ST R A I N ♂m>< ♀m FENOMENA NISBAH KELAMIN PADA PERSILANGAN STR ♀m, RESIPROKNYA ♂e >< ♀e ♀e dan ♂m >< ♀e BESERTA RESIPROKNYA
osophila la melanogaster lanogaster PADA D r osophi
Laporan Proyek
Untuk memenuhi tugas matakuliah Genetika I yang dibina oleh Prof. Dr. Arg. Mohammad Amin, S. Pd, M. Si
Oleh Kelompok 12/ Offering H 2014 (Selasa) Isfatun Chasanah
(140342603465) (140342603465)
Rika Ardilla
(140342605435) (140342605435)
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI April 2016
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Semua makhluk hidup memiliki ciri yaitu mampu menanggapi rangsangan dan mampu melakukan reproduksi baik secara aseksual maupun seksual (Campbell, 2008). Drosophila melanogaster merupakan merupakan hewan yang tergolong dari filum Artropodha yang tergolong kelas Insectata dan berkembang biak secara seksual. Drosophila melanogaster sering digunakan sebagai objek penelitian karena memiliki siklus hidup yang relatif cepat, mudah berkembang biak, lalat betina menghasilkan anakan dalam jumlah besar dan mudah diamati dia mati serta mudah diperoleh (Karmana, 2010). Drosophila melanogaster memiliki memiliki dua kromosom kelamin yang dilambangkan dengan X dan Y. Menurut Campbell (2008), Drosophila melanogaster memiliki kromosom kelamin seperti yang terdapat pada manusia, yaitu XX untuk individu betina dan XY untuk individu jantan. Jenis kelamin merupakan karakter fenotipe yang nyata meskipun perbedaan anatomis dan fisiologis antara jantan dan betina sangat besar. Setiap ovum yang diproduksi oleh individu betina menghasilkan kromosom X, sedangkan sperma individu jantan terbagi menjadi dua kategori, sebagian mengandung kromosom X dan sebagian mengandung kromosom Y. Jika sperma yang membawa kromosom X membuahi ovum, maka turunan yang dihasilkan akan mempunyai kromosom XX, berjenis kelamin betina, dan jika sperma yang membawa kromosom Y membuahi ovum, maka turunan yang dihasilkan adalah berkelamin jantan dengan kromosom XY. Dengan demikian penentuan jenis kelamin turunan merupakan masalah kemungkinan dengan peluangnya adalah 50-50 (Campbell,2008). Pola ekspresi kelamin atau penentuan jenis kelamin ditentukan oleh gen. Gen-gen tersebut terletak pada autosom maupun pada kromosom kelamin maupun pada keduanya (Corebima, 2013). Nisbah kelamin adalah jumlah individu – individu individu jantan dibagi dengan jumlah individuindividu betina dalam suatu spesies yang sama (Herskowitz, 1965: 109). Untuk hewan dengan mekanisme penentuan kelamin XY, individu betina akan memproduksi telur yang membawa kromosom X dan individu jantan akan memproduksi dua macam gamet (X dan Y) dalam jumlah yang kurang lebih sama (Rothwell, 1983).
Berdasarkan hal di atas, peneliti melakukan suatu penelitian untuk mengetahui mengetahui rasio kelamin atau kecenderungan munculnya kelamin jantan dan kelamin betina pada tiap generasi dari persilangan strain ♂ m x ♀m, ♂e x ♀ e, ♂ m x ♀ e dan resiproknya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti mengangkat judul “Fenomena Nisbah Kelamin Pada
Strain ♂m>< ♀m, ♂e >< ♀e dan ♂m >< ♀e Beserta Resiproknya Pada Persilangan Strain D r osophi osophila la melanogaster lanogaster
” ”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini diantaranya sebagai berikut : 1. Apakah ada perbedaan rasio 1:1 antara frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang diharapkan pada persilangan ♂m><♀m sesuai dengan teori nisbah kelamin pada Drosophila melanogaster ? ? 2. Apakah ada perbedaan rasio 1:1 antara frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang diharapkan pada persilangan ♂e><♀e sesuai dengan teori nisbah kelamin pada Drosophila melanogaster ? ? 3. Apakah ada perbedaan rasio 1:1 antara frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang diharapkan pada persilangan ♂m><♀e sesuai dengan teori nisbah kelamin pada Drosophila melanogaster ? ? 4. Apakah ada perbedaan rasio 1:1 antara frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang diharapkan pada persilangan ♂e><♀m sesuai dengan teori nisbah kelamin pada Drosophila melanogaster ? ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka di dapatkan tujuan pada penelitian ini antara lain; 1. Mengetahui ada tidaknya perbedaan rasio1:1 antara frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang diharapkan pada persilangan ♂m><♀m sesuai dengan teori nisbah kelamin pada Drosophila pada Drosophila melanogaster. 2. Mengetahui ada tidaknya perbedaan rasio1:1 antara frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang diharapkan pada persilangan ♂e><♀e sesuai dengan teori nisbah kelamin pada Drosophila pada Drosophila melanogaster.
3. Mengetahui ada tidaknya perbedaan rasio1:1 antara frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang diharapkan pada persilangan ♂m><♀e sesuai dengan teori nisbah kelamin pada Drosophila melanogaster. 4. Mengetahui ada tidaknya perbedaan rasio1:1 antara frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang diharapkan pada persilangan ♂e><♀m sesuai dengan teori nisbah kelamin pada Drosophila melanogaster.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat pada penelitian ini diantaranya sebagai berikut : 1. Bagi Peneliti a. Dapat memberikan wawasan dan ilmu pengetahuan yang lebih mendalam tentang ilmu genetika bagian dasar. b. Dapat memberikan wawasan dan ilmu pengetahuan tentang lalat buah ( Drosophila melanogaster ) khususnya strain m dan e c. Dapat mengembangkan dan mengaplikasikan ilmu genetika yang diperoleh pada saat teori dengan menerapkannya pada proyek genetika. d. Melatih peneliti untuk menganalisa data-data yang diperoleh dari hasil-hasil penelitian e. Melatih kemampuan penalaran dalam menghubungkan data-data hasil analisis dengan fenomena yang terjadi dari hasil penelitian f. Dapat mengetahui nisbah kelamin yang terjadi pada persilangan Drosophila melanogaster strain ♂ m >< ♀ m, ♂e >< ♀e, ♂ m >< ♀e dan resiproknya g. Memberikan wawasan baru mengenai rasio fenotip kelamin dari keturunan pertama ke keturunan selanjutnya (F1, F2, F3, F4, F5, F6, dan F7) persilangan Drosophila melanogaster strain ♂ m >< ♀ m, ♂e >< ♀e, ♂ m >< ♀e dan resiproknya h. Mendapatkan informasi baru tentang fenomena yang terjadi dari hasil penelitian
2. Bagi pembaca a. Memberikan wawasan dan ilmu pengetahuan baru mengenai nisbah kelamin dan rasio fenotip kelamin dari generasi ke generasi. b. Memperoleh informasi baru mengenai fenotip, persilangan stain m dan e c. Sebagai salah satu sumber dalam memahami konsep-konsep genetika.
d. Memberikan ilmu pengetahuan tentang nisbah kelamin yang terjadi pada Drosophila melanogaster pada persilangan yang homogami (♂ m >< ♀ m) dan (♂e >< ♀e) serta heterogami (♂ m >< ♀e) dan (♂ e >< ♀m). e. Menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya tentang nisbah kelamin dan rasio fenotip kelamin dari generasi ke generasi pada Drosophila melanogaster pada
persilangan yang homogami (♂ m >< ♀ m) dan (♂e >< ♀e) serta yang heterogami (♂ m >< ♀e) dan (♂ e >< ♀m).
3. Bagi Masyarakat a. Dapat meningkatkan wawasan dan ilmu pengetahuan bagi masyarakat tentang karakteristik dari Drosophila melanogaster khususnya strain m dan e. b. Dapat memberikan informasi mengenai fenomena nisbah kelamin dan memberikan informasi mengenai rasio fenotip kelamin dari keturunan pertama ke keturunan selanjutnya pada Drosophila melanogaster . c. Dapat memberikan informasi mengenai perawatan dan pengembangbiakan serta siklus hidup dari lalat buah ( Drosophila melanogaster ).
E. Asumsi Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti berasumsi bahwa : a. Kondisi dan keadaan medium dan nutrisi yang digunakan pada penelitian dianggap sama pada setiap ulangan. b. Botol dan penutup gabus yang digunakan baik ukuran, jumlah, dan jenis serta tingkat kesterilan dianggap sama pada setiap ulangan. c. Faktor – faktor eksternal seperti cahaya, suhu, kelembaban, dan pH dalam botol dianggap sama pada setiap ulangan. d. Umur dari lalat buah atau Drosophila melanogaster yang digunakan untuk penelitian terutama untuk penyilangan dianggap sama pada setiap ulangan.
F. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah
Pada penelitian ini terdapat ruang lingkup dan batasan masalah untuk membatasi bahasan dari penelitan supaya lebih terfokus dan tidak melebar antara lain sebagai berikut: a. Ruang lingkup dalam praktikkum ini adalah di dalam Laboratorium Genetika gedung O5 FMIPA Universitas Negeri Malang
b. Pada penelitian ini menggunakan lalat buah pada spesies yang sama yakni Drosophila melanogaster . c. Pada penelitian ini menggunakan dua strain yang berbeda yang terdiri dari minniature (strain m) dan ebony (strain e). d. Pada penelitian ini hanya membahas tentang fenomena nisbah kelamin yang terjadi pada persilangan strain ♂ m >< ♀ m, ♂e >< ♀e, ♂ m >< ♀e beserta resiproknya. e. Pada penelitian ini pengamatan dan perhitungan dibatasi pada pada jenis kelamin pada hasil anakan F1, F2, F3, F4, F5, F6, dan F7 persilangan strain ♂ m >< ♀ m , ♂ e >< ♀e, ♂ m >< ♀e beserta resiproknya. f. Pembahasan pada penelitian lebih ditekankan pada fenomena terjadinya nisbah kelamin dan rasio fenotip dari keturunan awal ke keturunan selanjutnya (F1, F2, F3, F4, F5, F6, dan F7).
G. Definisi Operasional
1. Nisbah kelamin adalah jumlah individu – individu jantan dibagi dengan jumlah individu-individu betina dalam suatu spesies yang sama 2. Strain adalah sekelompok intraspesifik yang memiliki hanya satu atau sejumlah kecil ciri yang berbeda, biasanya dalam keadaan homozigot untuk ciri-ciri tersebut atau galur murni. Strain yang digunakan dalam proyek ini adalah strain m dan e. 3. Homozigot adalah karakter yang dikontrol oleh dua gen (sepasang) yang identik 4. Heterozigot adalah karakter yang dikontrol oleh dua gen (sepasang) tidak identic. 5. Dominan adalah suatu sifat yang mengalahkan sifat yang lain. 6. Resesif adalah suatu sifat yang dikalahkan oleh sifat yang lain 7. Fenotip merupakan karakter-karakter yang dapat diamati pada suatu individu (yang merupakan interaksi antara genotip dan lingkungan tempat hidup dan berkembang). 8. Genotip adalah keseluruhan jumlah informasi genetik yang terkandung pada suatu makhluk hidup ataupun konstitusi genetik dari suatu makhluk hidup dalam hubungannya dengan satu atau beberapa lokus gen yang sedang menjadi perhatian 9. Persilangan resiprok adalah persilangan antara dua induk, dimana kedua induk berperan sebagai pejantan dalam satu persilangan, dan sebagai betina dalam persilangan yang lain. 10. Generasi adalah semua individu yang dihasilkan dalam suatu daur hidup 11. Autosom adalah kromosom tubuh sedangkan genosom adalah kromosom kelamin.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Klasifikasi Drosophila melanogaster
Drosophila melanogaster atau di Indonesia lebih sering disebut dengan lalat buah ini banyak sekali ditemukan. Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang ada di Indonesia yang sangat mendukung untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan dari Drosophila melanogaster . Menurut Strickberger (1985), Drosophila melanogaster memiliki klasifikasi sebagai berikut. Kingdom : Animalia Filum
: Arthropoda
Subfilum : Mandibulata Kelas
: Insecta
Subkelas : Pterygota Ordo
: Diptera
Sub ordo : Cyclorrapha Famili
: Drosophilidae
Genus
: Drosophila
Sub Genus : Sophophora Spesies
: Drosophila melanogaster
Drosophila melanogaster banyak digunakan sebagai hewan uji coba dalam melakukan penelitian mengenai genetika. Drosophila melanogaster dipakai dalam bidang percobaan genetika karena memiliki beberapa alasan. Menurut
Henuhili
(2012)
ada
beberapa
keunggulan
penggunaan
Drosophila
melanogaster sebagai bahan praktikum genetika, diantaranya yaitu mudah diperoleh, mudah dipelihara, biaya pemeliharaan yang murah, dalam pemeliharaannya tidak diperlukan tempat yang luas dan banyak, tidak membahayakan kesehatan, ukuran tubuh cukup besar, siklus hidup pendek, mempunyai 4 pasang kromosom, memiliki kromosom raksasa (giant kromosom), jenis mutannya banyak dan jumlah keturunan banyak.
B. Ekspresi Fenotip Kelamin
Makhluk hidup di bumi sangat beraneka ragam, pada beberapa kelompok hewan dijumpai cara penentuan jenis kelamin yang tidak sama. Beberapa tipe penentuan jenis kelamin yang dikenal ialah tipe XY, ZO, XO, dan ZW (Suryo, 1998). Tipe penentuan jenis kelamin pada Drosophila melanogaster adalah tipe XY. Suryo (1998) menambahkan bahwa inti tubuh Drosophila melanogaster memiliki 8 buah kromosom yang dibedakan atas : a.
6 buah kromosom (3 pasang) yang pada lalat betina maupun jantan bentuknya sama. Karena itu kromosom-kromosom ini disebut autosom (kromosom tubuh), disingkat dengan huruf A.
b.
2 buah kromosom (1 pasang) disebut kromosom kelamin (kromosom seks), sebab bentuknya ada yang berbeda pada lalat betina dan jantan. Pada Drosophila melanogaster tipe penentuan jenis kelaminnya adalah XY. Pada
kromosom kelamin individu betina adalah sejenis (kedua-duanya berupa kromosom X) maka lalat betina dikatakan homogametic, sedangkan lalat jantan heterogametic, sebab dua buah kromosom kelamin yang dimilikinya satu sama lain berbeda (yang satu kromosom X dan yang lain kromosom Y). Berikut merupakan gambar model XY pada penentuan jenis kelamin Drosophila melanogaster : Parental
Gaet
F1 :
:
:
Betina
><
Jantan
XX
XY
X
XY
1 XX Betina
:
1 XY Jantan
Gambar 5. Metode XY pada Penentuan Jenis Kelamin (Stansfield, 1983)
Bridges dalam Gardner (1991) meenjelaskan bahwa mekanisme penentuan jenis kelamin pada Drosophila melanogaster lebih tepat didasarkan atas teori perimbangan genetik. Teori tersebut menyatakan bahwa untuk menentukan jenis kelamin digunakan indeks kelamin yaitu banyaknya kromosom X dibagi banyaknya autosom (X/A). Perimbangan dari dua kromosom X dengan dua pasang autosom akan menghasilkan betina sedangkan perimbangan satu kromosom X dengan dua pasang autosom menentukan jantan. Sedangkan menurut Stansfield (1983), penentuan jenis kelamin ini disebutkan sebagai genic balance.
Tabel 1.Indeks Kelamin (X/A) pada Drosophila guna menentukan jenis kelamin
Susunan kromosom
Indeks kelamin X/A
Kelamin
AAXXX
3/2 = 1,50
Betina super
AAAXXXX
4/3 = 1,33
Betina super
AAXX
2/2 = 1,0
Betina
AAAAXXXX
4/4 = 1,0
Betina tetraploid
AAAXXX
3/3 = 1,0
Betina triploid
AAAAXXX
3/4 = 0,75
Interseks
AAAXX
2/3 = 0,67
interseks
AAXY
1/2 = 0,50
Jantan
AAAAXXY
2/4 = 0,50
Jantan
AAAXY
1/3 = 0,33
Jantan super
(Suryo, 1998) Menurut Corebima (2013), Dalam penentuan jenis kelamin (ekspresi kelamin), yang menetukan jenis kelamin adalah gen. Lebih lanjut, Corebima (2013) menyatakan bahwa gen yang bertanggung jawab atas penentuan jenis kelamin makhluk hidup tidak hanya satu pasang, tetapi banyak pasangan gen. Gen – gen tersebut terletak pada kromosom kelamin maupun autosom. Dalam keadaan normal, Drosophila melanogaster betina membentuk satu macam sel telur saja yang bersifat haploid (3AX). Drosophila melanogaster jantan membentuk 2 macam spermatozoa yang haploid, ada spermatozoa yang membawa kromosm X (3 AX) dan ada yang membawa kromosom Y (3AY). Apabila sel telur itu dibuahi spermatozoa yang membawa kromosom X, terjadilah Drosophila melanogaster betina diploid (3AAXX). Tetapi bila sel telur itu dibuahi oleh spermatozoa yang membawa kromosom Y, terjadilah Drosophila melanogaster (jantan) yang diploid (3AAXY).
C. Nisbah Kelamin
Pada Drosophila melanogaster terdapat berbagai fenomena yang terkait dengan persilangan sesama strain, salah satunya adalah terjadinya nisbah kelamin. Nisbah kelamin adalah jumlah individu – individu jantan dibagi dengan jumlah individu-individu betina dalam suatu spesies yang sama (Herskowitz, 1965:109). Drosophila melanogaster memiliki mekanisme penentuan jenis kelamin XY. Pada
hewan dengan mekanisme penentuan kelamin XY, individu betina akan
memproduksi telur yang membawa kromosom X dan individu jantan akan memproduksi dua macam gamet (X dan Y) dalam jumlah yang kurang lebih sama (Rothwell, 1983). Gardner (1991) mengemukakan bahwa konsekuensi dari hukum segregasi/ pemisahan Mendel dan adanya fertilisasi secara acak pada pasangan kromosom XY, jenis kelamin diramalkan akan terjadi dengan nisbah 1 : 1.
D. Beberapa Faktor yang Berpengaruh terhadap Nisbah Kelamin Drosophila melanogaster Penyimpangan nisbah kelamin pada Drosophila dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Munurut Farida (1996), ada beberapa faktor yang mempengaruhi nisbah kelamin pada Drosophila melanogaster, antara lain adalah sebagai berikut : a.
Pautan Gen Resesif Letal
Adanya pautan gen resesif letal dapat menyebabkan kematian jantan homozigot. Hal tersebut mengakibatkan tidak seimbangnya antara jumlah jantan dan betina (Maxon, 1985 dalam Farida, 1995). Jika satu dari kromosom X membawa gen letal 1, maka jantan yang menerima kromosom X tersebut akan mati sebelum dewasa (kromosom Y tidak membawa alela normal 1). Akan tetapi, betina heterozigot yang membawa gen letal dengan jantan normal, akan memperoleh keturunan jantan : betina sama dengan 1 : 2. Pada kasus yang lain, pautan gen letal berpengaruh terhadap viabilitas betina. Kehadiran gen letal pada kromosom X menyebabkan ½ bagian keturunan jantan akan mati pada waktu embrio.
b.
Viabilitas
Jantan dari beberapa spesies memiliki jumlah kematian yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan betina pada semua umur. Hal ini juga dilejaskan oleh Williamson dan Poulson dalam Strickberger (1985) bahwa kematian zigot jantan dapat disebabkan oleh kehadiran “helical mycroplasma” yang bersifat dapat menginfeksi materi genetik asam nukleat strain-strain pada Drosophila.
Gardner (1991) menjelaskan bahwa viabilitas adalah “ Degree of capability to live and develop normally” atau kemampuan untuk hidup dan berkembang secara normal. Dijelaskan juga bahwa viabilitas makhluk hidup dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu sifat genetik yang dimiliki makhluk hidup tersebut, sedangkan faktor eksternal dapat meliputi suhu, cahaya, kelembaban, nutrisi, ruang gerak, dan faktor lainnya c. Umur Jantan
Fowler (1973) dalam Nurjanah (1998) menyatakan bahwa individu jantan yang belum pernah kawin, jumlah spermanya akan bertambah seiring umur jantan. Pada umur jantan muda cenderung menurunkan gamet X. Hal ini berarti perbedaan umur juga dapat menyebabkan perbedaan rasio kelamin.
d. Suhu
Strickberger (1985) menyatakan bahwa beberapa kasus yang mungkin berhubungan dengan suhu terjadi pada Drosophila melanogaster , dimana pada suhu tinggi atau rendah terlihat hasil yang mengejutkan yaitu adanya peningkatan frekuensi gen resesif letal. Semakin meningkatnya gen resesif letal ini, maka diramalkan akan makin besar pula penyimpangan nisbah kelamin yang terjadi pada Drosophila melanogaster . Sehubungan dengan suhu, Dobzhansky (1958) menyebutkan bahwa Drosophila melanogaster interseks yang masih dalam pertumbuhan, jika diberi suhu yang relatif tinggi, maka Drosophila melanogaster intraseks tersebut berubah menjadi betina. Sebaliknya pada suhu rendah menjadi individu jantan.
e. Kejadian “ Segregation Distortion”
Curtsinger dan Feldman dalam Strickberger (1985) menyatakan bahwa adanya peristiwa
“Segregation distortion” atau “meiotic drive” yaitu adanya gangguan pada pemisahan gamet saat
gametogenesis
menyebabkan
individu
jantan
Drosophila
melanogaster
akan
memproduksi lebih banyak gamet yang membawa kromosom X. “ Segregation Distortion” ini disebabkan oleh adanya urutan DNA yang dapat bergerak dan menyelinap diantara urutan
DNA yang ada atau disebut sebagai “ Transposable Element ” atau transposon (Gard er, 1991)
f.
Faktor Genetik
Menurut Corebima (2013), penentuan jenis kelamin ditentukan oleh gen. Gen yang bertanggung jawab dalam penentuan jenis kelamin makhluk hidup salah satunya Drosophila melanogaster tidak hanya satu pasang, tetapi banyak pasang yang terletak pada kromosom kelamin maupun autosom.
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut : Drosophila melanogaster merupakan salah satu makhluk hidup yang ekspresi fenotipnya dikendalikan oleh gen. Gen memiliki peranan penting salah satunya adalah untuk menentukan jenis kelamin (ekspresi fenotip kelamin).
Mekanisme penentuan jenis kelamin pada Drosophila melanogaster lebih tepat didasarkan atas teori perimbangan genetik.
Teori tersebut menyatakan bahwa untuk menentukan je nis kelamin digunakan indeks kelamin yaitu banyaknya kromosom X dibagi banyaknya autosom (X/A).
Perimbangan dari dua kromosom X
Perimbangan satu kromosom X
dengan dua pasang autosom akan
dengan dua pasang autosom
berkembang menjadi betina.
menentukan jantan
Nisbah kelamin merupakan perbandingan individu-individu jantan dan betina dalam satu spesies yang sama
Melakukan rekontruksi persilangan Drosophila melanogaster strain ♂ m >< ♀m,
♂e >< ♀e, ♂ m >< ♀e beserta resiproknya
Melakukan persilangan Drosophila melanogaster strain ♂ m >< ♀ m, ♂e >< ♀e,
♂ m >< ♀e beserta resiproknya
Pengamatan dan perhitungan jumlah Fenotip pada hasil anakan strain ♂m><♀m (F1 dan F2) strain ♂e >< ♀e (F1 dan F2), strain ♂ m >< ♀e (F1 dan F2) dan strain ♂ e >< ♀ m (F1 dan F2)
Analisis data menggunakan analisis statistika uji Chi Square (X 2)
Pembahasan
Kesimpulan
Nisbah kelamin dari setiap strain
Nisbah kelamin dari setiap strain
tidak menyimpang dari rasio nisbah
menyimpang dari rasio nisbah
kelamin normal yaitu 1 : 1
kelamin normal yaitu 1 : 1
B. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adlah sebagai berikut : 1. H0 = tidak ada perbedaan rasio 1:1 antara frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang diharapkan pada persilangan ♂m><♀m sesuai dengan teori nisbah kelamin pada Drosophila melanogaster . 2. H0 = tidak ada perbedaan rasio 1:1 antara frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang diharapkan pada persilangan ♂e><♀e sesuai dengan teori nisbah kelamin pada Drosophila melanogaster . 3. H0 = tidak ada perbedaan rasio 1:1 antara frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang diharapkan pada persilangan ♂m><♀e sesuai dengan teori nisbah kelamin pada Drosophila melanogaster . 4. H0 = tidak ada perbedaan rasio 1:1 antara frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang diharapkan pada persilangan ♂e><♀e sesuai dengan teori nisbah kelamin pada Drosophila melanogaster .
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif yang dilakukan dengan melakukan pengamatan terhdap jumlah anakan keturunan 1 sampai keturunan ke 7 (F1, F2, F3, F4, F5, F6, dan F7) pada anakan Drosophila melanogaster yang dihasilkan dari persilangan ♂m x ♀m, ♂e x ♀e, ♂m x ♀e dan resiproknya. Data yang diperoleh dianalisis dengan rekonstruksi kromosom kelamin dan diuji dengan uji statistik Chi Squre Test . Maksud dan tujuan dengan menggunakan model Uji Chi Square adalah membandingkan antara fakta yang diperoleh berdasarkan hasil observasi dan fakta yang didasarkan secara teoretis (rasio jantan dan betina yang diamati sesuai dengan rasio jantan dan betina yang diharapkan) (Muslim, 2008)
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari 2016 sampai dengan bulan April 2016, sedangkan tempat penelitiannya di: 1.
Ruang 310 Laboratorium Genetika Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang
2.
Jl. Sumbersari Gang V No. 503, Lowokwaru, Malang
3.
Jl. Salatiga No. 10, Lowokwaru, Malang
C. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini yaitu Drosophila melanogaster yang diperoleh dari stok yang dibiakkan di laboratorium Genetika gedung O5 latntai 3 Jurusan Biologi FMIPA UM. Sedangkan, sampel dalam penelitian ini yaitu Drosophila melanogaster strain e dan m. Pada keturunan F2, sampel diambil dari hasil persilangan sesamu F1 danuntuk keturunan F3, sampel diambil dari hasil persilangan sesama F2 demikian seterusnya hingga F7.
D. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu botol selai, spons, kertas pupasi, spidol, cutter, mikroskop stereo, selang ampulan, gunting, karet, selang sedotan, kain kassa, kuas/ cotton bud, plastic, blender, pisau, timbangan, kompor gas, panci, pengaduk kayu, baskom, lemari es, dan kotak makan. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu Drosophila melanogaster strain e, Drosophila melanogaster strain m, pisang rajamala, tape singkong, gula merah, air, yeast, dan kardus. E. Prosedur Kerja
4. Pembuatan Medium a. Menyiapkan pisang rajamala, tape singkong, gula merah, dan air. b. Menimbang pisang rajamala sebanyak 700 gram, tape singkong tanpa serat sebanyak 200 gram, dan gula merah sebanyak 100 gram untuk satu resep. c. Memblender pisang rajamala dan tape singkong dengan menambahkan air secukupnya. d. Merebus gula merah dengan air secukupnya. e. Memasak hasil blenderan beserta gula merah yang telah direbus dan di tambahkan air hingga adonan sedikit encer selama 45 menit. f.
Menyiapkan botol selai dan spons yang akan digunakan
g. Memasukkan adonan medium (yang telah dimasak selama 45 menit) dalam keadaan panas ke dalam botol selai dan langsung ditutup dengan spons h. Membiarkan medium hingga dingin. i.
Memasukkan 3-4 butir yeast dan kertas pupasi ke dalam botol selai yang berisi medium yang sudah dingin kemudian menutupnya dengan spons kembali.
5. Peremajaan a. Menyiapkan 3 botol selai yang siap digunakan (berisi medium, yeast, dan kerta pupasi) b. Memberi label untuk starin e maupun strain m c. Menyedot beberapa ekor Drosophila melanogaster jantan dan betina untuk masing-masing strain
d. Memasukkan Drosophila melanogaster ke dalam botol selai yang telah diberi label sesuai dengan masing-masing strain
6. Pengampulan untuk persilangan a. Menyiapkan selang ampulan dan spons penutup b. Memotong pisang rajamala dan memasukkannya hingga ke tengah selang ampulan c. Mengambil pupa Drosophila melanogaster yang telah menghitam dengan kuas atau cotton bud yang telah dibasahi dengan air d. Memasukkan pupa ke dalam selang ampulan yang telah berisi potongan pisang rajamala e. Menutup selang dengan spons
7. Persilangan Drosophila melanogaster a. Menyiapkan botol selai yang telah berisi medium, yeast, dan kertas pupasi b. Member label pada botol selai sesuai persilangan yang akan dilakukan (botol A) c. Menyiapkan ampulan Drosophila melanogaster dari masing-masing strain yang ingin disilangkan (berumur 1-2 hari setelah menetas) d. Melakukan persilangan sebanyak 4 kali ulangan untuk masing-masing persilangan e. Setelah persilangan berumur 2 hari, jantan dari persilangan tersebut dikeluarkan dari botol persilangan f.
Menunggu hingga muncul larva pada botol, kemudian memindahkan induk betina ke dalam botol selai baru yang telah siap digunakan (botol B) begitu seterusnya hingga botol C.
g. Menunggu hingga larva menetas, kemudian menghitung jumlah betina dan
jantan Drosophila
melanogaster yang
dihasilkan
dalam
persilangan yang telah dilakukan. h. Pada persilangan F2 langkahnya sama dengan persilangan pada F1, dengan hasil empulan bersal dari F1
i.
F.
Mencatat hasil pengamatan ke dalam tabel pengamatan
Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan menghitung jumlah jantan dan betina hasil persilangan F1 dan F2. Data yang didapat kemudian disajikan dalam bentuk tabel hasil pengamatan sebagai berikut. Table Persilangan Drosophila melanogater ULANGAN
BOTOL
U1
A
♂m><♀m
♂e><♀e
♂e><♀m
♂m><♀e
B C U2
A B C
U3
A B C
U4
A B C
G. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis dengan menggunakan rekonstruksi persilangan kelamin pada masing – masing persilangan. Setelah mengetahui hasil dari rekontruksi persilangan dilanjutkan dengan melakukan uji
χ2 (uji chi square).
BAB V DATA DAN ANALISIS DATA
A. Data (a) Hasil pengamatan Morfologi Dari Masing Masing Strain Drosophila
melanogaster Pengamatan morfologi dilakukan pada dua strain yang digunakan untuk penelitian, yaitu strain m dan e. Hasil dari pengamatan tersebut sebagai berikut : Strain m Strain
m (minniature)
Warna mata
Merah
Warna tubuh
Kuning kecoklatan
Faset Mata
Halus
Sayap
Menutupi sebagian tubuh
Gambar
(a) Jantan
(b) Betina
Sumber : Dokumentasi Pribadi, Maret 2016
Strain e Strain
e (ebony)
Warna mata
Merah
Warna tubuh
Hitam
Faset Mata
Halus
Sayap
Menutupi seluruh tubuh (melebihi bagian posterior)
Gambar
(a) Jantan Sumber : Dokumentasi Pribadi, Maret 2016
(b) Hasil Persilangan
Pada penelitian ini, Drosophila melanogaster yang memiliki strain m
(miniatur) dan e (ebony). Persilangan yang dilakukan adalah ♂m x ♀m, ♂e x ♀e, ♂e x ♀m dan resiproknya. Berdasarkan hasil perhitungan frekuensi jenis kelamin dilakukan pada F1 dan F2 diperoleh data pengamatan sebagai berikut :
Data Pengamatan F1 Drosophila melanogaster (♂m><♀m, ♂e><♀e,
♂m><♀e, ♂e><♀m)
Persilangan Drosophila melanogater strain ♀e >< ♂e Ulangan Generasi
F1
F2
Sex
Jumlah Total 1
2
3
♂
50
41
60
151
♀
67
41
52
160
♂
54
55
52
161
♀
54
50
60
164
Persilangan Drosophila melanogater strain ♀m >< ♂e Ulangan Generasi F1
F2
Sex
Jumlah Total 1
2
3
♂
47
59
42
148
♀
49
52
48
149
♂
49
27
38
114
♀
31
44
45
120
Persilangan Drosophila melanogater strain ♀e >< ♂m Ulangan Generasi
Sex
Jumlah Total 1
2
3
F1
F2
♂
43
55
42
140
♀
47
63
49
159
♂
58
38
43
139
♀
57
52
45
154
Persilangan Drosophila melanogater strain ♀m >< ♂m Ulangan Generasi
Sex
F1
F2
Jumlah Total 1
2
3
♂
45
45
44
134
♀
47
51
50
148
♂
39
44
48
131
♀
44
38
33
115
B. Analisis Data a) Analisis Data menggunakan RekonstruksiPersilangan
Rekonstruksi persilangan ♀m >< ♂m P1 : ♂m Genotip
:
Gamet
:
><
><
¬
m; ¬
♀ m
m
¬
Perbandingan rasionya:
m
F1
♂
♀m
¬
♂
:
♀
1
:
1
P2
:
Genotip
:
Gamet
:
♂ m
><
♀m
><
¬
m; ¬
m
F2
♀ M
♂
m
¬
¬
♂
Perbandingan rasionya:
: :
1
b. Rekonstruksi persilangan ♂ m >< ♀ e P1 : ♂ m
Genotip
:
Gamet
:
+ +
♀ 1
><
><
¬
e+ m ; e+ ¬
e m +
♂
+
e m e+ ¬
Perbandingan rasionya:
+
+
+
(♀N)
+
¬
♂ 1
e m+
F1
♀
♀ e
(♂N)
: :
♀ 1
+ +
P2
♀N
:
Genotip
:
Gamet
:
+
♂N
><
+
><
+
+
¬
e+ m+
e+ m+
e+ m
e+ ¬
e m+
e m+
e m
e ¬
F2
e+ m+
+
+
e m
+
+
e+ ¬
e m+
e ¬
e+ m
+
+ +
+
+
+
+
+
+
¬ +
+
+
+
+
¬
+
+
+ ¬
+
Perbandingan rasionya:
e m+
+
+
+
+
+
¬ +
e m
+
+
+
¬ +
+
¬
¬
+
♂
:
♀
8 1
: :
8 1
Rekonstruksi persilangan ♂e >< ♀ m
¬
P1
♂e
:
><
Genotip
:
Gamet
+
¬
><
+
:
e m ;e¬
♀m
+
+
+
e m
F1 e+ m
♀ ♂
e m+ e¬
Perbandingan rasionya:
+
+
(♀N)
+
(♂e)
¬
♂
: :
1 P2
:
♂e
Genotip
:
Gamet
:
F2
+
♀ 1 ><
¬
><
♂N
+
+
e+ m
e+ m+
e+ ¬
e+ m
e m
e m+
e ¬
e m
e+ m+
e+ m
e+ ¬
+
+ +
+
e m
+
e ¬
+
e+ m
+
+
e m+
+
+
+
+
+
+
¬
+
Perbandingan rasionya:
+
+ ¬
¬
+
+
+
¬ +
e m
+
+
¬
¬
¬
♂
+
: : :
8 1
¬
♀ 8 1
b. Analisis Data Menggunakan Uji Chi – Square (X2 ) 1. Persilangan Drosophila melanogater strain ♂m >< ♀m
(F1) Persilangan Drosophila melanogater strain ♂m >< ♀m
Perbandingan rasio ♂ : ♀ pada F1 adalah 1 : 1. Rasio tersebut digunakan dalam perhitungan Chi Square sebagai berikut:
Sex
Fo
fh
fo-fh
(fo-fh)2
( fo fh) 2
χ 2 tabel 5 %
fh
♂
134
141
-7
49
0,34751773
♀
148
141
7
49
0,34751773
χ2 hitung
0,695035461
χ2 hitung (0,695035461) < χ 2 tabel 5 % (3,841), H 0 diterima berarti tidak ada perbedaan rasio F1 yang muncul pada pesilangan Drosophila melanogater strain
♂m >< ♀m
3,841
(F2) Persilangan Drosophila melanogater strain ♂m >< ♀m
Perbandingan rasio ♂ : ♀ pada F2 adalah 1 : 1. Rasio tersebut digunakan dalam perhitungan Chi Square sebagai berikut:
Sex
Fo
fh
fo-fh
(fo-fh)2
( fo fh) 2
χ 2 tabel 5 %
fh
♂
131
123
8
64
0,520325203
♀
115
123
-8
64
0,520325203
χ2 hitung
3,841
1,040650407
χ2 hitung (1,040650407) < χ 2 tabel 5 % (3,841), H 0 diterima berarti tidak ada perbedaan rasio F2 yang muncul pada pesilangan Drosophila melanogater strain
♂m >< ♀m 2. Persilangan Drosophila melanogater strain ♂e >< ♀e
F1 Uji Chi Square Persilangan Drosophila melanogater strain ♂ e >< ♀e
Sex
Fo
Fh
fo-fh
(fo-fh)2
( fo fh) 2 fh
Perbandingan rasio ♂ : ♀ pada F1 adalah 1 : 1. Rasio tersebut digunakan dalam perhitungan Chi Square sebagai berikut:
χ 2 tabel 5 %
♂
151
155,5
-4,5
20,25
♀
160 Fo
155,5 fh
4,5 fo-fh
20,25 (fo-fh)2
Sex
χ2 hitung
0,13022508
0,13022508 χ 2 tabel 5 % ( fo fh) 2
fh 0,26045016
♂
161
162,5
-1,5
2,25
0,013846153
♀
164
162,5
1,5
2,25
0,013846153
χ2 hitung
0,027692307
χ2 hitung (0,26045016) < χ 2 tabel 5 % (3,841), H 0 diterima berarti tidak ada perbedaan rasio F1 yang muncul pada pesilangan Drosophila melanogater strain
♂e >< ♀e
F2 Uji Chi square Persilangan Drosophila melanogater strain ♂e >< ♀e
Perbandingan rasio ♂ : ♀ pada F2 adalah 1 : 1 digunakan dalam perhitungan Chi Square
χ2 hitung (0,027692307) < χ 2 tabel 5 % (3,841), H 0 diterima berarti tidak ada perbedaan rasio F2 yang muncul pada pesilangan Drosophila melanogater strain
♂e >< ♀e
3,841
F1 Persilangan Drosophila melanogater strain ♂m >< ♀e
Perbandingan rasio ♂ : ♀ pada F1 adalah 1 : 1. Rasio tersebut digunakan dalam perhitungan Chi Square sebagai berikut:
3,841
Sex
Fo
fh
fo-fh
(fo-fh)2
( fo fh) 2
χ 2 tabel 5 %
fh
♂
140
149,5
-9,5
90,25
0,603678929
♀
159
149,5
9,5
90,25
0,603678929
χ2 hitung
3,841
1,20735786
χ2 hitung (1,20735786) < χ 2 tabel 5 % (3,841), H 0 diterima berarti tidak ada perbedaan rasio F1 yang muncul pada pesilangan Drosophila melanogater strain
♂m >< ♀e
F2 Persilangan Drosophila melanogater strain ♂m >< ♀e
Perbandingan rasio ♂ : ♀ pada F2 adalah 1 : 1. Rasio tersebut digunakan dalam perhitungan Chi Square sebagai berikut:
Sex
Fo
Fh
fo-fh
(fo-fh)2
( fo fh) 2
χ 2 tabel 5 %
fh
♂
139
146,5
-7,5
56,25
0,383959044
♀
154
146,5
7,5
56,25
0,383959044
χ2 hitung
0,767918088
χ2 hitung (0,767918088) < χ 2 tabel 5 % (3,841), H 0 diterima berarti tidak ada perbedaan rasio F2 yang muncul pada pesilangan Drosophila melanogater strain
♂m >< ♀e
3,841
F1 Uji Chi Square Persilangan Drosophila melanogater strain ♂e >< ♀m
Perbandingan rasio ♂ : ♀ pada F1 adalah 1 : 1. Rasio tersebut digunakan dalam perhitungan Chi Square sebagai berikut:
Sex
Fo
fh
fo-fh
(fo-fh)2
( fo fh) 2
χ 2 tabel 5 %
fh
♂
148
148,5
-0,5
0,25
0,001683501684 3,841
♀
149
148,5
0,5
0,25
0,001683501684
χ2 hitung
0,003367003367
χ2 hitung (0,003367003367) < χ 2 tabel 5 % (3,841), H 0 diterima berarti tidak ada perbedaan rasio F1 yang muncul pada pesilangan Drosophila melanogater strain
♂e >< ♀m
F2 Persilangan Drosophila melanogater strain ♂e >< ♀m
Perbandingan rasio ♂ : ♀ pada F2 adalah 1 : 1. Rasio tersebut digunakan dalam perhitungan Chi Square sebagai berikut:
Sex
Fo
Fh
fo-fh
(fo-fh)2
( fo fh) 2
χ 2 tabel 5 %
fh
♂
114
117
-3
9
0.076923076
♀
120
117
3
9
0.076923076
χ2 hitung
0,153846153
3,841
χ2 hitung (0,153846153) < χ 2 tabel 5 % (3,841), H 0 diterima berarti tidak ada perbedaan rasio F2 yang muncul pada pesilangan Drosophila melanogater strain
♂e >< ♀m.
BAB VI PEMBAHASAN
Nisbah kelamin adalah jumlah individu-individu jantan dibagi dengan jumlah individu-individu betina dalam suatu spesies yang sama (Herskowitz, 1965). Kromosom kelamin pada lalat buah ( Drosophila melanogaster ) diketahui memiliki tipe XX (betina) dan XY (jantan). Tipe kromosom XX – XY ini kebanyakan juga diketahui pada hewan tingkat tinggi termasuk manusia (Corebima, 2013: 38). Hal ini juga jelaskan oleh oleh (Maxon, dkk 1985 dalam Corebima, 2013 : 58) bahwa Penentuan jenis kelamin XY, individu betina akan memproduksi sel telur yang membawa kromosom X dan individu jantan
memproduksi dua macam gamet (X dan Y) dalam jumlah yang kurang lebih sama. Konsekuensi dari hukum segregasi Mendel dan adanya fertilisasi acak pada pasangan kromosom XY, maka jenis kelamin yang akan terjadi yaitu dengan perbandingan 1 : 1 antara individu jantan dan individu betina Menurut T.H Morgan dan C. B. Bridges (1910) dalam Corebima (2013: 46) menyatakan bahwa individu betina Drosophila melanogaster mempunyai dua kromosom kelamin X yang identik (XX), sedangkan individu jantan mempunyai kromosom kelamin XY. Dari hal tersebut diketahui bahwa individu betina Drosophila melanogaster mewarisi satu kromosom kelamin X dari induk jantan, dan satu kromosom kelamin X lainnya dari induk betina, sedangkan individu jantan mewarisi satu kromosom kelamin X dari induk betina, dan satu kromosom kelamin Y dari induk jantan. Sedangkan, dari dua kromosom kelamin X pada individu betina (XX) satu kromosom diwariskan kepada keturunan betina, dan yang lainnya diwariskan pada keturunan jantan, sedangkan pada kromosom kelamin XY pada individu jantan , kromosom X diwariskan pada keturunan betina, dan kromosom Y diwariskan pada keturunan jantan. Berdasarkan hal tersebut jelas bahwa suatu sifat yang dikendalikan oleh faktor yang terletak pada kromosom kelamin X akan mengalami suatu pewarisan menyilang (crisscross inheritance). Dari hal tersebut, Ekspresi kelamin pada Drosophila melanogaster ditentukan gen pada kromosom kelamin Y, dan karena individu jantan menghasilkan gamet – gamet pembawa kromosom kelamin X dan pembawa kromosom kelamin Y dalam jumlah yang hampir sama, maka atas dasar hukum pemisahan Mendel kedua serta Crisscross inheritance, kelamin seharusnya memperlihatkan proporsi rasio 1 : 1. Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan rekonstruksi kromosom dan uji Chi-square (X 2) didapatkan hasil bahwa pada persilangan antara Drosophila melanogaster strain ♂m >< ♀m tidak terjadi penyimpangan rasio nisbah kelamin normal yaitu 1 : 1 pada generasi F1 maupun F2 nya, hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah kelamin jantan dan kelamin betina pada generasi pertama (F1) dan generasi kedua (F2) jumlahnya relatif sama. Dari hasil perhitungan Chi Square (X 2 ) yang telah dilakukan pada keempat persilangan, yaitu ♂m x ♀m, ♂e x ♀e, ♂m x ♀e dan ♂e x ♀m menunjukkan bahwa χ2 hitung
lebih kecil dari nilai χ2 tabel 5 % baik pada keturunan pertama (F1) dan keturunan kedua (F2). Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima sedangkan H1 ditolak yang berarti bahwa tidak terjadi penyimpangan nisbah pada nisbah kelamin normal dengan rasio 1 : 1. Hasil tersebut sesuai dengan penjelasan Maxson (1985) dalam Corebima (2013) yang menyatakan bahwa dasar hukum pemisahan mendel II kromosom kelamin seharusnya memperlihatkan proporsi 1 : 1. Pada keturunan pertama (F1) dari persilangan strain ♂m >< ♀m
menunjukka nilai χ2 hitung (0,695035461) lebih kecil dari χ2 tabel 5 % (3,841), kemudian pada keturunan kedua (F2) dari persilangan strain ♂m >< ♀m
menunjukka nilai χ2 hitung (1,040650407) lebih kecil dari χ2 tabel 5 % (3,841). Dari kedua hasil perhitungan tersebut H0 ditolak dan hipotesis penelitian diterima yang dapat diartikan bahwa tidak terjadi penyimpangan nisbah dari nisbah kelamin normal dengan rasio 1 : 1 pada kedua generasi yang diamati. Kemudian pada keturunan pertama (F1) dari persilangan strain ♂e >< ♀e menunjukka nilai
χ2 hitung (0,695035461) lebih kecil dari χ2 tabel 5 % (3,841) dan p ada keturunan kedua (F2) dari persilangan strain ♂e >< ♀e menunjukkan nilai χ2 hitung (0,027692307) lebih kecil dari χ2 tabel 5 % (3,841). Dari hasil dikarenakan χ2 hitung yang lebih kecil dari χ2 tabel 5 % maka H0 ditolak dan hipotesis penelitian diterima yang dapat diartikan bahwa tidak terjadi penyimpangan nisbah dari nisbah kelamin normal dengan rasio 1 : 1 pada kedua generasi yang diamati. Selanjutnya pada persilangan strain ♂m >< ♀e beserta resiproknya, juga menunjukkan kesesuaian dengan teori nisbah kelamin normal yaitu dengan rasio perbandingan 1 : 1 pada kedua generasi yang diamati. Pada persilangan F1 strain
♂m >< ♀e menunjukkan χ2 hitung yaitu 1,20735786 dan pada persilangan F2 menunjukkan nilai χ2 hitung yaitu 0,767918088. Pada persilangan F1 strain ♂e x
♀m menunjukkan nilai χ2 hitung yaitu 0,003367003367 dan pada persilangan F2 menunjukkan nilai χ2 hitung yaitu 0,153846153. Karena χ2 hitung lebih kecil dari
χ 2 tabel 5 % (3,841) maka tidak ada perbedaan rasio F1 dan F2 yang muncul pada pesilangan Drosophila melanogater strain ♂m >< ♀e maupun ♂e >< ♀m. Dari perhitungan yang dilakukan, keseluruhan data menunjukkan tidak adanya penyimpangan terhadap nisbah kelamin normal dengan perbandingan 1 : 1. Menurut Stanfield dan Gardner dalam Corebima (2013: 23) menyatakan bahwa
kromosom Y mempunyai peranan terhadap fertilitas jantan. Menurut Tamarin, dkk (1991) dalam Corebima (2013: 20) mekanisme ekspresi kelamin X/A pada Drosophila melanogaster diketahui bersangkut paut dengan beberapa gen pada kromosom X maupun autosom, salah satunya adalah gen Sxl (sex - lethal) yang terdapat pada kromosom X, serta beberapa gen lain pada kromosom X maupun autosom. Gen Sxl (sex - lethal)
tampaknya mempunyai dua macam keadaan
aktivitas (Tamarin 1991 dalam Corebima 2013: 20) yaitu “keadaan sedang bekerja” dan “keadaan tidak sedang bekerja”. Pada keadaaan sedang bekerja, gen Sxl (sex - lethal)
bertanggung jawab atas perkembangan betina, tetapi pada
keadaan sedang tidak bekerja, maka yang berkembang adalah kelamin jantan. Gen Sxl ternyata ternyata diregulasi oleh gen-gen lain yang terletak pada kromosom X maupun autosom. Gen-gen pada kromosom X menggiatkan gen Sxl supaya bekerja (mendorong perkembangan betina), gen-gen pada kromosom X tersebut
disebut sebagai “ elemen -elemen numerator” karena gen -gen itu bekerja atas numerator keseimbangan genik ( genic balance) X/A. Namun dilain hal gen – gen pada autosom mempengaruhi gen Sxl
agar tidak bekerja (mendorong
perkembangan jantan) disebut sebagai “elemen -elemen denominator”. Selain itu, Menurut Tamarin, dkk (1991) dalam Corebima (2013: 21) ditemukan juga informasi tentang peranan gen dsx (doublesex) dan gen tra (transformer) terhadap fenotip kelamin Drosophila melanogaster . Baik gen dsx maupun gen tra sama – sama merupakan gen resesif autosomal. Pada Stansfield (1983) dalam Corebima (2013: 21) ditemukan informasi definitif yang menyatakan bahwa gen tra terletak pada kromosom 3. Gen dsx mengubah individu jantan maupun betina menjadi individu intrasex (Tamarin, 1991 dalam Corebima, 2013: 21) sedangkan gen tra mengubah individu betina (berdasarkan konstitusi kromosom) menjadi individu jantan steril. Pada Drosophila melanogaster juga sering terjadi penyimpangan nisbah kelamin, tidak sesuai dengan rasio kelamin normal yang memiliki perbandingan 1:1. Hal demikian ini dapat disebabkan oleh berapa faktor, diantaranya yaitu viabilitas, pautan gen resesif letal, karakteristik fisik dari spermatozoa, keberadaan dari gen tra (transformer), suhu, segregation distortion, umur jantan, faktor
genetik, dan peristiwa non disjunction. Selain faktor – faktor yang telah disebutkan, faktor – faktor lain yang mempengaruhi terjadinya penyimpangan kelamin antara lain adalah faktor lingkungan misalnya kurang sterilnya wadah dan gabus penutup selain itu medium yang digunakan untuk mengembangbiakkan Drosophila melanogaster yang sering berjamur maupun terdapt kutu sehingga dapat menggagu rasio kelamin yang muncul. Pada persilangan heterogami frekuensi terjadinya penyimpangan nisbah kelamin lebih tinggi daripada persilangan homogami, hal ini disebabkan karena pada persilangan heterogami lebih banyak mengandung gen – gen yang mengalami mutasi sehingga frekuensi terjadinya penyimpangan rasio kelamin lebih besar.
BAB VII PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Tidak terdapat penyimpangan nisbah dari nisbah kelamin normal dengan rasio 1:1 pada persilangan ♂m >< ♀m pada generasi pertama (F1) dan kedua (F2) 2. Tidak terdapat penyimpangan nisbah dari rasio nisbah kelamin 1:1 pada persilagan ♂e >< ♀e pada generasi pertama (F1) dan kedua (F2) 3. Tidak terdapat penyimpangan nisbah dari rasio nisbah kelamin 1:1 pada persilangan ♂m >< ♀e pada generasi pertama (F1) dan kedua (F2) 4. Tidak terdapat penyimpangan nisbah dari rasio nisbah kelamin 1:1 pada persilangan ♂e >< ♀m pada generasi pertama (F1) dan kedua (F2) Dikarenakan data masih terbatas pada generasi pertama dan kedua, maka masih dimungkinkan dapat terjadi penyimpangan nisbah, yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu, karakteristik spermatozoa, viabilitas, gen transformer (tra), pautan dan resesif letal, suhu, segregation distorsion, dan umur jantan.
B. Saran
1. Dalam melakukan penelitian diharapkan praktikan lebih rajin, ulet, giat dan lebih telaten dalam mengerjakan proyek yang diberikan. 2. Dalam melakukan persilangan Drosophila melanogaster sebaiknya faktorfaktor internal maupun eksternal seperti medium, botol dan tutup gabus harus steril sehingga tidak berpengaruh terhadap hasil penelitian sehingga hasil penelitian lebih akurat dan lebih valid. 3. Diharapkan kepada mahasiswa biologi lain yang ingin meneliti tentang proyek nisbah kelamin ini, lebih banyak mencari dan mendalami referensi
– referensi yang berkngaitan dengan nisbah kelamin Drosophila melanogaster. 4. Diharapkan pada peneliti dan mahasiswa lain yang ingin meneliti tentang nisbah kelamin ini tidak mudah putus asa, hati-hati, penuh kesabaran, dan dengan semangat yang tinggi sehingga nantinya dapat memperoleh data yang lengkap dan akurat.
DAFTAR RUJUKAN
Campbell,dkk. 2008. Biologi Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga Corebima, A.D. 2013. Genetika Mendel. Surabaya: Airlangga University Press. Corebima, A.D. 2013. Genetika Kelamin. Airlangga University Press. Farida, 1996. Pengaruh Suhu Terhadap Nisbah Kelamin Drosophila mel anogaster. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FMIPA-IKIP Malang. Dobzhansky, dkk. 1958. Principles of Genetics. New York : McGraw-Hill Book Company Inc. Gardner, E. J. 1991. Principles of Genetics. New York: John Willey and Soons, Inc. Herkowitz, Irwin H. 1965. Genetics Second Edition. Boston and Toronto: Little, Brown and Company. Henuhili, V. 2012. Petunjuk Praktikum Genetika. Yogyakarta: UNY Karmana, W. I. 2010. Nisbah Kelamin Pada Persilangan Homogami D. Melanogaster