Referat:
Oleh: Leecarlo Millano
Hipospadia merupakan salah satu dari kelainan kongenital pada bayi yang paling sering, terjadi berkisar antara 3 sampai 5 per 1000 kelahiran hidup.
Komplikasi awal dari repair
hipospadia, adalah termasuk perdarahan, hematoma, dan retensi urin
Komplikasi lambatnya adalah stenosis
meatal, fistula enterokutan, divertikula uretra, kordae yang berulang dan striktur uretra
Fistula uretrokutan pascarepair hipospadia, merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan, dengan angka rata-rata kejadian yang pernah dilaporkan sekitar 4-25%
Pembentukan genitalia eksterna laki-laki merupakan suatu perkembangan yang sangat kompleks, melibatkan program genetik, diferensiasi seluler, sinyal hormonal, aktivitas enzim, dan remodeling dari jaringan
Pada akhir bulan pertama gestasi, hindgut dan bakal sistem urogenital mencapai permukaan ventral embrio pada membrana kloakanya.
Membran kloaka membagi septum uretrorektal menjadi bagian posterior atau anal sebagian dan sebagian lagi ke anterior, menjadi membran urogenital
Tiga penonjolan (protuberansia) muncul belakangan. Yang terletak paling atas (cephalad ) adalah tonjolan genital. Kedua lainnya adalah pembesaran genital, pada kedua sisi. Sampai tahap ini, genitalia pria dan wanita masih belum bisa dibedakan
Perkembangan penis dan uretra. A. Tahapan pemisahan sekitar minggu ke delapan gestasi. Tampak pembentukan lekukan uretral primitif pada bagian tepi kaudal di tonjolan genital. Pembesaran genital (labioskrotal), muncul pada kedua sisi membran urogenital diatas lekuk anal dan perineal. B. Penutupan uretra pada minggu ke-11 gestasi. Awalnya dekat dari anus, mendekatnya lipatan uretral ektodermal di atas lempeng uretral, membentuk uretra penile, dengan bagian distal uretra pada sulkus koronal merupakan bagian terakhir yang menutup
C. Pembentukan glanular uretra dan fossa navilularis berlangsung pada akhir masa gestasi. Suatu bagian lapisan ektoderm dari ujung glans masuk ke dalam mesenkim sebagai suatu bagian ektodermal yang masuk. Bagian dasar dari ektodermal yang masuk, membuat kontak dengan ujung lempeng uretra, yang akhirnya membentuk atap dari uretra dan mencegah dinding ganda melebur. D. Prepusium terbentuk dari diferensiasi sel-sel epitelial lamela glannular, yang membentuk suatu lekukan antara lipatan preputial dan glans.
Etiologi hipospadia masih menyisakan suatu tanda tanya besar. Walaupun telah dilakukan usaha yang ekstensif, hanya kurang dari 5% dari keseluruhan penderita hipospadia dapat disebabkan karena abnormalitas metabolisme androgen (defisiensi enzim 5 α-reduktase tipeII), defek pada reseptor androgen atau defek genetik
Angka kejadian terjadinya fistel uretrokutan pascaoperasi hipospadia, bervariasi, antara 0 – 23%, tergantung pada masing-masing tempat penelitian, bahkan ada yang menyatakan angka kejadian ini berkisar antara 0 – 45%, tergantung pada spektrum hipospadia yang diteliti, teknik operasi dan lamanya masa penelitian
Dari kisaran ini, rata-rata komplikasi fistula uretrokutan, terjadi antara 6 bulan sampai 12 bulan setelah operasi hipospadia yang pertama, tetapi ada laporan bahwa kejadian komplikasi ini terjadi 12 tahun setelah operasi pertama.
Sekitar 50% sampai 70%, kejadian fistula ini, terdapat pada hipospadia letak medial dan posterior
Srivastava RK, dkk, dari Saraswati Hospital and Research Center, Lucknow, India, meneliti bahwa midpenile, merupakan lokasi yang paling sering terjadinya komplikasi fistel uretrokutan pascaoperasi hipospadia (30% dari keseluruhan kasus)
Penutupan fistula dengan jahitan simpel, mudah dilakukan dan tidak membutuhkan waktu yang banyak, namun jika dilakukan diatas jahitan sebelumnya, merupakan hal yang potensial untuk terjadinya rekurensi.
Flap kulit biasa digunakan untuk memperbaiki fistula yang besar bagi penutupan simpel, dan membuat kulit lokalnya lebih lembut dan adekuat
Algoritma penanganan fistula uretrokutan setelah repair hipospadia, sesuai dengan ukuran dan lokasi dari fistula
Van der Meulen, et al , menyatakan ada enam (6) faktor yang menyumbang kejadian fistula berulang, yaitu: •
(1) devaskularisasi pada kulit akibat tidak adekuatnya delineasi pada flap kulit atau penarikan kulit akibat dressing yang ketat,
•
(2) tarikan yang kuat pada kulit akibat kombinasi dari sedikitnya kulit yang tersisa dan edema sekitar luka,
•
(3) superposisi dari uretra dan garis jahitan kulit,
•
(4) infeksi pada luka, yang menyebabkan devaskularisasi pada kulit atau stagnansi (berkumpulnya) darah dan urin ISK
•
(5) perforasi pada kulit akibat jahitan transkutaneus, dan
•
(6) terpisahnya tepi luka akibat tidak adekuatnya aliran urin
Gambar A: Melakukan pengukuran besarnya fistula uretrokutan A
B
Gambar B: Menunjukkan skar kulit pada luka bekas operasi dan disekitar fistel
Penelitian yang dilakukan oleh Meir DB, dkk, menyatakan bahwa penggunaan antibiotika spektrum luas, secara signifikan, pre dan pascaoperasi hipospadia, sangat dibutuhkan untuk menghindarkan terjadinya bakteriuria yang menyumbang faktor terjadinya komplikasi fistel pascaoperasi hipospadia, sampai dengan 14 hari pascaoperasi hipospadia atau repair fistel
Terbentuknya fistula uretrokutan pascaoperasi hipospadia, masih menyisakan sesuatu yang membuat putus asa, bagi pasien dan para ahli bedahnya. Walaupun sudah dilakukan evaluasi dan perencanaan preoperasi, teknik bedah yang banyak dan baik, penggunaan optikal, asisten yang terlatih dan alat-alat bedah yang moderen.
Angka kejadian terjadinya fistel uretrokutan pada pasien pascaoperasi hipospadia, sampai saat ini berkisar antara 0 – 23%, tergantung pada masing-masing tempat penelitian, bahkan ada yang menyatakan angka kejadian ini berkisar antara 0 – 45%, tergantung pada spektrum hipospadia yang diteliti, teknik operasi dan lamanya masa penelitian
Walau sudah terdapat algoritma penanganan fistel uretrokutan, tetapi komplikasi yang terjadi pascarepair fistel uretrokutan, masih tetap terjadi, dan menyisakan tantangan bagi para ahli bedah anak, untuk tetap mengembangkan teknik-teknik terbaru, disesuaikan dengan pengenalan anatomis dan patofisiologi yang lebih mendalam