES mana yang perlu dilatih secara khusus untuk penampi lan mutu tinggi cabang OR tersebut. Bila kemudian kita simak komponen kebugaran jasmani yang
dikemukakan oleh Larson yang terdiri dari : 1.
Endurance
2.
Biological function
3.
Body composition
4.
Muscle strength
5.
Muscle explosive power
6.
Muscle endurance
7.
Speed
8.
Agility
9.
Felxibility
10. Reaction time 11. Coordination 12. Balance.
125 maka cara membagi dalam komponen-komponen tersebut di atas tidak tampak jelas da sar pemikirannya dan karena itu pula maka tidak jelas sistematikanya. Dengan m enganalisanya lebih lanjut terlihat bahwa komponen-komponen itu sesungguhnya ter diri dari: - Komponen Anatomical fitness : body composition -
Kondisi kesehatan statis : biological function
-
Komponen Physiological fitness yang terdiri dari:
-
Kemampuan/kualitas dasar ES-I:
-
muscle strength
-
muscle explosive power
-
muscle endurance
-
flexibility ± luas pergerakan persendian
-
reaction time ± fungsi dasar syaraf : - menerima dan menghantarkan rangsang coordination ± koordinasi fungsi otot
-
balance = keseimbangan: hasil dari koordinasi fungsi otot
-
kekuatan dan daya tahan otot
Kemampuan/kualitas dasar ES-II:
- endurance ± daya tahan umum ± kapasitas aerobik. - Kemampuan penampilan yang merupakan gabungan dari berbagai kemampuan/kualitas
dasar ES-I : - speed (kecepatan) dan agility (kelincahan) Body composition (komposisi tubuh) dan biological function (status kesehatan st atis, fungsi biologis yang normal) memang merupakan faktor yang sangat das ar bagi penampilan seseorang dalam sesuatu cabang olahraga. Akan tetapi bilaman a kedua faktor tadi masih menjadi masalah berarti masih pada tahap yang sangat awal dalam memilih 126 orang-orang yang akan ditampilkan dalam sesuatu cabang olahraga, karena itu t idaklah tepat membicarakan masalah KJ pada tahap seperti itu. KJ dibicarakan b ila komposisi tubuh dan status kesehatan statis tidak merupakan masalah lagi kar ena sesungguhnya membicarakan KJ kaitannya ialah kepada derajat sehat dinam is seseorang. (Baca KJ dalam: ―Olahraga dan Kesehatan ). Demikianlah maka sekali lagi terlihat jelas bahwa dengan memahami pengertian ERG OSISTEMA atau SISTEMA KERJA akan lebih mudah untuk memahami apa-apa yang menjadi komponen dasar KJ. Dengan sendirinya akan lebih mudah untuk melacak dan kemud ian melihat bagaimana kondisinya untuk kemudian meningkatkan kemampuan/ kualitas fungsi dasarnya bila terdapat kesulitan dalam meningkatkan prestasi sesuatu cab ang olahraga. LATIHAN 1.
Apa yang dimaksud dengan Ergosistema (ES) ?
2.
Tuliskan pembagian dan rincian dari ES !
3.
Tuliskan fungsi dasar dari ES- II !
4. Tuliskan kualitas yang ditimbulkan oleh masing-masing sistema yang termasuk ES-I ! 5. Apa fungsi dasar fisiologis kebugaran jasmani ? 6.
Apa beda antara fungsi dasar dan penampilan dasar ?
127 BAB 7
OLAHDAYA (METABOLISME) H.Y.S.Santosa G. PENDAHULUAN Telah dikemukakan bahwa dalam hal gerak/olahraga pada tubuh hanya ada 2 kelompok
perangkat yang bersangkutan dengan hal itu yaitu: ES-I sebagai perangkat pelaksana gerak -
ES-II sebagai perangkat pendukung gerak
Dalam hal olahdaya (metabolisme) yaitu upaya penyediaan daya (energi) untuk gera k, juga ada 2 mekanisme (ditinjau dari keterlibatan oksigen) yaitu olahdaya aero bik dan anaerobik. SASARAN BELAJAR Setelah mempelajari Bab 7 ini mahasiswa/pembaca diharapkan memahami tentang : 1. Pengertian dan macam olahdaya (metabolisme). 2.
Pengertian dan macam olahraga ditinjau dari penyediaan daya
(energi). 3. Proses penyediaan daya steady state), akhir kerja. 128 4.
saat
istirahat,
mulai
kerja,
kondisi mantap (
Tata hubungan fungsional antara olahdaya anaerobik dengan olahdaya aerobik.
OLAHDAYA ANAEROBIK DAN AEROBIK Olahdaya anaerobik dan aerobik adalah mekanisme penyediaan daya (energi, tenaga) untuk mewujudkan gerak. Olahdaya anaerobik langsung mewujudkan gerak dan merupa kan kemampuan endogen ES Primer dalam hal ini otot. Olahdaya aerobik, juga dila ksanakan oleh ES-I (otot), tetapi intensitas dan durasi kelangsungannya tergantu ng pada kemampuan fungsional ES-II dalam memasok O2, artinya tanpa peran serta ES-II olahdaya aerobik tidak mungkin terlaksana dan aktivitas gerak ES-I akan segera terhenti. Makin tinggi kemampuan fungsional ES-II makin tegar kela ngsungan penampilan ES-I. Dengan demikian maka seperti halnya ES-II adalah pendukung bagi penampilan ES-I, maka olahdaya aerobik adalah pendukung bagi kelangsungan olahdaya anaerobik, kedua-duanya terjadi pada ES-I, dalam hal ini otot. Hal ini disebabkan ole h karena olahdaya untuk bentuk aktivitas apapun selalu dimulai dengan olahdaya a naerobik dan akan/harus diikuti oleh olahdaya aerobik, selama aktivitas fisik ma upun selama istirahat. Olahdaya anaerobik dan aerobik harus dalam keadaan seimb ang. Ketidak-mampuan olahdaya aerobik mengimbangi olahdaya anaerobik akan menyeb abkan menumpuknya ―zat kelelahan yang akan menghambat olahdaya anaerobik yang terla lu besar, sehingga olahdaya anaerobik menurun, menuju kepada terjadinya kes eimbangan baru dengan olahdaya aerobik.
129 Besar olahdaya anaerobik menunjukkan besar tuntutan/ keperluan O2 yang akan terw ujud sebagai berat/intensitas gerak/kerja yang sedang dilakukan. Dengan demikia n maka ketidak-mampuan olahdaya aerobik (kemampuan ES-II memasok O2) untuk meng imbangi tuntutan olahdaya anaerobik, akan menyebabkan olahraga terpaksa har us dihentikan karena seluruh kapasitas anaerobik sudah habis terpakai; atau int ensitas gerak/kerja yang sedang dilakukan harus dikurangi sampai olahdaya a naerobik dapat diimbangi lagi oleh tingkat kemampuan olahdaya aerobik yan g dimilikinya pada saat itu.
Demikian maka semua bentuk aktivitas tubuh atau olahraga, bahkan juga selama ist irahat memerlukan baik olahdaya anaerobik maupun olahdaya aerobik yang secara keseluruhan harus selalu seimbang. Dengan demikian maka sesungguhnya ti dak ada olahraga anaerobik murni dan olahraga aerobik murni; yang ada ialah o lahraga anaerobik dominan dan olahraga aerobik dominan. Tetapi istilah yang biasa dipakai sehari-hari adalah olahraga anaerobik dan olahraga aerobik, sehingga sering menyesatkan orang yang tidak mengetahui benar pokok permasalahan nya. Kriteria apakah sesuatu olahraga anaerobik atau aerobik ditentukan oleh dua hal yaitu : 1- Intensitas, yang berarti besar olahdaya anaerobik yang sedang terjadi , 2- Durasi, yang menunjukkan berapa besar peran olahdaya aerobik yang menyertai.
130 Memang terdapat hubungan erat antara intensitas dan durasi yaitu : 1- Olahraga dengan intensitas tinggi (olahraga anaerobik dominan), tidak mungkin dengan durasi panjang, sebaliknya 2- Olahraga dengan durasi panjang (olahraga aerobik), tidak mungkin dengan intensitas tinggi. 1.
Kriteria intensitas hakekatnya adalah sebagai berikut :
Pada keadaan mantap (steady state) termasuk pula keadaan istirahat, olahdaya ana erobik selalu dapat diimbangi oleh olahdaya aerobik. Olahraga dengan intensitas di bawah VO2 max. selalu dapat dipertahankan dalam keadaan mantap. Intensitas/ beban olahraga demikian disebut sebagai intensitas/ beban olahraga submaximal (s ubmaximal load) atau intensitas/ beban olahraga normal (normal load). Intensitas / beban olahraga yang tepat menggunakan O2 sebanyak VO2 max. disebut olahraga d engan intensitas/ beban maximal (maximal load/ crest load). Pada olahraga dengan intensitas di atas maximal (supra maximal = over load), olahdaya anaerobik > kemampuan olahdaya aerobik maximal (VO2 max.). Keadaan demikian (anaerobik > aerobik) juga terjadi pada awal melakukan olahraga, tetapi dalam hal tersebut kondisi itu belum dapat dikatakan sebagai kondisi over load, oleh karena pada sa at itu ES-II sedang dalam masa penyesuaian dengan beban kerja yang dihadapi untu k menuju kepada fungsinya yang maximal untuk menghasilkan VO2 max. atau VO2 y ang sesuai dengan tuntutan pada waktu itu. Tata hubungan anaerobik-aerobik ini menjadi dasar pembagian olahraga berdasarkan olahdayanya yang dominan. 131 - Olahraga aerobik : Yaitu bila selama penampilannya, minimal 2/3 (70%) dari seluruh energi yang dipe rgunakan disediakan melalui olahdaya aerobik; artinya: maximal hanya 30% olahday a anaerobik yang tidak dapat diliput (di cover) oleh olahdaya aerobik; yang akan di liput nanti pada masa pemulihan setelah menyelesaikan penampilannya. - Olahraga anaerobik : Yaitu bila selama penampilannya, minimal 2/3 (70%) dari seluruh energi
yang
di
pergunakan disediakan melalui olahdaya anaerobik; artinya: maximal hanya 30% olahdaya anaerobik yang dapat diliput (di cover) oleh olahdaya aerobik, selebihny a baru akan diliput nanti pada masa pemulihan setelah menyelesaikan penampilanny a. 2.
Kriteria durasi (lama-waktu) adalah sebagai berikut :
Pembagian menurut durasi didasarkan pada lama-waktu yang dapat dipertahankan pad a penampilannya yang maximal (repetisi maximal), khususnya pada olahraga dengan intensitas yang homogen. Pembagian menurut durasi itu adalah sebagai berikut : 0-2 menit ± anaerobik dominan, contoh: sprint 0 800 m 2-8 menit ± campuran anaerobik + aerobik: lari > 8 menit ± aerobik dominan: lari
>
3000
800 - 3000 m
m.
Kriteria di atas diambil dari data Olahragawan (Pelari) yang terlatih baik. Pada olahraga berat dengan intensitas yang sangat berubah-ubah misalnya: bulutangkis, tenis, tinju dan berbagai macam cabang olahraga 132 sejenis lainnya, kriteria durasi (lama-waktu) dan batas-batas olahdaya tersebut di atas tetap berlaku dengan catatan bahwa intensitas diperhitungkan secara rata -rata. Dibawah ini diberikan bagan mengenai peranan dan tata hubungan antara : Perangkat gerak dan ergosistema, olahdaya dan jenis olahraganya, waktu pelaksanaan (durasi) dan jarak tempuh, dalam hubungan dengan jenis olahraga dan sifat olahdayanya. Perangkat gerak ng Ergosistema raga) merangsang Metabolisme
Pelaksana
Pendukung merangsa
ES I
ES II (Jasmani/ mendukung
Anaerobik
mendukung
Olahraga: Anaerobik 100% 30% Waktu ---> Jarak (meter) ------>
100% Aerobik
0%
0 ----------------2' -----------------------8'-----------0 ---------------800--------------------3000--------
Bagan Peranan dan Tata-hubungan Perangkat gerak/ergosistema, olahdaya dan jenis olahraga
133
Bagan Peranan dan Tata-hubungan Perangkat gerak/ergosistema, olahdaya dan jenis olahraga. (Berdasarkan data Atle t (Pelari) yang terlatih).
HUBUNGAN FUNGSIONAL ES-I DENGAN ES-II DAN OLAHDAYA ANAEROBIK DENGAN OLAHDAYA AER OBIK Aktivitas ES-II meningkat oleh karena adanya rangsangan dari ES-I yang menjadi a ktif. Demikian pula olahdaya aerobik akan membesar mengikuti dan kemudian mendu kung kelangsungan olahdaya anaerobik yang meningkat, selama kemampuannya mencuku pi. Akan tetapi bila olahdaya aerobik sudah mencapai maximal (mencapai kapasitas nya = VO2 max.), maka tidak mungkin mengimbangi peningkatan olahdaya anaerobik lebih lanjut dan bahkan menjadi penghambat bagi kelangsungan olahdaya anaerobi k itu sendiri. Akibatnya, olahraga dengan intensitas/ beban over load tida k mungkin dipertahankan secara mantap (steady state) dan akan (terpaksa) berhent i atau menurunkan intensitasnya sampai di bawah VO2 max. bila seluruh kapasitas 134 anaerobiknya telah habis terpakai. Perlu diketahui dan bahkan harus difahami bahwa semua bentuk gerak olahraga terj adi oleh adanya kontraksi otot, dan daya (energi) untuk terjadinya kontraksi otot ini hanya berasal dari olahdaya anaerobik. Oleh karena itu seluruh da ya (energi) untuk gerakan tubuh (kontraksi otot) selama seluruh kegiatan olahrag a itu dipasok seluruhnya (100%) oleh olahdaya anaerobik. Sedangkan peran olahda ya aerobik adalah untuk sebanyak mungkin memenuhi tuntutan olahdaya anae robik. Wujudnya ialah kemampuan peran ES-II memasok O2 untuk memenuhi tuntutan ES-I dan hakekatnya fungsi ES-II (aerobik) adalah memulihkan kondisi homeost asis yang terganggu oleh aktivitas anaerobik dari ES-I. Wujud pemulihan itu adalah (upaya) menyingkirkan asam laktat dan sampah olahdaya lainnya dan ber samaan dengan itu mendaur ulang sumber-sumber daya (energi) anaerobik untuk kela ngsungan kontraksi otot selanjutnya. (Lihat bagan pembentukan dan tata hubunga n olahdaya anaerobik dan aerobik). Adanya olahdaya anaerobik memungkinkan manusia mengerahkan daya (energi) dalam jumlah besar dalam waktu singkat (melakukan gerakan-gerakan explosif) baik yang bersifat maximal maupun yang sub-
135 DAYA ANAEROBIK
AEROBIK
PEMBUANGAN MELALUI PROSES OKSIDASI Bagan : Olahdaya untuk menghasilkan daya (energi) untuk kerja dan mekanisme penc egahan/ pemulihan kelelahan.
E4=13xE3 CO2 + H2O E4
O2 + AS.LAKTAT
ADP FUNGSI · OTOT · SYARAF · KELENJAR
AEROBIK
(+O2) ANAEROBIK
Bagan pembentukan daya (energi) anaerobik dan aerobik, tata hubungan olahdaya 136 anaerobik dan aerobik, serta mekanisme daur ulang ATP maximal. Gerakan-gerakan demikian tetap harus mendapat dukungan dari olahdaya ae robik untuk kelangsungannya atau gerakan-gerakan demikian harus dihentikan dulu atau dikurangi intensitasnya oleh karena ketidak-mampuan olahdaya aerobik menduk ungnya lebih lanjut. Dengan demikian apakah sesuatu cabang olahraga itu aerobik atau bukan, ditentuka n oleh batas olahdaya aerobik minimal yaitu 70% dari seluruh energi untuk penamp ilannya disediakan secara aerobik dan oleh batas waktu minimal 8 menit, bukan ol eh macam gerakan atau oleh cara meningkatnya olahdaya anaerobiknya. Demikianlah maka, bulutangkis, bolabasket dan sepakbola adalah olahraga aerobik, sama halnya dengan lari 5000 m dan 10.000 m, walaupun berbeda dalam bentuk/keja dian meningkatnya olahdaya anaerobik. Pada bulutangkis s/d sepakbola tersebut di atas peningkatan olahdaya anaerobik terjadi melalui bentuk peningkatan yang san gat berubah-rubah oleh karena memang intensitas gerakannya yang sangat berubah-u bah, sedang pada lari 5000 m dan 10.000 m bentuk peningkatan olahdaya anaerobikn ya adalah homogen dan konstan. Perbedaan gerak yang berkaitan dengan pola perubahan olahdaya anaerobik memang perlu mendapat perhatian khusus masing-masing pelatih, untuk kepentingan pen gembangan kemampuan/cara melatihnya, yang memang memerlukan cara latihan yang sa ngat berbeda. Dengan perkataan lain dapat dikemukakan disini bahwa bu lutangkis s/d sepakbola tersebut di atas dan lari 5000 m dan 10.000 m semuanya adalah cabang-cabang olahraga aerobik yang dengan sendirinya dituntut 137 adanya kemampuan aerobik yang tinggi. Akan tetapi kemampuan aerobik y ang tinggi tidak mungkin dapat ditingkatkan lagi bila kemampuan ana erobik tidak ditingkatkan lebih lanjut. Ini berarti bahwa pada olahraga aerobik -pun kemampuan anaerobik perlu diusahakan peningkatannya untuk dapat merangsang peningkatan kemampuan aerobiknya lebih lanjut! Singkatnya ialah bahwa: Olahraga wan aerobik perlu pula latihan anaerobik pada otot-otot yang bersangkutan. Cont oh: Pelari 5000 m perlu diberi latihan (ditingkatkan) kekuatan otot-otot tungkai nya (kemampuan anaerobik) dan dilatih (ditingkatkan) daya tahan dinamisnya (kemampuan aerobik otot-otot tungkai itu), disamping latihan daya tahan umum, u ntuk dapat meningkatkan lebih lanjut kapasitas aerobiknya !! (Giriwijoyo,Y.S.S. 1988: Tinjauan Ilmu Faal tentang Latihan Otot). Dibawah ini diberikan gambar-gambar diagram olahdaya anaerobik dan aerobik, peru bahannya serta tata hubungannya satu dengan yang lain. 1. Istirahat : Anaerobik = Aerobik
2. Permulaan aktivitas fisik: Olahdaya anaerobik langsung meningkat s esuai tuntutan aktivitas fisik; olahdaya aerobik lebih lambat penyesuaiannya, se hingga Anaerobik > Aerobik
138
3. a. Steady state (keadaan mantap): Pada keadaan ini olahdaya anaerobik dan a erobik berada dalam keadaan seimbang lagi, tetapi pada tingkat olahdaya yang leb ih tinggi dari pada keadaannya pada istirahat : Anaerobik = Aerobik
b. Over load (Beban supramaximal) : Pada keadan ini olahdaya anaerobik > aer obik oleh karena olahdaya aerobik tidak dapat menyamai olahdaya aerobik yan g > dari VO2 max. Anaerobik
4.
Aerobik
Pemulihan :
Olahdaya
anaerobik
langsung
kembali
ke
keadaan
istirahat;
olahdaya aerobik lebih lambat penyesuainnya sehingga : Anaerobik < Aerobik
Setelah terjadi pemulihan sempurna maka olahdaya anaerobik dan 139 aerobik kembali seimbang pada tingkat istirahat seperti pada nomor satu. Perubahan tingkat olahdaya anaerobik berlangsung sangat cepat sesuai perubahan intensitas aktivitas fisik yang sedang terjadi, oleh karena memang olahda ya anaerobiklah yang merupakan pemasok langsung kebutuhan energi untuk terjadiny a gerak. Sedang perubahan tingkat olahdaya aerobik selalu terlambat karena haru s menunggu penyesuaian fungsi ES-II. Lukisan olahdaya dengan diagram tersebut di atas sulit untuk dapat menggambarkan perubahan olahdaya pada berbagai bentuk aktivitas fisik. Oleh karena itu dengan memperhatikan sifat-sifat perubahan olahdaya tersebut di atas maka p erubahan olahdaya pada berbagai bentuk aktivitas fisik dilukiskan dalam bentuk grafik. Perubahan olahdaya anaerobik dilukiskan dalam bentuk grafik berupa garis-garis lurus yang membentuk sudut-sudut 90º sedangkan perubahan olahda ya aerobik dilukiskan dalam bentuk grafik berupa garis-garis lengkung. Pa da keadaan seimbang yaitu pada keadaan istirahat dan steady state (keadaan manta p), kedua garis grafik itu berimpitan.
Di bawah ini dilukiskan grafik perubahan olahdaya anaerobik dan aerobik untuk be rbagai bentuk aktivitas fisik. Perhatikan perubahan besar porsi olahdaya ana erobik dan porsi olahdaya aerobik pada peralihan dari olahraga anaerobik do minan ke olahraga aerobik dominan. Perhatikan pula bahwa pada bentuk olahraga ya ng sangat berubah-ubah intensitas geraknya, bentuk olahdaya anaerobik sangat ber ubah-ubah pula sesuai dengan perubahan intensitas geraknya, sedang perubahan olahdaya aerobik berlangsung lebih lembut dan relatif rata sesuai dengan 140 rata-rata intensitas gerak yang dilakukan selama melakukan olahraga.
Gambar Olahraga anaerobik : 0 ± 2 menit. Grafik olahdaya anaerobik dan aerobik pada lari 1' maximal ( 400 m). Selama melakuk an olahraga proses aerobik tidak dapat mengimbangi proses anaerobik, kare na proses anaerobik terlalu besar dan waktunya terlalu singkat. Selama melakukan olahraga, proses aerobik hanya mendapat ―meliput proses anaerobik seluas daerah bergaris-garis saja. (proses aerobik 30% proses anaerobi k 70%). Sisa proses anaerobik akan di ―liput oleh proses aerobik pada masa pemulihan.
141
Gambar Olahraga ―campuran anaerobik-aerobik : 2 ± 8 menit. Makin dekat ke 2' makin penting peran olahdaya anaerobik, makin dekat ke 8' makin pe nting peran olahdaya aerobik. Contoh di atas menunjukkan grafik olahdaya anaerob ik dan aerobik pada lari maksimal 1500 meter ( 4 - 5 menit). Perhatikan: olahdaya anaerobik yang dapat di ―liput oleh olahdaya aerobik makin luas, karena waktu mela kukan olahraga lebih panjang.
142
Gambar Olahraga aerobik tanpa ―steady state : 8
menit .
Gambar di atas menunjukkan grafik olahdaya anaerobik dan aerobik pada imal
lari max
3000 M (Tes 12 menit). Perhatikan : Olahdaya anaerobik yang dapat di liput oleh olahdaya aerobik makin lua s >
70%. Terlihat bahwa makin panjang waktu untuk menampilkan olahraga itu secara ma ximal, makin besar tuntutan dibebankan pada olahdaya aerobik. Waktu untuk menamp ilkan fungsi ES-II sampai maximal ialah 4-5 menit.
143
Gambar Olahraga aerobik dengan ―steady state : 8
menit .
Gambar di atas menunjukkan grafik olahdaya anaerobik dan aerobik pada lari marat on. Terlihat keadaan ―steady state selama lari s/d akhir. Dalam grafik ini pelari t idak melakukan sprint akhir. Pada keadaan ―steady state seluruh olahdaya anaerobik dapat diliput oleh olahdaya aerobik. Seharusnya pelari melakukan sprint akhir me njelang garis finis. Dalam hal demikian maka grafik pada bagian akhir menjadi se perti grafik pada lari maximal 1500-3000 M, tergantung dari mana ia mulai melaku kan sprint akhirnya.
Gambar Olahraga dengan intensitas berubah.
144 Lari maximal 1'-anaerobik-, diikuti lari lambat 5' -aerobik-, pada waktu lari lambat olahdaya aerobik > anaerobik: artinya: dengan mengurangi intensitas gerak/lari berarti terjadi pemulihan parsial terhadap olahdaya anaerobik yang terjadi sewa ktu lari maximal 1' kemudian terjadi ―steady state lalu terjadi pemulihan total setel ah berhenti.
Gambar: Olahraga dengan berbagai intensitas.
Grafik olahdaya anaerobik berubah-ubah sesuai dengan perubahan intensitas, membe ntuk garis-garis yang membuat sudut-sudut siku, sedang grafik olahdaya aerobik b erupa garis lengkung yang berusaha mengikuti perubahan olahdaya anaerobiknya. Pada menit ke 10 s/d 16 intensitas/kecepatan lari menurun tetapi olahdaya anaero bik masih lebih besar dari VO2 max (=kemampuan maximal untuk mengambil O2/men). Oleh karena itu tidak terjadi steady state. Steady state hanya dapat terjadi bila bes ar olahdaya
145 anaerobik/ men, sama atau lebih kecil dari VO2max.
Pada contoh di atas : olahraga terpaksa harus dihentikan atau dikurangi lagi in tensitasnya bila olahdaya anaerobik telah mencapai kapasitas maximal (max.O2 deb t), dalam contoh di atas pada menit ke 16, agar terjadi pemulihan.
Gambar: Olahraga dengan intensitas yang sangat berubah-rubah: Tenis, Bulutangkis dan sejenisnya. Grafik olahdaya anaerobik sangat berubah-rubah sesuai perubahan intensitas gerak dan strokesnya. Olahdaya aerobik mencoba mengikuti perubahan itu. Sepanjang penampilannya memerlukan waktu > 8' dan olahdaya anaerobik yang di liput eh olahdaya aerobik rata-rata > 70%, maka olahraga itu masuk jenis olahraga AERO BIK! 146
LATIHAN 1.
Apa pengertian Ergosistema ( ES ) ?
2.
Tuliskan pembagian dan rincian ES (Sistema Kerja = SK) !
3.
Apa fungsi dasar dari sistema-sistema yang termasuk dalam ES-I ?
4.
Apa fungsi dasar dari sistema-sistema yang termasuk dalam ES-II ?
5. Apa kualitas yang ditimbulkan oleh masing-masing ud ? 6. Apa saja komponen dasar anatomis Kebugaran Jasmani ? 7.
Apa saja komponen dasar fisiologis Kebugaran Jasmani ?
sistema termaks
ol
8.
Jelaskan macam-macam olahdaya yang sdr. ketahui !
9. Jelaskan macam-macam olahraga ditinjau dari proses penyediaan energi ! 10. Bagaimana proses penyediaan Energi saat a). istirahat b). permulaan kerja/ol ahraga, c). steady state, d). akhir kerja. 11. Energi dari proses apa dan dari zat apa yang digunakan pada saat: melangkah, memukul, loncat, menendang. (Lengkapi dengan bagan). 12. Energi dari proses apa yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dari kumulasi gerakan-gerakan pada olahraga bulutangkis ?
147
BAB 8
OKSIDAN DAN ANTIOKSIDAN H.Y.S.Santosa G. PENDAHULUAN Pembaca diajak untuk memahami apa yang dimaksud dengan radikal bebas, antioxidan , peran olahraga kesehatan dalam hubungan dengan
radikal bebas, dan peran antioxidan. 148 SASARAN BELAJAR Setelah mempelajari bab 8 ini mahasiswa/pembaca diharapkan memahami : Manfaat dan mudarat oxidan Macam-macam dan manfaat antioxidan exogen Manfaat olahraga kesehatan sebagai antioxidan Manfaat antioxidan terhadap penyakit degeneratif dan keganasan. RADIKAL BEBAS (OKSIDAN) Lebih dahulu perlu diketahui apa yang dimaksud dengan radikal. Radikal dalam Ilmu Kimia adalah sekumpulan atom-atom yang berperilaku sebagai satu ke satuan, misalnya radikal karbonat (CO32-), radikal nitrat (NO3-) dan radikal met il (CH3-). Radikal bebas atau oksidan adalah molekul oksigen yang tidak stabil dan molekul tidak stabil lain yang mengandung satu atau lebih elektron bebas (elektron yang tidak berpasangan = unpaired electrons), yang menyebabkannya menjadi molekul yang sangat reaktif. Elektron bebas adalah elektron yang mengorbit atom atau molekul secara bebas. Ad anya satu atau lebih elektron bebas ini menyebabkan senyawa itu menjadi sedikit para- magnetik (tertarik pada medan magnet), yang dapat menyebabkannya menjadi s angat reaktif. Radikal bebas dapat terbentuk oleh karena mendapat elektron (p eristiwa reduksi) atau kehilangan elektron (peristiwa oksidasi). Banya k radikal bebas yang sedemikian tidak stabilnya sehingga keberadaannya hany a sekejap yaitu dalam bilangan mikrodetik. Peran merusak dari radikal bebas baru dikenal setelah tahun 149 1954 (Cooper 1994). Dalam tubuh terdapat molekul oksigen yang stabil dan yang tidak stabil. Molekul oksigen yang stabil sangat penting untuk memelihara kehidupan. Sejumlah terten tu radikal bebas diperlukan untuk kesehatan, tetapi kelebihan radikal bebas bers ifat merusak dan sangat berbahaya. Fungsi radikal bebas dalam tubuh adalah melaw an radang, membunuh bakteri dan mengatur tonus otot polos dalam organ tu buh dan pembuluh darah. Produksi radikal bebas yang terlalu banyak terjadi oleh adanya berbagai faktor m isalnya: sinar ultra violet (terdapat dalam sinar matahari), kontaminan dalam ma kanan, polusi udara, asap rokok, insektisida dan olahraga berat serta stress. Penelitian menunjukkan hubungan yang jelas antara radikal bebas dengan penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, katarak dan penuaan dini. Penyakit lain ya ng termasuk disebabkan oleh radikal bebas adalah: stroke, asthma, pancreatitis, radang usus besar misalnya adanya diverkulitis, colitis ulceratif, ulkus pepticu m, gagal jantung kongestif kronik, penyakit Parkinson, anemia sickle cell, lekem ia, rheumatoid arthritis, perdarahan otak, tekanan darah tinggi serta meningkatn ya kematian dini. Dalam hal penyakit jantung dan pembuluh darah, kejadiannya adalah oleh ka rena radikal bebas merusak kolesterol LDL (Low Densty Lipoprotein = kolesterol d engan kepadatan rendah, yang dikenal juga sebagai kolesterol ―jahat ). Kolesterol i ni menyebabkan timbunan lipida (lemak) dalam dinding pembuluh darah arteri. Bil a kolesterol LDL yang
tertimbun
ini
tidak
dirusak,
sesungguhnya
tidak
membahayakan.
150 Perusakan ini terjadi oleh radikal bebas yang berlebihan, yang menyebabkan koles terol tinggi dalam darah dikaitkan dengan proses atherosclerosis. Proses atheros clerosis menyebabkan pembuluh darah arteri menjadi sempit, keras dan kaku, yang bila mengenai sistem pembuluh darah koroner, dapat menyebabkan terjadinya serang an jantung. Radikal bebas juga dikaitkan dengan kadar kolesterol HDL (High Den sity Lipoprotein, yang dikenal juga sebagai kolesterol ―baik ) yang rendah. Koleste rol HDL ini menghambat tertimbunnya kolesterol LDL di bawah tunika intima d inding pembuluh darah dan dengan demikian mencegah terjadinya penyakit kardi ovaskular. Perusakan timbunan LDL-kolesterol yang dipicu oleh radikal bebas me rupakan awal dari timbulnya peristiwa radang yang dimulai oleh terjadinya fagosi tose LDL yang rusak oleh lekosit, tetapi lekosit kemudian terjebak dalam koleste rol yang menyebabkan terjadinya pembentukan sel busa (foam cell), pembengkakan dan peradangan, serta terjadinya penebalan dinding dan penyempitan arteri. Dalam hal kanker, radikal bebas telah dituding sebagai bagian dari penyebab terj adinya kanker paru, cervix (leher rahim), kulit, lambung, prostat, kolon dan uso fagus, karena radikal bebas menyerang inti sel, dalam hal ini DNA (Deoxyribo nuc leic acid) yang mengatur mitosis, dengan akibat sel berkembang secara tidak terk endali dan terjadilah keganasan. Radikal bebas juga dapat menyebabkan katarak dini dan penuaan dini oleh karena r adikal bebas menimbulkan kerusakan pada berbagai jaringan penutup tubuh misalnya jaringan kulit dan jaringan pembungkus lensa mata. Radikal bebas memperberat proses penuaan melalui 151 terjadinya perusakan DNA dan LDG (Longevity Determinant Genes). Penelitian menunjukkan bahwa di dalam tubuh terdapat zat antioksidan yang dapat menangkal pengaruh buruk oksidan. Tubuh membentuk antioksidan endogen yang memb asmi kelebihan produksi oksidan untuk mencegah kerusakan dalam tubuh. Ak an tetapi bila jumlah radikal bebas sangat berlebihan maka diperlukan juga ant ioksidan yang berasal dari luar tubuh yang disebut antioksidan exogen; yang terp enting di antaranya adalah Vit. C, Vit. E dan beta karoten (Pro- vitamin A). Kebutuhan antioksidan Dari penelitian diketahui bahwa: Kebutuhan antioksidan ternyata lebih tinggi dari pada yang selama ini diketahui Pria membutuhkan lebih banyak anti oksidan dari pada wanita Usia > 50 tahun membutuhkan antioksidan yang lebih banyak dari pada usia muda Aktivitas yang lebih banyak memerlukan antioksidan yang lebih banyak. Sisi gelap dari oksigen Semua mahluk dan tetumbuhan, kecuali yang bersifat anaerobik, memerlukan oxigen untuk menghasilkan energi secara efisien. Oxigen adalah unsur yang paling banyak dijumpai pada kerak bumi (jumlah atomnya meliputi 53,8%). Jumlahnya dalam udara kering adalah 21%. Pada tekanan barometer 760 mmHg, tekanan parsial oxigen adal ah 159 152 mmHg. Oxigen juga terlarut dalam air laut, danau, sungai dan genangan-g enangan air. Akan tetapi oxigen juga bersifat racun. Molekul diatomik oxigen (O2) di atmosfer bumi itu sendiri adalah radikal bebas dan penyebab utama reaksi-reaksi radikal dalam sel-sel hidup.
Oxigen dalam jumlah besar dapat menimbulkan gejala keracunan dan kerusakan sel. Misalnya tekanan O2 tinggi seperti pada kegiatan penyelaman, dapat menyebabkan terjadinya keracunan O2 akut pada susunan saraf pusat (SSP) yang menyebabkan te rjadinya kejang-kejang. Ikan, tikus dan binatang lain bila dipaparkan terhadap o xigen dalam kadar tinggi akan mengalami kerusakan jaringan, pertumbuhan yang lam bat dan cedera yang lain. Pada manusia, bernafas pada oxigen murni untuk misal nya selama enam jam dapat menyebabkan sakit otot dada, batuk dan nyeri tanggorok an dan bila lebih lama lagi dapat menyebabkan kerusakan sel-sel alveoli yang ber sifat irreversibel. Pengamatan klinik dan experimental terkini menunjukkan bahwa O2 dapat memperburuk kerusakan paru yang disebabkan oleh penyebab- penye bab lain, sekalipun dalam kadar yang diperkirakan aman. Pengaruh toxik dari O2 terhadap hewan dan manusia merupakan masalah penting dal am hubungan dengan penyelaman dan penggunaan O2 dalam pengobatan kanker, gangre n gas dan juga dalam mendesain pasokan gas dalam pesawat ruang angkasa. Kadar O2 tinggi juga menyebabkan terjadinya ―reaksi stress umum pada binatang, yan g merangsang sejumlah kelenjar endokrin. Bila misalnya kelenjar thyroid dibuang, maka reaksi toxic dari O2 kadar tinggi menurun; sedangkan bila diberi thyroxin, cortison atau adrenalin, maka keadaan akan menjadi lebih buruk. Kasus abnormalitas fetal meningkat 153 bila hewan bunting dipaparkan terhadap kadar O2 tinggi. Dampak merusak dari O2 terhadap mahluk aerobik bervariasi luas tergantung pada jenis binatang, umur, kondisi fisiologik dan gizinya. Ketahanan terhadap keracun an O2 dipengaruhi oleh komposisi diet, misalnya jumlah vit A, E, C, logam berat, antioksidan (sekarang ditambahkan pada banyak macam makanan) dan asam lemak tak -jenuh. Misalnya tikus-tikus yang diberi diet bebas lemak tetapi diberi suplemen levertran (cod liver oil), ternyata mempunyai toleransi yang lebih baik dari pa da yang diberi suplemen minyak kelapa. Tikus-tikus yang diberi kadar glukosa tinggi dalam darahnya, ternyata dapat menunda terjadinya kejang-kejan g oleh O2 bertekanan tinggi (Halliwel & Guiteridge, 1991). Ditemukan empat bentuk oxigen yang destruktif yaitu: radikal hydroxil dan radikal superoxida serta dua macam bentuk molekul oxigen yang disebut sebagai ―sp ecies oxigen reaktif non-radikal . Pertahanan tubuh terhadap radikal bebas Tahun 1968 (Cooper 1994) ditemukan enzym antioksidan endogen yang pertama yaitu superoxide dismutase (SOD), serta antioksidan exogen yaitu Vit. E, Vit. C dan be ta karoten. Fungsi SOD adalah menyingkirkan radikal bebas superoxida. Radikal hydroxil adalah radikal bebas yang sangat destruktif dan telah dikaitkan dengan berbagai penyakit berat antara lain keganasan melalui pengaruhnya merusa k DNA dalam inti sel yang menyebabkan terjadinya mutasi sel. Meningkatnya kegan asan pada usia yang semakin tua, sebagian disebabkan oleh meningkatnya jumlah radikal bebas yang 154 dihasilkan, disertai dengan menurunnya kemampuan sistem immuun untuk mengelimine r sel yang berubah. Penelitian pada perokok dalam hubungan dengan penuaan dan kejadian kanker menunj ukkan bahwa sesungguhnya 70% dari padanya tidak benar-benar disebabkan oleh rokok, tetapi lebih karena terbentuknya radikal bebas yang berlebihan ole h karena terpapar pada lingkungan dengan udara yang terpolusi (antara lain oleh asap rokok). Kehidupan yang penuh stress terutama yang berhubungan dengan pekerjaan, sangat meningkatkan risiko kanker colon dan rectum menjadi
5x lebih banyak, sedangkan stress oleh ketiadaan pekerjaan lebih dari enam bulan meningkatkan risiko kanker menjadi 2x lebih banyak. Selanjutnya orang yang bepe rgian lebih dari 120 mile mempunyai risiko kanker 3x. Perceraian atau cerai mat i meningkatkan risiko kanker 50%. Stress meningkatkan produksi radikal bebas dan inilah penyebabnya (Cooper 1994). Packer (dalam Cooper 1994) mengemukakan bahwa Vit. E dan antioksidan lain mempunyai pengaruh anti karsinogenik. Para peneliti juga tela h menemukan hubungan kanker paru dengan kadar beta karoten yang rendah. Asupan buah-buahan dan sayuran yang rendah, khususnya sayuran hijau-merah atau o ranye misalnya wortel, secara konsisten dikaitkan dengan meningkatnya risiko kan ker paru. Jadi beta karoten memang bersifat protektif (Cooper 1994). Vit. E juga menurunkan kanker prostat sebesar 34%, kanker colon dan rectum sebes ar 16% dan penurunan angka kematian sebesar 5% oleh penyakit jantung iskemik di antara para perokok. Juga ditemukan hubungan antara Vit. E dan beta karoten yang tinggi dengan rendahnya 155 kasus kanker kulit (melanoma), kanker kandung kencing dan kanker rectum. Vit. C diketahui memberi perlindungan terhadap kanker usofagus, larynx, rongga m ulut, lambung, pancreas, rectum, payudara dan cervix. Vit C memperkuat pengaruh Vit. E mencegah terjadinya oxidasi (perusakan oleh radikal bebas) terhadap LDL-kolesterol dan terbentuknya sel busa. Pembentukan sel busa merupakan awal p roses atherosclerosis yang berakibat serangan jantung dan stroke. Pengguna an antioksidan mencegah proses atherosclerosis walau tidak disertai dengan perub ahan profil kolesterol darah. Radikal bebas memancar dari lekosit atau makrofag untuk menyerang L DL-kolesterol yang menyebabkan sel-sel itu terjebak dan bergabung dengan LDL-k olesterol untuk membentuk sel-sel busa sehingga terjadilah atherosclerosis. Steinberg (dalam Cooper 1994) menyimpulkan bahwa oxidasi LDL-kolesterol adalah faktor utama pada kejadian penyakit atherosclerosis pembuluh darah (coroner). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemberian antioxidan exogen dapat: Meningkatkan perlindungan terhadap berbagai bentuk keganasan Meningkatkan ketaha nan terhadap penyakit kardiovaskular misalnya atherosclerosis, serangan jantung dan stroke. Memberi perlindungan terhadap penglihatan dengan mencegah terjadinya katara k Menghambat penuaan dini Meningkatkan kemampuan sistem immuun Mengurangi risiko terjadinya penyakit Parkinson dini. 156 Pengelompokan orang berdasarkan aktivitas fisik Berdasarkan intensitas aktivitas fisiknya, orang dikelompokkan menjadi tiga kelompok: 1. Pesantai yaitu orang yang tidak melakukan olahraga kecuali aktivitas fisik dalam peri kehidupan sehari-hari 2. Pelaku olahraga kesehatan yaitu mereka yang melakukan olahraga dengan inten sitas rendah sampai sedang (Blair dalam Cooper 1994) 3. Pelaku olahraga setingkat atlet yaitu mereka yang melakukan olahraga berat. Pelaku olahraga dengan intensitas tinggi sampai exhaustive, menghasilkan radikal bebas dalam jumlah besar yang dapat menimbulka n kerusakan oxidatif pada jaringan otot, hepar, darah dan jaringan lain. Over t
raining meningkatkan produksi radikal bebas yang melebihi kemampuan antioksidan endogen yang dapat menimbulkan kerusakan pada otot dan skelet. Oleh karena itu pelaku olahraga berat memerlukan tambahan antioksidan exogen. Tetapi otot yang terlatih lebih tahan terhadap stress oxigen kecuali bila olahraga demikian berat dan lama yang memerlukan pemakaian glikogen otot yang tinggi. Mekanisme pembentukan oksidan selama olahraga 1. Kebocoran elektron Pada olahraga berat konsumsi oxigen dapat meningkat 10-20x istirahat atau lebih. Sedangkan serabut otot yang paling terbebani (paling aktif) dapat mengkonsu msi O2 100-200x normal (Cooper 157 1994). Pemakaian O2 yang luar biasa banyak ini memicu pembebas an oksidan dalam jaringan itu dan dapat melelahkan mitochondria yang merupakan p usat pembentukan energi. 2. Ischaemic reperfusion (Cooper 1994) Pada olahraga berat, darah yang menuju ke organ-organ yang tidak aktif misalnya hepar, ginjal, lambung dan usus, dialihkan ke otot-otot yang aktif (tungkai dan jantung). Hal ini menyebabkan terjadinya kekurangan O2 (hypoxia) secara akut p ada organ-organ tersebut. Bila olahraga dihentikan, darah akan dengan cepat meng alir kembali ke organ-organ tersebut. Proses ini disebut sebagai ―reperfusion dan hal ini dikaitkan dengan terbebasnya oksidan dalam jumlah besar. Hal de mikian juga terjadi pada otot yang terlibat dalam olahraga berat (over load) ter utama bila mendekati atau mencapai tingkat exhaustion. Mengukur radikal bebas dalam olahraga Keberadaan radikal bebas hanya selama sepersekian detik, karena itu tidak dapat dilacak dalam keadaan aslinya, sehingga harus dilacak melalui sisa-sisa dampak p engaruhnya (residunya). Salah satu residu itu ialah gas pentana yang terdapat d alam udara expirasi. Residu yang lain ialah thiobarbituric acid reactive substa nces (TBARS) yang terdapat di dalam darah. Pengukuran pentana yang dilakukan ta hun 1928 pada sejumlah orang yang melakukan latihan dengan ergocycle (Cooper 199 4) adalah sebagai berikut : Waktu
% max.
Kadar pentana
158 20' 20'
25-50% 75%
kadar pentana dalam udara expirasi tidak ada perubahan kadar pentana hampir 2x lipat.
Hasil pengukuran di atas menunjukkan bahwa olahraga berat menghasilkan radikal b ebas yang lebih banyak. Pemeriksaan melalui TBARS juga menunjukkan adanya kenaikan pembentukan radikal bebas pada olahraga dengan intensitas 100% kemampuan maximal , sebaliknya akan menurun bila melakukan olahraga dengan intensitas 40-70% kemam puan maximal (Cooper 1994). Eric Witt, Lester Packer dll. dalam Journal of Nutrition 1992 (Cooper 1994) mengemukakan bahwa kemungkinan atau kesempatan untuk menemukan tanda-tanda
kerusakan oxidatif selama olahraga agaknya tergantung pada intensitas olahraga, tempat pengambilan sampel dan tingkat keterlatihan subjek. Latihan berat atau exhaustive pada subjek yang tidak terlatih lebih mungkin menyebabkan terjadinya kerusakan oxidatif, dan juga lebih mungkin dilihat dalam otot dari pada dalam da rah. Hal ini sesuai dengan penelitian Neil Gordon (1993 dalam Cooper 1994) yang memilih 10 pria dan 10 wanita yang terlatih dan 10 pria dan 10 wanita yang tidak terlatih yang selama 6 minggu sebelumnya tidak menggunakan suplemen antioxidan. Separoh dari pria tersebut adalah atlet yang sangat terlat ih dan dalam kondisi baik yang berlatih lari mencapai jarak 35 km (22 mil)/mingg u dan separoh pria yang lainnya adalah benar-benar pesantai. Sedangkan separoh dari wanita tersebut adalah terlatih baik tetapi tidak berlatih seintensif pria. Wanita-wanita ini rata-rata berlatih lari 16 km (10 mil)/minggu secara teratur dan separoh 159 wanita lainnya adalah benar-benar pesantai. Penelitian menggunakan indikator T BARS dalam darah. Mula-mula sampel diukur kadar TBARSnya dalam kondisi istirahat penuh dengan 3x pengukuran dengan selang waktu satu minggu. Kemudian s ampel dites dengan jentera (treadmill) sampai exhaustion dan sampel darah diambi l pada jam 0, +1, +6 dan +12 setelah latihan. Hasilnya adalah sbb : Kelompok
Latihan
Wanita
TBARS
cukup terlatih
Pria
1.57
tidak terlatih
Wanita
1.71
tidak terlatih
Pria
1.82
sangat terlatih
2.32
Dari hasil tersebut terlihat bahwa olahraga teratur dengan intensitas ringan-sed ang memang bersifat antioxidan. Intensitas olahraga kesehatan (Lihat juga di Bab 4) : 1. Batas maximal intensitas olahraga kesehatan adalah : 80% denyut maximal (DNM) sesuai umur (220-umur dalam tahun) 2. Dosis tidak melebihi 50 points/minggu. Di bawah ini diberikan
nadi
contoh aktivitas yang > 50 points/minggu (Cooper 1994) sehingga olahraga kesehat an yang dilakukan harus dengan dosis/intensitas di bawahnya : Pejogging usia < 30 tahun, lari dengan kecepatan 5 km (3 mil)
dalam
24
menit
dengan
frekuensi
5x/minggu
menghasilkan nilai 85 points. Pejogging usia 40 tahun yang melakukan jogging di atas 160 treadmill
datar
selama
30
menit,
dengan
frekuensi
5x/minggu menghasilkan nilai 70 points. Pejogging usia 55 tahun yang melakukan jogging 5 km (3 mil) dalam waktu 32 menit dengan frekuensi 5x/minggu menghasilkan nilai 55 points.
Manfaat antioxidan Penggunaan antioxidan yang terdiri dari sejumlah Vit. E 600 mg, Vit. C 1000 mg d an b-carotene 30 mg selama 6 bulan menurunkan radikal bebas sebesar 17-36%. Bila terjadi defisiensi mineral selenium, maka antioxidan endogen GSH (glutathion per oxidase) dalam tubuh menjadi lemah atau jumlahnya menurun. GSH menangkal pengar uh buruk dari hydrogen peroxidase. GSH mengangkal proses peroxidasi lipida yang menyebabkan teroxidasinya kolesterol ―buruk LDL. Dengan demikian selenium secara tidak langsung adalah juga satu antioxidan. Vit. E terdapat dalam kolesterol LDL dan fungsinya adalah untuk menangkal ancama n radikal bebas terhadap perubahan LDL menjadi sel busa. Vit. C memperkuat pen garuh antioxidan dari Vit. E dalam mencegah atherosclerosis. Vit. E secara dram atis menurunkan kadar pentana dalam udara expirasi sebanyak 75%. Latihan Kekuatan Latihan-latihan yang bersifat kekuatan (anaerobik dominan) juga menghasilkan sej umlah besar radikal bebas; maka antioxidan juga akan sangat bermanfaat. Dalam hal ini suplemen antioxidan mempercepat 161 pemulihan dan regenerasi otot setelah olahraga. Pendaki gunung dan pemanjat tebing adalah atlet-atlet kekuatan, sehingga harus mempunyai otot-otot yang terlatih pada seluruh tubuhnya. Pada panjatan di ketinggian, kadar pentana dalam udara expirasinya meningkat, yang berarti terbe ntuknya radikal bebas dalam jumlah besar. Tetapi bila mereka makan Vit. E 200 mg/hari untuk selama empat minggu maka pembentukan pentana menurun sedangkan kem ampuan kerjanya meningkat. Vit. E juga akan mencegah muscle soreness dan kejang otot (cramps). Dalam olahraga kesehatan, tujuan utama latihan kekuatan adalah untuk mencegah atrofi/hypotrofi otot dan osteoporosis, dan agar otot dan tulang dapat memenuhi tuntutan tugas kemandirian dalam perikehidupan bio-psiko-sosiolog ik masing-masing individu. Sejak usia pertengahan yaitu sekitar usia 30 tahun, massa tulang berkurang (oste oporosis) 1% tiap tahun (Cooper 1994) dan pada wanita menopause meningkat menjad i 4% per tahun selama 5 tahun pertama kemudian melambat. Dengan meningkatnya kesejahteraan, maka jumlah orang lanjut usia (lansia) juga s emakin meningkat khususnya dalam 10-20 tahun mendatang karena ledakan penduduk p ada saat ini berusia sekitar 30-40 tahun. Akan menjadi tragedi nasional bila ki ta tidak mengantisipasi kehadiran para lansia yang jumlahnya semakin meningkat. Lansia harus diberdayakan untuk mau berusaha dan mau mencapai tingkat kebugaran jasmani minimal yaitu kemandirian dalam peri kehidupan bio-psiko- sosiologik, y ang juga merupakan tingkat kesehatan dinamis minimal bagi mereka. Cooper (1994) mengatakan bahwa rata-rata orang mengalami 162 masa ketidak-berdayaan 10 tahun sebelum akhirnya meninggal dan bagian terbesar ketidak-berdayaan fisik ini dapat dicegah atau setidaknya dapat dimi nimalkan melalui program latihan olahraga kesehatan, yang harus juga meliputi la tihan kekuatan untuk mencegah atrofi/hipotrofi otot dan osteoporosis. Jadi lat ihan kekuatan di sini bukanlah untuk kedigjayaan melainkan untuk kesehatan ! Langkah penting untuk pencegahan atrofi/hipotrofi otot dan osteoporosis adalah l atihan dengan menggunakan beban (weight bearing training) yang teratur, misalnya senam dengan menggunakan beban. Untuk pembebanan dapat digunakan benda-benda mu rah yang mudah didapat misalnya sebotol air minum kemasan 600 ml yang berarti pe mbebanan seberat 600 gram !
Kekuatan penting untuk pemeliharaan dan peningkatan kemampuan gerak dasar yang m enjadi dasar bagi kemandirian dalam peri kehidupan bio-psiko-sosiologik yang h arus dimiliki para lansia (Baca buku : Olahraga Kesehatan dan Kebugaran ja smani pada lanjut usia). Overtrained Overtrained merupakan akibat latihan dengan dosis/intensitas yang berlebihan yan g menyebabkan terjadinya gejala-gejala overtrained. Gejala-gejala overtrained in i hakekatnya adalah akibat gangguan homeostasis. Gejala-gejala overtrained adala h (Neil F. Gordon dalam Cooper 1994) sebagai berikut : 1. Insomnia (susah tidur) & sakit kepala 2.
Sulit memusatkan perhatian (berkonsentrasi)
3.
Gairah & motivasi menurun
163 4.
Lesu, letih dan lemah sehingga menjadi rentan cedera
5.
Rasa lelah > 24 jam
6.
Anorexia (mual)
7.
Gangguan fungsi pencernaan ± diare
8.
Berat badan menurun
9.
Haus dan banyak minum di malam hari
10. Tekanan darah menurun dan terjadi orthostasis 11. Nadi istirahat meningkat > 10 denyut & nadi terhadap standar latihan sangat meningkat 12. Tungkai terasa berat 13. Dosis latihan tak habis 14. Nyeri otot dan sendi 15. Rentan terhadap alergi dan infeksi 16. Penyembuhan luka : lambat 17. Lymphadenitis (radang kelenjar getah bening) 18. Amenorrhoea / oligomenorrhoea / tak teratur 19. Hemolisis meningkat sehingga dapat terjadi anemia 20. Libido menurun. Latihan untuk olahraga prestasi harus seoptimal mungkin, oleh karena itu dosis d an intensitas latihan harus sedekat mungkin dengan kondisi yang menyebabkan over trained, dan bila terdapat gejala overtrained maka dilakukan penurunan beb an latihan (unloading). Dengan memahami Ilmu Faal Olahraga maka overtrained berat dapat dihindari.
164 LATIHAN 1. Apa yang dimaksud dengan radikal bebas atau oxidan, apa sifat- sifatnya dan apa fungsinya ? 2. Faktor-faktor apa saja yang dapat meningkatkan produksi oxidan ? 3. Apakah faktor yang merugikan dari radikal bebas dan bagaimana mekanisme ter jadinya penyakit oleh radikal bebas ? 4. Apa yang dimaksud dengan kolesterol LDL dan kolesterol HDL ? Bagaimana peran masing-masing ? 5. 6.
Bagaimana hubungan radikal bebas, kolesterol LDL dan serangan jantung ? Bagaimna hubungan radikal bebas dengan keganasan ?
7. Bagaimana hubungan radikal bebas dengan katarak dan ketuaan dini? 8. Apa yang dimaksud dengan antioxidan, ada berapa macam dan sebutkan c ontoh-contohnya dan apa perannya? 9. Apa yang dimaksud dengan sisi gelap dari oxigen ? 10. Bagamiman ? 11. Apa yang
hubungan
antara
stress
dengan
dimaksud
dengan
antioxidan
keganasan
exogen,
macam
dan
apa penyebabnya
dan
perannya masing-masing ? 12. Apa yang dimaksud dengan sel busa, apa hubungannya dengan kolesterol LDL dan apa akibat selanjutnya ? 13. Berdasarkan intensitas aktivitas fisiknya, orang dikelompokkan menjadi berapa kelompok dan bagaimana pembagian kelompok itu serta bagaimana hub ungannya dengan radikal bebas ? 165 14. Bagaimana pembentukan oxidan selama olahraga ? 15. Bagaimana cara mendeteksi adanya radikal bebas dan ada berapa cara yang anda ketahui ? 16. Bagaimana penelitian Neil Gordon dan apa kesimpulannya ? 17. Bagaimana Cooper menetukan batas intensitas maximal olahraga kesehatan dan b erapa dosisnya per minggu ? Berikan contoh-contoh olahraga kesehatan yang melebi hi dosis ! 18. Mengapa antioxidan penting untuk pelaku olahraga anaerobik dominan ? Apa contohnya ? 19. Apa yang dimaksud dengan overtrained, apa dasar fisiologinya dan sebutkan ap a gejala-gejalanya ? 20. Bagaimana prinsip pemberian dosis dan intensitas pada pelatihan olahraga pre stasi dan apa tujuan dari unloading ? 21. Apa manfaat latihan kekuatan pada olahraga kesehatan dan terangkan ba gaimana caranya ? 22. Apa tujuan mengolahragakan lansia ?
--ooo0ooo--
166
BAB 9
ANALISIS PENAMPILAN OLAHRAGA
H.Y.S.Santosa G. PENDAHULUAN Setelah memahami dasar-dasar Ilmu Faal Olahraga yang meliputi pengertian tentang :
-
Ergosistema
-
Komponen dasar kebugaran jasmani
167 - Olahdaya anaerobik dan aerobik -
Cabang olahraga anaerobik dan aerobik
-
Ketahanan dan kelelahan
-
Peranan ES-II pada ketahanan dan proses pemulihan
-
Oxidan dan Antioxidan
maka perlu kemudian penerapannya pada tiap-tiap cabang olahraga. Untuk dapat men erapkannya perlu lebih dahulu dibuat analisis penampilannya dari tiap-tiap caban g olahraga oleh masing-masing pelatihnya. SASARAN
BELAJAR
Setelah mempelajari Bab 9 ini mahasiswa/pembaca diharapkan memahami : 1. Pengertian tentang analisis penampilan. 2. Macam-macam kemampuan yang harus ditampilkan secara maksimal. 3. Bagan analisis penampilan macam-macam cabang olahraga serta dapat membuat a nalisis penampilan salah satu cabang olahraga. PENAMPILAN TOTAL MAKSIMAL Pelatih lebih dulu harus membuat analisis penampilan cabang olahraga yang dikelo lanya agar dapat memperhitungkan berapa banyak perhatian perlu diberikan untuk m asing-masing komponennya dalam hubungan dengan : waktu yang tersedia, -
kondisi fisik atlet saat itu,
168 -
sasaran kemampuan yang harus dicapai.
Olahraga prestasi merupakan penampilan total maksimal setiap olahragawan, bai k secara fisik maupun secara psikhis, seperti yang terlihat pada bagan di bawah ini. Dari skema tersebut di atas terlihat jelas bahwa penampilan fisik/olahraga adala h penampilan Ergosistema yang dapat merupakan penampilan : 1. - Kemampuan dasar: a. ES-I b. ES-II 2. -
Kemampuan teknik,
3. - Kemampuan gabungan 1 dan 2, dengan kuantitas dan kualitas yang bervariasi sangat luas, dari mulai gerakan ya ng sangat ringan dan/atau sederhana sampai kepada gerakan yang sangat berat dan/ atau komplex. Dengan demikian terlihat jelas pula
169
Gambar bagan (skema) penampilan total maximal Olahraga Prestasi dari skema itu bahwa semua, macam gerak/olahraga nampilannya. Analisa Penampilan itu terdiri dari : - Kemampuan dasar ES-I -
Kemampuan dasar ES-II
-
Ketrampilan/teknik
dapat
dibuat analisa pe
Gabungan-gabungan dari 1, 2 dan 3 tersebut di atas, dengan kadarnya ng-masing sesuai dengan ciri kecabangan olahraga yang bersangkutan.
masi
170
Dengan membuat skema itu, maka akan menjadi lebih jelas dan mudah untuk memahami apakah olahraga itu masuk jenis anaerobik atau aerobik, komponen-komponen dasar Kebugaran Jasmani apa saja yang diperlukan, apakah komponen-komponen dasar KJ-n ya telah mencapai standar minimal yang diperlukan untuk menampilkan mutu tinggi cabang olahraga yang bersangkutan. Demikian pula lebih mudah memahami perlunya selalu membuat pengukuran dan pencatatan data kemajuan yang telah dicapai agar d apat selalu mengatur kembali jadwal latihan selanjutnya. Bagan berikut ini meru pakan penjabaran lebih lanjut dari analisa penampilan fisik khususnya yang berhu bungan dengan Ilmu Faal Olahraga. (Lihat bagan di bawah ini).
171
RANGKUMAN 1. Ilmu Faal Olahraga perlu difahami dan dihayati oleh Pelatih olahraga prest asi oleh karena melatih sesungguhnya adalah menerapkan Ilmu Faal Olahraga untuk mencapai prestasi terbaik pada sesuatu cabang olahraga. 2. Prestasi olahraga adalah kemampuan fisiologis yang maximal dari seseorang atlit pada sesuatu waktu DALAM SESUATU CABANG Olahraga tertentu. 3. Dari sudut Ilmu Faal Olahraga, dalam tubuh hanya ada 2 kelompok perangkat yang langsung berhubungan dengan gerak/olahraga yaitu: 1. ± Ergosistema I (ES I) sebagai pelaksana gerak 2. ± Ergosistema II (ES II) sebagai pendukung kelangsungan gerak. 4.
Dari sudut Ilmu Faal Olahraga, komponen Kebugaran Jasmani terdiri
172 dari : 4.1.± Kemampuan/kualitas dasar ES I : -
kelentukan/flexibility
-
kekuatan dan daya tahan otot
-
koordinasi fungsi otot
4.2.- Kemampuan/kualitas dasar ES II: - daya tahan umum/ketahanan fisik fungsional. 5. Upaya penyediaan tenaga (olahdaya/metabolisme) untuk gerak atau kerja sela lu melalui 2 mekanisme: 5.1. ± Olahdaya anaerobik : langsung mewujudkan gerak dan menghasilkan za t kelelahan 5.2. ± Olahdaya aerobik: mendukung kelangsungan olahdaya anaerobik, memelihara homeostasis, mencegah kelelahan, mempercepat pemulihan. Tidak ada olahraga yang murni anaerobik atau murni aerobik. 6. Olahdaya anaerobik dan aerobik selalu saling tergantung dan saling mempeng aruhi sehingga akan selalu dalam keadaan seimbang. 7. Kriteria olahraga aerobik ditentukan oleh: 7.1.± Batas olahdaya aerobik minimal 70% selama aktivitasnya 7.2.± Batas waktu minimal 8 menit tanpa-henti (non-stop). 8. Kemampuan aerobik yang tinggi hanya dapat ditingkatkan oleh kemampuan anaer obik yang lebih tinggi, artinya olahraga aerobik perlu pula diberi latihan anaer obik (weight training) pada otot-otot yang bersangkutan untuk dapat meningkatkan kemampuan anaerobiknya lebih lanjut. Sebaliknya kemampuan anaerobik yang tinggi (intensitas yang tinggi) hanya dapat dipertahankan bila ada 173
kemampuan aerobik yang juga tinggi, artinya olahraga anaerobik perlu pula diberi latihan aerobik, khususnya pada otot-otot yang bersangkutan (latihan aerobik se tempat pada otot-otot yang bersangkutan untuk merangsang kapilarisasi) dan umumn ya bagi seluruh tubuh untuk meningkatkan kapasitas aerobik, guna memelihara home ostasis, mencegah kelelahan dan mempercepat pemulihan dari kelelahan. 9. Analisis penampilan olahraga: 1. Merupakan kerangka dasar penerapan Ilmu Faal Olahraga dalam pembinaan presta si. 2. Menjabarkan secara rinci: -
jenis kemampuan penampilan yang diperlukan (dasar, teknik atau gabungan) jenis olahdaya yang dominan
jenis kemampuan dasar yang perlu diukur, diuji dan dilatih. 3. Perlu difahami setiap pelatih cabang olahraga prestasi, khususnya dalam menyu sun program latihan yang efisien dalam hubungan dengan: waktu yang tersedia -
kondisi fisik atlit pada saat itu
-
sasaran kemampuan yang harus dicapai.
PENUTUP Ilmu Faal Olahraga dasar Ilmu Faal
yang disajikan Olahraga, yang
dalam naskah ini diperlukan untuk
masih merupakan
174 dapat/memudahkan memahami Ilmu Faal Olahraga selanjutnya. Ilmu Faal Olahraga terapan yang perlu diketahui lebih lanjut oleh para pelatih o lahraga prestasi ialah: 1. Tinjauan Ilmu Faal tentang latihan kondisi fisik: -
Latihan ES I, khususnya latihan otot. (Baca : Tinjauan Ilmu
Faal tentang Latihan Otot : Majalah Forum Olahraga no. 4 Desember 1988) -
Latihan ES II.
-
Dosis Olahraga serta indikatornya.
2.
Tinjauan Ilmu Faal tentang latihan teknik/ketrampilan olahraga.
LATIHAN 1. Seorang atlet harus menampilkan kemampuan fisik dan psikis secara maksimal. Jelaskan kemampuan fisiologis (fungsi) apa saja yang perlu ditampilkan secara ma ksimal agar prestasi seorang atlet mencapai maksimal ! 2. Jelaskan kemampuan fisiologis dasar ! 3.
Buatlah bagan analisis penampilan cabang olahraga bulutangkis!
--ooo0ooo--
175
BAB 10
LATIHAN PENDAHULUAN DAN LATIHAN PENUTUP PADA OLAHRAGA H.Y.S.Santosa G. PENDAHULUAN Pada bab terdahulu telah dibicarakan bahwa jasmani adalah satu ergosistema (Sist ema Kerja). Telah pula diuraikan tata susunan raga 176 beserta tata aturan fungsinya. Dengan memahami sistematika raga sebagai satu ergosistema, maka menyusun program latihan yang fisiologis menjadi sangat m udah. Program latihan olahraga haruslah selalu dimulai dengan Latihan Pendahulu an sebelum memasuki Latihan Inti dan sebaiknya ditutup dengan Latihan Penutup se telah melakukan latihan inti.
SASARAN
BELAJAR
Setelah mempelajari Bab 10 ini Mahasiswa/Pembaca diharapkan memahami : 1. Pengertian tentang Latihan Pendahuluan dan Latihan Penutup. 2. Tata urutan latihan pendahuluan sesuai dengan tata ergosistema. 3. Bentuk-bentuk latihan pendahuluan dan latihan penutup.
urutan fungsional
LATIHAN PENDAHULUAN (ªPEMANASAN º) Ergosistema I adalah perangkat gerak, artinya ialah yang pertama- tama mewujudka
n gerak pada olahraga. Oleh karena itu latihan pendahuluan yang dimaksudkan un tuk mempersiapkan raga untuk menjalani latihan inti atau pertandingan, haruslah diprogram sesuai dengan tata aturan dan tata urutan fungsional Ergosistema prime r dan Ergosistema sekunder sebagai perangkat pendukungnya. Kepentingan latihan pendahuluan ini bersifat psikologis maupun fisiologis. Dampak psikologis dari latihan pendahuluan adalah atlet menjadi le bih tenang karena merasa telah mempersiapkan diri dengan baik untuk menghadapi a ktivitas, khususnya yang bersifat pertandingan (kompetisi). Sedangkan arti fisiologis dari latihan pendahuluan adalah 177 memeriksa kondisi dan kesiapan umum seluruh komponen ergosistema. Jadi sungguh k eliru orang yang mengatakan bahwa tujuan pemanasan adalah untuk menaikkan suhu t ubuh, karena suhu tubuh memang akan meningkat bila tubuh melakukan aktivitas. Latihan pendahuluan tahap pertama: Sesuai dengan tata aturan dan tata urutan fungsional dalam Ergosistema primer, m aka tahap pertama dari latihan pendahuluan ini ialah peregangan dan pelemasan seluas mungkin pada persendian, tanpa adanya sentakan ataupun renggutan. Pe regangan dan pelemasan dalam lingkup latihan pendahuluan adalah untuk memeriksa kondisi dan kesiapan seluruh sistem yang terlibat dalam gerak pada persendiaan y ang bersangkutan, jadi bukan merupakan pelatihan untuk meningkatkan kelent ukan (flexibilitas). Latihan untuk meningkatkan flexibilitas dibahas secara khus us di Bab 11 (Latihan Kondisi Fisik). Latihan pendahuluan peregangan dan pelemasan ini melibatkan kapsula sendi dan se mua jaringan ikat sekitar sendi, tendo dan bahkan juga otot-otot yang bekerja pa da sendi itu. Akan tetapi keterlibatan otot- otot pada tahap latihan pendahuluan ini bukan merupakan aktivasi (pengaktifan) otot, tetapi lebih dimaksudkan sebag ai keterlibatan pasif yaitu untuk tujuan peregangan dan pelemasan otot-otot itu sendiri. Pada Olahraga Kesehatan latihan pendahuluan tahap pertama ini merupakan bentuk latihan untuk Sasaran I (S-I) yaitu untuk memelihara dan mengus ahakan meningkatkan kemampuan gerak yang masih ada ! Latihan pendahuluan tahap ke dua: 178 Latihan pendahuluan tahap berikutnya ialah aktivasi otot-otot akan dalam latihan inti atau pertandingan yang akan dihadapi. a dapat berupa cara dinamis dengan/tanpa cara statis. Perlu hwa dalam lingkup latihan pendahuluan (―pemanasan ), aktivasi ningkatkan kekuatan otot tetapi hanya untuk memeriksa kondisi
yang akan dipergun Bentuk pelatihanny ditegaskan pula ba otot bukanlah untuk me dan kesiapan otot
untuk melaksanakan aktivitas yang sesungguhnya yaitu pelatihan atau pertandingan ! 1.
Cara dinamis:
Dilakukan untuk semua cabang olahraga dan diwujudkan dengan melakukan gerakan-ge rakan yang bersifat antagonistik seluas mungkin disertai dengan sentakan-sentaka n untuk lebih meng isi gerakan itu. Cara ini hakekatnya merupakan penerapan prinsip ―pliometriks tetapi dalam hal ini bukan untuk tujuan meningkatkan kemampuan fungsi onal otot. 2.
Cara statis:
Untuk cabang olahraga yang memerlukan kekuatan dan/atau daya tahan statis yang t inggi misalnya gulat, maka selain aktivasi otot dengan cara dinamis juga perlu d itambahkan aktivasi otot dengan cara statis (kontraksi isometrik). Pada cara sta tis ini, kontraksi isometrik sebaiknya dilakukan sebagian demi sebagian, sedangk an pernafasan harus berjalan seperti biasa, artinya tidak boleh dilakukan sekali gus untuk seluruh otot tubuh secara serentak dan tidak boleh disertai mengejan ( manouver Valsalva), karena hal ini dapat menaikkan tekanan darah sehingga 179 berbahaya bila ada tekanan darah tinggi. Pada Olahraga Kesehatan latihan pendahuluan tahap kedua ini merupakan bentuk lat ihan untuk Sasaran II (S-II) yaitu untuk meningkatkan kekuatan dan daya ta han statis, untuk dapat meningkatkan kemampuan geraknya lebih lanjut. Perlu ditegaskan disini bahwa aktivasi otot-otot akan diikuti dengan meningkatny a suhut ubuh, karena memang ototlah penghasil panas terbesar dalam tubuh bi la ia diaktifkan. Oleh karena latihan pendahuluan hampir selalu mel ibatkan aktivasi otot, dan oleh karena itu maka suhu tubuh akan menjadi lebih pa nas, maka latihan pendahuluan sering diartikan sebagai ―pemanasan . Oleh karena itu pula maka mempertanyakan : ―Peregangan dulu atau pemanasan dulu sebelum melakukan olahraga adalah pertanyaan yang menunjukkan tidak difahaminya prinsip ergosistem a dan tata hubungan antar sistema di dalam tiap ergosistema, sehingga tidak berd asar ilmiah, sebab bukankah peregangan (dan pelemasan) maupun ―pemanasan adalah sam a-sama bagian dari latihan pendahuluan ! Peregangan dan pelemasan adalah latihan pendahuluan untuk komponen sendi, kapsula sendi dan jaringan ikat sekitar sendi , tendo, serta pelatihan otot-otot yang lebih bersifat pasif, sedangkan ―pemanasan adalah latihan pendahuluan yang bersifat meng-aktif-kan otot-otot, baik untuk kepentingan otot itu sendiri, maupun untuk tujuan merangsang/ mengaktifkan Ergosistema sekunder (perangkat pendukung gerak) ataupun untuk mencegah kedingin an yaitu bila kita berada di daerah yang dingin ! Oleh karena itu bila pa da ―pemanasan tahap ke dua ini denyut nadi telah mencapai denyut nadi ―pemanasan (120/menit) maka hakekatnya Ergosistema sekunder (ES180 II) juga telah cukup dipersiapkan untuk menghadapi pelatihan atau pertandingan y ang sedang dipersiapkan. Inilah mengapa ―pemanasan umum (general warming up) yang tujuannya untuk mempersiapkan ES- II menjadi fakultatif. Dengan memahami sistematika raga sebagai satu Ergosistema (Sistema Kerja), maka akan mudah difahami mengapa urutan latihan pendahuluan (―pemanasan ) sebelum melak ukan ―olahraga inti sebaiknya dimulai dengan latihan peregangan dan p elemasan, dilanjutkan dengan latihan aktivasi otot dengan cara dinamis dengan di sertai atau tanpa disertai cara statis, tergantung pada macam cabang olahraganya
/sesuai dengan kebutuhan.
Latihan pendahuluan tahap ke tiga: Tahap berikutnya dari latihan pendahuluan ini ialah latihan saraf (latihan koord inasi) dasar, dan khususnya untuk cabang-cabang olahraga yang mengandung unsur k etrampilan teknik (technical skill) yang tinggi, sangat perlu dan bahkan harus m elakukan latihan ―pemanasan khusus ini, yaitu melatih koordinasi ketrampilan teknik cabang olahraga yang sedang dipersiapkan, yang disebut sebagai latihan ―pemanasan formal (formal warming-up). Pada ―pemanasan formal, semua bentuk gerak ketrampilan harus dicoba. ―Pemanasan formal artinya ―pemanasan resmi oleh karena itu harus menggunakan alat-alat dan lapangan yang sama dengan yang akan dipergunakan dalam pertandingan. Hakekat dari pemanas an formal adalah mengingat kembali gerak ketrampilan yang akan dipergunakan 181 dalam pertandingan, yang berarti mengingat kembali (recalling) kemampuan koordin asi gerak yang diperlukan untuk menampilkan gerak ketrampilan mutu tinggi kecaba ngan Olahraga yang bersangkutan. Dengan telah teringat kembali koordinasi geraka n-gerakan yang harus ditampilkan, maka kemungkinan terjadinya cedera (oleh karen a salah bergerak) menjadi semakin kecil. Latihan pendahuluan tahap ke empat (fakultatif): Bila sampai dengan ―pemanasan formal suhu tubuh di ―rasa masih terlalu ―dingin karena mis alnya intensitas pemanasan tahap ke dua tidak adekuat atau memang berada di daer ah dingin, maka barulah kemudian dilakukan ―pemanasan umum (general warming up) den gan mengaktifkan sejumlah besar otot-otot secara simultan. Latihan ―pemanasan umum sekaligus juga berarti merangsang/ mempersiapkan lebih lanjut Ergos istema sekunder yang merupakan perangkat pendu- kung gerak yang terdiri dari dar ah dan cairan tubuh, pernafasan serta jantung-pembuluh darah. ―Pemanasan formal adalah persiapan yang sangat penting karena sifatnya ialah ―menging at kembali gerakan-gerakan ketrampilan yang sulit yang diperolehnya sebagai hasi l pelatihan pada masa-masa sebelumnya. Dengan berhasilnya ―diingat kembali gerak k etrampilan yang sulit, maka gerak ketrampilan itu dapat dilakukan secara lebih a kurat sehingga kemungkinan terjadinya cedera, misalnya pada senam menjadi lebih kecil, dan bersamaan dengan itu mutu penampilannya juga akan menjadi lebih baik. Jadi latihan ―pemanasan formal adalah cara yang sangat fisiologis untuk mencegah terjadinya cedera olahraga bukan 182 dengan cara ―pemanasan
yang lainnya !!
Sedangkan ―pemanasan
umum lebih bersifat fakultatif, yaitu sesuai dengan kebutuhan. Akan
tetapi
masih
juga
ada
pendapat
yang
mengatakan
pemanasan umum merupakan satu keharusan dalam olahraga.
bahwa
Inilah konsep yang tidak tepat, yang disebabkan oleh karena mereka terlalu mempersamakan raga ciptaan All ah dengan mesin buatan manusia ! Memang mesin buatan manusia akan kurang baik pe rformanya, akan tersendat-sendat jalannya bila masih dingin, yaitu bila belum me ncapai ―temperatur kerja yang menjadi sifat mesin itu. Tetapi mereka lupa bahwa mesin bua tan manusia bila tidak dipergunakan selalu dimatikan, tidak pernah dibiarkan tet ap ―hidup stationer, sehingga kalau mau dipergunakan lagi perlu tiap kali dipanaska
n kembali. Sedangkan raga kalau tidak sedang ―dipergunakan tidak pernah ―dimatikan , ka rena itu tidak perlu ―dipanaskan kembali seperti halnya mesin buatan manusia bila akan ―dipergunakan . Yang perlu dan bahkan merupakan keharusan ialah ―pemanasan formal dengan alasan seperti telah dikemukakan di atas ! Contoh latihan ―pemanasan formal misalnya untuk cabang olahraga bulutangkis: ―Pemanasan formal adalah ―pemanasan resmi jadi harus dilakukan dengan perlengkapan dan tata cara yang serba resmi, artinya harus dilakukan di dalam lapangan bulut angkis (bukan di luar lapangan) dengan telah terpasang jaring. Demikian pul a harus dipergunakan jenis shuttle cock dan racket yang akan dipergunakan pada p ertandingan bukan yang lain. Dengan perlengkapan yang demikian itu ia melakukan / mencoba ―mengingat kembali semua gerakan-gerakan ketrampilan 183 dalam cabang olahraga bulutangkis!
LATIHAN PENUTUP (PENDINGINAN) Latihan penutup memang tidak sepenting latihan pendahuluan. Latihan pendahuluan disamping mempunyai arti fisiologis juga mempunyai arti psikologis, yaitu disamping memang mempersiapkan raga, juga sekal igus untuk mempersiapkan mental terutama dikala menghadapi pertandingan-pertandi ngan yang penting. Arti psikologis dari latihan penutup tidak jelas dan bahkan latihan penutup ini sering diabaikan, baik setelah melakukan olahraga sehari- hari maupun setelah me lakukan pertandingan yang sangat penting sekalipun. Latihan penutup bentuknya kurang lebih sama dengan latihan pendahuluan tahap per tama yaitu berupa gerakan-gerakan ringan yang juga lebih menyerupai peregangan d an pelemasan. Arti fisiologis latihan penutup ini ialah bahwa gerakan-gerakan ri ngan itu akan membantu memperlancar sirkulasi (mengaktifkan pompa vena), sehingg a akan membantu mempercepat pembuangan sampah-sampah sisa olahdaya dari otot-oto t yang aktif pada waktu melakukan olahraga sebelumnya. Dengan tersingkirnya samp ah-sampah sisa olahdaya secara lebih baik, maka pemulihan (recovery) menjadi dip ercepat dan rasa pegal-pegal setelah olahraga lebih dapat dicegah atau dikurangi . Itulah arti fisiologis dari latihan penutup yang pada hakekatnya berupa auto-m assage yaitu memijat oleh diri-sendiri.
184 LATIHAN 1. Sesuai dengan tata aturan dan tata urutan fungsional ergosiste ma, bagaimana seharusnya tata urutan (tahapan) latihan pendahuluan ? 2. Ada pendapat bahwa general warming up (pemanasan umum) merupakan keharusan dalam olahraga, bagaimanapendapat sdr. berdasarkan ilmu faal (misal akan bertanding bulu tangkis). Jelaskan alasannya ! 3. Bagaimana bentuk latihan penutup ? 4.
Apa tujuan latihan penutup ?
BAB 11
LATIHAN KONDISI FISIK (LATIHAN KEMAMPUAN DASAR)
H.Y.S.Santosa G. PENDAHULUAN Perwujudan kerja pertama-tama ditampilkan oleh kerangka, yang 185 digerakkan oleh otot-otot, sedangkan gerakan otot-otot diatur oleh susunan saraf . Dengan demikian maka kerangka, otot dan saraf adalah struktur-sturktur yang m erupakan kesatuan pertama untuk menampilkan kerja dan karena itu disebut sebagai sistema kerja pertama (SK-I) atau ergosistema primer (ES-I). Kelangsungan fun gsi SK-I hanya dapat dipertahankan bila homeostasis dapat dipelihara dengan seba ik-baiknya. Pemeliharaan homeostatis melibatkan fungsi darah dan cairan tubuh, p ernafasan serta jantung dan peredaran darah. Darah dan cairan tubuh, pernafasan serta jantung dan peredaran darah secara bersama-sama merupakan pendukung atau pemelihara kelangsungan fungsi SK-I, oleh karena itu disebut sebagai sistema ker ja kedua (SK-II) atau ergosistema sekunder (ES-II). Dengan demikian maka latiha n kondisi fisik meliputi latihan SK-I dan latihan SK-II, yang hakekatnya merupak an latihan kemampuan dasar ! SASARAN BELAJAR Setelah mempelajari Bab 11 ini Mahasiswa/Pembaca ng : 1. Pengertian dan macam-macam kontraksi otot. 2.
diharapkan memahami tenta
Mekanisme peningkatan kemampuan fungsional otot.
3. Macam rangsang dan mekanisme latihan untuk meningkatkan kekuatan dan daya t ahan statis otot. 4. Macam rangsang dan mekanisme latihan untuk meningkatkan daya tahan dinamis otot. 5.
Tata hubungan fungsional ES-I dengan ES-II.
6.
Mekanisme peningkatan kemampuan fungsional ES-II.
186
LATIHAN ERGOSISTEMA PRIMER (SISTEMA KERJA PERTAMA) Latihan sistema kerja pertama meliputi: 1. Latihan kerangka : khususnya latihan untuk memperluas pergerakan persendian untuk memperoleh kelentukan (flexibility) yang lebih baik. Pri nsip dasar latihan untuk hal ini ialah melakukan gerakan seluas-luasnya pada sem ua persendian untuk memelihara/ meningkatkan elastisitas otot, ligamenta dan jar ingan ikat lainnya yang berhubungan dengan persendian itu. 2. Latihan otot: a. c. 3. a.
Latihan kekuatan dan daya tahan statis b. Latihan a dan b bersama-sama. Latihan saraf: melatih kemampuan koordinasi gerak dasar
b. melatih kemampuan koordinasi gerak olahraga (kemampuan koordinasi gerak khusus). 1.
Latihan daya tahan dinamis
ketrampilan
teknik kecabangan
Latihan Kelentukan (Flexibilitas)
Latihan kelentukan merupakan bagian dari latihan kerangka (skelet) khususnya la tihan untuk memperluas pergerakan persendian, yang berarti meningkatkan k elentukan. Oleh karena itu latihan ini juga disebut sebagai latihan pere gangan atau latihan flexibilitas. Terdapat 4 (empat) cara (metoda) pelatihan untuk hal tersebut yaitu metoda:
187 1.
Dinamis
2.
Statis
3.
Pasif
4.
PNF (Proprioceptor Neuromuscular Facilitation).
Untuk memudahkan pembicaran lebih lanjut perlu lebih dahulu diiketahui anatomi d an fisiologi proprioseptor pada otot rangka. Otot mempunyai dua proprioseptor yaitu : 1. Muscle spindle yang terletak di dalam jaringan otot dan berjalan sejajar den gan serabut-serabut otot. Bentuknya fusiform dan terdiri dari bagian tengah yang disebut daerah equator dan kedua ujungnya yang disebut kutub proximal dan kutub distal. Kutub-kutub ini terdiri dari jaringan otot yang disebut sebagai otot-o tot intrafusal. Jaringan otot di luar muscle spindle ini disebut sebagai otot-ot ot extra fusal. Muscle spindle mempunyai dua macam reseptor yang kedua-duanya te rletak di daerah equator yaitu : Anulospiral Flower spray 2.
Golgi tendon organ yang terletak di dalam jaringan urat (tendo), dan dengan
demikian Golgi tendon organ terletak dalam posisi seri dengan serabut-se rabut otot extra fusal. Dengan demikian otot mempunyai 3 (tiga) reseptor yaitu : Anulospiral Flower spray Golgi tendon organ. Anulospiral 188 Anulospiral adalah stretch receptor (reseptor regang) yang akan merespon pe rubahan khususnya peningkatan regangan (panjang) otot yang bersifat mendadak. R angsangan yang diterima oleh anulospiral yang disebabkan oleh adanya regangan ot ot yang mendadak, disalurkan oleh serabut saraf a (alpha) aferen ke pusat reflex d an direspon dalam bentuk kontraksi konsentrik untuk melawan peningkatan regangan yang terjadi. Peristiwa ini disebut sebagai stretch reflex (reflex regang) ata u reflex myotatic atau disebut juga sebagai reflex monosinaptik oleh karen a merupakan satu-satunya reflex yang hanya melibatkan satu sinaps (sambun gan satu sel saraf (neuron) dengan sel saraf yang lain), jadi hanya melalui d ua neuron yaitu satu neuron aferen (neuron sensorik) yang bersinaps dengan satu neuron eferen (neuron motorik) di pusat reflex (dalam hal ini mendulla spi nalis). Reflex myotatik termasuk reflex nociceptif (noxus = bahaya, reflex noci ceptif = reflex menghindari bahaya) yaitu mencegah terjadinya regangan otot berl ebihan yang dapat menyebabkan ruptura (sobekan) otot dan/atau mencegah terjadiny a perubahan panjang dan ketegangan otot yang bersifat tiba-tiba, yang dapat meny ebabkan terjadinya posisi tubuh yang membahayakan, misalnya yang terjadi pada up aya memperbaiki sikap tubuh untuk menghindari jatuh. Oleh karena itu reflex myo tatik juga termasuk ke dalam golongan reflex postural (reflex mempertahankan sik ap tubuh). Contoh reflex myotatik : Bila kedua tangan menahan beban dalam sikap flexi 900 dengan mata tertutup, kemudian secara tiba-tiba beban ditambah, maka akan terjadi stretch reflex. Dalam peristiwa ini meningkatnya regangan p ada otot biceps brachii yang terjadi secara tiba-tiba oleh karena bertambahnya beban, merangsang anulospiral yang 189 menyebabkan terjadinya stretch reflex. Dalam kehidupan sehari-hari, stretch re flex penting untuk mempertahankan sikap (posisi) tubuh. Contoh reflex myot atik yang bersifat postural ialah misalnya pada orang yang berdiri santai dengan menumpu berat badannya pada satu tungkai, lalu secara tiba-tiba dan tanpa sepen getahuannya ada yang mendorong lutut itu dari belakang (pada fossa poplitea) mak a orang itu akan terjerembab ke depan bila tidak ada reflex myotatik yang terjad i pada otot quadriceps femorisnya. Contoh lain dari stretch reflex ialah reflex patella. Dalam posisi flexi lutut, bila tendo (urat) yang menghubungkan patella dengan tuberositas tibiae d ipukul dengan menggunakan palu reflex, akan terjadi reflex patella yait u terjadinya kontraksi m.quadriceps femoris untuk mengextensikan tungkai bawah. Pukulan dengan palu reflex pada tendo
190
Gambar Muscle spidle Adaptasi dari Karpovich dan Sinning (1971) : Physiology of muscular activity
patella tadi akan menyebabkan terjadinya regangan secara mendadak pada m. quadri ceps femoris. Pada pukulan dengan palu reflex pada tendo patella, regangan dapa t terjadi oleh karena adanya rongga disebelah posterior tendo patella. Dengan terjadinya regangan mendadak ini maka terjadi rangsangan terhadap reseptor anul ospiral sehingga terjadilah stretch reflex.
Flower spray Flower spray yang juga terletak di daerah equator berfungsi untuk mendeteksi dan mengatur perubahan panjang dan ketegangan muscle spindle, agar panjang dan kete gangan muscle spindle selalu sesuai dengan panjang dan ketegangan serabut-serabu t otot-otot extrafusal setiap saat. Dengan selalu terjadi penyesuaian d emikian maka anulospiral selalu dalam kondisi peka terhadap perubahan panjang d an ketegangan serabut-serabut otot extrafusal.
191
Gambar synaps spinal, stretch dan stress reflex Adaptasi dari Karpovich dan Sinning (1971) : Physiology of muscular activity Rangsang yang diterima oleh flower spray yang berasal dari perubahan panjang d an ketegangan muscle spindle, disalurkan oleh serabut saraf g (gamma) aferen (s ensorik) dan direspon oleh perubahan ketegangan (kontraksi atau relaxasi) otot i ntrafusal yang dirangsang oleh serabut saraf g eferen (motorik). - (lihat gambar). Demikianlah maka pengaturan panjang dan ketegangan otot yang bersifat makro yait u yang terjadi pada otot secara keseluruhan (seluruh serabut-serabut otot extraf usal) diatur melalui pengaturan panjang dan ketegangan yang bersifat mikro yaitu yang terjadi di dalam muscle spindle. Golgi tendon organ 192 Golgi tendon organ terletak di dalam tendo, jadi dalam posisi seri terhadap otot (extrafusal) secara keseluruhan (lihat gambar). Golgi tendon organ ini m endeteksi besar ketegangan yang terjadi dalam sistem otot-tendo ini. Fungs inya ialah untuk mengetahui berapa besar tegangan yang ada pada saat itu. Makin besar tegangan yang ada, makin besar rangsangan pada Golgi tendon organ ini, ar tinya makin kuat kontraksi otot, makin besar rangsangan yang diterima oleh Golgi tendon organ dan makin besar pula frekuensi impuls yang dikirimkan ke pool moto r neuron a (alpha) melalui interneuran penghambat (inhibitory interneuron). P ool motor neuron a (alpha) terletak di cornu (tanduk) anterior medulla spinalis ya ng mengirimkan impuls untuk terjadinya kontraksi otot. Bila oleh karena teganga n otot sudah demikian besar, maka Golgi tendon organ mengirim hambatan yang begi tu kuat terhadap pool motor neuron a (alpha) ini sehingga kontraksi otot terhenti, artinya terjadi relaxasi pada otot yang bersangkutan. Inilah mekanisme reflex perlindungan otot terhadap kemungkinan ruptura (sobeknya) otot pada kontraksi ot ot yang aktif, sehingga reflex ini disebut juga sebagai stress reflex. Reflex in i merupakan kebalikan dari reflex regang (stretch reflex), oleh karena itu serin g juga disebut sebagai reflex myotatik terbalik ! Lalu apa yang terjadi pada latihan otot ? Latihan pembebanan pada otot akan men yebabkan meningkatnya kekuatan otot dan juga tendonya dan bersamaan dengan itu t erjadi juga desensitisasi dari stress reflex, artinya kepekaan Golgi tendon orga n terhadap tegangan menurun sehingga stress reflex baru akan terjadi pada tegang an otot yang lebih besar. Demikianlah maka dengan berlanjutnya latihan, kekuat an otot dan tendo bertambah diiringi dengan menurunnya kepekaan Golgi 193 tendon organ. Masalah selanjutnya adalah bagaimana kaitan antara stretch reflex dan
stress re
flex dengan macam-macam metoda latihan kelentukan tersebut diatas ? Marilah kita bahas bersama ! Dari sudut pandang Ilmu Faal Olahraga, metoda peregangan PNF adalah perbaikan ba gi metoda peregangan pasif; metoda peregangan pasif adalah perbaikan bagi metoda peregangan statis; metoda peregangan statis adalah perbaikan bagi metoda perega ngan dinamis. METODA LATIHAN PEREGANGAN Metoda peregangan dinamis Metoda ini dilakukan dengan melakukan renggutan-renggutan dengan maksud untuk mencapai sebesar mungkin luas pergerakan persendian, melamp aui batas kemampuan yang ada pada saat ini. Tetapi metoda ini akan me nghadapi kendala yang disebabkan oleh adanya stretch reflex. Renggutan-reng gutan menyebabkan terjadinya regangan mendadak pada otot yang bersangkutan, yang akan menyebabkan terangsangnya reseptor anulospiral, sehingga terjadilah stretc h reflex. Hal ini menjadi kendala bagi meningkatnya luas pergerakan lebih lanj ut pada persendian tersebut. Metoda statis Metoda ini adalah perbaikan terhadap metoda peregangan dinamis. Pada metoda ini tidak ada renggutan. Pergerakan untuk memperluas ruang gerak persendian dilakuk an secara kontinu sejauh mungkin sesuai kemampuan, kemudian dipertahankan untuk beberapa waktu dan 194 diulang beberapa kali (secukupnya). Oleh karena gerakan dilakukan secara kontinu maka tidak terjadi peregangan otot secara mendadak dan oleh karena itu tidak terjadi stretch reflex, sehingga memun gkinkan terjadinya pergerakan yang lebih luas, oleh karena tidak terkendala oleh stretch reflex. Metoda pasif Metoda pasif adalah kelanjutan dari metoda statis. Setelah melakukan pereganga n dengan metoda statis sesuai kemampuan, seorang teman membantu mendorong geraka n itu lebih lanjut sehingga menambah luas pergerakan pada persendian yang bersan gkutan sampai dirasakannya nyeri. Bila sudah terjadi nyeri, dorongan harus dihe ntikan dan dipertahankan beberapa saat untuk kemudian diulang beberapa kali (sec ukupnya).
Metoda PNF Metoda PNF merupakan kelanjutan metoda pasif. Metoda ini melibatkan peran Golgi tendon organ. Setelah atlet melakukan peregangan dengan metoda pasif, doro ngan dilanjutkan lebih jauh, tetapi atlet yang bersangkutan harus melawan, da n atas perlawanan ini pendorong menambah kekuatan dorongannya, yang juga harus d ilawan lebih kuat, dan seterusnya, dan seterusnya. Dengan perlawanan itu berart i otot atlet yang bersangkutan melakukan kontraksi isometrik, yang semakin lama semakin besar ketegangannya akibat adanya dorongan 195
dan perlawanan yang terus meningkat. Ketegangan otot yang terus meningkat ini p ada suatu saat akan menyebabkan terjadinya stress reflex. Pada saat terjadi str ess reflex ini maka pendorong kehilangan perlawanan, sehingga ia dapat me ndorong lebih lanjut untuk memperluas gerakan persendian lebih lanjut, art inya dapat lebih meningkatkan luas pergerakan persendiaan (kelentukannya). Akan tetapi inilah justru momentum yang paling kritis, oleh karena bila kita k eliwat mendorong dapat terjadi cedera atau ruptura jaringan ikat sekitar sendi ! Oleh karena itu metoda PNF hanya boleh dilakukan oleh orang yang benar -benar mengetahui mekanisme fisiologiknya, sehingga demi keamanan maka tidak boleh dilakukan oleh sembarang orang, sebab bila terjadi over shoot (kebabl asan) dalam mendorong sehingga terjadi cedera, maka itu berarti kita kehilangan atlet yang sedang dipersiapkan !
2.
Latihan otot
Pembicaraan pada saat ini adalah mengenai latihan otot yang kemudian akan dilanj utkan dengan pembicaraan latihan SK-II (ES-II), oleh karena latihan SK-II erat h ubungannya dengan latihan otot. Untuk itu lebih dahulu perlu diberikan pengertia n/ batasan tentang pokok masalahnya. Perlu diketahui bahwa jumlah otot dalam tub uh meliputi sekitar 40-50% berat badan. Pengertian/ batasan : Kekuatan
:
ialah
kemampuan
otot
untuk
mengem-
196 bangkan ketegangan yang maximal tanpa memperhatikan faktor waktu. Daya tahan statis : ialah kemampuan otot untuk mengem-bangkan ketegangan y ang maximal dan mempertahan- kannya dalam waktu yang maximal. Daya tahan dinamis : ialah kemampuan otot untuk mengulang kontraksi dengan freku ensi yang maximal dan mempertahankannya dalam waktu yang maximal, tanpa mem perhatikan faktor beban luar (dengan ataupun tanpa beban). Prinsip pelatihan otot adalah Repetisi Maksimal (RM) yang terdiri dari dua kutub yaitu : 1. Kutub anaerobik : beban maximal dengan repetisi minimal 2.
Kutub aerobik
: beban minimal dengan repetisi maximal.
Sebelum pembicaraan dilanjutkan perlu ditinjau masalah yang berhubungan dengan latihan otot.
lebih
dahulu masalah-
Kontraksi Otot Pada dasarnya kontraksi otot hanya ada 2 macam yaitu : Kontraksi isometrik : menimbulkan ketegangan pada otot tanpa adanya perubahan pa da panjangnya. Kontraksi isotonik : menimbulkan ketegangan pada otot yang kemudian diikuti dengan perubahan panjangnya. Demikianlah maka semua kontraksi ot ot yang tidak disertai 197 perubahan panjang otot adalah kontraksi isometrik, sedangkan semua kontraksi oto
t yang disertai dengan perubahan panjang otot adalah kontraksi isotonik ! Bila k ita melakukan analisa secara mekanika terhadap kontraksi isotonik, maka sesunggu hnya tidaklah ada kontraksi otot yang benar-benar isotonik (iso = sama, tonik = ketegangan) ! Oleh karena itu dalam batasan kontraksi isotonik permasalahan yan g pokok hanyalah pada adanya perubahan pada panjang otot sewaktu terjadi kontrak si. Pengertian mengenai kontraksi isotonik tersebut di atas perlu diperhatikan, oleh karena terdapat berbagai istilah lain untuk kontraksi yang di sertai perubahan panjang otot, misalnya : Kontraksi konsentrik : kontraksi otot disertai pemendekan. Kontraksi eksentrik : kontraksi otot disertai pemanjangan. Kontraksi auxotonic : kontraksi ot ot disertai dengan perubahan panjang dan ketegangannya. Kontraksi isokinetik : kontraksi otot disertai perubahan pada pan- jangnya tetap i kecepatan geraknya konstan. Telah dikemukakan bahwa sesungguhnya tidaklah ada kontraksi yang benar-benar isotonik. Gerak pada sesuatu persendian terjadi oleh karena ad anya kontraksi otot. Kontraksi otot ini menimbulkan momen yang menyebabkan terj adinya gerak memutar pada persendian tersebut. Bila berat beban tidak berubah, m aka besar momen pada sendi itu adalah konstan. Momen adalah hasil perkalian gay a (kekuatan kontraksi otot) kali tangan momen (jarak antara titik putar dengan t itik tangkap gaya). Dengan adanya perubahan besar sudut pada sendi, ma ka panjang tangan momen juga berubah. Makin besar sudutnya, makin kecil panjang tangan momennya. Agar besar momen tidak berubah 198 maka besar gaya yaitu kekuatan kontraksi ototlah yang harus berubah ! Demikianla h maka sesungguhnya tidaklah ada kontraksi yang benar- benar isotonik. Walaupun demikian istilah isometrik dan isotonik tetap akan dipergunakan dalam buku ini, tetapi sekali lagi perlu dikemukakan bahwa pengertian isotonik adalah kontraksi otot yang disertai dengan perubahan panjang otot, tanpa mempermasalahkan ketega ngannya ! Pada posisi extensi penuh, misalnya pada articulatio cubiti (sendi siku), otot b iceps brachii pada posisi regang terpanjang tetapi tangan momennya adalah yang t erpendek. Oleh karena itu untuk mengangkat beban yang sama beratnya, perlu ada k ekuatan otot yang terbesar untuk menghasilkan besaran momen yang sama. Dalam kai tan dengan hal ini perlu dikemukakan hukum fisiologi (yang adalah hukum All ah) yang mengemukakan bahwa : Dalam batas-batas fisiologis kekuatan kontraksi o tot akan lebih besar bila sebelum berkontraksi, otot lebih dahulu mengalami pere gangan (bertambah panjang). Maha besar Allah dengan ilmuNya yang telah mempersia pkan segala sesuatunya sehingga pada keadaan tangan momen terkecil justru kekuat an kontraksi otot adalah yang terbesar ! Bila kita tinjau dalam lingkup yang lebih luas yaitu latihan sistema kerja perta ma, maka latihan otot dengan kontraksi isotonik adalah lebih baik karena pada latihan otot yang demikian maka aspek kinestetik (kesan gerak) tetap ada. As pek kinestetik sangat penting dalam latihan koordinasi gerak ! Analisa lebih lanjut dari kontraksi isotonik menghasilkan dalil sebagai berikut : 1.
Setiap kontraksi isotonik selalu didahului oleh kontraksi isometrik
199 sampai ketegangan yang ditimbulkan dapat mengatasi beban luar yang harus diangka t. 2. Makin berat beban luar yang harus diangkat, makin panjang dan makin besar ko mponen kontraksi isometriknya.
Pada latihan dengan kontraksi isometrik maka komponen kontraksi isotonik tidak akan dijumpai dan karena itu pula maka aspek kinestetiknya tidak ak an terliput. Dari pembicaraan tersebut di atas jelas bahwa kontraksi isotonik adalah lebih baik dan lebih fisiologis. Mekanisme Peningkatan Kemampuan Fungsional Otot Dari Ilmu Faal Olahraga dapat dikemukakan bahwa : 1. Rangsang untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan statis otot ialah kead aan anaerobik dalam otot yang disebabkan oleh karena adanya ischaemia (kek urangan darah). Keadaan ini terjadi pada waktu dan selama otot berkontraksi. Pa da waktu dan selama otot berkontraksi, peredaran darah dalam otot terhenti oleh karena pembuluh-pembuluh darah di dalam otot terjepit selama terjadinya kontraks i itu. Keadaan demikian dijumpai pada kontraksi isometrik. Demikian pula pada ko ntraksi isotonik yang menggunakan beban yang cukup berat, karena dengan makin be ratnya beban yang harus diangkat maka makin panjang dan makin besar pula kompone n kontraksi isometriknya, sampai akhirnya kontraksinya hanya tinggal komponen ko ntraksi isometriknya saja yaitu pada waktu beban itu sama sekali tidak terangkat . Dengan demikian maka makin panjang komponen kontraksi isometriknya berarti makin panjang keadaan 200 anaerobik yang terjadi. Bila kita tinjau dari segi otot, maka makin panjang keadaan anaerobik itu berart i makin tidak mampu otot itu mengatasi beban. Oleh karena itu jawaban otot terha dap keadaan demikian ialah menambah kekuatan otot dengan jalan menambah kemampua n menyediakan energi (olahdaya) secara anaerobik. Bertambahnya kekuatan otot dimaksudkan untuk mempersingkat keadaan anaerobik (kondisi iskemik) yang terjadi, yang ditinjau dari segi kepentingan sel-sel otot bersifat membahayakan. Artinya keadaan anaerobik yang berkepanjangan akan menimbulkan gangguan homeost asis yang dapat menimbulkan kerusakan sel (nekrosis). Dengan makin bertambahny a kemampuan olahdaya anaerobik berarti makin bertambah pula kekuatan dan daya tahan statisnya atau dengan perkataan lain makin besar kekuatan maupun durasi k ontraksi isometriknya. Dengan demikian tersimpul jelas bahwa kekuatan dan daya tahan statis akan diperoleh secara bersamaan. 2. Rangsang untuk bertambahnya daya tahan dinamis pada otot ialah keadaan aerobik dalam otot. Keadaan aerobik ini ialah karena adanya hyperaemia dalam ot ot (otot mempunyai banyak darah). Otot akan mendapat banyak darah bila mekanisme pompa otot (pompa vena) menjadi aktif. Hal ini terjadi bila otot berkontraksi secara singkat tetapi berulang-ulang, yaitu bila otot melakukan kontraksi isoton ik secara cepat dan berulang-ulang. Oleh karena kontraksi isotoniknya berlangsu ng cepat maka dengan sendirinya komponen kontraksi isometriknyapun singkat sa ja, sehingga keadaan anaerobiknyapun hanya sekejap saja pada setiap kali terjadi 201 kontraksi. Hal ini terjadi terutama bila kontraksi isotonik berulang itu tidak menggunakan beban luar. Pompa otot (pompa vena) menjadi aktif pada waktu kontraksi isotonik berulang ole h karena adanya mekanisme sebagai berikut : Pada waktu terjadi kontraksi otot maka pembuluh-pembuluh darah dalam otot terjep it, darah akan terperas keluar dan mengalir ke arah vena, kemudian dengan terjad inya relaxasi maka jepitan menghilang, pembuluh darah (dalam otot) yang kosong a kan terisi kembali oleh darah yang berasal dari arteri. Darah yang telah masuk k e vena tidak akan mengalir kembali ke pembuluh-pembuluh darah semula (dalam otot
) oleh karena adanya katup-katup dalam vena. Satu hal yang sangat perlu diperhatikan ialah adanya titik optimum pada frekuens i pengulangan kontraksi isotonik dalam hubungan dengan keadaan aerobik yang dici ptakannya dalam otot yang bersangkutan. Di bawah frekuensi optimum akan d apat diciptakan keadaan yang sepenuhnya aerobik, sedang di atas frekuensi opti mum akan terdapat keadaan yang relatif anaerobik. (Lihat grafik berikut).
202
Gambar Grafik 1 Grafik 3
: Hubungan antara frekuensi kontraksi dan keadaan aerobik di dalam otot : Latihan tanpa beban. Grafik 2 : Latihan dengan beban. : Latihan tanpa beban sebagai hasil latihan dengan beban.
Demikian mengapa terjadi keadaan yang relatif anaerobik bila frekuensi pengulan gan adalah maximal atau mendekati maximal. Jawaban otot untuk memperkecil keadaan relatif anaerobik ini ialah kapilarisasi dalam otot dan penambahan mito chondria dalam sel-sel otot. Demikianlah maka kontraksi isotonik singkat yang be rulang cepat akan memperbesar aliran darah (keadaan aerobik) dalam otot yang ber sangkutan, yang merupakan keadaan yang sebaliknya dari kontraksi isometrik, wala upun pada frekuensi maximal atau mendekati maximal terjadi keadaan yang relatif anaerobik. Oleh karena itu pada latihan untuk meningkatkan daya tahan dinamis, kontraksi isotonik berulang itu haruslah pada frekuensi seoptimal mungkin agar olahdaya anaerobik yang terjadi dapat sebanyak mungkin diimbangi oleh keadaan ae robik yang diciptakannya. 203 Kontraksi otot berulang yang dilakukan oleh sebuah otot yang menyebabkan terjad inya keadaan aerobik dalam otot yang bersangkutan, dapat disebut sebagai la tihan ―aerobik lokal. Latihan
―aerobik lokal pada sejumlah besar otot ( 40% otot-otot tubuh) yang terjadi secara simultan bersifat sumatif sehingga menjadilah ia satu bentuk kegi atan yang sekarang sudah sangat populer yaitu Aerobics (Aerobik sistemik). Demik ianlah maka aerobik lokal bila meliputi sejumlah besar otot akan memberikan peng aruh yang sifatnya sistemik yaitu aktivasi sistema kerja sekunder (ES-II) dan me njadilah ia Aerobik umum yang akan menghasilkan manfaat yang sangat besar yaitu meningkatnya kapasitas aerobik. Wujud meningkatnya kapasitas aerobik ialah menin gkatnya daya tahan umum tubuh yaitu tubuh menjadi lebih mampu menghadapi tugas fisik dan menjadi lebih tahan terhadap kelelahan. ―Aerobik lokal pada sejum lah besar otot secara simultan terlihat jelas pada olahraga lari (aerobics) kare na kedua tungkai mempunyai massa otot yang cukup besar. Satu tungkai mempunyai seperenam jumlah otot-otot tubuh. Dengan demikian olahraga lari atau berjalan ak an mengaktifkan sepertiga (33.3%) otot-otot tubuh, ditambah dengan menjadi aktif nya otot-otot extremitas atas dan otot-otot tubuh yang lain untuk menjaga keseim bangan, maka akan lengkaplah jumlah 40% itu. Besar jepitan terhadap pembuluh-pembuluh darah oleh kontraksi otot tergantung pa da besar ketegangan yang terjadi dalam otot, sedangkan efisiensinya sebagai pomp a otot tergantung pada dekat atau jauhnya terhadap frekuensi optimumnya. Oleh karena itu pemberian beban luar (yang cukup ringan) perlu dipikirkan oleh karena pemakaian 204 beban akan : 1. 2.
Memperbesar ketegangan yang terjadi dalam otot pada waktu berkontraksi. Memperbesar massa (beban) yang akan mencegah
digunakannya frekuensi (pengulangan kontraksi) yang maximal atau mendekati maxim al. Kesimpulan dari pembicaraan di atas ialah : 1. Rangsang untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan statis ialah keadaan an aerobik di dalam otot. Untuk itu perlu diciptakan keadaan anaerobik yan g maximal. Keadaan anaerobik ini terjadi oleh karena adanya (komponen) kontrak si isometrik. Komponen kontraksi isometrik akan bertambah kuat dan panjang bila digunakan beban yang cukup berat. Peningkatan kekuatan dan daya tahan statis di peroleh bersama-sama. 2. Rangsang untuk bertambahnya daya tahan dinamis ialah keadaan aerobik di dalam otot. Untuk itu perlu diciptakan keadaan aerobik yang maximal. Keadaan aerobik terjadi oleh karena menjadi aktifnya mekanisme pompa otot (pom pa vena). Efektivitas pompa otot tergantung pada besarnya ketegangan yang ditimb ulkan oleh kontraksinya, sedang di samping itu keadaan aerobik yang maximal berh ubungan pula dengan frekuensi optimum kontraksinya. Pemakaian beban luar (yang c ukup ringan) akan mempertinggi efektivitas pompa ototnya serta mendekatkan freku ensi kontraksi terhadap titik optimumnya.
205 3. PERUBAHAN ANATOMI, KIMIAWI DAN FISIOLOGI OTOT Latihan otot akan menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan dalam otot yaitu pe rubahan anatomis, kimiawi dan fisiologis. Tetapi perubahan mana yang dominan dit
entukan oleh tujuan dan macam latihan yang dilakukan. Dibawah ini akan dibahas p erubahan-perubahan tersebut di atas. Perubahan anatomi Latihan otot akan menyebabkan otot membesar. Pembesaran otot ini terjadi oleh ka rena : 1. Membesarnya serabut-serabut otot (hypertrofi otot) 2. 3.
Bertambahnya jumlah kapiler di dalam otot (kapilarisasi otot). Bertambahnya jumlah jaringan ikat di dalam otot.
Hypertrofi otot Latihan yang ditujukan untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan statis, akan terutama menyebabkan terjadinya hypertrofi otot. Hypertrofi ini diseba bkan oleh karena : 1. Bertambahnya unsur kontraktil (aktin dan myosin) di dalam otot. 2. Menebalnya dan menjadi lebih kuatnya sarcolemma dan bertambahnya jumlah jaringan ikat di antara sel-sel otot (serabut- serabut otot). 3. Bertambahnya jumlah kapiler di dalam otot, khususnya yang dilatih untuk daya tahan. Otot-otot yang tidak terlatih akan mengecil (atrofi) dan melemah. 206 Dengan latihan maka otot-otot akan membesar (hipertrofi). Pembesaran terjadi ol eh karena bertambahnya unsur kontraktil di dalam serabut otot yang menyebabkan meningkatnya kekuatan kontraksi otot (kekuatan aktif otot), menebalnya sarc olemma dan bertambahnya jaringan ikat di antara serabut-serabut otot yang menyeb abkan meningkatnya kekuatan pasif otot. Hypertrofi serabut-serabut otot den gan demikian menyebabkan meningkatnya kekuatan aktif otot dan meningkatnya keku atan pasif otot, yaitu otot menjadi lebih kuat dan tahan terhadap regangan. Petren dkk (dalam Karpovich dan Sinning 1971) mendapatkan adanya kenaikan jumlah kapiler sebesar 40-45% di dalam otot jantung dan otot gastrocnemius pada kelinci yang dilatih lari. Perubahan intraselular ditandai dengan meningkatnya jumlah dan ukuran mitochondr ia, disertai dengan bertambahnya jumlah cristae yang menjadi lebih padat. Mitoch ondria mengandung enzym-enzym oksidatif untuk menyelenggarakan pembentukan daya secara aerobik. Perubahan anatomis mana yang lebih dominan, ditentukan oleh macam latihan yang d ilakukan. Latihan yang bersifat anaerobik akan terutama menyebabkan terjadiny a hypertrofi serabut-serabut otot disertai bertambahnya jumlah jaringan ika t, sedangkan latihan yang bersifat aerobik terutama menyebabkan terjadinya kapil arisasi disertai bertambahnya jumlah mitochondria. Dua hal yang terakhir b erkaitan dengan diperlukannya kemampuan memasok O2 yang lebih baik. Perubahan biokimia Perubahan
biokimia
meliputi
bertambahanya
jumlah
PC
207 (phosphocreatine), glikogen otot, myoglobin dan enzym-enzym yang penting untuk p roses aerobik (enzym-enzym oksidatif) yang terdapat di dalam mitochondria. Perub ahan biokimia ini juga ditentukan oleh macam latihan yang dilakukan. Latihan an
aerobik akan terutama meningkatkan jumlah PC dan glikogen otot, sedangkan latiha n aerobik akan terutama meningkatkan jumlah myoglobin dan enzym-enzym oksidatif. Latihan dapat meningkatkan kadar glikogen di dalam otot menjadi 23 kali lebih banyak. Bertambahnya myoglobin akan menyebabkan otot berwarna lebih merah. Pada anjing dewasa, jumlah myoglobin per 100 g jaringan otot berkisar a ntara 100 mg pada anjing yang tidak terlatih sampai 1000 mg pada anjing pemburu yang sangat terlatih. Enzym- enzym oksidatif dapat meningkat 2x lipat pada otot -otot yang dilatih aerobik, sebaliknya immobilisasi menurunkan jumlah enzym-enzy m tersebut (Karpovich dan Sinning 1971). Perlu pula dikemukakan bahwa olahraga exhaustive dapat menimbulkan kerusakan mitochondria yang ditandai dengan terjadi nya pembengkakan mitochondria dan disorga- nisasi internal. Oleh karena itu ola hraga exhaustive merugikan karena masa pemulihan menjadi lebih panjang. Perubahan fisiologi Perubahan fisiologi ditunjukkan oleh bertambahnya : 1.
Kekuatan dan daya tahan statis
2.
Daya tahan dinamis
3. Kecepatan transmisi neuromuskular. Demikianlah maka latihan otot akan menyebabkan otot menjadi lebih kuat, lebih ta han dan lebih cepat. 208 B. LATIHAN ERGOSISTEMA SEKUNDER Sistema kerja kedua terdiri dari: -
sistema hemo-hidro-limfatik
-
sistema respirasi
-
sistema kardio-vaskuler.
(SISTEMA
KERJA
KE- DUA)
Dari ketiga sistema penyusun ergosistema sekunder tersebut di atas satu-satunya yang dapat dilatih secara khusus ialah sistema respirasi. Hal ini disebabkan ole h karena otot-otot pernafasan adalah otot rangka (otot serat lintang atau otot l urik) yang kontraksinya dapat diatur oleh kemauan kita. Kedua sistema yang l ain tidak dapat dilatih secara khusus, tetapi harus dirangsang melalui aktivitas ergosistema primer. Pada bahasan tentang ―Ergosistema dan Analisa Penampilan Olah raga telah dikemukakan bahwa peran Ergosistema sekunder ialah sebagai pendukung b agi penampilan Ergosistema primer sedang sebaliknya Ergosistema primer selain sebagai pelaksana gerak juga berperan sebagai perangsang/ aktivator bagi Er gosistema sekunder. Telah pula dikemukakan bahwa melatih Ergosistema sekunder me nghasilkan satu kualitas yaitu meningkatnya daya tahan umum atau kapasitas aerob ik. Kapasitas aerobik tidak lain ialah kemampuan aerobik yang bersifat sistemik yang mampu mendukung kondisi aerobik pada sejumlah besar otot-otot tubuh (+ 40%) yang melakukan aktivitas daya tahan dinamis secara simultan. Oleh karena itu ca ra untuk meningkatkan kemampuan fungsional ergosistema sekunder ialah dengan jal an melatih daya tahan dinamis sejumlah besar otot-otot secara simultan dan prinsip latihannya 209 adalah sama dengan melatih daya tahan dinamis otot-otot tubuh secara individual (lokal). Hal ini telah cukup luas dibicarakan pada Bab Olahraga Kesehatan.
Satu hal yang perlu mendapat perhatian ialah bahwa peningkatan kemampuan fungsional ergosistema sekunder adalah melalui perang- sangan oleh erg osistema primer. Oleh karena itu bila kemampuan fungsional ergosistema sekunde r telah dapat menyesuaikan diri dengan tingkat kemampuan fungsional ergosi stema primer yang dimiliki seseorang pada waktu itu, maka peningkatan kemam puan fungsional ergosistema sekunder lebih lanjut hanya akan dapat dilakukan bil a kemampuan fungsional ergosistema primer telah lebih dahulu ditingkatkan. Oleh karena itu bila ada kesulitan dalam meningkatkan kemampuan fungsional ergosiste ma sekunder lebih lanjut, maka perlu ditelusuri kembali bagaimanakah kondisi kem ampuan fungsional ergosistema primernya. Mengenai berapa besar tingkat kemampuan fungsional ergosistema sekunder yang harus dimiliki seorang atlit tentu tergantung pada macam cabang ol ahraganya. Tetapi satu hal yang juga perlu diketahui ialah bahwa ergosistema sek under tidak hanya berfungsi sebagai pendukung ergosistema primer pada waktu terj adi aktivitas fisik saja, tetapi juga berperan sebagai pemulih pada wakt u istirahat setelah selesai melakukan olahraga (pemulihan total) maupun pad a setiap kesempatan di tengah aktivitas olahraganya (pemulihan parsial). Pemuli han yang cepat, perlu sekali dimiliki setiap orang khususnya atlit, apalagi yang terpaksa harus melakukan pertandingan babak berikutnya tanpa tersedianya waktu istirahat yang cukup. Oleh karena itu peningkatan 210 kemampuan fungsional ergosistema sekunder perlu dilakukan bagi semua olahr agawan, baik olahragawan anaerobik maupun olahragawan aerobik ! Latihan 1.
Terangkan
apa
perbedaan
antara
latihan
flexibilitas
pada
―pemanasan dan latihan flexibilitas pada pelatihan ! 2. Sebutkan proprioseptor yang berkaitan dengan kontraksi otot, dan terangkan mekanisme kerjanya dan tujuan fisiologiknya ! 3. Sebutkan macam-macam metoda latihan flexibilitas dan terangkan bagaimana ta ta-hubungan fisiologiknya ! 4. Terangkan mengapa metoda PNF hanya boleh dilakukan oleh orang yang mengerti mekanisme fisiologiknya ? 5. 6.
Terangkan pengertian : kekuatan, daya tahan statis dan daya tahan dinamis ! Ada berapa macam kontraksi otot dan berikan masing-masing
pengertiannya ! 7.
Adakah kontraksi yang benar-benar ―isotonik ? Jelaskan !
8. Terangkan mekanisme fisiologik dari peningkatan kekuatan dan daya tahan sta tis ! 9. Terangkan mekanisme fisiologik dari peningkatan daya tahan dinamis ! 10. Terangkan perubahan-perubahan anatomi, biokimia dan fisiologi pada otot yang dilatih untuk kekuatan dan daya tahan statis ! 11. Terangkan perubahan-perubahan anatomi, biokimia dan fisiologi pada otot -otot yang dilatih untuk daya tahan dinamis ! 211
BAB 12
FISIOLOGI PEMBEBANAN H.Y.S.Santosa G 212 Pendahuluan Latihan otot untuk meningkatkan kemampuan fungsionalnya perlu menggunakan beban yang berupa berat badan sendiri atau beban yang berasal dari luar (beban externa l). Pemberian beban harus fisiologis yaitu yang sesuai dengan kemampuan yang d imiliki setiap atlet yang akan menjalani pelatihan, sesuai dengan tujuan pelatih an dan juga harus sesuai dengan cabang olahraganya. Oleh karena itu perlu difah ami Fisiologi Pembebanan agar pemberian beban dapat menjadi se-fisiologis mungki n dan selalu sesuai dengan keadaan baru yang merupakan hasil pelatihan. Dengan demikian peningkatan beban latihan selalu berdasarkan fakta objektif, jadi tidak berdasarkan kira-kira saja ! Sasaran belajar
Setelah mempelajari bab 12 ini, Mahasiswa/ Pembaca diharapkan memahami : 1. Prinsip-prinsip fisiologi dari pembebanan 2.
Prinsip-prinsip fisiologi pembebanan pada berbagai cabang olahraga
3. Prinsip-prinsip fisiologi pembebanan untuk meningkatkan kekuatan dan daya t ahan statis 4. Prinsip-prinsip fisiologi pembebanan untuk meningkatkan daya tahan dinamis. HUBUNGAN ANTARA BERAT BEBAN DAN KEMAMPUAN MENGANGKAT ULANG
213 Masalah ini perlu diketahui dengan baik oleh karena dengan memahami Fisiologi Pe mbebanan, kemungkinan terjadinya cedera pada latihan dengan beban menjadi sangat minim. Prinsip dasar penerapannya pada pelatihan otot adalah Repetisi Maximal (RM). Dengan memahami Fisiologi Pembebanan, maka menentukan beban luar pada pelatihan otot dapat dilakukan secara tepat tanpa perlu dengan mencoba-coba . Hubungan antara berat beban dan kemampuan mengangkat ulang hakekatnya adalah pemahaman mengenai hubungan antara kemampuan anaerobik dengan kemampuan aerobik dan/atau pemahaman mengenai hubungan antara intensitas dengan durasi, pada pena mpilannya yang maximal. Hubungan itu adalah sebagai berikut: 1. Makin berat bebannya, makin sedikit angkatan ulang yang dapat dilakukan, sehingga pada beban supramaximal tak satu kalipun beban itu da pat diangkat. 2. Makin ringan bebannya, makin banyak angkatan ulang yang dapat dilakukannya, sehingga pada beban nol secara teoritis angkatan ulang dapat dilakukan ta k terhingga. Dari uraian Ilmu Faal Olahraga tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa : 1. Untuk memperoleh peningkatan kekuatan dan daya tahan statis maka beb an luar untuk latihan harus ―cukup berat sehingga pengulangan kontraksi otot menjadi sesedikit mungkin. 2. Untuk memperoleh peningkatan daya tahan dinamis maka beban luar
untuk
latihan
harus
―cukup ringan sehingga
pengulangan
kontraksi otot menjadi sebanyak mungkin. 214 Pernyataan tersebut di atas adalah pernyataan yang bersifat kualitatif. Pernyata an tersebut harus diubah menjadi pernyataan kuantitatif agar dapat diterapkan pa da pelatihan otot. Oleh karena itu perlu ada cara bagaimana menentukan beban ya ng cukup ringan atau cukup berat itu. Untuk menjelaskan hal ini perlu ditinjau l agi masalah latihan otot tetapi dari sisi yang lain. Latihan otot diperlukan un tuk dapat mengembangkan mutu tinggi sesuatu cabang olahraga atau karya jas maniah lainnya. Besar peran otot tergantung pada macam cabang olahraganya. Kar ena itu peran otot dan dengan sendirinya juga latihannya tergantung pula pada ke butuhannya. Latihan otot itu sendiri secara keseluruhan mempunyai 2 kutub,
kutub yang satu yaitu latihan otot untuk memperoleh peningkatan kekuatan dan day a tahan statis (kemampuan anaerobik), kutub yang lainnya yaitu latihan otot untu k memperoleh peningkatan daya tahan dinamis (kemampuan aerobik). Dalam hubungan dengan beban (luar) untuk latihan, maka kutub yang pertama berhubungan dengan b eban luar yang berat, sedang kutub yang lain berhubungan dengan beban luar yang ringan. Antara kedua kutub itu terdapat gabungan antara kebutuhan akan kekuata n + daya tahan statis dengan kebutuhan akan daya tahan dinamis, pada kadar yang berbeda-beda. Secara grafik hubungan itu adalah sbb. :
215
1/3 A t a s
1/3 Tengah
1/3 Bawah
o
Freq. Pengangkatan Ulang
o
Durasi
o
Aerobik
Grafik
:
Menunjukkan tiga hal :
-
Hubungan berat beban dengan kemampuan mengangkat ulang.
-
Hubungan kemampuan anaerobik dengan kemampuan aerobik
-
Hubungan intensitas dengan durasi.
Dalam kaitan dengan bahasan tersebut di atas maka beban luar untuk latihan otot dibagi dalam 3 daerah beban yaitu : Beban dalam daerah 1/3 atas (maximal) adalah untuk latihan 216 kekuatan dan daya tahan statis, Beban dalam daerah 1/3 bawah (minimal) adalah untuk latihan daya ta han dinamis, Beban dalam daerah 1/3 tengah adalah untuk latihan gabungan antara kedua hal tersebut di atas. Tentu saja lebih dahulu harus diukur kekuatan maximal dari otot- otot yang aka n dilatih sebelum dapat membaginya dalam 3 daerah beban termaksud di atas . Dalam pengertian repetisi maximal (RM), kekuatan maximal adalah 1 (satu) RM y aitu beban yang hanya dapat diangkat dengan satu kali pengulangan. Dengan adany a penetapan beban secara demikian, maka pemberian beban luar untuk latihan otot dapat ditentukan secara obyektif, tidak berdasarkan kira-kira saja. Secar a periodik kekuatan maximal (1 RM) otot-otot yang dilatih harus diukur kembali a gar beban latihan selalu dapat disesuaikan lagi dengan kondisi (kekuatan) yang b aru. Sebagai contoh : Misalnya hendak melatih otot-otot lengan; setelah diukur kekuatan maximal (sekelompok) otot- otot yang diperlukan untuk gerakan tertentu sesuatu cabang olahraga maka misalnya untuk: gulat, maka pelatihan tentu harus mempergunakan beban pada daerah 1 /3 atas (maximal) karena kebutuhan akan kekuatan dan daya tahan statis sangat do minan. bulutangkis (smesh), maka pelatihan tentu harus mempergunakan beban pada d aerah 1/3 bawah (minimal) karena kebutuhan akan daya tahan dinamis yang lebi h dominan, yaitu untuk dapat melakukan smesh secara berulang-ulang. tinju, maka pelatihan tentu harus mempergunakan beban 1/3 217 tengah, karena kebutuhan akan daya tahan dinamis maupun kekuatan dan daya tahan statisnya kurang-lebih seimbang. Petinju harus mampu meninju dengan kera s (faktor kekuatan/ anaerobik) dan berulang-ulang (faktor daya tahan dinamis/ ae robik). Sebagai alternatif dari penggunaan beban di 1/3 tengah ialah pelatihan dengan mempergunakan beban 1/3 atas dan 1/3 bawah secara proporsional ! Rangkuman dari pembicaraan di atas ialah: Dengan lebih dahulu menentukan kekuatan maximal dari (sekelompok) otot-otot sert a macam perannya dalam cabang olahraga yang bersangkutan, maka pembebanan luar u ntuk pelatihan otot dapat ditentukan secara lebih tepat berdasarkan atas adanya pembagian dalam 3 daerah beban. Dengan cara itu pembebanan luar pelatihan otot selalu dapat di sesuaikan lagi dengan meningkatnya kemampuan fungsional otot yang telah dip eroleh. Dengan cara demikian maka penambahan beban latihan selalu dapat ditetap kan secara akurat dan ilmiah ! PEMBENTUKAN DAYA DALAM OTOT (OLAHDAYA OTOT) Pembentukan daya (energi) dalam otot selalu dimulai dengan olahdaya anaerobik un tuk terjadinya gerak (kontraksi) dan diikuti dengan olahdaya aerobik pada waktu relaxasi. Besar olahdaya anaerobic diwujudkan dalam: 1.
Besar ketegangan pada otot,
2.
Lama ketegangan itu dipertahankan.
218 Sedangkan besar olahdaya aerobik yang mengikuti tergantung pada : 1.
Besar olahdaya anaerobik yang terjadi,
2.
Kemampuan menciptakan keadaan aerobik dalam otot.
Pada keadaan istirahat olahdaya anaerobik dan olahdaya aerobik adalah dalam kead aan seimbang dan berada pada tingkat yang rendah (keadaan istirahat). Pada kontraksi isometrik dengan ketegangan yang besar dan dipertahankan dalam wa ktu yang lama (selama mungkin), terjadi olahdaya anaerobik yang besar yang tidak dapat diimbangi oleh olahdaya aerobik, oleh karena dengan adanya kontra ksi isometrik pembuluh darah di dalam otot terjepit sehingga aliran darah terham bat dan dengan demikian pasokan O2 tidak dapat mencapai sel-sel otot yang sedang aktif secara adekuat. Oleh karena itu olahdaya aerobik hanya berlangsung singk at yaitu selama masih ada sisa-sisa O2 yang masih berada dalam jaringan otot ya ng bersangkutan. Olahdaya aerobik yang normal baru akan terjadi nanti bila otot telah relaxasasi dan diperlukan waktu yang relatif panjang untuk terjadinya kemb ali keadaan seimbang antara olahdaya anaerobik dan olahdaya aerobik. Pada kontraksi isotonik dengan ketegangan yang rendah dalam waktu yang si ngkat, maka olahdaya anaerobik yang terjadi adalah kecil sehingga keadaan aero bik dalam otot selalu dapat mengimbangi olahdaya anaerobik yang terjadi seb elumnya. Akan tetapi bila kontraksi isotonik itu diulang dengan frekuensi yang m akin lama makin cepat maka akhirnya akan terjadi keadaan kumulatif sehingga juml ah olahdaya anaerobik yang semakin besar tidak dapat diimbangi oleh kead aan aerobik yang terdapat/berhasil diciptakan dalam otot. Dengan demikian 219 akan terjadi olahdaya yang relatif anaerobik, akan tetapi keadaannya masih tetap lebih aerobik dibandingkan terhadap kontraksi isometrik dengan keteganga n tinggi yang dipertahankan selama mungkin. Keadaan aerobik terjadi akibat menjadi aktifnya mekanisme pompa otot (pompa vena), yang sering juga disebut se bagai ―jantung perifer . Kesimpulan dari pembicaraan di atas ialah: 1. Kontraksi isometrik maximal yang dipertahankan selama mungkin menyebabkan ke adaan yang absolut anaerobik dalam otot, oleh karena pembuluh-pembuluh darah yan g terjepit tidak dapat menyalurkan darah ke otot ybs. 2. Kontraksi isotonik yang diulang-ulang dengan frekuensi maximal menyebabkan keadaan relatif anaerobik dalam otot, oleh karena mekanisme pom pa otot tidak dapat berfungsi secara efektif menciptakan keadaan aerobik dalam o tot ybs. FAKTA YANG BERHUBUNGAN DENGAN LATIHAN OTOT 1. Untuk menambah kekuatannya, orang awampun tidak akan menggunakan beban yang r ingan; secara naluriah mereka akan memilih beban yang berat; secara tidak sadar mereka telah menerapkan prinsip memanfaatkan komponen kontraksi isometrik yang l ebih panjang dan pemakaian beban di daerah 1/3 atas (maximal). 2. Laboratorium E.A. Muller di Jerman (1957, dalam Karpovich dan Sinning 1971) melaporkan bahwa hasil terbaik untuk meningkatkan kekuatan otot di
peroleh melalui: 220 -
kontraksi isometrik
-
sehari hanya sekali
-
menggunakan kekuatan 2/3 maximal
-
dipertahankan selama 6 detik.
3. Pada angkat berat, satu angkatan ik saja (Karpovich dan Sinning 1971): Press : 4,12 detik -
Snatch
-
Clean & jerk
hanya
memerlukan
waktu beberapa det
: 3,48 detik : 3,30 detik
Jadual latihannya dapat berkisar antara 1-2 jam; kalau dalam waktu itu atlit ybs melakukan 20x angkatan maka waktu yang sesungguhnya untuk mengan gkat hanyalah berkisar antara satu sampai satu setengah menit saja dari jadual l atihan yang 1-2 jam tersebut di atas. PEMBAHASAN. Prinsip-prinsip Ilmu Faal haruslah selalu menjadi dasar bagi penerapan-penerapan dalam dunia kedokteran maupun pelatihan olahraga, oleh karena dengan menerapkan prinsip-prinsip itu akan diperoleh 2 hal yaitu : 1. Aman, yang berarti bahwa risiko yang dihadapi oleh atlit akan menj adi sekecil mungkin. 2. Efisien, yang berarti bahwa hasil yang maximal tetap dapat diperoleh tanpa perlu melakukan upaya-upaya yang bersifat all-out. Upaya- upaya yang bers ifat all-out akan membawa atlit pada risiko cedera yang lebih besar serta pemaka ian waktu yang lebih banyak. 221 Prinsip submaximal dan adekuat adalah prinsip Ilmu Faal yang harus menjadi pegan gan dalam penerapan-penarapan pelatihan khususnya di bidang olahraga dalam upaya meningkatkan kemampuan fungsional para olahragawan, baik pada olahraga prestasi maupun pada olahraga kesehatan. Submaximal berarti besar usaha yang dilakukan kurang dari 100% sedang adekuat berarti besar usaha yang dilakukan pada setiap sessi latihan memadai yaitu mencapai minimal 60-70% dari kemampuan maximalnya yang dimiliki p ada saat itu. Submaximal adalah dalam hubungan dengan faktor keamanannya, se dangkan adekuat adalah dalam hubungan dengan tercapainya ambang untuk mendapat kan manfaat dari pelatihannya. Penampilan kemampuan yang maximal hanya diperbole hkan pada waktu uji kemampuan maximal (tes) dan pada waktu pertandingan. Sajian pada bagian terdahulu dan pembicaraan yang akan dikemukakan adalah dalam rangka mewujudkan prinsip submaximal dan adekuat tersebut di atas. Demikianlah m aka pembicaraan selanjutnya akan mencoba mengulas kesimpulan-kesimpulan pembicar aan sebelumnya untuk menyusun rumusan penerapan latihan otot yang sesuai. Untuk ini maka pembicaraan tentang latihan kekuatan dan daya tahan statis akan dip isahkan dari pembicaraan tentang latihan daya tahan dinamis, sedang tent ang latihan gabungan dari kedua-duanya akan dengan sendirinya menjadi mudah difahami sehingga tidaklah perlu dibicarakan secara khusus.
LATIHAN KEKUATAN DAN DAYA TAHAN STATIS. 222 Cuplikan-cuplikan yang dapat diambil dari pembicaraan terdahulu yang berhubungan dengan latihan ini ialah : 1. Kontraksi isotonik adalah lebih baik dan lebih fisiologis sebagaimana disebu tkan dalam pembicaraan terdahulu, karena kontraksi isotonik selalu mengandung komponen isometrik serta adanya kesan kinestetik (rasa gerak). 2. Rangsang untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan statis adalah kea daan anaerobik. Keadaan anaerobik ini terjadi oleh karena adanya (komponen) ko ntraksi isometrik pada setiap kontraksi isotonik. Komponen kontraksi isometr ik akan bertambah besar dan panjang bila latihan (kontraksi isotonik) menggunaka n beban yang cukup berat. Peningkatan kekuatan dan daya tahan statis diperoleh bersama-sama. 3. Beban luar untuk latihan otot dibagi menjadi 3 daerah beban : beban dalam daerah 1/3 atas (maximal) adalah untuk latihan kekuatan dan da ya tahan statis, dengan cara penetapan beban yang demikian, maka pemberian beban untuk lati han otot menjadi objektif, tidak hanya kira-kira saja dan selalu dapat disesuaik an lagi dengan meningkatnya kemampuan fungsional yang diperoleh. jumlah angkatan ulang pada frekuensinya yang maximal berbanding terbalik dengan berat beban. 4. Kontraksi isometrik maximal yang dipertahankan selama mungkin menyebabkan ke adaan yang ―absolut anaerobik. Keadaan ―absolut anaerobik dalam waktu yang cukup lama adalah rangsang yang dibutuhkan untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan statis 223 sebagaimana dikemukakan dalam butir 2 tersebut di atas. 5. -
Fakta-fakta yang berhubungan dengan latihan otot mengemukakan bahwa : untuk menambah kekuatannya, orang awampun memilih beban
yang berat, jadi pada wilayah 1/3 atas (maximal); secara tidak sadar mereka telah memanfaatkan komponen kontraksi isometrik yang lebih panjang. - E.A.Muller melaporkan bahwa hasil terbaik untuk meningkatkan kekuatan otot ialah melalui : -
kontraksi isometrik
-
sehari sekali
-
beban 2/3 maximal
-
selama 6 detik
-
satu
angkatan
pada
angkat
berat
memerlukan
waktu
antara
3.30-4.12 detik. Dari kumpulan kesimpulan tersebut di atas, maka rumusan yang dapat disarankan ba gi penerapannya dalam pelatihan otot untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan statis adalah sebagai berikut : 1. Ukur kekuatan maximal (1 RM = beban 100%) masing-masing otot atau kelompok o tot yang akan dilatih, untuk dapat menentukan berat beban pada daerah 1/3 atas ( maximal). 2. Tentukan berapa berat beban yang akan dipergunakan untuk latihan (misalnya 8
0%). Kemudian hitung berapa repetisi yang dapat dilakukan pada M (misalnya 10 kali). Dengan demikian maka beban kerja untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan pada atlet kita ini
beban 80% R (work load)
224 adalah 70-90% dari 80% RM, artinya pada setiap seri latihan dilakukan minimal 7 -9 repetisi pada beban latihan 80% RM. Latihan dilakukan beberapa seri denga n istirahat aktif (atau istirahat disertai massage) dalam waktu secukupnya (guna kan indikator denyut nadi !). 3. Angkatan dapat dilaksanakan dengan menggunakan 2 prinsip yaitu : a. mengulang angkatan dengan frekuensi maximal sesuai berat beban dan jumlah repetisi yang telah ditentukan, dengan memanfaatkan prins ip Repetisi Maximal (RM) seperti biasa, b. mengulang angkatan dengan frekuensi maximal sesuai berat beban dan jumlah rep etisi yang telah ditentukan, termasuk perpanjangan komponen kontraksi isometrik yaitu dengan menahan angkatan selama 4-6 detik pada setiap ½ jarak maximal kontrak si isotoniknya (Fakta dari latihan otot dan laporan Muller). Perlu dicatat bahwa daya (energi) yang diperlukan pada cara ini adalah lebih banyak karena adanya t ambahan energi untuk kerja statis menahan beban selama 46 detik. Oleh karena itu untuk melakukan b ini, tetap harus menempuh prosedur pa da no 2. Kedua hal tersebut di atas tetap dengan mengikuti ketentuan tersebut pada butir 2. 4. Angkatan ulang dihentikan bila terlihat tanda kelelahan yaitu: a. teknik angkatan mulai menunjukkan adanya kesalahan (lihat bagian IV tentang: latihan ketrampilan teknik dan kelelahan). b. irama pengulangan mulai melambat. 225 Berapa seri sebaiknya pengulangan latihan itu dilakukan, belum dapat dikemu kakan pada saat ini, dipersilahkan para pelatih menelitinya. 5. Secara periodik ditentukan kembali kekuatan maximalnya untuk mengetahui : a. besar peningkatan kekuatan dan daya tahan statis yang telah diperoleh b. beban latihan selanjutnya yang harus dipergunakan. ULASAN: Dengan rumusan yang demikian maka khususnya untuk latihan angkat berat tidak per lu digunakan beban yang maximal, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya cedera. Di samping itu penggunaan beban yang tepat sangat penting un tuk melatih/ mengembangkan teknik angkatan. Beban yang terlalu berat tidak mem ungkinkan mengembangkan teknik angkatan, sebaliknya beban yang terlalu ring anpun demikian pula halnya, karena tanpa teknikpun beban itu telah dapat diangka t.
LATIHAN DAYA TAHAN DINAMIS. Cuplikan yang dapat diambil dari pembicaraan terdahulu yang berhubungan dengan l atihan ini ialah : 1. Kontraksi isotonik adalah lebih baik dan lebih fisiologis, karena
selalu mengandung komponen kontraksi isometrik, emang cara kontraksi inilah satu-satunya cara
kesan kinestetik dan m
226 yang dapat digunakan untuk meningkatkan daya tahan dinamis. 2. Rangsang untuk meningkatkan daya tahan dinamis ialah keadaan aer obik di dalam otot. Untuk itu perlu diciptakan keadaan aerobik yang maximal. Keadaan aerobik terjadi oleh karena menjadi aktifnya mekanisme pompa otot (pompa vena). Efektivitas pompa otot tergantung pada besar ketegangan yang ditimbulkan oleh kontraksinya; sedang disamping itu keadaan aerobik yang maximal berhubunga n pula dengan frekuensi optimum kontraksinya. Pemakaian beban luar (yang c ukup ringan) akan mempertinggi efektivitas pompa otot serta mendekatkan frekuens i kontraksi pada titik optimumnya. 3. Beban untuk latihan daya tahan dinamis ialah pada daerah 1/3 bawah (minimal). 4. Kontraksi isotonik yang diulang dengan frekuensi maximal menyebabkan terjadi nya keadaan yang relatif anaerobik di dalam otot. Keadaan inilah yang akan dan harus terjadi pada penampilan maximal daya tahan dinamis (daya tahan anaero bik) otot seperti pada lari jarak pendek, jarak menengah dan sprint akhir pada l ari jarak jauh. Secara periodik penampilan maximal (tes atau uji coba) demikian harus diadakan untuk mengetahui perkembangan kemampuan maximalnya dan untuk men ghafal ―pacenya. Tetapi pada latihan, keadaan maximal justru harus dihindari karena seb agaimana dikemukakan pada butir 2 tersebut di atas: ―perlu diciptakan keadaan aerobik yang maximal dengan melakukan kontraksi dengan frekuensi yang sedekat mungkin ke pada titik optimalnya . Frekuensi optimal ini 227 sulit ditentukan dan bersifat sangat individual. Hal ini sesuai dengan sifat ola hraga prestasi mutu tinggi dimana penggarapan atlit harus bersifat individual. P emberian beban ―yang cukup ringan yang penentuannya bersifat individual akan m enyebabkan frekuensi kontraksi mendekati titik optimalnya dan meningkatkan efekt ivitas mekanisme pompa otot oleh karena dengan adanya beban, kontraksi otot menj adi lebih kuat, sehingga menyebabkan keadaan aerobik di dalam otot menjadi lebih baik yaitu mendekati titik maximalnya (lihat: Hubungan antara frekuensi kontrak si dengan keadaan aerobik dalam otot). Dari kumpulan cuplikan-cuplikan tersebut di atas, maka rumusan yang dapat disara nkan bagi penerapannya dalam pelatihan otot untuk meningkatkan daya tahan dinami s adalah sbb.: 1. Tentukan kekuatan maximal (1 RM) masing-masing otot atau kelompok otot yan g akan dilatih daya tahan dinamisnya (misalnya untuk otot-otot extensor tungkai 1 RM = 75 kg), Beban untuk latihan adalah beban yang berada dalam daerah 1/3 minimal yaitu beban antara 0-25 kg. 2. Lakukan latihan otot dengan beban yang telah ditentukan seperti ters ebut di atas (sesuai dengan kebutuhan dan ciri cabang olahraga yang be rsangkutan yaitu antara 0-25 kg) dengan frekuensi maximal (lari secepat-cepa tnya = tes awal) dan catat berapa denyut nadi maximal yang dicapain ya (misalnya 170/men), waktu tempuhnya (misalnya t detik atau t menit) dan jarak yang diperolehnya (misalnya y meter). Maka beban kerja (work load) untuk latihan adalah 70-90% dari data 228 tersebut diatas yaitu nadi maximal, waktu tempuh t atau dari jarak y. Sebaikny a latihan dengan beban tersebut di atas dilakukan dalam beberapa seri dengan ist
irahat aktif (mengaktifkan mekanisme pompa vena pada keadaan istirahat) atau ist irahat dengan massage di antaranya, untuk mempercepat pemulihan. Durasi (lama-wa ktu) istirahat interval ini ditentukan dengan menggunakan indikator denyut nadi misalnya bila denyut nadi telah kembali ke nilai 70% DNM. Penulis belum dapat m engemukakan berapa seri ulangan yang sebaiknya dilakukan, untuk ini dipersilahka n para pelatih melakukan penelitiannya ! 3. Khususnya untuk cabang olahraga lari, secara periodik perlu melatih penampil an maximal (tanpa beban) sesuai jarak sebenarnya untuk mengetahui perolehan peni ngkatannya dan untuk dapat menghafalkan ―pace nya. 4. Tentukan pula kekuatan maximal otot secara periodik untuk dapat menen tukan beban latihan selanjutnya. ULASAN: Dengan rumusan demikian, maka beban latihan dapat ditentukan secara objektif dan individual. Dalam hal olahraga lari, misalnya maraton, latihannya tidak perlu s elalu harus menempuh jarak sesungguhnya, sehingga mengurangi kemungkinan cedera dan mencegah kebosanan. Dengan menggunakan beban memang akan terjadi keadaan ―rela tif anaerobik yang baru yaitu yang disebabkan oleh karena adanya beban akan meny ebabkan komponen kontraksi isometriknya menjadi lebih panjang, yang berarti juga bahwa olahdaya anaerobik menjadi lebih 229 besar. Tetapi keadaan aerobik yang berhasil diciptakan di dalam otot pada frekue nsi kontraksinya yang maximum dengan pemberian beban, adalah juga lebih besar da ri pada yang dapat diciptakan pada kontraksi dengan frekuensi optimum tanpa beba n (lihat grafik: Hubungan antara frekuensi kontraksi dan keadaan aerobic di dal am otot). Peristiwa itu akan menyebabkan terjadinya 2 hal yaitu : 1. Terjadinya rangsangan untuk menambah kekuatan otot oleh adanya keadaan ―relatif anaerobik yang baru . 2. Bertambahnya jumlah kapiler di dalam jaringan otot dan bertambahnya jumlah my oglobin dan mitochondria di dalam sel- sel otot menyebabkan keadaan aerobik menj adi lebih besar. Hasilnya ialah apabila beban ditiadakan maka keadaan relatif an aerobik yang baru (tanpa beban), terjadi pada frekuensi maximum yang lebih tingg i artinya ia dapat berlari dengan kecepatan yang lebih tinggi dan/atau dalam dur asi yang lebih panjang. Inilah yang sesungguhnya menjadi sasaran latihan d aya tahan dinamis (daya tahan anaerobik), misalnya untuk lari jarak menengah d an untuk dapat melakukan sprint akhir maraton pada saat yang lebih awal. LATIHAN 1.
Apa dan jelaskan rangsang untuk meningkatkan kekuatan otot ?
2.
Jelaskan mekanisme latihan untuk meningkatkan kekuatan otot ?
3. Perubahan anatomis dan kimia apa yang terjadi pada otot yang dilatih kekuat an.? 4. Bagaimana mekanisme latihan untuk meningkatkan daya tahan 230 dinamis, jelaskan pula syarat-syarat yang harus dipenuhi ? 5. Bagaimana menentukan berat beban permulaan untuk latihan kekuatan dan daya tahan statis otot ? 6. Bagaimana menentukan berat beban permulaan untuk latihan daya
tahan dinamis? 7. Tergantung pada apakah besarnya olahdaya anaerobik ? 8. Diantara sistema-sistema yang termasuk ES II, sistema mana yang dapat dilat ih secara khusus ?
BAB 13
231 KETAHANAN DAN KELELAHAN
H.Y.S.Santosa G. PENDAHULUAN Ketahanan dan kelelahan berkaitan dengan batas kemampuan maximal (BKM) dan merup akan kutub yang berlawanan dalam aktivitas fisik. Dalam bab ini akan dijelaskan BKM, macam BKM dan bagaimana pengaruh masing-masing BKM terhadap aktivitas fisi k serta hubungannya dengan olahdaya. SASARAN BELAJAR Setelah mempelajari Bab 13 ini Mahasiswa/ Pembaca diharapkan memahami tentang : 1. Pengertian dan macam BKM 2.
Pengertian dan macam ketahanan
3.
Hubungan BKM dengan ketahanan dan kelelahan
4.
Kaitan antara ketahanan dengan kelelahan.
5.
Kaitan antara ketahanan dan kelelahan dengan olahdaya.
BATAS KEMAMPUAN MAXIMAL (BKM) Batas kemampuan maximal (BKM) adalah kemampuan maximal seseorang dalam menampilk an aktivitas fisiknya. BKM terdiri dari : 1. BKM psikologik 2.
BKM fisiologik.
232 BKM psikologik terletak + 30% di bawah/ di depan BKM fisiologik (Ikai, Yabe dan Ischii dalam Karpovich & Sinning,1971). BKM psikologik ini mudah berubah mengiku ti perubahan kondisi psikologik atlet pada sesuatu waktu. Makin tinggi motivasi seseorang untuk berprestasi, BKM psikologik makin terdorong ke atas/ ke be lakang mendekati BKM fisiologik. BKM fisiologik adalah batas kemampuan maximal yang sesungguhnya, artinya bila orang melakukan aktivitas melampaui BKM fisiol ogik, berarti ia melampaui batas keselamatan dan berarti ia telah mempertaruhkan nyawanya. Di sinilah berbahayanya pemakaian obat- obat perangsang. Sebaliknya kejemuan atau kurangnya gairah/ minat yang berarti menurunnya motivasi akan menyebabkan atlet merasa cepat lelah karena menurunnya BKM psikologiknya. D engan demikian BKM psikologik berhubungan dengan kelelahan mental yang erat hubu ngannya dengan kondisi psikologik atau motivasi atlet yang bersangkutan. Hal i ni harus dicermati dan para Pelatih harus mengusahakan agar BKM psikologik menja di sedekat mungkin dengan BKM fisiologik. Secara anatomik penentu BKM adalah : 1.
ES-I, dalam hal ini khususnya otot, dan
2. ES-II, dalam hal ini khususnya adalah jantung. Secara fisiologik penentu BK M adalah : 1. Kapasitas anaerobik, yang merupakan BKM primer, 2. Kapasitas aerobik, yang merupakan BKM sekunder. Kapasitas anaerobik merupakan BKM primer oleh karena faktor inilah yang menentuk an terhentinya olahraga. Artinya apabila kapasitas anaerobik telah habis te rpakai, maka olahraga tidak mungkin dapat 233 dilanjutkan lagi dan orang akan berada dalam keadaan ―kehabisan tenaga (lelah berat = exhausted). Pada keadaan demikian otot tidak mampu lagi berkontraksi oleh karena rangsang saraf tidak dapat melintasi keping motorik (motor endplate) ke otot, oleh karena adanya hambatan oleh zat kelelahan (asam laktat). Olah raga baru dapat dilanjutkan apabila BKM primer telah dapat dipulihkan walaupun h anya sebagian (pemulihan parsial), dan tentu saja kemampuannya akan kembali penu h bila BKM primer telah dapat dipulihkan sepenuhnya (pemulihan total). Pemuliha n parsial terjadi selama atlet berada dalam aktivitas Olahraga (on court) yaitu pada apa yang sering disebut dengan istilah ―mengambil nafas dengan jalan memperlam bat irama permainan atau memperlambat dimulainya kembali permainan, misalnya sec ara sengaja memperlambat pengambilan bola yang keluar lapangan atau pura-pura me ngencangkan tali sepatu, dsb. Pemulihan total terjadi setelah aktivitas olahra ga selesai dilakukan yaitu setelah atlet meninggalkan lapangan (out of court). Kapasitas aerobik disebut sebagai BKM sekunder oleh karena bukan
dia yang menentukan kapan olahraga terpaksa harus dihentikan (saat terjadinya le lah berat), tetapi ia dapat mengubah yaitu memperlambat atau mempercepat datangn ya lelah berat, yaitu apabila kapasitas aerobik (sebagai hasil latihan) adala h besar maka kelelahan lambat dating, sedang bila kapasitas aerobik kecil k arena malas berlatih maka kelelahan lebih cepat datang. Bila kapasitas ae robik besar, maka habisnya kapasitas anaerobik lebih lama, artinya orang menj adi tidak mudah lelah. Dari uraian di atas, menjadi lebih jelas bahwa ketahanan yaitu lambatnya
datang
kelelahan
berhubungan
dengan
besar
kapasitas
234 aerobik, sedangkan kelelahan berhubungan dengan cepat habisnya kapasitas anaerob ik, yang disebabkan oleh karena kecilnya kapasitas anaerobik yang dimiliki saat itu atau oleh karena intensitas olahraga yang dilakukan terlalu besar. Dengan demikian, dari sudut pandang Ilmu Faal, tujuan pelatihan kemampuan dasar yang se ring juga disebut sebagai pelatihan fisik adalah meningkatkan BKM fisiologik, ya ng akan dengan sendirinya diikuti dengan meningkatnya BKM psikologiknya. Kapasitas anaerobik yang tinggi selain menunjukkan kemampuan untuk menampilkan olahraga dengan intensitas yang tinggi, juga menunjukkan tingg inya efisiensi seluler, yaitu sel dapat menghasilkan daya (energi) dalam jumlah yang besar dalam waktu yang singkat dan dengan menggunakan O2 yang sedikit. Deng an demikian maka pelatihan untuk meningkatkan kapasitas anaerobik hakekatnya ada lah membuat sel menjadi lebih efisien dalam menggunakan O2. Sedangkan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas aerobik adalah membuat tubuh (dalam hal ini ES-2) menjadi lebih mampu memasok O2 bagi keperluan sel. Oleh karena itu kapasitas ae robik yang tinggi selain untuk meningkatkan ketahanan juga berarti membuat atlit menjadi lebih cepat pulih dari kelelahan, artinya mempunyai kemampuan memulihka n diri yang lebih cepat setalah melakukan aktivitas fisik yang melelahkan. Oleh karena itu atlet yang harus bertanding secara berturut-turut harus memil iki kapasitas aerobik yang besar. Sesuai dengan tata-hubungan antara anaerobik (intensitas) dengan aerobik (durasi ), maka ketahanan yang berarti durasi dapat diperbesar (diperlama) dengan menu runkan intensitas olahraganya (olahdaya anaerobiknya). Akan tetapi mekanisme demikian bukanlah cara yang 235 harus ditempuh apabila kita berbicara dalam lingkup olahraga prestasi. Intensitas olahraga menunjukkan besar olahdaya anaerobik yang sedang berlangs ung, oleh karena itu semakin tinggi kapasitas anaerobik seseorang berarti semaki n tinggi intensitas olahraga yang dapat ditampilkan, sedangkan kapasitas aerobik yang lebih besar memungkin- kan olahraga tersebut dapat dipertahankan untuk dur asi yang lebih panjang. Perlu ditegaskan bahwa kontraksi otot selalu menggunakan daya dari hasil proses anaerobik yaitu pemecahan ATP menjadi ADP. Oleh karena semua perwu judan olahraga adalah hasil kontraksi otot, maka pada olahraga aerobikpun misaln ya lari marathon, setiap gerak langkahnya (hasil dari kontraksi otot) selalu men ggunakan daya yang berasal dari proses anaerobik. Hal di atas semakin me mperjelas masalah yaitu bahwa memang tidak ada olahraga yang anaerobik murni ataupun aerobik murni, yang ada selalu campuran, sehingga yang dimaksud d engan olahraga anaerobik hakekatnya adalah olahraga anaerobik dominan, demikian pula pengertian untuk olahraga aerobik. PELATIHAN FISIK. Kondisi Pelatihan. Sebelum membahas pelatihan fisik perlu lebih dahulu difahami apa yang dimaksud d engan kondisi pelatihan dan untuk dapat memahami kondisi pelatihan pembaca harus
memahami tata hubungan antara olahdaya anaerobik (fungsi ES-I) dan olahdaya aer obik (fungsi ES-II). Olahdaya aerobik hanya akan meningkat bila olahdaya anaerobik meningkat, dan tidak pernah terjadi olahdaya aerobik lebih besar dari 236 pada olahdaya anaerobik kecuali pada pemulihan (lihat depan). Dalam hubungan den gan hal ini, dengan memperpanjang nalar, dapat dikemukakan bahwa tidak akan pern ah terjadi peningkatan kapasitas aerobik apabila intensitas anaerobik yang terja di selalu lebih rendah dari pada kapasitas aerobik yang telah dimilikinya pada s aat itu. Artinya untuk merangsang peningkatan kapasitas aerobik maka intensitas anaerobik (=intensitas olahraga) pada latihan harus lebih besar dari pada kapas itas aerobik yang ada/ dimiliki pada waktu itu, jadi artinya lebih lanjut ialah bahwa untuk dapat meningkatkan kapasitas aerobik maka beban/ intensitas latihan harus over load/ supramaximal. Dalam hubungan dengan hal tersebut diatas perlu dikemukakan di sini beberapa istilah mengenai tata-hubungan anaerobik-aerobik yang berarti juga tata-hubungan antara intensitas/ beban olahraga/ kondisi anaerobik yang terjadi terhadap kapasitas aerobik yang dimilikinya pada saat itu. Tata hubungan itu ad alah seperti di bawah ini: Intensitas anaerobik < Kapasitas aerobik beban/intensitas olahraga normal/ normal load/ submaximal load. Pada keadaan ini olahraga dapat dilakukan dalam keadaan mantap yang penuh (true steady state), sehinga dapat dip ertahankan untuk durasi (waktu) yang lama. Intensitas anaerobik = Kapasitas aerobik beban/intensitas olahraga maximal/ crest load/ maximal load. Pada keadaan ini secara teoritis, olahr aga masih dapat dilakukan dalam keadaan mantap penuh, tetapi pada kenyataannya t idak dapat dipertahankan untuk durasi yang lama. Contoh : Lari maraton tidak dap at dilakukan seluruhnya dengan intensitas crest load. 237
Intensitas anaerobik > Kapasitas aerobik beban/ intensitas olahraga o ver load/ supramaximal load. Pada keadaan ini tidak mungkin dapat terjadi kead aan mantap yang sesungguhnya, tetapi untuk waktu yang relatif singkat, dapat ter jadi keadaan seperti mantap, sampai habisnya kapasitas anaerobik. Anaerobic endu rance berada dalam pola ini. Dari hal tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa meningkatkan kapasitas aerobik hanya mungkin bila intensitas latihan adalah over load, artinya intensitas la tihan menyebabkan terjadinya kesenjangan antara tuntutan akan O2 (intensitas a naerobik) terhadap kemampuan maximal memasoknya (kapasitas aerobik) dan ini lah yang disebut sebagai kondisi pelatihan. Kondisi pelatihan yang diperoleh d engan mekanisme di atas adalah yang terjadi pada pelatihan olahraga konvensional yang dilakukan oleh orang pada umumnya, yaitu untuk menciptakan kondisi pelatih an maka intensitas olahraga (intensitas anaerobik) harus ditingkatkan sedemikian besarnya sehingga melebihi kapasitas aerobik yang dimiliki pada saat itu. Namu n kondisi pelatihan juga dapat diperoleh oleh para Pelaku latihan Tenaga Dalam. Pada latihan Tenaga Dalam, intensitas gerakan fisiknya adalah ringan seh ingga dengan demikian maka intensitas anaerobiknya adalah rendah. Akan tetapi ol eh karena Pelaku latihan hanya boleh mengambil satu kali inspirasi yaitu hanya pada saat awal tiap melakukan jurus dan selanjutnya harus menahan nafas sampai berakhirnya jurus tersebut maka pasokan Oxigennya menjadi tidak dapat memenuhi kebutuhan saat itu, artinya dalam melakukan jurus akan terjadi kondisi pelatihan. Makin lama ia melakukan tahan nafas maka kondisi pelatihan akan menjadi 238
semakin besar dan secara subjektif olahraga akan terasa menjadi semakin berat dan respon fisilogiknya ialah seperti yang terjadi ketika ia melakukan ol ahraga konvensional yang berat misalnya terjadinya cucuran keringat yang ba nyak. Tujuan Pelatihan Tujuan pelatihan fisik pada hakekatnya adalah meningkatkan BKM primer maupun sek under melalui pelatihan anaerobik dan pelatihan aerobik. Selanjutnya perlu difahami apa sesungguhnya yang menjadi sasaran pelatihan fisik . Sasaran pelatihan fisik baik anaerobik maupun aerobik terdiri dari dua sasara n: 1. Lokal : Otot-otot yang diperlukan untuk berbagai tugas gerak 2.
Umum (general/ sistemik): Pelatihan ergosistema secara menyelu- ruh.
Pelatihan aerobik lokal Lebih dahulu akan dibahas pelatihan aerobik lokal, oleh karena pelatihan aerobik , khususnya pelatihan aerobik sistemik sudah sangat difahami. Pelatihan aerobik lokal hakekatnya adalah pelatihan daya tahan dinamis otot at au kelompok otot tertentu. Pelatihan dilaksanakan dengan menggunakan beba n pada daerah 1/3 minimal jadi dengan menggunakan beban pada daerah < 33.3% dari maximal (lihat Fisiologi Pembebaban) dan dilakukan dengan prinsip repetisi maxi mal (RM) dan kaidah pelatihan yang fisiologik. Tujuan pelatihan ini ialah meningkatkan 239 kemampuan fungsional unsur : 1. Seluler (ES-1 Lokal) yaitu sel-sel otot setempat yang menjalani pelatihan. Ha silnya ialah meningkatnya unsur-unsur untuk menyelenggarakan olahdaya aerobik di dalam sel, khususnya yaitu dengan bertambahnya : jumlah dan besar mitochondria
jumlah myoglobin di dalam sel otot.
2. Extraseluler (ES-2 Lokal) yaitu meningkatnya kemampuan men- dukung sis tem extraseluler oleh karena meningkatnya vaskularisasi jaringan otot setempat. Pelatihan aerobik sistemik Pelatihan aerobik sistemik adalah sumasi (penjumlahan) pelatihan- pelatihan aero bik lokal yang terjadi pada sejumlah besar otot-otot tubuh secara simultan seper ti yang terjadi pada berbagai bentuk olahraga yang bersifat aerobik misalnya lar i/jogging, berenang, senam aerobik, dsb. Tujuan pelatihan ini ialah meningkatkan kemampuan fungsional unsur : 1. Seluler (ES-1), yaitu seluruh sel-sel otot yang terlibat secara sistemik dal am kegiatan olahraga tersebut. Hasil yang terjadi pada sel-sel otot, seperti ya ng terjadi pada pelatihan aerobik lokal. 2. Extraseluler (ES-2), yaitu meningkatnya kemampuan mendukung dari ES-2. ES-2 terdiri dari : Darah, cairan tubuh dan getah bening
Pernafasan
Jantung dan pembuluh darah.
Hasil yang terjadi ialah meningkatnya kemampuan fungsional ES-2 240 yang wujudnya ialah meningkatnya kapasitas aerobik dan dengan demikian juga m eningkatnya daya tahan umum (General endurance). Namun untuk terjadinya hal ini ada syarat yang harus dipenuhi yaitu : rangsangan yang diberikan oleh ES -1 harus lebih besar dari kemampuan ES-2 yang ada pada saat itu, artinya besar r angsangan anaerobik harus lebih besar dari pada kapasitas aerobik yang dimilikin ya pada saat itu (Fahami tata-hubungan ES-1 ± ES-2, tata-hubungan anaerobik-aerobi k). Artinya lebih lanjut ialah bahwa rangsangan rangsangan pelatihan harus dapat menciptak an kondisi pelatihan yaitu kondisi intensitas olahraga (anaerobik) > aerobik, at au intensitas pelatihan yang disebut sebagai over load. Pelatihan anaerobik lokal Pelatihan anaerobik lokal adalah pelatihan otot pada umumnya, oleh karena daya ( energi) untuk kontraksi otot selalu berasal dari mekanisme olahdaya (metabolisme ) anaerobik (Fahami masalah pembentukan daya untuk kontraksi otot). Pada setiap terjadi kontraksi otot olahdaya anaerobik dalam otot selalu meningka t dan menjadi lebih besar dari pada olahdaya aerobik yang ada pada waktu itu. Ha l ini berarti bahwa pada setiap kontraksi otot terjadi kondisi pelatihan pada ot ot itu. Jadi pelatihan anaerobik lokal berarti terciptanya kondisi pelatihan lokal pada otot-otot yang dilatih. Kondisi pelatihan merupakan rangsangan bagi sel untuk memperbaiki diri dengan meningkatkan kualitas unsur-unsur anatomik maupun fisiol ogiknya dan ini berarti meningkatnya kualitas sel, yang 241 berarti juga meningkatnya kesehatan dan kemampuan fungsional sel. Dalam hal ini berarti meningkatnya kekuatan dan daya tahan statis sel- sel otot yang mengalami pelatihan ! Perubahan anatomik ditunjukkan dengan terjadinya : Hipertrofi otot yang disebabkan oleh karena :
Menebalnya sarkolema meningkatkan kekuatan pasif otot, artinya otot menjadi lebih kuat terhadap regangan. Bertambahnya unsur-unsur kontraktil otot (myofilamen) meningkatkan kekuatan aktif otot, artinya otot menjadi lebih mampu mengangkat beban yang lebih berat. Perubahan fisiologik ditunjukkan dengan terjadinya :
Peningkatan kekuatan dan daya tahan statis otot ybs. Perubahan biokimia ditu njukkan dengan meningkatnya : Jumlah komponen-komponen sistem anaerobik di dalam otot, termasuk menin gkatnya jumlah glikogen otot, yang berarti meningkatnya kemampuan fungsional ana erobik otot ybs. jumlah dan besar mitochondria
jumlah myoglobin di dalam sel otot.
Kedua hal yang terakhir ini diperlukan untuk meningkatkan kemampuan fungsional a erobik di dalam otot dan diperlukan untuk mempercepat pemulihan otot ! Pelatihan anaerobik sistemik Pelatihan anaerobik sistemik berarti terciptanya kondisi pelatihan secara sistemik yaitu terciptanya kondisi pelatihan pada seluruh sel
242 dalam tubuh. Hal ini dapat terjadi bila pasokan pasokan O2 bagi setiap sel tubuh tubuh tidak mencukupi kebutuhan sekalipun pada istirahat. Kondisi demikian hanya mungkin bil a terjadi hypoxaemia yaitu kurangnya kandungan O2 di dalam darah dan hal ini han ya dapat terjadi bila ada hypoxia yaitu kurangnya O2 yang dapat diserap dari uda ra paru. Kurangnya penyerapan O2 di paru terjadi oleh karena : 1.
Kurangnya kandungan O2
dalam udara atmosfer
2. Kurangnya ventilasi paru oleh karena adanya gangguan pada mekanisme respirasi. Hal yang pertama hanya dapat terjadi pada kondisi yang luar biasa misalnya ting gal di ketinggian pegunungan di mana kandungnan O2 dalam udara memang ren dah, atau pada kondisi artifisial (buatan) misalnya yang secara sengaja dilakuka n pada climatic chamber. Hal yang kedua dapat terjadi pada: 1.
Kondisi patologis misalnya pada episode asthma bronchial akut
2.
Kondisi artifisial misalnya secara sengaja menahan nafas.
Hal yang kedua ini terjadi pada perenang-perenang yang secara sengaja berlat ih renang secepat-cepatnya dan sejauh-jauhnya dengan tetap tinggal dibaw ah permukaan air, seperti yang dilakukan oleh perenang-perenang Amerika Serik at tatkala berlatih renang untuk menghadapi Olympiade Los Angeles tahun 1984. Dengan cara berlatih demikian demikian tidak saja mereka berlatih secara anaerobik teta pi juga menciptakan kondisi hypoxia bagi dirinya. Oleh karena itu cara pelatihan demikian disebut sebagai pelatihan anaerobic hypoxic. Perenang-perenang tersebu t melakukan latihan anaerobic hypoxic dengan jarak panjang kolam renang tersebut (50 M). Pada suatu ketika 243 dua orang perenang pria ingin mencoba kemampuan dengan berenang sejauh mungkin s ecara anaerobic hypoxic. Hal ini diketahui oleh Nancy Hogshead, yang kemudian te rnyata menjadi peraih tiga medali emas dan satu medali perak renang pada Olympia de Los Angeles tahun 1984. Dari ketiga perenang itu, ternyata Nancy mencapai jar ak yang terjauh namun ia pinsang pada jarak 80 M, sementara dua teman p rianya sudah berhenti pada jarak 65 M. M. Perlu diketahui, Nancy adalah atlet ren ang yang menderita exercise induced bronchospasm/ asthma, yaitu serangan asthma yang timbul bila yang bersangkutan melakukan olahraga. Bila diterjemahkan dalam waktu, dengan asumsi bahwa rekor Perenang-perenang punc ak untuk gaya bebas jarak 100 M adalah satu menit (60 detik) maka jarak 50 M ber arti memerlukan waktu tempuh + 30 detik. Bila diasumsikan diasumsikan intensitas latihan adalah 80-90% kemampuan maximal, maka waktu tempuh untuk satu kali jarak latihan adalah 33-38 detik, artinya mere ka berlatih renang secara anaerobic hipoxic selama antara 33-38 detik pada setia p kalinya. Namun tidak dijelaskan berapa repetisi mereka melakukannya. Hakekat pelatihan anaerobic hypoxic ini juga dilakukan oleh para Pelaku Olahraga Tenaga Dalam. Pada jurus-jurus tertentu latihan Tenaga Dalam (Se ni Pernafasan Satria Nusantara), Pelaku melakukan latihan dengan hanya melakukan satu inspirasi pada awal melakukan jurus yang selanjutnya harus menahan nafas s elama melakukan jurus tersebut. Dalam pengamatan waktu, ternyata mereka melakuka nnya dalam kurun waktu selama 30-45 detik untuk setiap jurusnya yang kemudian di ulang sebanyak 15x (dilakukan sebanyak 15 repetisi) sesuai ketentuan pelatihan Tenaga Dalam Satria Nusantara. Namun interval waktu 244 pemulihan antara repetisi pertama dan repetisi-repetisi berikutnya tidak berpola
tertentu, tergantung pada Pelatih yang waktu itu memimpin pelatihan dan dapat b erkisar antara antara beberapa puluh detik sampai beberapa beberapa menit. Bila interval waktu pemulihan terlalu singkat maka pelatihan terasa lebih berat oleh karena terjadin ya dampak kumulatif pelatihan anaerobik yaitu tertumpuknya sampah olahdaya anaer obik (asam laktat). INTENSITAS PELATIHAN Secara objektif intensitas pelatihan (berat olahraga) ditentukan oleh besa r daya (energi) yang diperlukan dan dapat disediakan oleh mekanisme olahdaya (me tabolisme) anaerobik per satuan waktu. Secara subjektif ditentukan oleh besar kesenjangan yang terjadi antara olahdaya aerobik (kemampuan memasok O2) terhadap olahdaya anaerobik (tuntutan akan O2) ya ng terjadi. Makin besar kesenjangan itu itu berarti relative makin makin kecil kemampuan kemampuan memasoknya (kemampuan aerobiknya). Oleh karena itu agar olahraga selalu t erasa (subjektif) ringan maka kemampuan aerobik harus besar, agar kesenj angan menjadi sekecil mungkin. Contoh: 2 orang orang atlet A dan dan B dengan umur, umur, jenis kelamin, tinggi badan dan berat badan sama, bila ia lari untuk jarak yang sama dan bersama-sama (start dan finish bersamaan) maka mere-
245
ka secara objektif melakukan olahraga olahraga dengan intensitas dan dosis yang sama, ar tinya secara objektif mereka melakukan olahraga yang sama beratnya, melakukan ke rja yang sama banyaknya. Tetapi oleh karena B memiliki kapasitas kapasitas aerobik yang l ebih kecil dari pada A maka secara subjektif B akan merasakan olahraga itu sebag ai lebih berat. Dalam hubungan dengan masalah Tenaga Dalam perlu dikemukakan penelitian yang d ilakukan oleh Giriwijoyo dkk (2002). Penelitian dilakukan terhadap Mahas iswa pria baru jurusan Kepelatihan angkatan 2000 yang tidak mempunyai latar belakang olahraga untuk alasan homogenitas dan jumlah sample yang diperoleh dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan hasil tes awal menjadi Kelompok I, II dan III. Kelompok I diberi perlakuan murni latihan Tenaga Dalam Satria Nusantara (SN) tingkat dasar d an pelaksanaannya dilakukan sepenuhnya oleh Lembaga Seni Pernafasan Satria Nusan tara Bandung. Kelompok II diberi perlakuan perlakuan Senam Pagi Indonesia Seri D yang dil akukan oleh Instruktur dari Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (FPOK) Un
iversitas Pendidikan Pendidikan Indonesia (UPI), dan Kelompok III mendapat perlakukan perlakukan rti kelompok II tetapi dengan melaksanakan pola pernafasan Satria Nusantara, disesuaikan dengan kondisi fisiologiknya
sepe
246 yang berbeda dengan pelatihan murni SN. Alat ukur yang dipergunakan ditujukan untuk mengetahui dampaknya terh adap fungsi statis (Kapasitas Vital, Nadi istirahat dan kemampuan menahan nafas) dan dampaknya terhadap kemampuan dinamis (anaerobik alaktasid, anaerobik laktas id dan aerobik). Tes untuk mengukur kemampuan anaerobik alaktasid yang diperguna kan adalah : bentuk-bentuk gerak explosive maximal yang terdiri dari vertical ju mp, standing broad jump dan sprint 50 m. Tes untuk mengukur kemampuan anaerobik laktasid adalah lari 400 m, sedangkan untuk mengukur kemampuan aerobik diperguna kan tes lari 12 menit dari Cooper. Alat ukur ini dipergunakan untuk tes awal dan tes akhir. Hasil penelitian terdapat dalam tabel di bawah ini. Dari hasil penelitian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa: 1. Dari sudut pandang Ilmu Faal, Tenaga Dalam adalah kemampuan anaerobik (yang lebih baik). Hal ini terlihat dari kemampuan anaerobik yang lebih baik d engan urutan I > III > II 2. Hasil pelatihan pelatihan sangat erat kaitannya dengan sifat pelatihan, artinya artinya pelati han bersifat sangat spesifik dan hal ini terlihat dari kemampuan anaerobik sepe rti pada butir 1, sedangkan kemampuan aerobik dalam urutan II > III > I.
247
Catatan: DNI = denyut nadi istirahat. 3. Penerapan pola pola pernafasan SN kepada Senam Pagi Indonesia seri D menghasilkan kemampuan anaerobik yang sama dengan hasil pelatihan SN, tetapi peningkatan kem ampauan aerobiknya lebih rendah dari pada yang diperoleh melalui pelatihan murni Aerobik (SPI-D). Saran yang dapat diajukan berdasarkan hasil penelitian di atas ialah: 1. Pelatihan adalah sangat spesifik, artinya untuk meningkatkan kemampuan anae robik harus dilakukan pelatihan khusus anaerobik, demikian pula untuk meningkatk an kemampuan aerobik. 2. Pola pernafasan SN dapat diterapkan pada olahraga aerobik yang konvensiona l untuk mendapatkan peningkatan kemampuan anaerobik yang lebih baik, tetapi peningkatan kemampuan aerobiknya menjadi tidak maximal. Oleh karena i tu bila waktu cukup tersedia maka pelatihan aerobik harus dilakukaan secar a khusus untuk mencapai mencapai tingkat tingkat kemampuan kemampuan yang dibutuhkan. dibutuhkan.
KETAHANAN DAN KELELAHAN. Ketahanan yang dimaksudkan disini ialah ketahanan fisik/ jasmani. Ketahanan fisi k terdiri dari : 1. Ketahanan fisik biologik : Kemampuan
fisik/jasmani
untuk
melawan
dan
mengatasi
248 berbagai ancaman lingkungan yang cenderung menimbulkan kerusakan jasmani atau pe nyakit baik yang bersifat infeksi maupun yang bersifat non-infeksi. 2. Ketahanan fisik fungsional : Kemampuan fisik/ jasmani untuk melawan dan mengatasi beban atau tugas fisik/ jas mani yang akan menyebabkan terjadinya kelelahan. Ketahanan yang dimaksudkan dalam naskah ini ialah Ketahanan fisik fungsional. Ketahanan dan kelelahan dengan demikian merupakan kutub yang berlawanan bagi akt ivitas fisik. Dalam kaitan dengan olahdaya maka ketahanan berkaitan dengan makin besarnya kemampuan (relatif) olahdaya aerobik (kapasitas aerobik pada wakt u itu) dan rendahnya olahdaya anaerobik yang sedang berlangsung (berat olahraga yang dikukan), sedangkan kelelahan berkaitan dengan makin tingginya olahdaya ana erobik yang sedang berlangsung dan rendahnya kemampuan (relatif) olahdaya aerobi k (kapasitas aerobik) yang dimiliki. Kejadian kelelahan kelelahan dan hubungannya dengan dengan olahdaya adalah sebagai be rikut: Kerja/ olahraga adalah hasil dari olahdaya anaerobik yang meninggi yang s egera diikuti meningkatnya olahdaya aerobik. Meningkatnya olahdaya anaerobik d iperlukan untuk menghasilkan daya (energi) yang diperlukan untuk kerja/olahrag a itu, tetapi bersamaan dengan itu dihasilkan pula zat ―sampah yang akan menyebabka n terjadinya kelelahan. Meningkatnya olahdaya aerobik adalah untuk mempertahankan kelangsungan kerja/ olahdaya 249 anaerobik yang sedang terjadi, oleh karena salah satu cara menghilangkan zat kel elahan ialah dengan proses oxidasi (proses aerobik). Ketidak-mampuan ola hdaya aerobik mengimbangi olahdaya anaerobik berakibat terjadinya kelelahan. Anaerobik
Energi kerja/olahraga
(tanpa O2) Kerja
―sampah
Olahdaya
(Metab.)
OR. (+ O2)
Aerobik
pembuangan
kelelahan
Hal itu disebabkan : olahdaya anaerobik terlalu besar, yang berarti bahwa kerja/ olahraga yang sedang dilakukan adalah terlalu berat, -
kemampuan olahdaya aerobik (kapasitas aerobik) terlalu rendah.
Kemampuan olahdaya aerobik (kapasitas aerobik) tergantung pada: 1.
Kemampuan fungsional ES II, yang terdiri dari sistema :
-
darah dan cairan tubuh
-
pernafasan
-
jantung dan pembuluh darah,
2.
Kemampuan sel-sel tubuh menggunakan O2 secara efisien.
250 Fungsi ES II ialah : mengambil O2 dari udara melalui paru-paru dan mengangkutnya ke sel-sel ja ringan, khususnya ke otot-otot yang aktif. menyingkirkan/ memindahkan CO2 dan sampah olahdaya lainnya dari oto t-otot yang aktif ke hepar dan alat-alat exkresi. Dengan demikian fungsi ES II ialah memelihara dan memper- tahankan homeostasis untuk mempertahankan kelangsungan kerja/ olahraga (ketahanan fisik fungsional ) dengan jalan mencegah kelelahan melalui pemeliharaan dan pemulihan homeostasis . Fungsi ES II yang demikian itu tidak hanya diperlukan oleh atlit-atlit cabang olahraga aerobik saja, tetapi juga diperlukan oleh atlit-atlit cabang o lahraga anaerobik. Dalam hal terakhir khususnya untuk maksud mempercepat proses pemulihan. Oleh karena itu, adalah kesalahan konsep yang besar bila masih ada p endapat yang mengatakan bahwa atlit-atlit cabang olahraga anaerobik tidak memerl ukan latihan aerobik. PELATIHAN ªTENAGA DALAM º (PELATIHAN ANAEROBIK HIPOK- SIK, PELATIHAN ANAEROBIK SISTEM IK) Pada olahraga konvensional, kondisi pelatihan diciptakan dengan meningkatkan intensitas anaerobik (intensitas olahraga) sampai lebih besar dari kemampuan ES-II untuk memasok O2 (lebih besar dari kapasitas aerobik), artinya p elatihan harus bersifat overload. Pada pelatihan ―Tenaga Dalam (Satria Nusantara) kondisi pelatihan diciptakan dengan mengurangi pasokan O2 yaitu dengan mengendalikan/ menahan nafas selama melakukan jurus-jurus latihan.
Prinsip pelatihan
251 ―Tenaga Dalam inilah yang dilakukan oleh Perenang-perenang Amerika Serikat tersebut di atas yaitu dengan melakukan renangan secepat dan sejauh mungkin dengan tetap tinggal di bawah permukaan air, yang dari sudut pandang Ilmu Faal disebu
t sebagai pelatihan anaerobik hipoksik, yaitu pelatihan yang menciptakan k ondisi anaerobik sistemik. Tujuan pelatihan ini ialah untuk meningkatkan kapasit as anaerobik. Demikianlah maka prinsip pelatihan Tenaga Dalam ini tentu dapat di transfer ke p elatihan-pelatihan olahraga konvensional untuk tujuan meningkatkan kapasitas ana erobik dan dengan meningkatnya kapasitas anaerobic maka kapasitas aerobic dapat ditingkatkan lebih lanjut. Meningkatnya kapasitas anaerobik berarti juga meningkatnya anaerobic endurance d an ini berarti atlet menjadi lebih mampu melakukan lebih banyak gerakan-ge rakan explosive maximal yang sangat diperlukan seperti misalnya pada cabang olah raga bulutangkis, sepak bola, bolabasket dan sejenisnya, dan tentu saja akan san gat bermanfaat untuk melakukan sprint akhir pada lari jarak jauh. LATIHAN 1. ! 2.
Jelaskan macam-macam olahraga ditinjau dari proses penyediaan daya (energi) Bagaimana proses penyediaan daya (energi) pada saat:
a. istirahat b. permulaan kerja/olahraga c. k eadaan mantap (steady state) d. akhir kerja/ olahraga. 3. Daya (energi) dari proses apa saja, dan dari bahan apa saja yang digunakan pada saat melangkah, memukul, meloncat, menendang ? 4. Buatlah bagan dari proses tersebut (pada no. 3) ! 252 5. cam 6. 7. 8. 9.
Apa yang dimaksud dengan batas kemampuan maximal (BKM) dan sebutkan macam-ma BKM ! Terangkan bagaimana hubungan antara BKM dengan ketahanan dan kelelahan ! Ketahanan fisik dibedakan dalam dua macam ! Jelaskan masing- masing.! Jelaskan bagaimana kejadian kelelahan ! Apakah atlet olahraga aerobik/ endurance perlu dilatih anaerobik ?
Jelaskan ! 10. Apa yang dimaksud dengan pelatihan ―Tenaga Dalam ? Bagaimana cara pelatihannya ? Manfaat apa yang dapat diperoleh bila dilakukan oleh Olahragawan konvensional ? 11. Ceriterakan bagaimana melakukan pelatihan TD pada olahraga konvensional !
BAB 14
253
GANGGUAN PADA OTOT PEGAL-OTOT (MUSCLE SORENESS) SESUDAH LATIHAN DAN KEJANG-OTOT (MUSCLE CRAMPS).
H.Muchtamadji M.Ali H.Y.S.Santosa Giriwijoyo. PENDAHULUAN Sebenarnya tidak hanya atlet yang mengenal pegal-otot, tetapi masyarakat umum pu n banyak yang mengalaminya. Pada umumnya hal ini terjadi setelah orang melakukan aktivitas/olahraga yang cukup berat yang tidak biasa dilakukan oleh otot atau k elompok otot tersebut, sehingga otot-otot tertentu terasa sakit atau pegal-pegal . Maka perlu kiranya hal ini dijelaskan agar tidak mengundang pengertian yang sa lah, sehingga orang menjadi tidak mau lagi berolahraga. Demikian pula tentang kejang-otot, mungkin semua orang pernah mengalaminya. Namu n masih banyak yang belum mengerti kejadian maupun penyebabnya. Sehingga sering terjadi penanganan yang salah terhadap kejadian ini yang bahkan dapat menambah p arah. SASARAN BELAJAR Setelah mempelajari Bab 14 ini Mahasiswa/ Pembaca diharapkan memahami tentang : 254 1.
Pengertian pegal-otot (muscle soreness).
2.
Mengetahui penyebab pegal-otot.
3.
Dapat mengatasi apabila terjadi pegal-otot.
4.
Mempunyai sikap positif terhadap kegiatan olahraga.
5.
Dapat memahami pengertian kejang-otot (muscle cramps).
6.
Mengetahui penyebab kejang-otot.
7.
Dapat mengatasi apabila terjadi kejang-otot.
PEGAL-OTOT (MUSCLE SORENESS) SESUDAH LATIHAN Setelah bekerja cukup berat dalam waktu yang cukup lama, atau melakukan pekerjaa n yang tidak biasanya dilakukan, dapat terjadi tidak hanya kelelahan lokal tetap i juga pegal-otot. Pegal-otot ini biasanya tidak timbul segera setelah latihan/ kerja berakhir; tetapi timbul beberapa waktu (jam) kemudian dan dapat berlangsun
g beberapa hari. Apabila latihan (berat) itu diulangi pada hari berikutnya, mak a pada awal latihan otot yang bersangkutan akan terasa sakit lagi, namun akan hi lang dalam beberapa menit dan tetap demikian selama melakukan olahraga. Akan tet api setelah latihan dihentikan, beberapa waktu kemudian pegal-otot akan timbul l agi, namun dengan tetap meneruskan program latihan, durasi pegal-otot makin lama menjadi makin pendek dan akhirnya hilang sama sekali dengan menjadi terlatihnya otot-otot yang bersangkutan. Telah diamati bahwa bila latihan diakhiri dengan l atihan penutup yang ringan (cooling down) akan mempersingkat lamanya masa pegalotot. Hough (dikutip oleh Karpovich 1971) mengemukakan bahwa pegal255 otot diakibatkan oleh putusnya beberapa serabut otot. Memang dapat dipahami bah wa latihan keras dapat mengakibatkan putusnya serabut- serabut otot. Tetapi isti lah ―keras di sini hampir pasti tidak dapat dikenakan terhadap olahraga pada umumny a yang dapat menimbulkan pegal-otot. Jadi istilah ―keras di sini hanyalah menunju kkan otot menjalani latihan yang lebih berat dari pada yang biasa dilakukan. Pen dapat Hough ini tidak didukung oleh data penelitian, sehingga kurang mendapat du kungan. Di samping itu, ditinjau dari sudut Fisiologi Kedokteran dapat dikemuk akan bahwa bila terjadi putus serabut-serabut otot (ruptura muskular), nyeri oto t akan terjadi seketika itu juga, bukan pegal-otot yang datangnya beberapa waktu kemudian. Selain itu oleh karena nyerinya, esok harinya ia tidak akan mau kemba li berlatih. Kalaupun mau mencoba, maka nyerinya bukannya menghilang akan tetapi bahkan bertambah ! Perlu diketahui bahwa ruptura muskular adalah cedera otot, sedangkan pegal-otot bukan cedera otot ! Penjelasan yang lebih dapat diterima mengenai pegal-otot ini ialah bahwa latihan yang cukup berat dan lama, mengakibatkan tertimbunnya sampah olahdaya (metaboli sme) dalam jumlah yang berlebihan, yang menyebabkan meningkatnya tekanan osmotik di dalam dan di luar sel-sel otot. Peningkatan tekanan osmotik ini selanjutnya akan mengakibatkan banyaknya air yang tertimbun sehingga terjadi edema (pembeng kakan), yang selanjutnya akan menekan syaraf-syaraf sensoris, maka akan t erasa sebagai pegal-otot. Asmussen (dikutip oleh Karpovich 1971) merasa bahwa teori inipun tidak meyakinkan, maka dia mengadakan penelitian terhadap 16 orang wanita. Perl akuannya adalah naik-turun bangku setinggi 50 cm, dengan 256 selalu menggunakan tungkai yang sama untuk naik bangku, dan turun selalu dengan tungkai yang lain. Kecepatan dan irama naik turun bangku ini harus di pertahankan tetap konstan. Dalam percobaan lain, salah satu otot flexor lengan b awah diberi perlakuan mengangkat beban antara 5 s/d 7 kg dan otot flexor dari le ngan bawah yang lain menurunkannya. Perlakuan ini diteruskan hingga orang coba menyatakan lelah. Dalam kedua macam percobaan itu pengangkatan badan/beban merupakan kerja positif, sedangkan penurunan beban adalah kerja negatif. Tern yata kelelahan timbul pada otot yang melakukan kerja positif. Tetapi pengam atan terhadap orang coba pada hari berikutnya menunjukkan bahwa kerja positif me ngakibatkan pegal otot hanya terhadap dua orang coba pada otot extensor tungkai yang dipakai untuk naik bangku, dan terhadap 5 orang coba pada otot flexor lenga n bawah yang dipakai untuk mengangkat beban. Sedangkan kerja negatif mengakibatk an pegal otot terhadap 15 orang coba pada otot extensor tungkai yang dipakai unt uk turun dari bangku dan terhadap 12 orang coba pada otot flexor lengan bawah ya ng dipakai untuk menurunkan beban. Oleh karena olahdaya (metabolisme) yang terjadi pada kerja negatif 5 sampai 7 kali lebih kecil daripada olahdaya pada kerja positif, maka pegal o tot bukan merupakan akibat dari berlebihannya sampah olahdaya. Dari b erbagai fakta tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pegal otot disebabkan ole h pengaruh tarikan mekanis serabut-serabut otot terhadap jaringan ikat intramusc ular. Memang akan timbul pertanyaan mengapa kerja negatif lebih mengakibatk an pegal otot
dibandingkan dengan kerja positif ?
Pada kerja negatif, serabut-serabut
257 otot berkontraksi tetapi memanjang, dan bersamaan dengan itu jumlah serabut otot yang terlibat menurun. Akibatnya terjadilah penarikan yang lebih kuat terhadap jaringan ikat pada masing-masing serabut otot. Kejadian ini yaitu tarikan yang berlebihan pada jaringan ikat pada tiap serabut otot merupakan ruda-paksa (traum a), yang kemudian menyebabkan terjadinya edema (pembengkakan) setempat, yang sel anjutnya menyebabkan terjadinya rasa nyeri. Sedangkan pada kerja positif, serabut-serabut otot memendek, disertai dengan men ingkatnya jumlah serabut otot yang terlibat dalam kontraksi itu. Hal ini menyeb abkan berkurangnya tarikan masing-masing serabut otot terhadap jaringan ikatnya. Menyimak uraian terdahulu, maka untuk mengatasi pegal otot, dapat dilakukan dengan cara melakukan gerakan ringan (senam), yang merupakan istiraha t aktif dengan tujuan meningkatkan mekanisme pompa vena, atau dengan cara m engistirahatkan otot yang mengalami pegal-otot sambil dilakukan massage. LATIHAN 1.
Apa yang dimaksud dengan pegal-otot ?
2.
Bagaimana pendapat Hough dan Asmussen tentang pegal-otot ?
3.
Bagaimana cara mengatasi/menyembuhkan pegal-otot ?
4. Apakah orang harus menghentikan lami pegal-otot? Jelaskan alasan Anda !
program
berolahraganya karena ia menga
KEJANG-OTOT (MUSCLE CRAMPS) 258 Setiap olahragawan pasti mengenal muscle cramps (kejang-otot). Kejang-otot ialah kontraksi pada satu atau beberapa otot yang terjadi dengan tiba-tiba (spontan), kuat, berlangsung lama, dan terasa sakit. Mekanisme yang pasti tentang kejadian kejang-otot belum diketahui. Kadang-kadang ada perasaan yang merupakan tanda pe ndahuluan akan terjadinya kejang-otot. Dalam keadaan yang demikian otot-otot ya ng akan terlibat dalam kejang-otot dapat direlaxasikan di bawah kemauan sebelum terjadinya kejang-otot. Biasanya kejang-otot terjadi tanpa ada peringatan dan tanpa ada penyebab yang jelas, misalnya ketika seseorang sedang enak memba ca sambil berbaring. Kadang-kadang kejang-otot terjadi hanya pada otot yang tel ah dipergunakan pada waktu yang lama dan berat, dan dipicu hanya oleh kontraksi yang ringan saja pada otot yang telah lelah. Kadang dapat disengaja melalui kont raksi yang kuat pada otot yang masih segar. Kejang-otot macam yang terakhir ini paling mudah dibangkitkan pada otot-otot telapak kaki. Untuk mengatasi kejang-otot yang terjadi tanpa tanda-tanda atau penyebab yang jelas, cara yang paling baik ialah dengan meregang (stretching) ot ot yang mengalami kejang-otot itu, yang dapat dilakukan dengan cara mengkontraks ikan otot antagonisnya atau dengan meregangkan otot-otot yang bersangkutan secar a pasif dengan berbagai cara. Penyebab pasti dari kejang-otot bersumber dari saraf maupun unsur saraf-otot (ne uro-muscular). Apabila kejang-otot didahului oleh tanda peringatan, mungkin sek ali kejang-otot itu disebabkan oleh menurunnya ambang rangsang saraf-saraf motorik; akibatnya secara tiba-tiba frekuensi impuls saraf ke otot meningkat, yang menyebabkan terjadinya
259 kejang-otot. Kontraksi otot terjadi karena dilepaskannya acetylcholine yang dihasilkan oleh u jung-ujung saraf motorik pada keping motorik (motor end plates). Biasanya zat in i segera dihancurkan oleh cholinesterase. Tetapi apabila hal ini tidak terjadi k arena adanya hambatan terhadap fungsi cholinesterase, misalnya oleh racun organo fosfat maka pada awalnya memang terjadi kejang-otot tetapi selanjutnya terjadi p aralisis oleh karena rangsangan yang terus-menerus oleh acetylcholine menyebabka n terjadinya kondisi refrakter yang terus-menerus pula. Kejang-otot perut (Abdominal Cramps) Sering orang mendengar betapa berbahayanya kejang-otot perut bila terjadi pada w aktu berenang. Penelitian oleh Lanoue (Karpovich and Sinning, 1971) mengemuka kan bahwa dari 30.000 perenang yang berhasil ditemuinya, ternyata tak seora ngpun yang pernah mengalami kejang-otot perut. Kejang-otot perut ternyata meman g sangat jarang. Suatu kejadian pada orang yang sedang mancing, mengalami kejang - otot rectus abdominis kiri, ketika ia membungkukkan badannya untuk mengambil s esuatu di bawah bangku tempat ia duduk. Nyerinya luar biasa dan oleh karena nye rinya makin hebat tatkala ia bernafas, maka ia kemudian meregangkan tubuhnya dan menahan nafas. Ternyata kejang- ototnya hilang. Sungguh tidak diragukan lagi b ahwa kejang-otot sehebat itu dapat menjadi fatal bila terjadi pada orang yang se dang berenang. Sekalipun orang itu pandai berenang, apabila jauh dari pantai kej adian itu dapat menyebabkan orang menjadi tidak berdaya yang tentu saja berakibat fatal. 260 LATIHAN 1.
Jelaskan apa yang dimaksud dengan kejang-otot !
2.
Apa peran acetylcholine terhadap kontraksi otot ?
3.
Terangkan penyebab-penyebab terjadinya pegal-otot !
4. Jelaskan mengapa pegal-otot yang terasa pada awal-awal melalukan program olah raga menghilang bila terus melakukan program latihan yang telah disusun ? 5. Bagaimana cara mengatasi/menyembuhkan kejang-otot ?
BAB 15 261
AKLIMATISASI
H.Y.S.Santosa Giriwijoyo Aditya Wahyudi PENDAHULUAN Kehidupan manusia tidak mungkin dapat dilepaskan dari kondisi alam lingku ngan dengan berbagai sifat iklim (climate)-nya, baik kondisi alam yang subur mau pun kondisi alam yang gersang. Allah telah mengaruniakan akal dan daya penyesuai an yang besar kepada manusia yang apabila dipergunakan sebaik-baiknya insya Allah kesejahteraan hidup akan tetap diperoleh di manapun ia berada. SASARAN BELAJAR Setelah mempelajari Bab 15 ini Mahasiswa/ Pembaca diharapkan memahami tentang : 1. Pengertian aklimatisasi 2.
Perlunya melakukan usaha aklimatisasi
3.
Pembentukan panas badan
4.
Cara-cara pembuangan panas
5.
Penggunaan katagori indeks WBGT
262
AKLIMATISASI Pengertian Aklimatisasi adalah penyesuaian diri seseorang terhadap iklim lingkungan kawasan baru, yang berbeda dengan iklim kawasan hunian sebelumnya. Aklimatisasi hakekat nya adalah adaptasi bio-fisiologik terhadap sifat-sifat alamiah lingkungan, yait u penyesuaian fungsi-fungsi fisiologik dalam tubuh terhadap sifat-sifat alamiah lingkungannya yang baru, yang berbeda dari sifat-sifat alamiah kawasan hunian se belumnya. Kegiatan olahraga tidak mungkin dapat dilepaskan dari lingkung- annya. Pengaru h iklim, khususnya suhu dan kelembaban yang lebih tinggi sangat mempercepat per ubahan bio-fisiologik dalam tubuh ke arah yang merugikan, sehingga pada oran g yang belum beraklimatisasi dengan baik terhadap iklim lingkungannya yang ba ru, perubahan bio- fisiologik itu dapat dengan cepat mengarah ke perubahan patol ogik yang dapat membahayakan. Oleh karena itu pada olahraga, aklimatisasi terh adap lingkungan, khususnya lingkungan yang lebih panas dan lebih lembab dengan s egala permasalahannya sangat perlu difahami secara lengkap, agar keadaan patolog is yang mungkin terjadi dapat dihindari. Perpindahan seseorang ke kawasan dengan iklim yang berbeda dari kawasan hunian s ebelumnya, dapat mempengaruhi mekanisme pengaturan keseimbangan bio-fisiologik u ntuk mempertahankan suhu tubuh dan tata susunan cairannya. Mekanisme itu sangat penting untuk mempertahankan homeostasis yaitu pemeliharaan kondisi ca iran lingkungan hidup sel yang sebaik-baiknya, agar manusia tetap dapat 263 menampilkan kemampuan fungsionalnya yang terbaik dalam aspek fisik maupun aspek psikis. Suhu Tubuh dan Produksi Panas Suhu inti tubuh orang sehat saat istirahat biasanya sangat konstan. Suhu inti tu buh ialah suhu bagian dalam tubuh yang pengukurannya dilakukan di dalam rectum, melalui anus (dubur). Suhu inti tubuh berfluktuasi sekitar 370C, sedangkan suh u bagian luar tubuh berfluktuasi lebih luas. Perubahan suhu itu dalam rentang w aktu 24 jam ialah antara 0.5 ± 1.5 oC atau 1 ± 2.5 o F Manusia mampu menyesuaikan diri terhadap suhu lingkungan yang lebih tinggi atau yang lebih rendah dari pada suhu lingkungan tempat tinggal asalnya. Akan tetapi toleransi terhadap suhu ini tidak besar, hanya kurang lebih 4oC. Lebih dari ba tas ini diperlukan adaptasi bio- fisiologik terhadap kondisi lingkungan yang ber sangkutan, agar dapat memperagakan penampilan (performance) yang optimal sep erti di kawasan hunian sebelumnya. Secara biologik, batas toleransi maksimal yang masih dapat di- pertahankan untuk kehidupan sel-sel tubuh manusia ialah antara -1o s/d +45o C (Astrand & Rodahl, 1970). Manusia sebagai makhluk homeoterm (berdarah panas), selalu membentuk panas, oleh karena itu selalu perlu membuang kelebihan panasnya agar suhu tubuh dapat diper tahankan konstan. Kegagalan dalam masalah pembuangan panas dapat menyebabkan te rjadinya hyperpyrexia atau hyperthermia (kelebihan panas), yang dapat mengakibat kan kematian dalam waktu kurang dari 6 jam, yang disebabkan olah karena enzym-enzym untuk proses olahdaya 264 (metabolisme) menjadi tidak berfungsi. Pada olahraga, pembentukan panas tubuh dapat meningkat menjadi 10 ± 20 kali dari istirahat (Pyke & hraga seseorang mengalami kegagalan waktu kurang dari 30 menit abkan orang menemui ajalnya. Ditinjau dari segi pembuangan panas
Sutton., 1992). Oleh karena itu jika pada ola pembuangan kelebihan panas, maka dalam akan terjadi hyperpyrexia yang akan menyeb tubuh, suhu lingkungan
yang
tidak menguntungkan yaitu suhu lingkungan yang tinggi. Suhu tubuh merupakan ha sil keseimbangan antara produksi panas oleh tubuh dengan pembuangannya. P roduksi panas terjadi karena adanya proses kimia yang disebut olahdaya (metaboli sme); yang menghasilkan daya (energi) untuk berbagai proses dalam tubuh antara l ain : kerja syaraf, kelenjar, otot (kerja fisik) membentuk zat-zat baru mempertahanka n suhu tubuh. Pembentuk panas yang terpenting dalam tubuh ialah otot, sehingga dapat dipahami bahwa makin berat dan makin lama kerja otot/ kerja fisik, maka m akin besar produksi panasnya. Oleh karena itu kalau akan menyelenggarakan jenis olahraga yang berat dan memerlukan waktu (durasi) lama (lari maraton, lari lintas alam, sepak bola) di udara terbuka, harus selalu memperhitungkan su hu dan kelembaban udara lingkungan. American Colledge of Sport Medicine (Fox, Bowers and Foss, 1988) dengan menggunakan index WBGT membagi suhu dan kelembab an lingkungan menjadi 4 katagori. Index WBGT ialah bilangan yang menunjukkan ti ngkat kenyamanan lingkungan, yang diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan rumus sbb : 265
WBGT ( OC) = 0.7 wb + 0.2 g + 0.1 db wb = suhu bola basah, g = suhu bola hitam, db = suhu bola kering.
266 Katagori index WBGT tercantum dalam tabel berikut : Tabel : Index WBGT
Bendera / Status
Index WBGT
Keterangan
1.Merah / Risiko Tinggi 23 ± 28o C Semua pelari harus waspada akan kemungkinan kegawatan panas. Orang yang peka terhadap suhu & kelembaban tinggi sebaiknya tidak lari. 2.Jingga/Risiko sedang 18 ± 23o C WBGT akan meningkat sesuai perjalanan waktu 3.Hijau / Risiko rendah Dibawah 18o C bahwa tidak akan terjadi kegawatan panas 4.Putih / Risiko rendah Dibawah 10o C kecil, tetapi dapat terjadi hypothermia. Dikutip dari : Fox, Bowers, and al Education and Athletics.
Perlu
Tetap
diingat
tidak
Kemungkinan
bahwa
dapat
Index
dijamin
hyperthermia
Foss (1988) , The Physiological Basis of Physic
Perangkat untuk menilai index WBGT terdiri atas tiga buah termometer 267 seperti terlihat pada gambar di bawah ini. Alat ini harus ditempatkan di kawasa n yang akan dinilai index WBGTnya dan pembacaan termometer baru dapat dilakukan setelah ketiga termometer menunjukkan nilai yang stabil.
G g = suhu bola hitam db uhu bola kering O wb wb
db = =
s
suhu bola basah
Gambar : Perangkat termometer penentu Index WBGT Suhu lingkungan ditunjukkan oleh termometer bola kering. Kelembaban dapat dipe rhitungkan dari suhu pada termometer bola basah dan termometer bola kering.
Bila kelembaban 100% maka suhu yang ditunjukkan oleh termometer bola basah akan sama dengan suhu yang ditunjukkan oleh termometer bola kering, oleh karena tida k terjadi penguapan sama sekali. Semakin tinggi perbedaan suhu yang ditunjukkan oleh kedua termometer itu berarti semakin kering udara di kawasan itu. Hal ini disebabkan oleh karena dengan makin keringnya udara maka penguapan 268 menjadi lebih mudah dan setiap terjadi penguapan diperlukan panas, dan panas itu diambil dari benda tempat terjadinya penguapan, yang dalam hal ini adalah kain basah pembungkus kepala termometer bola basah. Udara yang kering memudahkan terjadinya penguapan oleh karena udara yang kering dapat menampung lebih bany ak uap air dan hal yang sebaliknya terjadi pada udara yang lebih lembab. Derajat kelembaban dinyatakan dalam % dan dapat ditentukan dengan menggunakan ta bel di di bawah ini (Dikutip dari Fox, Bowers dan Foss, 1988, hal. 505).
269 Contoh dalam table tersebut di atas memisalkan suhu lingkungan (thermometer bola kering) menunjukkan nilai t = 27o C, sedangkan suhu bola basah menunjukkan nila i t' = 20o C, sehingga t ± t' = 7. Cara mencari kelembaban ialah dengan mencari nila i t pada lajur paling kiri, kemudian mencari lajur nilai 7 pada baris paling ata s dan ditelusuri ke bawah sampai titik potong dengan baris dari suhu 27o C denga n lajur 7, dan ditemukan nilai 52%. Dampak udara yang lebih kering bagi tubuh ialah bahwa lingkungan menjadi terasa lebih nyaman. Tetapi ada hal yang harus diwaspadai terutama bila selain kering s uhu lingkungan juga panas, karena hal ini sangat memudahkan terjadinya dehidrasi (Baca Bab 17). Daya pancaran (radiasi) panas matahari dan bumi ditunjukkan oleh termometer bola
hitam (lihat gambar). Alat ini harus ditempatkan pada tempat terbuka, tidak te rlindung oleh bangunan serta pepohonan bila dimaksudkan untuk mengukur index WBG T kawasan udara bebas. Dalam hubungan dengan olahraga, perpindahan ke lingkungan yang bersuhu dan ber kelembaban lebih rendah adalah menguntungkan, karena lebih memudahkan pembua ngan panas. Sedangkan perpindahan ke lingkungan yang bersuhu dan berkelembaban lebih tinggi bersifat lebih merugikan tubuh. Pada saat berolahraga prod uksi panas meningkat, yang memerlukan pembuangan panas yang harus lebih mudah y aitu bila suhu dan kelembaban lingkungan yang lebih rendah. Suhu lingkungan yang lebih rendah mempermudah pembuangan panas melalui pancaran dan hantaran, se dangkan kelembaban yang lebih rendah mempermudah pembuangan panas melalui penguapan. 270 Dari rumus untuk menentukan index WBGT terlihat betapa peran kelembaban amat dom inan, dengan kontribusinya sebesar 70% dari nilai yang ditunjukkan oleh termomet er bola basah. Makin rendah nilai yang ditunjukkan oleh termometer bola basah, b erarti makin rendah kelembaban di kawasan itu. Index WBGT selain dapat ditentukan berdasarkan rumus, dapat pula ditentukan deng an menggunakan tabel seperti yang tertera di bawah ini (dikutip dari internet), bila diketahui suhu lingkungan (termometer bola kering) dan derajat kelembaban r elatif (dinyatakan dalam %) di kawasan yang bersangkutan. Kelembaban dapat diten tukan dengan mengguna- kan tabel yang tertera di halaman 242, bila diketahui sel isih dari suhu lingkungan (termometer bola kering) dengan suhu yang ditunjukka n oleh termometer bola basah. Sebaliknya dengan menggunakan tabel di bawah ini, derajat kelembaban di sesuatu kawasan dapat ditentukan bila diketahui suhu ling kungan (termometer bola kering) dan index WBGT kawasan tersebut. Atau sebaliknya , dapat diketahui index WBGT bila diketahui suhu lingkungan (thermometer bola ke ring) dan derajat kelembabannya. Contoh : Diketahui kelembaban di Jakarta sekita r 95% dengan suhu lingkungan sebesar 33o C. Maka cari angka 95 pada lajur paling kiri, kemudian cari suhu 33o C pada baris paling atas, kemudian cari titik pertemuan antara baris dari 95% dengan lajur dari 33o C, maka akan di temukan index WBGT Jakarta pada saat itu ialah > 40o C. Sebaliknya di padang pas ir dengan suhu lingkungan misalnya 50o C dan kelembaban 5%, dengan cara yang sam a akan ditemukan index WBGT sebesar 35o C. Demikianlah maka dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa nilai index 271 WBGT yang sama misalnya 350 C dapat dijumpai pada dua wilayah dengan iklim yang sangat berbeda, misalnya di gurun pasir dengan suhu lingkungan 500 C dan kelem baban relatif 5% dan di wilayah kepulauan dengan suhu lingkungan 290 C dan kelem baban 95%, seperti misalnya di Bandung tatkala siang hari mendung menjelang hujan. Akan tetapi ada
272
hal yang sangat perlu dicermati di sini yaitu bahwa walaupun nilai index WBGT sa ma, tetapi dampak fisiologisnya sangat berbeda. Di gurun pasir, dengan kelembaba n relatif yang begitu rendah, evaporasi sangat mudah terjadi sehingga potensi un tuk terjadinya dehidrasi adalah sangat lebih besar dibandingkan dengan di kawasa n dengan suhu lingkungan yang lebih rendah tetapi dengan derajat kelembaban rela tif yang lebih tinggi. LATIHAN 1.
Apa yang dimaksud dengan aklimatisasi ?
2.
Jelaskan kapan perlu melakukan usaha aklimatisasi !
3.
Kapan terjadi pembentukan panas tubuh ?
4. ! 5.
Jelaskan
6.
Jelaskan
pembagian
katagori
indek
WBGT
serta
bagaimana penggunaannya
Apa faktor terpenting yang menentukan nilai index WBGT?
tinggi ! 7. Bagaimana
mekanisme cara
pembuangan
menentukan
panas
derajat
pada
index
kelembaban
WBGT
disesuatu wilayah ?
273
BAB 16
PEMBUANGAN PANAS TUBUH PADA OLAHRAGA
H.Y.S.Santosa G. PENDAHULUAN Pembuangan panas tubuh merupakan masalah keselamatan bagi semua orang khususnya olahragawan. Kegagalan membuang panas pada orang dalam keadaan istirahat akan m enyebabkan kematian dalam waktu kurang dari 6 jam, sedangkan dalam olahraga dapa t terjadi dalam waktu kurang dari 30 menit. Maka dari itu mekanisme pembuangan panas tubuh perlu dipahami dengan baik oleh para pelatih dan para olahragawan. SASARAN BELAJAR Setelah mempelajari Bab 16 ini Mahasiswa/ Pembaca diharapkan memahami tentang : 1. Perlunya pembuangan panas tubuh. 274 2.
Cara-cara pembuangan panas tubuh.
3.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuangan panas tubuh.
CARA PEMBUANGAN PANAS TUBUH Pembuangan panas tubuh dapat terjadi melalui 3 cara yaitu: 1. Pembuangan panas secara radiasi (pancaran). Panas dipindahkan dengan cara dipancarkan. Contoh: pada waktu kita berdiri di d ekat api unggun, kita akan merasa hangat bahkan merasa panas, karena terjadi pan caran panas dari api ke sekitarnya termasuk kepada tubuh kita. Pembuangan pana s secara radiasi dapat bersifat positif atau negatif. Pada suhu lingkungan se kitar 21o C, pembuangan panas tubuh secara radiasi meliputi jumlah 60 % dari s eluruh pembuangan panas tubuh. Pada suhu lingkungan 24 ± 33o C pembuangan pana s tubuh secara radiasi menjadi lebih sulit, sehingga peranannya menurun menjad
i + 20-35% dari seluruh pembuangan panas tubuh. Bila suhu lingkungan suhu meningkat menjadi lebih tinggi dari suhu tubuh, maka tubuh tidak dapat me mbuang panas secara radiasi, sebaliknya tubuh bahkan menerima panas dari lingkungan melalui radiasi, seperti halnya bila kita berdiri di dekat api ungg un. 2. Pembuangan panas secara konduksi (hantaran). Dalam keadaan biasa, pembuangan panas tubuh secara konduksi berlangsung kecil sa ja, yaitu hanya kepada selapis tipis udara yang melekat ke tubuh. Hal ini disebabkan karena udara bukan penghantar panas yang baik. Akan tetapi konduksi a kan membesar manakala terjadi aliran udara. Udara yang telah menyerap atau memberikan panas 275 secara konduksi, kemudian diganti oleh udara lain yang lebih dingin atau lebih p anas, tergantung kepada suhu lingkungan saat itu. Lapis tipis udara yang melekat pada tubuh akan berubah suhunya oleh karena terjadinya pertukaran suhu dengan d engan tubuh dan oleh karena itu berat-jenisnya berubah. Perubahan berat jenis ini menyebabkan terjadinya aliran udara. Peristiwa aliran udara (atau a ir pada perenang) seperti itu disebut konveksi. Itulah pentingnya ada kipas ang in di tempat yang panas. Pembuangan panas tubuh secara konduksi dapat bersifat p ositif atau negatif tergantung suhu udara pada saat itu apakah lebih tinggi atau lebih rendah dari suhu tubuh. 3. Pembuangan panas secara evaporasi (penguapan). Kulit dilengkapi dengan kelenjar keringat dengan jumlah sekitar 2.5 juta dan ter sebar di seluruh permukaan tubuh, terutama di telapak tangan, telapak kaki dan leher. Bilamana diperlukan maka kelenjar keringat akan membentuk keringat yang akan dicurahkan ke pemukaan kulit, kemudian diuapkan. Untuk menguapkan air at au keringat dibutuhkan panas yang diambil dari tubuh, dengan cara demikian maka suhu tubuh menurun. Besar pembuangan panas secara evaporasi ditentukan oleh banyaknya keringat yang berhasil diuapkan, bukan oleh banyaknya keringat yang di hasilkan. Faktor-faktor yang menentukan banyaknya keringat yang diuapkan: 1.
suhu tubuh dan / atau suhu lingkungan.
2.
jumlah keringat yang dihasilkan .
3.
besar aliran udara (konveksi).
276 4.
kelembaban udara lingkungan.
Pada orang sehat, suhu tubuh hanya akan meningkat apabila orang tersebut berad a terus menerus dalam suhu lingkungan yang lebih tinggi daripada suhu tubuhnya, atau kalau ia melakukan olahraga/ kerja otot, yang akan segera diikuti oleh peng eluaran keringat yang kemudian akan diuapkan. Pada keadaan udara lebih lembab ( saat mendung), apalagi bila angin tak bertiup (tidak ada konveksi) maka penguapa n sulit terjadi dan proses pembuangan panas secara evaporasi menjadi terhambat. Hal ini cenderung meningkatkan suhu tubuh, yang akan direspon oleh tubuh dengan keluarnya keringat yang menjadi lebih bercucuran. Untuk mengatasinya perlu d iciptakan pergerakan udara (konveksi) dengan kipas angin, agar udara yang te lah jenuh dengan uap air diganti dengan udara segar. Pengeluaran keringat yang b
erlebihan ini terutama akan terjadi pada olahragawan yang berasal dari daerah di ngin (misalnya Bandung) yang harus bertanding di daerah panas (misalnya Surabaya ). Terlihat bahwa pada suhu yang tinggi pembuangan panas secara evaporasi menjadi sangat penting. Oleh karena itu apabila suhu tinggi dan kelem baban juga tinggi, maka bahaya akan kemungkinan terjadinya kegawatan panas (heat sroke) menjadi semakin besar. Tabel di bawah ini menunjukkan pembagian pembuangan panas tubuh pada berbagai suhu lingkungan sewaktu melakukan olahraga. Tabel : AGA
PEMBUANGAN PANAS TUBUH PADA BERBAGAI SUHU LINGKUNGAN SAAT BEROLAHR
277 RADIASI SUHU UDARA KONDUKSI KONVEKSI EVAPORASI 20 O C
50
%
50
%
25
O C
35
%
65
%
30
O C
20
%
80
%
35
O C
0
%
100
%
Dikutip dari Bloomfield, J; et. Al. (1992), Textbook of Science and Medicine in Sport. Dari table di atas terlihat bahwa pada suhu lingkungan 35o C, satu- satunya car a pembuangan panas yang masih berfungsi adalah evaporasi, sehingga semua orang k hususnya Olahragawan harus selalu menjaga kecukupan air dalam tubuhnya, dengan c ukup banyak minum yang harus diprogram secara sadar. Artinya, jangan menunggu ha us baru minum, oleh karena bila sudah ada rasa haus, maka sesungguhnya sudah ter jadi kekurangan air dalam tubuhnya. LATIHAN 1.
Jelaskan mengapa panas tubuh perlu dibuang !
2.
Tulis dan jelaskan cara-cara pembuangan panas tubuh!
3.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penguapan.
Jelaskan !
4. Jelaskan mengapa kelembaban yang lebih rendah meningkatkan mekanisme pembuangan panas tubuh ? 5. Jelaskan mengapa selalu perlu menjaga kecukupan air bagi tubuh kita ?
278
BAB 17 PEMELIHARAAN HOMEOSTASIS KESEIMBANGAN AIR DAN ELEKTROLIT PADA OLAHRAGA H.Y.S. Santosa
G.
PENDAHULUAN Sebagaimana diketahui, jumlah cairan tubuh kita sekitar 70% dari berat badan. K ehilangan cairan yang cukup banyak dalam waktu singkat dapat mengganggu homeosta sis yang selanjutnya akan mengganggu proses olahdaya (metabolisme) dengan akibat terganggunya penampilan fisik/ prestasi olahraganya. Untuk itu perlu diketahui bagaimana kejadian serta bagaimana cara mengatasi bahaya kekurangan garam dan cairan 279 tersebut. SASARAN BELAJAR Setelah mempelajari Bab 17 ini Mahasiswa/ Pembaca diharapkan memahami tentang : 1. Keseimbangan air dan elektrolit 2. Berat badan sebagai indikator homeostasis 3. Tingkat-tingkat cedera panas (heat injuries) sampai kegawatan panas. 4. Dehidrasi dan keracunan air (over hydration) 5.
Cara mengatasi bahaya kekurangan garam dan cairan.
PRODUKSI KERINGAT Pengeluaran keringat yang berlebihan pada kelembaban dan suhu lingkungan yang t inggi selama berolahraga, pada dasarnya untuk tujuan mempertahankan suhu tubuh y
ang berarti mempertahankan hidup. Akan tetapi pengeluaran keringat yang berlimpa h dapat mengganggu keseimbangan elektrolit (garam-garam) dan cairan tubuh (dehid rasi). Hal ini akan dapat mengganggu penampilan olahraga, karena akan mengakibat kan terjadinya kelemahan, kelelahan, kejang-kejang, bahkan kalut pikirian (halus inasi). Indikator yang sederhana dan mudah untuk mengetahui apakah kita masih dalam kecu kupan air ialah: 1. berat badan kita stabil. 2.
masih dapat buang air kecil mencapai jumlah 1 ± 1.5 Lt/24 jam (
5 s/d 6 kali buang air kecil dalam 24 jam). Pada suhu lingkungan yang lebih tinggi mekanisme pembuangan 280 panas melalui pancaran (radiasi) dan hantaran (konduksi) menjadi terhambat, sehi ngga titik berat mekanisme pembuangan panas harus beralih ke cara penguapan (eva porasi). Maka terjadilah perubahan mekanisme aktivitas pengeluaran keringat da n evaporasinya sbb: 1. Terjadi peningkatan aktivitas kelenjar keringat yaitu kelenjar keri ngat harus mampu mengeluarkan jumlah keringat yang lebih banyak dengan kandung an garam yang lebih sedikit. Artinya, dengan terjadinya aklimatisasi, mak a tubuh dapat menghasilkan keringat yang lebih banyak serta lebih encer (hipoto nis). 2. Kemampuan vasodilatasi perifer (memperlebar pembuluh darah tepi) yang lebih baik, khususnya pembuluh darah kulit. Dengan demikian maka pemindahan panas dari bagian dalam (inti) tubuh ke permukaan tubuh (kulit) dan proses pembua ngannya melalui penguapan menjadi lebih baik. Akan tetapi aklimatisasi adalah proses yang berangsur, oleh karena itu perlu wak tu. Mills (1983) mengatakan bahwa untuk hasil aklimatisasi yang baik diperlukan waktu antara 8 ± 10 hari. Fox, Bowers dan Foss (1988) mengatakan bahwa dengan m elakukan olahraga dengan program pembebanan yang progresif, maka aklimatisasi da pat diselesaikan dalam waktu 5±8 hari. Taylor dan Strydom et. Al. (dikutip oleh Karpovich dan Sinning 1971) dengan penelitiannya berkesimpulan bahwa diperlukan waktu antara 4±5 hari untuk dapat beraklimatisasi terhadap suhu lingkungan yang ti nggi, akan tetapi kemampuan mengeluarkan keringat yang maksimal baru terjadi set elah 10 hari. Dikemukakan lebih lanjut bahwa tingkat kebugaran jasmani yang lebih baik, yang diperoleh melalui latihan di tempat asal, akan mempermudah tetapi tidak dapat 281 menggantikan proses aklimatisasi itu sendiri. Dengan mengacu kepada pendapat-pe ndapat tersebut, maka merupakan tindakan yang tepat sekali apabila atlet-a tlet yang berasal dari daerah dingin dipindahkan lebih dulu ke daerah yang pana s, atau yang sama iklimnya dengan daerah tempat bertanding nanti. Perbedaan su hu sebesar 40 C saja sudah mempunyai dampak fisiologis yang cukup besar terhadap performa fisik. Toleransi terhadap perubahan suhu inti tubuh yang masih dapat dipertahankan agar prestasi kerja mental dan fisik tetap optimal ialah sebesar 40 C. Namun walaupu n perbedaan suhu lingkungan tempat asal dengan suhu lingkungan tempat bertanding hanya 40 C, proses aklimatisasi tetap sangat perlu dilaksanakan oleh atlet-atle t yang berasal dari daerah yang lebih dingin tersebut, apabila dikehendaki penam pilan mental dan fisik yang tetap optimal seperti di tempat asal. Walaupun aklimatisasi terhadap panas memang sangat penting, akan tetapi ha l itu tidak menjamin bahwa atlet telah terbebas dari kemungkinan mendapat ganggu an yang bersifat patologis dari keadaan suhu dan kelembaban lingkungan yang ting gi. Oleh karena itu perlu dikenal dan diwaspadai masalah kelainan patologis yan g disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas dan lembab.
KEGAWATAN PANAS Kelainan patologis yang disebabkan oleh suhu (dan kelembaban) lingkungan yang ti nggi ada 4 macam/ tingkatan, yang berdasarkan berat dan urutan kejadiannya adala h sbb: 1. Pingsan panas (Heat syncope) 282 2.
Kejang panas ( Heat cramps)
3.
Kelelahan panas (Heat exhaustion)
4.
Kegawatan panas (Heat stroke).
Faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya kelainan patologis tersebut iala h: kelelahan berlebihan yang dapat terjadi antara lain pada atlet cabang ol ahraga yang berat dan lama, contoh: pelari jarak jauh, pemain sepak bola, pemain bola basket. Keracunan alcohol Penggunaan obat-obat anticholinergik, misalnya atlet yang mempunyai penyakit maa g dan menggunakan obat maag jenis anticholinergik. Kekurangan cairan tubuh, misalnya karena pengeluaran keringat yang berlebi han. Kekurangan makan garam, karena itu atlet perlu menambah garam dalam makanannya. Kekurangan sumber energi, misalnya karena belum makan atau tidak sempat makan se belum bertanding. Kemungkinan adanya faktor-faktor tersebut perlu diwaspadai agar tidak terjadi ha l-hal yang tidak diinginkan tersebut. 1.
Pingsan panas (Heat syncope).
Terjadi pingsan secara tiba-tiba setelah berolahraga atau kerja fisik di tempat panas, dengan keadaan penderitanya sbb: kulit basah dan dingin denyut nadi lemah 283 tekanan darah menurun, penderita demikian biasanya cepat sembuh apabila dibaringkan di tempat te duh, didinginkan (dikipasi atau diseka dengan air es) dan diberi minum. Ditinjau dari sudut Ilmu Faal, kejadian ini disebabkan oleh karena adanya vasodi latasi sistemik yang berlebihan, yang menyebabkan terjadinya hypovolemia relativ e sehingga terjadi orthostasis dan shock hypovolemik. Pendinginan akan menyebabk an terjadinya vasokonstriksi yang akan memulihkan dari keadaan hypovolemia menja di normo- volemia. Akan lebih baik bila juga diberi minum air dingin dengan suh u sekitar 5 ± 10o C. 2.
Kejang panas ( Heat cramps)
Penyebab utama kejang panas ialah kehilangan banyak garam yang keluar bersamaan dengan keluarnya keringat yang melimpah, yang kemudian hanya diganti dengan minuman yang tidak mengandung garam serta tidak pula menambah garam ekstra da lam makanan- makanan sebelumnya.
Gejala-gejala kejang panas ialah sbb: Otot-otot perut dan anggota badan mengalami kejang yang disertai nyeri (kramp) , yang dapat pula disertai dengan kedutan-kedutan otot (muscle twitching ). Kulit basah dan dingin. Suhu inti tubuh (diukur di rectum melalui anus) normal atau hanya sedikit mening kat. Bila dilakukan pemeriksaan darah, akan ditemukan adanya 284 pemekatan darah (hemokonsentrasi) dan penurunan kadar garam (hyponatraemia) . Pada dasarnya, keadaan ini juga disebabkan oleh adanya hypovolemia yang disebabkan oleh adanya hyperhydrosis (pengeluaran keringat yang berlebihan) dengan disertai gangguan tata elektrolit, sehingga menyebabkan terjadinya kejan g-kejang.
Cara pertolongannya: Penderita hendaknya ditempatkan di tempat yang sejuk, diberi pertolongan terhada p otot-ototnya yang kejang dengan cara meregang- kannya, setelah itu dapat diban tu dengan masase ringan untuk memban- tu memperlancar peredaran darahnya. Janga n melakukan masase pada otot yang sedang kejang, karena justru akan menambah ras a nyeri pada otot yang bersangkutan. Bila memungkinkan diberi infus NaCl 0.9%, tetapi bila tidak me- mungkinkan dapat diusahakan dengan pemberian 1 gram NaCl (+ seu- jung sendok teh) diminum denga n air 2 ± 3 gelas, diulang 5 ± 10 X dengan selang waktu antara 30 s/d 60 menit. silnya biasanya cepat baik dan penderita biasanya tidak memerlukan perawatan Rum ah Sakit. Air minum bergaram tidak boleh terlalu asin, karena dapat menim- bulkan mual dan bahkan muntah. Rasa asinnya tidak boleh melebihi rasa asin seperti ketika gus i atau gigi berdarah. 3.
Kelelahan panas (Heat exhaustion)
285 Kelelahan panas merupakan reaksi seluruh tubuh (reaksi sistemik) terhadap pemapa ran panas yang berkepanjangan (prolonged heat expo- sure) yang berlangsung berja m-jam atau berhari-hari, yang disebabkan oleh karena: Gangguan keseimbangan elektrolit : kehabisan garam (salt/ sodium depletion) Gangguan keseimbangan cairan tubuh : dehidrasi (kekeringan = kekurangan cairan tubuh) Gabungan kedua hal tersebut. Apabila ditinjau dari kejadiannya, maka terdapat 2 bentuk yaitu : a. Gangguan keseimbangan elektrolit : Kehabisan garam (salt/ sodium depletion) Terutama terjadi pada orang-orang yang belum beraklimatisasi dengan baik terhada
Ha
p panas. Hal demikian dapat terjadi apabila pengeluaran keringat yang sangat ba nyak hanya diganti dengan cairan minuman tanpa disertai garam, yang dapat menyeb abkan terjadinya hipotoni cairan tubuh. Gejala-gejalanya ialah: kejang-kejang (seperti pada heat cramps) mual, muntah dan diare. lemah dan pucat. tekanan darah menurun, disertai denyut jantung yang sangat cepat. suhu tubuh biasanya normal, pada pemeriksaan laboratorium dijumpai kadar garam dalam cairan tubuh menurun, 286 hal-hal yang perlu diperhatikan ialah bahwa penderita tidak haus. Jadi ap abila orang ini kemudian diberi minuman yang tidak mengandung garam, maka kea daannya akan menjadi lebih parah. Penderita demikian sebaiknya dibawa ke Rum ah Sakit, karena memerlukan pemeriksaan kadar elektrolit serum dan fungsi ginja l, oleh karena ada kemungkinan terjadi hyponatraemia (kekurangan garam) ata u azotaemia (kekurangan nitrogen/protein) yang berat. Cara pertolongan pertama: Pindahkan ke tempat yang dingin. Beri minum air dingin dan air buah yang telah diberi garam dengan jumlah yang ku rang lebih sama dengan jumlah air dan garam yang hilang, (kurang lebih sesuai de ngan berkurangnya berat badan). Apabila penderita tidak dapat minum, perlu segera dibawa ke Rumah Sakit oleh kar ena memerlukan pertolongan lebih lanjut di RS. b. Gangguan keseimbangan cairan tubuh : Dehidrasi (Keke- ringan) Terjadi karena kehilangan banyak cairan disertai kekurangan pemasukan nya. Gejala-gejalanya ialah: Sangat haus dan lemah. Gangguan pada susunan syaraf pusat berupa: 287 -
gangguan koordinasi gerak.
-
gelisah dan kacau pikiran (delirium dan psychose).
-
pingsan (coma).
-
suhu tubuh sangat meningkat (hyperthermia).
Untuk mencegah dehidrasi dan memelihara penampilan yang optimal selama melakukan olahraga, penggantian jumlah air yang hilang melalui keringat, minimal harus me ncapai 40 ± 50%. Untuk itu bagi pelari jarak jauh khususnya maraton, minum harus diprogram, yaitu setiap 15±20 menit perlu diberi minum yang mengandung garam misal nya oralit (satu bungkus untuk 2 gelas). Suhu air minum harus lebih dingin dari pada suhu tubuh (yaitu 5 ± 100 C). Akan lebih baik apabila pada setiap pos ters edia alat semprot air guna membasahi tubuhnya. Membasahi tubuh dengan semprotan air hakekatnya adalah membuatkan keringat bagi yang bersangkutan sehingga dengan demikian dapat mengurangi pengeluaran keringatnya sendiri yang berarti menghema t air tubuh, dan dengan demikian memperkecil kemungkinan terjadinya gangguan hom eostasis.
c.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
Menurut kejadiannya, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh terdiri d ari tiga tahap : c.1. Dehidrasi hipertonik Dehidrasi ini terjadi oleh karena pengeluaran keringat yang berlebi han yang terjadi pada orang yang melakukan olahraga berat dan berlangsung lama, misalnya pada lari maraton. Keringat bersifat 288 hipotonis, kandungan garamnya antara 0.2-0.5% (Karpovich dan Sinning 1971). Makin terlatih seorang Atlet, makin hipotonis keringatnya. Oleh karena itu cairan yang tertinggal di dalam tubuh disamping jumlahnya berk urang, juga menjadi hipertonis. Pada dehidrasi hipertonis, orang akan mer asa sangat haus. c.2.
Dehidrasi isotonik
Bila oleh karena rasa hausnya ia lalu banyak minum air saja tanpa penambahan gar am, maka cairan tubuh yang semula hipertonis akan menjadi isotonis dan oleh kare na itu ia menjadi tidak lagi merasa haus. Akan tetapi jumlah air di dalam tubuh belum pulih seperti semula, yang dapat dilihat dari belum pulihnya berat badan. Demikianlah maka terjadi kondisi yang disebut dehidrasi isotonik. c.3.
ªDehidrasi º hipotonik
Bila ia karena menyadari bahwa berat badannya belum pulih lalu melanjutkan minu m air saja tanpa garam sampai berat badannya kembali seperti semula, maka cairan tubuh menjadi encer dan terjadilah keadaan yang disebut dehidrasi hipoto nik. Hipotoni cairan tubuh dapat menimbulkan gejala keracunan air yang disebabk an oleh karena tertariknya air ke dalam sel sehingga menyebabkan oedema sel. Ker acunan air ini dapat memberi gejala misalnya sakit kepala, mual, muntah dsb. Apabila dehidrasi disertai dengan kegagalan peredaran darah (shock) atau gejala ayan/ kejang-kejang (major seizures), keadaannya dapat dengan cepat berubah menjadi kegawatan panas (heat stroke). 289 4.
Kegawatan panas (Heat stroke)
Kegawatan panas merupakan keadaan darurat yang memerlukan pertolongan segera, ol eh karena itu perlu segera dibawa ke RS. Kegawatan panas disebabkan karena keg agalan mekanisme pengaturan suhu tubuh yaitu terjadi kenaikan suhu tubuh tetapi tidak disertai pengeluaran keringat. Suhu tubuh akan sangat meningkat (hiperterm ia/ hiperpirexia) yang akan menyebabkan hilangnya kesadaran dan terjadinya kerus akan jaringan ikat dan jaringan otot yang luas yang disebut sebagai massive rhab domyolysis. Gejala penyakit dan kematian disebabkan oleh terjadinya kerusakan pada : otot, system jantung±pembuluh darah, hati dan ginjal. Kegawatan panas biasanya terjadi sebagai akibat dari : o
terlalu lama dalam lingkungan panas yang tinggi
o
olahraga berat pada suhu lingkungan yang panas.
Oleh karena itu index WBGT dan program minum berkala perlu mendapat per hatian. Akan tetapi kegawatan panas dapat juga terjadi pada suhu lingkungan yang tidak terlalu panas, misalnya terjadi pada orang usia lanjut, orang-orang yang lemah atau orang-orang yang memang peka terhadap kejadian demikian. Faktor-faktor predisposisi (yang memudahkan) untuk terjadinya kegawatan panas ia lah: o penyakit jantung-pembuluh darah o
kecanduan alkohol
o
kegemukan (obesitas)
290 o baru saja sembuh dari penyakit demam o
kelemahan fisik/ yaitu kebugaran jasmani yang rendah.
Faktor-faktor yang dapat membantu mempermudah kejadian tersebut ialah : Pemakaian obat-obatan misalnya diuretika, sedativa (obat-obat penenang) dan obat-obat anticholinergik misalnya obat untuk sakit maag (lambung). Oleh karena itu, setiap Atlet yang menggunakan/ memerlukan obat , harus se lalu berkonsultasi dengan Dokter team. Gejala Kegawatan Panas Gejala awalnya ialah: pusing dan sakit kepala, mual, penglihatan kabur, kacau pi kir, yang selanjutnya diikuti oleh kejang-kejang dan akhirnya terjadi kehilangan kesadaran (coma). Suhu kulit panas, kulit berwarna merah dan kering. Nadi kuat dan sangat cepat. Tekanan darah mula-mula sedikit naik tetapi kemudian turun menjadi lebih rendah daripada normal. Suhu rectal dapat mencapai 430 C. Cara Pertolongan Pertama Usahakan menurunkan suhu tubuh secepatnya dengan membawa ke tempat yang teduh da n dingin. Buka seluruh pakaian dan seka dengan air dingin (air es), dan kipasil ah; atau secepatnya masukkan penderita ke dalam air dingin. Apabila suhu recta l telah mencapai 390 C, hentikan usaha untuk menurunkan suhu tubuh, tetapi suhu tubuh harus tetap dipantau. Apabila suhu tubuh naik lagi, ulangi lagi usaha te rsebut. Selanjutnya secepatnya penderita harus dibawa ke Rumah Sakit. 291 Dengan diagnosa yang cepat dan penanganan pertama yang tepat, insya Allah 80 ± 90% penderita yang pada dasarnya memang sehat, dapat tertolong. Prognosa adalah jelek apabila: o
suhu rectal mencapai 410
o
coma lebih dari
C.
2 jam
o hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan tanda-tanda kerusakan jaringan yang
luas. LATIHAN 1. Pengeluaran keringat yang berlimpah dapat mengganggu penampilan olahraga, me ngapa demikian ? Jelaskan. 2. Berapa derajat C perbedaan suhu yang sudah mulai mempunyai dampak fisiologi s yang cukup besar terhadap performa fisik. Jelaskan upaya untuk mencegah d ampak yang negatif tersebut ! 3. Menurut Mills (1983) berapa lama waktu yang diperlukan untuk hasil aklimati sasi yang baik. Sedangkan menurut Fox, Bowers dan Foss (1988) aklimatisasi dap at diselesaikan dalam waktu yang lebih singkat, namun dengan syarat. Jelaskan ! 4. Jelaskan beberapa indikator yang sederhana dan mudah, untuk mengetahui apaka h kita (atlet) masih dalam kecukupan air ! 5. Setelah beraklimatisasi akan terjadi peningkatan kemampuan vasodilatasi perifer, 6.
apa keuntungan (fungsinya) jelaskan !
Tuliskan 4 macam kelainan patologis yang disebabkan oleh suhu
(dan kelembaban) lingkungan yang tinggi dan terangkan gejala292 gejalanya ? 7. Tulis dan jelaskan 2 faktor yang dapat menimbulkan kelainan patologis akiba t suhu (dan kelembaban) lingkungan yang tinggi ! 8. Faktor-faktor apa saja yang dapat memudahkan terjadinya kegawatan panas ? 9.
Jelaskan
apa
yang
sdr
ketahui
tentang
dehidrasi
(meliputi:
pengertian, penyebab, dan cara mengatasinya) ! BAB 18
FISIOLOGI MASSAGE H.Y.S.Santosa Giriwijoyo PENDAHULUAN Massage sebagai rekayasa pemulihan, sudah sejak lama diketahui oleh masyarakat luas. Akan tetapi mekanisme fisiologis massage agaknya belum benar-benar difahami, oleh karena itu Bab ini akan menguraikan mekanisme Fisiologi da ri massage. Dengan difahaminya mekanisme fisiologi massage, maka akan dapat dif ahami berbagai cara massage, dan dengan demikian akan dapat dipilih satu cara ma ssage yang paling fisiologis, paling mudah dan paling murah, serta sesuai dengan kondisi yang ada.
293 SASARAN BELAJAR Setelah mempelajari Bab ini mahasiswa/ 1. Mekanisme fisiologi massage
pembaca
diharapkan memahami :
2. Berbagai macam cara massage : Tradisional Auto-massage, Cooling down. E.E.C.P. = Enhanced External Counter Pulsation Hydro-massage KELELAHAN Kelelahan adalah menurunnya kualitas dan kuantitas kerja atau olahraga yang dise babkan oleh karena (akibat dari) melakukan kerja atau olahraga tertentu. Penuru nan kualitas dan kuantitas kerja atau olahraga ini disebabkan oleh karena in tensitas dan durasi kerja atau olahraga itu telah menyebabkan terjadinya ganggua n homeostasis. Kondisi ini secara subjektif dirasakan sebagai kelelahan. Oleh ka rena itu kelelahan adalah citra subjektif dari adanya gangguan homeostasis, yang berdampak pada menurunnya kualitas dan kuantitas kerja atau penampilan seseora ng dalam olahraga (kesehatan/ prestasi). Oleh karena itu pula maka kele lahan perlu dicegah dan/ atau segera dipulihkan. Hakekat pemulihan adalah p engembalian kondisi homeostasis kepada kondisinya yang normal. Pemulihan dapat t erjadi secara spontan, akan tetapi dapat pula dipercepat melalui upaya rekayasa. Massage adalah upaya pemulihan (recovery) yang bersifat rekayasa (artifisial)
atau
bantuan,
yang
tujuannya
adalah
untuk
mempercepat
294 diperolehnya pemulihan itu. Dalam naskah ini yang dimaksud dengan pemulihan ial ah diperolehnya kembali kondisi homeostasis yang normal, yaitu kondisi fisiolo gis yang terbaik bagi sel-sel tubuh, yang berarti kondisi yang terbaik ba gi mahluk yang bersangkutan. Gangguan homeostasis yang secara subjektif dirasakan sebagai kelelahan sampai pada ketidak-berdayaan, dapat terjadi oleh karena : 1. Sumber energi tidak diperoleh (kelaparan) atau sumber energi dalam tubuh ter kuras habis oleh karena melakukan aktivitas fisik yang berat dan/ atau berlangsu ng lama. Hal ini akan menye- babkan terjadinya kelelahan akut. Pemulihan u ntuk hal ini dengan sendirinya ialah memulihkan sumber energi di dalam tubuh. Yang sangat perlu diperhatikan dalam kaitan dengan hal ini pada Olahragawan pad a umumnya ialah tersedianya jumlah karbohidrat yang adekuat dalam otot-ototnya, khususnya olahragawan cabang olahraga dengan komponen anaerobik dan aerobik yang tinggi. Oleh karena itu masalah pemuatan kembali (reloading) karbohidrat pada Olahragawan yang masih harus bertanding pada hari-hari berikutnya menjadi sa ngat perlu mendapat perhatian (baca masalah Nutrisi dan Sumber Energi). 2. Terganggunya keseimbangan air dan elektrolit dalam tubuh yang disebabkan ol eh terjadinya dehidrasi karena terjadinya penge- luaran keringat yang berlebihan pada waktu melakukan aktivitas fisik yang berat dan berlangsung lama. Kelelahan dalam hal ini dapat bersifat akut sampai dengan sub-akut. Pemulihan untuk hal ini ialah dengan rehidrasi dan pemberian elektrolit yang adekuat dan akurat. 295
3. Tertimbunnya sampah olahdaya (metabolisme) akibat dari melakukan aktivitas fi sik yang berat dan/ atau berlangsung lama, disertai adanya sirkulasi jaringan ya ng tidak adekuat oleh karena kurang sesuainya tingkat keterlatihan/ kebugaran ja smani Pelaku dengan tuntutan fisik cabang olahraganya, disebabkan rendahnya kebugaraan sistem kardio-sirkulo-respiasi, dan dengan sendirinya kapasit as aerobik Pelaku yang bersangkutan. Tidak adekuatnya sirkulasi jaringan menyeba bkan terhambatnya pembuangan sampah olahdaya (metaboilisme), dengan akibat terti mbunnya sampah dan terjadinya kelelahan pada jaringan otot yang bersangkutan. Hanya pada kondisi inilah maka massage merupakan rekayasa percepatan pemuli han yang tepat. Gangguan homeostasis pada ketiga keadaan tersebut di atas secara subjektif akan terasa sebagai kelelahan yang bersifat akut sampai ke pada yang b ersifat kronik. Kelelahan yang bersifat kronik terjadi oleh karena tidak sempurn anya pemulihan dari kelelahan sebelumnya yang menyebabkan terjadinya akumulasi kelelahan. Akumulasi kelelahan terjadi akibat gangguan homeostasis berkep anjangan yang menye- babkan menurunnya kinerja sel. Oleh karena itu kelelahan kronik berdampak buruk bagi penampilan atlit pada hari-hari berikutnya oleh kare na atlit harus bertanding dalam kondisi homeostasis yang tidak normal, ya ng akan menjadi semakin tidak normal dengan tidak sempurnanya pemulihan setiap s etelah pelatihan, dan khususnya setelah pertandingan. Oleh karena itu pula maka pemulihan terhadap kelelahan oleh penyebab (mekanisme) yang manapun, sudah haru s pulih dalam waktu 24 jam sejak dimulainya pertandingan. Di sinilah letak pentingnya 296 Atlit dan khususnya Pelatih memahami bentuk dan mekanisme terjadinya kelelahan, agar mereka dapat menggunakan rekayasa bantuan pemulihan secara tepat , oleh karena peran massage bagi pemulihan hanya bermanfaat terhadap kelelahan a kibat tertimbunnya sampah olahdaya. FISIOLOGI MASSAGE Dari sudut pandang Ilmu Faal, massage adalah rekayasa aktivasi mekanisme pompa v ena dan pompa limfe (getah bening) secara artifisial untuk mempercepat pemulih an melalui percepatan sirkulasi dalam kondisi istirahat total (berbaring den gan relax!). In situ (pada kondisinya yang fisiologis), aktivasi pompa vena dan pompa limfe terjadi pada kontraksi otot yang dinamis (isotonis) oleh adanya kon traksi dan relaxasi otot yang bergantian. Pada saat otot berkontraksi pembuluh-p embuluh vena dan limfe di dalam dan di sekitar otot terjepit, sehingga darah dan limfe terperas keluar dari pembuluh; kemudian pada saat relaxasi, pembuluh-pemb uluh itu terisi kembali oleh darah dan limfe yang berasal dari jaringan otot yan g aktif, bukan darah dan limfe yang tadi telah terperas ke luar. Oleh karena itu sistem pompa vena dan pompa limfe sering pula disebut sebagai pompa otot, oleh karena aktivasi kedua sistem pompa itu terjadi bila ada kontraksi otot yang dina mis. Dengan menjadi aktifnya sistem pompa otot, terjadilah percepatan sirkulasi jarin gan di dalam otot yang aktif. Percepatan sirkulasi ini membantu mekanisme peme liharaan homeostasis dan mempercepat pemulihan (di dalam aktivitas olahrag a) oleh terjadinya percepatan pasokan semua zat kebutuhan jaringan serta percepatan pembuangan 297 sampah olahdaya (metabolisme)-nya. Demikianlah pada olahraga, selain terjadi akt ivasi sistem sirkulasi yang bersifat sistemik (aktivasi dari Ergosistem II), ter jadi pula aktivasi sistem sirkulasi yang bersifat lokal pada setiap otot yang ak tif. Mekanisme demikian sangat perlu dimanfaatkan baik pada pemulihan tota l (atlet telah selesai melakukan olahraga) maupun pada pemulihan parsial (atlet
memanfaatkan selang-waktu yang terjadi dalam pertandingan) melalui apa yang seri ng disebut sebagai istirahat aktif (active rest) atau ―pendinginan (cooling down) p ada pemulihan total. Hakekat dari ―pendinginan dan istirahat aktif adalah massage o leh diri sendiri (auto-massage). Pada kerja dengan posisi statis, terjadi kontraksi otot secara isometris. Pada kontraksi isometris, mekanisme pompa otot tidak berfungsi, bahka n pembuluh-pembuluh vena maupun limfe secara terus- menerus dalam kondisi terjep it oleh adanya kontraksi isometris tersebut. Hal ini menghambat pasokan kebutuha n jaringan dan pembuangan sampah dari jaringan otot yang sedang aktif tersebut ( sedang berkontraksi isometris), sehingga dengan sendirinya mengundang b anyak terjadinya keluhan misalnya pegal otot (muscle soreness). Oleh karena itu, pekerja-pekerja dengan posisi statis-isometris (Pengemudi, Pekerja-pekerja di b elakang meja) perlu melakukan istirahat aktif (auto- massage) setiap selang wakt u tertentu misalnya setiap 4 (empat) jam untuk selama 5-10 menit. Dalam pelaksanaannya, terdapat bermacam-macam cara massage yang masing-masing mempunyai keuntungan dan kerugiannya seperti diuraikan di baw ah ini : 298 Cara Manual: Ini merupakan cara massage yang paling tradisional dan sudah dikenal sejak berabad yang lalu. Cara ini bersifat individual, artinya seo rang juru massage hanya dapat memijat satu orang pada sesuatu waktu. Penilaian p egguna jasa terhadap hasil massage seorang juru massage bersifat sangat subjekti f, karena setiap juru massage mempunyai metodologinya masing-masing yang kadang tidak konsisten dan bersifat sangat individual. Cara tradisional ini juga terken dala oleh etika/ sopan santun, oleh karena itu tidak dapat menjangkau seluruh ba gian tubuh. Auto-massage : Cara ini merupakan cara massage oleh diri sendiri yang mekanisme fisiogisnya sudah dijelaskan, yaitu melalui aktivas i mekanisme pompa otot. Oleh karena itu cara ini dapat dilakukan secara massaal yaitu dilakukan oleh sejumlah besar orang secara bersama-sama. Dampak dari Automassage bersifat antara subjekti-objektif, tergantung cara dan kesung- guhan ora ng melakukan auto-massage ini. E.E.C.P. = Enhanced external counter pulsation: Alat ini seperti manset untuk mengukur tekanan darah, dikenakan pada bagian- bagian tubuh (extrem itas) yang akan di massage. Alat ini dihubungkan dengan mesin pompa udara yang dapat bekerja sangat cepat menginflasi balon pembalut extremitas termaksud, sehi ngga terjadi pemijitan pada extremitas seperti halnya manset untuk menguku r tekanan darah, kemudian udara secara otomatis dikeluarkan. Demikian terjadi secara berulang-ulang sehingga terjadilah mekanisme seperti halnya pada massage. 299 Namun alat ini didesain secara khusus yaitu inflasi terjadi pada saat diastole, sedangkan deflasi terjadi pada saat sistole. Jadi frekuensi inflasi-deflasi ini harus benar-benar sesuai dengan frekuensi denyut jantung, dan alat ini memang su dah dirancang untuk dapat diatur secara demikian. Dengan demikian dampak massag e ini memang benar-benar untuk mempercepat aliran balik vena (venous return). Akan tetapi cara massage ini bersifat individual dan yang terutama menjadi kend ala adalah biayanya yang mahal dan hanya dapat diperoleh pada tempat-tempat tert entu misalnya Bagian Fisioterapi Rumah Sakit besar. Dampak dari massa ge ini memang bersifat objektif oleh karena mekanismenya yang bersifat sangat ko nsisten. Hydro-massage : Bahasan mengenai Bab ini akan disajikan secara tersendiri.
LATIHAN 1.
Apa yang dimaksud dengan kelelahan ?
2.
Apa yang dimaksud dengan homeostasis ?
3.
Apa hubungan antara kelelahan dan homeostasis ?
4.
Apa yang dimaksud dengan pemulihan ?
5.
Apa yang dimaksud dengan massage ?
6. Jelaskan kejadian-kejadian yang menyebabkan terjadinya gang- guan homeostas is ? 7. Jelaskan apakah setiap kelelahan dapat dipulihkan dengan massage ? 8.
Jelaskan mekanisme fisiologis dari pompa otot !
300 9.
Jelaskan apa hubungan massage dengan pompa otot ?
10. Jelaskan apa yang dimaksud dengan istirahat aktif dan ya dibandingkan dengan istirahat pasif ? 11. Jelaskan apa yang dimaksud dengan auto-massage dan di mana
apa kelebihann
letak kepentingannya dan kapan sebaiknya dilaksanakannya? 12. Sebutkan dan jelaskan mekanisme kerja dari berbagai macam cara apa keuntungan dan kerugiannya dari berbagai macam cara itu !
massage dan
BAB 19
HYDRO-MASSAGE
AIR PANAS DAN AIR DINGIN
H.Y.S.Santosa Giriwijoyo Neng Tine Kartinah Lilis Komariyah PENDAHULUAN Dalam kehidupan sehari-hari bila kita melakukan aktivitas fisik berat, misalnya melakukan olahraga berat, maka akan timbul efek berupa kelelahan. Salah satu pe nyebab terjadinya kelelahan adalah akibat dari penumpukan sampah olahdaya (metabolisme) misalnya yang berupa 301 asam laktat. Sesungguhnya asam laktat di sel otot bukan merupakan sampah akhir, namun bila jumlahnya berlebihan, dapat mengganggu kinerja sel, sehingga oleh kar
ena itu harus segera diangkut ke luar dari otot oleh sistem sirkulasi untuk di d aur ulang kembali menjadi glikogen di hati dan jaringan otot lain yang tidak akt if. Oleh karena itu dengan semakin baiknya kemampuan seseorang untuk me ngangkut sisa olahdaya tersebut keluar dari otot yang lelah kedalam hati dan o tot lain, maka semakin cepat pula seseorang pulih dari kelelahan (Astrand:1986). Perlu pula diingat kembali bahwa tertimbunnya asam laktat terjadi oleh karena p embentukan asam laktat lebih cepat dari pada penyingkirannya, dan hal ini berkai tan dengan tidak adekuatnya sistem sirkulasi dalam otot yang bersangkutan dan ti dak adekuatnya pasokan O2, baik secara absolut maupun secara relatif. Pasokan O2 yang secara absolut tidak adekuat disebabkan oleh rendahnya kapasitas aerobik yang dimilikinya, sedangkan pasokan O2 yang secara relatif tidak adekuat disebab kan oleh karena tingginya intensitas kerja/ olahraga yang dilakukannya (o ver load) ! Salah satu cara untuk pemulihan kembali dari kelelahan, yang sudah dikenal luas oleh masyarakat adalah massage. Prinsip kerja massage ialah dengan memberikan tekanan-tekanan atau pijitan-pijitan yang dapat meningkatlan aliran darah dan getah bening ke arah jantung (Maria Zuluanga,et.al.1995). Massage tra disional hanya akan berefek lokal pada tempat yang dilakukan pemijitan saja, selain itu belum mampu mencapai bagian-bagian tubuh secara lebih menyel uruh. Untuk itu perlu suatu metode yang dapat meningkatkan sirkulasi yang beref ek secara sistemik sehingga dapat efektif sampai kepada seluruh sudut302 sudut tubuh yang lebih dalam. Naskah ini menguraikan satu gagasan berdasarkan k aidah-kaidah fisika dan fisiologi yang sangat sederhana untuk meningkatkan sirku lasi secara sistemik seseorang dalam kondisi istirahat total, dengan prinsip man uver massage. SASARAN BELAJAR Setelah mempelajari Bab ini, Mahasiswa/ Pembaca diharapkan memahami tentang : 1. Prinsip-prinsip hydro-massage 2. if.
Dapat melakukan inovasi-inovasi hydro-massage secara kompre-hens
HYDRO-MASSAGE Hydro-massage merupakan manuver massage yang dilakukan oleh tekanan air. Hal ini berdasarkan pada kaidah fisika, bila sebuah balon yang bentuknya panjang diisi air maka dalam keadaan horizontal bentuk balon rata pada seluruh bagiannya sedangkan bila dalam keadaan vertikal maka karena pengaruh gaya gravitasi, ai r akan menumpuk pada bagian bawah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut:
303
Horizontal Vertikal
Gambar
Gambar balon berisi air dalam posisi horizontal dan balon dalam posisi vertikal Perubahan bentuk balon pada posisi vertikal dan horizontal tersebut di atas dise babkan oleh karena balon berisi air tesebut berada dalam media udara yang berat jenisnya lebih rendah dari air. Bila balon yang berisi air tersebut pada posisi vertikal dimasukkan ke dalam sebuah bejana yang berisi air maka secara kaidah f isika balon yang berisi air tersebut akan mendapatkan tekanan dari air dalam bej ana. Bagian paling dalam dari balon akan mendapatkan terkanan terbesar dibanding kan pada bagian atasnya. Hal ini akan berakibat aliran air dalam balon ke ba-
304
Gambar : Perubahan bentuk dan aliran air dalam balon pada media udara dan air
gian yang lebih atas, sehingga air dalam balon rata pada setiap bagian nya seperti keadaan balon dalam posisi horizontal. Apabila balon tersebut dikelu arkan dari bejana maka air dalam balon akan kembali mengalir ke bagian bawah seh ingga bentuk balon seperti dalam posisi vertikal di media udara. Untuk lebih jel asnya lihat gambar. Keadaan balon yang berisi air dapat di analogikan dengan manusia, karena pada da sarnya 70% tubuh kita terdiri dari air. Bila seseorang masuk atau dicelupkan ke dalam air dalam posisi berdiri (sebatas leher) maka ia akan menerima tekanan dar i air. Tekanan akan semakin membesar dengan semakin dalamnya pencelupan. Te kanan yang terbesar ada pada bagian tubuh yang terendam paling dalam d an semakin berkurang dengan semakin dekatnya ke permukaan. Adanya perubahan tekanan pada setiap bagian dengan bagian paling dalam 305 mendapat tekanan yang terbesar, maka akan menyebabkan meningkatnya aliran darah dan getah bening dari bagian paling bawah tubuh ke arah cranial (jantung) (Karp ovich:1971; Zuluanga,et.al.1995). Hal ini pada hakekatnya sama dengan apa yang t erjadi pada massage dan keadaan inilah yang disebut hydro-massage. Prinsip kerja dari hydro-massage ialah dengan melakukan pencelupan secara periodik. Dengan kata lain seseorang secara berga ntian dicelupkan pada posisi vertikal ke dalam air/ kolam dan kemudian diangkat dari dalam air/ diangkat dari kolam, hal ini dilakukan secara periodik dalam kur un waktu tertentu. Manfaat dari pencelupan secara periodik ini adalah: pada saat dicelupkan akan terjadi peningkatan aliran darah dan getah bening ke arah jantu ng, dan pada pengangkatan tubuh dari air, darah dan getah bening yang tadi sudah terperas ke arah cranial (jantung), tidak akan kembali ke bagian bawah l agi karena adanya sistem katup pada pembuluh darah vena dan getah bening. Keada an inilah yang akan meningkatkan aliran (sirkulasi) pada pembuluh darah dan geta h bening. Bila pencelupan dilakukan pada kolam yang berisi air hangat (4045ºC) maka akan terjadi vasodilatasi pada sistem peredaran darah di kulit. Pada k eadaan vasodilatasi, manuver pencelupan periodik akan menjadi lebih efektif meni ngkatkan aliran darah maupun getah bening menuju ke jantung. Dari uraian di atas keuntungan dengan metode hydro-massage yaitu dapat meningkatkan aliran darah da n getah bening secara sistemik. Bila seseorang berendam dalam air hangat terlalu lama, maka bila ia keluar dari air dapat terjadi hipotensi orthostatik, oleh karena adanya 306 vasodilatasi dan hilangnya tekanan air secara tiba-tiba. Keadaan ini akan menyeb abkan darah turun dan terkumpul pada bagian bawah tubuh (orthostasis). Hal ini dapat berkibat pingsan (collapse) oleh karena kurangnya aliran darah ke ota k. Untuk menghindari kemungkinan terjadinya collapse, sebelum hydro-massage di a khiri, secara berangsur air hangat diganti dengan air dingin (20-25ºC) sambil teru s melakukan pencelupan periodik beberapa waktu lagi. Air dingin akan menyebabkan vasokonstriksi, dan dengan demikian orthostasis dapat dihindari. Untuk melakukan metode hydro-massage dengan melakukan
pencelupan secara periodik ini, harus dibuat desain mesin untuk mencelup dan mengangkat tubuh dengan gerakan yang lambat optimal dan nyaman. Oleh karena nya perlu suatu mesin penggerak yang bekerja naik turun untuk mencelup dan menga ngkat yang dapat diatur. Mesin penggerak ini dikaitkan dengan titian tempat sese orang yang akan melakukan hydro-massage, dengan keamanan yang baik atau or ang harus diikat seperti halnya penerjun payung. Kemudian untuk membuat suhu air kolam berubah dari hangat menjadi dingin dan sebaliknya, dibutuhkan dua sumber aliran air yang terdiri dari aliran air panas dan aliran air dingin. Karena pada bagian akhir proses hydro-massage dibutuhkan penurunan suhu air kolam secara be rtahap, secara perlahan air dalam kolam diganti dengan air dingin. Sumber aliran airnya terletak pada dasar kolam, hal ini berguna pada saat penyaluran air pana s di berhentikan dan diganti dengan penyaluran air dingin, sehingga pendinginan berawal dari dasar kolam sesuai dengan berat jenis air dingin yang lebih besa r daripada air hangat. Selain itu hendaknya terdapat pula saluran pembuangan air disekitar permukaan kolam yang 307 berguna untuk membuang air dalam kolam, agar tinggi permukaan air tetap konstan. Saluran pembuangan di bagian atas itu berguna pula pada saat proses penggantian air kolam dari hangat ke dingin, dan dengan melalui sistem sanitasi, air dapat didaur ulang penggunaannya, bila tidak terdapat sumber air yang melimpah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat desain peralatan untuk hydro-massage pada gambar di bawah ini. PENYEDERHANAAN PRINSIP HYDRO-MASSAGE Ketergantungan pada mesin hydro-massage yang memang sangat mahal harganya, akan menyebabkan orang menjadi tidak dapat melakukan hydro-massage di sebarang kolam air. Oleh karena itu perlu dipikirkan mekanisme sederhana untuk dapat melakukann ya di sebarang kolam air, walaupun tentu sulit untuk mendapatkan kondisi air pan as dan air dingin yang tepat memenuhi keperluan seperti dikemukakan di atas. Art inya hydro-massage yang secara formal akurat, hanya dapat dilakukan di tem patnya yang formal. Diluar tempatnya yang formal, pada umumnya hanya akan dapat dilakukan pada air dingin saja atau air panas saja, dengan suhu air seperti apa yang ada dari sumbernya. Prinsip hydro-massage ialah pencelupan secara periodik ke dalam dan ke luar air, artinya orang dalam posisi vertikal menyelam dan menyembulkan diri secara peridik. Beberapa prinsip hydro-massage sederhana yang dapat direkomendasikan di sini ialah melakukan gerak-
308 Mesin Penggerak yang Dikaitkan dengan Titian
Saluran Pembuangan Air
KOLAM Saluran Air Dingin Saluran Air Panas
Gambar Desain mesin Hidro-massage
an-gerakan tersebut di bawah ini di dalam air: Step ups, misalnya Harvard step ups. Untuk dapat melakukan hal ini, di bagian p inggir kolam renang yang dangkal (+ 1.5 m) dibuat semacam bangku dengan ketinggi an 50 cm dan kemudian orang melakukan step ups pada bangku tersebut. Pull ups, untuk ini perlu disediakan palang horisontal (horizontal bar), setinggi + 20-40 cm dari atas permukaan air, kemudian orang melakukan pull ups pada palang tersebut.
309
Gb alternative hydro-massage
Squat ups. Inilah cara yang paling sederhana dan dapat dilakukan di semua kolam renang yang mempunyai bagian dengan kedalaman sebatas perut ! Seluruh kegiatan tersebut di atas dapat dilakukan jauh lebih 310 ringan, oleh adanya hukum Archimedes yang bekerja pada tubuh kita, yaitu bahwa d i dalam air, berat badan akan berkurang sebanyak berat air yang dipindahkan. Hal khusus yang perlu mendapat perhatian ialah bila hal tersebut dilakukan di kolam air panas, perlu dilakukan upaya pencegahan agar tidak terja di pinsang oleh karena adanya orthostasis, dengan cara sebagai berikut : S etelah selesai, begitu keluar dari kolam air panas hendaknya segera berbaring di pinggir kolam, sampai tubuh merasa dingin, artinya telah terjadi vasokonstr iksi dari pembuluh-pembuluh darah kulit, dan baru setelah itu boleh berdiri da n meninggalkaan kolam! KESIMPULAN Prinsip kerja Hydro-massage adalah pencelupan secara periodik dalam posisi berdiri ke dalam kolam air hangat yang berefek terjadinya vasodilatasi, yang aka n meningkatkan aliran darah dan getah bening, sehingga bermanfaat meningkatkan a liran darah pada proses pemulihan dengan hydro-massage. Hydro-massage harus diak hiri dengan air dingin untuk mencegah orthostasis. LATIHAN 1.
Terangkan mekanisme terbentuknya asam laktat dalam otot !
2.
Apa yang dimaksud dengan : asam laktat bukan sampah akhir ?
3.
Penumpukan
asam
laktat
dalam
otot
menyebabkan
kelelahan
!
Terangkan mekanisme terjadinya penumpukan asam laktat dalam otot ! 4. Kebugaran/ kemampuan fungsional sistem kardio-respirasi yang baik 311 memungkinkan adanya dua mekanisme yang menghambat kelelah- an ! Terangkan kedua mekanisme tersebut ! 5. Apa yang dimaksud dengan hydro massage ? 6. 7.
Ceriterakan prinsip dasar mekanisme hydro massage ! Ceriterakan
prinsip
kerja
hydro massage dan
jelaskan
mengapa aliran dar
ah dan getah bening di dalam tubuh tidak seperti aliran air dalam balon ? 8. Apa manfaat air panas dan air dingin pada hydro massage dan sebutkan berapa masing-masing suhunya ! 9. Bahaya apa yang mungkin terjadi pada orang yang berendam terlalu lama dalam air pana ? Terangkan cara menghindarinya ! 10. Terangkan prinsip-prinsip penyederhanaan hydro massage ! 11. Terangkan mengapa step-ups dan pull-ups dalam air lebih ringan ! 12. Apa
yang
dimaksud
dengan
orthostasis dan
bagaimana
cara mencegahnya ?
DAFTAR PUSTAKA Astrand, P.O. et al, 1986. Textbook of Work Physiology: Physiological Bases of Exercise. New York: McGraw-Hill Book Company. Karpovich, P.V. and Sinni ng,W.E., 1971. Physiology of Muscular Activity. Philadelphia: Sauders Company. Zuluanga, Maria, et al. 1995. Sport Physioterapy. Melbourne: Churchill Livingstone.
BAB 23012
PEMBELAJARAN GERAK KETRAMPILAN PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN GERAK VOLUNTER H.Y.S .Santosa Giriwijoyo PENDAHULUAN Masalah hirarki pengendalian gerak perlu difahami untuk dapat memahami mekanisme perencanaan dan pengendalian pada pembelajaran gerak ketrampilan mutu tinggi. S ecara anatomis memang belum dapat diidentifikasi secara akurat struktur-struktur pada Susunan Saraf Pusat yang berhubungan dengan fungsi perencanaan dan pengend alian gerak khusus maupun yang terintegrasi, namun secara menyeluruh hirarki pen gendalian gerak telah dapat dideskripsikan secara cukup jelas. SASARAN BELAJAR Setelah mempelajari bab ini, Mahasiswa/ Pembaca diharapkan dapat memahami mekanisme pembelajaran gerak ketrampilan mutu tinggi sehingga dalam mem berikan pembelajaran gerak ketrampilan mutu tinggi Pelatih dapat menyusun mat eri pembelajaran secara lebih akurat sesuai dengan tata aturan hirarki pengendal ian gerak, serta dapat mewujudkan pelaksanaan pelatihan itu melalui mekanisme-me kanisme pelatihan yang fisiologis, sehingga akan dapat memperkecil kemungkinan
313 terjadinya kegagalan atau bahkan terjadinya cedera. HIRARKI PENGENDALIAN GERAK Pengendalian fungsi otot rangka tersusun dalam pola hirarki yang disebut Hirarki pengaturan gerak (Lihat gb.di bawah). Hirarki dalam bahasan ini adalah h irarki fungsional (fisiologis), bukan hirarki struktural (anatomis), tetapi dipe rlukan pemahaman mengenai struktur-struktur anatomis dalam susunan saraf pusat ( SSP) beserta deskripsi fungsinya.
Gb.12-1
Daerah-daerah dalam SSP yang terlibat dalam pengendalian gerak dan sikap tubuh, mempunyai banyak hubungan timbal-balik (reciprocal) sehingga amat sulit mendeskr ipsikan fungsi khusus dari sesuatu daerah 314 pada otak. Niat untuk bergerak dibangkitkan di pusat pengendalian gerak tertinggi ya ng meliputi banyak daerah di otak termasuk pusat memori dan emosi. Belum diketah ui secara pasti di bagian otak mana niat itu dibangkitkan. Karena itu bagian ota k pengambil inisiatif ini kita sebut saja sebagai ―jaringan neuron hipotetis atau ―ja ringan neuron komando pada hirarki pengendali gerak tertinggi. Ada literatur yang mengatakan bahwa pusat pengambil inisiatif (niat) adalah corpus striatum, yang juga berfungsi sebagai pusat sistem extrapyramidal (sistem nonpyramidal). Niat kemudian dikomunikasikan ke pusat memori dan emosi, untuk menentukan pola gerak yang akan ditampilkan. Informasi itu kemudian direlay ke daerah bagian-b agian otak yang menyusun hirarki pengendali gerak tingkat menengah. Strukturstruktur pengendali gerak tingkat menengah ini menata sikap-sikap tubuh dan gerakan-gerakan yang diperlukan untuk mewujudkan gerak yang direncana kan, misalnya membungkuk, kemudian menjulurkan lengan dan tangan un tuk mengambil sesuatu, sambil menata sikap untuk memelihara ke seimbangan.
Struktur hirarki tingkat menengah terletak dalam bagian-bagian cortex cerebri da n cerebellum, nuclei subcortical dan batang otak (Lihat gb.hal.290). Struktur-st ruktur ini mempunyai interkoneksi yang luas. Neuron-neuron hirarki tingkat menengah menerima impuls dari neuron-neuron koma ndo, bersamaan juga menerima impuls-impuls aferen yang berasal dari reseptor -reseptor dalam otot, tendo, sendi, kulit, alat vestibular dan mata, yang member itakan tentang posisi awal tubuh/ bagian tubuh yang akan digerakkan. Informasi aferen ini 315 diintegrasikan oleh neuron-neuron hirarki tingkat menengah dengan sinyal y ang berasal dari neuron komando dan kemudian disusun menjadi program gerak (moto r program) yaitu menjadi pola kegiatan saraf-otot yang diperlukan untuk mewujudk an gerak yang dikehendaki.
Gb.12-2 A+B
Informasi yang disusun dalam program gerak ini disalurkan melalui jalur desenden s ke hirarki pengendali gerak tingkat terbawah (tingkat lokal) yaitu batang otak dan medulla spinalis, dan dari padanya keluar neuron-neuron motoris. Hirark i tingkat ini adalah penentu akhir mengenai neuron-neuron motoris mana yang akan diaktifkan. Program gerak ini secara terus-menrus disesuaikan dengan gerakan-gerakan yang se dang berlangsung, oleh adanya perubahan- perubahan informasi sensoris yang terja di secara terus-menerus, agar selalu terjadi keserasian antara sinyal-sinyal kom ando dengan sinyal- sinyal aferen. Bila sinyal komando ternyata tidak serasi den gan sinyal sensoris (aferen), maka diadakan penyesuaian pada sinyal komando, 316 artinya terjadi perubahan pada program gerak. Contoh : Bila orang disuru h mengambil sebuah botol ukuran + satu liter yang terbungkus rapi (informasi a feren dari reseptor mata, tanpa dapat melihat apa isinya) yang ternyata b erisi air raksa (Hg), maka sinyal komando akan mengirimkan impuls untuk mengatur kekuatan yang sesuai (berdasarkan pengalaman ± memori) yang diperkirakan cukup ku at untuk mengangkat botol tersebut. Tetapi tatkala ternyata botol itu sangat ber at karena berat air raksa adalah 13,6x berat air (informasi aferen dari reseptor - reseptor perifer), maka sinyal komando akan disesuaikan dengan kondisi nyata, sehingga akhirnya botolpun dapat diangkat dengan halus (smooth). Bila telah diperoleh pengalaman dari berbagai informasi sensoris beserta pengalaman geraknya, maka perkiraan besar sinyal komando menjadi lebih a kurat sehingga karenanya hanya sedikit koreksi yang perlu dilakukan, artinya ben
da akan dapat diangkat secara lebih spontan. Jadi diperlukan latihan, latihan da n latihan untuk dapat memperoleh pengalaman (memori) dalam menaksir perencanaan gerak secara lebih akurat.
Tabel : Hirarki pengendali gerak volunter
I. Tingkat tertinggi : A. Fungsi (Fisiologi): Menyusun rencana yang komplex sesuai dengan niat dan memo ri yang tersedia (pengalaman gerak), serta kondisi emosional saat itu, kemudian dengan melalui ―neuron-neuron komando mengomunikasikan dengan pengendali 317 gerak tingkat menengah. B. Struktur Anatomi) : Daerah-daerah yang terkait dengan memori dan emosi; area motor suplementer; dan cortex asosiasi. Semua struktur-struktur ini menerima dan mengorelisasikan masukan dengan banyak struktur-struktur otak yang lain. II. Tingkat menengah : A. Fungsi : Mengubah rencana-rencana komplex yang diterima dari pengendali gerak tingkat tertinggi menjadi sejumlah program-program motoris yang lebih kecil, ya ng akan menentukan pola aktivasi saraf yang diperlukan untuk melaksanakan perger akan. Program-program ini dipecah lagi menjadi sub-sub program yang menentu kan pergerakan-pergerakan pada sendi-sendi tertentu. Program dan sub- sub progra m ini ditransmisikan (kebanyakan) dari dari cortex cerebri, melalui melalui jalur desendens desendens ke tingkat pengendali gerak terendah. B. Struktur : cortex sensori motor, cerebellum, bagian-bagian dari basa l ganglia, beberapa nuclei batang otak. III. Pengendali gerak tingkat terendah (tingkat lokal) : A. Fungsi : Menyepesifikasi ketegangan pada otot-otot tertentu dan besar sudut p ada sendi-sendi tertentu yang diperlukan untuk melaksanakan program dan sub- pro gram yang diterima dari pengendali gerak tingkat tengah. B. Struktur : Neuron-neuron motoris pada segmen-segmen batang otak dan medulla s pinalis yang bersangkutan (Sumber : Vander, Sherman,, Luciano, (1994): Human Physiology: The Mechanisms of Body Function, Sixth Ed.,McGraw-Hill, Inc. hal.353.)
318 Gerak volunter dan involunter Ciri gerak volunter : (1) Gerak disertai kesadaran dan kewas- padaan penuh menge nai apa yang sedang dikerjakan dan mengapa hal itu dikerjakan, (2) perhatian dic urahkan ke gerak yang dilakukan atau tujuan gerak. Gerak involunter adalah untuk gerakan-gerakan yang tidak mem- punyai ciri-ciri d
i atas. Gerak involunter sering juga disebut sebagai gerak tak sadar, gerak otom atis atau gerak seperti reflex, walaupun istilah reflex dalam Ilmu Faal mempunya i pengertian yang lebih akurat. Dalam kehidupan sehari-hari, hampir semua perilaku melibatkan gerak volunter dan involunter, dan antara keduanya sulit dipilah. Bahkan untuk gerakan yang s angat harus disadari sekalipun, misalnya mengambil jarum di lantai, meli puti gerak tidak sadar (involunter) untuk menata sikap dasar tubuh, lengan dan t angan, disertai inhibisi terhadap otot-otot antagonis, khususnya otot-otot exten sor jari. Tidak ada gerak motoris yang murni volunter atau involunter. Makin ser ing sesuatu gerak dilakukan (dilatih), maka gerak atau pekerjaan itu semakin sed ikit melibatkan gerak volunter, artinya gerakan menjadi semakin seperti reflex, dan gerakan seperti itu disebut sebagai gerakan reflex bersyarat (conditioned re flex), oleh karena syaratnya telah dipenuhi yaitu latihan. Pengaturan neuron motoris lokal (Pengendali gerak tingkat ter- bawah) Pada tingkat lokal serabut-serabut aferen dari reseptor di dan kulit) bagian tubuh yang akan digerakkan masuk SSP
(otot, tendo, sen
319 menuju ke pengendali gerak tingkat lokal maupun yang lebih tinggi. Kebanyakan impuls-impuls saraf yang menuju ke neuron motoris dari jalur desenden s maupun dari neuron-neuron aferen tidak langsung ke neuron motoris, tetapi ke i nterneuron yang bersinaps ke neuron- neuron motoris. Ada tiga jarak jangkauan interneuron: interneuron lokal, inter- neuron dengan ja ngkauan sedang (menengah) dan interneuron dengan jangkauan jauh. Interneuron den gan jangkauan jauh, penting untuk mengoordinasikan gerak lengan dan tungkai, sed angkan interneuron dengan jangkauan menengah penting untuk koordinasi gerak misa lnya antara bahu dan lengan. Interneuron lokal adalah unsur hirarki pengendali gerak terbawah yang penting. Impuls (masukan) dari pusat-pusat yang lebih tinggi, dari reseptor -reseptor perifer maupun dari interneuron-interneuron lain memusat/ menuju ke in terneuron ini (Gb. hal. 295-A). Interneuron lokal dapat bertindak seperti sakela r (switch) sehingga memungkinkan adanya pengendalian dari pusat yang lebih tingg i untuk terjadi atau tidak terjadinya suatu gerakan. Misalnya, bila kita mengamb il benda panas, lengkung reflex normal akan menjadi aktif secara otomatis , dengan akibat kita melepaskan benda panas tersebut. Tetapi Tetapi bila hal itu sanga t perlu dilakukan, maka perintah untuk hal itu disalurkan melalui jalur desenden s dan perintah itu dapat mempengaruhi aktivitas lokal, sehingga kita akan tetap memegang benda panas tersebut sampai dapat menempatkannya dengan baik . Demikian pula interneuron yang menerima impuls excitator dari jalur des endens dapat membentuk sinaps inhibitor terhadap neuron motoris, sehingga perintah melalui jalur 320 desendens itu diubah dari exitator menjadi inhibitor (Gb. hal. 296-B) atau sebaliknya. Impuls aferen lokal Impuls aferen lokal membawa informasi dari reseptor-reseptor yang berasal dari : 1. Otot yang dikendalikan oleh neuron motoris itu sendiri 2.
Otot-otot yang berdekatan
3.
Tendo, sendi dan kulit sekitar otot itu.
Reseptor-reseptor ini memonitor panjang dan ketegangan otot-otot serta pergeraka n pada sendi-sendi yang bersangkutan, dan dengan demikian menginformasikan posis i extremitas yang bersangkutan serta menata posisinya melalui pengaturan reflexreflex setempat
Gb.12-3 A+B
321
Reflex regang (Stretch reflex) dan sistem monitor panjang otot Panjang otot dan perubahan panjang otot dimonitor oleh reseptor dalam otot yang disebut muscle spindle. Reflex regang (reflex patella) merupakan bagian dari pemeriksaan medis rutin. Ad anya reflex patella yang normal berarti terdapat keadaan yang normal dari res eptor regang, serabut-serabut aferen, keseim- bangan pengaruh sinaps terh adap neuron-neuron motoris, neuron motoris itu sendiri, sambungan neuromuskul ar dan otot-otot itu sendiri. (Baca kembali Bab 11 : Latihan Kondisi Fisik).
Cortex Cerebri Cortex Cerebri berperan sangat penting dalam perencanaan gerak volunter maupun t erhadap pengendalian gerak volunter yang sedang berjalan, dan perannya ada pada tingkat pengendalian motorik tertinggi dan menengah.
Gb.12-10
322
Berbagai terminologi perlu difahami dengan baik. Cortex sensori- motor adalah se mua bagian dari cortex cerebri yang secara bersama- sama mengendalikan gerak oto t. Cortex sensori-motor terdiri dari dua bagian yaitu : Cortex motoris primer ya ng juga sering disebut sebagai cortex motoris (saja), dan area (daerah) premotor , keduanya terletak pada bagian posterior dari lobus frontalis cerebri (lihat ga mbar di hal. 296). Bagian lain dari cortex sensori-motor adalah cortex motoris suplementer, y ang terletak pada permukaan cortex lobus frontalis yang melipat membentuk sulcus antara kedua hemisphere kiri dan kanan. Bagian lain dari cortex sensori motor a dalah cortex somato-sensoris dan cortex asosiasi lobus parietal (lihat gambar). Dengan demikian cortex sensori-motor terdiri dari : Cortex motoris (primer) Area premotor Cortex motoris supplementer Cortex somato-sensoris Cortex asosiasi lobus parietal.
323
Gb. 12-12
Gambar : Berbagai daerah motoris dari cortex cerebri. Neuron dalam cortex motoris menggerakkan kelompok otot-otot individual, misalnya otot-otot yang menggerakkan satu jari. Lokasi kelompok neuron-neuron yang mengg erakkan berbagai bagian tubuh tertata seperti terlihat pada gambar di hal. 299. Luas wilayah pada cortex motoris sesuai dengan komplex dan halusnya pengaturan g erak bagian tubuh yang bersangkutan, paling luas yaitu untuk tangan dan wajah. M akin komplex dan makin halus fungsi gerak sesuatu bagian tubuh, makin besar rati o jumlah neuron cortex motoris dengan jumlah motor unit otot-otot yang dikendali kannya, yaitu menuju ke ratio 1 : 1. Area premotor terletak di depan cortex motoris. Neuron-neuron motorik dalam area premotor ini berperan dalam fungsi motorik yang lebih komplex, misalnya u ntuk merubah kekuatan atau untuk mempercepat gerak, melakukan perubahan tugas gerak, melakukan 324 gerakan merespons sinyal visual atau oral, koordinasi kedua tangan, dan support postural untuk berbagai macam gerakan-gerakan halus. Area premotor juga merupaka n pintu gerbang penting untuk melanjutkan informasi-informasi dari berbagai b agian cortex cerebri dan bagian- bagian otak yang lain ke cortex motoris ata u langsung ke jalur corticospinal (jalur yang menuju ke efektor). Beberapa dari informasi yang diteruskan ini misalnya berasal dari cortex asosiasi lobus pariet alis yang memproses sinyal-sinyal dari sistem sensoris yang menyatakan posisi tubuh dalam ruang (pada saat itu) dan ke arah mana tubuh harus digerakkan untuk mencapai tujuan. Kurang-lebih 55 ms (milisekon) sebelum terjadi gerak volunter, terdapat aktivita s listrik yang disebut sebagai ―potensial listrik gerak yang timbul di cortex motoris. Kurang-lebih 800 ms sebelumnya, terdapat gelombang listrik lain yan g disebut sebagai ―potensial listrik siap . Asal dari ―potensial listrik siap ini adalah cortex motoris suplementer dan juga dari cortex asosiasi lobus pariet al dan lobus frontalis. ―Potensial listrik siap merupakan tanda paling awal untuk t erjadinya gerakan volunter dan merupakan aktivitas dari pusat tertinggi (niat). Dalam waktu singkat, antara akhir dari ―potensial listrik siap dan awal dari ―potensial listrik gerak mekanisme-mekanisme subcortikal menjadi aktif. M ekanisme-mekanisme subcortikal ini merupakan tingkat pengendalian menengah dari gerak motorik. Pengendali gerak tingkat menengah: Nuclei subcortikal dan batang otak. 325 Terdapat sangat banyak struktur-struktur yang saling berhubung- an, yang terle tak subcortikal (di dalam cerebrum di bawah cortex cerebri) dan di dalam batang otak; mereka berinteraksi dengan cortex cerebri untuk mengatur gerak. Imp ulsnya terlebih dulu disalurkan melalui jalur ascendens ke neuron motoris di cor tex cerebri, sedang yang berasal dari nuclei di batang otak disalurkan melalui j alur descendens langsung ke neuron-neuron motoris. Tidak diketahui berapa besar peran struktur- struktur ini dalam hirarki pengaturan motorik yang tertinggi, te tapi berperan sangat penting pada hirarki tingkat menengah. Sistem ini mengubah seluruh rencana atau tujuan suatu action menjadi program- program guna mewujudka n gerakan-gerakan spesifik yang diperlukan untuk mencapai tujuan action itu. Di antara nuclei subcortikal, yang menonjol adalah basal ganglia (Lihat gb. hal 290). Hampir semua komponen dalam sistem pengendalian gerak disal
urkan melalui sinaps excitator, tetapi basal ganglia pengaruhnya bersifat inhibi tor. Agaknya basal ganglia ini memilah komponen-komponen yang sesuai yang berasa l dari rancangan- rancangan excitator, dan menekan pengaruh-pengaruh yang t idak dikehendaki atau yang berlawanan, sehingga pola-pola kegiatan motorik yang sedang berlangsung dapat dipertahankan. Peran ini menerangkan gangguan pengend alian gerak pada penyakit Parkinson, yang disebabkan fungsi basal ganglia yang tidak adekuat. Orang-orang (Parkinson) ini sulit mengubah gerakan/ membuat gerakan baru, karena mendapat kesulitan untuk menghentikan kegiatan yang sedang berlangsung. Jadi pada berjalan, mereka cenderung untuk terus berjalan; bila duduk, mereka cenderung untuk tetap tinggal duduk. 326 Terdapat seperangkat gejala-gejala dini penyakit Parkinson yang melipu ti: tremor yang paling jelas pada istirahat, perubahan expresi wajah yaitu orang menjadi seperti memakai topeng tanpa emosi, kekakuan otot, berjalan denga n kaki diseret dan tanpa ayunan lengan, sikap tubuh yang bongkok dan tidak stabi l. Walaupun gejala-gejala Parkinson mencerminkan fungsi basal ganglia yang tidak adekuat, tetapi defek awalnya terjadi pada neuron-neuron substansia nigra. Neur on- neuron ini pada penyakit Parkinson mengalami degenerasi. Pada keadaan normal, axon-axon terminal neuron-neuron ini berhubungan dengan basal gangl ia dan melepaskan neurotransmitter yang disebut dopamin. Oleh karena neuron-neur on substansia nigra ini mengalami degenerasi, maka jumlah dopamin yang disalurka n ke basal ganglia berkurang dan karena itu fungsi basal ganglia menurun. Basal ganglia juga berperan dalam fungsi intelektual dan mungkin juga dalam pembelajar an tugas-tugas motorik Cerebellum Cerebellum terletak di belakang batang otak (Gb. hal. 290). Ia berperan sangat p enting dalam pengaturan sikap tubuh dan pergerakan, tetapi pengaruhnya tidak lan gsung ke neuron motoris. Cerebellum mengatur perilaku motorik melalui masukan ke nuclei batang otak dan thalamus, ke cortex sensori-motoris. Peran cerebellum da lam fungsi motorik sangat pelik yaitu membandingkan informasi tentang apa yang h arus dilakukan oleh otot-otot dengan informasi tentang apa yang sedang d ilakukan oleh otot itu. Untuk melakukan tugas ini maka cerebellum mendapat infor masi dari cortex sensori-motoris melalui nuclei di batang otak dan dari reseptor-reseptor penting yang memonitor 327 pergerakan yaitu sistem vestibular, mata, telinga, kulit, otot, sendi dan tendo. Bila terdapat ketidak-sesuaian antara gerakan yang dimaksud dengan gerakan yang terjadi, cerebellum mengirimkan sinyal mengenai kesalahan ini ke cortex motoris dan pusat-pusat subcortikal untuk mengubah program dari pusat motorik, mengubah gerakan yang sedang terjadi dan mencermati agar gerakan sejenis yang akan terja di dapat dilaksanakan dengan lebih akurat. Jadi jelas bahwa cerebellum berperan sangat penting dalam pembelajaran gerak ketrampilan, dan hal itu ditunjukkan lag i oleh peran cerebellum dalam fungsi pelik yang lain yaitu mengatur ―timing dari ko ntraksi-kontraksi otot yang komplex, yang diperlukan pada gerakan motorik yang s angat sederhana sekalipun. Peran cerebellum dalam memprogram gerakan-gerakan terlihat jelas pada orang-oran g yang kehilangan fungsi cerebellum oleh karena penyakit, yaitu mereka tidak mam pu melakukan gerakan-gerakan yang lancar (smooth). Bila mereka mencoba menyentuh sesuatu objek, gerakannya tersentak-sentak dengan disertai tremor ayunan bolakbalik yang menjadi semakin nyata saat tangan mendekati objek, dan tremor itu ter us berlanjut sampai beberapa saat setelah objek berhasil dicapai. Kondisi itu di sebut sebagai dysmetria. Orang dengan dysmetria ini tidak dapat memulai dan meng hentikan gerakan dengan cepat. Misalnya bila mereka disuruh membolak-balikkan ta ngan dengan cepat, gerakan mereka lambat dan tidak teratur. Lebih lanjut mereka juga tidak dapat menggabungkan gerakan-gerakan pada berbagai sendi menjadi gerak an tunggal yang terkoordinasi secara lancar (smooth). Untuk menggerakkan lengan, mereka akan lebih dahulu menggerakkan bahu, kemudian siku
dan akhirnya baru tangan. 328 Ciri khusus lain dari dysfungsi cerebellum adalah posture tubuh yang tidak stabi l. Misalnya mereka berjalan dengan cara yang canggung sekali, yaitu dengan kaki terbuka lebar, dan mereka begitu sulit menjaga keseimbangan sehingga langkahnya terlihat seperti orang mabok. Gejala lanjut adalah kesulitan mempelajari gerak k etrampilan baru dan kesulitan mengubah gerakan untuk menyesuaikan diri dengan si tuasi baru. Kerusakan cerebellum tidak menimbulkan paralysis, petanda bahwa cerebellum tidak berperan untuk mengawali (intiate) gerakan. Jalur descendens Pengaruh yang ditimbulkan oleh berbagai bagian otak untuk mengatur pergerakan harus disalurkan melalui jalur descendens ke neuron motoris di medulla spina lis dan interneuron yang bersangkutan. Jalur descendens ada dua yaitu : Jalur corticospinal ± berasal dari cortex cerebri Jalur non-corticospinal ± berasal dari batang otak. Serabut-serabut descendens dari kedua jalur ini dapat berakhir pada synaps neuro n motoris a (alpha) dan g (gamma), tetapi bagian terbesar berakhir pada interneuron yang mempengaruhi neuron motoris a secara langsung maupun melalui interneuron yang lain. Kadang- kadang interneuron ini sama dengan yang digunakan untuk j alur reflex. Hal ini menunjukkan bahwa sinyal-sinyal descendens sepenuhnya merup akan bagian integral dari informasi lokal sebelum terjadinya perubahan aktivitas neuron motoris tersebut. Pengaruh akhir dari jalur descendens ke neuron motoris a dapat bersifat excitator atau inhibitor. Sebagian dari serabut-serabut descendens ini mempengaruhi 329 sistem aferen yang dilakukan melalui: 1. Synaps-synaps presynaptik pada terminal neuron-neuron neuron-neuron aferen pada saat serab ut-serabut ini memasuki Susunan Saraf Pusat (SSP), atau 2. Synaps-synaps interneuron dalam jalur ascendens. Keseluruhan pengaruh descendens terhadap sistem aferen ini adalah untuk membatas i pengaruh aferen terhadap daerah pengaturan motoris lokal maupun pada otak, seh ingga oleh karenanya akan memilah kendali (pengaruh) dari sesuatu informasi afer en khusus atau bahkan mempertajam informasi khusus tersebut. Adanya kontrol desc endens (motorik) terhadap informasi ascendens (sensorik) menjelaskan me ngapa tidak ada pemisahan yang jelas antara sistem motorik dengan sistem sensori k, dan hal ini juga menjelaskan mengapa lengan tidak ditarik saat disuntik. Jalur corticospinal. Badan sel dari serabut-serabut saraf jalur corticospinal berada di cortex cerebr i, tepatnya daerah sensori-motor, dan berakhir di medulla spinalis. Jalur cortic ospinal disebut juga sebagai tractus Pyramidalis atau sistem Pyramidalis. Di med ulla oblongata dekat pada sambungan antara medulla spinalis dengan batang otak, bagian terbesar dari serabut- serabut corticospinal ini menyilang medulla spinal is dan turun pada sisi medulla spinalis yang lain, sehingga bagian terbesar otot -otot tubuh di sisi kiri diatur oleh neuron-neuron di belahan otak kanan, dan se baliknya. Saat serabut-serabut corticospinal menurun dari cortex cerebri
(masih di dalam otak), serabut-serabut itu disertai oleh serabut-serabut 330 corticobulbaris, yaitu serabut yang berasal dari cortex sensori-motoris yang be rakhir di batang otak. Serabut-serabut corticobulbaris secara langsung atau melalui interneuron, mengatur neuron motoris yang mempersarafi otot-otot mata, wajah, lidah dan tenggorokan. Serabut- serabut ini merupakan sumber utama pengatur gerakan-gerakan volunter dari otot-otot kepala dan leher, sedangka n serabut-serabut corticospinal mengatur fungsi otot-otot bagian tubuh yang lain . Untuk kemudahan selanjutnya, maka jalur corticobulbaris dimasukkan sebagai bag ian dari jalur corticospinal. Axon-axon dari satu neuron corticospinal mempengaruhi neuron motoris dari bebera pa otot, dan neuron-neuron dari daerah cortex sensori-motoris sensori-motoris yang luas, menuju satu neuron. Adanya konvergensi yang luas menguatkan dugaan bahwa kegiatan se tiap neuron motoris dipengaruhi oleh lebih dari satu pusat-pusat motoris di otak . Jalur corticospinal mengatur gerakan-gerakan extremitas distal dengan cepat dan halus. Contoh: mengambil jarum dan memasukkan benang ke jarum. Kerusakan pad a jalur corticospinal menyebabkan semua gerakan menjadi lambat dan lemah, tid ak ada gerakan dari masing-masing jari secara tersendiri dan sulit untuk melepas kan genggaman. Jalur non-corticospinal Jalur ini dulu dikenal sebagai jalur dari sistem extra-pyramidalis. Jalur ini be rmula dari batang otak. Jalur ini sebagian menyilang menyilang untuk mempersarafi otot-ot ot pada sisi yang lain, dan sebagian lagi tidak menyilang. Dalam medulla spinalis, serabut-serabut dari jalur ini 331 membentuk berkas dengan nama yang menunjukkan asalnya misalnya jalur vestibulosp inalis berasal dari nucleus vestibularis di batang otak, jalur reticulospinalis berasal dari neuron-neuron formatio reticularis di batang otak. Jalur non-corticospinal ini penting untuk mengatur sikap berdiri, keseimbangan, dan berjalan, melalui pengaturannya terhadap kelompok otot-otot besar dengan tig a cara: 1. melalui pengaruhnya terhadap neuron-neuron yang mengatur otototot leher, tubuh dan bagian atas extremitas. Pengaruh terhadap neuron-neuron ot ot-otot tersebut lebih besar dari pada pengaruhnya terhadap neuron-neuron yang m empengaruhi otot-otot jari tangan dan kaki. 2. Dalam perjalanannya di medulla spinalis banyak memberikan cabang-caban g kolateral dan dengan demikian memberi pengaruh pada berbagai segmen neuron mot oris di medulla spinalis. 3. Jalur ini berakhir pada interneuron yang memberikan cabang-cabang panjang sehingga menyusun jaringan koneksitas yang lebih luas, tidak pada intern euron lokal seperti jalur corticospinal. Ringkasan bahasan terhadap jalur Descendens Pada umumnya neuron corticospinal mempunyai pengaruh yang lebih besar terh adap neuron motoris yang mengatur otot-otot untuk pergerakan halus dan khusus ya itu pada jari-jari dan tangan. Jalur descendens non-cortical lebih banyak beruru san dengan gerak koordinasi otot-otot besar yang dipergunakan untuk mempertahank an sikap berdiri, berjalan dan pergerakan kepala dan tubuh saat berputar ke arah
332 datangnya rangsangan khusus. Terdapat banyak interaksi antar jalur-jalur descendens misalnya beberapa serabut jalur corticospinal berakhir pada interneuron- interneuron yang berperan pen ting pada sikap tubuh, sedangkan serabut-serabut dari jalur descendens non-c orticospinal kadang berakhir langsung pada motor neuron-motor neuron a (alpha) unt uk mengatur pergerakan teliti (discrete). Oleh adanya sifat yang tumpang tindih ini, maka hilangnya fungsi oleh adanya kerusakan pada satu sistem dapat dikompen sasi oleh sistem yang masih ada walaupun kompensasi ini biasanya tidak sempurna. Dengan demikian perbedaan antara jalur descendens corticospinal dan non-cortico spinal tidak sangat jelas, sehingga tidaklah benar bila membayangkan adanya fung si yang sama sekali terpisah antara keduanya oleh karena semua gerak apakah invo lunter (reflex) atau volunter, memerlukan interaksi kedua jalur itu, yang harus dikoordinasikan secara terus-menerus. Kesimpulannya: Pengaturan yang sempurna dari sesuatu gerakan, apakah gerakan kom plex atau tunggal, pada saat ini belum difahami secara akurat. Beberapa ciri sistem pengaturan motoris 1. Sistem motoris motoris mengatur kontraksi otot, otot, tetapi sistem motoris ini berfungsi lebih dari sekedar menentukan gerak yang diperlukan untuk mencapai tujuan . Misalnya untuk mengambil buku dari rak, diperlukan koordinasi dari sistem moto ris untuk menentukan arah gerak lengan dan berapa jauh, bukan sekedar memilih mo tor neuron mana dan kapan harus diaktifkan. 333 2. Sebelum impuls descendens dapat mengaktifkan motor neuron tertentu, terjadi s ejumlah besar aktivitas neural dalam otak. Gerak yang direncanakan maupun gerak respons (ada bel berbunyi) harus diterjemahkan ke arah mana dan berapa jauh tubu h harus digerakkan. Proses ini merupakan koordinasi simultan dari banyak kompone n dalam sistem motorik di otak dengan setiap komponen memberikan kontribusinya y ang khusus. 3. Oleh karena gerak motorik dapat dilakukan dengan berbagai cara dengan melibatkan sejumlah otot dan dengan kombinasi yang berbeda-beda, maka sis tem kontrol motorik harus memilih cara yang akan dipakai untuk mencapai tujuan. Misalnya mengambil benda- benda di atas, di bawah, di samping kanan atau kiri, d ilakukan dengan cara dan kombinasi otot-otot yang berbeda-beda. Pelatihan akan m enghasilkan pilihan gerak yang paling efisien dan konsisten, yang menggunakan da ya (energi) paling minimal dan dalam waktu yang paling singkat. 4. Otak bekerja sebagai satu kesatuan yang rapi untuk membentuk gerak. 5. Cortex motorik tidak dapat menghasilkan gerak volunter yang terkoordinasi tan pa informasi dari pusat-pusat motorik sub-cortical. 6. Tidak semua gerakan-gerakan volunter diatur diatur oleh cortex cortex motorik, gerak lidah selama bicara diatur oleh area (khusus untuk) bicara. 7. Sejumlah perangkat otot-otot dapat diatur oleh beberapa macam sistem saraf dan sistem saraf pusat dapat memilih sistem mana yang diperlukan un tuk melaksanakan suatu gerakan. 8. Gerakan-gerakan yang memerlukan memerlukan pembelajaran, gerakan yang 334 dibuat untuk merespons sesuatu rangsang yang diharapkan, gerakan ketrampilan tin ggi yaitu yang hampir menjadi gerakan otomatis, semua ini diatur oleh kompon en-komponen yang berbeda dari sistem-sistem pengatur motorik. 9. Sistem kolateral (emosi dan motivasi) memegang peran penting dalam pe ngaturan motorik (sering kita sadari adanya kesulitan gerakan teliti yang terken
dali saat berada dalam kondisi emosional yang tinggi). 10. Cortex motoris lebih penting dalam mengatur gerak ketrampilan dan gerakan-ge rakan yang akurat dari pada menghasilkan gerakan- gerakan otomatis atau gerakangerakan ritmis. 11. Gerakan-gerakan yang dilakukan untuk mencapai suatu tugas khusus dapat bervariasi dan agaknya tidak beruntun. Misalnya tidaklah penting ap akah anda menyisir rambut dengan tangan kanan atau kiri, yang penting hasil akhi rnya. Jadi hanya gerakan-gerakan di antaranya (yaitu gerakan-gerakan di antara n iat/ tujuan dengan hasil akhir) yang dapat dirancang oleh sistem saraf. 12. Dalam hal-hal tertentu reflex spinal misalnya reflex flexi dapat dil awan oleh perintah dari pusat pengatur yang lebih tinggi misalnya perintah untuk mengextensikan tungkai untuk menyangga berat badan. 13. Gerakan-gerakan biasanya disertai perubahan-perubahan sikap tubuh dan perubahan-perubahan input sensoris. Pengaturan antisipatif dibuat untuk menc egah hilangnya keseimbangan dan untuk mengkompensasi perubahan informasi sensoris.
335 Pemeliharaan sikap berdiri Kerangka tidak mungkin dapat memelihara sikap berdiri melawan gaya berat bila ti dak ditopang oleh otot-otot yang berkontraksi secara terkoordinasi. Otot-otot it u dikendalikan oleh otak dan oleh mekanisme- mekanisme reflex yang diatur oleh b atang otak dan medulla spinalis, misalnya melalui reflex regang (stretch reflex) dan reflex extensor silang (crossed extensor reflex). Faktor penting untuk p emeliharaan sikap tubuh adalah pemeliharaan pemeliharaan keseimbangan. keseimbangan. Struktur tubuh tubuh manusi a yang relatif tinggi mempunyai titik berat badan yang relatif juga tinggi, yait u titik berat badan terletak sedikit di atas pelvis (panggul). Untuk dapat memel ihara sikap berdiri dalam keadaan seimbang, tubuh yang harus berdiri diatas dasa r (basis) yang sempit, memerlukan pengaturan keseimbangan yang harus cermat. Sec ara biomekanika, agar tetap stabil maka projeksi titik berat badan ke bidang das ar, harus selalu berada di dalam bidang tumpu (Gb. hal. 311). Bila projeksi titi k berat badan (TTB) berada di luar bidang tumpu, maka tubuh akan roboh, kecuali bila kaki dengan cepat melangkah yang berarti memperlebar bidang tumpu (pelajari biomekanika). Walau demikian, orang sering berperilaku dalam kondisi keseimbang an yang tidak stabil dan akan mudah terjatuh apabila keseimbangannya tidak dipel ihara oleh mekanisme-mekanisme reflex postural yang komplex. Mekanisme-mekanisme reflex postural, yang hakekatnya adalah reflex-reflex koordinasi gerak inilah y ang pada Lansia harus dipelihara melalui olahraga kesehatan agar selalu dapat me me- lihara keseimbangan diri sehingga tidak mudah jatuh, artinya Olahraga Keseha tan bagi Lansia harus mengandung pelatihan koordinasi yang dapat memenuhi kebutuhan koordinasi minimal yaitu memelihara 336 keseimbangan. Sebaliknya pada anak-anak Olahraga Kesehatan di samping ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan dinamis untuk mendukung kemudahan belajar, juga untuk juga harus menjadi alat pelatihan koordinasi yang komplex untuk mendapatkan pengalaman gerak gerak sebanyak mungkin, yaitu yaitu untuk memperkaya sebanyak mungkin perbendaharaan gerak dasar sehingga akan memberikan kemudahan mempela jari gerak ketrampilan kecabangan-kecabangan olahraga di masa berikutnya. Serabut-serabut aferen untuk reflex-reflex postural berasal dari tiga sumber yai tu mata, alat vestibular dan reseptor-reseptor reseptor-reseptor somatic yaitu proprioseptor proprioseptor dan exteroseptor. Serabut eferennya adalah a (alpha) motor neuron ke otot-otot s kelet. Pusat-pusat integrasinya adalah jaringan-jaringan neuron di batang otak d an medulla spinalis.
Gb. 12-14
337
Terdapat banyak contoh dari reflex-reflex postural, misalnya reflex regang pada sendi lutut yang terjadi bila tanpa sepengetahuan yang bersangkutan bagian belak ang lutut tungkai tumpu (fossa poplitea) didorong kedepan. Tanpa adanya mekanism e reflex regang, yang bersangkutan pasti akan jatuh terjerembab. Contoh lain adalah terjadinya reflex extensor silang (crossed extensor reflex) yan g terjadi misalnya bila kaki yang melangkah dan akan menjadi kaki tumpu menginja k benda tajam, maka tumpuan tubuh secara reflex dialihkan ke tungkai/ kaki yang lain. Reflex ini merupakan komponen yang penting dalam mekanisme gerak lokomotor melangkah (berjalan). Memang diperlukan berbagai informasi aferen dari berbagai sumber untuk terjadiny a pengaturan sikap yang efektif, namun gangguan pada salah satu dari tiga sumber informasi itu (mata, alat vestibular dan reseptor-reseptor somatik), tidak a kan menyebabkan orang menjadi jatuh. Misalnya orang buta masih dapat memperta hankan keseim- bangannya dengan hanya sedikit gangguan, sedangkan orang y ang fungsi vestibularnya rusak, hanya akan mengalami sedikit kesulitan, bila saj a fungsi visual dan somatiknya masih baik. Kesimpulannya ialah bahwa informasi sensoris sensoris yang diterima oleh mekanisme penge ndalian tubuh adalah sangat banyak dan suatu informasi khusus baru akan me njadi sangat penting hanya bila informasiinformasi sensoris lain tidak berfungsi.
338 Berjalan Berjalan adalah gerakan siklis yang diatur oleh medulla spinalis pada tingkat ne uron motoris. Di tingkat medulla spinalis terdapat semacam jaringan interneuron yang berfungsi sebagai pusat pembangkit gerak involunter, yang mengkoordinasikan berbagai impuls eferen dari pool neuron motoris yang mengatur otot-otot le ngan, bahu, tubuh dan tungkai. Selain itu terhadap neuron-neuron a motoris yang
sedang aktif untuk gerak berjalan, pusat pembangkit gerak ini juga mengatur imp uls- impuls aferen, sehingga impuls aferen itu tidak mengganggu aktivitas neuron -neuron motoris. Berjalan diawali dengan mencondongkan badan ke depan, menyebabkan posisi tubuh t idak stabil, kemudian melangkahkan satu kaki ke depan untuk mendapatkan kes eimbangan kembali. Tungkai dapat diaktifkan secara tersendiri (masing-masing) seperti pada berjalan atau berlari. Prinsip pengaturan yang digunakan adalah ref lex extensor silang. Informasi aferen memang diperlukan agar pola impuls eferen dari pool neuron-neur on motoris benar- benar sesuai secara optimal dengan kondisi lingkungan. Misalny a bila gerak tungkai terpaksa lambat oleh karena faktor external misalnya berjal an dalam air, maka sinyal aferen mencegah terjadinya flexi tungkai yang terlalu dini. Pusat pembangkit gerak involunter ini juga dipengaruhi oleh jalur desendens baik pada awal maupun selama berlangsungnya gerak/ kegiatan. Masukan (input) demikia n membantu mengatur gerakan untuk mencapai tujuan dan mengatur penyesuaian terhadap lingkungan dengan adanya pengaruh tambahan dari mata, alat vestibular dan 339 telinga. Misalnya oleh adanya perintah ndens, kedua tungkai dapat bekerja ti misalnya pada melompat vertikal.
yang disalurkan melalui jalur dese bersama-sama bukan bergantian seper
Kemampuan gerak dasar, ketrampilan gerak dasar dan ketram- pilan gerak pembelaja ran Perlu difahami perbedaan tiga istilah gerak yang perlu dicermati dalam hubungan dengan adanya berbagai istilah untuk gerak, agar penggunaan istilah-istilah itu sesuai dengan konsep-konsep Ilmu Faal, khususnya konsep mengenai pembelajaran ge rak ketrampilan. Istilah- istilah itu ialah: kemampuan gerak dasar, ketrampilan gerak dasar dan ketrampilan gerak pembelajaran (khusus). Kemampuan gerak dasar adalah kemampuan menampilkan secara maximal gerak yang diperoleh dalam kaitan (seirama) dengan pertumbuhan dan perkembangan anak, dalam persiapannya untuk dapat menguasai berbagai gerak bagi keperluan mel aksanakan peri kehidupannya sehari-hari. Dalam lingkup Fisiologi, gerak-gerak in i bersifat anaerobik. Di dalamnya belum terdapat unsur ketepatan (akurasi). Misa lnya: Melompat ke depan tanpa awalan sejauh- jauhnya (maximal standing broad jum p), Lompat vertikal setinggi- tingginya, melempar sejauh-jauhnya, dan sejenisnya . Ketrampilan gerak dasar adalah kemampuan mengenai titik sasaran dal am jarak kemampuan gerak dasarnya. Di dalamnya sudah terdapat unsur ketepa tan (akurasi). Misalnya: Melompat ke depan untuk menginjak titik sasaran te rtentu, misalnya berupa secarik kecil kertas yang diletakkan tidak lebih jauh dari kemampuan 340 melompatnya ke depan; melempar untuk mengenai titik sasaran yang terletak t idak lebih jauh dari kemampuan melemparnya terjauh. Ketrampilan gerak pembelajaran (khusus) Ketrampilan gerak pembelajaran (kh usus) adalah misalnya ketrampilan gerak pembelajaran kecabangan olahraga dan/ at au jenis pekerjaan atau tugas gerak tertentu, yang merupakan hasil pembelajaran gerak- gerak yang tidak lazim dilakukan untuk menjalani peri kehidupan sehari-h ari. Misalnya ketrampilan gerak pembelajaran kecabangan olahraga (netting pada cabang olahraga bulutangkis, dsb.) dan/ atau jenis pekerjaan (ketrampilan mengem udi mobil) atau tugas gerak tertentu (menari), yang harus dapat dilakukan seakur at mungkin. Jadi kandungan akurasinya sangat tinggi karena memang akurasi adalah ciri utama dari gerak ketrampilan. (Lihat Bab 21 !).
RINGKASAN Hirarki pengendalian gerak 1. Tingkat pengendalian gerak tertinggi menentukan tujuan umum dari kegiatan 2. Tingkat menengah menspesifikasi sikap tubuh dan gerakan yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan yang dimaksud, dengan melibatkan informasi sensoris yang menunjukkan posisi tubuh untuk menentukan program gerak. 3. Tingkat pengendalian gerak terbawah menentukan neuron-neuron motoris mana yan g akan diaktifkan. 4. Selama berlangsungnya gerak, informasi mengenai apa yang dilakukan
otot
disampaikan
kembali
ke
pusat-pusat
pengendali
341 motorik, untuk keperluan melakukan koreksi-koreksi terhadap program ge rak yang sedang dilakukan. 5. Kegiatan adalah volunter bila kita sadar akan apa yang kita lakukan dan menga pa kita lakukan, atau bila kita mencermati kegiatan itu atau apa tujuannya. 6. Hampir semua kegiatan mempunyai komponen volunter maupun involunter.
Pengaturan lokal neuron-neuron motoris 1. Pada umumnya masukan ke neuron-neuron motoris berasal dari interneuron lokal dan interneuron lokal itu sendiri menerima masukan dari reseptor-reseptor perifer, jalur desendens dan interneuron-interneuron lain. 2. Panjang otot dan perubahan panjang otot dimonitor oleh reseptor regang muscle spindle a. Aktivasi dari reseptor-reseptor ini mengawali reflex regang di mana n euron-neuron motoris untuk otot-otot antagonis homolateral dihambat sedangkan ot ot-otot sinergisnya diaktif- kan. b. Ketegangan reseptor regang selama kontraksi otot dipertahankan oleh kontraksi otot-otot intrafusal yang dirangsang melalui serabut-serabut g (gamma) eferen c. a (alpha) dan g (gamma) motorneuron sering diaktifkan secara bersamaan. 342 3. Ketegangan otot extrafusal dimonitor oleh Golgi tendon organ yang terdapat da lam tendo, yang disalurkan melalui saraf aferen ke interneuron untuk mengaktifka n sinaps-sinaps inhibitor ke neuron- neuron motoris yang merangsang otot yang se dang berkontraksi dan mengaktifkan sinaps-sinaps excitator dari neuron-neuron mo toris antagonis homolateral. 4. Reflex flexi merangsang otot-otot flexor homolateral dan menghambat otot-otot extensor antagonisnya. Reflex extensor menyilang, merangsang otot-otot extensor kontralateral selama berlangsungnya rangsangan terhadap flexor-flexor homolater al. Pusat-pusat motoris di otak dan jalur desendensnya 1. Lokasi neuron-neuron motoris di otak tertata sesuai dengan bagian- bagian tub uh yang dikendalikan oleh neuron-neuron tersebut. 2. Satu potensial motoris timbul dicortex motoris sebelum terjadinya aktivasi ot
ot. Hal ini didahului oleh potensial siaga yang dibentuk oleh cortex motoris sup lementer 800 milidetik sebelum adanya aktivitas listrik di cortex cerebri. 3. Basal ganglia menentukan arah, kekuatan dan kecepatan gerak. 4. Cerebellum mengkoordinasikan sikap dan gerak tubuh, dan berperan penting dal am pembelajaran gerak. 5. Jalur corticospinal berjalan langsung dari cortex sensorimotor ke neuron-neur on motoris di medulla spinalis (dalam hal jalur cortico- bulbaris di batang otak ) atau ke interneuron yang berdekatan. A. Secara umum, neuron pada satu sisi otak mengendalikan otot pada sisi yang lain dari tubuh. 343 B. Jalur corticospinal mengendalikan pergerakan-pergerakan yang halus dan aku rat. C. Beberapa serabut corticospinal mempengaruhi transmisi infor- masi dalam jal ur-jalur aferen. 6. Jalur lain (jalur noncorticospinal) berasal dari batang otak dan berperan dalam mengkoordinasi fungsi kelompok besar otot-otot yang dipergunakan untuk penataan sikap tubuh dan gerak lokomotor. 7. Terdapat beberapa dupikasi fungsi antara kedua jalur desendens (corticospinal dan noncorticospinal). LATIHAN 1. Uraikan hirarki pengendalian gerak dalam tata urutan : tingkat tertinggi, men engah dan bawah, program motoris, jalur-jalur desendens dan neuron motoris. 2. Sebutkan ciri-ciri gerak volunter. 3. Mengambil buku dari rak buku melibatkan komponen gerakan volunter dan involunter. Sebutkan 6 komponen kegiatan itu dan sebutkan mana yang volunter da n mana yang involunter. 4. Sebutkan berbagai masukan yang menuju ke interneuroninterneuron yang berfungsi pada pengendalian gerak lokal. 5. Gambarkan muscle spindle dalam otot dan tunjukkan yang disebut spindle, ser abut-serabut otot intrafusal dan extrafusal, reseptor regang, serabut-serab ut aferen, serabut-serabut a (alpha) dan g (gamma) eferen. 6. Gambarkan komponen-komponen reflex patella (rangsangnya, 344 reseptor, jalur aferen, pusat reflex, jalur eferen, ya). 7. Jelaskan fungsi utama alpha-gamma koaktivasi.
efektor
dan responsn
8. Jelaskan perbedaan fungsi antara daerah-daerah cortex cerebri tersebut di baw ah ini : cortex sensorimotor, cortex motoris primer, cortex premotor, dan cortex motoris suplementer. 9. Jelaskan perbedaan antara 2 jalur desendens, dari struktur maupun fungsinya. 10. Jelaskan peran basal ganglia dan cerebellum dalam pengendalian gerak. 11. Terangkan peran reflex regang dalam pemeliharaan stabilitas sikap tubuh. 12. Terangkan peran reflex extensor silang dalam pemeliharaan stabilitas sikap t ubuh. --ooo0ooo--
Kepustakaan Karpovich,
P.V.
and
Sinning,
Activity, Seventh Edition.
W.E.
(1971):
Physiology of
W.B Saunders Company.
Muscular
Philadelphia
± London-Toronto. Vander, A.J., Sherman, J.H., Luciano, D.S. (1994): Human Physiology: The isms of Body Function, Sixth Ed.,McGraw-Hill, Inc. 345 hal.358-364.
BAB 21
Mechan
346 LATIHAN KETERAMPILAN TEKNIK DAN KELELAHAN PADA OLAHRAGA PRESTASI H.Y.S.Santosa Giriwijoyo PENDAHULUAN Efisiensi penggunaan waktu, tenaga dan biaya haruslah menjadi pemikiran dasar ba gi setiap perencanaan dan pelaksanaan sesuatu kegiatan. Demikian pula dalam masa lah pembinaan olahraga prestasi, khususnya dalam cabang-cabang olahraga yang mem erlukan baik kemampuan dasar maupun kemampuan teknik yang tinggi. Cabang-cabang olahraga yang menuntut kemampuan dasar yang tinggi dan ketrampilan teknik yang juga tinggi seperti misalnya bulutangkis, tenis atau bola volle y, dengan sendirinya memerlukan latihan peningkatan kemampuan dasar (latihan fisik) dan latihan peningkatan ketrampilan teknik (latihan teknik) secara bersam aan dalam jangka waktu yang tersedia. Kedua macam latihan itu, terutama latihan fisik akan menyebabkan terjadinya kelelahan. Kelelahan sebagaimana telah diketah ui akan mempengaruhi penampilan, khususnya menurunnya penampilan ketrampilan tek nik. Masalah yang perlu dibahas dengan demikian ialah : 1. Bagaimanakah pengaruh kelelahan terhadap hasil latihan ketrampila n teknik ? 2. Dalam hubungan dengan prinsip efisiensi, khususnya efisiensi waktu, bagaima nakah tata urutan latihan fisik dan latihan teknik yang paling menguntungkan dalam kaitannya dengan pengaruh 347 kelelahan ? SASARAN BELAJAR Setelah mempelajari Bab ini Mahasiswa/ Pembaca diharapkan memahami tentang : 1. Pengertian keterampilan teknik dan gerakan reflex serta kelelah an. 2. Latihan keterampilan teknik. 3.
Proses pembentukan reflex bersyarat.
4.
Sasaran yang akan dicapai secara bertahap.
5.
Syarat-syarat latihan keterampilan teknik.
6.
Hubungan latihan teknik dengan kelelahan.
KETRAMPILAN TEKNIK Ketrampilan teknik yang dimaksudkan disini ialah kemampuan melakukan gerakan-ge rakan ketrampilan suatu cabang olahraga dari mulai gerak ketrampilan y ang paling sederhana sampai gerak ketrampilan yang tersulit, termasuk ge rak-tipu yang menjadi ciri cabang olahraga itu. Dengan demikian maka ketrampil an teknik merupakan hasil dari proses belajar dan berlatih gerak yang secara khu
sus ditujukan untuk dapat menampilkan mutu tinggi cabang olahraga itu. Oleh kar ena itu ketrampilan teknik mutu tinggi merupakan kemampuan gerak yang sangat spe sifik yang menjadi ciri sesuatu kecabangan olahraga. Demikianlah maka kita akan masuk dalam masalah proses belajar gerak dan memilih gerak. Sebelum pembicaraan dilanjutkan maka perlu dibahas lebih dahulu 348 pengertian tentang reflex dan reflex bersyarat. Suatu gerakan terjadi oleh karena adanya sesuatu rangsang. Bila gerakan itu ter jadi tanpa lebih dahulu diketahui apa macam rangsangnya maka gerakan semacam itu disebut gerakan reflex. Macam rangsangnya baru akan diketahui setelah terjadi g erakan. Contoh: Gerakan lengan orang yang disundut dengan api rokok pada sikunya tanpa sepengetahuannya. Setelah terjadi gerakan baru diketahui rangsangnya iala h api rokok. Penyadaran
Rangsang -------------------------------- gerakan (api rokok)
(reflex)
Reflex adalah gerakan involunter (di luar kemauan) yang sangat cepat dan sangat efisien yang hanya melibatkan komponen saraf dan otot (komponen neuro-muskular) yang benar-benar diperlukan untuk gerakan itu. Reflex bersyarat ialah gerakan volunter (disadari) yang efisiensi dan kecepatan terjadinya seperti reflex dan terjadinya gerakan demikian ialah oleh karena tela h dipenuhinya syarat tertentu ! Syarat itu ialah latihan !. Latihan ialah upaya sadar yang dilakukan secara berkelanjutan dan sistematis unt uk meningkatkan kemampuan fungsional raga yang sesuai dengan tuntutan penamp ilan cabang olahraga itu, untuk dapat menampilkan mutu tinggi cabang olahraga itu baik pada aspek 349 kemampuan dasar (kemampuan fisik) maupun pada aspek kemampuan ketrampilannya (ke mampuan teknik). Pembicaraan pada saat ini terbatas hanya mengenai latihan tekni k. Penyadaran Pusat kesadaran Pusat motorik
Rangsang
Gerak
Latihan (syarat) Kemampuan mengkoordinasikan fungsi otot baik yang tingkat dasar maupun yang ting kat lanjut, adalah reflex bersyarat. Yang tingkat dasar merupakan reflex bersyar at yang diperoleh dari hasil latihan sejak kecil, misalnya : berdiri, berjalan, berjingkat dan berbagai macam gerakan kelincahan dasar lainnya. Yang tingkat lan jut ialah gerakan-gerakan yang dipelajari dan kemudian dilatih secara khusus unt uk sesuatu keperluan. Demikianlah maka reflex bersyarat ialah gerakan yang sanga t efisien dan ekonomis seperti suatu reflex yang diperoleh setelah melalui satu syarat tertentu yaitu latihan ! Jadi latihan ketrampilan teknik adalah untuk me nghasilkan ketrampilan teknik sesuatu cabang olahraga. Urutan kejadiannya adalah sebagai berikut : 350
umpan
3
Penyampaian informasi: - Oral Identifikasi masalah gerak 1 1 1 Perumusan gerak Monitor 2
Pelaksana
4 koreksi
Dalam istilah yang lebih fisiologis maka bagan tersebut di atas menjadi sebagai berikut : 3 umpan balik
Panca indera
Exteroceptor 1 Pusat kesadaran Pusat motorik 1
2
Propioceptor koreksi 351 4 Mula-mula diberi penjelasan tentang gerakan yang harus dipelajari/ dilatih baik secara oral (penjelasan), secara visual (contoh gerakan, slides, film), maupun secara taktil (secara sentuhan dengan tangan, dsb). Informasi tersebut di terima oleh pusat kesadaran (cortex sensorik) untuk dilakukan analisa dan identifikasi macam-macam gerakan dasarnya dan urutan rangkaian gerakan-gera kan dasar itu, kemudian dirumuskan menjadi pola gerakan untuk disampaikan ke pus at motorik. Pola gerakan yang sudah dirumuskan itu juga disampaikan ke pusat koo rdinasi (cerebellum = otak kecil) untuk dikoordinir dalam hal : 1. Otot-otot apa saja yang harus aktif 2.
Bagaimana urutan kontraksinya
3.
Otot-otot apa saja yang harus berkontraksi bersama-sama
4.
Berapa kekuatan kontraksi masing-masing otot
5.
Berapa lama kontraksi masing-masing otot.
Pelaksanaan gerakan itu sendiri dilakukan oleh ergosistema primer. Ketidak-tepat an dalam pelaksanaan 1 s/d 5 tersebut di atas akan menyebabkan gerakan menjadi tidak tepat dan tidak cermat, yang berarti t idak sesuai dengan pola gerakan yang telah dirumuskan oleh pusat sensori-motorik . Pelaksanaan gerakan itu dimonitor melalui proprioceptor yaitu receptor-recep tor yang terdapat di dalam otot-otot, urat-urat dan sendi-sendi, untuk disampaik an kembali ke pusat sensori- motorik sebagai umpan balik untuk dapat mengetahui besar penyimpangan gerakan yang telah terjadi terhadap pola gerakan yang 352 telah dirumuskan. Pusat koordinasi kemudian mengadakan koreksi terhadap pelaksan aan gerakan agar selalu sedekat mungkin dengan rumusan pola gerakan yang telah d ibuat. Demikianlah maka gerakan- gerakan yang sedang dipelajari terutama pa da saat-saat awal akan selalu melibatkan proses pemikiran (pusat kesadaran) u ntuk dapat mengetahui besar penyimpangan yang terjadi dan koreksi yang harus dil akukan. Oleh karena itu maka gerakan-gerakan yang sedang dipelajari ha rus dicoba dan diulang (dilatih) berkali-kali sampai akhirnya menjadi hafal atau dalam istilah Ilmu Faal berubah menjadi reflex bersyarat. Ciri dasar ketrampilan teknik mutu tinggi ialah ketepatan dan kecermatan gerakan dan/atau hasil gerakan. Contohnya: ketepatan dan kecermatan gerakan pada senam, misalnya pada gerakan salto yang harus tepat mendarat pada kaki dalam keseimban
gan yang mantap dan ketepatan dan kecermatan hasil gerakan/stroke pada bul utangkis. Dengan demikian maka ketrampilan teknik mutu tinggi ditinjau d ari sudut Ilmu Faal tiada lain ialah kemampuan mengkoordinasikan fungsi saraf da n otot (neuro-muskular) tingkat lanjut yang telah mencapai bentuk reflex bersyar at, sehingga menghasilkan gerakan yang sangat ekonomis dan efisien oleh kare na hanya akan melibatkan sejumlah satuan otot-saraf yang memang benar-benar diperlukan untuk gerakan itu, pada saat, dalam takaran dan lama-waktu kontraksi yang sangat tepat. Gerakan-gerakan reflex bersyarat demikian harus dikembangkan untuk sebanyak mungkin macam gerakan yang diperlukan bagi cabang olahraga yang b ersangkutan. Pada bulutangkis sabagai misal, reflex bersyarat harus dikembangkan pada setiap jenis stroke/pukulan, agar 353 dapat mengembangkan pola permainan yang sangat bervariasi, khususnya pola respon yang harus sangat bervariasi agar cepat dapat melepaskan diri dari keadaan terdesak. Kemiskinan penguasaan gerakan-gerakan yang telah mencapai tingkat reflex bersyarat menjadikan banyak gerakan yang tidak efisien dan tidak akurat, pola permainan kurang bervariasi, sehingga permainan mudah dibaca oleh lawan. Dengan demikian maka hakekat penampilan mutu tinggi sesuatu cabang o lahraga ialah penguasaan sebanyak mungkin gerakan-gerakan cabang olahraga itu pa da tingkat reflex bersyarat, yang wujudnya adalah ketepatan dan kecermatan gerak an dan/atau hasil gerakan. Oleh karena itu perlu sekali lagi ditekankan bahwa l atihan atau pengembangan ketrampilan teknik berarti mengembangkan kemampuan meng koordina- sikan fungsi saraf-otot, sedang hakekat dari kemampuan mengkoordina- s ikan fungsi saraf-otot ialah ketepatan dan kecermatan gerakan atau hasil gerakan . Oleh karena itu sasaran pertama (S-1) dari latihan teknik ialah ketepatan d an kecermatan gerakan dan/atau hasil gerakan. Setelah ketepatan dan kecerma tan ini dikuasai dengan baik, maka secara berangsur-angsur dimasukkan unsur kece patan, sehingga sasaran kedua (S-2) dari latihan teknik ialah ketepatan-kec ermatan + kecepatan. Sebagai contoh misalnya latihan smesh pada bulutangkis : Smes yang terarah pada posisi-posisi yang sulit adalah jauh lebih efektif dan ef isien dari pada yang hanya keras tetapi kurang terarah, apalagi bila d i samping terarah, kecepatan lari shuttle cock juga sangat tinggi. Dengan demikian maka pada latihan smes, pertama-tama haruslah dilatih ketepatan penempatan bola, setelah hal ini dianggap cukup, secar a berangsur-angsur kekuatannya ditambah untuk meningkatkan 354 kecepatan laju shuttle cock sampai mencapai maximal sesuai kekuatan atlit yang b ersangkutan pada saat itu. Selanjutnya setelah S2 dikuasai dengan baik, ditambah kan kemudian gerak tipu sehingga sasaran ketiga (S-3) dari latihan teknik iala h ketepatan-kecermatan + kecepatan + gerak tipu. Pengembangan ketrampilan te knik dengan demikian meliputi: Sasaran I (S-1) : ketepatan-kecermatan Sasaran II (S-2)
:
Sasaran III (S-3) :
ketepatan-kecermatan + kecepatan ketepatan-kecermatan + kecepatan + tipuan
Peranan mata dalam gerak tipu adalah sangat besar karena mata mempunyai peran ya ng sangat besar dalam fungsi koordinasi. Pada orang yang tidak cukup terlatih, untuk dapat mengenai sasaran maka sumbu penglihatan harus diarahkan ke titik sas aran dan hal ini akan mudah dilihat oleh lawan. Pada orang yang sangat terlatih , sasaran dapat dikenai tanpa mengarahkan sumbu penglihatan ke titik sasaran, te tapi cukup asal sasaran masih terlihat dengan sudut mata, atau bahkan dengan ―ingatan penglihatan (visual memory). Dengan demikian maka arah sum bu penglihatan dapat membantu mengecoh lawan. LATIHAN KETRAMPILAN
Ketrampilan (skill) untuk memainkan sesuatu cabang olahraga adalah murni h asil pelatihan dan tidak ada hubungannya dengan faktor umur. Pendapat yang sudah sejak lama beredar mengatakan bahwa anak- anak tidak bol eh diberi pelatihan ketrampilan spesifik sesuatu kecabangan olahraga (latihan khusus ketrampilan sesuatu cabang 355 olahraga), tetapi harus berupa pelatihan yang bersifat multilateral (menyeluruh) . Bahwa anak perlu melakukan aktivitas jasmani yang bersifat multilateral, meman g sangat benar karena aktivitas demikian sangat diperlukan untuk merangsang pert umbuhan jasmani, rohani dan social yang seimbang dari anak. Tetapi hal itu tidak berarti bahwa anak lalu tidak boleh mendapat pelatihan spesifik sesuatu kecaban gan olahraga. Hal tersebut terakhir sesuai dengan pendapat Watson (1992) yang me ngatakan bahwa tujuh tahun pertama dari masa kehidupan adalah periode pembelajar an motorik yang intensif, karena bagian terbesar dari kegiatan motorik yang subr utin yang menjadi dasar bagi ketrampilan olahraga di masa mendatang dipelajari d an mengambil tempat pada akhir periode ini. Watson juga mengemukakan bahwa anta ra umur 5-7 tahun anak mulai membandingkan kemampuan dirinya dengan kemampuan an ak-anak lain yang sebaya. Anak juga mulai menyadari adanya penghargaan-penghar gaan terhadap aktivitas fisiknya. Lebih lanjut Watson juga mengemukakan bahwa sejak usia 5 tahun, anak mulai mengorganisasi diri ke dalam permainan dengan ko mplexitas yang lebih besar yang meliputi kooperasi dan kompetisi. Pendapat Watso n tersebut di atas menunjukkan bahwa anak-anak di bawah usia 7 tahun memang suda h dapat diberi pelatihan ketrampilan khusus kecabangan olahraga dan sudah dapat berkompetisi seperti terlihat pada renang kelompok umur dan pesenam-pesenam yang umumnya adalah anak-anak usia dini. Pelatihan untuk penguasaan gerak k etrampilan khusus kecabangan olahraga, khususnya yang memerlukan banyak pembelaj aran gerak memang harus dimulai dari masa anak-anak yang merupakan masa emas (golden period) bagi 356 pembelajaran gerak ketrampilan. Yessis dan Trubo (1988) mengemukakan bahwa penguasaan ketrampilan sesuatu kecaba ngan olahraga untuk dapat sampai ke pun- caknya memerlukan waktu yang sangat pan jang. Makin banyak pembe- lajaran gerak yang harus dilakukan, makin banyak wakt u diperlukan untuk sampai pada penguasaan ketrampilan tingkat puncak. Bola voli misalnya, untuk dapat sampai pada penguasaan tingkat puncak memerlukan waktu 912 tahun yaitu pada pencapaian usia antara 23-27 tahun, yang berarti bahwa awal pelatihan harus sudah dimulai pada usia antara 11-18 tahun (Yessis dan Trubo,198 8). Yessis dan Trubo (1988) juga mengatakan bahwa awal pelatihan bagi renang dan senam adalah usia 7-9 tahun. Pebulutangkis nasional yang mencapai tingkat duni a (Susi Susanti, Rudy Hartono dkk.) mulai berlatih bulutangkis pada usia antara 8-12 tahun (Wawancara dengan Drs.H.M.Tahir Djide, Pelatih Nasional Bulutangkis, 1991). Dalam hal pelatihan menggunakan peralatan khusus misalnya adanya jaring dan pemakaian alat khusus misalnya raket, maka sangat perlu difiki rkan agar seluruh peralatan itu disesuaikan dengan kondisi anatomis dan fisiolog is anak, demi keselamatan mereka dan agar ketrampilan yang berkembang dapat menj adi maximal. Inilah masalah ergonomi dalam olahraga yang sangat perlu mendapat p erhatian, khususnya dalam masa-masa pentahapan pembelajaran gerak ketrampilan ke cabangan olahraga. Misalnya anak-anak yang berusia 8-9 tahun tentu tidak pada t empatnya bila diberi pelatihan bermain bola voli dengan jaring yang terpasang setinggi untuk orang dewasa, karena tentu sangat tidak mungkin bagi anak untuk dapat mengembangkan 357 kemampuan spiking bila tangannya tidak dapat menjangkau bibir net. Demikian pula
bola yang dipergunakan harus lebih ringan dari pada yang biasanya dipergunakan oleh orang dewasa. Bila semua masalah tersebut di atas diperhatikan, maka di samping lebih menjamin keselamatan anak, hal itu juga akan menunjang berkembangnya penel itian olahraga dan industri alat-alat olahraga, yang pada gilirannya akan merupa kan satu sumbangan dari olahraga bagi perkembangan perekonomian nasional. Penelitian yang dilakukan oleh Giriwijoyo (1991) pada cabang olahraga bulutangki s menyimpulkan bahwa ketrampilan yang hakekatnya adalah penguasaan kemampuan men gkoordinasikan gerak untuk menghasilkan akurasi, adalah murni hasil pelatihan da n tidak ada hubungannya dengan faktor umur. Penelitian dilakukan pada tahun 1991 dengan mengambil tiga kelompok naracoba. Kelompok I adalah Pebulutangkis u tama Jawa Barat yang waktu itu berada dalam Pemusatan Latihan Daerah (Pel atda) dengan usia rata-rata 17,4 tahun (14-20 tahun), kelompok II adalah Pebulut angkis BM-77 asuhan Drs.H.M.Tahir Djide dengan umur rata-rata 14,47 tahun (11-18 tahun) yang telah menjalani masa pelatihan bulutangkis selama + 2 tahun, yang b erarti mereka mulai berlatih dari usia 9-16 tahun dan kelompok III adalah Mahasi swa Semester V Jurusan Kepelatihan Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Un iversitas Pendidikan Indonesia (FPOK-UPI, yang pada tahun 1991 masih bernama FPO K-IKIP Bandung). Sebagai mahasiswa FPOK, kelompok III ini sudah berada dalam li ngkungan pelatihan berbagai cabang olahraga termasuk cabang olahraga bulutangkis, selama 2 tahun. Dengan demikian kelompok III ini dapat 358 disebut sebagai kelompok Olahragawan umum. Dari hasil wawancara dengan Drs.H.M. Tahir Djide (1991) diperoleh informasi bahwa ditinjau dari segi ketrampilannya bermain bulutangkiis, maka ketrampilan bermain bulutangkis kelompok I b erada sekitar dua kelas di atas kelompok II dan kelompok II sekitar dua kel as pula diatas kelompok III. Alat ukur yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa uji ketepatan m elempar shuttle cock kepada sasaran yang telah dibuat berskala 0-10, yang d ilakukan dengan 2 cara yaitu uji ketepatan melempar dengan penglihatan sentra l dan uji ketepatan melempar dengan penglihatan perifer, kemudian hasilnya d iperbandingkan antara ketiga kelompok penelitian tersebut. Penglihatan sentra l ialah penglihatan teliti, artinya sumbu mata diarahkan kepada objek yang dili hat dan bayangan objek yang dilihat jatuh pada fovea centralis (macula lutea) dari retina mata yang merupakan reseptor mata untuk penglihatan tajam. Penglihatan perifer (penglihatan tepi) ialah penglihatan dengan sudut pandang, artinya sumbu mata tidak mengarah ke objek yang dipandang tetapi objek masih ter lihat dengan sudut pandang mata, jadi bayangan objek yang dilihat jatuh di retin a mata diluar fovea centralis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk uji ketepatan melempar dengan penglihat an sentral ternyata tidak ada perbedaan antara ketiga kelompok tersebut di atas. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa semua pelatihan olahraga yang mengarah ke pada penguasaan ketrampilan kecabangan (pelatihan yang menuju ke Sasaran I yaitu akurasi) memberikan dampak yang sama terhadap kemampuan koordinasi umum yang dicerminkan dari adanya kesamaan dalam hasil uji ketepatan 359 melempar dengan penglihatan sentral. Hasil uji ketepatan melempar dengan penglihatan perfifer menunjukkan ada perb edaan signifikan antara ketiga kelompok penelitian dengan urutan kelompo k I lebih baik dari pada kelompok II dan kelompok II lebih baik dari pada kelomp ok III. Uji ketepatan melempar dengan penglihatan perifer ini ternyata menunju kkan kesesuaian dengan kondisi penguasaan ketrampilan bermain bulutangkis yaitu bahwa ketrampilan bermain bulutangkis kelompok I memang nyata (dua kela s) lebih baik dari pada kelompok II dan kelompok II juga nyata lebih baik tingka t ketrampilannya bermain bulutangkis (dua kelas) di atas tingkat kemampuan berma in bulutangkis kelompok III.
Penglihatan
perifer
bagi
Pebulutangkis
secara
fisiologik
memang
sangat penting oleh karena adanya rasio yang relative besar antara ukuran shuttl e cock dengan luas lapangan yang harus dikuasai Pemain dan laju kecepatan ter bang shuttle cock yang relative sangat cepat (shuttle cock tidak boleh jatuh ) dibandingkan dengan cabang olahraga sejenis misalnya tenis meja atau tenis lap angan. Pemain bulutangkis dengan penglihatannya, sekaligus harus dapat mengiden tifikasi di mana posisi shuttle cock dan posisi lawan dalam hubungan dengan posisi jaring dan garis batas lapangan. Oleh karena itu penglihatan perifer da lam hubungannya dengan akurasi dalam permainan bulutangkis menjadi demikian pent ingnya dan oleh karena itu Pemain bulutangkis harus berlatih untuk dapat mengen ai sasaran tanpa mengarahkan sumbu pengalihatan kepada sasaran. Bila hal ini di sadari maka pola pelatihan dengan memperhatikan pelatihan akurasi dengan pe nglihatan perifer dapat dikembangkan menjadi gerak tipu yang ampuh, oleh karena lawan 360 tidak dapat membaca kemana shuttle cock akan diarahkan. Pada pemain-pema in bulutangkis yang belum cukup tinggi tingkat kemampuannya, titik sasaran yang akan dikenai selalu dilihat dengan penglihatan sentral, artinya sumbu mata akan diarahkan ke titik sasaran dan hal ini menyebabkan arah bola menjadi mudah dibac a oleh lawan, untuk kemudian dilakukan pencegatan. Hasil penelitian di atas juga menyimpulkan bahwa tingkat pengu- asaan ketrampila n bermain bulutangkis tidak dipengaruhi oleh faktor umur, tetapi murni merupakan faktor pelatihan spesifik (khusus). Mahasiswa FPOK (Kelompok III) yang mempunya i umur rata-rata 22,4 tahun dan menjalani pelatihan berbagai cabang olahraga sel ama masa 2 tahun tetapi tidak menjalani pelatihan khusus bulutangkis, ternyata m empunyai hasil uji ketepatan melempar dengan penglihatan perifer yang lebih rend ah dari pada kelompok II dengan umur rata-rata 14,47 tetapi menjalani pelatihan khusus bulutangkis selama masa yang sama dengan kelompok III yaitu 2 tahun. KELELAHAN DAN REFLEX BERSYARAT Kelelahan (fisik) ialah menurunnya kapasitas kerja (fisik) yang disebabkan oleh karena melakukan pekerjaan itu. Menurunnya kapasitas kerja berarti menurunnya ku alitas dan kuantitas kerja/ gerakan fisik itu. Bila lingkupnya dipersempit pada kualitas gerakan, maka kelelahan ditunjukkan oleh menurunnya kualitas gerakan. K ualitas/ mutu gerakan disebut tinggi bila pada penampilannya menunjukkan ketepat an dan kecermatan yang tinggi. Sebagaimana telah dikemukakan pada pembicaraan terdahulu, ketepatan dan kecermatan berkaitan dengan 361 kemampuan mengkoordinasikan fungsi neuro-muskular secara tepat dan telah mencap ai tingkat reflex bersyarat. Dengan demikian maka kelelahan akan menyeb abkan menurunnya kualitas reflex bersyarat. Dalam hubungan dengan menurunnya kualitas reflex bersyarat oleh pengaruh kelelahan, Karpovich dan Sinning (1971) dalam bukunya mengemukakan bah wa: kelelahan akan menghapus reflex bersyarat yang baru diperoleh dan menur unkan sebanyak 50% reflex bersyarat yang telah lama dikuasainya. Oleh karena it u dalam melatih sesuatu gerakan untuk menjadikan reflex bersyarat (melatih sesua tu gerak ketrampilan tertentu) ada batas yang tidak boleh dilanggar yaitu pengul angan gerakan itu tidak boleh sampai menyebabkan terjadinya kelelahan pada salah satu atau beberapa otot-otot yang bersangkutan. Hal ini disebabkan oleh karena kelelahan akan menyebabkan hilangnya reflex bersyarat sebagian atau seluruhnya t ergantung pada berapa lama reflex bersyarat (ketrampilan teknik) itu telah dimilikinya. Reflex bersyarat yang telah dimiliki sejak lama dan tetap dipe lihara/ dilatih akan hilang 50% dengan datangnya kelelahan, sedang reflex bersya rat yang baru dimiliki akan hilang 100% dengan datangnya kelelahan. Inilah apa
yang biasa disebut : rusaknya teknik oleh datangnya kelelahan !!! Reflex bersyarat
Kelelahan
Hasil
(ketrampilan teknik) Lama 100% --------------XXXXX oleh Baru 100% --------------XXXXX --- 0%
Keterangan --- 50% kelelahan
rusak teknik
Inilah sebabnya mengapa dalam melatih gerak ketrampilan baru, 362 tidak boleh sampai terjadi kelelahan, oleh karena kelelahan akan menyebabkan ter jadinya penyimpangan gerakan dan penyimpangan gerakan ini bukan oleh karena kesalahan dalam mengkoordinasikan fungsi saraf-otot, tetapi oleh karena salah satu atau beberapa otot yang seharusnya berkoordinasi dengan baik, telah gagal menjalankan tugasnya akibat terjadinya kelelahan pada otot itu. Pen yimpangan gerakan dimonitor melalui proprioceptor yang akan mengirimkan umpan ba lik. Tetapi oleh karena kesalahan bukan pada fungsi koordinasi tetapi pada fung si pelaksananya, maka tindakan perbaikan yang terjadi bukan merupakan koreksi te tapi kompensasi, yaitu untuk memperbaiki penyimpangan yang terjadi terpaksa haru s mengaktifkan otot-otot lain yang sebenarnya dalam keadaan tidak lelah tidak pe rlu otot-otot itu diaktifkan !! Keadaan terpaksa ini tejadi oleh karena koreksi tidak dapat dilakukan lagi, disebabkan oleh karena otot-otot pelaksana ya ng termasuk dalam pola rumusan gerak sudah mengalami kelelahan. Keadaan terpaksa demikian terjadi bila pada latihan pembentukan ketrampilan teknik sudah terlihat tanda-tanda kelelahan, tetapi masih terus dipa ksakan untuk melatih ketrampilan itu. Pelibatan otot-otot yang tidak perlu in i berarti telah mengubah atau bahkan merusak pola rumusan gerak yang tela h dibuat oleh pusat sensori-motorik. Pola rumusan gerak ketrampilan yang baru te rbentuk, belum terendapkan/ tercetak dengan baik di pusat sensori-motorik. Kemud ian oleh karena pola rumusan gerak itu belum tercetak/ terendapkan dengan baik t elah terlanjur dikacaukan/ dirusak oleh adanya mekanisme kompensasi akibat kelel ahan, maka bila esok harinya ia akan mulai latihan lagi, ia harus mulai lagi dengan mengingat-ingat dan menyusun kembali pola rumusan 363 gerak yang kemarin telah mulai tersusun. Demikianlah maka bila dalam proses bel ajar gerak apalagi bila gerakan itu sama sekali baru dan merupakan gerakan yang sulit, dipaksakan terus walaupun sudah terlihat tanda-tanda kelelahan, maka terb entuknya reflex bersyarat dari gerakan itu akan sangat lambat atau bahkan sama s ekali tidak terbentuk, oleh karena tiap kali terhapus oleh datangnya kelelahan d an tiap kali harus mencari lagi pola rumusan geraknya !! Pada reflex bersyarat yang telah dimiliki sejak lama, gangguan terhadap pola rumusan gerak tidak sampai menyebabkan pola rumusan gerak itu terh apus oleh karena sudah terendapkan/ tercetak dengan baik di pusat sensori-motor dan terekam dengan baik dibawah alam sadar (dalam lumbung memori). Walaupun demi kian kelelahan dapat menurunkan sampai sebanyak 50% ketrampilannya sekalipu n sudah sejak lama ketrampilan itu dimilikinya; karena terjadinya kelelahan pad a sesuatu komponen neuromuscular, menyebabkan komponen neuromus- cular itu tidak mampu merespons tugas yang seharusnya dilakukan. Contoh : kemampuan berjal an adalah reflex bersyarat yang sudah dimiliki bahkan sejak usia yang sanga t dini, dan bahkan telah disebut sebagai kemampuan gerak dasar. Pada kelelahan berat orang dapat terjatuh hanya karena ia tersandung atau terinjak olehnya sebu tir batu yang tidak lebih besar dari misalnya bola golf. Waktu ia tersandung kes eimbangan tubuhnya terganggu; dalam keadaan tidak lelah ia dengan cepat dapat me lakukan koreksi terhadap gangguan keseimbangannya (koordinasi fungsi saraf-ototn ya). Tetapi dalam keadaan lelah ia tidak mampu melakukan koreksi itu, karen a otot-otot yang seharusnya
melakukan
koreksi
telah
lelah.
Kompensasi
selalu
lebih
lambat
364 datangnya oleh karena otot-otot yang akan melakukan kompensasi tidak merupakan b agian dari pola rumusan gerak dan dalam pelaksanaannya masih akan selalu melibat kan pusat kesadaran, sehingga orang sudah terlanjur jatuh sebelum kompensasi ber hasil diwujudkan !! Oleh karena itu haruslah selalu menjadi prinsip bahwa pada setiap cabang olahraga yang memerlukan ketrampilan teknik (ketepatan-kecermatan/ akurasi) yang sangat tinggi seperti bulutangkis tidak boleh terjadi kel elahan selama penampilannya dalam latihan, apalagi sewaktu bertanding. Unt uk itu maka kemampuan dasar (kemampuan fisik) harus ditingkatkan lebih dari seke dar cukup untuk mendukung ketrampilan teknik mutu tinggi itu selama penampilanny a, khususnya selama menjalani pertandingan !!! Adalah satu hal yang merupakan kontra indikasi (larangan) menggunakan gerakan ya ng mengandung unsur ketrampilan atau merupakan bagian dari ketrampilan teknik un tuk tujuan pelatihan kemampuan dasar (pelatihan fisik). Contoh : Latihan servic e pada tenis atau smesh pada bulutangkis sama sekali tidak boleh digunakan untuk meningkatkan kekuatan otot-otot lengan. Latihan service pada tenis maupun sme sh pada bulutangkis harus tetap dipergunakan dalam lingkup pelatihan tekni k sehingga tetap harus menggunakan kriteria sebagaimana untuk latihan teknik yai tu ketepatan, dan latihan tersebut harus segera dihentikan bila telah terlihat t anda-tanda kelelahan, yaitu menurunnya akurasi!!! Memang pada pelatihan ini kema mpuan dasar yaitu kekuatan dan daya tahan otot-otot lengan dan tangan juga akan meningkat, tetapi hal ini adalah hasil ikutan dari pelatihan teknik yang direncanakan, dan pelatihan serve dan smesh tersebut sama sekali tidak 365 boleh dipakai sebagai cara ot-otot lengan dan tangan.
untuk
meningkatkan
kekuatan
dan
daya tahan ot
TATA URUTAN LATIHAN Jangka waktu yang tersedia untuk mempersiapkan atlit menghadapi suatu pertanding an selalu terbatas, bahkan sering sangat sempit. Oleh karena itu efisiensi p enggunaan waktu yang tersedia harus selalu menjadi pemikiran dasar bagi set iap perencanaan dan pelaksanaan latihan. Dalam hubungan dengan hal tersebut, ma ka setiap jam latihan dari jadual yang direncanakan harus diisi dengan latihan t eknik dan latihan fisik, dengan tata urutan yang harus sesuai dengan prinsip das ar kedua macam latihan itu. Prinsip dasar untuk latihan fisik ialah : latihan f isik harus sampai lelah! (pelajari kembali prinsip-prinsip Ilmu Faal untuk latih an fisik). Sedangkan prinsip dasar untuk latihan teknik ialah : latihan teknik t idak boleh sampai lelah ! Dengan demikian, dengan mengingat pada efisiensi peng gunaan waktu yang tersedia, maka setiap jam latihan dari jadual yang direncanaka n harus diisi dengan kedua macam latihan tersebut dengan tata urutan sbb.: Setelah dilakukan pemanasan secukupnya, dilanjutkan dengan latihan TEKNIK t idak boleh sampai lelah dan kemudian dilanjutkan lagi dengan latihan FISIK harus sampai lelah dan diakhiri dengan latihan penutup (cooling down) secukupnya. Oleh karena latihan teknik tidak boleh sampai lelah, maka harus ada kriteria kap an latihan teknik harus dihentikan. Dalam pembicaraan sebelumnya telah diuraikan bahwa ciri ketrampilan teknik mutu tinggi yang terpenting ialah ketepatan dan kecermatan ! Dengan demikian bila 366 diambil contoh latihan strokes pada bulutangkis, sebagai misal dimulai dengan la tihan netting, maka latihan itu harus segera dihentikan bila lintasan shuttle co ck semakin menjauhi bibir net ! Kemudian dilanjutkan dengan misalnya latihan sm esh ke suatu titik sasaran. Latihan inipun harus segera dihentikan bila arah sh uttle cock semakin menjauhi titik sasaran. Kemudian dilanjutkan dengan latihan strokes yang lainnya dst, dst. Setelah selesai dengan semua latihan teknik-tekni
k bulutangkis, latihan kemudian dilanjutkan dengan latihan fisik harus sampai le lah dan kemudian diakhiri dengan latihan penutup secukupnya. Pertanyaan yang sering diajukan ialah : Apabila setelah berlatih untuk s emua jenis gerak ketrampilan (teknik) sesuatu cabang Olahraga yang tidak boleh sampai lelah, tetapi kemudian dilanjutkan dengan latihan fisik yang harus sampai lelah (adekuat sesuai kebutuhan) dan bahkan boleh sampai muntah, apakah hasil pelatihan gerak ketrampilan yang dilakukan sebelumnya tidak terhapus oleh kelelahan akibat latihan fisik yang dilakukan kemudian? Jawabannya adalah : Tida k ! Mengapa demikian ? Jawabannya ada dibawah ini ! Latihan pembelajaran ketrampilan gerak menggunakan jalur sistema saraf yang dise but sebagai jalur Pyramidal. Jalur Pyramidal ini bersifat cortical, artinya meli batkan kortex cerebri yaitu cortex sensori-motorik yang membuat dan menyimpan ru musan gerak. Pelatihan ketrampilan gerak tidak boleh sampai lelah, oleh karena kelelahan akan menyebabkan terjadinya respons kompensasi yang akan merusak rumusan gerak yang baru diperoleh. Latihan kemampuan dasar (latihan fisik) menggunakan jalur sistema saraf
yang
disebut
sebagai
jalur
extrapyramidal,
yang
bersifat
367 subcortical. Jadi tidak melibatkan cortex cerebri, tidak melibatkan cortex senso ri-motorik yang merumuskan dan menyimpan rumusan gerak ketrampilan yang baru dip eroleh. Oleh karena itu walaupun latihan fisik dilakukan sampai lelah, tidak ak an mengganggu rumusan gerak yang tersimpan di cortex sensori-motorik, oleh karena ia memang tidak terlibat dalam pelatihan fisik. Yang tidak boleh dilak ukan adalah memberi pelatihan teknik (ketrampilan) pada orang yang sudah lelah oleh pelatihan fisik, karena otot-otot yang sudah lelah tidak dapat meres pons tugas koordinasi secara akurat, sehingga latihan teknik bukannya memantapka n rumusan gerak yang sudah ada, tetapi bahkan dapat mengacaukannya ! KESIMPULAN 1.
Latihan teknik untuk sesuatu cabang olahraga prestasi adalah proses belajar/ menghafalkan gerakan-gerakan yang sesuai dengan tuntutan cabang olahra ga itu. 2. Sasaran latihan teknik adalah : Ketepatan-kecermatan + kecepatan + mainan dengan lawan. Semua cabang semua cabang olahraga perlu senam. 3. Ditinjau dari sudut Ilmu Faal -
gerak tipu, untuk cabang- cabang olahraga per olahraga perlu ketepatan, tetapi tidak kecepatan dan gerak tipu, misalnya salto pada latihan teknik ialah:
melatih koordinasi fungsi saraf-otot (neuro-muskular)
membentuk reflex bersyarat yaitu menghasilkan gerakan- gerakan y ang cepat dan efisien seperti suatu reflex. Syarat untuk terjadinya gerakan reflex bersyarat ialah latihan dengan 368 mengulang-ulang sesuatu gerak ketrampilan tertentu sebanyak mungkin (drilli ng) sampai hafal. Tidak boleh sampai lelah !!! 4. Untuk sesuatu cabang olahraga yang memerlukan gerak tipu dan respons/ reaks i yang cepat seperti misalnya bulutangkis, perlu dimiliki sebanyak mungki n variasi strokes yang mencapai tingkat reflex bersyarat agar dapat mengembang kan pola permainan yang sangat bervariasi sehingga pola permainannya menjadi tid ak mudah dibaca oleh lawan.
5. -
Kelelahan merusak reflex bersyarat : jauhkan
kelelahan
dengan
meningkatkan
kemampuan
dasar
(kemampuan ergosistema) lah) -
latihan teknik harus diberikan kepada atlit yang masih segar (sebe- lum le latihan teknik tidak boleh dilakukan sampai lelah !!!
6. Demi efisiensi waktu, maka pada setiap jam latihan dari jadual yang direncan akan sebaiknya diisi dengan latihan teknik (tidak boleh sampai lelah) dan dilanj utkan dengan latihan fisik (sampai lelah/ adekuat sesuai kebutuhan) !!! LATIHAN 1.
Apa yang dimaksud dengan gerakan reflex
?
2. Jelaskan bagaimana urutan proses/ kejadian pembentukan reflex bersyarat. (le ngkapi dengan bagan) ! 3. Sehubungan dengan reflex bersyarat, di bagian otak terdapat pusat apa saja, jelaskan fungsi masing-masing ! 369 4.
Apa saja yang dikoordinasikan oleh pusat koordinasi ?
5.
Bagaimana pendapat Watson tentang pelatihan spesifik pada anak ?
6. Bagaimana hubungan antara penguasaan ketrampilan teknik kecabangan olahraga d engan factor umur? Jelaskan! 7. Jelaskan bagaimana hubungan antara akurasi dengan penglihatan sentral dan pe nglihatan perifer dengan penguasaan ketrampilan bermain bulutangkis! 8. Dalam melatih keterampilan teknik tidak boleh sampai lelah mengapa jelaskan ! 9.
―Kelelahan merusak teknik, jelaskan ungkapan ini.!
--ooo0oooÐ
370
BAB 22
KEMUNGKINAN PERBAIKAN SISTEM VENTILASI DALAM RUANGAN OLAHRAGA TERTUTUP (TINJAUAN DARI SUDUT ILMU FAAL) H.Y.S.Santosa Giriwijoyo Neng Tine Kartinah Hamidie Ronald Daniel Ray PENDAHULUAN Pada siang hari dalam ruangan olahraga tertutup (in-door) khususnyua yang berata p asbes dan tanpa langit-langit (ceiling), terlebih lagi bila sistem ventilasi t idak adekuat, sering terjadi peningkatan suhu 371 yang berlebihan, sehingga sangat tidak nyaman dan bahkan terasa sangat m engganggu orang-orang yang berada di dalamnya sekalipun ia tidak melakukan olahr aga. Keadaan tidak nyaman ini tentu saja dapat berpengaruh buruk terhadap pen ampilan para Olahragawan. Kondisi tidak nyaman ini sangat dapat dirasakan ole h setiap orang yang berada dalam ruangan itu, seperti yang dapat dirasakan dalam Gedung Olahraga (GOR) tertutup dalam komplex Olahraga Jl. Padjadjaran Bandung. Keadaan demikian menyebabkan GOR hanya layak dipergunakan pada malam hari, sehin gga oleh karenanya pemanfaatan GOR menjadi tidak optimal. Namun, sekalipun olah raga telah diselenggarakan pada malam hari, kedaan tidak nyaman masih akan
terjadi manakala jumlah penonton membludak-berjubal memadati seluruh ruangan. Sekalipun ruangan telah dilengkapi dengan sistem pendingin, seperti halnya GOR tertutup bola-voli Komplex Olahraga Senayan Jakarta, keadaan tidak nyaman m asih belum dapat diatasi seperti yang terjadi sewaktu berlangsungnya pertandinga n bolavoli Pekan Olahraga Nasional XIV yang lalu. Keadaan demikian kiranya perlu menjadi bahan pemikiran para ahli yang terkait de ngan kepentingan untuk meningkatkan prestasi olahraga, yang dapat disumbang dari berbagai disiplin Ilmu: Arsitektur, Fisika, Ilmu Faal dan Olahraga. SASARAN BELAJAR Setelah mempelajari Bab ini, Mahasiswa/ Pembaca diharapkan memahami tentan g : 1. Pentingnya masalah ventilasi bagi pengendalian suhu tubuh dan 372 penampilan Olahragawan 2. Penerapan hukum-hukum fisika bagi perbaikan sistem ventilasi di ruang olahr aga tertutup. POKOK PERMASALAHAN Prestasi Olahraga sangat ditentukan oleh penampilan yang merupakan ha sil pelatihan. Tetapi penampilan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, khus usnya mereka yang belum beradaptasi atau beraklimatisasi dengan baik terhadap li ngkungan kawasan yang bersangkutan. Iklim lingkungan yang faktor utamanya adalah suhu, kelembaban dan ketinggian (altitude), dapat berpengaruh nyata terhadap penampilan olahragawan. Oleh karena itulah maka American College of Spo rts Medicine (Fox, Bowers and Foss, 1988) berdasarkan index WBGT membagi kondisi suhu dan kelembaban lingkungan dalam empat katagori. Index WBGT ialah bilangan yang menunjukkan derajat peran suhu, kelembaban, tingkat pancaran (radiasi) dan kecepatan angin kawasan lingkungan terhadap tubuh manusia. Index WBGT ditentukan berdasarkan rumus : WBGT (o C) = 0.7 wb + 0.2 g + 0.1 db wb = suhu bola basah, g = suhu bola hitam, db = suhu bola kering. Dengan menggun akan index WBGT, maka pengaruh suhu lingkungan, kelembaban dan daya pancaran (radiasi) panas matahari dan bumi terhadap tubuh ma nusia telah diperhitungkan seluruhnya. Suhu lingkungan ditunjukkan oleh termo meter bola kering, daya pancaran panas matahari, bumi dan lingkungan ditunjukkan oleh termomerter bola 373 hitam, sedangkan kelembaban dapat diperhitungkan dari suhu yang ditunjukkan oleh termometer bola kering dan termometer bola basah, yaitu makin rendah suhu yang ditunjukkan oleh termometer bola basah dibandingkan terhadap suhu yang ditunjukk an oleh termometer bola kering, maka makin rendah kelembaban udara di kawasan it u. (Lihat Bab 15 : Aklimatisasi !) Termometer bola basah juga akan menunjukkan suhu yang sema kin rendah bila ada aliran angin yang semakin cepat. Perangkat termomete r demikian harus ditempatkan pada tempat yang bebas dari lindungan pepohon an atau bangunan, kecuali bila dimaksudkan untuk mengukur index WBGT suatu ruangan.
Termometer Bola Hitam
Termometer Bola Kering
Termometer Bola Basah
374 Gambar Perangkat termometer untuk mengukur index WBGT Berdasarkan index WBGT maka terdapat empat katagori yang masing-masing diserta i dengan tanda benderanya dengan warna tertentu, khususnya pada penyelen ggaraan lomba lari jarak jauh agar para Olahragawan dan Pelatihnya mengetahui da n menjadi waspada terhadap kondisi lingkungan yang sedang dihadapinya, dalam hub ungan dengan kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan bagi para Olah ragawannya. Keempat index WBGT tersebut menurut American College of Sports Medicine adalah sbb :
375 Tabel : Index WBGT
Bendera / Status
Index WBGT
Keterangan
1.Merah / Risiko Tinggi 23 ± 28o C Semua pelari harus waspada akan kemungkinan kegawatan panas. Orang yang peka terhadap suhu & kelembaban tinggi sebaiknya tidak lari. 2.Jingga/Risiko sedang 18 ± 23o C WBGT akan meningkat sesuai perjalanan waktu 3.Hijau / Risiko rendah Dibawah 18o C bahwa tidak akan terjadi kegawatan panas 4.Putih / Risiko rendah Dibawah 10o C kecil, tetapi dapat terjadi hypothermia. Dikutip dari : Fox, Bowers, and al Education and Athletics.
Perlu
Tetap
diingat
tidak
Kemungkinan
bahwa
dapat
Index
dijamin
hyperthermia
Foss (1988) , The Physiological Basis of Physic
Kondisi WBGT demikian haruslah juga menjadi perhatian dalam hubungan dengan caba ng-cabang olahraga yang dilaksanakan di ruang 376 tertutup yang mempunyai intensitas tinggi dan durasi yang kurang-lebih setara de ngan lari jarak jauh misalnya bulutangkis, bolabasket, bolavoli dan olahraga lai n dengan ciri sejenis. PERISTIWA BIO-FISIKA Bila satu satuan volume udara dipanaskan, maka volumenya mengembang, sehingga be rat-jenis (BJ)-nya menurun, artinya udara itu menjadi lebih ringan dari pada uda ra sekitarnya yang lebih dingin dan dengan demikian udara yang lebih panas ini a kan bergerak ke atas. Dalam Laboratorium Ilmu Faal ada percobaan yang disebut Percobaan Anemometer. An emometer merupakan sebuah kerucut yang pada puncaknya terdapat sebuah tabung kac a yang terletak vertikal dengan baling-baling yang sangat ringan di dalamnya. Diameter alas kerucut + 40 cm, sedangkan tabung silinder kaca di bagian atasnya mempunyai diameter + 5-7.5 cm. Kerucut tidak mempunyai alas dan pada pinggirnya terdapat tiga buah kaki kerucut setinggi 1-1.5 cm, sehingga pinggir bawah kerucu t tidak melekat pada meja atau lantai tempat bertumpunya. Anemometer terli hat seperti gambar di bawah ini.
377
Gambar Anemometer Percobaan dengan anemometer adalah sbb: Seekor kelinci (mahluk homeot herm) ditimbang berat badannya dan kemudian dimasukkan kedalan sangkar yang terb uat dari kawat kasa. Kemudian ditimbang pula sejumlah katak (mahluk poikilotherm ) sehingga berat sejumlah katak sama dengan berat seekor kelinci tersebut di ata s. Katak kemudian juga dimasukkan ke dalam sangkar kawat yang serupa dengan yang untuk kelinci. Selanjutnya katak dengan sangkarnya dimasukkan kedalam anemomete r untuk beberapa waktu sambil meyakinkan apakah apakah baling-baling anemometer berput berput ar atau tidak. Setelah diyakini bahwa baling-baling anemometer tidak berputar, k atak dengan sangkarnya dikeluarkan dan diganti dengan kelinci dalam sangkarnya d an juga diperhatikan apakah baling-baling berputar atau tidak. Ternyata balingbaling berputar dan dihitung berapa putaran per menit. Percobaan berikutnya adal ah memasukkan dua ekor kelinci kedalam anemometer dan juga memperhatikan b erapa frekuensi putarannya permenit. Ternyata frekuensi putaran dengan dua ekor kelinci lebih cepat 378 dibandingkan dengan bila hanya ada seekor kelinci dalam sungkup anemometer. Jadi apa yang menyebabkan baling-baling berputar bila kelinci yang berada di dalamny a dan mengapa baling-baling tidak berputar bila katak yang ada di dalamnya ? Kat ak sebagai mahluk poikilotherm suhu tubuhnya sama dengan suhu lingkungan oleh ka rena itu tidak ada perubahan suhu udara dalam ruang anemometer. Bila kelinci yan g adalah mahluk homeotherm yang berada di dalam anemometer, maka suhu udara di dalam ruang anemometer akan menjadi panas oleh karena terjadinya peristiw a radiasi dan konduksi panas dari tubuh kelinci ke udara lingkungan dalam ruang anemometer. Udara yang lebih panas ini menjadi lebih ringan dan oleh karena itu bergerak ke atas melalui tabung yang berisi baling-baling sehingga karenanya bal ing-baling berputar. Karena volume sungkup anemometer tidak berubah, maka bila d imasukkan ke dalamnya dua ekor kelinci, maka jumlah udara dalam sungkup anemomet
er relatif menjadi lebih sedikit, sedangkan jumlah panas yang dihasilkan oleh ke linci menjadi kurang lebih dua kali lebih banyak, dan inilah yang menyebabkan ba ling- baling jadi berputar lebih cepat, oleh karena suhu udara yang menjadi lebi h panas menyebabkan aliran udara yang lebih cepat. Peristiwa terjadinya aliran udara disebut sebagai konveksi dan hal ini memang sangat diperlukan oleh karena udara bukan konduktor panas yang baik b ahkan cenderung menjadi isolator panas, sehingga bila tidak ada konveksi maka pe mbuangan panas dari kulit ke udara lingkungan melalui konduksi menjadi tidak ber langsung lebih lanjut. MEKANISME PEMELIHARAAN SUHU TUBUH 379 Manusia sebagai mahluk homeotherm senantiasa membentuk panas. Efisiensi man usia sebagai mesin adalah 25-30 %, artinya hanya 25-30 % dari seluruh daya (energi) yang dihasilkan yang dipergunakan sebagai day a untuk kerja tubuh. Selebihnya berubah menjadi panas dan inilah yang harus dibu ang agar suhu tubuh dapat dipertahankan konstan. Pada waktu berolahraga, pembent ukan panas menjadi lebih besar dan oleh karena itu harus diimbangi dengan pembua ngan panas yang sesuai. Seorang laki-laki dewasa muda dengan berat badan 70 kg yang gagal membuang panas, dalam keadaan istirahat, akan mengalami hipertermi yang ak an menyebabkan kematian dalam waktu kurang dari enam jam. Pada olahraga, pembent ukan panas dapat meningkat menjadi 10-20 kali keadaannya pada istirahat (Pyke & Sutton, dalam T.B. of Science and Medicine in Sport, 1992), sehingga kegagalan membuang panas dalam ke adaan demikian dapat menyebabkan terjadinya kematian dalam waktu kurang dari 30 menit. Pembuangan panas terjadi melalui mekanisme : pancaran (radiasi), hantaran (konduksi) dengan atau tanpa konveksi (aliran), dan penguapa n (evaporasi) keringat dengan ataupun tanpa konveksi. Efektivitas mekanisme-meka nisme pembuangan panas tersebut sangat dipengaruhi oleh nilai index WBGT serta b esar konveksi yang terjadi. Jakarta dengan suhu lingkungan antara 27-33o C deng an kelembaban antara 60-97 % (Ramalan cuaca TVRI) akan mempunyai index WBGT > 28o C, yang merupakan kondisi tidak aman terutama bagi yang belum beraklimatisasi, sehingga jelas sangat tidak menguntungkan bagi penampilan olahr aga dengan intensitas tinggi tinggi untuk durasi yang panjang (Bulutangkis, (Bulutangkis, bolavoli, bolabasket, lari jarak jauh dsb.). Pada suhu 380 lingkungan 30o 30o C (termometer bola kering) pembuangan panas panas tubuh melalui pancar an dan hantaran (dengan atau tanpa konveksi), hanya berperan sebesar 20 %. Dalam keadaan demikian maka cara pembuangan panas yang paling efektif yaitu sebesar 80 %, hanya dapat terjadi melalui penguapan keringat (evaporasi). Namun keadaan akan menjadi semakin kurang menguntungkan dengan semakin berjubaln ya Penonton dan kurang efektifnya ventilasi yang sangat diperlukan untuk terjadi nya konveksi untuk menunjang evaporasi. Kondisi demikian cenderung meningkatkan suhu lingkungan dan kadar CO2 dalam ruangan tersebut yang berarti makin memperbu ruk kondisi lingkungan untuk berlangsungnya olahraga dengan intensitas tinggi de ngan durasi panjang yang memang memerlukan memerlukan banyak O2 dan akan menghasilkan bany bany ak CO2. Dalam ruangan untuk bolavoli in-door Senayan memang terpasang sistem AC pada din ding-dinding bagian atas, tetapi terbukti tidak efektif dengan berjubalnya Penon
ton. Naskah ini ingin menginformasikan kemungkinan perbaikan sistem ventilasi dengan menerapkan prinsip bio-fisika tersebut di atas, yang diharapkan dapat memberikan dampak perbaikan terhadap index WBGT dan kadar CO2 dalam ruangan olahraga tertu tup dengan ataupun tanpa pemasangan sistem AC. KEMUNGKINAN PERBAIKAN SISTEM VENTILASI Uraian di atas mendorong kepada pemikiran bagaimanakah perbaikan system ventilas i ini dapat dirumuskan ? Dua faktor yang sangat penting yang menentukan besaran index 381 WBGT didaerah tropis dataran rendah adalah suhu udara lingkungan dan kelembaban. Menurunkan suhu udara lingkungan dapat dilakukan dengan menggunakan siste m pendinginan udara (AC), yang sekaligus juga menata tingkat kelembabannya, kare na dengan menurunnya suhu udara lingkungan maka daya tampung udara terhadap uap air juga akan menurun. Masalah selanjutnya adalah bagaimana penjabarannya secara tehnis ? Hal tersebut dituangkan dalam pemikiran seperti tersebut di bawah ini yaitu :
Exhaust Fan
AC
Ruang Bawah Lantai
AC
Gambar gedung in-door dengan sistem ventilasi yang disarankan. Diterapkannya sistem ventilasi dengan menggunakan ter dengan exhaust fan di atap gedung, ditambah dengan in-let
prinsip anemome
382 udara pada seluruh lantai dasar ruangan (dengan lubang-lubang diameter 1 cm dengan kepadatan 25 lubang / 30 cm2) disertai sistem AC di ruang bawah lantai yang menghembuskan udara sejuk dengan kecepatan aliran udara yang sesuai kebutu han melalui lubang-lubang lantai dasar gedung olahraga, sehingga index WBGT menc apai nilai yang seideal mungkin serta hendaknya ada Petugas khusus yang bertanggung-jawab mengatur sistem tersebut.
RINGKASAN 1. Pengaruh lingkungan terdiri dari suhu lingkungan, kelembaban, radia si, dan aliran/ kecepatan angin. Keempat hal tersebut berinteraksi dan menghasil kan satu pengaruh yang dinyatakan oleh indek WBGT, yang pada dasarnya menun jukkan berapa besar derajat kenyamanan lingkungan suatu kawasan. 2. Indek WBGT dihitung dari nilai yang ditunjukkan oleh 3 buah termometer yai tu termometer bola hitam, termometer bola kering dan termometer bola basah. Nilai yang ditunjukan oleh termometer-termometer itu sudah pula meliput i pengaruh aliran angin. 3. Indek WBGT dihitung sebagai berikut: WBGT (o C) = 0.7 wb + 0.2 g + 0.1 db wb = suhu bola basah, g = suhu bola hitam, db = suhu bola kering. 4. Kategori index WBGT menurut American College of Sports Medicine adalah sbb :
383 Bendera/Status
Index WBGT
Keterangan
a. Merah / risiko tinggi 23-28o C Semua Pelari harus was- pa da terhadap kemung- kinan terjadinya cedera oleh panas dan orang yang peka terha dap panas atau kelem- baban sebaiknya tidak men- jadi Peserta. b. Kuning / risiko sedang 18-23o C Perlu diingat kemungkinan terjadinya kenaikan index WBGT selama berlangsung- nya lomba. c. Hijau / risiko rendah < 18o C Tidak ada jaminan tidak terjadi cedera panas. d. Putih / risiko rendah < 10o C Risiko hipertermia rendah, tetapi dapat terjadi hipoter- mia. 5. Dalam gedung olahraga indoor di kawasan tropis seperti Indonesia, bila pe nonton memadati ruangan, dapat berpengaruh buruk terhadap indeks WBGT y ang pada gilirannya berpengaruh buruk terhadap penampilan para olahragawan, khus usnya untuk cabang- cabang olahraga dengan intensitas tinggi dan durasi p anjang misalnya bola basket, bola voli dan bulutangkis. Oleh karena itu perlu ad a perbaikan dalam system ventilasi. 6. Dari Hukum Biofisika dapat dikemukakan bahwa : o
Manusia sebagai mahluk homeotherm membuang kelebihan
384 panas tubuhnya ke udara lingkungan melalui radiasi, konduksi, konveksi dan evaporasi. o Udara yang telah menjadi lebih panas dari udara di sekitarnya mengemb ang dan mengalir ke atas oleh karena berat jenisnya menurun. o Pendinginan udara udara lingkungan melalui sistem pendingin (Air conditioned) akan meningkatkan pembuangan panas dari tubuh. 7. Saran perbaikan sistem ventilasi : o Bangunan ruang olahraga tertutup tertutup hendaknya mempunyai ruang bawah lantai yang tertutup yang dilengkapi dengan sistem pendingin. o Pada lantai bangunan hendaknya hendaknya dibuat lubang-lubang kecil (diameter + 1 cm) d engan kepadatan + 25 lubang / 30 cm2 pada seluruh lantai khususnya pada lapangan
pertandingan. o Udara sejuk dari ruang bawah lantai yang didinginkan didinginkan oleh sistem sistem pendingin he ndaknya dihembuskan ke atas melalui lubang-lubang pada lantai dasar. o Atap gedung ruang olahraga tertutup ini hendaknya dilengkapi deng an kipas pembuang (exhaust fan). Seluruh system hendaknya dapat diatur untuk dapat memenuhi index WBGT yang sesua i dengan kebutuhan atau untuk menjadi sedekat mungkin dengan kondisi ideal dan h endaknya ada Petugas khusus yang bertanggung-jawab mengatur sistem tersebut. KESIMPULAN 385 Agar penampilan Olahragawan khususnya yang berintensitas tinggi dan durasi panja ng yang dilakukan dalam ruang olahraga tertutup yang dipadati Penonton di neg ara-negara tropis dapat mencapai maximal sesuai hasil pelatihannya, perlu di pikirkan perbaikan sistem ventilasi yang memungkinkan terjadinya index WBGT yang sedekat mungkin dengan nilai ideal.
SARAN Diterapkannya sistem ventilasi dengan menggunakan prinsip anemometer dengan exha ust fan di atap gedung dengan ditambah dengan in-let udara pada seluruh lantai d asar ruangan (dengan lubang- lubang diameter 1 cm dengan kepadatan 25 lubang / 3 0 cm2) disertai sistem AC di ruang bawah lantai yang menghembuskan udara sejuk d engan kecepatan aliran udara yang sesuai kebutuhan melalui lubang- lubang lantai dasar gedung olahraga sehingga index WBGT mencapai nilai yang seideal mungkin s erta hendaknya ada Petugas khusus yang bertanggung-jawab mengatur sistem tersebu t. LATIHAN 1. Di negara tropis, dalam ruang olahraga tertutup, sistem ventilasi yang baik dengan ataupun tanpa sistem pendingin (AC), berdampak pada menurunnya nilai ind ex WBGT ! Terangkan mekanismenya ! 2. Sebutkan tiga faktor utama yang menentukan iklim lingkungan dan terangkan dampak dari masing-masing faktor terhadap fungsi-fungsi fisiologik tub uh manusia, khusunya dalam penataan suhu tubuh ! 386 3. Apa yang dimaksud dengan index WBGT dan bagaimana cara menentukan index terse but ? 4. Terangkan percobaan dengan Anemometer ! 5. Terangkan mengapa mengapa kelembaban yang rendah, khususnya di negara tropis, dapat meningkatkan pembuangan panas tubuh ! 6. Terangkan bagaimana penerapan prinsip anemometer bagi perbaikan si stem ventilasi dalam ruang olahraga tertutup, khususnya di negara tropis ? 7. Apa saran Anda bagi perbaikan sistem ventilasi dan perbaikan index WBGT bagi ruang olehraga tertutup untuk negara-negara tropis ? KEPUSTAKAAN 1.
Bloomfield,J.,Ficker,P.A. Bloomfield,J.,Ficker,P .A. and Fitch,K.D. (1992) :
Textbook of Science and M
edicine in Sport, Blackwell Scientific Publications, pg. 114-122. 2. Fox.E.L., Bowers,E.L. and Foss, M.L. (1988) : The Physiological Basis of Phy sical Education and Athletics, W.B.Saunders Co., pg 480-508. 3. Penuntun Praktikum Ilmu Faal FKUI, 1956, tentang Anemometer.
387
BAB 23
DOPING PADA OLAHRAGA PRESTASI Lucky Angkawidjaja Roring H.Y.S.Santosa Giriwijoyo PENDAHULUAN Pada olahraga prestasi, istilah doping telah dikenal secara luas. Dengan menggu nakan obat, para atlet berharap dapat berprestasi secara ―lebih maksimal. Pen ggunaan obat (doping) ini sesungguhnya telah dilarang sejak dahulu, sebab atlet tersebut akan menyandang prestasi yang tidak sebenarnya, di samping dapat membah ayakan atau merusak kesehatan dirinya sendiri. Sebagai contoh, Ben Johnson seorang atlet pelari (sprinter) dunia
388 dari Kanada, telah menggunakan doping stanazolol suatu derivat dari androgen (te stosteron) dan pada Olympiade Seoul 1988 mencatat rekor sprint 100 M yang amat s ensasional pada waktu itu yaitu dengan mencatat 9.78 detik. Satu tahun sebelumny a yaitu pada tahun 1987 pada kejuaraan dunia Atletik di Roma, Ben Johnson juga m encatat waktu yang amat sensasional yaitu 9.83 detik untuk sprint 100 M, sedangk an pesaingnya yaitu Carl Lewis sprinter dari Amerika Serikat mencatat wa ktu 9.93 detik; suatu perbedaan waktu yang relatif besar untuk jarak 100 M. Namun oleh karena ia terbukti menggunakan stanazolol, maka rekor dan meda linya dibatalkan. Pada waktu itu masih amat jarang ada sprinter yang dapat menem bus waktu di bawah 10 detik, apa lagi menembus dengan waktu yang begitu spektaku ler. Begitu pula pada PON XIV di Jakarta terdapat enam orang atlet yang juga ter bukti menggunakan doping, yang oleh karena itu juga medalinya dibatalkan. Doping adalah istilah yang digunakan oleh IOC Medical Comission yang dasarnya ad alah dilarangnya pemakaian golongan-golongan berbagai zat farmakologis: Doping i s based on the banning of pharmacological classes of agents. Ketentuan ini juga mencakup obat- obat baru yang dibuat untuk doping. Untuk substansi/agents turuna nnya atau yang disebut related substances, bila mempunyai aksi farmakologik atau rumus kimia yang mirip (Structure activity and Relationship = SAR), maka obat/z at tersebut akan dimasukkan ke dalam klasifikasi doping. SASARAN BELAJAR Setelah mempelajari Bab ini, mahasiswa/ pembaca diharapkan memahami tentang : 389 3.
Pengertian doping
4.
Penggolongan (Klasifikasi) doping
5.
Doping manipulatif
6.
Bahaya doping
7.
Pencegahan doping
8.
Pemeriksaan doping.
SEJARAH DOPING Manusia telah menggunakan doping sejak zaman dahulu, yaitu untuk menambah kekuat an fisik dan meningkatkan keberanian, misalnya pada penduduk Indian di Amerik a Tengah dan beberapa suku di Afrika. Mereka menggunakan zat-zat dari tumb uhan liar tertentu, ataupun madu yang digunakan untuk persiapan perjalana n jauh atau berburu. Amfetamin telah digunakan pada perang dunia II untuk melawan rasa kantuk dan lelah. Istilah dope pertama kali dikenal pada tahun 1889, yaitu dalam suatu perlombaan balap kuda di Inggris. Kata dope itu sendiri berasal dari suatu suku bangsa di Afrika Tengah. Pada saat itu doping belum menjadi masalah. Kasus kematian oleh karena doping pertama kali terjadi pada tahun 1886 (pada saat itu belum dikenal istilah doping), yaitu pada olahraga balap sep eda dari kota Bordeaux di Perancis ke Paris yang menempuh jarak sejauh 600 km, s eorang pembalap meninggal karena diberi obat yang dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan oleh pelatihnya. Sejarah penggunaan doping dalam olahraga dimulai kurang lebih
sejak abad 19 pada olahraga renang, dan yang paling sering dijumpai 390 adalah pada olahraga balap sepeda. Pada waktu itu obat-obat yang populer adalah jenis kafein, gula dilarutkan ke dalam ether, minuman beralkohol, nitrogliserin, heroin dan kokain. Pada tahun 1910 gerakan anti doping pada olahraga mulai timbul setelah seorang Rusia menemukan cara pemeriksaan doping, dan pada saat itu dopin g mendapat tantangan dari masyarakat karena bahaya yang ditimbulkannya. Setelah mengetahui akan bahayanya maka kampanye pemberantasan doping mulai diadakan. Sel anjutnya karena masyarakat mulai mengerti pentingnya pencegahan doping pada atle t, maka pada tahun 1972 diadakan pemeriksaan doping secara resmi pada Olimpiade Musim Dingin di Grenoble. Tetapi meskipun cara pemeriksaan doping maupun bahayan ya telah diketahui oleh atlet, hingga saat ini penggunaan doping tetap dilakukan oleh para atlet yang disebabkan karena: 1.
Atlet tidak mengerti/tidak mau mengerti akan bahaya doping
2.
Keinginan atlet untuk menang dengan cara apapun
3.
Rangsangan hadiah bila menang.
4. Atlet merasa yakin bahwa obat yang mereka pergunakan adalah hal baru yang ti dak dapat dideteksi dalam air kencingnya. Kronologi kegiatan yang berhubungan dengan anti-doping : Th 1960 : Pembalap sepeda Denmark Knut Jensen meninggal pada Olypiade Roma tahun 1960. Pada otopsi ditemukan amphetamin. 1967 : IOC melarang penggunaan bahan-bahan obat yang ditujukan 391 untuk meningkatkan prestasi olahraga.
Dibentuk Komisi
Medis IOC untuk memimpin kegiatan-kegiatan Medis IOC. 1968 : Pengawasan doping dimulai pada Olympiade 1968 di Mexico City. Pemeriksaa n terutama ditujukan pada pemakaian obat perangsang susunan Saraf Pusat dan Narkotika. 1972 : Olahragawan-olahragawan pada Olympiade Munich mendapat pemeriksaan penuh, tujuh atlet, termasuk empat orang pemegang medali terkena peraturan anti doping . 1975 : Steroid anabolik dilarang. 1976 : Delapan Atlet pada Olympiade Montreal terkena peraturan larangan pemakaia n steroid anabolik. 1983 : Caffein dan testosteron dimasukkan dalam daftar larangan. 1985 : ß-blocker, diuretika rang. 1986 : Doping darah dilarang.
dan
kortikosteroid
dimasukkan
dalam daftar terla
1987 : Di luar kompetisi, diberlakukan pemeriksaan doping tanpa pemberitahuan. 1988 : Hormon peptida, termasuk HGH (Human Growth Hormone) dilarang.
1990 : Erythropoietin dilarang. (Dikutip dari : Doping : S.P.Haynes dan K.D.Fitch, dalam: Bloomfield, Fricker da n Fitch : Science and Medicine in Sport, hal. 526). Pada tahun 1993 para segi moral dan etika.
pakar
mendiskusikan
penggunaan
doping ditinjau dari
392 PENGERTIAN DOPING Di bawah ini terdapat beberapa pengertian mengenai doping yang pada prinsipnya m emiliki prinsip yang sama, hanya penyesuaian diri terhadap zaman. A. Pada tahun 1963, para pakar mendefinisikan doping adalah penggu- naan zat-za t (dalam bentuk apapun) yang asing bagi tubuh atau zat yang fisiologis dalam jum lah yang tidak wajar dan dengan jalan tidak wajar pula, oleh seseorang yang seha t dengan tujuan untuk mendapatkan suatu peningkatan kemampuan buatan secara tida k jujur. Macam usaha psikologik untuk meningkatkan kemam-puan dalam olahrag a juga harus dianggap suatu doping. B. Karena dirasakan sukar untuk membedakan penggunaan doping dan suatu pengobatan dengan menggunakan obat-obat stimulansia, maka ditambahkan pula hal-hal baru dalam definisi tersebut: yaitu bila karena suatu pengobatan t erjadi kenaikan suatu kemampuan fisik karena khasiat obat atau karena dosis yang berlebihan, maka pengobatan tersebut dianggap suatu doping. C. Pada Kongres Ilmiah Olahraga Internasional yang diadakan di Tokyo pada tahun 1988, definisi doping diubah lagi menjadi: Pemberian atau penggunaan suatu zat asing dalam jumlah yang tidak wajar dan diberikan melalui cara yang tidak wajar dengan maksud khusus, yaitu untuk meningkatkan prestasi secara buatan dan cara i ni tidak dibenarkan dalam pertandingan. D. Pengertian individu-individu lain yang berhubungan dengan atlet, misalnya pelatih, dokter, manajer tim atau pengasuh-pengasuh lain 393 mengenai istilah doping berbeda-beda. Mereka mengatakan misalnya apakah minum ko pi sebelum bertanding dianggap suatu doping? Atau apakah penyuntikan analgetika (penangkal nyeri) pada sendi yang cedera merupakan suatu doping? Sejak tanggal 1 Januari 2004 peran IOC dalam pengawasan doping diambil alih oleh suatu lembaga yang dinamakan World Anti-Doping Agency. Lembaga ini bertangg ung jawab atas pengawasan penggunaan doping serta mengeluarkan dan memperbaharui daftar doping setiap tahunnya sesuai dengan perkembangan illmu pengetah uan dan teknologi. KLASIFIKASI DOPING Berikut ini adalah daftar obat-obatan serta berbagai cara yang dikelompokkan dal am klasifikasi doping menurut Komisi Medis IOC. Penggolongan zat serta metode yang dilarang dikelompokkan sebagai berikut di bawah ini:
II. Zat dan metode yang dilarang di dalam pertandingan A.
Zat yang dilarang
1.
Stimulan
2.
Narkotik
3.
Cannabinoid
4.
Senyawa Anabolik
a.
Steroid anabolik androgenik
-
Eksogenus
-
Endogenus
394 b.
Senyawa anabolik lain
5.
Hormon Peptida
a.
Erythropoietin (EPO)
b.
Growth hormone (HGH) dan Insulin-like growth factor
(IGF-1) c.
Chorionic Gonadotropin (HCG)
d.
Pituitary dan synthetic gonadotropin (LH)
e.
Insulin
f.
Corticotropin
6.
Beta±2 agonis
7. 8.
Senyawa dengan aktifitas anti estrogen (khusus ditujukan bagi pria) Masking agent
9.
Glukokortikoid
B.
Metode yang dilarang
1.
Meningkatkan transfer oksigen
2.
Manipulasi famarkologi, kimia dan fisika
3.
Doping gen
III. A.
Zat dan metode yang dilarang di dalam dan di luar pertan- dingan
Zat yang dilarang
1. Senyawa anabolik 2. Hormon peptida 395 3. Beta±2 agonis 4. Senyawa dengan aktivitas anti estrogen 5. Masking agent B.
Metode yang dilarang
1.
Meningkatkan transfer oksigen
2.
manipulasi farmakologi, kimia dan fisika
3.
doping gen
IV.
Zat yang dilarang pada cabang olahraga tertentu
A.
Alkohol
B. V.
Penghalang Beta (beta blockers) C. Zat spesifik
Diuretik
Adalah zat yang sering dipergunakan atlet secara tidak sengaja. Pengelompokan z at serta metode yang dapat digolongkan sebagai doping ini telah digunakan untuk pengawasan penggunaan doping pada Pekan Olahraga Nasional (PON) XVI 2004 d i Palembang. DAMPAK DOPING DAN BAHAYANYA Stimulansia Penggunaan obat golongan stimulansia adalah untuk meningkatkan kewaspadaan, meng urangi kelelahan, meningkatkan persaingan dan bertambahnya kemampuan fisik ataup un mental. Penggunaanya pun dapat menghilangkan pertimbangan (judgement), yang m engakibatkan kecelakaan dalam olahraga. Amfetamin dan turunannya mempunyai 396 reputasi yang buruk (berbahaya) dalam kancah olahraga. Kematian dapat te rjadi pada dosis yang rendah yang digunakan pada kondisi puncak (maximum physical activity). Tidak ada pertimbangan medis bila atlet menggunakan amfetami n dalam olahraga. Simpatomimetik-amin lain, misalnya efedrin akan memacu peredaran darah dan menta l (emosional) yang mengakibatkan kenaikan tekanan darah, sakit kepala, denyut na di bertambah dan tidak teratur, gelisah, dan tremor (gemetaran). Pada dosis rend ah, turunannya (pseudoefedrin, fenilpropanol amin, norpseudoefedrin) sering digu nakan untuk pengo- batan pilek atau hay-fever (demam alergi) yang dapat dibeli s ecara bebas. Banyak sekali preparat yang tergolong obat-obat stimulans, pada saa t ini yang diproduksi, misalnya: amfepramone, nikethamide, pentetrazol, metilpen idat, ethamivan, fenilpropanolamin, strichnin, dan lain-lain. Zat lain yang tergolong stimulansia adalah kafein. Kafein dimasukkan ke dalam do ping oleh karena memiliki efek meningkatkan kemampuan penampilan. Kafein banyak ditemukan dalam berbagai minuman (kopi, cola, cocoa) dan banyak juga terdapat da lam berbagai macam sediaan obat, misalnya obat flu, tonik dan lain-lain. Komisi medis IOC memberikan batasan tertinggi untuk kadar kopi dalam urin adal ah 12 mg/liter urine. Apabila kadar kafein melebihi batas tersebut, maka tes din
yatakan positif. Kadar ini setara dengan minum 15 cangkir kopi atau minuman cola . Namun, dalam keadaan yang ekstrim, seperti setelah kelelahan fisik dan dehidra si dalam cuaca yang panas, jumlah kafein yang lebih rendah dapat memberikan hasi l tes positif. Pemilihan obat bagi asthma cukup merepotkan bagi atlet pada 397 olahraga prestasi. Obat-obatan asthma termasuk ke dalam golongan B2 agonis (beta -2 agonis) yang termasuk ke dalam golongan perangsang susunan saraf pusat. Namun bagi penggunaan secara inhalasi dengan menggunakan sediaan aerosol, obat-oba tan B2 agonis diperbolehkan untuk dipergu-nakan. Misalnya orciprenalin, salb utamol, terbutalin, bitolterol dan rimiterol. Narkotika analgesik Preparat golongan ini yang tersedia adalah morfin dan turunannya yang digunakan untuk menekan rasa sakit (analgesik). Kebanyakan obat ini menyebabkan efek sampi ng yang merugikan yaitu depresi perna- pasan, dan yang paling berbahaya adalah d apat menyebabkan ketergantungan fisik ataupun psikis yang akan mengarah kepada k ecanduan. Contoh obat narkotik lainnya: alfaprodin, aneleridin, pethidin, fenazocin, penta zocin, metadon, codein, trimeperidin, levorfanol, dekstropropoksifen, dan lain -lain analog (sejenis), kecuali dekstrometorfan dan folkodin yang tidak dilarang, yang digunakan sebagai antitusif (obat batuk). Steroid anabolik Steroid anabolik androgen seperti testosteron dan turunan kimianya yang mempunya i aktivitas seperti steroid, termasuk ke dalam klasifikasi doping. Obat ini seri ng disalahgunakan oleh para atlet untuk meningkatkan kekuatan dan besarnya o tot dan memacu agresifitas. Pemberian steroid anabolik atau hanya dengan pemberian testosteron 398 tidak akan meningkatkan kekuatan. Pada penggunaan obat ini harus diingat efek sa mping yang berkaitan dengan fungsi hepar, kulit, kardiovaskuler dan sistem endok rin. Obat ini akan memacu pertumbuhan tumor dan menginduksi gejala-gejala psikia trik. Pada laki-laki obat ini akan menyebabkan mengecilnya ukuran testis (atrofi testis) dan mengurangi produksi sperma. Pada wanita akan terjadi maskulinisasi, berkurangnya jaringan pada mammae, dan terjadinya gangguan menstruasi. Pada ana k-anak akan terjadi gangguan pertumbuhan karena terjadinya penutupan dini dari l empeng pertumbuhan (epiphyse) tulang- tulang panjang. Contoh obat yang termasuk ke dalam golongan ini adalah: stanazolol, norethandrolon, nandrolon dan sebagainya. Beta-blocker Sering disalahgunakan, walaupun pengaruhnya terhadap aktivitas fisik sedik it sekali. Obat ini sering digunakan pada cabang olahraga panahan dan men embak. Obat-obat yang termasuk ke dalam golongan ini adalah: acetobutolol, propranolol, atenolol, labetolol, metoprolol, nadolol dan lain-lain. Diuretika Sebenarnya obat-obat golongan diuretika sangat penting untuk mengeluarkan
caira
n tubuh dari jaringan kan untuk tujuan: 1. Mengurangi berat
pada badan
kondisi dengan
patologis. Diuretika sering disalahguna cepat
pada
olahraga
yang
menggunakan kelas-kelas berdasarkan berat badan, 399 2. Mengeluarkan ―obat secara cepat dari drug-misused (penyalah- gunaan obat), denga n maksud menghindari deteksi obat. Penge- luaran cairan dari tubuh secara cepat tidak dibenarkan secara medis. Resiko kesehatan yang disebabkan oleh penyalah-gu naannya mempunyai efek yang berbahaya. Menurut IOC Medical Commission obat-obat yang termasuk golongan ini : asetazolam id, amilorid, furosemid, hidroklorotiazid, mannitol, spironolakton, triamteren, chlortalidon, bumetamid dan lainnya serta turunannya.
Hormon-hormon peptida dan analognya a.
Human Chorionic Gonadotropin (HCG)
Pemberian HCG pada laki-laki akan merangsang produksi steroid androgen endogen y ang mempunyai ekivalensi dengan pemberian testosteron eksogen. b. Adrenocorticotropic hormone (ACTH) Hormon ini telah disalahgunakan dengan maksud meninggikan batas (level) kortikos teroid endogen dalam darah untuk mendapatkan efek euforia dan homeostasis dari k ortikosteroid. c. Human Growth Hormone (HGH) Hormon ini dapat mengakibatkan timbulnya berbagai efek samping yang berbahaya, m isalnya: reaksi alergi, efek diabetongenik dan akromegali bila diberikan dalam d osis tinggi. d. Erithropoietin (EPO) 400 Secara alamiah hormon ini diproduksi oleh ginjal dan regulasi produksi s el darah merah. Sintetik EPO telah diproduksi untuk menginduksi perubahan yang mirip dengan doping darah, oleh karena itu EPO dilarang penggunaannya dala m olahraga. DOPING MANIPULATIF Selain cara pemberian yang umum, pada doping dikenal pula: 1.
Doping Darah (Blood Doping)
Transfusi darah merupakan pemberian darah yang mengandung butir darah merah atau komponen lainnya. Produk ini dapat diperoleh dari individu yang sama (autolog) atau individu yang berbeda (nonautolog). Pada orang normal transfusi ini diberik an pada penderita yang banyak mengeluarkan darah atau anemia. Pada doping darah, pemberian pada atlet mempunyai tujuan yang berbeda. Prosedur yang dilakukan bia sanya darah atlet dibuang dan diberikan gantinya. Hal ini tentu saja mempunyai r esiko dan melanggar etika medik dan olahraga. Resiko yang akan dialami kemungkin an adalah efek dari transfusi maupun komposisi dari produk darah tersebut. Re siko tersebut dapat berupa: reaksi alergi, reaksi hemolitik akut dengan akibat
kerusakan ginjal. Resiko lainnya adalah reaksi transfusi tipe lambat yaitu : dem am, jaundice infeksi hepatitis virus, AIDS, overload sirkulasi dan syok metaboli k. Berdasarkan faktor-faktor di atas, maka IOC Medical Commission melarang Blood Doping. 401 2. Manipulasi Farmakologik, Fisik dan Kimiawi (Pharmaco- logical, Chemical and Physical Manipulation) IOC Medical Commission melarang penggunaan zat/substansi dengan cara meninggikan integritas dan validitas dari urin dalam kontrol doping. Contoh cara atau metoda yang dilarang adalah substitusi urin, kateterisasi, ser ta cara atau penghambatan ekskresi renal dengan penggunaan obat-obatan seperti p robenesid.
KLASIFIKASI OBAT YANG DILARANG SECARA TERBATAS (CLAS- SES OF DRUGS SUBJECT TO CE RTAIN RESTRICTION) 1.
Alkohol
Alkohol tidak dilarang. Alkohol mempunyai efek terhadap pernapasan. Kadar alkoho l dalam darah harus diukur atas permintaan Federasi Internasional. 2. Anestesi lokal Injeksi anestesi lokal diizinkan dengan syarat sebagai berikut: a. Bupivakain, lignokain, mepivakain, prokain dan lain-lain dapat digunak an kecuali kokain. b. Agen vasokonstriktor (misalnya adrenalin) boleh digunakan dalam hubungannya dengan anestesi lokal atas indikasi medis. c. Hanya injeksi lokal atau intra-artikular atas pertimbangan 402 medis. d. Harus ada laporan terperinci mengenai diagnosis, dosis dan cara pemberian, s esegera mungkin dilaporkan secara tertulis ke IOC Medical Commission. 3. Kortikosteroid Karena mempunyai efek farmakologik sebagai anti-inflamasi, maka obat ini digunakan untuk berbagai macam penyakit. Pemberian secara sistemik ak an mempengaruhi produksi kortikosteroid oleh tubuh. Kortikosteroid dapat menyebabkan perubahan ―mood seperti euforia dan efek samping lainnya, kecuali pe mberian secara topikal, tidak begitu berpengaruh. Pemberian kortikosteroid dilar ang kecuali: a. Untuk penggunaan topikal (anal, aural, dermatologikal, tetapi tidak rek tal) b. Inhalasi c.
Intra-artikular atau injeksi lokal.
4.
Marijuana
Pada beberapa negara marijuana merupakan zat yang terlarang. Pemeriksaan darah d apat dilakukan atas permintaan Federasi Internasional. PENCEGAHAN Setelah mengetahui permasalahan mengenai doping, tentunya kita tidak terfokus te rhadap masalah medis saja akan tetapi juga terhadap masalah etika dan politik. J alan yang ditempuh untuk mengurangi doping adalah: 403 1.
Penyebarluasan pengertian tentang efek buruk doping bagi tubuh
2.
Memberikan sanksi-sanksi yang berat bagi pengguna doping.
Di samping itu juga didukung oleh adanya organisasi yang berkompeten dan diusaha kan agar prosedur kontrol doping harus betul-betul dapat dipercaya, netral dan j ujur, karena hasil pemeriksaan menentukan harga diri seseorang atlet/team atau b ahkan bangsa dan negara. PEMERIKSAAN DOPING Tidak semua atlet akan diperiksa doping, biasanya untuk para pemenang pertama, k edua dan ketiga serta ditambah seorang atau beberapa atlet yang di ambil secara random (acak) dan mereka yang dicurigai menggunakan doping. Mereka ini semua har us melaporkan diri kepada tim kontrol doping, biasanya selambat-lambatnya 1 (sat u) jam setelah pertandingan/perlombaan usai. Bila tidak maka ia akan langsung di diskualifikasi. Hukuman lain yang dapat dikenakan pada atlet adalah denda uang (pada olahraga bayaran) atau diskors selama beberapa waktu tertentu. Sampe l yang diperiksa adalah darah dan urin, dengan cara sebagai berikut: 1. Tahap skrining, untuk deteksi dan perkiraan berapa doping yang ada 2.
Tahap kedua: untuk identifikasi
Urutan tes biasanya dilakukan sebagai berikut: a.
Zat tersebut diekstraksi dari larutannya
b.
Skrining dilakukan dengan menggunakan ―thin layer atau gas
khromatografi. c. Identifikasi dilakukan dengan cara isolasi, dan dianalisis dengan menggunak an khromatografi pula. 404 d. Untuk konfirmasi identifikasi tersebut dapat dilakukan dengan cara Mass Spec trometer, Ultraviolet Absorption Spectrometer, Infra Red Spectrometer. e. Pemeriksaan anabolik steroid dilakukan dengan cara Radio Immuno Assay dan dilanjutkan dengan Mass Spectrometer. Pada pengambilan sampel yang hadir adalah: atlet yang diperiksa, pelatih/tim man ager/dokter atlet, petugas pengambil sampel, wakil dari federasi internasional c abang olahraga yang bersangkutan dan anggota- anggota komisi kontrol doping. Mer eka menandatangani suatu berita acara yang menyatakan bahwa mereka hadir pada sa at pengambilan sampel dilaksanakan. Bila hasil tes ternyata positif, maka tim pe
meriksa segera memanggil tim manager/ pengasuh atlet yang bersangkutan dan membe ritahukannya. Bila setelah perundingan antara mereka dapat disimpulkan adanya penggunaan suatu doping, maka hasil tersebut segera diberitahu dalam waktu 24 jam setelah hasil pertama diumumkan. Kemudian botol yang disim pan di lemari es diambil untuk diperiksa ulang, dan pemeriksaan ini sebaiknya di laboratorium lain, atau bila dilakukan pada laboratorium yang sama tapi dilakuk an oleh teknisi/petugas laboratorium lain. Pada pemeriksaan ulang ini maka team manager/pelatih/ dokter atlet yang bersangkutan boleh hadir untuk menyaksikan. B ila memang hasilnya positif, maka atlet atau timnya akan didiskualifikasi. Hukum an lain dapat pula dilakukan oleh federasi internasional cabang olahraga tersebu t. Persoalan yang timbul di sini adalah mengenai hukuman-hukuman yang dijatuhkan oleh IOC dapat berbeda dengan yang terdapat dalam peraturan fede rasi internasional cabang tersebut. 405 LATIHAN 1. Apa yang dimaksud dengan doping ? 2.Jelaskan mengapa doping dilarang ! 3.Jelaskan klasifikasi doping ! 4.Jelaskan apa yang dimaksud dengan doping manipulatif ? 5.Jelaskan bahaya doping dengan stimulan ! 6.Jelaskan bahaya doping dengan steroid anabolik androgenik ! 7.Jelaskan pencegahan doping ! 8.Jelaskan !
pemeriksaan
doping
KEPUSTAKAAN Bloomfield,J., Ficker,P.A. and Fitch,K.D. (1992) : Textbook of Science and Med icine in Sport, Blackwell Scientific Publications, pg.525-534..
-ooo0ooo-
406
BAB 24 RESPONS FISIOLOGIK TERHADAP LATIHAN FISIK Tjetjep Habibudin dan H.Y.S.Santosa Giriwijoyo.
PENDAHULUAN Respons fisiologik terhadap latihan fisik, melibatkan seluruh komponen Ergosist ema dalam tubuh, yang bekerja sama dalam koordinasi yang terintegrasi untu k meningkatkan pembentukan daya (energi), meningkatkan pasokan oxygen dan sumber daya ke otot-otot yang sedang berkontraksi, membuang sisa olahdaya dan panas, s erta untuk memelihara keseimbangan air dan elektrolit.
407 SASARAN BELAJAR Setelah mempelajari Bab ini Mahasiswa/ Pembaca diharapkan memahami tentang : 1. Tipe-tipe otot rangka, olahdaya dalam otot rangka pada olahraga 2.
Fungsi Ergosistema-II pada olahraga
3.
Kelelahan pada otot
4.
Pengaruh latihan terhadap struktur dan fungsi Ergosistem-I dan
Ergosisitema-II.
OTOT RANGKA Otot rangka meliputi 40-50% berat badan (BB) dan berperan melakukan kontraksi ya ng diperlukan untuk menggerakkan sendi bagi terlaksananya aktivitas fisik. Hal y ang sangat perlu difahami ialah bagaimana urutan peristiwa pada kejadian kontrak si otot, untuk dapat memahami fungsi otot selama melakukan latihan fisik. Urutan Kejadian Selama Kontraksi dan Relaksasi Otot 1. Aktivasi cortex motoris dan perangsangan neuron motor alfa di cornu anterio r medulla spinalis 2. Impuls listrik mencapai sambungan saraf-otot (neuromuscular junc- tion) 3. Perambatan potensial aksi otot sepanjang sarcolemma otot 4.
Perangsangan dan kejadian kontraksi
-
perambatan impuls pada sistem tubulus-T
-
pelepasan calsium dari reticulum sarcoplasma
-
aksi calsium pada myofibril
5.
Terjadinya
kontraksi
pada
myofibril
(teori
―sliding
filament )
dan
408 pengembangan tonus otot 6. Pengambilan relaxasi otot.
kembali
calsium
oleh
reticulum
sarcoplasma
dan terjadinya
Sumber daya siap pakai untuk kontraksi otot adalah adenosine 5' triphosphate (ATP) . Aktivasi enzim myosin ATPase selama peristiwa perangsangan-kontraksi otot meny ebabkan ATP terhidrolisa. ATP juga diperlukan untuk proses-proses lain di dalam sel otot yang memerlukan daya (energi) misalnya lalu-lintas ion-ion Calsium oleh adanya aktivasi pompa calsium pada reticulum sarcoplasma, dan aktivasi pompa Na -K dalam sarcoplasma. Kontraksi otot hanya dapat terjadi bila tersedia sumber da ya potensial ATP di dalam otot. Oleh karena cadangan ATP intramuscular relative kecil (5 mmol/kg), yang akan habis dalam bebera- pa detik dengan pengerahan k emampuan maximal, maka diperlukan mekanisme olahdaya lain yang harus dapat dengan cepat diaktifkan untuk membentuk kembali (meresintesa) ATP untuk menjam in kelang- sungan kontraksi otot yang sedang terjadi. Sumber daya untuk mekanis me itu adalah Phosphocreatine (PC) yang tersedia di dalam otot dalam jumlah yang lebih besar (20 mmol/kg) dan berperan sebagai cadangan sumber senyawa phosphate berdaya tinggi untuk membentuk kembali ATP, setelah ATP dipecah oleh enzim crea tine kinase. Sistem ATP-PC (disebut juga sebagai sistem phosfagen) ini pada peng erahan kemampuan maximal hanya dapat memasok daya untuk selama waktu kurang dari 10 detik (Hahn, 1992). ATP dapat dibentuk kembali dari ADP melalui pengaruh e nzim adenylat kinase, tetapi bagian terbesar ATP diproduksi dengan menggunakan daya yang dihasilkan melalui proses 409 glikolisis anaerobik dan olahdaya aerobik. Sumber daya utama untuk proses oksid asi adalah karbohidrat dan lemak, sedangkan kontribusi asam amino adalah k ecil. Perlu diingat kembali bahwa otot hanya dapat berkontraksi dengan menggunak an daya dari ATP; semua sumber daya lain hanya diperuntukkan meresintesa ATP. Jalur olahdaya manakah yang terutama berperan lebih penting dalam sesuatu kegiatan fisik, hal ini akan ditentukan oleh intensitas dan durasi kegiatan fis ik yang dilakukan. Selama latihan dengan intensitas tinggi dan durasi pendek, (s
print dan aktivitas yang bersifat power), pemecahan sumber daya tinggi phosphage n (ATP, PC) dan pemecahan glikogen menjadi laktat, merupakan proses utama pemben tuk daya (energi). Latihan statis, khususnya yang menggunakan lebih dari 3040% kekuatan kontraksi maximal, pertama-tama juga akan bergantung pada sumber da ya ATP, PC dan glikogen karena berkurangnya aliran darah (pembuluh darah terj epit oleh otot yang berkontraksi!) dan dengan demikian juga pasokan oxygen dan nutrisi menjadi berkurang. Selama latihan submaximal yang panjang (latihan d aya tahan), maka tubuh mengandalkan kepada daya yang dihasilkan melalui proses o lahdaya oxidatif dari karbohidrat, lemak dan sejumlah kecil asam amino (Felig & Wahren 1975, Gollnick 1985). Tabel 1 Metabolisme Energi dalam Otot Rangka Penggunaan ATP 410 ATP
ADP + Pi + H+ + Energi
Resintesa ATP (1) Anaerobik ADP + CP + H+ ATP + creatine 2 ADP ATP + AMP Glukosa (glycogen) + 2(3) ADP
2 laktat + 2(3) ATP + 2 H+
(2) Aerobik 2 piruvat + 6 O2 + 36 ADP 6 CO2 + 6 H2O + 36 ATP Palmitat + 23 O2 +130 ADP 16 CO2 + 16 H2O + 130 ATP
Bahasan yang mendapat banyak perhatian dalam Ilmu Faal Olahraga dalam 20-30 tahu n akhir-akhir ini, khususnya yang berkaitan dengan fisiologi otot adalah hubunga n antara susunan tipe-tipe serabut otot rangka dengan penampilan dalam olahraga. Tabel 2 Karakteristik Type-type Karakteristik FTb
411
Serabut Otot Rangka pada Manusia ST
FTa
Kontraktil Ca2+ mengaktifkan ATPase myosin /min.mg protein) Waktu puncak tonus (ms)
0,16
0,48* 80
0,48* (mmol 30*
30*
Isi substrat ATP
4,9
5,3
12,6
14,5
4,9 CP 14,8 Glycogen 89
78
Trigliserida 4,2*
83
7,1
4,2*
Aktivitas Enzym Creatine kinase 6,6* (mmol/min.g protein) Phosphorylase 8,8
13,1 2,8
Phosphofructokinase
1
5,8
7,5
Citrat Synthase 7,5 Hydroxyacyl-CoA dehydrogenase
16,6*
13,7 10,8
14,8
17,5 8,6
11,6
7,1
Kandungan substrat dalam mmol/kg; aktivitas enzym (kecuali dinyatakan secara khu sus) adalah dalam mmol/kg.min *ditentukan pada kelompok serabut FT Sumber : Saltin & Gollnick (1983) dalam: Maria Zuluaga et al. (1994): Textbook o f Sports Physiotherapy, Applied science & practice, pg 3-13. Serabut otot rangka berdasarkan pada sifat-sifat kontraksi, sifat-sifat 412 olahdaya (metabolisme) dan morfologinya, dapat dibagi dalam dua kelompok pokok y aitu: slow twitch (ST) dan fast twich (FT). Serabut FT dibagi lagi menjadi FT a dan FTb atas dasar kemampuannya dalam proses oxidasi dan glikolisisny a (lihat tabel). Telah pula ditemukan serabut tipe tengah yang mengandung c iri-ciri ST dan FT, yang diyakini merupakan bentuk peralihan dalam proses transf ormasi tipe serabut. Pada manusia, tipe-tipe serabut ini dapat dibedakan dengan mengguna- kan teknik histokimia dan biokimia.
Teknik histokimia yang paling umum dipergunakan memanfaatkan perbedaan stabilita s enzim myosin ATPase serabut-serabut otot ST dan FT dalam asam/ basa (lihat tab el hal.382). Serabut-serabut otot ST mempunyai kapasitas oxidative dan kerapatan kapiler yang tinggi, tidak mudah lelah dan dipersarafi oleh neuron- neuron mo toris kecil. Maka tidaklah mengherankan bila serabut-serabut otot ST memang ditu jukan untuk kegiatan intensitas rendah yang pan- jang. Sebaliknya, serabut-serab ut FT mempunyai kapasitas glikolitik yang tinggi (FTb > FTa), dengan kapasitas o xidative yang rendah (FTa > FTb) dan kelelahan yang mudah terjadi (FTb > FTa) da n dipersarafi dengan neuron-neuron motoris yang besar. Serabut-serabut ini meman g disesu- aikan untuk keperluan kegiatan fisik dengan intensitas tinggi. Prinsip besar ukuran otot (Henneman 1957) mendeskripsikan pola rekrutmen serabut otot s elama latihan dengan berbagai intensitas. Pada awalnya terjadi aktivasi neuron-n euron motoris kecil yang melibatkan serabut ST pada latihan dengan intensitas re ndah; pada intensitas yang lebih tinggi, terjadi aktivasi neuron-neuron motoris besar dan dengan demikian maka serabut-serabut FT diaktifkan. Pola umum rekrutmen serabut-serabut 413 otot ini telah dikonfirmasi oleh penelitian yang menggunakan teknik visua lisasi histokimia terhadap intensitas pewarnaan glikogen sebagai index keterliba tan serabut otot sebelum dan sesudah latihan. Selama latihan submaximal yang pan jang, lebih dahulu serabut-serabut ST yang terlibat (Vollestrad et al 1984), wal aupun pada tahap-tahap akhir dapat terjadi pelibatan serabut-serabut FTa. Tatkal a latihan menjadi lebih intensif, secara progresif terjadi pelibatan serabut-ser abut FT, sehingga tatkala intensitas latihan mendekati dan kemudian melebihi VO2 max, maka seluruh tipe serabut ikut diaktifkan (Vollestrad & Blom 1985, Volles trad et al 1992). Perbedaan keterlibatan tipe-tipe serabut otot dalam ber bagai intensitas kegiatan, telah merangsang minat orang untuk mengetahui potensi peran dari berbagai komposisi tipe-tipe serabut otot rangka, apakah pada atlitatlit yang terlatih secara khusus, hal itu memang menjadi faktor penentu. Sesung guhnya memang telah teramati bahwa otot-otot atlit daya tahan elite terdiri terutama dari serabut- serabut otot ST (70-90%), sedangkan sprinter dan atlit -atlit explosive, relative memiliki lebih banyak serabut-serabut FT (Bergh et al 1978, Costill et al 1975, Saltin & Gollnick 1983). Masalah ini secara umum tela h dikaitkan dengan faktor genetik dan oleh pengaruh faktor alam; adanya faktor g enetik terlihat dari adanya komposisi tipe serabut otot yang iden- tik pada kemb ar monozygotik (Komi et al 1977). Akan tetapi hasil obser- vasi yang dilakukan a khir-akhir ini menunjukkan bahwa meningkatnya prosentase serabut-serabut otot ST pada atlit-atlit daya tahan mungkin terbatas pada otot-otot yang dilatih (Tesch & Karlsson 1985), dan fakta mengenai adanya serabut-serabut otot tipe teng ah (interme-diate) sebagai hasil latihan (Banmann et al 1987, Klitgaard et al1990, Schantz 414 1986) meningkatkan keyakinan bahwa mungkin memang terjadinya modifikasi ciri-cir i serabut otot rangka sebagai hasil dari latihan yang teratur.
Olahdaya (metabolisme) latihan Di kala melakukan latihan dinamis dengan intensitas tinggi (misalnya sprint lari dan renang, bersepeda dan latihan interval), maka pemecahan senyawa fosfat be rdaya tinggi (ATP, PC) dan pemecahan glikogen menjadi asam laktat, adalah jalur-jalur penghasil utama daya (energi) yang diperlukan untuk kerja otot (Herm ansen et al 1984). ATP otot dapat berkurang sebanyak 30-50%, tergantung pad a intensitas dan durasi latihan, tetapi tidak pernah sampai terkuras habis. Te
tapi PC otot dapat berkurang sampai hampir habis setelah latihan yang maximal. G likogen otot dapat berkurang sebesar 50-60% setelah sekali saja melakukan latiha n dengan intensitas yang maximal, disertai dengan meningkatnya asam laktat sebes ar 10-20 kali. Kelelahan pada latihan demikian sering berkaitan dengan asido sis intramuscular dan juga adanya gangguan keseimbangan elektrolit; pada sera but-serabut otot FT kelelahan juga dapat terjadi oleh karena terkuras-habisnya P C dan glikogen dalam otot. Untuk latihan dalam rentang waktu menit sampai jam, olahdaya oxidative karbohidrat dan lemak merupakan pemasok daya utama bagi pembentukan kembali ATP. Walaupun sudah sejak bertahun-tahun tidak pernah dipik irkan adanya penggunaan protein selama olahraga dengan durasi panjang, tetapi la poran akhir-akhir ini menunjukkan adanya peristiwa oxidasi asam-asam amino selama latihan 415 (Hood & Terjung 1990). Namun demikian, karbohidrat dan lemak tetap merupakan sum ber daya oxidative yang terpenting. Berapa besar porsi masing-masing karbohidrat dan lemak yang digunakan selama latihan, dipengaruhi oleh faktor-faktor misalny a intensitas dan durasi latihan, status latihan dan tata gizinya (lihat gb.) (Fe lig & Wahren 1975, Gollnick 1985, Hargreaves 1991). Glikogen otot adalah substrat (bahan nutrisi) penting bagi olahraga berat i pendek maupun durasi panjang. Oleh karena kelelahan selama olahraga durasi panjang sering berkaitan dengan terkuras-habis-
duras
Gb.1. Bagan olahdaya karbohidrat dan lemak selama olahraga durasi panjang. Sumber: Richtrer et al (1981), dalam: Maria Zuluaga et al. (1994): Textbook of S ports 416 Physiotherapy, Applied science & practice, pg 3-13. nya glikogen otot, maka pemuatan karbohidrat (carbohydrate loading) selama masa persiapan untuk olahraga daya tahan, menjadi sangat penting. Kecepatan penggunaa n glikogen otot adalah tertinggi pada tahap-tahap awal olahraga dan berkorelasi secara exponensial dengan intensitas olahraganya (Vollestrad & Blom 1985). Penat aan glikogenolisis dalam otot selama olahraga, memerlukan kerja sama anta ra faktor- faktor lokal dan faktor hormonal (Hargreaves & Richter 1988). Kontra ksi otot, yang memicu terjadinya peningkatan kadar kalsium dan ion fosfat anorga nik intramuscular akan merangsang pemecahan glikogen, serta juga akan merangsang pengeluaran adrenalin dari medulla kelenjar adrenal, selama melakukan olahraga berat. Dengan menurunnya kadar glikogen otot oleh olahraga, dan meningkatnya pas okan glukosa yang diangkut oleh darah, maka glukosa darah menjadi sumber karbohi drat yang semakin penting. Ambilan glukosa dari darah oleh otot rangka yang seda ng berkontraksi dapat meningkat sebesar 30-40 kali, yaitu dari 0.1 mmol/men pada istirahat menjadi 3-4 mmol/men., tergantung pada intensitas dan durasi latihann ya (Katz et al 1986, Wahren 1977). Meningkatnya ambilan glukosa terjadi oleh kar ena meningkatnya trans- port aktif glukosa melalui membran sel otot dan menjadi aktifnya enzim- enzim glikolitik dan enzim-enzim oxidative yang berperan untuk p roses pemecahan glukosa (Hargreaves 1990). Pengeluaran glukosa dari hepar juga m eningkat (Wahren 1977) sehingga kadar gula darah dapat dipertahankan, atau bahka n sedikit meningkat selama tahap-tahap awal latihan. Hal ini dimulai dengan meningkatnya glikogenolisis hepar, tetapi
417 dengan berlanjutnya olahraga, glukosa yang dihasilkan dari hepar berasal dari pembentukan molekul-molekul glukosa baru dari bahan bukan karbohidr at (glukoneogenesis) misalnya asam laktat, asam pyruvat, gliserol dan asamasam amino (Felig & Wahren 1975). Selama olahraga durasi panjang yang berlangsun g beberapa jam, pengeluaran glukosa hepar tidak dapat memenuhi ambilannya oleh o tot dari darah, sehingga dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia. Makan karboh i- drat selama melakukan olahraga durasi panjang, dapat memelihara kadar glukosa darah dan proses oxidasi glukosa dalam jumlah yang banyak, yang menyebab kan meningkatnya daya tahan (Costill & Hargreaves 1992). Asam laktat selain meru pakan bahan baku untuk proses glukoneogenesis, ternyata asam laktat juga merupak an substrat untuk proses olahdaya oxidative selama olahraga, khususnya bagi sera but-serabut otot ST (Brooks 1986). Otot rangka yang sedang berkontraksi ternyata juga menggunakan daya yang berasal dari proses b-oxid si asam-asam lemak bebas ya ng berasal dari jaringan-jaringan lemak tempat penimbunan trigliserida. Ambilan asam lemak bebas dan penggunaan asam lemak bebas oleh otot ditentukan oleh berap a besar kadarnya dalam darah arteri dan oleh kemampuan otot mengoxidasi asam-asa m lemak bebas (kapasitas metabolik otot terhadap lemak). Puncak kadar asam lemak bebas biasanya dicapai setelah latihan selama 3-4 jam, pada ketika itu asam lemak bebas menjadi sumber daya (energi) yang memberikan kontribusi terbesar (Felig & Wahren 1975). Trigliserida dalam o tot juga dapat memberi kontribusi terhadap olahdaya selama latihan. Trigliserida otot berperan penting pada awal latihan dan selama latihan dengan intensitas tinggi bila lipolisis dari jaringan lemak 418 mengalami hambatan (Jones et al 1980, McCartney et al 1986). Sebalik- nya, trigl iserida plasma diyakini hanya memberi kontribusi sedikit terha- dap olahdaya lem ak selama olahraga.
SISTEM TRANSPORT OXYGEN Peningkatan olahdaya (metabolisme) oksidatif yang terjadi selama seluruh tingkat an intensitas olahraga adalah sangat-sangat tergantung pada pasokan O2 kepada o tot yang sedang berkontraksi, dan dengan demikian berarti tergantung pada kapasi tas fungsional sistema kardio- vaskular dan sistema respirasi. Selama bertahun-t ahun perhatian yang besar telah dicurahkan untuk mengetahui faktor fisiologis ap a yang menjadi penentu bagi transport oxygen dan penggunaannya selama olahraga, yang memberikan kontribusi terhadap ambilan oxygen maximal (VO2 max), ukuran ya ng selama ini telah diterima secara luas sebagai ukuran kebugaran aerobik (kebug aran kardiorespiratori). Sistema kardiovaskular selama olahraga Selama olahraga, sistema kardiovaskular diatur untuk melayani sejumlah fungsi-fu ngsi penting: 1. Meningkatkan aliran darah dan pasokan oxygen kepada otot-otot rangka yang aktif dan kepada otot jantung 2. Mempertahankan tekanan aliran darah ke otak 3. Meminimalkan terjadinya 419
darah
rata-rata,
hipertermia
oleh
untuk
menjamin kecukupan
pengaruh
olahraga
dengan mengangkut panas ke kulit yang kemudian dipergunakan untuk menguapkan ker ingat. Dengan dimulainya olahraga, maka terjadilah vasodilatasi yang nyata dan cepat pa da pembuluh-pembuluh darah dalam otot rangka yang aktif, yang disebabkan oleh ka rena dibebaskannya metabolit yang bersifat vasoaktif yang berasal dari otot yang berkontraksi. Zat-zat ini terdiri dari ion kalium (K+), ion hydrogen (H+), ionion laktat dan adenosine, bersa- maan dengan terjadinya hiperkapnia (penumpukan CO2) lokal, hypoxia dan hiperosmolalitas. Meski terjadi penurunan tahanan vaskul ar yang besar dalam otot rangka, tetapi tekanan darah rata-rata arteri meningkat yang disebabkan oleh meningkatnya curah jantung dan tekanan darah sistolik. Tek anan darah diastolic biasanya dipertahankan pada tingkat istirahat disebabkan ol eh adanya vasokonstriksi jaringan pembuluh darah daerah splanchnicus, jaringan p embuluh darah ginjal dan otot-otot yang tidak aktif, namun demikian tekanan dias tolik itu dapat juga menurun pada olahraga dengan intensitas tinggi yang disebab kan oleh karena meningkatnya besar aliran darah ke otot-otot yang aktif. Curah j antung meningkat dari 5 liter/menit menjadi 20-25 liter/menit pada olahraga deng an intensitas maximal, dan pada atlit daya tahan bahkan dapat lebih tinggi lagi, yaitu dapat mencapai 40 L/men (Karpovich & Sinning 1971). Peningkatan curah j antung ini terjadi oleh karena meningkatnya frekuensi denyut jantung dan is i sedenyutnya, yang dimediasi oleh dihambatnya aktivitas N. Vagus, aktivasi sara f simpatis jantung dan meningkatnya hormone adrenalin yang beredar, yang disekre sikan oleh medulla kelenjar adrenal. Selain itu, aliran darah vena juga meningka t yang disebabkan oleh karena menjadi aktifnya mekanisme pompa vena, 420 dan oleh adanya perubahan-perubahan tekanan intra thorakal yang terjadi k arena pengaruh siklus respirasi. Vaso konstriksi regional yang dimediasi oleh sy stem saraf simpatis, tidak hanya meminimalkan menu- runnya tahanan perifer total , tetapi juga menyebabkan pengalihan/pe- mindahan darah ke vena-vena besar, dan karenanya membantu memeli- hara pengisian ventrikel. Dengan berlanjutnya olahrag a, maka suhu inti tubuh meningkat sebesar 1-2o C yang menyebabkan terjadinya vas odila- tasi pembuluh-pembuluh darah kulit. Vasodilatasi pembuluh-pembuluh darah kulit akan sangat meningkat bila suhu lingkungan tinggi. Vasodi- latasi pembuluh -pembuluh darah kulit sangat penting untuk pembuangan panas, tetapi disertai ada nya kerugian yang disebabkan oleh karena terjadinya pengalihan darah ke perifer, yang berakibat menurunnya tekanan vena central, menurunnya isi sedenyut dan men ingkatnya freku- ensi denyut jantung. Tetapi pada olahraga-olahraga dengan inten sitas yang lebih tinggi, jaringan peredaran darah kulit akan dikonstriksikan ole h rangsangan saraf simpatis apabila keperluan memelihara tekanan darah lebih bes ar dari pada keperluan membuang panas tubuh. Penga- turan respons kardiovaskular terhadap olahraga, meliputi koordinasi sejumlah faktor neurohumoral. Perintah u ntuk menata fungsi kardiovas- kular, timbul bersamaan dengan aktivasi corte x motoris untuk otot rangka, yang akan mengaktifkan pola aktivitas system kar diovaskular yang sesuai (Mitchell 1990). Kemudian terjadi sejumlah umpan balik d ari sejumlah mekanisme-mekanisme reflex yang berasal dari chemoreseptor di dalam otot dan baroreseptor pada arteri (Rowell & O'Leary 1990). Di samping itu, peruba han-perubahan pada volume darah, suhu tubuh dan kandungan O2 darah arteri juga mempengaruhi aktivitas ini. Beberapa 421 dari respons-respons ini juga akan dimediasi oleh meningkatnya kadar rennin, ang iotensin, vasopressin dan adrenalin yang beredar dalam sirkulasi.
Sistem respirasi selama olahraga Menyertai respons kardiovaskular terhadap olahraga adalah meningkatnya ventilasi
paru untuk menjamin oxigenasi darah arteri dan eliminasi karbon dioxidanya. Hal ini dapat dipenuhi dengan meningkatkan udara nafas (tidal volum e) dan frekuensi pernafasan. Keberhasilan sistema respirasi meminimalkan p erubahan komposisi darah yang dipicu oleh olahraga, terlihat dari adanya stabil itas yang mantap dari harga PO2, PCO2, dan pH selama olahraga dengan intensitas rendah dan sedang. Pada tahap-tahap awal peningkatan intensitas olahraga, ventil asi meningkat sebanding dengan meningkatnya konsumsi O2 (VO2) dan banyaknya prod uksi CO2 (VCO2). Tetapi ada satu titik, yang di atas titik itu peningkatan venti lasi adalah lebih besar dari pada peningkatan VO2. Titik ini sering disebut seba gai titik ambang ventilasi atau titik ambang anaerobik. Diyakini bahwa adanya pe ningkatan yang tajam dari ventilasi, disebabkan oleh peningkatan VCO2, yang bera sal dari peristiwa pembufferan asam laktat yang berasal dari otot yang berkontra ksi (Wasserman et al 1986). Terdapat banyak silang pendapat dan kontroversi dala m kepustakaan mengenai produksi asam laktat selama olahraga. Meski demikian peng ukuran ambang ventilasi terbukti sangat berguna untuk menilai daya tahan atlit (Williams 1990), karena 422 hal itu memberi gambaran mengenai kemampuan maximal kerja dalam keadaan mantap ( maximal steady state work rate) selama kerja/ olah- raga dengan durasi panjang d an merupakan peramal yang cermat mengenai kemampuan penampilan olahraga daya tah an. Respons perna- fasan terhadap olahraga meliputi pengaruh timbal balik antara masukan- masukan neural dan humoral ke pusat pernafasan. Hal ini meliputi kecep atan pembuangan CO2 dari darah oleh paru, besar aliran impuls desendens yang me nyertai aktivasi cortex motoris untuk mengaktifkan otot rangka, umpan balik dari chemoreseptor dan proprioseptor pada otot yang berkontraksi, meningkatnya suhu tubuh, dan perubahan kadar ion H+, K+ dan adrenalin dalam darah arteri (Dempsey et al 1985, Forster & Pan 1991). Ambilan oxigen maximal Transfer oxigen dari udara ke mitochondria dalam otot yang ber- kontraksi untuk keperluan olahdaya oksidatif, meliputi sejumlah sistem dan proses-proses fisiolo gi. Walaupun memang sulit untuk dapat menilai setiap langkah yang merupakan bagian dari proses transfer oxigen, tetapi adalah mungkin untuk mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai kapasitas fungsional dari sistem daya (energy) aero bik yaitu ambilan oxigen maximal atau VO2 max. Ambilan oxigen maximal adalah uku ran mengenai kemampuan gabungan dari otot-otot yang berkon- traksi untuk mengkon sumsi oxigen bagi keperluannya mengolah sumber energi dengan kemampuan sistema h emo-hidro-limfatik, sistema respi- rasi dan sistema kardiovaskular untuk mengang kut oxigen ke mitochondria otot. Banyak perhatian dicurahkan terhadap faktor-faktor fisiologis 423 apa yang membatasi VO2 max (lihat gambar). Wacana biasanya terbagi menjadi dua p andangan: 1. yaitu VO2 max dibatasi oleh kemampuan maximal memasok oxigen ke oto t (kemampuan maximal ES-II) atau 2. VO2 max dibatasi oleh kemampuan maximal otot untuk menggunak an (mengkonsumsi) oxigen (Wagner 1991). Terdapat kesepakatan umum yang memang cukup beralasan yaitu bahwa faktor pasokan oxigenlah yang menjadi pembatas VO2 max (Saltin & Rowell 1980, Wagner 1991). Pertanyaan yang kemudian timbul adalah: adakah satu titik dalam sistem transport oxigen yang dapat dituding seba gai faktor pembatas. Di masa lalu, sistema respirasi disangkal menjadi fakto r pembatas atas dasar observasi bahwa kejenuhan darah arteri akan oxige
n dapat dipertahankan dengan baik selama melakukan olahraga di ketinggian permuk aan laut. Tetapi penelitian terakhir menunjukkan terjadi peristiwa desaturasi darah arteri terhadap oxigen selama olahraga berat pada sejumlah atlet yang sangat terlatih (Powers & Williams 1987). Untuk dapat mencegah desaturasi darah arteri terhadap oxigen ini, maka VO2 max harus sangat ditingkatkan (Powers et al 1989). Penyebab terjadinya desaturasi ini adalah keterbatasan difusi oxigen dari alveoli ke dar ah dalam kapiler paru, bukan karena hiperventilasi yang tidak adekuat. Diyakini bahwa pada atlet-atlet ini, adaptasi sistema kardiovaskular menghasilkan peningk atan curah jantung dan peningkatan kecepatan aliran darah dalam paru, seh ingga titik lemahnya berarti ada pada proses oxigenisasi darah di paru (Dempsey 1986). Kemungkinan lain ialah bahwa atlet ini memang mempunyai faktor genetik untuk terjadinya kondisi desaturasi 424 darah arteri terhadap oxigen. Meski demikian, hampir pada semua orang yang sehat , desaturasi darah arteri terhadap oxigen biasanya tidak terja- di, dan dalam ke adaan demikian maka sistema respirasi tidak dituding sebagai faktor pembatas. A hli-ahli lain meyakini bahwa keterbatasan berada di jantung, oleh karena fungsi sistema kardiovaskular telah mencapai limit atas yaitu bila massa otot yang akti f adalah besar (Rowell 1988, Saltin 1985). Di samping itu, kekurangan hemoglobin juga menjadi penghamba t tercapainya nilai VO2 max yang tinggi, dan hal ini dibuktikan dengan apabila k adar hemoglobin dalam darah arteri meningkat yang misalnya disebabkan oleh adany a doping darah , ternyata menunjukkan adanya peningkatan VO2 max (Buick et al 1980) . Akhir-akhir ini diyakini bahwa pasokan oxigen ke mitochondria dibatasi oleh ke mampuan difusi oxigen pada jaringan (Wagner 1991).
425 Gambar: Faktor-faktor fisiologis yang berpotensi membatasi ambilan oxigen maxima l. Sumber: Saltin & Rowell (1980), dalam: Maria Zuluaga et al. (1994): Textbook of Sports Physiotherapy, Applied science & practice, pg 3-13. Melihat banyaknya tahapan dalam sistem transport oxigen, maka tidaklah mungkin h
anya satu faktor yang membatasi VO2 max. Agaknya semua komponen dalam jalur transport oxigen akan memainkan perannya dalam menentukan VO2 max, melalui p engaruhnya terhadap pengangkutan maupun difusinya pada jaringan (Wagner 1991). P engangkutan oxigen dipengaruhi oleh curah jantung, besar aliran darah dalam otot dan kandungan oxigen dalam darah arteri (yang dipengaruhi oleh kandungan oxigen dalam udara inspirasi, pertukaran gas dalam 426 paru dan kadar hemoglobin dalam darah arteri), sedangkan difusi oxigen pada jari ngan dipengaruhi oleh kecepatan disosiasi (terlepasnya) oxigen dari hemoglobin, difusi oxigen ke eritrosit dan plasma, luas permukaan kapiler dan difusi oxigen ke mitochondria otot yang difasilitasi oleh myoglobin. KELELAHAN OTOT Kelelahan otot didefinisikan sebagai kegagalan otot untuk mempertahankan atau me nghasilkan kekuatan yang diperlukan (Edwards 1981) atau hilangnya kemampuan otot untuk menghasilkan kekuatan (Vollestad & Sej ersted 1988). Tetapi definisi-definisi ini menjadi sempit oleh terhilangkannya b eberapa manifestasi kelelahan yang penting, dan tidak mendefinisikan kelelaha n selama kerja otot dinamis secara adekuat. Oleh karena power memang nyata menurun dengan adanya kelelahan (McCartney et al 1986, de Haan et al 1989), maka kelelahan lebih tepat didefinisikan sebagai menurunnya kapasitas otot dalam men ghasilkan kekuatan dan kecepatan kontraksi otot. Definisi ini selain mencakup me nurunnya kekuatan maximal kontraksi otot dan kecepatan kontraksinya, juga melipu ti menjadi sangat melambatnya relaxasi otot (lihat gambar dibawah).
427 Gambar: Grafik kontraksi dan relaxasi otot di kala segar dan setelah melakukan k ontraksi selama 30 detik yang melelahkan. Sumber: Cady et al (1989a) dalam : Maria Zuluaga et al. (1994): Textbook of Spor ts Physiotherapy, Applied science & practice, pg 3-13. Tidak ada satu mekanisme yang dapat mewakili semua komponen untuk terjadinya kel elahan otot; sesungguhnya hilangnya kekuatan otot dan melambatnya relaxasi bersi fat multifaktorial dan mungkin sekali mempunyai basis yang terpisah. Lebih lanju t, mekanisme terjadinya kelelahan otot pada kontraksi submaximal yang lama dapat sangat berbeda dengan mekanisme terjadinya kelelahan pada olahraga dengan inten sitas tinggi dalam durasi singkat. Bahasan ini menelaah tempat- tempat dan mekan isme-mekanisme yang mungkin untuk terjadinya kelelahan otot selama olahraga. Tempat-tempat kelelahan: sentral dan perifer
Manakah yang sesungguhnya menjadi tempat kelelahan, masih bersifat l, tempat-tempat itu dapat bersifat sentral yaitu
kontroversia
428 pada proses-proses di susunan saraf pusat dan juga dapat di perifer yaitu pada p roses-proses di dalam otot (Asmussen 1978, Bigland-Ritchie 1981). Proses-proses dalam susunan saraf pusat (SSP) diawali dengan pembuatan p ola gerak pada cortex motoris, perambatan impuls ke perifer melalui jal ur desendens dan perangsangan neuron-neuron motoris alfa, yang diakhirnya me nghasilkan rekrutmen motor-motor unit. Kelelahan sentral telah dapat diperlihatk an pada beberapa nara-coba dengan ketidak-mampuannya merekrut seluruh motor unit berkontraksi sepenuhnya dalam melakukan kerja isometrik yang melelahkan (Biglan d- Ritchie et al 1978). Tetapi pengaruh ini pada kebanyakan orang dapat ditiadak an dengan pelatihan dan motivasi yang adekuat. Akhir-akhir ini bukti adanya rekr utmen yang tidak menyeluruh (rekrutmen + 90%) telah dapat diperlihatkan pada oto t-otot flexor articulatio cubiti (sendi siku) selama kontraksi isometrik yang me lelahkan, yang menunjukkan adanya kelelahan sentral (Gandevia 1992). Tetapi kelelahan sentral hanya berperan kecil dalam menurunkan kekuatan selama kontr aksi isometrik. Jadi walaupun kelelahan sentral memang ada selama kontraksi isometrik, tetapi ba gian terbesar kelelahan berasal dari tempat-tempat perifer. Penelitian mengenai kelelahan sentral pada kontraksi dinamis masih terus berlanjut, dan penelitian akhir-akhir ini meyakini bahwa kelelahan sentral memang memberi kontribusi (N ewham et al 1991). Kemungkinan tempat-tempat kelelahan perifer meliputi: sarcolemma, sistem tubulus T, retikulum sarkoplasma (RS), dan cross-bridges dari myosin. Hal ini semua mencerminkan proses-proses yang meliputi perangsangan membran, proses kontraksi dan relaxasasi, dan pemben429 tukan daya (enegi) pada proses olahdaya. Kemungkinan-kemungkinan mekanisme terjadinya kelelahan Kelelahan disebabkan oleh karena terganggunya homeostasis. Gangguan homeostasis ini disebabkan oleh salah satu atau gabungan dari hal-hal tersebut di bawah ini : 1. Habisnya sumber daya (energi), 2.
Tertimbunnya metabolit (sampah olahdaya),
3.
Gangguan keseimbangan elektrolit
4. Gangguan mekanisme lekat-lepas myosin-actin. Keempat hal tersebut di atas m enyebabkan terganggunya mekanisme kontraksi dan relaxasasi. Kelelahan memang ter kait kepada salah satu dari faktor-faktor tersebut di atas, tetapi hal itu masih sangat tergantung pada intensitas dan durasinya melakukan olahraga. 1. Habisnya sumber daya (energi) Baik PC maupun glikogen memang dapat habis selama melakukan olahraga. Kelelahan otot yang terjadi secara cepat dan berat adalah pada orang-orang yang melakukan latihan lari sprint maximal, dan kelelahan itu sudah terjadi hanya dalam durasi 30 detik. Pada keadaan itu PC otot menurun sebesar 70%, cadangan glikogen menurun sebesar 30% dan ATP menurun sebesar 40-50% (Cheetam et al 1986, McCart ney et al 1986). Adanya penurunan cadangan ATP ini menunjukkan bahwa kecepatan p enggunaannya lebih besar dari pada pembentukannya. Penelitian lebih akhir mengen ai hal ini dilakukan pada satu serabut otot yang diambil melalui biopsi dari oto t vastus lateralis dari m.Quadriceps femoris, yang kemudian dirangsang dengan
430 rangsang listrik sampai lelah. Ternyata terjadi penurunan ATP sebesar 40-50%, dan dalam hal PC ternyata habis sama sekali pada serabut- serabut otot S T dan FT (Soderlund & Hultman 1991). Dari temuan ini diyakini bahwa kecepatan pe mbentukan kembali ATP memang terbatas selama olahraga yang sangat intensif. Sela ma olahraga yang berdurasi lama, cadangan glikogen otot dapat habis sama sekali, terutama pada serabut-serabut otot ST (Vollestad et al 1984). Meski terjadi keh abisan total sumber daya (glikogen) pada peristiwa ini, tetapi cadangan ATP hany a berkurang sebesar 10-20% ketika terjadi kelelahan total (Broberg & Sahl in 1989). Menurunnya cadangan ATP otot yang relatif kecil pada olahraga berduras i lama ini menunjukkan pentingnya peran glikogen sebagai sumber daya di dalam ot ot. Karena itu maka peningkatan cadangan glikogen otot (pemuatan karbohidrat oto t) memang menunjukkan perbaikan penampilan pada olahraga berdurasi panjang (Berg strom et al 1967). 2. Tertimbunnya metabolit Kerja otot yang sangat berat disertai dengan tertimbunnya banyak metabolit yang terdiri dari laktat termasuk ion-ion H+, fosfor anorganik (Pi), adenosine diphos phate (ADP), inosine monophosphate (IMP) dan zat-zat intermediate hasil glikolis is. Dari semua ini, pengaruh timbunan laktat dan ion H+ (asidosis) adalah yang p aling banyak dipelajari. Acidosis Olahraga berat durasi pendek ditandai dengan peningkatan kadar laktat yang besar dalam otot, yang menyebabkan terjadinya asidosis intraselular yang signifikan (Hermansen & Osnes 1972, Wilson et al 431 1988). Asidosis ini dikaitkan dengan kelelahan otot melalui berbagai mekanisme, yang meliputi tertekannya jumlah Ca2+ yang aktif, meningkatnya ambang aktivasi Ca2+, dan berkurangnya kepekaan serabut-serabut otot terhadap Ca2+ (Donaldson & Hermansen 1978, Fabiato & Fabiato 1978). Acidosis juga menyebabkan menurunnya k ecepatan maximal kontraksi otot (Metzger & Moss 1987, Cooke et al 1988), yang juga menyebabkan berkurangnya power otot terutama pada kontraksi-ko ntraksi dengan kecepatan tinggi (de Haan et al 1989). Acidosis juga dapat mengganggu proses pembentukan daya karena menurunkan kecepatan glikogenolisis dan glikolisis (Sutton et al 1981, Spriet et al 1989). Hambatan terhadap produksi ATP dalam sel dapat juga me ngganggu proses relaxasi otot, karena relaxasasi otot juga memerlukan daya (ener gi). Jadi meningkatnya kadar H+ (asidosis) intraseluler dapat berpengaruh lan gsung terhadap melambatnya relaxasi otot pada kelelahan (Cady et al 1989b, Ber gstrom & Hultman 1991). Oleh karena itu acidosis dikaitkan dengan menurunnya kekuatan kont raksi otot dan melambatnya relaxasi. Tetapi acidosis bukan penyebab dari se luruh penurunan kekuatan kontraksi otot dan melambatnya relaxasi pada kelelah an. Lagi pula acidosis bukanlah faktor penyebab yang penting untuk kelelahan otot pada olahraga dengan durasi yang panjang, karena dalam hal ini kadar H+ da lam otot hanya meningkat sedikit (Dawson et al 1978, Denis et al 1989). Fosfat anorganik (Pi) Kadar Pi intramuskular dapat menjadi 4-5 kali lebih banyak selama kerja otot int ensif (Cady et al 1989b, Wilson et al 1988) dan dapat
432 secara langsung menyebabkan menurunnya kekuatan kontraksi otot (Cooke et al 1988 ). Pengaruh menghambat ini mungkin sekali disebabkan oleh meningkatnya kada r ion H2PO4(diprotonated inorganic phosphate), yang akan diperberat ole h acidosis (Cady et al 1989b, Nosek et al 1987, Wilson et al 1988). Meningkatnya Pi juga sangat erat h ubungannya dengan melambatnya kecepatan relaxasi otot pada kelelahan (Bergst rom & Hultman 1991, Cady et al 1989a). Seberapa besar kontribusi peningkatan kad ar Pi terhadap kelelahan pada olahraga dengan durasi panjang, belum diteliti. Adenosine difosfat (ADP) Kadar ADP otot meningkat selama kerja otot, dalam proporsi yang sebanding dengan menurunnya kekuatan kontraksinya (Dawson et al 1978). Meningkatnya kadar ADP dan menurunnya kadar ATP berarti menurunnya muatan daya (energi) dalam sel otot, yang berarti menurunnya pembentukan daya dari hid rolisis ATP (Sahli et al 1978). Oleh karena ADP dengan cepat disingkirkan oleh e nzym creatine phosphokinase, adenylate kinase, glikolisis dan olahdaya oxidatif, maka pada penelitian temuan adanya peningkatan kadar ADP hanya kecil saja. Hal ini menyulitkan untuk menentukan seberapa penting peran ADP dalam proses terjadi nya kelelahan. Pembuangan ADP oleh adenylate kinase menghasilkan adenosine m onophosphate (AMP), yang kemudian dideaminasi menjadi IMP (inosine monoph osphate) dan ammonia. Oleh karena pembuangan IMP dari otot adalah lambat, maka p eningkatan IMP pada olahraga mencerminkan peningkatan AMP dan ADP. Peningkatan IMP yang signifikan dilaporkan terjadi pada 433 olahraga dengan intensitas tinggi (Sahlin et al 1978) dan juga pada olahraga dur asi panjang (Broberg & Sahlin 1989). Temuan ini meyakinkan bahwa terjadinya peningkatan ADP yang lambat (transient) pada kehabisan tenaga (exhaustion ), mungkin adalah faktor yang penting bagi berkembangnya kelelahan. 3. Gangguan keseimbangan elektrolit dalam otot Elektrolit sangat penting untuk fungsi otot yang normal, karena sangat erat h ubungannya dengan proses perangsangan pada membran sel otot, serta prose s kontraksi dan relaxasi otot. Gangguan terhadap pengaturan kadar elektrolit dal am otot yang biasanya sangat ketat ini telah dikaitkan dengan terjadinya kelelah an (McKenna 1992, Sjogaard 1991). Mengalirnya elektrolit menembus membran sel ot ot telah diketahui mempunyai implikasi terhadap kelelahan otot melalui dua mekan isme utama yaitu: (1) melalui pengaruhnya terhadap depolarisasi membran sel otot dengan konsekuensinya yaitu menurunnya kepekaan sel otot (Sjogaard et al 1985); dan (2) melalui terjadinya acidosis intraselular(Lindinger et al 1987, Lindinge r & Heigen hauser 1988,1991). Mengalirnya keluar ion K+ dari sel otot yang sedang berkontraksi yang terjadi pada setiap ada potensial aksi menyebabkan meningkatnya kadar ion K+ extraselular dan menurun- nya kadar ion K+ intrasel ular (Hnik et al 1986, Juel 1986, Sjogaard 1985). Perubahan-perubahan ini sangat nyata pada kontraksi yang intensif (Juel 1986) dan menyebabkan terjadinya depolarisasi membran sarcolemma dan membran tubulus-T, yang menyebabkan menurunnya besar amplitudo potensial aksi, dibebaskannya ion Ca2+ 434 yang menyebabkan terjadinya kontraksi otot (Juel 1986, Sjogaard et al 1985). Agaknya mekanisme ini dimediasi melalui membran tubulus-T, yang disebabka n oleh karena volume dan jumlah pompa Na+/K+ pada sistem tubulus-T adalah lebih
sedikit, serta adanya temuan-temuan perubahan potensial aksi yang tidak konsist en pada kelelahan. Gangguan terhadap homeostasis kalium juga telah ditemukan pada kelelahan s elama olahraga dengan durasi panjang, olahraga submaximal intermiten; dengan dit emukannya penurunan kadar ion K+ intraselular yang signifikan (Lindinger & Sjoga ard 1991). Menurunnya kadar ion K+ intraselular dan meningkatnya kadar ion lakt at dan ion chlorida (Cl-) juga memberi kontribusi bagi terjadinya acidosis intra selular yang signifikan selama olahraga dengan intensitas yang tinggi (Lindinger & Heigen hauser 1988,1991). 4. Gangguan mekanisme lekat-lepas myosin-actin Oleh karena peran ion Ca2+ yang sangat fundamental bagi terjadinya kontraksi da n relaxasi otot, maka gangguan terhadap pengaturan kadar ion Ca2+ dapat me mpengaruhi semua aspek dari fungsi kontraktil otot. Kegagalan mekanisme rangsang -kontraksi pada otot rangka sekarang secara luas telah diyakini sebagai sangat b erperan dalam proses terjadinya kelelahan (Vollesad & Sejersted 1988, Westerblad et al 1991). Mekanismenya yang mungkin meliputi berkurangnya pembebasan ion Ca2 + dari retikulum sarkoplasma (Allen et al 1989, Lanner gren & Westerblad 1989) dan menurunnya kepekaan terhadap ion Ca2+ (Allen et al 1989, Donaldson & Herman sen 1978), keduaduanya erat hubungannya dengan menurunnya kapasitas 435 pembentukan kekuatan pada kelelahan. Relaksasi otot tergantung pada proses yang memerlukan energi yaitu yang diperlukan untuk melepas perlekatan cross bridge p ada filamen actin dan pengambilan kembali ion Ca2+ oleh retikulum sarkoplasma. Ternyata kecepatan pengambilan kembali ion Ca2+ oleh retikulum sarkoplasma juga berkurang pada otot yang lelah. Oleh karena itu gangguan pada fungsi retikulum sarkoplasma (transport Ca2+) akan juga menjadi penyebab melamba tnya relaksasi pada otot yang lelah. Penurunan kecepatan pengambilan kembali ion Ca2+ ini dapat mencapai sekitar 50% pada otot yang lelah dan hal ini d isertai dengan penurunan yang setara dalam aktivitas Ca2+-ATPase. Pelambatan r elaksasi ini terutama terjadi selama kontraksi isometrik pada rangsangan neuron motoris dengan frekuensi rendah yang memungkinkan terjadinya fusi twitches (kont raksi-kontraksi tunggal), dan hal itu dapat mengganggu koordinasi otot selama ko ntraksi- kontraksi balistik yang cepat. DAMPAK LATIHAN (OLAHRAGA). Latihan secara umum dapat dibagi dalam tiga katagori yaitu 1) latihan d aya tahan, 2) latihan sprint, dan 3) latihan kekuatan, yang hakekatnya merupakan kesinambungan latihan dari rentang latihan daya tahan (aerobik) ke latihan keku atan (anaerobik). Intensitas kontraksi dan banyaknya (jumlah) kontraksi pada l atihan endurance adalah kebalikan dari latihan kekuatan (Baca Bab 12: Fisiologi Pembebanan). Bahasan ini akan memusatkan perhatian kepada dampak latihan daya tahan terhadap adaptasi kardiovaskular, respirasi, otot rangka dan 436 olahdaya serta hubungannya dengan penampilan latihan. Stuktur Ultra dan Tipe-tipe Serabut Otot Walaupun telah sejak lama diyakini bahwa komposisi serabut- serabut otot rangka diatur oleh faktor-faktor genetik, tetapi terdapat semakin banyak penelit ian yang menunjukkan dapat terjadi transformasi tipe serabut setelah menjalani l atihan yang intensif dan atau berdurasi panjang. Jadi serabut-serabut otot ST y
ang jumlahnya besar pada atlet daya tahan mungkin sekali merupakan kombinasi dar i pengaruh bawaan (genetik) dan tipe peralihan dari serabut otot FT ke ST yang d isebabkan oleh latihan. Tabel di bawah ini menggambarkan secara ringkas kemungki nan perubahan tipe otot rangka pada manusia. Latihan kekuatan menyebabkan terjadinya hipertrofi otot yang jelas dan diperolehnya kekuatan yang lebih besar. Transformasi tipe-tipe serabut tidak ta mpak jelas pada otot-otot anggota tubuh atas maupun bawah setelah menjalani lati han kekuatan. Hipertrofi otot disebabkan oleh karena membesarnya serabut-ser abut FT dan ST tetapi terutama serabut-serabut FT. Oleh karena luas penampa ng melintang otot berkorelasi dengan kekuatan otot, maka hipertrofi merupa kan faktor yang penting untuk meningkatnya kekuatan otot sebagai hasil latihan kekuatan. Tetapi peningkatan kekuatan otot sebagai hasil latihan kekuatan juga b ersumber pada faktor-faktor saraf. Hal ini ditandai dengan terjadinya peningka tan kekuatan yang cepat yang terjadi pada awal program latihan kekuatan, yang be lum disertai terjadinya hipertrofi otot. Hal ini juga terlihat dari adanya pen garuh cross-training, yaitu bahwa peningkatan kekuatan otot tidak hanya terjad i pada otot-otot ektremitas yang dilatih, tetapi juga pada otot-otot ektremitas yang tidak 437 dilatih. Lebih lanjut perolehan peningkatan kekuatan otot juga sangat spesifik tergantung pada cara latihan; misalnya latihan kekuatan secara Tabel Distribusi tipe-tipe serabut otot vastus lateralis M.Quadriceps femoris yang dit etapkan secara histokimia, sebelum dan sesudah latihan, dalam suatu penelitian l ongitudinal tentang training/ detraining, dan penelitian yang membandingkan oran g-orang yang terlatih dan tidak terlatih Tipe latihan Tipe serabut otot I 8
IIa minggu
latihan
IIb daya
tahan
intensitas
tinggi (n =12) Pre Post 41 43 19
37 42*
14* 24 minggu lari lintas alam (n = 7) Post 58
26
9
57
32*
3*
6 minggu latihan daya tahan intensitas tinggi (n = 10)
Pre
Pre Post 50
37
56* 12
34
10* 15 minggu latihan intensitas tinggi (n = 24) Pre Post 41
42
47* 17
42
11* 11 minggu latihan sprint, setelah 4 minggu latihan lari jarak jauh (n = 24) Pre Post 69
20
52* 10
18
18* 14
minggu
tanpa
latihan
setelah
beberapa
tahun latihan daya tahan (n = 4) Pre Post 53
29
14
52
30
13
1-2
tahun
tanpa
latihan
setelah
bertahun-
tahun kompetisi dayung (n = 6) Pre Post 65 51*
28 37
7 11
6 minggu latihan sprint (n = 15) 7 32 8 438
Pre
5
Post
48*
Kontrol (n = 69) 54
38* 32
Petualang (Orienteers) (n = 8) 68* 24 Kontrol (n = 6) 51
Pelari lintas alam (n = 6) 52 35
13 3*
41
Pelari jarak jauh (n = 9) 78* 19* Kontrol (n = 4) 38
12
7 3*
31
26 12*
* menunjukkan perbedaan terhadap Pre atau kontrol Sumber: adaptasi dari Baumann et al (1987) dalam: Maria Zuluaga et al. (1994): T extbook of Sports Physiotherapy, Applied science & practice, pg 3-13. isometrik akan menghasilkan kekuatan isometrik, tetapi kekuatan dina- misnya mun gkin tidak berubah, dan sebaliknya. Kekuatan otot tidak jelas berkembang pada latihan daya tahan atau latihan sprint jangka pendek. Tetapi latihan sprint jang ka panjang sangat mungkin menyebab- kan peningkatan yang besar dalam kekuatan ot ot walaupun hipertrofi yang nyata pada sprinter elit pada umumnya lebih dis ebabkan oleh karena latihan kekuatan tambahan. Latihan sprint dapat menyebab-ka n transformasi pada serabut-serabut FT, tetapi perubahan dari ST ke FT masih tet ap belum meyakinkan. Sistema kardiovaskular Adaptasi terhadap latihan pada sistema kardiovaskular dapat bersifat sentral mau pun perifer. Adaptasi sentral meliputi perubahan-perubahan pada (1) curah-jant ung (cardiac output), (2) volume darah dan (3) 439 kapasitas angkut darah arteri terhadap oxigen. Adaptasi perifer meliputi kapilar isasi dan peningkatan aliran darah dalam otot rangka. Arti fungsional perubahanperubahan ini dapat dievaluasi dengan mengamati masing-masing peran komponen itu dalam meningkatkan VO2 max dan tampilan daya-tahannya (endurancenya) setelah m enjalani latihan daya- tahan. Persamaan Fick penting untuk memahami kontribusi f aktor-faktor sentral dan perifer terhadap VO2max: konsumsi oxigen sama dengan hasil perkalian dari curah-jantung dan selisih kandungan O2 dalam darah arteri dan vena {(VO2 = Q x C(a±v)O2)}. Latihan menghasilkan sejumlah adaptasi kardiovaskular sentral dan perifer, dan karenanya meningkatkan pasokan oxigen ke otot rangka. Adaptasi sentral: 1- Curah jantung
Selama melakukan olahraga maximal, curah jantung dapat mencapai 30 L per menit atau lebih pada atlit-atlit elit, sedangkan pada pesantai sekitar 20 L per menit, bahkan dapat hanya 15 L per menit pada orang- orang yang oleh karena sesuatu sebab harus menjalani bed rest. Perbedaan dalam curah-jant ung maximal ini hampir seluruhnya disebabkan oleh karena perbedaan dalam isi sed enyut (stroke volume) maximalnya, sedangkan frekuensi denyut jantung maximalnya tidak berubah (Saltin et al 1968). Meningkatnya curah jantung maximal adalah ses uai dengan panjangnya masa latihan, dan sejajar dengan meningkatnya VO2 max. Hal ini menunjukkan pentingnya peran adaptasi sentral dalam menentukan besar VO2 ma x. Meningkatnya curah jantung maximal juga mencerminkan isi jantung pada akhir diastole yang lebih 440 besar, yang disebabkan oleh meningkatnya dimensi jantung pada akhir diastole (Ke ul et al 1982). Latihan sub-maximal yang teratur, menghasilkan isi sedenyut yang lebih besar dan frekuensi denyut jantung yang lebih rendah (Saltin et al 1968). Latihan aerobik meningkatkan kemampuan fungsional jantung ! Menurunnya frekuensi denyut jantung pada istirahat kemungkinan disebabkan oleh m eningkatnya tonus saraf para-simpatis, sedangkan menurunnya frekuensi denyut jan tung sewaktu melakukan olahraga sub- maximal (setelah terlatih), kemungkinan dis ebabkan oleh karena menurunnya rangsangan simpatis. Adaptasi sistema kardiovaskular pada atlet yang berlatih kekuatan dan power menu njukkan bahwa VO2max.nya adalah rendah, dimensi jantung dan volumenya pada akhir distole berkurang, sedangkan tebal dinding ventrikelnya sangat bertambah (Keul et al 1982). Hal ini menunjukkan adanya fungsi jantung yang harus mengatas i tekanan darah arteri yang tinggi. Adanya tekanan darah yang biasanya tinggi p ada atlet-atlet ini khususnya pengangkat berat (weight lifter) diseb abkan oleh karena tahanan perifer sistem sirkulasi meningkat yang disebabkan ole h karena pada latihan kekuatan komponen kontraksi isometriknya cukup besar (liha t: Bab Latihan otot) sehingga jepitan terhadap sistem sirkulasi perifer cukup si gnifikan untuk menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hipertrofi dinding ventrikel (kiri) merupakan respons jantung agar kebutuhan sirkulasi perifer ya ng tidak memadai pada atlit-atlit kekuatan dan power dapat diatasi. Pengaruh latihan sprint terhadap adaptasi sentral sistema kardiovaskular menyebabkan menurunnya frekuensi denyut nadi istirahat dan 441 frekuensi denyut nadi pada latihan submaximal, ya isi sedenyut maximal dan curah jantung maximal.
disertai
dengan meningkatn
2- Volume darah Volume darah bertambah 6-10% setelah latihan daya tahan (endurance), yang pertam a-tama disebabkan oleh meningkatnya volume plasma, tanpa adanya perubahan dalam volume sel darah merah. Hipervolemia ini menyebabkan menurunnya kadar hemog lobin yang sering ditemukan pada atlit, yang dikenal dengan istilah pseudoanemi a olahraga (sports pseudoanemia), dalam hal ini massa eritrosit sesungguhny a memang tidak berkurang. Meningkatnya volume darah ini akan meningkatkan pengis ian jantung maximal dan curah jantung maximal, yang menjadi kontribusi bagi meni ngkatnya VO2max sebagai hasil latihan daya tahan. Ketiadaan latihan (detraining) menyebabkan menurunnya volume darah dan VO2max. 3- Aliran darah otot ± Kapasitas angkut darah terhadap O2 Hampir seluruh peningkatan curah-jantung pada olahraga ditujukan untuk otot-otot
yang berkontraksi, dengan aliran darah tertingginya sebesar 7 L/menit yang diuk ur pada latihan dengan menggunakan satu tungkai. Setelah latihan daya tahan, bes ar aliran darah ke otot-otot yang berkontraksi selama latihan submaximal menurun (Grimby et al 1967, Kiens & Saltin 1986). Meskipun belum dapat diperlihatkan pa da manusia, perfusi maximal otot juga meningkat setelah latihan daya tahan, yang menyebabkan terjadinya peningkatan dalam curah jantung maximal dan peningkatan yang lebih kecil pada extraksi oxigen seluruh tubuh. Jadi 442 pasokan oxigen terutama dipenuhi dengan meningkatnya curah jantung (meningkatnya besar/ volume aliran darah), sehingga extraksi oxigen dari darah dapat diperkec il. Adaptasi perifer: Kapilarisasi otot Kapilarisasi otot meningkat secara dramatis dengan latihan daya tahan. Bila diny atakan dalam jumlah kapiler per serabut otot, kapilarisasi ini meningkat hampir 50% setelah latihan 8 minggu (lihat gambar histogram di bawah). Mekanisme yang m endasarinya masih belum jelas, tetapi hal itu dapat dikaitkan dengan meningkatny a faktor pertumbuhan fibroblast (fibroblast growth factor) dalam otot rangk a (Booth & Thommason 1991). Arti fungsional adaptasi ini terletak pada meningk at- nya bidang persinggungan antara sirkulasi dan otot. Hal ini mempermu- dah di fusi berbagai zat dari kapiler ke otot serta memperpanjang keberadaan darah dala m otot, sehingga secara efektif meningkatkan extraksi oxigen, zat-zat metabolik dari darah ke otot dan juga mempermudah pembuangan sampah olahdaya (metabolisme) . Tetapi meningkatnya extraksi oxigen ini tergantung pada meningkatnya kapasitas o xidatif otot rangka. Meskipun dari hasil latihan kekuatan terdapat hipertrofi ot ot yang jelas, tetapi rasio serabut otot- kapiler darah dan kepadatan kapiler ti dak berubah (Lauthi et al 1986). Tetapi latihan sprint pada tikus meningkatkan r asio serabut otot-kapiler darah dan juga jumlah kapilernya (Dimauro et al 1992).
443 Gambar. Rangkuman perubahan-perubahan fisiologis yang berhubungan peningkatan VO 2max sedang (A) dan besar (B), yang merupakan respons terhadap latihan fisik. Su mber: Saltin & Galnick (1983), dalam: Maria Zuluaga et al. (1994): Textbook of S ports Physiotherapy, Applied science & practice, pg 3-13.
Sistem pernafasan Meskipun organ seperti otot rangka dan myocardium memperlihat- kan adanya adapta si yang nyata terhadap peningkatan kegiatan fisik kronik (berlangsung lama dan t eratur), tetapi besar adaptasi sistem pernafasan ini ternyata sangat terbatas. M eskipun atlet yang sangat terlatih dapat memiliki kapasitas vital (VC) dan force d expired volume (FEV) yang lebih besar dari pada orang-orang yang tidak terlatih, tetapi
444 perbedaan ini bersifat genetis. Ventilasi paru pada istirahat tidak berubah oleh latihan, tetapi latihan daya tahan menurunkan ventilasi pada beban kerja yang s ubmaximal. Yang disebabkan terutama oleh karena berku- rangnya produksi asam lak tat dan CO2 (Casaburi et al 1987). Pada orang yang tidak terlatih, gas-gas d alam darah arteri dan pHnya dapat terkendali dengan baik selama kerja ringa n dan sedang. Pada kerja/ olahraga dengan intensitas yang lebih tinggi, PO2 masi h dapat terkendali dengan baik tetapi PCO2 sangat menurun, yang mungkin sekali akibat terjadinya asidosis sistemik. Sebaliknya atlet daya tahan yang sangat terlatih (VO2max > 65 ml.kg-1.men-1) da pat memperlihatkan adanya oxigenisasi darah arteri yang tidak perfek (sempu rna) selama olahraga berat. Hal ini dapat dilihat dari melebarnya perbedaan anta ra PO2 alveolar terhadap PO2 arteri. Kapiler darah pada alveoli panjangnya an tara 0.5-1 mm dengan diameter + 10 mikron. Keberadaan darah dalam kapiler untuk pengambilan O2 dan pembuangan CO2 ini selama istirahat adalah sangat singkat yaitu dalam waktu kurang dari 1 detik, namun demikian kejenuhan darah akan O2 mencapai 95.6-100%. Tetapi sewaktu melakukan kerja atau olahraga berat, keberadaan darah dalam kapiler paru menjad i lebih singkat lagi yaitu dalam waktu kurang dari 0.5 detik, sehingga tingkat k ejenuhan darah akan O2 dapat menurun sampai 91% dan bahkan pernah dila porkan adanya penurunan sampai 82.5% (Karpovich & Sinning 1971). Penelitian lebih mutakhir menunjukkan menurunnya PO2 arteri dapat menca pai 65 mmHg (PO2 normal = 104 mm Hg) selama olahraga berat. Hipoxaemia ini didug a akibat dari gabungan berbagai faktor, yang meliputi sangat tingginya aliran darah pulmonal atlet (curah jantung > 445 25 L.per menit) dan kapasitas kapiler pulmonal yang secara morfologis tidak mema dai, yang mengakibatkan menjadi lebih singkatnya keberada- an sel darah merah da lam kapiler alveoli, sehingga tidak tercapainya keseimbangan gas yang adekuat se lama darah mengalir melalui kapiler paru (Dempsey et al 1985, Powers & Williams 1987). Dengan demikian sistem pernafasan dapat menjadi kendala bagi penamp ilan olahraga pada atlet yang sangat terlatih ini, selama melakukan olahraga be rat (Demsey 1986). Adaptasi metabolik otot rangka Mitochondria dan aktivitas enzym Salah satu adaptasi perifer yang sangat menonjol sebagai hasil latihan d aya tahan adalah menjadi sangat meningkatnya aktivitas enzym mitochondria, yang menunjukkan adanya peningkatan volume mitochon- dria (Saltin & Golnick 1983). En zym yang terlibat dalam siklus Krebs, rantai transpor elektron dan beta oxidasi (olahdaya lemak), kesemuanya meningkat oleh latihan daya tahan (lihat gambar his togram di halaman 414). Perubahan±perubahan ini adalah reversibel dan akan terjadi penurunan yang ta jam hanya oleh ketiadaan latihan dalam satu minggu (Costil et al 1985, Henriksso n & Reitman 1977). Mekanisme molekular yang mendasari peningkatan pengaturan mitochondria oleh latihan, masih belum jelas, tetapi dapat dikaitkan dengan p eningkatan 3' 5' cyclic adenosine monophosphate (cAMP), atau perubahan dalam cadanga n PC (fosfokreatin) dalam otot-otot yang sedang berkontraksi (Booth & Thomason 1 991). Arti fungsional perubahan-perubahan ini telah secara luas dibahas 446 dan mungkin sekali menghasilkan: (1) meningkatnya pengendalian (kepekaan) jalurjalur olahdaya (metabolisme) oxidatif; (2) meningkat- nya kecepatan penggunaan O 2 oleh mitochondria (3) berkurangnya gangguan olahdaya pada olahraga; dan (4) me ningkatkan penggunaan lemak (Saltin 1984, Saltin & Rowell 1980, Saltin & Gollnic
k 1983). Cadangan myoglobin dalam otot rangka manusia tidak meningkat den gan latihan daya tahan (Jansson et al 1982), tetapi justru dapat meningkat pada immobilisasi (Jansson et al 1988). Latihan sprint berkaitan dengan meningkatnya aktivitas phosphofructokinase (PFK) , tetapi hanya sedikit (kalaupun ada) meningkatkan aktivitas enzym oxidatif (Jac obs et al 1987, Roberts et al 1982). Meningkatnya akitivitas PFK inilah yang menyebabkan menjadi lebih cepatnya glikolisis anaerobik dalam otot sebagai hasil dari latihan sprint . Latihan kekuatan berkaitan dengan menurunnya volume dan kepadatan mitochondria, yang disebabkan oleh sangat meningkatnya volume myofibril (Lauthi et al 1986, MacDougall 1986). Hal ini menyebabkan terjadinya kemampuan aerobik yang rendah pada otot- otot yang dilatih kekuatan. Olahdaya latihan Meskipun latihan daya tahan tidak mempengaruhi jumlah ATP dan PC dalam otot, tet api cadangan glikogen dan lemak meningkat, dan terdapat perbedaan besar dalam pe mbentukan/penumpukan metabolit ini setelah latihan daya tahan. Setelah menjalani masa latihan daya tahan, latihan pada intensitas (power output) tertentu ditand ai dengan berkurangnya penurunan fosfagen otot (ATP dan PC) dan juga 447 berkurangnya penurunan cadangan glikogen otot, disertai dengan timbunan laktat yang lebih sedikit dalam otot maupun dalam darah (Hurley et al 1986, Jansso n & Kaijser 1987, Saltin & Karlsson 1971). Perubahan-perubahan ini diyakini s ebagai hasil dari meningkatnya volume mitochondria dan kapilarisasi yang terj adi oleh pengaruh latihan daya tahan (Gollnick & Saltin 1982, Saltin & Rowell 19 80); tetapi perubahan metabolik ini baru terlihat setelah 5-12 hari latihan, kar ena selama itu peningkatan mitochondria atau kapilarisasi belum nampak (Green et al 1991b, 1992). Jadi mungkin ada mekanisme-mekanisme lain yang juga berpera n menyebabkan perubahan-perubahan dalam olahdaya latihan selain oleh latih an itu sendiri. Mekanisme-mekanisme ini belum seluruhnya teridentifikasi, tetapi mungkin sekali meliputi perubahan-perubahan dalam jumlah catecholamine yang terd apat dalam sirkulasi (Green et al 1991a). Satu dari adaptasi metabolik yang terpenting setelah latihan daya tahan adalah meningkatnya penggunaan lemak s elama olahraga (Hurley et al 1986). Terdapat perbedaan pendapat antara apakah peningkatan oxidasi lemak ini s eluruhnya disebabkan oleh karena meningkatnya pemecahan trigliserida otot (Hurle y et al 1986, Jansson & Kaijser 1987) atau juga meliputi meningkatnya ambilan FFA (free fatty acid = asam lemak bebas) dari peredaran darah (Turcotte et a l 1992). Meningkatnya penggunaan lemak selama olahraga memungkinkan terjadinya p enghe- matan cadangan karbohidrat endogen dan menyebabkan meningkatnya daya taha n otot (muscular endurance). Tetapi disebabkan oleh karena rendahnya power met abolik dari oxidasi lemak (yaitu dampaknya terhadap kecepatan produksi ATP adalah kecil), maka peningkatan 448 oxidasi lemak tidak berpengaruh terhadap peningkatan VO2max, artinya untuk menin gkatkan kapasitas Aerobik diperlukan kondisi pelatihan yang bersifat anaerobic e ndurance yaitu latihan-latihan serial (interval) long distance sprint training. Latihan sprint tidak mempengaruhi (mengurangi) besar penurunan jumlah ATP dan PC dalam otot, tetapi menyebabkan meningkatnya timbunan laktat dalam otot dan dara h selama latihan berat (Nevill et al 1989, Sharp et al 1986).
Pengaturan elektrolit selama olahraga Pengaruh latihan terhadap pengaturan elektrolit selama olahraga masih banyak bel um diexplorasi, meski elektrolit sangat penting bagi fungsi otot yang normal mau pun dalam kelelahan. Pengaturan Kalium ion (K+) oleh otot rangka dapat diperbaik i dengan latihan daya tahan maupun dengan latihan sprint (McKenna 1991, Lindinge r & Sjogaard 1991). Setelah latihan daya tahan, K+ intraselular dapat meningkat (Knochel et al 1985), pengeluaran K+ dari otot yang berkontraksi menur un (Kiens & Saltin 1986), dan K+ plasma pada intensitas kerja (power output) te rtentu adalah lebih rendah (Fosha ± Dolezal & Fedde 1989). Kadar pompa Na+/ K+ pada otot rangka tikus yang dilatih daya tahan meningkat (Kjeldsen et al 1986), tetapi hal itu tidak terjadi pada manusia setelah melakukan latihan daya tahan dengan intensitas yang rendah (Kjeldsen et al 1990). Kadar pompa Na+/ K+ adalah lebih tinggi dalam otot-otot pria tua yan g dilatih secara kronis dibandingkan dengan kelompok kontrol (Klitgaard et al 19 89). Setelah berlatih sprint, kadar pompa Na+/ K+ dalam otot rangka meningkat 16%, disertai menurunnya 449 peningkatan K+ plasma selama olahraga intermittent yang maximal (McKenna et al 1993). Oleh karena kehilangan K+ dari otot terjadi pada otot yang lelah, p erbaikan kadar K+ menjadi penting bagi perbaikan penampilan olahraga, dan hal i ni terlihat setelah orang menjalani pelatih- an daya tahan maupun sprint. Adanya peningkatan yang jelas dari kadar H+ pada sprint yang intensif, menjadi berkura ng atau tidak terjadi perubahan setelah menjalani pelatihan sprint, meski terjad i peningkatan laktat yang besar dalam otot (Nevill et al 1989, Sharp et al 1986) . Perbaikan pengaturan kadar ion H+ dalam otot ini memberi kontribusi terhadap menurunnya kejadian kelelahan setelah pelatihan sprint, dan mungkin sekali bukan disebabkan oleh meningkatnya kapasitas buffer otot (in vitro), melainkan diseba bkan oleh karena menjadi baiknya mekanisme pertukaran ion pada sarkolema (Nevill et al 1989, McKenna 1991, Sharp et al 1986). LATIHAN 1.
Ceriterakan urutan kejadian kontraksi dan relaxasi otot !
2.
Apa yang dimaksud dengan ATP. Terangkan peran ATP dalam otot !
3.
Apa
yang
dimaksud
dengan
sumber
daya
tinggi
phosphagen
?
Terangkan tata-hubungan fungsional ATP danPC ! 4. Terangkan penggunaan daya untuk olahraga dengan intensitas tinggi dur asi pendek ! 5. Terangkan penggunaan daya untuk latihan statis yang menggunakan kekuatan kontraksi 30-40%! Adakah perbedaan dengan penggunaan daya untuk olahrag a dengan intensitas tinggi durasi pendek ? 450 6.
apa penyebab terjadinya perbedaan/ persamaan itu?
7. Terangkan ada berapa tipe serabut otot rangka, dan terangkan ciri- ciri tiganya, serta contoh-contoh fungsinya dalam kejadian olahraga !
ke
8. Terangkan pola rekrutmen tipe-tipe serabut otot pada aktivitas fisik dengan intensitas rendah dan pada aktivitas fisik dengan intensitas tinggi ! 9. Jelaskan peranan sistema kardio-vaskular dalam melayani sejumlah fungsi-fung si penting dalam tubuh ! 10. Jelaskan faktor-faktor fisiologi apa saja yang membatasi VO2 max ! 11. Jelaskan apa itu kelelahan dan sebutkan tempat-tempat kelelahan serta faktor -faktor apa yang memungkinkan terjadinya kelelahan ! Sumber khusus: McKenna, M.J., & Hargreaves, M. (1994): Physiological responses to exercise, da lam Textbook of Sports Physiotherapy, Applied science & practice, Edited by Maria Zuluaga et al., pg 3-13. Karpovich,
P.V.
and
Sinning,
Activity, Seventh Edition.
W.E.
(1971):
Physiology of
W.B Saunders Company.
Muscular
Philadelphia
± London-Toronto. Hahn,A.G. (1992): Physiology of Training, dalam Bloomfield,J., Ficker ,P.A. and Fitch,K.D. (1992) : Textbook of Science and Medicine in Sport, Blackw ell Scientific Publications. 451
BAB 25
SENAM AEROBIK Menurut Sudut Pandang Ilmu Faal Olahraga
Y.S. Santosa Giriwijoyo Surdiniaty Ugelta 1.
PENDAHULUAN
Senam Aerobik masuk ke dalam kelompok Olahraga Aerobik. Olahraga Aerobik adalah Olahrga Kesehatan yang terpenting. Hal demikian disebabkan oleh karena Olahraga Aerobik dapat mencapai sasaran utama Olahraga Kesehatan yaitu pemelihar aan dan atau peningkatan kapasitas aerobik bagi orang awam pada umumnya. Kapasit as aerobik merupakan cerminan yang paling akurat mengenai kondisi kesehatan dina
mis orang yang bersangkutan. Oleh karena itu sangat perlu difahami apa Olahraga Kesehatan, bagaimana ciri Olahraga Aerobik, dan bagaimana tata-laksananya menur ut kaidah Ilmu Faal Olahraga.
452 SASARAN BELAJAR Setelah memepelajari Bab 25 ini Mahasiswa/ Pembaca diharapkan memahami tentang : 1. Olahraga Kesehatan Senam Aerobik 2. Tujuan
latihan pemanasan
3. Tujuan
dan
tata
laksana
Olahraga
Kesehatan
Senam
Aerobik
dan
tata
laksana
Olahraga
Kesehatan
Senam
Aerobik
dan
tata
laksana
Olahraga
Kesehatan
Senam
Aerobik
Sasaran I 4. Tujuan Sasaran II 5. Tujuan Sasaran III 6. Tujuan dan tata laksana Olahraga Kesehatan Senam Aerobik Sasaran I, Sa saran II dan Sasaran III dengan cara sekali-jalan (secara kontinuum). 7. Tujuan dan tata laksana Olahraga Kesehatan Senam Aerobik Low impact 8. Tujuan dan tata laksana Olahraga Kesehatan Senam Aerobik High impact 9. Tata laksana Olahraga Kesehatan Senam Aerobik untuk penurunan berat badan. 10. Tujuan latihan pendinginan. Olahraga Kesehatan. Olahraga Kesehatan adalah olahraga untuk tujuan pemeliharaan dan/ atau penin gkatan derajat kesehatan, khususnya kesehatan dinamis. Dari sudut pandang Ilmu F aal Olahraga, salah satu ciri utama Olahraga 453 Kesehatan adalah intensitasnya tidak boleh maksimal, selalu harus submaksimal. Olahraga Kesehatan bukan Olahraga Prestasi. Olahraga Kesehatan adalah bagian da ri upaya kesehatan yang bersifat preventif- promotif, yaitu mencegah menurunnya derajat kesehatan dan bahkan mengusahakan peningkatannya. Ciri kesehatan yang paling mudah ditengarai dengan pengamatan luar adalah dari k emampuannya mengatasi suatu intensitas (beban) olahraga dan durasi (lama±waktu) ge rak atau olahraga yang dapat dilakukan. Orang yang dapat bergerak dengan intens itas atau beban yang lebih berat tentu lebih sehat dari pada yang lebih lemah. O rang yang dapat bergerak dengan durasi yang lebih panjang tentu lebih sehat dari pada orang yang lekas lelah. Peserta Olahraga Kesehatan mempunyai kondisi kesehatan, tingkat usia, kemampuan bergerak (motor ability), kemampuan mengikuti gerak (motor educabality) dan kond isi sosial-ekonomi yang sangat beragam. Akan tetapi Olahraga Kesehatan harus dap at menampung sebanyak mungkin peserta, apapun kondisinya. Oleh karena itu Olahr aga Kesehat- an harus memenuhi ciri umum yaitu : MASSAL (dapat menampun g jumlah besar peserta), gerakan-gerakannya harus sederhana sehingga MUDAH diiku
ti, tidak memerlukan peralatan-peralatan khusus sehinggan menjadi MURAH, penyele nggaraannya dapat dilakukan secara MERIAH sehingga tidak membosankan, namun meme nuhi kaidah Ilmu Faal Olahraga sehingga MANFAATnya benar-benar dapat dirasakan o leh seluruh Peserta, dan dengan mengikuti kaidah Ilmu Faal Olahraga itu pula mak a pelaksanaannya dapat dilakukan secara AMAN. Intensitas yang submaksimal merupakan faktor keamanan. 454 Kaidah Ilmu Faal Olahraga menentukan bahwa intensitas olahraga kesehatan harus S UBMAXIMAL dan sebaiknya HOMOGEN, dengan demikian maka penentuan dan pengaturan D OSIS olahraga kesehatan menjadi lebih mudah dan dapat lebih akurat. Dosis olahr aga ditentukan oleh dua faktor yaitu Intensitas dan Durasi. Intensitas dan dur asi Olahraga Kesehatan harus ADEKUAT yaitu sesuai dengan tingkat sasaran olahrag a kesehatan yang dikehendaki. Bila Olahraga Kesehatan ditujukan untuk p emeliharaan dan/atau peningkatan Derajat Kesehatan Dinamis atau lebih sering dis ebut sebagai Olahraga untuk Kebugaran Jasmani, maka durasi latihan inti tidak boleh kurang dari 10 menit tanpa-henti (non-stop). Akan tetapi bila juga ditu jukan untuk menurunkan berat badan, maka durasinya tidak boleh kurang dari 30 me nit. Oleh karena itu pelaksanaan Olahraga Kesehatan dengan durasi antara 45-60 menit tanpa henti, sudah sangat memenuhi kebutuhan. Pencapaian intensitas dan du rasi yang adekuat harus selalu secara bertahap (lihat Bab Olahraga Kesehatan). Sangat perlu pula difahami tingkat-tingkat sasaran olahraga kesehatan khususnya dalam hubungan dengan tingkat-tingkat derajat sehat dinamisnya masing-masing pes erta. Dengan memahami hal ini maka penyelenggaraan Olahraga Kesehatan dapat dil aksanakan dengan sekali-jalan, tidak perlu dengan mengelompokkan para pese rta atas dasar umur dan/ atau kondisi kesehatannya. Para Peserta harus senant iasa diingatkan terlebih dahulu agar mengambil porsi sesuai dengan kemamp aunnya masing-masing pada saat itu. Olahraga Kesehatan mempunyai tiga tingkatan sasaran, yaitu: 455 - Sasaran I : Sasaran Minimal, yaitu memelihara kemampuan gerak yang masih ad a, sambil mengusahakan memperluas rentangan gerak yang dimiliki saat ini, mel alui latihan peregangan dan pelemasan pada seluruh persendian. - Sasaran II : Sasaran Antara, yaitu meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot untuk dapat meningkatkan kemampuan geraknya lebih lanjut. Penerapan prinsip Pliometrik adalah sangat tepat untuk keperluan ini. - Sasaran III : Sasaran Utama, yaitu memelihara dan/ atau mening katkan Kapasitas Aero-bic. Bagi kepentingan kehidupan sehari-hari, peningkatkan kekuatan dan daya tahan otot yang berlebihan tidaklah penting, yang lebih penting adalah meningka tkan kekuatan dan daya tahan otot untuk dapat memenuhi kebutuhan pekerjaan sehar i-hari, sehingga pekerjaan senantiasa dapat dirasakan sebagai ringan dan santai. Olahraga Aerobik Olahraga Aerobik adalah olahraga yang banyak membutuhkan udara (O2). Ke butuhan O2 menjadi banyak bila jumlah otot yang terlibat dalam olahraga menjadi banyak. Kebutuhan O2 akan menjadi semakin banyak lagi bila masing-masing otot yang terlibat dalam olahraga tersebut berkontraksi semakin kuat. Semak in banyak otot yang terlibat dan semakin kuat masing-masing otot berkontraksi ma ka berarti semakin berat atau semakin tinggi intensitas olahraga yang sedang dil akukan. Demikianlah maka banyaknya O2 yang dibutuhkan berhubungan dengan
456 intensitas olahraga yang sedang dilakukan. Untuk terjadinya kontraksi otot guna mewujudkan kerja atau olahraga dibutuhkan d aya (energi ). Daya ini diperoleh melalui proses olahdaya (metabolisme). Di d alam tubuh terdapat dua mekanisme olahdaya yaitu olahdaya anaerobik dan olahdaya aerobik. Olahdaya anaerobik tanpa menggunakan O2, menghasilkan daya yang langs ung dipergunakan untuk terjadinya kontraksi otot. Sedang olahdaya aerobik mengg unakan O2 dan daya yang dihasilkannya dipergunakan untuk memulihkan kondisi di d alam tubuh (otot), akibat proses olahdaya anaerobik. Makin tinggi intensitas ol ahraga yang dilakukan, maka makin banyak pula tuntutan akan O2 yang harus dised iakan. Apabila kemampuan menyediakan O2 tidak dapat memenuhi tuntutannya, ma ka kelelahan akan timbul dan olahraga akan segera terhenti. Dengan demikian ol ahdaya aerobik berperan menjaga kelangsungan olahraga atau kerja jasmani yang se dang dilakukan. Dalam hubungan dengan olahdaya anaerobik, yang berarti intensitas ata u berat olahraga yang sedang dilakukan dan olahdaya aerobik yang berarti durasi (lama-waktu) olahraga tersebut dapat dilangsungkan, terdapat hubungan timbal-ba lik sebgai berikut: Olahraga berat (intensitas tinggi) tidak mungkin dapat dipertahankan untuk durasi yang panjang, sebaliknya olahraga dengan durasi yang panjang tidak mungkin dengan intensitas yang tinggi. Pernyataan tersebut di atas dapat pula diterjemahkan sebagai berikut : Olahraga anaerobik (intensitas tinggi) tidak mungkin dapat dipertahankan untuk durasi yang panjang, sebaliknya olahraga aerobic 457 (dengan durasi panjang) tidak mungkin dengan intensitas yang tinggi. Berdasarkan adanya olahdaya anaerobik (yang berhubungan dengan intensita s) dan olahdaya aerobik (yang berhubungan dengan durasi), maka sesuai dengan ko nsep repetisi maksimal, terdapat pembagian jenis olahraga sebagai berikut: 1- Olahraga anaerobik (dominan) adalah olahraga dengan intensitas yang setinggi -setingginya yang dapat dipertahankan dengan durasi maksimal dua menit. 2- Olahraga campuran anaerobik-aerobik adalah olahraga dengan intensitas yang se tinggi-tingginya yang dapat dipertahankan untuk durasi minimal dua menit dan mak simal delapan menit. 3. Olahraga aerobik (dominan) adalah olahraga dengan intensitas yang setinggi-tingginya yang dapat dipertahankan dengan durasi minimal menit.
delapan
Dengan demikian olahraga aerobic adalah olahraga dengan intensitas ya ng setinggi-tingginya untuk jangka waktu sedikit-dikitnya delapan menit. Inten sitas yang setinggi-tingginya berarti intensitas maksimal untuk durasi yang bers angkutan. Intensitas maksimal mengandung resiko ancaman bahaya yang lebih besa r terhadap keselamatan pelaku olahraga yang bersangkutan. Inilah sebabnya meng apa olahraga kesehatan tidak boleh mencapai intensitas yang maksimal. Akan teta pi Olahraga Kesehatan harus mencapai intensitas (minimal) yang adekuat. Bila int ensitas minimalnya tidak adekuat, maka dampak olahraga kesehatan menjadi sangat minim atau bahkan tidak ada. Dengan intensitasnya yang adekuat dan submaksimal yaitu antara 458 65 ± 80 % dari intensitas maksimal, maka olahraga kesehatan dapat dilakukan de ngan durasi yang lebih panjang. Intensitas demikian ditentukan dan diatur s endiri oleh masing-masing peserta, jadi memang bersifat subjektif. Secara objekt
if, intensitas ini dimonitor dari denyut nadi latihan. Denyut nadi ini harus me ncapai denyut nadi latihan yang adekuat dan submaksimal seperti dimaksudkan di a tas, yaitu mencapai nilai 65 ± 80 % dari denyut nadi maksimal sesuai umur, yang d ihitung dari rumus 220 dikurangi umur yang bersangkutan dalam tahun (Cooper, 1994). Denyut nadi latihan diambil pada arteria superfisialis (arteria dekat de ngan permukaan) misalnya arteri carotis communis di daerah leher atau arteri rad ialis di daerah pergelangan tangan. Denyut nadi ini diambil sewaktu melakukan olahraga atau dalam waktu tidak lebih dari 10 detik sejak saat olahraga dihentikan. Bentuk Olahraga Kesehatan (Or±Kes) bermacam-macam, tergantung pada tingkat sas aran yang hendak dicapai. Bila para Peserta telah mampu mengikuti Olahraga Kese hatan Sasaran III (Olahraga Aerobic) dengan dosis yang adekuat yaitu intensitas mencapai denyut nadi antara 65 ± 80 % dari denyut nadi maksimal dan durasi mencapa i minimal 10 menit, maka Or-Kes Sasaran II dan Or±Kes Sasaran I dapat dijangkau dengan sekali-jalan, tetapi tidak pada urutan sebaliknya. Olahraga Kesehatan Aer obik termaksud di atas misalnya ialah: berjalan sampai dengan jogging, bersepeda , berenang dan Senam Aerobik. Dari berbagai bentuk Olahraga Kesehatan Aerob ik tersebut di atas, yang paling tepat untuk menjangkau Sasaran I, Sasaran I I dan Sasaran III dengan sekali-jalan adalah senam aerobik. Untuk itu perlu di fahami bagaimana cara menata-laksana Senam Aerobic untuk mencapai tujuan 459 tersebut di atas.
SENAM AEROBIK Senam Aerobik adalah Olahraga Kesehatan bertingkat sasaran III (Olahraga Aerobic ) yang wujudnya adalah gerakan-gerakan Senam. Oleh karena itu Senam Aerobik seba gai Olahraga Kesehatan harus memenuhi syarat pertama dan utama yaitu Olahraga Ae robik dan syarat kedua yaitu berbentuk gerakan-gerakan Senam. Semua Olahraga Kesehatan harus tertib dalam tata-laksananya demi keselamat an para pesertanya, yaitu (sebaiknya lebih dahulu diawali dengan berdoa menuru t cara masing-masing) selalu harus dengan urutan sbb.: Pemanasan, Latihan I nti dan Latihan Penutupan (dan sebaiknya juga diakhiri dengan doa Penutup). Per lu diingat kembali bahwa Peserta Olahraga Kesehatan mempunyai kondisi diri yang sangat beragam khususnya dalam aspek fisik, seperti telah dikemukakan di bagian yang terdahulu. Oleh karena itu tata-laksana Olahraga Kesehatan khusus nya Senam Aerobic sebaiknya adalah sebagai berikut : 1. Latihan Pemanasan: diisi dengan gerakan-gerakan Olahraga Kesehatan Sasaran I dengan durasi minimal 10 menit (durasi minimal olahraga aerobik). 2. Latihan Inti : Terdiri dari latihan Senam Aerobic Low Impact dan latihan Senam Aerobic High Impact. Pada hakekatnya Low Impact adalah latihan senam aerobik dengan intensitas yang lebih rendah, sedangkan High Impact adalah latihan senam aerobik dengan intensitas yang lebih tinggi. 460 3. Latihan Penutup : Gerakan-gerakan pada latihan ini seperti pada pemanasan. Tujuannya adalah Auto-massage yaitu memijat terhadap diri sendiri, dengan mengaktifkan mekanisme poma vena agar kondisi homeostasis dalam tubuh secapatnya pulih kembali. Latihan Low Impact
Latihan ini hendaknya mengacu kepada pencapaian Olahraga Kesehatan Sasaran II ya itu, dengan pelatihan otot atau kelompok otot- otot tertentu secara bergiliran d engan menerapkan prinsip latihan pliometrik, sehingga seluruh otot mendapatkan g ilirannya. Durasi minimal 10 menit untuk tujuan memelihara tingkat Kebugaran y ang sudah ada. Bila juga ditujukan untuk menurunkan berat badan, maka durasi m inimalnya tidak boleh kurang dari 30 menit. Gerakan-gerakannya terdiri dari sat u macam gerakan yang diulang-ulang dan atau gabungan dari berbagai gerakan. Ga bungan gerakan ini sebaiknya tidak lebih dari rangkaian tiga macam gerakan (ciri MUDAH) agar sebanyak mungkin peserta dapat mengikuti gerakan-gerakan itu dengan benar, sehingga dapat mencapai intensitas yang adekuat. Bila gerakannya terlam pau sulit, maka para peserta tidak akan dapat mengikuti gerakan-gerakan Instrukt ur dengan baik dan benar sehingga tidak akan mencapai intensitas yang adekuat. Latihan High Impact Latihan ini harus diikuti secara cermat pada mereka yang (masih kuat dan) ingin meningkatkan kapasitas aerobiknya (tingkat kebugarannya). Gerakan-gerakannya he ndaknya lebih sederhana tetapi 461 melibatkan sejumlah besar otot secara simultan yang meliputi sekitar 40% otot-otot tubuh, yaitu dengan lebih banyak mengaktifkan otot-otot tungkai. Latihan high impact sebaiknya mengacu kepada target durasi minimal 10 menit yan g merupakan durasi minimal pelatihan aerobik. Oleh karena itu intensitasnya tida k boleh terlalu tinggi agar durasi 10 menit tetap dapat dicapai; tetapi intensit as itu tetap harus adekuat yaitu dalam kondisi overload. Artinya intensitasnya h arus harus lebih besar dari VO2 max yang dimiliki saat itu (baca Bab Tata hubun gan Olahdaya anaerobik dan Olahdaya aerobik). Sebaiknya sebelum masuk ke latiha n high impact, Peserta diberi istirahat dulu sambil diumumkan bahwa high impact adalah berat, sehingga hanya mereka yang masih kuat yang boleh mengikuti, dan it upun tidak boleh terlalu memaksakan diri, artinya setiap saat boleh mengurangi i ntensitasnya walaupun belum mencapai durasi 10 menit; tetapi tetap harus terus b ergerak untuk mencegah terjadinya orthostasis (berkumpulnya darah di bagian bawa h tubuh, yang disebabkan oleh karena menjadi tidak berfungsinya mekanisme pompa vena), yang dapat menyebabkan Peserta yang bersangkutan pingsang. Demikianlah tujuan dan tata-laksana Senam Aerobik dari sudut pandang Ilmu Faal O lahraga. Bagaimana bentuk-bentuk gerakan yang akan disajikan perlu dirumuskan s ecara akurat oleh para Ilmuwan Olahraga Senam Aerobik, agar Senam Aerobik dalam pelaksanaannya benar-benar sesuai dengan kaidah-kaidah Ilmu Faal Olahraga sehing ga dapat mencapai tujuan Olahraga Kesehatan dengan baik dan efisien. PROGRAM PENURUNAN BERAT BADAN Berat badan merupakan hasil keseimbangan antara pemasukan daya 462 (energi) melalui penataan gizi dan pengeluaran daya melalui aktivitas jasmani/ol ahraga. Apabila pemasukan lebih besar dari pada pengelu- arannya maka berat bada n akan bertambah; dalam hal sebaliknya maka berat badan akan menurun. Berat badan harus dipertahankan tetap berada diseputar nilai idaman. Terdapat berba gai cara untuk menilai berat badan idaman. Yang disajikan di sini ialah cara pen entuan melalui Index Massa Tubuh (IMT) yang diperhitungkan dengan rumus: Berat b adan (BB) dalam kilogram (kg) dibagi dengan pangkat dua Tinggi Badan (T B2) dalam meter (m). (Lihat tabel di bawah ini). Pada saat ini, kegemukan (Obesitas) sudah dimasukkan ke dalam
kelompok penyakit non-infeksi karena erat kaitannya dengan kejadian Diabetes Mel litus (DM), hiperkolesterolemia, hipertensi dan penyakit- penyakit kardio-vaskul ar yang lebih fatal misalnya serangan jantung dan stroke. Artinya obesitas mempu nyai potensi yang cukup signifikan untuk terjadinya penyakit-penyakit tersebut d i atas, karena obesitas memang merupakan faktor risiko minor untuk terjadin ya penyakit-penyakit tersebut di atas (Baca Bab 4, Olahraga dan Olahraga Keseha tan). Bagaimana hubungan antara program penurunan berat badan dengan durasi Olah raga Kesehatan ? Marilah kita bahas bersama. Pada saat awal-awal orang melakukan aktivitas jasmaniah (olahraga) maka sumber daya (energi) yang dipergunakan adalah Karbohidrat (KH), oleh karena pada saat-saat awal melakukan olahraga, daya dihasilkan secara anaerobik yang d isebabkan oleh karena rangsangan dari Ergosistema I (Anaerobik) terhadap Ergosis tema II (Aerobik) belum adekuat dan dengan demikian maka dukungan fungsional ESII terhadap ES-I belum dapat dipenuhi. Dengan berjalannya waktu maka kontribusi 463 daya dari KH semakin menurun, sedangkan sebaliknya kontribusi daya dari lemak se makin meningkat. Titik keseimbangan antara penggunaan kedua sumber daya tersebut terdapat kurang lebih pada menit ke 30, artinya setelah 30 menit maka kontribus i KH dan lemak dalam mengha- silkan daya adalah seimbang. Dengan berlanjutnya wa ktu maka penggu- naan KH semakin menurun, sedangkan penggunaan lemak semakin men ingkat, sehingga selanjutnya penggunaan daya didominasi oleh lemak. Hal demikian akan terus dipertahankan selama olahraga diperta- hankan pada intensitas (be ban) normal (normal load, yaitu dengan intensitas < VO2 max). Bila intensitas olahraga menjadi over load (> VO2 max), maka tambahan beban olahraga ini akan d ipasok dengan daya yang berasal dari olahdaya yang bersifat anaerobik, yang hany a dapat dilakukan dengan menggunakan sumber daya KH. Hal ini terjadi mis alnya pada sprint akhir lari jarak jauh misalnya pada lari maraton. Tetapi sprin t akhir demikian (yang menggunakan daya anaerobik) hanya dapat terjadi bila di d alam otot masih tersedia KH (glikogen otot). Bila glikogen otot tidak tersedia ( sudah terkuras habis), maka sprint akhir tidak mungkin dapat dilaksanakan, artin ya Atlet tidak mungkin me- nambah kecepatan larinya. Oleh karena itu pada Pelari -pelari jarak jauh pemuatan KH (carbohydrate loading) sangat penting da n harus dilaksanakan secermat mungkin. Oleh karena itu pula, untuk menghemat KH di dalam otot, pelari jarak jauh (dalam hal ini pelari maraton) harus selalu be rlari pada intensitas normal load (intensiitas di bawah nilai VO2 max), tetapi harus sedekat mungkin terhadap intensitas crest load (intensitas senilai VO2 max), dan baru pada sprint akhir (yang dimulai pada sat u titik tertentu yang sudah diketahui jaraknya terhadap garis 464 finish) Atlet berlari dengan intensitas (kecepatan) maximal absolut. Perlu diketahui bahwa dalam Ilmu Faal Olahraga terdapat 2 (dua) pengertian kemampuan maximal: 1. Kemampuan maximal absolut (intensitas maximal absolut) yaitu kemampuan tertin ggi yang dapat dikembangkan oleh Atlet yang bersangkutan sesuai dengan kapasitas anaerobik yang dimilikinya (kemampuan melaksanakan tugas fisik secara over-load maximal) . 2. Kemampuan maximal relatif (intensitas maximal relatif terhadap VO2 max yang dimilikinya) yaitu intensitas tertinggi yang masih dapat dipertahankan secara aerobik (kemampuan melaksanakan tugas fisik dengan cara true steady state = keadaan mantap sesungguhnya yang maximal). Sumber daya (energi/ kalori) terpenting untuk kerja jasmaniah adalah KH (
dan lemak). Kelebihan asupan kalori dari kedua sumber inilah yang terutama menja di penyebab meningkatnya berat badan (BB). Di dalam tubuh, KH yang lebih dari ke butuhannya untuk kerja fisik akan diubah menjadi lemak dan disimpan di jaringan lemak, yang menyebabkan bertambahnya BB. Oleh karena itu dalam menata gizi untuk program penurunan BB asupan kedua sumber kalori ini harus dikurangi, dengan tet ap menjaga keseimbangan kebutuhan komponen- komponen gizi lainnya. (Baca Nutrisi dan sumber Energi di buku Kesehatan Olahraga). Penurunan BB dengan kombinasi penataan gizi dan olahraga merupakan cara penuruna n BB yang sangat Fisiologis, karena disamping terjadi penurunan BB juga dise rtai dengan meningkatnya derajat Kebugaran Jasmani. Agar tidak terjadi gangguan homeostasis yang 465 berarti terganggunya kesehatan, maka target penurunan BB sebaiknya tidak lebih d ari satu kilogram/ minggu.
Tabel untuk menentukan Index Masa Tubuh 466
Grafik yang menunjukkan penggunaan Karbohidrat dan Lemak pada program penurunan berat badan dan pada Pelari maraton
LATIHAN 1.
Jelaskan apa yang dimaksud dengan Olahraga Kesehatan Senam
Aerobik ! 2.
Jelaskan tujuan
latihan pemanasan !
3.
Jelaskan tujuan dan tata laksana Olahraga Kesehatan Senam
Aerobik Sasaran I ! 4.
Jelaskan tujuan dan tata laksana Olahraga Kesehatan Senam
Aerobik Sasaran II ! 5.
Jelaskan tujuan dan tata laksana Olahraga Kesehatan Senam
Aerobik Sasaran III ! 6. Jelaskan tujuan dan tata laksana Olahraga Kesehatan Senam Aerobik Sasaran I, Sasaran II dan Sasaran III dengan cara sekali-jalan (secara kontinuum) ! 467 7.
Jelaskan tujuan dan tata laksana Olahraga Kesehatan Senam
Aerobik Low impact ! 8.
Jelaskan tujuan dan tata laksana Olahraga Kesehatan Senam
Aerobik High impact ! 9. Jelaskan tata laksana Olahraga Kesehatan Senam Aerobik untuk penurunan bera t badan ! 10. Jelaskan tujuan latihan pendinginan.
Bandung, Okt 2006.
468
DAFTAR KEPUSTAKAAN UMUM
Astrand, P. O. and Rodahl, K.: Textbook of Work Physiology, Physiolo- gical Bas es of Exercise, Third Ed., McGraw Hill Int. Ed., 1986, pg. 486-568. Boedhi Darmojo dan H.Hadi Martono (1999): Buku Ajar Geriatri, Balai Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Bloomfield, J., Fricker, P.A. and Fitch, K.D.: Textbook of Science and
Medicine in Sport, Blackwell Scientific Publication, 1992, pg. 114122. Buku Pedoman Pembinaan Kesehatan usia lanjut, Dit.Bina Kesehatan Keluarga, Dit.J en. Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Dep.Kes. RI., 1990. Buku I dan II. Carbon, R.J. (1992) The Female Athlete, dalam Textbook of Science an Medicine in Sport Edited by J. Bloomfield, P.A. Fricker, K.D. Fitch, Blackwell Scientific P ublications. 469 Cooper,
K.H.,
M.D.
(1994):
Antioxidant Revolution, Thomas
Nelson
Publishers, Nashville-Atlanta-London-Vancouver, pg. 45-118. Dede Kusmana: Prestasi Kerja dan Olahraga pada Geriatri,
Bag II.
Forum Olahraga, November 1988, no 3. Doba, N. and Hinohara, S.: Rehabilitation of the patient with acute myocardial i nfarction., Progress in Clinical Medicine 4. 1983. Fox, E.L. (1979): Sport Physiology, W.B.Saunders Company, Philadel- phia-LondonToronto. Fox, E.L.,Bowers, R.W. dan Foss, M.L. (1988): The Physiological Basis of Physical Education and Athletics, W.B.Saunders Co., 4th Ed. Giriwijoyo, Y.S.Santosa (1985): Sistema Kerja (ergosistema) dan Analisa Penampil an Olahraga. Makalah untuk diskusi panel : ―Reorientasi Konsep-konsep Olahraga d an Penerapannya pada PON XII FPOK-IKIP Bandung. Giriwijoyo, Y.S. Santosa (1988): Tinjauan Ilmu Faal tentang Latihan Otot ± Majalah Forum Olahraga No. 4 Desember 1988. Giriwijoyo, Y.S.S.: Olahraga dan Kesehatan dan Olahraga Kesehatan.
470 Ceramah pada Klub Jantung Sehat ITB, 26 Sep 1987 dan Simposium : Penyakit pembul uh darah koroner dan pembuluh darah otak serta penanggulangannya. Pekan Ilmi ah FKUP 1988/1989 9 Februari 1989.
Giriwijoyo, Y.S. Santosa (1992): Ilmu Faal Olahraga. Bahan kuliah untuk mahasisw a FPOK IKIP Bandung. Giriwijoyo, H.Y.S.Santosa (1997): Pelatihan ―Tenaga Dalam (Pelatihan anaerobik-hip oksik) pada Olahraga Prestasi, disajikan pada Konferensi Nasional Pendidikan Jasmani dan Olahraga, Bandung 22-23 September 1997. Giriwijoyo,
Y.S.S.
(2000):
Olahraga Kesehatan, Bahan
perkuliahan
Mahasiswa FPOK-UPI. Giriwijoyo, Y.S.S. dkk (2002): Laporan Penelitian: Pelatihan ―Tenaga Dalam melalui Senam Pagi Indonsesia seri D dan pengaruhnya terhadap Fungsi Statis, Fungsi Dina mis Anaerobik dan Kapasitas Aerobik, FPOK-UPI. Goodyear, L.J. dan Smith,R.J. (1994): Exercise and Diabetes, Chapter 26 dalam Jo slin's Diabetes Mellitus, 13th Ed., Edited by : C.R.Kahn,M.D.and G.C.Weir,M.D.,Lea & Febiger.
471 Guyton, A.C. (1961): Function of The Human Body, W.B.Saunders Co. Asia Ed. pg. 30. Guyton,
A.C.,
(1971):
Function of the Human Body, W.B
Saunders
Company, Piladelphia ± London ± Tokyo. Halliwel, B. & Guiteridge,J.M.C.: Free Radicals in Biology and Medicine, Clarend on Press ± Oxford, 2nd Ed. 1991. Hasskell, W.L.: Physical Activity and Health : Need to Define the required Stimulus. Cardiovascular Trends, 8, September 1985. Herbert, A.V. and Terry, J.H. (1994): Physiology of Exercise. First Edition, WCB . Inc. Dubuque IOWA. Henry,
C.McGill
Jr.:
The
Cardiovascular
pathology
of
Smoking.
Supplement to American Heart Journal, January 1988, vol 115, No 1, Part 2. Hogshead, N. dan Couzens, G.S. (1991): Asthma and Exercise , Henry Holt and Co., 1st Owl Book Ed.
Hole, J.W.,Jr.: Human Anatomy and Physiology, Fourth Ed., Wm.C.Brown Publisher, Dubuque, Iowa, 1987, pg. 70.
472 Karpovich,
P.V.
and
Sinning,
Activity, Seventh Edition.
W.E.
(1971):
Physiology of
W.B Saunders Company.
Muscular
Philadelphia
± London-Toronto, pg. 65. Kaplan, N.M. (1982): Introduction : Coronary Heart Disease Risk Factors and Ant ihypertensive Drug Selection, J. of Cardiovascular Pharmacology, Vol 4 (Supp l.2), Raven Press, New York. Kerin O'Dea (1987): Interaction of Genetic and Lifestyle factors in the Pathogensis of Diseases of Affluence as exemplified by Type 2 Diabetes. Proceeding of Menzies Symposium : Nutrition and Health in the Tropics, 57th Anzaas Congress Townsville, August 26, 27. Lilik
Hendrajaya
(2001):
Magnetisasi
Tubuh
Manusia
dalam
Latihan
Pernafasan McKenna, M.J., & Hargreaves, M. (1994): Physiological responses to exercise, da lam Textbook of Sports Physiotherapy, Applied science & practice, Edited by Maria Zuluaga et al., pg 3-13. Mancia, G.: Opening Remarks : The need to manage risk factors of Coronary Heart Disease. Supplement to American Heart J. Jan. 1988, vol. 115, No. 1, Part 2.
473 Maryanto, Anshari, H.E.S., Giriwijoyo, Y.S.S., (1993): Seni Bela Diri Tena ga Dalam Satria Nusantara, WiraRipta Program, Cetakan IV, Bandung. McGill,
Jr.,
Supplement 46 USA).
to
H.C.(1987): American
The
Heart
Cardiovascular pathology of Journal,
The
C.V.Mosby
smoking.
Co., St.Louis, MD 631
Oberman, A.: Exercise and the Primary Prevention of Cardiovascular Disease, Cardiovascular Trends, 8, September 1985. Pollock
M.L,
(1985):
Health and
Fitness through Physical Activity,
McMillan Publishing
Co, New York, London.
Robergs,
Scott,O.R.
R.A.
and
(1997)
:
Exercise and Aging, dalam
Exercise Physiology, Mosby. Sani, A.: Rehabilitasi Penderita Penyakit Jantung Koroner, Dexa Media No 3, Vol. 1, November 1988. Siitonen,
O. :
More Exercise for the Diabetics ?
Annals
of
Clinical
Research 20 : 71-74, 1988. Vander, A.J., Sherman, J.H., Luciano, D.S. (1994): Human Physiology: The Mechani sms of Body Function, Sixth Ed.,McGraw-Hill, Inc.
474 Yessis,
M.
and
Trubo,R.
(1988):
Rahasia Kebugaran dan Pelatihan
Olahraga Soviet, Edisi Bahasa Indonesia, Penerbit ITB,1993. SELESAI !!!!!
Okt-2006.
BUKU
ILMU FAAL OLAHRAGA (FISIOLOGI OLAHRAGA) (SPORTS PHYSIOLOGY) Fungsi Tubuh Manusia pada Olahraga untuk Kesehatan dan untuk Prestasi
Editor 475 Drs. dr. H.Y.S. Santosa Giriwijoyo Dokter, Ahli ilmu Faal dan Ilmu Faal Olahraga, Mantan Guru Besar dalam Ilmu Faal dan Ilmu Faal Olahraga pada Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Universi tas Pendidikan Indonesia
Kontributor : Edisi 7, 2007. 1.
Prof. Drs. dr. H.Y.S. Santosa Giriwijoyo
(Drs Physiol., Drs Med., Dokter, Ahli Ilmu Faal dan Ilmu Faal Olahraga, Guru Besar Ilmu Faal dan Ilmu Faal Olahraga).
2.
Drs. Djoko Martono
(Sarjana Pendidikan Jasmani, Ahli Ilmu Faal dan Ilmu Faal Olahraga).
3.
Drs. H. Muchtamadji M. Ali, MS.
(Sarjana Pendidikan Jasmani, Ahli ister Sain Ilmu Kedokteran Dasar). 3.
Ilmu
Faal
dan
Ilmu
Drs. Cecep Habibudin, M.Pd.
476 (Sarjana Pendidikan Jasmani, Magister Pendidikan Olahraga).
Faal
Olahraga, Mag
4.
Dra. Surdiniati Ugelta, M.Kes.
(Sarjana PendidikanOlahraga dan Kesehatan, Magister Kesehatan Olahraga).
5.
Dr. dr. Neng Tine Kartinah, M.Kes.
(Dra Med., Dokter, Magister Kesehatan Olahraga, Doktor Ilmu Kedokteran).
6.
Dra.Lilis Komariyah, M.Pd.
(Sarjana Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, Magister Pendidikan Olahra- ga). 7.
Dr. Hamidie Ronald Daniel Ray (Drs Med., Dokter).
8.
Dr. Lucky Angkawidjaja Roring (Drs Med., Dokter).
9.
Dr. Aditya Wahyudi (Drs Med., Dokter).
Ilustrator Didin Budiman, S.Pd. (Sarjana Pendidikan Olahraga dan Kesehatan). Desain sampul
477
Para Pembaca Yth. Bila Anda berkenan kepada Buku ini, silakan hubungi sdr.Eko Sumartoyo di Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan UPI Jl.PHH.Mustopa 200 Bandung - 40125 Telp ± Fax 022-7271709
Hp 08156269303. Mohon dengan hormat untuk tidak memfoto kopi
Bandung, Maret 2005 Editor
478
(H.Y.S.Santosa Giriwijoyo)
PENDAHULUAN H.Y.S.Santosa Giriwijoyo Ilmu Faal, khususnya Ilmu Faal Olahraga menjanjikan hasil karya besar bagi pela tih yang tahu cara menerapkannya dalam membina dan mencapai prestasi tinggi dala m olahraga, oleh karena melatih tiada lain ialah meningkatkan kemampuan fu ngsional raga yang berarti menerapkan Ilmu Faal Olahraga dalam proses pelat ihan. Fakta dalam Ilmu Faal dan teori yang berkembang dari padanya perlu mendapat pemahaman dan penghayatan yang mendalam khususnya oleh para pelatih olahr aga prestasi, agar tidak terjadi kesalahan pada penerapannya dalam membina olahr aga prestasi. Kegagalan dalam memahami teori-teori Ilmu Faal Olahraga akan mengh asilkan konsep-konsep yang salah yang akan diikuti oleh kesalahan d an bahkan mungkin ke-fatal-an dalam menerapkannya, yang dapat mengundang bahaya. Hasilnya tentu saja bukan karya besar 479 tetapi kegagalan dan frustrasi besar.
Melatih cabang olahraga prestasi adalah meningkatkan kemampuan fungsional raga yang sesuai dengan tuntutan penampilan cabang olahraga itu sampai ke t ingkat yang ―maximal , baik pada aspek kemampuan dasar maupun pada aspek kemampu an tekniknya. Meningkatkan kemampuan fungsional hanya dapat dilakukan dengan benar, baik, efis ien dan aman bila pelatih memiliki pengetahuan tentang mekanisme kerja dan mekan isme respons organ-organ tubuh terhadap latihan pembebanan dan latihan keterampi lan. Pelatih juga harus selalu mempunyai bekal data kemampuan fungsional yang harus dicapai serta harus selalu mencatat data kemajuan atlet-atlet asuhannya. Dengan hal-hal tersebut, maka ramalan tentang perolehan medali benar-benar tela h didasarkan atas data ilmiah. Mendapatkan data atlet lawan memang sulit, tetapi data atlet Indonesia yang telah mencapai tingkat dunia harus diperoleh dan dapa t dipakai sebagai sasaran minimal atlet-atlet saat ini agar dapat ―berbicara dalam forum internasional. Dalam pelaksanaan pelatihan, setiap instruksi latihan yang akan dijalankan oleh para atlet untuk mencapai suatu tujuan harus jelas dasar Ilmu Faalnya agar benar -benar dapat mencapai tujuan yang diharapkan dan menjadi motivasi bagi atlet yan g bersangkutan. Sesungguhnya Ilmu Faal Olahraga adalah dasar ilmu Pelati han, sehingga tanpa penge- tahuan Ilmu Faal Olahraga maka pelaksanaan pelatiha nnya menjadi tidak ilmiah.
480 TUJUAN Setelah selesai mempelajari buku ini, pembaca/ mahasiswa diharapkan mengetahui p erubahan fungsi alat-alat tubuh manusia yang bersifat sementara maupun yang ber sifat menetap, baik saat istirahat maupun saat aktif bekerja atau berolahraga. Di samping itu juga diharapkan memahami teori-teori dan konsep-konsep Ilmu Faal Olahraga yang diperlukan, agar dapat menerapkannya secara benar dan bai k dalam tugasnya sebagai Olahragawan, guru PENJASKES atau sebagai pelatih olahra ga prestasi. RUANG LINGKUP Buku ini membahas pengertian Ilmu Faal Olahraga, Kesehatan, Olahraga Kesehatan, Ergosistema, Olahdaya anaerobik dan aerobik, Oxidan dan antioxidan, Analisis pen ampilan olahraga mutu tinggi, Ketahanan dan kelelahan, Cara/alasan bagaimana latihan fisik dan latihan teknik dilakukan, bagaimana tata-urutannya, G angguan pada otot, Aklimatisasi, Pengaturan suhu tubuh, Kekurangan garam dan ca iran tubuh.
481
DAFTAR ISI
Prakata dari Prof.dr.H.Soedjatmo Soemowerdoyo,Alm. Kata Pengantar Pendahuluan Hal Bab
1 1
:
Pengantar Ilmu Faal Olahraga
-
Struktur Organisasi Biologik
-
Sistematika Anatomik
-
Sistematika Fisiologik
Bab
2
:
Kesehatan 7
-
Sehat dan Kesehatan
-
Pembinaan Kesehatan
-
Bagan Pembinaan Kesehatan
Bab
3
:
Kebugaran Jasmani
17 482
Anatomical Fitness
-
Physiological Fitness
-
Tes Kebugaran Jasmani
Bab 30
4
:
Olahraga dan Olahraga Kesehatan
-
Olahraga
-
Olahraga Kesehatan
-
Sasaran Olahraga Kesehatan
-
Dosis Olahraga
-
Indikator untuk menilai Intensitas Aktivitas Fisik
-
Hasil Olahraga Kesehatan Aerobik
Bab 7
5
:
Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Sekolah
-
Sekolah sebagai Lembaga Pendidikan
-
Sasaran Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Sekolah Mengapa perlu Olahraga
-
Keterkaitan Kesehatan, Pendidikan Jasmani dan
Olahraga -
Kondisi Pendidikan Jasmani dan Olahraga saat ini
-
Kesimpulan dan Saran
Bab
6
:
Ergosistema 98
-
Komponen Kebugaran Jasmani
Bab
7 108
-
Olahdaya Anaerobik dan Aerobik
-
Hubungan fungsional ES-I (anaerobik) dengan
:
Olahdaya (Metabolisme)
ES-II(aerobik) Bab
8 125
:
Oksidan dan Antioksidan
483 -
Radikal bebas (oksidan)
-
Kebutuhan antioksidan
7
-
Sisi gelap Oxigen
-
Pertahanan tubuh terhadap radikal bebas
-
Pengelompokan orang berdasarkan aktivitas fisik
-
Mekanisme pembentukan oksidan selama olahraga
-
Mengukur radikal bebas selama olahraga
-
Intensitas Olahraga Kesehatan
-
Manfaat Antioksidan
-
Latihan Kekuatan
-
Over trained
Bab -
9 144
:
Analisis Penampilan Olahraga
Penampilan Total Maksimal
Bab
10
:
Latihan Pendahuluan dan Latihan Penutup pada Olahraga 153
-
Latihan Pendahuluan (―Pemanasan) :
-
Tahap pertama
-
Tahap kedua
-
Tahap ketiga
-
Tahap keempat.
-
Latihan Penutup (―Pendinginan)
Bab A.
11
:
Latihan Kondisi Fisik (Latihan Kemampuan Dasar)
Latihan Ergosistema Primer
:
1. Latihan Kelentukan/ Flexibilitas -
Anulospiral
-
Flower Spray
484 -
Golgi Tendon Organ
-
Metoda latihan Peregangan :
-
Dinamis
-
Statis
162
-
Pasif
-
PNF
2. -
Latihan Otot : Kontraksi otot
- Mekanisme peningkatan kemampuan fungsional otot 3. Perubahan Anatomi, Kimiawi dan Fisiologi otot. B. under Bab 12 : Fisiologi Pembebanan 189
Latihan Ergosistema Sek
-
Hubungan berat beban dengan kemampuan mengangkat ulang Pembentukan daya (Energi) dalam otot
-
Fakta yang berhubungan dengan latihan otot
-
Latihan kekuatan dan daya tahan statis
-
Latihan daya tahan dinamis
Bab
13 209
:
Ketahanan dan Kelelahan :
-
Batas Kemampuan Maximal
-
Pelatihan Fisik :
-
Kondisi Pelatihan
-
Tujuan Pelatihan :
485 -
Pelatihan aerobik local
-
Pelatihan aerobik sistemik
-
Pelatihan anaerobik local
-
Pelatihan anaerobik sistemik
-
Intensitas Pelatihan
-
Ketahanan dan Kelelahan
-
Pelatihan Tenaga Dalam
Bab
14 230
:
Gangguan pada otot :
-
Pegal-otot sesudah latihan
-
Kejang otot
-
Kejang otot perut
Bab
15
:
Aklimatisasi : 238
-
Pengertian
-
Suhu tubuh dan produksi panas.
Bab
16
:
Pembuangan panas tubuh pada Olahraga
-
Cara pembuangan panas tubuh.
Bab
17
:
Pemeliharaan Homeostasis
-
Keseimbangan air dan
elektrolit pada Olahraga -
Produksi keringat
-
Kegawatan Panas :
1.
Pinsang panas (Heat syncope)
2.
Kejang panas (Heat cramps)
3.
Kelelahan panas (Heat exhaustion)
4.
Kegawatan panas.
Bab -
18
: 268
249
254
Fisiologi Massage
Kelelahan
486 -
Fisiologi Massage
Bab 76
19
: Hydro-massage air panas dan air dingin
-
Hydro-massage
-
Penyederhanaan prinsip Hydro-massage
Bab
20
:
Pembelajaran Gerak Ketrampilan : Perencanaan dan
Pengendalian Gerak Volunter -
Hirarki pengendalian Gerak
-
Gerak volunter dan involunter
-
Pengendali gerak tingkat terbawah
-
Pengendali gerak tingkat menengah
Bab
21
:
Latihan Ketrampilan teknik dan kelelahan pada Olahraga
2
287
Prestasi :
320
-
Ketrampilan Teknik
-
Latihan Ketrampilan
-
Kelelahan dan Reflex bersyarat
-
Tata-urutan Latihan
Bab
22
: Kemungkinan Perbaikan Sistem Ventilasi Ruangan
343
Olahraga tertutup -
Pokok permasalahan
-
Peristiwa Bio-fisika
-
Mekanisme Pemeliharaan Suhu Tubuh
Bab 359
23
: Doping pada Olahraga Prestasi
-
Sejarah Doping
-
Pengertian Doping
-
Klasifikasi Doping
487 -
Dampak Doping dan bahayanya
-
Doping Manipulatif
-
Klasifikasi Obat yang dilarang secara terbatas
-
Pencegahan
-
Pemeriksaan Doping
Bab 378
24
:
Respons Fisiologik Terhadap Latihan Fisik
Bab
25
: Senam Aerobik menurut sudut pandang Ilmu Faal
Olahraga
Daftar Kepustakaan 437
420
488 PRAKATA UNTUK ªILMU FAAL OLAHRAGA º K r n
n: Y.S.Santosa Giriwijoyo
(Prakata dari Prof.dr.Soedjatmo Soemowerdojo, Alm, di awal terbitnya buku ini). Ilmu Faal Olahraga, seperti yang diuraikan Sdr.Y.S.Santosa Giriwijoyo, diharapka n dapat menjadi acuan dan petunjuk bagi semua fihak yang berkecimpung dalam Olah raga secara langsung maupun tidak langsung. Bagi Olahragawan, pembina olahraga, pemikir teori Ilmu Faal maupun awam yang mempunyai perhatian terhadap proses hid up dan kehidupan. Lebih-lebih bila dikaitkan dengan pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya, acuan ini berharap dapat menjadi panduan dalam me ngambil langkah-langkah yang tepat dan sepadan, mengingat pendekatan secara ilmi ah merupakan tuntutan jaman modern dan canggih. Ilmu Faal Olahraga telah disusun dalam 2 (dua) judul yang masing-masing berdiri sendiri, yaitu: 1) Olahraga, Kesehatan, dan Olahraga Kesehatan; 2) Ilmu Faal Ola hraga dan Penerapannya pada Pembinaan Olahraga Prestasi, yang dibagi dalam 3 (ti ga) bagian: Ergosistema dan Analisa Penampilan Olahraga Latihan Kondisi Fisik Latihan Ketrampilan Teknik dan Kelelahan Pada Olahraga Prestasi. Pokok perhatian berkisar pada pengertian dan persepsi bahwa Ilmu Faal Olahraga merupakan suatu proses perpaduan antara Ilmu Dasar Kehidupan manusia de ngan terapannya dalam apa yang dikenal sebagai Olahraga, salah satu perwujudan k egiatan fisik manusia yang oleh umum dikenal sebagai ―kerja . Di dalam kerja itu, ad anya keseimbangan di dalam maupun di antara segi-segi biologis, kimia, fisika da n mental merupakan prasarat yang tidak boleh ditawar- tawar, sehingga dituntut a danya pengetahuan yang sepadan. Kesemuanya itu bertujuan untuk dapat memberikan pegangan dan acuan 489
yang tepat dan terarah dalam upaya mendapatkan kondisi sehat yang dikenal sebaga i keadaan yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi keberadaan fis ik tubuh, sebagai tempat bersemayamnya jiwa, seperti yang diungkapkan oleh pepat ah, bahwa dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat, atau ―Mens Sana in Corp ore Sano. Sehat yang dikembangkan dalam Ilmu Faal Olahraga ini berkisar antara normalnya f ungsi alat-alat tubuh pada waktu istirahat (sehat statis) dan pada waktu kerja/ olahraga (sehat dinamis), sehingga tercapailah kualitas sehat yang diperlukan b erbagai tingkatan produktivitas manusia, berkisar dari keadaan santai hing ga ke keadaan pencapaian prestasi tertinggi dalam Olahraga Prestasi. Selanjutnya inherent dengan pengertian sehat terdapat apa yang dikenal sebagai ―k ebugaran jasmani yang menggambarkan kerjasama dan interaksi antara alat-alat pelaksana gerak dan alat-alat kelangsungan gerak yang terwujud dalam kelentukan , kekuatan dan daya tahan otot, serta koordinasi otot dalam ketahanan fisik fung sional. Kesemuanya ini memerlukan energi biologis yang dibentuk dan disalurkan s ecara aerob dan anaerob, yang sudah barang tentu menuntut pengenalan dan pengeta huan yang sepadan. Diharapkan dari uraian-uraian dalam Ilmu Faal Olahraga ini dapat diambil hikmahn ya, sehingga pembinaan dan peningkatan prestasi Olahraga khususnya dan kesehatan serta kebugaran jasmani umumnya dapat turut menyumbang tercapainya manusia In donesia seutuhnya, dalam artian fisik, mental dan spiritual seperti dihara pkan oleh dan untuk pembangunan Nusa dan Bangsa selanjutnya. Bandung, Januari 1992 Prof.H.Soedjatmo Soemowerdojo *) *)
Prof. H.Soedjatmo Soemowerdojo, Alm. (1924-2001) adalah Guru Besar tetap
490 pada Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran dan Dosen/ Guru Besar tidak tet ap Ilmu Faal dan Ilmu Faal Olahraga pada lembaga yang sekarang bernama Fakulta s Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Indonesia. Beliau adalah Dosen Luar Biasa sejak Lembaga itu masih bernama Akademi Pendid ikan Djasmani (APD) yang bernaung di bawah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, yang kemudian menjadi Fakultas Pendidikan Djasmani Universitas Padjad jaran, berubah menjadi Sekolah Tinggi Olahraga lansung di bawah naungan Dept. Ol ahraga, kemudian berubah lagi menjadi Fakultas Keguruan Ilmu Keolahragaan di bawah naungan IKIP Bandung dan terakhir menjadi FPOK-UPI.
491 KATA PENGANTAR Buku ini dimaksudkan agar dapat dipergunakan oleh mahasiswa Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (FPOK) dan Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK), maupun para Alumninya, Pelatih olahraga prestasi, Dokter pada Klub-klub Olahraga Kecabangan (Dokter pada cabang Olahraga Karate, Cabang Olahraga Tae Kwon Do, Cabang Olahrag a Pencak-silat, dll.), dan dokter lain yang berminat pada olahraga, untuk memper mudah pemahamannya terhadap Ilmu Faal Olahraga dan untuk memperlancar proses p emahaman selanjutnya, serta untuk meningkatkan mutu pemahamannya. Tentu saja buku ini juga akan sangat bermanfaat bagi pelatih olahraga kesehatan (Klub Olahraga Jantung Sehat, Klub Olahraga Penderita Asma, Klub Olahraga Pender ita Diabetes, Klub-klub Olahraga Pernafasan, dan Klub-klub Olahraga Tenaga Dalam ), serta guru-guru Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Lembaga-lembaga Pend idikan umum maupun di Pondok-pondok Pesantren. Dalam buku ini dikemukakan beberapa konsep baru khususnya mengenai Konsep Ke sehatan ditinjau dari sudut Ilmu Faal dan bagaimana olahraga dapat men ingkatkan kesehatan; konsep Kebugaran Jasmani yang sangat sistematis dan mudah dimengerti, serta bagaimana hubungan olahraga dengan kesehatan dan kebugaran ja smani. Konsep yang sangat mendasar yang menjadi dasar pembicaraan dalam buku ini adalah pengertian tentang raga/jasmani sebagai sistema (untuk) kerja atau Ergosistema. Selanjutnya diuraikan pula hubungan antara Sistema Kerja dengan olahdaya (metabolisme) serta pengertian 492 olahraga
Anaerobik, olahraga Aerobik dan masalah olahraga kesehatan.
Dibahas pula masalah-masalah pelatihan yang lebih khusus, yaitu pelatihan kemamp uan dasar (fisik) dan pelatihan ketrampilan teknik kecabangan olahraga, serta ba gaimana tata-urutan pelatihan kemam- puan dasar dan pelatihan teknik, khususnya dalam hubungan dengan terjadinya kelelahan. Juga dibahas Latihan Pendahuluan di tinjau dari sudut pandang Ilmu Faal Olahraga, Fisiologi Pembebanan, Aklimatisasi , Kegawatan Panas dll. Pengertian yang lebih mendasar tentang konsep-konsep Ilmu Faal Olahraga akan san gat membantu para instruktur olahraga kesehatan dan pelatih olahraga prestasi da lam meningkatkan derajat sehat dinamis para anggotanya dan prestasi olahraga atl et-atlet yang dibinanya, karena derajat sehat dinamis dan prestasi olahraga akan meningkat secara aman dan efisien setelah melalui masa pelatihan yang F ISIOLOGIS. Sajian Ilmu Faal Olahraga dalam buku ini bersifat makro, oleh karena memang dit ujukan terutama bagi penerapannya di lapangan. Sajian yang bersifat mikro yaitu bahasan-bahasan yang bersifat seluler dan molekuler serta perubahan-peruba han seluler dan molekuler yang terjadi dalam kaitannya dengan olahraga, telah pu
la disajikan dalam buku ini, walaupun mungkin masih belum mendalam. Buku ini pertama kali terbit pada tahun 1992 bagi lingkungan terbatas y aitu bagi mahasiswa-mahasiswa Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan IKIP Ba ndung (sekarang Universitas Pendidikan Indonesia ± UPI), kemudian mengalami perbaikan dan penambahan pada tahun 2003, 2004 dan 2005, dengan harapan dapat mencakup pengetahuan yang lebih luas d an bermanfaat bagi lebih banyak Pembaca. Namun, 493 walaupun telah diusahakan dengan memperhatikan berbagai kebutuhan segenap Pembac a, khususnya mengenai materi isinya, kekurangan akan masih selalu ada. Oleh kare na itu saran-saran serta kritik guna perbaikannya akan diterima dengan senang ha ti. Semoga buku ini dapat menyumbangkan manfaat bagi Olahraga kita!
Amin !
Bandung, Januari 2007 A/n Para Penulis H.Y.S.Santosa Giriwijoyo
494
1.
Perangkat Pelaksana gerak, disebut sebagai Ergosistema primer
(ES-I) atau Sistema kerja primer (SK-I) terdiri dari: -
sistems skelet
-
sistema muskular
-
sistema nervorum
2 Perangkat Pendukung gerak, disebut sebagai ES-II) atau Sistema kerja sekunder (SK-II) terdiri dari: sistema hemo-hidro-limfatik -
sistema respirasi
-
sistema kardiovaskular
3 Perangkat Pemulih/Pemelihara, disebut sebagai I) atau Sistema kerja tersier (SK-III) terdiri dari: sistema digestivus -
sistema termoregulasi
-
sistema exkresi
-
sistema reproduksi.
Ergosistema sekunder (
Ergosistema tersier (ES-II
Sistema endokrin berfungsi sebagai regulator internal yang bersifat humoral (mel alui carian jaringan) dan fungsinya tersebar pada ketiga Ergosistema tersebut di atas baik pada waktu istirahat maupun pada waktu aktif. Sedangkan sistema sensoris berfungsi sebagai komunikator 495 external (exteroceptor) maupun internal (proprioceptor, endoreceptor). Ergosistema yang langsung berhubungan dengan aktivitas fisik ialah ES-I dan ES-I I. ES-I disebut juga Ergosistema primer, oleh karena Ergosistema itulah yang p ertama-tama mewujudkan gerak, dan ES-I sendiri tanpa harus didukung oleh ESII, namun hanya untuk waktu yang terbatas, dan akan harus berhenti bila telah sa mpai batas maximal Garis sehat
Garis tugas fisik
(kerja/ Or)
Umur dl tahun
Kalsifikasi Laesi dg komplikasi
Cakrawala klinik
Perdarahan, Ulcerasi Thrombosis
Bercak fibrosa
% perubahan
Tinggi
Rendah
Gurat lemak
Minggu latihan
(+ pembuangan melalui sirkulasi)
Serabut otot intrafusal Daerah equatorial
Serabut
eferen Serabut
Kutub proximal Kutub distal
Serabut
aferen
Serabut
eferen
aferen
Ujung anulospiral eferen
Kapsul
Ujung Flower Spray
Ujung
496
Serabut Otot rangka (Extrafusal).
aferen but
Persarafan
Serabut tendon Serabut
(Trakt. Reticularis)
Golgi
eferen
eferen
Tulang Regang
Sera
Otot
Reseptor Golgi
(+ pembuangan melalui sirkulasi)
Organ tendon
Serabut otot intrafusal al Kutub distal
Kutub proximal
Serabut eferen ut aferen
Serabut
Ujung anulospiral
Kapsul
aferen
Serabut
Ujung Flower Spray
Daerah equatori
eferen
Ujung
Serab
eferen
Serabut Otot rangka (Extrafusal).
497 aferen
Persarafan Serabut
(Trakt. Reticularis) eferen
Tulang Regang
Otot
Serabut tendon Golgi
Reseptor Golgi
Intensitas
Aerobik
eferen
Organ tendon
Frek. Kontraksi otot
Start
Serabut
Anaerobik
Aerobik
Durasi
Finish Anaerobik
Durasi
DN = 140/men Anaerobik Aerobik
Durasi
DN = 160/men
Kelembaban Relatif dari termometer bola basah dan bola kering (Skala Celsius) Bo la basah to C; bola kering t'o C)*
Contoh (t) Bola Kering = 27o C (t') Bola basah Kelembaban relatif = 52%
= 20o C t-t'
=
7o C
Wet Bulb Globe Temperature (WBGT) dari Suhu dan Kelembaban Relatif Suhu (o C)
498
Kelembaban Relatif (%)
Catatan: Tabel ini disusun dari suatu rumus aproximasi yang hanya menggunakan su hu dan kelembaban. Rumus ini sahih untuk cahaya matahari penuh dan angin ringan.
Interneuron Motor neuron ps inhibitor
Sinaps exitator
Sina
Reseptor tendo
Reseptor Kulit Reseptor sendi level-level spinal lain Jalur desendens
Jalur desendens
Cortex motoris
Suplementer
dasarnya
i
ii xiv
iii xv
iv
v
vi
vii
viii
ix
x
xi
xii
xiii
499
BUKU
ILMU FAAL OLAHRAGA (FISIOLOGI OLAHRAGA)
Fungsi Tubuh Manusia pada Olahraga untuk Kesehatan dan untuk Prestasi
Editor Prof. Drs. dr. H.Y.S. Santosa Giriwijoyo (Dokter, Guru Besar, Ahli Ilmu Faal dan Ilmu Faal Olahraga) 500
dan
Drs.H.Muchtamadji M. Ali, MS. (Sarjana Pendidikan Jasmani, Magister Sain Ilmu Kedokterana Dasar, Ahli Ilmu Faa l dan
Ilmu Faal Olahraga)
Edisi ke 6, 2006.
Kontributor :
1.
Prof. Drs. dr. H.Y.S. Santosa Giriwijoyo
(Drs Physiol., Drs Med., Dokter, Ahli Ilmu Faal dan Ilmu Faal Olahraga, Guru Besar Ilmu Faal dan Ilmu Faal Olahraga).
2.
Drs. Djoko Martono
(Sarjana Pendidikan Jasmani, Ahli Ilmu Faal dan Ilmu Faal Olahraga).
3.
Drs. H. Muchtamadji M. Ali, MS.
(Sarjana
Pendidikan
Jasmani,
Ahli
Ilmu
Faal
dan
Ilmu
Faal
Olahraga,
501 Magister Sain Ilmu Kedokteran Dasar).
3.
Drs. Cecep Habibudin, M.Pd.
(Sarjana Pendidikan Jasmani, Magister Pendidikan Olahraga).
4.
Dra. Surdiniati Ugelta, M.Kes.
(Sarjana PendidikanOlahraga dan Kesehatan, Magister Kesehatan Olahraga).
5.
Dr. dr. Neng Tine Kartinah, M.Kes.
(Dra Med., Dokter, Magister Kesehatan Olahraga, Doktor Ilmu Kedokteran).
6.
Dra.Lilis Komariyah, M.Pd.
(Sarjana Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, Magister Pendidikan Olahra- ga). 7.
Dr. Hamidie Ronald Daniel Ray (Drs Med., Dokter).
8.
Dr. Lucky Angkawidjaja Roring (Drs Med., Dokter).
9.
Dr. Aditya Wahyudi (Drs Med., Dokter).
Ilustrator Didin Budiman, S.Pd. (Sarjana Pendidikan Olahraga dan Kesehatan). Desain sampul Suwito
502
Kesehatan, Pendidikan Jasmani dan (Pembelajaran) Olahraga Pada Anak (Usia) Sekolah Dasar
Meningkatkan kualitas hidup siswa masa kini, dan mempersiapkan mutu sumber daya manusia, dan atlet elite masa depan
503
Oleh : H.Y.S.Santosa Giriwijoyo, Drs Physiol., Drs Med., Dokter, Prof. Emeritus, Ahli Ilmu Faal dan Ilmu Faal ola hraga
Jurusan Kepelatihan Olahraga Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Indonesia 2008 Kesehatan, Pendidikan Jasmani dan (Pembelajaran) Olahraga 504 Di (Usia) Sekolah (Dasar) Meningkatkan kualitas hidup siswa masa kini, dan mempersiapkan mutu sumber daya manusia, dan atlet elite masa depan Oleh : H.Y.S.Santosa Giriwijoyo, Drs Physiol., Drs Med., Dokter, Prof. Emeritus, Ahli Ilmu Faal dan Ilmu Faal ola hraga
Anak (usia Sekolah Dasar) adalah : -
kenyataan masa kini dan
-
harapan masa depan,
perlu dibina pertumbuhan dan perkembangannya. Lembaga Pendidikan : Lembaga formal pembinaan anak masa kini dan masa depan, unt uk menghasilkan: Siswa sehat dan unggul masa kini Sumber Daya Manusia (SDM) bermutu masa depan Atlet elite masa depan. Diperlukan waktu 8-12 tahun untuk dapat menjadi Atlet el ite bagi anak yang terus dan terus berolahraga dengan tekun. 505 Masa pertumbuhan dan perkembangan anak: masa pembentukan Pengetahuan dan Kecerdasan (Domain Kognitif) masa
internalisasi
nilai-nilai
moral,
sosial
dan
kultural
(Domain Afektif) masa pembelajaran gerak ketrampilan dasar (keolahragaaan) dan pembentukan pola p erilaku (Domain Psikomotorik). Konsep dasar Pembinaan SDM adalah: Pembinaan SDM dpt dilakukan melalui pendekatan utama kepada: aspek Jasmani, aspek rohani, maupun aspek sosial. Kesemuanya ditujuka n untuk mencapai hasil akhir yang sama yaitu Sejahtera Paripurna yang berarti meningkatnya kemandirian dalam peri kehidupan bio-psiko-sosiologis = Meningka tnya kemandirian dalam peri kehidupan jasmani-rohani-sosial (kemampuan mandiri) yang berarti meningkatnya kualitas hidup. Sejahtera Paripurna yang merupakan konsep Sehat Organisasi Kesehatan Dunia (WH O), mengemukakan bahwa sehat adalah: Sejahtera Jasmani, Rohani dan Sosial, bukan hanya bebas dari Penyakit, Cacat ataupun Kelemahan. Oleh karena itu Sehat adalah: modal dasar segala aktivitas kehidupan.
506 Sehat dan Kesehatan. Sehat adalah : kebutuhan dasar bagi kehidupan, oleh karena itu harus dipelihara,
bahkan ditingkatkan. Cara terpenting, termurah dan fisiologis untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan ádalah dengan memberlakukan : Olahraga (Kesehat an). Seluruh Siswa perlu Olahraga baik sebagai konsumsi yaitu mendapatkan manfaa t langsung dari melakukan kegiatan Olahraga, maupun sebagai media bagi Pendidika n. Pendidikan
Jasmani
dan
Olahraga
(Penjas-Or) di sekolah: Penjas-Or di sekolah adalah bagian dari kurikulum standar Lembaga Pendidikan Das ar dan Menengah. Hanya Penjas-Or yang dapat menyentuh secara massif dan simultan ketiga aspek sehatnya WHO, jadi betapa penting peran Penjas-Or dalam pembinaan anak. Sayang Penjas-Or masih sering dilecehkan; misalnya menjelang ujian, Pe njas-Or dihapus! Dengan alasan: agar para siswa ―tidak terganggu dalam belajarnya(¿!). Hal ini harus dipersepsi sebagai tantangan bag i Guru-guru Penjas-Or. Benarkah penyajian Proses Belajar-Mengajar (PBM) Penjas-O r menggangu PBM yang lain? Bila benar demikian apa penyebabnya? Diagnosa dan ter api terhadap masalah ini perlu benar-benar dicermati untuk menjaga wibawa dan existensi Penjas-Oryang memng kita yakini Sangay penting bagi 507 pembinaan anak demi masa kini maupun masa depan bangsa. Mengapa perlu Olahraga. Olahraga = gerak raga yang teratur dan terencana untuk keperluan berbagai tujuan (pendidikan, kesehatan, rekreasi, prestasi) Gerak = ciri kehidupan. Tiada hidup tanpa gerak. Apa guna hidup bila tak mampu b ergerak. Memelihara gerak = mempertahankan hidup, Meningkatkan kemampuan gerak = meningkatkan kualitas hidup. Bergeraklah untuk lebih hidup, jangan hanya bergerak karena masih hidup. Olahraga = kebutuhan hidup: o o
merangsang pertumbuhan dan perkembangan jasmani, rohani dan sosial merangsang kecerdasan intelektual
o
menyehatkan dan mencegah penyakit non-infeksi
Konsep
Dasar
Olahraga
(Kesehatan)
intra kurikuler di SD: Padat gerak, menekankan kepada asi gerak Menggembirakan (bebas stress),
pengembangan
dan kemampuan menguasai koordin
508 Singkat dan adekuat (durasi 10-30 menit tanpa henti, intensitas 65-80% DNM), Massaal, mudah, murah, meriah, manfaat dan aman ! Semua siswa hrs berpartisipasi aktif, tidak ada siswa yang hanya menjadi penonton
Menyehatkan
masa
kini
dan
mempersiapkan
SDM
bermutu bagi masa depan Membekali
kemampuan
koordinasi
gerak
utk
menjadi
Atlet elite masa depan Untuk
usia
SD
tidak
perlu
ada
pemisahan
jenis
kelamin
(Watson,1992), Olahraga ! Bagan
Kesehatan:
konsep
intensitas
Pembelajaran
(takaran)
sedang,
bukan olahraga berat
Olahraga pada anak usia Sekolah (Dasar):
Kotak Memori
Kemamp.koordinasi:Or Pembelajaran:
Kemamp. dasar:
* KETRAMPILAN GERAK : - Akurasi gerak/keindahan gerak: berirama: Tari, Senam aerobik, dsb
Pelatihan:
* KESEHATAN : - Anaerobik & aerobik: -Sehat dinamis
509 komplex: Senam irama, p.silat, karate, dsb
-Kebugaran Jasmani
Pembekalan mjd Atl elit masa depan. (Pengayaan kemampuan koordinasi gerak) Intensitas disesuaikan utk tujuan Or-Kes Kesehatan.
Dari bagan konsep Pembelajaran Olahraga tersebut di atas, terlihat bahwa Olahraga terdiri dari dua Kutub Kemampuan yaitu Kemampuan Koordinasi (yang da lam Ilmu Kepelatiahan sering disebut dengan istilah Kemampuan Teknik) dan Kem ampuan Dasar (yang dalam Ilmu Kepelatihan sering disebut dengan istilah Kemampua n Fisik). Pembelajaran Olahraga berkaitan dengan masalah kemampuan koordinasi y ang melibatkan kotak memori secara fungsional, artinya setiap melakukan ge rak yang merupakan bagian dari gerak ketramplan kecabangan Olahraga selalu melib atkan kotak memori. Hal inilah yang menyebabkan penguasaan gerak ketrampilan kec abangan bersifat persisten. Contoh: Anak yang pada usia 6 tahun telah dapat bere nang dan bersepeda, ketika usianya mencapai 60 tahun ia masih dapat berenang dan bersepeda. Pembelajaran Olahraga: Pokok permasalahan dalam PEMBELAJARAN Olahraga khususn ya pada anak adalah pengayaan perbendaharaan ketrampilan gerak dasar (kemampuan koordinasi) yang akan tersimpan dalam kotak memori, oleh karena itu pembelajaran
ketrampilan gerak dasar harus bersifat pengalaman dan pengayaan, karena akan tersimpan menjadi kekayaan gerak (dalam kotak memori) 510 untuk keperluan pembelajaran ketrampilan gerak kecabangan olahraga di masa depan , atau untuk dipergunakan lagi dimasa dekat yang akan datang. Dalam lingkup pemb elajaran ini, seluruh siswa harus ikut aktif mencoba melakukan gerak tersebut, t idak boleh ada siswa yang hanya menjadi Penonton, karena hanya dengn melakukan g erak itu ia akan mendapatkan pengalaman gerak secara langsung, yang akan masuk k e kotak memori. Pembelajaran dalam rangka meningkatkan perbendaharaan kemam puan koordinasi gerak dalam kotak memori ini sama sekali tidak ada kaitannya den gan masalah kemampuan fisik (Kebugaran Jasmani), artinya asal anak bisa dan tela h melakukan gerak itu maka ia telah mendapatkan pengalaman melakukan gerak itu d an hal itu terekam dalam kotak memorinya. Pembelajaran olahraga dalam sajian in tra kurikuler hendaknya dilakukan dengan intensitas yang adekuat (denyut n adi mencapai 60-85% DNM), sehingga sekaligus menjadi Pelatihan untuk memelihara / meningkatkan derajat sehat dinamis/ kebugaran jasmani. Pelatihan Olahraga berkaitan degan masalah peningkatan dan pemeliharaaan kemampu an (fungsional) Dasar, dan sama sekali tidak melibatkan masalah memori. Kemamp uan dasar dalam tata istilah Ilmu Kepelatihan sering disebut sebagai kemampu an fisik, yang terdiri dari kemampuan anaerobik dan kemampuan aerobik. Peningkat an kedua macam kemampuan fungsional dasar ini tidak dapat disimpan dalam kotak m emori, karena pelatihan memang bukan pembelajaran. Oleh karena itu kemampuan fun gsional dasar yang telah diperoleh (contoh: kemampuan anaerobik misalnya kekuatan otot dan kemampuan aerobik 511 misalnya mampu bekerja lama dan tidak mudah menjadi lelah) harus selalu dipeliha ra dengan melakukan latihan rutine, tanpa pemeliharaan rutine itu maka peningkat an kemampuan fungsional dasar yang telah diperoleh akan dengan cepat hilang dan kita akan dengan cepat kembali menjadi orang yang tidak terlatih! Pelatihan kema mpuan dasar tidak masuk ke kotak memori, artinya tidak dapat disimpan dan harus senantiasa dipelihara agar senantiasa sesuai dengan kebutuhan masa kini. Artinya sehat dinamis / kebugaran jasmani harus senantiasa dipelihara agar sesuai de ngan kebutuhan masa kini. Sehat Dinamis hanya dapat diperoleh bila ada kema uan mendinamiskan diri sendiri. Hukumnya = makan : Siapa yang makan, dia yang ke nyang ! Siapa yang mengolah-raganya, dia yang sehat ! Tidak diolah berarti siap dibungkus ! Klub Olahraga Kesehatan (Or-Kes) = Lembaga Pelayanan Kesehatan (Dinamis) di lapangan. Lembaga Pendidikan Umum Dasar harus berfungsi sbg Lembaga Pelayanan Kesehatan la pangan, dalam rangka program pokok yaitu Meningkatkan kualitas hidup anak (siswa ) masa kini, maupun mutu sumber daya manusia masa depan dan atlet elite masa depan. Takaran Or-Kes ibarat makan: o
berhenti makan menjelang kenyang
o
tidak makan dapat menjadi sakit
o kelebihan makan mengundang penyakit. Jadi berolahragalah secukupnya (adekuat), jangan tidak berolahraga karena kalau tidak berolahraga mudah menjadi sakit, sebaliknya kalau berolahraga berlebihan d apat menyebabkan sakit ! 512
Makna dan Misi Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Lembaga Pendidikan. Lembaga Pendidikan adalah Lembaga formal pembinaan mutu sumber daya manusia terp enting. Lembaga ini membina anak (siswa) menjadi sumber daya manusia yang unggu l dalam aspek jasmani, rohani dan sosial melalui berbagai bentuk media pendidika n dan keilmuan yang sesuai. Acuan tertinggi mutu SDM adalah rumusan SEHAT WHO ya itu SDM yang Sejahtera jasmani, rohani dan sosial, bukan hanya bebas dari penyak it, cacat ataupun kelemahan. Sehat WHO adalah konsep sehat sempurna yaitu seh at yang menjadi cita-cita, tujuan atau acuan pembinaan mutu SDM. 513 Pendidikan Jasmani adalah kegiatan jasmani yang disajikan sebagai bagian dari ke giatan kurikuler, yang dipergunakan sebagai media bagi proses pendidikan. Pendid ikan adalah proses mengembangkan: Domain kognitif yaitu kemampuan penalaran, pengayaan Pengetahuan / keilmuan Domain afektif : o Sikap rohaniah meliputi: aspek mental, intelektual dan spiritual, o Sikap sosial yang sesuai dengan pengetahuan baru yang telah diperolehnya, yan g sesuai dengan norma sosial kehidupan masyarakat, yang diperoleh melalui Pendid ikan Jasmani. Pendidikan jasmani adalah pendidikan melalui pendekatan ke aspek s ejahtera Jasmani, sejahtera Rohani dan sejahtera Sosial melalui kegiatan jasmani , untuk menghasilkan manusia-manusia yang santun, bukan bobotoh (supporters) ola hraga yang merusak. Domain psikomotor = perilaku sehari-hari yang sesuai dengan pengetahuan baru dan pola sikap baru yang telah diperolehnya melalui pengalama n dan peran sertanya dalam proses Pendidikan Jasmani dan Olahraga.
Olahraga (Intra
Kurikuler)
adalah
kegiatan
jasmani
untuk Pembelajaran dan Pelatihan jasmani yaitu kegiatan jasmani 514 untuk memperkaya dan meningkatkan kemampuan dan ketrampilan gerak dasar. Merupak an pendekatan ke aspek sejahtera jasmani atau sehat jasmani (sehat dinamis) yait u sehat dikala bergerak untuk dapat memenuhi segala tuntutan gerak kehidup an sehari-hari anak dalam tugasnya sebagai siswa; yaitu memiliki tingkat Kebuga ran Jasmani yang adekuat (memadai) dan untuk mempersiapkan anak menjadi Atlet m asa depan. Olahraga intra kurikuler adalah Olahraga massaal, BUKAN olahraga keca bangan . Olahraga massaal: olahraga yang (dapat) dilakukan sejumlah besar orang secara be rsamaan / beramai-ramai yaitu olahraga yang dilakukan oleh masyarakat luas secar a beramai-ramai, baik secara spontan maupun secara teroranisasi; hakeka tnya adalah olahraga kesehatan: karena tujuan utamanya yaitu memelihara dan/ata u meningkatkan derajat sehat (dinamis), di samping dapat pula untuk tujuan rekre asi dan sosialisasi. Olahraga masyarakat atau olahraga kesehatan dapat mewujudka n kebersamaan dan kesetaraan dalam berolahraga oleh karena tidak ada tuntutan ke trampilan kecabangan olahraga tertentu sehingga semua orang merasa bisa da n setara. Dengan demikian maka olahraga kesehatan (Or-Kes) atau olahraga masya rakat (Or-Masy) di damping merupakan bentuk pendekatan ke aspek sejahtera jasman i juga ke aspek sjahtera rohani dan terutama ke aspek sejahtera sosial (sehat so sial = kebugaran sosial).
515 Pendidikan Jasmani dan Olahraga intra Kurikuler: Membina mutu sumber daya manusia (anak) seutuhnya untuk masa kini maupun untuk m asa depan, untuk mendapatkan manusia yang sehat / bugar seutuhnya atau sejahtera seutuhnya yaitu sejahtera jasmani, rohani dan sosial sesuai rumusan sehat WHO. Anak yang berolahraga dan terus berolahraga dalam cabang Olahraga pilihannya (ex tra kurikuler), adalah atlet elite masa depan. Oleh karena itu para Pembina Olah raga Anak dan khususnya para Guru Penjas-Or di Sekolah, tidak boleh membuat anak menjadi frustrasi dalam berolahraga! Pendidikan rohani dan Sosial melalui Olahraga: berpedoman pada Falsafah dasar Ne gara Pancasila: Ketuhanan yang M.E. Kemanusiaan yg adil & beradab Persatuan Indonesia Kerakyatan ± musyawarah Keadilan sosial. o
meningkatkan volume dan kualitas kehidupan beragama
516
berdoa sebelum belajar/ berolahraga, tunjukkan betapa terbatasnya kemampua n manusia o Menghormati sesama manusia, lawan bermain = kawan bermain (fair play), percay a diri tetapi rendah hati o Tidak menimbulkan kerusakan di muka bumi / melestarikan lingkung an alam yang berarti menyamankan kehidupan. o Menyegarkan kehidupan, mencerdaskan kemampuan intelektual dan menghilangkan st ress melalui Olahraga. o Olahraga (Kesehatan) materi pokok olahraga intra kurikuler: Kesejahteraan jasmaniah - derajat Kesehatan dinamis - mendukung setiap aktivit as (siswa) dalam peri kehidupannya sehari-hari Olahraga bagi seluruh kelas Rasa kebersamaan dan kesetaraan Kesejahteraan Rohaniah dan Sosial Anak yang berolahraga adalah Atlet elite bagi masa depan tidak boleh ada keb encian anak terhadap Or. tanggung-jawab Guru Penjas- Or. Keterkaitan Kesehatan, Jasmani dan Olahraga.
Pendidikan
517 * Sehat dan Kesehatan. l. -
Sehat: Acuan
dasar Sehat:
bagi adalah
segala
kemampuan
jasmani,
Rumusan
Organisasi
Kesehatan
rohani maupun sosia
Dunia (Sehat Paripurna). Memelihara dan meningkatkan kesehatan: cara murah dan fisiologis adalah melalui Olahraga (kesehatan).
yang terpenting, ter
* Pendidikan Jasmani dan Olahraga : -
Pendidikan
Jasmani:
pendidikan
dengan
media
kegiatan
Jasmani. -
Olahraga: pelatihan Jasmani
Pendidikan Jasmani dan Olahraga (Penjas-Or) intra kurikuler = Pendidikan d an Pelatihan Jasmani menuju sejahtera paripurna (Jasmani, Rohani dan Sosial) = peningkatan mutu sumber daya manusia (Siswa) masa kini dan masa depan. * Gerak - Olahraga : -
Gerak = ciri kehidupan.
-
Memelihara gerak = mempertahankan hidup.
-
Meningkatkan Olahraga =
kemampuan gerak = meningkatkan kualitas hidup. serangkaian gerak raga yang teratur dan
terencana
untuk
meningkatkan
kemampuan
gerak
518 meningkatkan kualitas hidup. Olahraga merangsang pertumbuhan dan perkembangan jasmani, rohani da n sosial menuju sejahtera paripurna. Hanya orang yang mau bergerak-berolahraga yang akan mendapatkan manfaat dari Olahraga. * Olahraga Kesehatan : Intensitasnya sedang, setingkat di atas intensitas aktivitas fisik dalam k ehidupan sehari-hari, jadi bukan olahraga berat - Titik berat Or-Kes: Peningkatan dan pengayaan kemampuan koordinasi ger ak dg intensitas yang dapat memelihara dan / atau meningkatkan derajat Keseha tan, untuk kebutuhan masa kini dan mempersiapkan anak menjadi Atlet masa depan. Meningkatkan derajat kesehatan dinamis ± sehat dengan kemampuan gerak yang da pat memenuhi kebutuhan gerak sehari-hari dalam tugasnya sebagai siswa. Bersifat padat gerak, bebas stress, singkat (cukup 10-30 menit tanpa henti ), mudah, murah, meriah massaal, fisiologis (manfaat & aman). Massaal : - Ajang silaturahim Sejahtera Rohani dan Sosial - Ajang pencerahan stress Sejahtera Rohani -
Ajang
komunikasi
sosial
Sejahtera Sosial
519 Ketiga hal diatas merupakan pendukung untuk menuju Sehatnya WHO Sejahte ra Paripurna. Sehat dinamis dan kemampuan koordinasi gerak (dapat memperagakan berbagai gerak secara akurat = lincah) = landasan bagi pelatihan Olahraga Prestasi.
*
Kondisi
Pendidikan
Jasmani
dan
Olahraga
di
Sekolah Dasar saat ini. -
Waktu = 3 x 45 menit/minggu
-
Sarana ± prasarana sangat terbatas
-
Kurikulum Penjas-Or lebih berorientasi kepada Olahraga
Kecabangan : 1. 2. o
Cenderung individual dan cenderung Olahraga prestasi mahal dalam hal : Sarana ± prasarana
mengacu pencapaian prestasi
o o
Waktu, perlu masa pelatihan yang panjang Tenaga dan biaya.
Demi kehormatan (Guru) Penjas-Or intra kurikuler: Reposisi pikir ulang apa perlunya Penjas-Or di SD?
520
Reorientasi
pikir ulang arah pembinaan Penjas-Or bagi
Siswa SD? Reaktualisasi a? Revitalisasi
pikir ulang apakah Penjas-Or di SD sudah sesuai kebutuhan nyat
pikir ulang bagaimana cara melaksanakan dan
menggalakkan pelaksanaan Penjas-Or di SD untuk mencapai tujuan masa kini dan mas a depan! Apapun Garis Besar Program Pengajaran(GBPP)nya, pelaksanaannya di lapangan selal u dapat disesuaikan dengan semua hasil pikir-ulang tersebut diatas. Memang diper lukan creativitas dan innovasi pada pelaksanaannya di lapangan! Kesimpulan Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Sekolah Dasar (intra kurikuler) harus berland askan pada olahraga massaal/kesehatan dengan titik berat latihan jasmani untuk m eningkatkan derajat sehat dinamis dan kemampuan koordinasi motorik yang lebih ba ik, agar para siswa selama masa belajar memiliki kualitas hidup/Kebugaran Jasman i yang memenuhi kebutuhan masa kini dan dapat diharapkan menjadi atlet e lite dan sumber daya manusia yang bermutu di masa depan. Saran 3.
Reposisi : pikir ulang apa perlunya Penjas-Or di SD?
521 Penjas-Or perlu dikembalikan pada posisi dasar fungsinya yaitu : Penggunaan Olahraga/Kegiatan Jasmani sebagai media Pendidikan - Penggunaan Olahraga sebagai alat pelatihan untuk memelihara dan meningkatkan derajat sehat dinamis menuju kondisi Sejahtera paripurna siswa masa kini dan pem bekalan anak untuk menjadi Atlet elite dan SDM bermutu bagi masa depan. 4.
Reorientasi
:
pikir
ulang
arah
pembinaan
Penjas-Or
Siswa SD? Penjas-Or sebagai program kurikuler perlu ditinjau kembali: 5.
Relevansinya dengan kebutuhan siswa / santri
bagi
6.
Manfaat yang diharapkan
7. Kondisi nyata persekolahan : Jatah waktu / jam pelajaran per minggu Sarana ± prasarana yang tersedia. 8. Reaktualisasi : pikir ulang apakah Penjas-Or di SD sudah sesuai kebutuhan ny ata? Penjas-Or di Sekolah dan Pondok Pesantren perlu menekankan kembali (reaktualisas i) kepada konsep dasar Olahraga untuk tujuan Pendidikan dan Kesehatan untuk masa kini dan Pendidikan dan Pengayaan kemampuan koordinasi gerak
522 untuk pembekalan menjadi Atlit elite dan SDM bermutu di masa depan. Jatah wa ktu pertemuan 3 x 45 menit/minggu, dapat disajikan untuk 3 x pertemuan/min ggu @ 45 menit. 4. Revitalisasi : pikir ulang bagaimana cara melaksanakan dan menggalakkan pela ksanaan Penjas-Or di SD untuk mencapai tujuan masa kini dan masa depan? Penjas-Or di Sekolah dan Pondok Pesantren harus bersifat massaal dan disajikan d engan iklim yang menggembirakan siswa, sehingga semua siswa merasa butuh berolahraga dan selalu ingin berpartisipasi secara aktif, karena Penjas -Or sebagai bagian dari paket kurikuler tidak membolehkan adanya siswa yang hanya menjadi Penonton, kecuali yang sakit. 5.
Kualitas Petugas
Keberhasilan alam hal ini lah Dasar, n inovasinya
misi di tingkat lapangan sangat ditentukan oleh kualitas Petugas (d guru Penjas-Or) serta pemahamannya mengenai makna Penjas-Or di Seko ketulusan dan kesungguhan dalam pengabdiannya, serta kreativitas da dalam pembelajaran Penjas-Or.
6. Kebutuhan Penjas-Or di Sekolah Dasar dan Pondok Pesantren harus dirasakan sebagai kebut uhan oleh siswa/santri, sehingga mereka akan merasa dirugikan manakala mata pelajaran Penjas-Or 523 ditiadakan. 9.
Olahraga prestasi
Olahraga kecabangan yang bersifat prestatif perlu dikembangkan namun sebagai mat eri ekstra kurikuler, sebagai pilihan untuk menyalurkan bakat dan minat siswa/sa ntri terhadap sesuatu cabang Olahraga.
Kepustakaan Cooper, K.H. (1994) : Antioxidant Revolution, Thomas Nelson Publishers, Nashvill e-Atlanta-London-Vancouver. Giriwijoyo,Y.S.S. (1992) : Ilmu Faal Olahraga, Buku perkuliahan Mahasiswa FPOK-IKIP Bandung. Giriwijoyo,H.Y.S.S. dan H.Muchtamadji M.Ali (1997) : Makalah : Pendidikan Jasman i dan Olahraga di Sekolah, Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, IKIP Band ung. Giriwijoyo,H.Y.S.S. (2000) : Olahraga Kesehatan, Bahan perkuliahan Mahasiswa FPOK-UPI. Giriwijoyo,H.Y.S.S. (2001) : Makalah : Pendidikan Jasmani dan Olahraga, kontribu sinya terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik, Ma'had Al-Zaytun, Haurg eulis, Indramayu, Jawa Barat. Watson,A.S. (1992): Children in Sports, dalam Textbook of Science and Medicine in Sport Edited by J.Bloomfield, P.A.Fricker and K.D.Fitch; Blackwell S cientific Publications.
524 7. Giriwijoyo,H.Y.S.S. dan Komariyah,L (2007): Makalah : Pendidikan Jasmani d an Olahraga di Lembaga Pendidikan, Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Un iversitas Pendidikan Indonesia, 2007.
Doc. Penjas-Or SD Tr. Bandung, 10 Maret 2008.