MODUL 08 MANAJEMEN KONSTRUKSI PEMBANGUNAN IPLT DAN IPAL
K E M E N T E R I A N D I R E K T O R A T
P E K E R J A A N
J E N D E R A L
C I P T A
U M U M K A R Y A
DIREKTORAT PENGEMBANGAN PENYEHATAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN
2
DAFTAR ISI 1. UMUM .................................................................................................................................... 405 2. TAHAPAN .............................................................................................................................. 405 2.1 Tahap Persiapan/Pra Desain ............................................................................................ 405 2.2 Tahap Perencanaan/Desain ............................................................................................. 406 2.3 Tahap Pelelangan Dan Keputusan Pemenang ................................................................. 406 2.4 Tahap Pelaksanaan/Konstruksi ....................................................................................... 407 3. PENDUKUNG TEKNIS PENGELOLAAN PROYEK ........................................................... 409 3.1 Organisasi Proyek ........................................................................................................... 409 3.2 Rapat konstruksi dan Rapat Koordinasi .......................................................................... 409 3.3 Jadwal Pelaksanaan Proyek ............................................................................................. 410 3.4 Metode Pelaksanaan Pekerjaan ....................................................................................... 414 3.5 Analisis Harga Satuan Pekerjaan .................................................................................... 415 3.6 Rencana Biaya Pekerjaan/Proyek dan Rencana Arus Kas .............................................. 416 3.7 Pengendalian Biaya Pelaksanaan Proyek ........................................................................ 417 4. KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA ................................................................... 418 5. MANAJEMEN RISIKO.......................................................................................................... 420 5.1 Manajemen Resiko dalam Proyek Konstruksi ................................................................ 421 5.2 Manfaat Manajemen Risiko ............................................................................................ 422 5.3 Tahapan Manajemen Risiko ............................................................................................ 424 6. PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN ........................................................................... 426 6.1 Ketentuan Umum ............................................................................................................ 428 6.2 Ketentuan Teknis ............................................................................................................ 430 6.3 Profil Hidrolis IPLT dan IPAL........................................................................................ 436 6.4 As Built Drawing dan Shop Drawing ............................................................................. 437
i
DAFTAR GAMBAR
Gambar 6.1. Alur Kerja Pelaksanaan Konstruksi...................................................................... 427
DAFTAR TABEL Tabel 6.1. Penanganan Kebocoran ............................................................................................ 435
ii
MANAJEMEN KONSTRUKSI
1.
UMUM
Kegiatan Manajemen Konstruksi meliputi pengendalian waktu, biaya, pencapaian sasaran fisik (kuantitas dan kualitas), dan tertib administrasi dalam pembangunan bangunan gedung negara, mulai dari tahap persiapan, tahap perencanaan, tahap pelaksanaan konstruksi sampai dengan masa pemeliharaan (Permen PU no 45 Tahun 2007)
2.
TAHAPAN
Kegiatan Manajemen Konstruksi terdiri atas: 1. Tahap persiapan/pra desain 2. Tahap perencanaan/desain 3. Tahap pelelangan dan keputusan pemenang 4. Tahap pelaksanaan/konstruksi
2.1
Tahap Persiapan/Pra Desain
Pada tahap persiapan, kegiatan yang dilakukan adalah (Permen PU no 45 Tahun 2007) : a. membantu pengelola kegiatan melaksanakan pengadaan penyedia jasa perencanaan, termasuk menyusun Kerangka Acuan Kerja (KAK), memberi saran waktu dan strategi pengadaan, serta bantuan evaluasi proses pengadaan; b. membantu Pengelola Kegiatan dalam mempersiapkan dan menyusun program pelaksanaan seleksi penyedia jasa pekerjaan perencanaan; c. membantu Panitia Pengadaan Barang dan Jasa dalam penyebarluasan pengumuman seleksi penyedia jasa pekerjaan perencanaan, baik melalui papan pengumuman, media cetak, maupun media elektronik; d. membantu Panitia Pengadaan Barang dan Jasa melakukan pra-kualifikasi calon peserta seleksi penyedia jasa pekerjaan perencanaan; e. membantu memberikan penjelasan pekerjaan pada waktu rapat penjelasan pekerjaan; f.
membantu Panitia Pengadaan Barang dan Jasa dalam menyusun Harga Perhitungan Sendiri (HPS)/Owner’s Estimate (OE) pekerjaan perencanaan;
405
g. membantu melakukan pembukaan dan evaluasi terhadap usulan teknis dan biaya dari penawaran yang masuk; h. membantu menyiapkan draft surat perjanjian pekerjaan perencanaan; i.
2.2
membantu pengelola kegiatan menyiapkan surat perjanjian pekerjaan perencanaan.
Tahap Perencanaan/Desain
Pada tahap perencanaan, kegiatan yang dilakukan adalah (Permen PU no 45 Tahun 2007) : a. mengevaluasi program pelaksanaan kegiatan perencanaan yang dibuat oleh penyedia jasa perencanaan, yang meliputi program penyediaan dan penggunaan sumber daya, strategi dan pentahapan penyusunan dokumen lelang; b. memberikan konsultansi kegiatan perencanaan, yang meliputi penelitian dan pemeriksaan hasil perencanaan dari sudut efisiensi sumber daya dan biaya, serta kemungkinan keterlaksanaan konstruksi; c. mengendalikan program perencanaan, melalui kegiatan evaluasi program terhadap hasil perencanaan, perubahan-perubahan lingkungan, penyimpangan teknis dan administrasi atas persoalan yang timbul, serta pengusulan koreksi program; d. melakukan koordinasi dengan pihak-pihak yang terlibat pada tahap perencanaan; e. menyusun laporan bulanan kegiatan konsultansi manajemen konstruksi tahap perencanaan, merumuskan evaluasi status dan koreksi teknis bila terjadi penyimpangan; f.
meneliti kelengkapan dokumen perencanaan dan dokumen pelelangan, menyusun program
g. pelaksanaan pelelangan bersama penyedia jasa perencanaan, dan ikut memberikan penjelasan pekerjaan pada waktu pelelangan, serta membantu kegiatan panitia pelelangan; h. menyusun laporan dan berita acara dalam rangka kemajuan pekerjaan dan pembayaran angsuran pekerjaan perencanaan; i.
2.3
mengadakan dan memimpin rapat-rapat koordinasi perencanaan, menyusun laporan hasil rapat koordinasi, dan membuat laporan kemajuan pekerjaan manajemen konstruksi.
Tahap Pelelangan Dan Keputusan Pemenang
Pada tahap pelelangan dan keptusan pemenang, kegiatan yang dilakukan adalah (Permen PU no. 45 Tahun 2007) :
406
a. membantu Pengelola Kegiatan dalam mempersiapkan dan menyusun program pelaksanaan pelelangan pekerjaan konstruksi fisik; b. membantu Panitia Pengadaan Barang dan Jasa dalam penyebarluasan pengumuman pelelangan, baik melalui papan pengumuman, media cetak, maupun media elektronik; c. membantu Panitia Pengadaan Barang dan Jasa melakukan pra-kualifikasi calon peserta pelelangan (apabila pelelangan dilakukan melalui prakualifikasi); d. membantu memberikan penjelasan pekerjaan pada waktu rapat penjelasan pekerjaan; e. membantu Panitia Pengadaan Barang dan Jasa dalam menyusun Harga Perhitungan Sendiri (HPS)/Owner’s Estimate (OE) pekerjaan konstruksi fisik; f.
membantu melakukan pembukaan dan evaluasi terhadap penawaran yang masuk;
g. membantu menyiapkan draft surat perjanjian pekerjaan pelaksanaan konstruksi fisik; h. menyusun laporan kegiatan pelelangan.
2.4
Tahap Pelaksanaan/Konstruksi
Pada tahap pelaksanaan/konstruksi, kegiatan yang dilakukan adalah (Permen PU no 45 Tahun 2007) : a. mengevaluasi program kegiatan pelaksanaan fisik yang disusun oleh pelaksana konstruksi, yang meliputi program-program pencapaian sasaran fisik, penyediaan dan penggunaan sumber daya berupa: tenaga kerja, peralatan dan perlengkapan, bahan bangunan, informasi, dana, program Quality Assurance /Quality Control, dan program kesehatan dan keselamatan kerja (K3); b. mengendalikan program pelaksanaan konstruksi fisik, yang meliputi program pengendalian sumber daya, pengendalian biaya, pengendalian waktu, pengendalian sasaran fisik (kualitas dan kuantitas) hasil konstruksi, pengendalian perubahan pekerjaan, pengendalian tertib administrasi, pengendalian kesehatan dan keselamatan kerja; c. melakukan evaluasi program terhadap penyimpangan teknis dan manajerial yang timbul, usulan koreksi program dan tindakan turun tangan, serta melakukan koreksi teknis bila terjadi penyimpangan; d. melakukan koordinasi antara pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan konstruksi fisik; e. melakukan kegiatan pengawasan yang terdiri atas:
memeriksa dan mempelajari dokumen untuk pelaksanaan konstruksi yang akan dijadikan dasar dalam pengawasan pekerjaan di lapangan;
407
f.
408
mengawasi pemakaian bahan, peralatan dan metode pelaksanaan, serta mengawasi ketepatan waktu, dan biaya pekerjaan konstruksi;
mengawasi pelaksanaan pekerjaan konstruksi dari segi kualitas, kuantitas, dan laju pencapaian volume/ realisasi fisik;
mengumpulkan data dan informasi di lapangan untuk memecahkan persoalan yang terjadi selama pekerjaan konstruksi;
menyelenggarakan rapat-rapat lapangan secara berkala, membuat laporan mingguan dan bulanan pekerjaan manajemen konstruksi, dengan masukan hasil rapat-rapat lapangan, laporan harian, mingguan dan bulanan pekerjaan konstruksi fisik yang dibuat oleh pelaksana konstruksi;
menyusun laporan dan berita acara dalam rangka kemajuan pekerjaan dan pembayaran angsuran pekerjaan pelaksanaan konstruksi ;
meneliti gambar-gambar untuk pelaksanaan (shop drawings) yang diajukan oleh pelaksana konstruksi;
meneliti gambar-gambar yang sesuai dengan pelaksanaan di lapangan (As Built Drawings) sebelum serah terima I;
menyusun daftar cacat/kerusakan sebelum serah terima I (pertama), dan mengawasi perbaikannya pada masa pemeliharaan;
bersama-sama dengan penyedia jasa perencanaan menyusun petunjuk pemeliharaan dan penggunaan bangunan gedung;
menyusun berita acara persetujuan kemajuan pekerjaan, serah terima pertama, berita acara pemeliharaan pekerjaan dan serah terima kedua pekerjaan konstruksi, sebagai kelengkapan untuk pembayaran angsuran pekerjaan konstruksi;
membantu pengelola kegiatan dalam menyusun Dokumen Pendaftaran;
membantu pengelola kegiatan dalam penyiapan kelengkapan dokumen Sertifikat Laik Fungsi (SLF) dari Pemerintah Kabupaten/Kota setempat.
menyusun laporan akhir pekerjaan manajemen konstruksi.
3.
PENDUKUNG TEKNIS PENGELOLAAN PROYEK
3.1
Organisasi Proyek
Tipe atau bentuk organisasi proyek dari kontraktor sebagai pelaksana proyek sangat bervariasi, tergantung pada : a. b. c. d. e. f.
Besarnya nilai proyek Tingkat teknologi dan kompleksitas proyek Luasnya area dan jangkauan proyek Macam dan jenis pekerjaan proyek Besar dan banyaknya ragam sumber daya yang harus dikeoloa untuk kepentingan proyek Kebutuhan manajer proyek dan atau perusahaan kontraktor yang bersangkutan atau karena rekomendasi dan persetujuan peilik proyek dengan tetap mempertimbangkan efektifitas operasional pelaksanaan proyek.
3.2 Rapat konstruksi dan Rapat Koordinasi Rapat konstruksi dan rapat koordinasi : a. Eksternal Rapat konstruksi dan rapat koordinasi eksternal adalah wadah komunikasi dan koordinasi yang terdiri dari pemilik proyek, konsultan pengawas (dan atau konsultan manajemen konstruksi) dan kontraktor atau pihak lainyang berkentingan dengan materi rapat tersebut dalam rangka penyelesaian proyek. Rapat konstruksi : Biasanya dilakukan satu bulan sekali atau tergantung kebutuhan Biasanya dilakukan di tempat pemilik proyek/kantor proyek Rapat formal Undangan resmi diberikan Materi yang dibahas sudah tertentu Peserta membawa data dan alternative usulan penyelesaian masalah proyek, rencana kerja proyek berikutnya dan sebagainya. Keputusan merupakan kesepakatan bersama dan dituangkan dalam berita acara rapat Rapat Koordinasi : Biasanya dilakukan satu minggu sekali atau tergantung kebutuhan dan kepentingan Dilakukan di tempat pemilik proyek/kantor proyek Rutin, tanpa undangan resmi, cukup pemberitahuan langsung
409
Materi yang dibahas sekitar rencana kerja, kesiapan sumber daya, kemajuan pekerjaan, laporan kemajuan pekerjaan dan hal-hal yang berhubungan dengan kelancaran pelaksanaan proyek Biasanya dilakukan dalam suasana informal dan terencana Peserta rapat siap membawa data dan materi usulan Melaksanakan koordinasi yang perlu untuk mendapatkan penyelesaian bersama Rapat dipimpin oleh coordinator pelaksana lapangan atau site engineer dari pemilik proyek
Untuk menperoleh hasil keputusan rapat konstruksi yang semaksimal mungkin dan bisa menampung kepentingannya, manajer proyek sebagai wakil perusahaan harus mempunyai strategi yang tepat agar keputusan rapat konstruksi mengakomodasi kepentingannya dengan baik. b. Internal. Dengan periode yang hamper bersamaan atau sebaliknya, sebelum periode rapat eksternal, rapat konstruksi dan rapat koordinasi internal dilakukan majer proyek bersama stafnya. Terutama staf yang terkait dengan permasalahan yang dibahas. Rapat internal proyek berfungsi : 3.3
Sebagai sarana komunikasi dan koordinasi Sebagai sarana konsolidasi dan pembinaan Sebagai sarana strategi dan penyelesaian rencana kerja dan permasalahan proyek Jadwal Pelaksanaan Proyek
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam membuat jadwal pelaksanaan proyek : a. Kebutuhan dan fungsi proyek tersebut b. Keterkatan dengan proyek berikutnya ataupun kelanjutan dari proyek sebelumnya c. Alasan sosial politis d. Kondisi alam dan lokasi royek e. Keterjangkauan lokasi proyek ditinjau dari fasilitas perhubungannya. f.
410
Ketersediaan dan keterkaitan sumber daya material, perlatan dan manual pelengkap lainnya yang menunjang terwujudnya proyek yang bersangkutan
g. Kapasitas/daya tampung area kerja proyek terhadap sumber daya yang dipergunakan selama operasional pelaksanaan berlangsung h. Produktifitas sumber daya, peralatan proyek, tenaga kerja proyek selama operasional berlangsung dengan referensi dan perhitungan yang memenuhi aturan teknis i.
Cuaca, musim, debit banjir, skala gempa tahunan
j.
Referensi hari kerja efektif (pekerjaan) dengan mempertimbangkan hari-hari libur resmi nasional, daerah dan hari-hari keagamaan serta adat setempat dimana proyek berada.
k. Kemungkinan lain yang sering terjadi di daerah atau wilayah proyek tersebut berada l.
Kesiapan sumber daya finansial proyek atau ketersediaan dana proye yang bersangkutan.
Bila ada kontraktor yng terlambat menyelesaikan proyeknya dari jadwal yang telah ditentukan, maka ada dua kemungkinan yang menjadi penyebabnya yaitu :
Adanya halangan atau kejadian yang memang di luar perhitungan dan pertimbangan dalam perencanaan waktu proyek
Program kerja dan pengendalian pelaksanaan proyek oleh ntraktor tersebut tidak berjalan sebagai mana mestinya.
Pembuatan jadwal pelaksanaan proyek : a. Bar Chart Bar Chart atau diagram balok adalah jadwal yang paling banyak digunakan karena mudah dibuat dan dimengerti oleh pembacanya, diagram balok ini dikembangkan Henry L Gantt sekitar awal abad 19. Karena pembuatan dan penampilan informasinya sederhana dan hanya menyampaikan dimensi waktu dari masing-maasing kegiatannya, maka bar chart lebih tepat menjadi alat komunikasi untuk menggambarkan kemajuan pelaksanaan proyek kepada manajemen senior. Bar chart tidak menginformasikan ketergantungan antar kegiatan dan tidak mengindikasi kegiatan mana saja yang erada dalam lintasan kritisnya. b. Kurva S Kurva S dikembangkan oleh Jenderal Waren Hannum, perwira Zeni dari Amerika Serikat, atas pengamatan proyeknya samapi selesainya proyek yang bersangkutan. Kurva S atau Hannum Curve digunakan sebagai :
Pengarahan penilaian atas progress pekerjaan
411
Pada permulaan menunjukkan progress yang sangat kecil. Maka rencana juga harus realistis sesuai dengan kemamuan dan kondisi persiapan pekerjaan
Sangat membantu perencana proyek. Suatu proyek umumnya dimula dengan rencana program yang cukup kecil lalu meningkat pada beberapa waktu kemudian. Dengan demikian beberapa pekerjaan merupakan “peak load” yang harus dilaksanakan secara serentak. Kurva S berguna memberikan indikasi dan koreksi pertama pada jadwal yang kita buat.
Kurva S adalah adalah suatu kurva yang disusun untuk menunjukkan hubungan antara nilai komulatif biaya atau jam-orang (man hours) yang telah digunakan atau persentase (%) penyelesaian pekerjaan terhadap waktu. Dengan demikian pada kurve–S dapat digambarkan kemajuan volume pekerjaan yang diselesaikan sepanjang berlangsungnya proyek atau pekerjaan dalam bagian dari proyek. Dengan membandingkan kurve tersebut dengan kurve yang serupa yang disusun berdasarkan perencanaan, maka akan segera terlihat dengan jelas apabila terjadi penyimpangan. Oleh karena kemampuannya yang dapat diandalkan dalam melihat penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan proyek, maka pengendalian proyek dengan memanfaatkan Kurve–S sering kali digunakan dalam pengendalian suatu proyek.
Bentuk kurva yang menyerupai huruf S disebabkan kegiatan proyek berlangsung sebagai berikut : 1. Kemajuan pada awalnya bergerak lambat 2. Berikutnya kegiatan bergerak cepat dalam waktu yang lebih lama 3. Akhirnya kecepatan kemajuan menurun dann berhenti pada titik akhir
Guna kurva S : 1. Untuk perkiraan besarnya biaya yang harus dikeluarkan setiap periode waktu tertentu selama pelaksanaan pekerjaan 2. Sebagai alat pemantauan (monitoring) dari realisasi pelaksanaan pekerjaan dibandigkan dengan rencananya apakah masih dalam batas normal, terlalu cepat, atau terlalu lambat
Langkah-langkah untuk membuat kurva S 1. Buat table yang berisi : nama-nama pekerjaan, rencana biaya (dari RAB) dan rencana waktu pelaksanaan atau schedule dalam bentuk diagram balok.
412
2. Hitung bobot biaya setiap pekerjaan : 3. Rencanakan progress pelaksanaan tiap-tiap pekerjaan (dalam %) setiap periode waktu pekerjaan tersebut. 4. Kalikan bobot biaya dengan rencana progress untuk masing-masing pekerjaan 5. Hitung rencana pelaksanaan (%) setiap periode yang sama dengan jumlah dari langkah no. 4 untuk setiap periode waktu (setiap kolom) 6. Hitung kumulatif rencana pelaksanaan (%) setiap periode 7. Plotkan kumulatif rencana tersebut pada area diagram baloknya, mulai dari 0%-100%
Langkah-langkah monitoring menggunakan kurva S : 1. Tuliskan progress dari tiap-tiap pekerjaa yang sudah dilaksanakan (dalam %) 2. Kalikan bobot biaya dengan progress untuk masing-masing pekerjaan 3. Hitung :Realisasi pelaksanaan (%) setiap periode = jumlah dari langkah no.2 untuk setiap periode waktu (setiap kolom) 4. Hitung : Kumulatif realisasi pelaksanaan (%) setiap periode 5. Plotkan kumulatif realisasi tersebut pada area kurva S 6. Hitung : Kemajuan/keterlmbatan elaksanaan (%) = Kumulatif Realisasi- Kumulatif Rencana
c. Critical Path Methode (CPM) Critical Path Methode (CPM) atau jadwal metode lintasan kritis merupakan salah satu jenis jadwal jaringan rencana kerja atau biasa disebut Network Planning. Persyaratan pembuatan CPM : 1. Logika urutan dan ketergantungan pekerjaan diketahui sehingga bisa dibuat rangkaian jaringan rencana kerjanya 2. Perkiraan waktu pelaksanaan dari pekerjaan diketahui 3. Satuan waktu yang dipakai dalam durasi biasanya hari kerja atau mingguan
413
3.4
Metode Pelaksanaan Pekerjaan
Metode pelaksanaan pekerjaan atau yang biasa disingkat “CM” (Construction Method), merupakan urutan pelaksanaan pekerjaan yang logis dan teknik sehubungan dengan tersediannya sumber daya yang dibutuhkan dan kondisi medan kerja, una memperoleh cara pelaksanaaan yang efektf dan efisien. Metode pelaksanaan pekerjaan tersebut sebenarnya telah dibuat oleh kontraktor yang bersangkutn pada waktu membuat ataupun mengajukan penawaran pekerjaan. Dengan demikian CM telah teruji sat dilakukan klarifikasi atas dokumen tendernya atau terutama metode pelaksanaannya. Namun demikian tidak tertutup kemungkinan, bahwa pada waktu menjelang pelaksanaan atau selama pelaksanaan pekerjaan. Jika demikian metode pelaksanaan/CM tersebut perlu atau harus diubah. Metode pelaksanaan yang ditampilkan dan diterapkan merupakan cerminan dari profesionalitas dari tim pelaksana proyek, yaitu manajer proyek dan perusahaan yang bersangkutan. Karena itu dalam penilaian untuk menentukan pemenang tender, penyajian metode pelaksanaan pekerjaan mempunyai bobot penilaian yang tinggi. Yang diperhatikan bukan rendahnya nilai penawaran, meskipun kita akui bahwa rendahnya nilai penawaran merupakan jalan untuk memperoleh peluang untuk ditunjuk menjadi pemenang tender/pelelangan. Dokumen metode pelaksanaan pekerjaan : 1. Project plan dengan penjelasan : denah fasilitas proyek (jalan kerja, bangunan fasilitas dan lain-lain), lokasi pekerjaan, jarak angkut, komposisi alat, urutan pekerjaan dalam kata-kata singkat 2. Sket atau gambar bantu penjelasan pelaksanaan pekerjaan 3. Uraian pelaksanaan pekerjaan : urutan pelaksanaan seluruh pekerjaan dan urutan pelaksanaan per pekerjaan atau per kelompok pekerjaan, yang perlu penjelasan lebih detail. 4. Perhitungan kebutuhan peralatan konstruksi dan jadwal kebutuhan peralatan 5. Perhitungan kebutuhan tenaga kerja dan jadwal kebutuhan tenaga kerja 6. Perhitungan kebutuhan material dan jadwal kebutuhan material 7. Dokumen lin sebagai penjelasan dan pendukung perhitungan dan kelengkapan yang diperlukan
Metode pelaksanaan pekerjaan yang baik : 1. Memenuhi syarat teknis
414
a. Lengkap dan jelas memenuhi informasi yang dibutuhkan b. Bisa dilaksanakkan dan efektif c. Aman untuk dilaksanakan d. Memenuhi standar tertentu yang ditetapkan atau disetujui tenaga teknik yang berkompeten pada proyek tersebut. 2. Memenuhi syarat ekonomis : a. Biaya termurah b. Wajar dan efisien 3. Memenuhi pertimbangannon teknis lainnya a. Dimungkinkan untuk diterapkan pada lokasi proyek dan disetujui atau tidak ditentang oleh lingkungan setempat b. Rekomendasi dan policy dari pemilik proyek c. Disetujui oleh sponsor proyek apabila merupakan alternatif pelaksanaan yang istimewa dan riskan 4. Merupakan alternatif terbaik 5. Memberikan manfaat positif a. Memberikan arahan dan pedoman yang jelas atas urutan dan fasilitas penyelesaian pekerjaan b. Merupakan acuan dasar pola pelaksanaan pekerjaan dan menjdai satu kesatuan dokumen prosedur pelaksanaan pekerjaan di proyek
3.5
Analisis Harga Satuan Pekerjaan
Nilai finansial sebuah proyek diperoleh dengan menghitung hasil perkalian antara perkiraan volume pekerjaan dan perkiraan harga satuan pekerjaan yang terkait. Namun untuk proyekproyek yang berjangka waktu lama atau disebut sebagai “Multi years contract” harga satuan pekerjaan merupakan komponen penting dan mendasar, karena kontrak pekerjaan tersebut umumnya dalam bentuk “unit price contract” yaitu ikatan kontrak berdasarkan nilai arga satuan pekerjaannya. Adapun volume pekerjaan bisa berubah-ubah sesuai realisasi kebutuhan dan pertimbangan teknis selama pelaksanaan. Maka nilai finansial proyek pun akan berubah pada akhir
415
pelaksanaan proyek. Nilai pekerjaan tabah atau pekerjaan kurang tersebut biasa disebut sebagai “variation order”.
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam menghitung harga satuan pekerjaan : 1. Spesifikasi teknik dan gambar konstruksi pekerjaan 2. Hasil observasi lapangan (lokasi proyek, sarana transportasi dan medan kerja) atau biasa disebut aan wijzing 3. Metode kerja yang dipilih, termasuk pemilihan peralatan yang akan dipergunakan 4. Data harga dan ketersediaan sumber daya yang diperlukan daam pelaksanaan proyek misalnya harga dan jumlah material yang dibutuhkan, termasuk peralatan, tenaga kerja dan lain-lain. 5. Syarat-syarat khusus atau tambahan lainnya yang berlaku atas pekerjaan tersebut
Unsur-unsur yang membentuk harga satuan pekerjaan : 1. Biaya tenaga kerja 2. Biaya peralatan 3. Biaya material 4. Kalau biaya (unit price/harga satuan pekerjaan) terdiri dari beberapa unsur biaya tersebut di atas maka perhitungan biaya (unit price) dari unsur-unsur biaya tersebut digabungkan 5. Apabila karena alasan tertentu, harus memperhitungkan biaya-biaya lain yang tidak langsung merupakan biaya pekerjaan yang bersangkutan maka biaya tersebut bisa masuk atau terakomodasi dalam contingencies cost serta beberapa unit price pekerjaan yang memungkinkan menfaslitasi hal tersebut.
3.6
Rencana Biaya Pekerjaan/Proyek dan Rencana Arus Kas
Rencana biaya proyek adalah rencana biaya pelaksanaan proyek (RPB) atau biasa disebut Rencana Anggaran Biaya Pelaksanaan Proyek (RAB – Pelaksanaan). RPB atau RAB – pelaksanaan merupakan salah satu dokumen kelengkapan yang dibutuhkan dalam suatu operasional pelaksanaan proyek, sebagai acuan/pedoman operasional pelaksanaan proyek. Khususnya dalam pengelolaan yang berhubungan dengan hasil usaha proyek, yatu sebagai pedoman dalam mencapai pendapatan proyek dan mengendalikn biaya proyek, agar minimal tercapai seperti yang direncanakan.
416
Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam membuat RPB atau RAB – pelaksanaan : 1. Pengalaman atau refernsi dari realisasi pengelolaan proyek-proyek yang lalu 2. Hasil observasi ulang atas data sumber daya yang diperlukan (harga, jumlah yang tersedia, proses administrasi srana perhubungan dan ain-lain) dan lokais/medan kerja proyek 3. Kebijaksanaan perusahaan 4. Kesepakatan atau komitmen manajer proyek dengan direksi perusahaan
Rencana arus kas pelaksanaan proyek (RAKP) atau rencana cash flow pelaksanaan proyek adalah data perkiraan (atau realisasi) penerimaan pembayaran (pembayaran masuk/cash in) dan pengeluaran pembayaran (pembayaran keluar/cash out). Dengan demikian diperoleh data perkiraan kapan periode pelaksanaan proyek yang bersangkutan membutuhkan dana operasionalnya. Tujuan penyusunan : 1. Sebagai pedoman/acuan pengelolaan keuangan proyek agi manajer proyek dan staf terkait 2. Sebagai tolok ukur penilaian keberhasilan pengelolaan keuangan proyek 3. Sebagai sarana untuk memonitor dan mengevaluasi pengelolaan proyek dan hasil usaha proyek, khususnya likuiditas keuangan proyek.
3.7 Pengendalian Biaya Pelaksanaan Proyek Pengendalian biaya pelaksanaan proyek adalah semua upaya/usaha yang dilakukan oleh seluruh staf proyek dan perusahaan, agar biaya pelaksanaan proyek menjadi wajar, murah dan efisien, sesuai dengan rencana dan atau hasil evaluasi yang telah dilakukan. Pengendalian biaya pelaksanaan proyek terkait erat dan sangat dipengaruhi oleh : 1. Pengendalian waktu pelaksanaan proyek 2. Pengendalian mutu dan hasil pelaksanaan proyek (efek dari pekerjaan ulang, finishing, pembongkaran dan lain-lain yang harus menambah biaya lagi yaitu biaya langsung ataupun tidak langsung) 3. Pengendalian sistem manajemen operasional proyek yang bersangkutan, yang kurang baik atau tidak konsisten dalam pelaksanaan/penerapannya (efek penambahan biaya karena inefektifitas dari cara dan sistem kerja dan inefisiensi realisasi biaya pekerjaan dari yang seharusnya direncanakan)
417
Pengendalian yang diterapkan dalam operasional pelaksanaan proyek tidak sekedar berarti pengawasan dan atau pemeriksaan obyek dan kejadian, tetapi lebih merupakan tindakan yang sekaligus merupakan aktivitas perencanaan, pengawasan, pemeriksaan, evaluasi dan tindakan pencegahan atau perbaikannya.
4.
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
Pada setiap proyek, khususnya proyeksi konstruksi, selalu ditandai dengan keterlibatan berbagai sumber daya. Sumber daya itu meliputi material dengan berbagai jenis dan beratnya, peraltan dengan berbagai tipe dan kapasitasnya serta tenaga kerja dengan berbagai macam latar belakang sosial, tingkat pendidikan dan karakter kepribadiannya. Jadi sangatlah mungkin pada kegiatan pelaksanaan proyek terjadi kesalahan yang dapat mengganggu keselamatan dan kesehatan kerja. Oleh karena itu pada program pelaksanaa proyek yang ditangani telah diperhitungkan dan dilaksanakan tindakan keselamatan dan kesehatan kerja. Inspirasi dan motivasi pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di bidang jasa konstruksi : 1. Terjadinya kecelakaan di tempat kerja atau kecelakaan kerja yang membawa korban manusia (pekerja dan yang terkait) dan harta benda berupa peralatan, material dan bangunan. 2. Adanya kesadaran atas nilai luhur martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan dalam kebersamaan dan kesejahteraan hidup yang menuntut peningkatan perlindungan dalam bekerja dan di tempat kerja. 3. Ada dan berlakunya peraturan dan undang-ndang yang mengatur dan mewajibkan pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) 4. Kewajiban moral seluruh dunia usaha dan masyarakat sebab Indonesia termasuk Negara dan bangsa yang menjunjung hak-hak asasi manusia dan telah menanda tangani konvensi internasional tentang K3
Peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam penerapan K3 : 1. Keputusan bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Tenaga Kerja no. Kep 174/Men/1986. No. 104/KPTS/1986 tentang Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada tempat kegiatan konstruksi 2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja no. 01/Men/1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada pekerjaan konstruks bangunan
418
3. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 98/KPTS/1979 tentang penggunaan surat ijin mengemudi peralatan, poster dan buku Keselamatan dan Kesehatan Kerja di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum 4. Undang-undang Keselamatan Kerja No. 1 tahun 1970 yang memuat ketentuan umum tentang keselamatan kerja dalam usaha mencegah dan mengurangi kecelakaan maupun bahaya lainnya. 5. Undang-undang No. 14 Tahun 1969 yang memuat ketentuan pokok mengenai tenaga kerja dalam mencegah, mengenal obat, perawatan, mempertinggi derajat kesehatan, mengatur hygiene dan kesehatan kerja 6. Undang-undang No. 3 tahun 1969 tentang persetujuan konvensi organisasi perburuhan internasional no. 120 mengenai hygiene dalam perniagaan dan kantor-kantor
Tujuan pelaksanaan K3 di bidang jasa konstruksi : 1. Mengetahui dan memahami dengan benar aapa yang dimaksud dengan penerapan K3 khususnya dalam setiap kegiatan jasa konstruksi 2. Bekerja dan melaksanakan pekerjaan dengan benar, mengikuti ketentuan, batasan dan tahapan pelaksanaan yang disyaratkan sesuai dengan pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat kegiatan konstruksi 3. Menghindarkan setiap kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja dengan melakukan tindakan pencegahan dan perbaikan, pengawasan dan inspeksi untuk memenuhi Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Syarat minimal suksesnya pelaksanaan K3 : 1. Komitmen manajemen perusahaan terhadap pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) 2. Adanya organisasi atau personal/pejabat perusahaan dan proyek yang fungsinal dan bertanggung jawab atas pelaksanaan K3 di lingkungan kerjanya 3. Penerapan pola pelaksanaan K3 yang memadai dan dilaksanakan dengan konsisten 4. Adanya dokumen penunjang pelaksanaan K3 yang mendukung pelaksanaanya di tempat kerja seperti : a. Kebijakan perusahaan dalam bidang K3 b. Manual pelaksanaan K3
419
c. Rencana K3 di tempat kegiatan yang bersangkutan atau project safety plan d. Lembar periksa K3 atau safety check sheets 5. Dilaksanakannya training atau pelatihan K3, inspeksi dan pengawasan termasuk job safety meeting secara rutin dan memenuhi kebutuhan
Manfaat pelaksanaan K3 : 1. Memberi kepastian rasa aman dan nyaman dalam pelaksanaan pekerjaan 2. Kemungkinan terjadinya kecelakaan diperkecil atau ditiadakan kecuali karena factor alam seperti gempa, banjir, angina topan, dan lain-lain. 3. Produktifitas kerja dan profit bisa dicapai lebih baik, karena : a. Pekerjaan tidak terhenti b. Peralatan tiak berhenti berproduksi c. Tidak ada ganti rugi akibat pembayaran denda atau klain/penalty d. Mobilitas dan semangat kerja normal atau lebih giat e. Tidak terjadi masalah atau pertentangan dengan pekerja f.
Tidak terjadi gangguan atau kehilangan tenaga terampil yang sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan pekerjaan
g. Citra perusahaan menjadi lebih baik
5.
MANAJEMEN RISIKO
Manajemen risiko adalah suatu pendekatan terstruktur/metodologi dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman; suatu rangkaian aktivitas manusia termasuk: Penilaian risiko, pengembangan strategi untuk mengelolanya dan mitigasi risiko dengan menggunakan pemberdayaan/pengelolaan sumberdaya. Strategi yang dapat diambil antara lain adalah memindahkan risiko kepada pihak lain, menghindari risiko, mengurangi efek negatif risiko, dan menampung sebagian atau semua konsekuensi risiko tertentu. Manajemen risiko tradisional terfokus pada risiko-risiko yang timbul oleh penyebab fisik atau legal (seperti bencana alam atau kebakaran, kematian, serta tuntutan hukum. Manajemen risiko keuangan, di sisi lain, terfokus pada risiko yang dapat dikelola dengan menggunakan instrumen-instrumen keuangan.
420
Sasaran dari pelaksanaan manajemen risiko adalah untuk mengurangi risiko yang berbeda-beda yang berkaitan dengan bidang yang telah dipilih pada tingkat yang dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini dapat berupa berbagai jenis ancaman yang disebabkan oleh lingkungan, teknologi, manusia, organisasi dan politik. Di sisi lain pelaksanaan manajemen risiko melibatkan segala cara yang tersedia bagi manusia, khususnya, bagi entitas manajemen risiko (manusia, staff, dan organisasi). Dalam perkembangannya risiko-risiko yang dibahas dalam manajemen risiko dapat diklasifikasi menjadi 1. Risiko Operasional 2. Risiko Hazard 3. Risiko Finansial 4. Risiko Strategik
Hal ini menimbulkan ide untuk menerapkan pelaksanaan Manajemen Risiko Terintegrasi Korporasi (Enterprise Risk Management). Manajemen Risiko dimulai dari proses identifikasi risiko, penilaian risiko, mitigasi, monitoring dan evaluasi.
5.1
Manajemen Resiko dalam Proyek Konstruksi
Ada banyak definisi tentang resiko, resiko dapat ditafsirkan sebagai bentuk keadaan ketidakpastian tentang suatu keadaan yang akan terjadi nantinya (future) dengan keputusan yang diambil berdasarkan berbagai pertimbangan pada saat ini. Manajemen resiko adalah proses pengukuran atau penilaian resiko serta pengembangan strategi pengelolaannya. Strategi yang dapat diambil antara lain adalah memindahkan resiko kepada pihak lain, menghindari resiko, mengurangi efek negatif resiko, dan menampung sebagian atau semua konsekuensi resiko tertentu. Manajemen resiko tradisional terfokus pada resiko-resiko yang timbul oleh penyebab fisik atau legal (seperti bencana alam atau kebakaran, kematian serta tuntutan hokum). Manajemen Resiko didefinisikan sebagai proses identifikasi, pengukuran, dan kontrol keuangan dari sebuah resiko yang mengancam aset dan penghasilan dari sebuah perusahaan atau proyek yang dapat menimbulkan kerusakan atau kerugian pada perusahaan tersebut (Smith, 1990). Manajemen risiko juga didefinisikan sebagai suatu pendekatan yang komprehensif untuk menangani semua kejadian yang menimbulkan kerugian (Clough and Sears, 1994). Sementara William, et al., (1995) menyatakan manajemen risiko juga merupakan suatu aplikasi dari manajemen umum yang mencoba untuk mengidentifikasi, mengukur, dan menangani sebab dan akibat dari ketidakpastian pada sebuah organisasi. Sedangkan Dorfman, (1998), berpendapat
421
bahwa manajemen risiko sebagai suatu proses logis dalam usahanya untuk memahami eksposur terhadap suatu kerugian. Tindakan manajemen resiko diambil oleh para praktisi untuk merespon bermacam-macam resiko. Responden melakukan dua macam tindakan manajemen resiko yaitu mencegah dan memperbaiki. Tindakan mencegah digunakan untuk mengurangi, menghindari, atau mentransfer resiko pada tahap awal proyek konstruksi. Sedangkan tindakan memperbaiki adalah untuk mengurangi efek-efek ketika resiko terjadi atau ketika resiko harus diambil (Shen, 1997). Manajemen resiko adalah sebuah cara yang sistematis dalam memandang sebuah resiko dan menentukan dengan tepat penanganan resiko tersebut. Ini merupakan sebuah sarana untuk mengidentifikasi sumber dari resiko dan ketidakpastian, dan memperkirakan dampak yang ditimbulkan dan mengembangkan respon yang harus dilakukan untuk menanggapi resiko (Uher,1996). Pendekatan sistematis mengenai manajemen risiko dibagi menjadi 3 stage utama, yaitu (Soeharto, 1999): 1. Identifikasi resiko 2. Analisa dan evaluasi resiko 3. Respon atau reaksi untuk menanggulangi resiko tersebut
5.2
Manfaat Manajemen Risiko
Manfaat yang diperoleh dengan menerapkan manajemen resiko antara lain (Mok et al., 1996): 1. Berguna untuk mengambil keputusan dalam menangani masalah-masalah yang rumit. 2. Memudahkan estimasi biaya. 3. Memberikan pendapat dan intuisi dalam pembuatan keputusan yang dihasilkan dalam cara yang benar. 4. Memungkinkan bagi para pembuat keputusan untuk menghadapi resiko dan ketidakpastian dalam keadaan yang nyata. 5. Memungkinkan bagi para pembuat keputusan untuk memutuskan berapa banyak informasi yang dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah. 6. Meningkatkan pendekatan sistematis dan logika untuk membuat keputusan. 7. Menyediakan pedoman untuk membantu perumusan masalah. 8. Memungkinkan analisa yang cermat dari pilihan-pilihan alternatif.
422
Analisis Risiko Risiko adalah hal yang tidak akan pernah dapat dihindari pada suatu kegiatan / aktivitas yang idlakukan manusia, termasuk aktivitas proyek pembangunan dan proyek konstyruksi. Karena dalam setiap kegiatan, seperti kegiatan konstruksi, pasti ada berbagai ketidakpastian (uncertainty). Faktor ketidakpastian inilah yang akhirnya menyebabkan timbulnya risiko pada suatu kegiatan. Para ahli mendefinisikan risiko sebagai berikut : 1. Risiko adalah suatu variasi dari hasil – hasil yang dapat terjadi selama periode tertentu pada kondisi tertentu (William & Heins, 1985). 2. Risiko adalah sebuah potensi variasi sebuah hasil (William, et al., 1995). 3. Risiko adalah kombinasi probabilita suatu kejadian dengan konsekuensi atau akibatnya (Siahaan, 2007).
Macam Risiko Risiko adalah buah dari ketidakpastian, dan tentunya ada banyak sekali faktor – faktor ketidakpastian pada sebuah proyek yang tentunya dapat menghasilkan berbagai macam risiko. Risiko dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam menurut karakteristiknya, yaitu lain: 1. Risiko berdasarkan sifat a. Risiko Spekulatif (Speculative Risk), yaitu risiko yang memang sengaja diadakan, agar dilain pihak dapat diharapkan hal – hal yang menguntungkan. Contoh: Risiko yang disebabkan dalam hutang piutang, membangun proyek, perjudian, menjual produk, dan sebagainya. b. Risiko Murni (Pure Risk), yaitu risiko yang tidak disengaja, yang jika terjadi dapat menimbulkan kerugian secara tiba – tiba. Contoh : Risiko kebakaran, perampokan, pencurian, dan sebagainya. 2. Risiko berdasarkan dapat tidaknya dialihkan a. Risiko yang dapat dialihkan, yaitu risiko yang dapat dipertanggungkan sebagai obyek yang terkena risiko kepada perusahaan asuransi dengan membayar sejumlah premi. Dengan demikian kerugian tersebut menjadi tanggungan (beban) perusahaan asuransi. b. Risiko yang tidak dapat dialihkan, yaitu semua risiko yang termasuk dalam risiko spekulatif yang tidak dapat dipertanggungkan pada perusahaan asuransi.
423
3. Risiko berdasarkan asal timbulnya a. Risiko Internal, yaitu risiko yang berasal dari dalam perusahaan itu sendiri. Misalnya risiko kerusakan peralatan kerja pada proyek karena kesalahan operasi, risiko kecelakaan kerja, risiko mismanagement, dan sebagainya. b. Risiko Eksternal, yaitu risiko yang berasal dari luar perusahaan atau lingkungan luar perusahaan. Misalnya risiko pencurian, penipuan, fluktuasi harga, perubahan politik, dan sebagainya.
5.3
Tahapan Manajemen Risiko
Tahapan manajemen risiko dapat dikelompokkan menjadi 3 tahap, yaitu: 1. Identifikasi dan Analisa Risiko 2. Respon manajemen 3. Administrasi system.
1. Identifikasi dan Analisa Risiko Tahapan pertama dalam proses manajemen risiko adalah tahap identifikasi risiko. Identifikasi risiko merupakan suatu proses yang secara sistematis dan terus menerus dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan timbulnya risiko atau kerugian terhadap kekayaan, hutang, dan personil perusahaan. Proses identifikasi risiko ini mungkin adalah proses yang terpenting, karena dari proses inilah, semua risiko yang ada atau yang mungkin terjadi pada suatu proyek, harus diidentifikasi. Adapun cara – cara pelaksanaan identifikasi risiko secara nyata dalam sebuah proyek, adalah : 1. Membuat daftar bisnis yang dapat menimbulkan kerugian. 2. Membuat checklist kerugian potensial. Dalam checklist ini dibuat daftar kerugian dan peringkat kerugian yang terjadi. 3. Membuat klasifikasi kerugian. a) Kerugian atas kekayaan (property).
424
•
Kekayaan langsung yang dihubungkan dengan kebutuhan untuk mengganti kekayaan yang hilang atau rusak.
•
Kekayaan yang tidak langsung, misalnya penurunan permintaan, image perusahaan, dan sebagainya.
b) Kerugian atas hutang piutang, karena kerusakan kekayaan atau cideranya pribadi orang lain. c) Kerugian atas personil perusahaan. Misalnya akibat kematian, ketidakmampuan, usia tua, pengangguran, sakit, dan sebagainya. Dalam mengidentifikasi risiko, risiko dapat dibagi menjadi beberapa kategori, diantaranya (Loosemore, et al., 2006): 1. Risiko teknologi 2. Risiko manusia 3. Risiko lingkungan 4. Risiko komersial dan legal 5. Risiko manajemen 6. Risiko ekonomi dan finansial 7. Risiko partner bisnis 8. Risiko politik
2.
Respon Manajemen
Setelah risiko – risiko yang mungkin terjadi diidentifikasi dan dianalisa, kontraktor akan mulai memformulasikan strategi penanganan risiko yang tepat. Strategi ini didasarkan kepada sifat dan dampak potensial / konsekuensi dari risiko itu sendiri. Adapun tujuan dari strategi ini adalah untuk memindahkan dampak potensial risiko sebanyak mungkin dan meningkatkan kontrol terhadap risiko. Ada lima strategi alternatif untuk menangani risiko, yaitu : 1. Menghindari risiko 2. Mencegah risiko dan mengurangi kerugian 3. Meretensi risiko 4. Mentransfer risiko 5. Asuransi
425
3. Administrasi sistem Administrasi sistem adalah tahapan terakhir dari program manajemen risiko. Manajer risiko harus mengandalkan kemampuan manajerialnya untuk mengkoordinasi, mengarahkan, mengorganisasi, memotivasi, memfasilitasi dan menjalankan organisasi menuju rencana penanganan risiko yang rasional dan terintegrasi. Menurut William, Smith, Young (1995), ada 5 hal manajerial penting yang dihadapi oleh seorang manajer risiko, yaitu : 1. Tantangan untuk menyusun prosedur dan kebijakan manajemen risiko. 2. Pengkomunikasian risiko, baik secara organisasi maupun personal. 3. Manajemen kontrak dan kontrak portfolio. 4. Pengawasan klaim. 5. Proses mengkaji ulang, memonitor, dan mengevaluasi program manajemen risiko.
6.
PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN
Pengendalian adalah usaha yang sistematis untuk menentukan standar yang sesuai dengan sasaran perencanaan, merancang sistem informasi, membandingkan pelaksanaan dengan standar, menganalisis kemungkinan adanya penyimpangan antara pelaksanaan dan standar, kemudian mengambil tindakan pembetulan yang diperlukan agar sumber daya digunakan secara efektif dan efisien dalam rangka mencapai sasaran (Mockler, 1972, dalam Imam Soeharto, 1997). Pengendalian proyek konstruksi mencakup dan tidak terbatas pada hal-hal sebagai berikut: 1. Membuat kerangka kerja secara total; 2. Pengisian tenaga kerja termasuk penunjukan konsultan; 3. Menjamin bahwa semua informasi yang ada telah dikomunikasikan ke semua pihak terkait; 4. Adanya jaminan bahwa semua rencana yang dibuat akan dapat dilaksanakan; 5. Monitoring hasil pelaksanaan dan membandingkannya dengan rencana, dan 6. Mengadakan langkah perbaikan (corrective action) pada saat yang paling awal. Hubungan antara fungsi-fungsi manajemen dan faktor-faktor yang menjadi ukuran suksesnya perencanaan dan pengendalian
426
Gambar 6.1. Alur Kerja Pelaksanaan Konstruksi
Pada pedoman pembangunan pengolahan air limbah domestik yang menggunakan sistem pengelolaan setempat atau terpusat, terdapat beberapa ketentuan yang harus dipenuhi. Ketentuan-ketentuan tersebut akan diuraikan pada bagian ini. Tata cara pembangunan IPLT ini mengacu pada Petunjuk Teknis No. CT/AL/Ba-TC/ 002/98 tentang Tata Cara Pembangunan IPLT Sistem Kolam.
427
6.1
Ketentuan Umum
1. Kontraktor Pelaksana Kualifikasi: Nilai pekerjaan yang akan dikerjakan mementukan kualifikasi kontraktor pelaksana. Sehingga kontraktor yang memiliki kualifikasi di bawah dari kualifikasi yang ditetapkan untuk pelaksanaan pekerjaan berdasarkan nilai kontrak pekerjaan tidak dapat dipilih untuk mengerjakan pengolahan air limbah domestik Jaminan Pekerjaan: Kontraktor yang akan melaksanakan pembangunan pengolahan air limbah domestik ini harus memiliki jaminan perkerjaan yang akan dikeluarkan oleh lembaga-lembaga keuangan yang berwenang untuk melakukan itu. Pengalaman Kerja: Harus memiliki pengalaman kerja minimal 3 tahun dalam pekerjaan pembangunan pengolahan air limbah domestik. Tenaga Ahli: Harus memiliki tenaga ahli dengan pengalaman kerja minimal 5 tahun dalam bidang pekerjaan yang akan dilakukan. Jumlah tenaga ahli yang dimiliki kontraktor pelaksana harus mencukupi untuk melaksanakan pekerjaan pembangunan pengolahan air limbah domestik. Tenaga Lapangan: Kontraktor pelaksana harus memiliki tenaga lapangan yang telah berpengalaman dalam bidang pembangunan pengolahan air limbah domestik dengan lama pengalaman kerja minimal 5 (lima) tahun dalam bidang pekerjaan yang akan dilakukannya. Jumlah tenaga lapangan yang dimiliki oleh kontraktor pelaksana harus mencukupi untuk melakukan pengawasan terhadap pekerjaan pembangunan pengolahan air limbah domestik. Peralatan yang Dimiliki: Harus memiliki peralatan sendiri untuk memudahkan pekerjaan pembangunan pengolahan air limbah domestik ini. Hal ini juga akan mempercepat waktu pekerjaan dan menghemat biaya yang harus dikeluarkan. Jadwal Kerja: Kontraktor pelaksana harus memiliki jadwal yang jelas agar mudah diketahui tahapan-tahapan pekerjaan yang dilakukan dan perkiraan selesainya pekerjaan pembangunan pengolahan air limbah domestik.
2. Konsultan Supervisi Pengalaman Kerja: Harus memiliki pengalaman kerja minimal 3 tahun dalam pekerjaan pengolahan air limbah domestik. Tenaga Ahli: Harus memiliki tenaga ahli dalam pelaksanaan pembangunan pengolahan air limbah domestik dengan pengalaman kerja minimal 5 tahun. Hal ini untuk mempermudah koordinasi pekerjaan bila terdapat perubahan-perubahan yang harus dilakukan di lapangan agar tidak mengubah sistem pengolahan air limbah domestik yang telah direncanakan.
428
Tenaga Lapangan: Harus memiliki tenaga lapangan yang telah berpengalaman dalam bidang pembangunan pengolahan air limbah domestik dengan pengalaman kerja minimal 5 tahun dalam bidang pekerjaan yang akan dilakukan. Jumlah tenaga lapangan yang dimiliki harus mencukupi untuk melakukan pengawasan terhadap pekerjaan pembangaunan pengolahan air limbah domestik yang dilakukan oleh kontraktor pelaksana.
3. Partisipasi Masyarakat Pertisipasi masyarakat dalam pembangunan pengolahan air limbah domestik dapat mempermudah pekerjaan pembangunan yang terutama bantuan masyarakat dalam beberapa hal, diantaranya: Lokasi: Mempermudah pekerjaan pembangunan serta diperoleh akses jalan menuju lokasi sehingga dapat dicapai dengan mudah. Bahan: Mempermudah dalam hal pengadaan, yang mana dapat mengurangi waktu pengangkutan dan biaya pembelian bahan kerja. Tenaga Kerja: Mengurangi biaya yang harus dikeluarkan untuk upah buruh dan buruh lokal akan berusaha membantu mempercepat penyelesaian program pembangunan.
4. Peran Serta Swasta Peran swasta dilakukan dengan mensubstitusikan peran-peran yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal perencanaan, pmbangunan dan pengolahan air limbah domestik atau sebagai penyandang dana. Peran swasta yang akan mempermudah pekerjaan pembangunan diantaranya: Penyediaan Lokasi: berupa pemberian lokasi yang dimiliki (tanah) atau berupa bantuan dana untuk memperoleh lokasi yang dibutuhkan. Penyediaan Bahan: Harga yang terjangkau dan bersaing, baik bahan maupun alat kerja. Biaya pembangunan: Peran swasta dapat berupa pemberian bantuan biaya untuk melakukan pembangunan pengolahan air limbah domestik atau dengan membangun pengolahan air limbah domestik yang kemudian diserahkan kepada lembaga pengelola atau masyarakat pengelola. Pengolahan air limbah domestik: untuk membantu dalam operasi dan pemeliharaan pengolahan air limbah domestik pihak swasta dapat berperan dengan menjadi pengelola air limbah domestik untuk suatu kawasan. Diharapkan dengan kemampuan manajerial serta sikap yang lebih profesional, pihak swasta dapat melakukan pengolahan air limbah domestik dan mampu memlihara sistem pengolahan yang telah dibangun secara lebih baik.
429
6.2
Ketentuan Teknis
1. Pekerjaan Sipil Persiapan Penyiapan Lokasi: Sebelum pekerjaan dimulai, pada lokasi yang dipilih untuk pengolahan air limbah domestik, harus dilakukan studi-studi yang terkait agar dampak yang timbul akibat perkerjaan dapat diminimalkan. Studi-studi tersebut antara lalin: a. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) b. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) c. Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) dan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) d. Izin lokasi pembangunan IPLT dan IPAL e. Studi-studi lainnya yang dianggap perlu untuk dilakukan
Persiapan di lokasi
Lokasi yang akan dilaksanakan pembangunan pengolahan air limbah domestik harus dibersihkan dari tanaman yang akan mengganggu pekerjaan
Permukaan tanah harus diratakan
Pemasangan papan nama proyek di lokasi pembangunan
Persiapan Peralatan
Mempersiapkan alat-alat ukur tanah sesuai kebutuhan
Menyediakan peralatan pengangkut tanah sisa galian
Menyediakan alat-alat berat yang akan dipergunakan bila diperlukan
Mempersiapkan peralatan pemasangan pondasi dan struktur bangunan
Mempersiapkan peralatan mekanikal dan elektrikal yang akan dibutuhkan
Mempersiapkan dan menyediakan peralatan yang diperlukan
430
Persiapan Bahan
Bahan pekerjaan yang akan digunakan harus memenuhi standar-standar yang berlaku di Indonesia, antara lain: o
Standar Nasional Indonesia (SNI) mengenai spesifik bahan bangunan dan spesifik teknik
o
Peraturan Umum Bahan Bangunan Indonesia (PUBBI) 1982
o
Peraturan Plambing Indonesia 1979
o
Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia 1961
o
Standar/peraturan yang telah ditetapkan
Bahan pekerjaan yang akan digunakan
Pengangkutan bahan pekerjaan ke lokasi pekerjaan
Perletakan dan penyimpanan bahan yang akan dipergunakan di tempat atau lokasi yang disediakan
Persiapan Pengaman Pekerjaan
Pemasangan pengaman lalu lintas bila diperlukan
Pemasangan papan tanda pengaman di sekitar lokasi proyek
Pemasangan lampu kerja dan lampu pengaman untuk malam hari
Pengaturan peletakan bahan pekerjaan
Penggalian Pemasangan Pengaman: sebelum pekerjaan penggalian dilakukan harus dilakukan pemasangan pengaman di lokasi pekerjaan pembangunan agar kecelakaan kerja dapat dihindari Pemasangan Titik Kerja:Pemasangan titik kerja atau patok kerja akan mempermudah pekerjaan penggalian karena akan dengan mudah diketaui batas-batas wilayah dan elevasi bangunan yang akan digali.
431
Pembuatan Pondasi:
Dilakukan pekerjaan galian dengan lebar dan kedalaman yang sesuai dengan gambar perencanaan/spesifikasi teknis
Sisa tanah sisa galian dibuang ke tempat yang telah disediakan atau dipindahkan ke lokasi yang telah direncanakan
Dilakukan pembuatan platform dengan konstruksi beton bertulang sesuai dengan perencanaan/spesifikasi teknis
Pemadatan dan pengurugan kembali bekas galian di sekitar lokasi yang telah dibuat
Pembangunan Unit-Unit
Penggalian tanah dengan kedalaman dan lebar sesuai gambar perencanaan/spesifikasi teknis
Dilakukan pembuatan platform dengan konstruksi beton bertulang sesuai dengan perencanaan/spesifikasi teknis
Saat pekerjaan pembangunan unit-unit pengolahan ini harus diperhatikan dan diawasi dengan teliti karena kesalahan pekerjaan dapat menyebabkan terjadinya kebocoran pada pengelolaan
Setelah unit pengolahan selesai dibangun sebaiknya dilakukan pengetesan kebocoran dari unit
Konstruksi Beton
Campuran beton harus dibuat berdasarkan ukuran dan kekuatan struktur betonnya
Beton bertulang yang cocok (tanpa potongan/irisan yang cacat) adalah tipe D10-200 perbatang
Perbandingan campuran beton dasar Air : Beton : Campuran lain adalah 1 : 3: 6, dengan kekuatan daya beton lebih dari 100 mm
Pada pekerjaan pembuatan dudukan beton untuk dasar bangunan pengolahan dilakukan seperti campuran di atas
432
2. Pekerjaan Mekanikal Pemasangan Pompa Berdasarkan unit-unit pengolahan air limbah yang dibangun terdapat beberapa unit pengolahan yang harus dibantu dengan pemasangan pompa untuk mempermudah/melaksanakan pengolahan pada air limbah. Pemasangan pompa yang dibutuhkan tersebut adalah sebagai berikut:
Jenis pompa yang digunakan adalah pompa yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI)
Spesifikasi teknis pompa dilakukan oleh tenaga ahli dari penyedia pompa
Pemasangan pompa dilakukan oleh tenaga ahli dari penyedia pompa
Pompa yang dipasang harus dilengkapi buku panduan untuk melakukan perawatan dan perbaikan kecil
Pemasangan Aerator Berdasarkan pemilihan sistem pengelolaan air limbah domestik yang dibangun terdapat beberapa sistem yang pengolahan biologisnya menggunakan bantuan aerator. Pedoman pemasangan aerator tersebut adalah sebagai berikut:
Aerator disediakan dan harus dipasang seperti pada prencanaan unit pengolahan dan harus sesuai dengan spesifikasi teknis unit pengolahan oleh tenaga ahli yang berasal dari penyedia aerator atau oleh orang yang memiliki pengalaman dan pendidikan untuk melakukan itu
Spesifikasi tenis aerator harus memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar internasional lain yang diakui di Indonesia
Pemasangan Perpipaan Pengolahan air limbah domestik membutuhkan sistem perpipaan yang berfungsi dengan baik karena sistem perpipaan tersebut merupakan peralatan penunjang yang sangant berpengaruh pada kinerja sistem pengelolaan air limbah yang dibangun. System sewerage (sistem jaringan pengumpul air limbah) dari daerah pelayanan ke instalasi pengolahan air limbah juga menggunakan sistem perpipaan yang dilengkapi dengan pemasangan manhole di beberapa lokasi untuk mempermudah pengawasan sistem tersebut. Pemasangan perpipaan pada sistem pengolahan air limbah domestik adalah sebagai berikut:
Perpipaan dipasang pada inlet bangunan pengolahan dan antar bangunan pengolahan bila diperlukan
433
Pipa yang dipasang harus memperhatikan profil hidrolis dari sistem pengolahan yang ada
Diameter pipa inlet air limbah ke bangunan pengolahan harus memperhitungkan elevasi pipa pengaliran air limbah yang dilakukan secara gravitasi. Serta memperhitungkan volume gas yang ada pada air limbah yang dialirkan
Pemasangan perpipaan/sewerage adalah sebagai berikut:
Sistem perpipaan ini dipasang mulai dari sumber air limbah menuju bangunan pengolahan dengan kemiringan minimum pipa sebesar 1%
Pipa yang dipasang harus memperhatikan profil hidrolis dari sistem pengolahan yang ada
Karena pengaliran dilakukan secara gravitasi maka penting untuk memperhitungkan elevasi lahan yang dilalui sistem ini. Dengan kedalaman pipa maksimum 7 m di bawah permukaan tanha, maka bila lebih dari itu harus menggunakan pompa untuk menaikkan air limbah ke elevasi yang cukup untuk mengalir secara gravitasi.
Pada beberapa tempat dipasang manhole untuk memudahkan pengawasan yang dilakukan terhadap sistem
Untuk mempermudah pengaliran dalam pipa, air limbah yang berasal dari sumber sebaiknya ditampung dulu di dalam sumur pengumpul baru dialirkan ke bangunan pengelolaan
3. Uji Coba Unit-Unit Pengolahan Tes Kebocoran Besarnya Kebocoran
Tiap unit pengolahan yang akan diperiksa diisi dengan air sampai setinggi outletnya
Lakukan penutupan pada semua katup atau tempat keluar air
Diamkan selama 24 jam
Periksa tinggi muka air pada outletnya setelah 1 hari
Bila terjadi penurunan maka perlu diperiksa dengan cara berikut:
K = [S / (86400 x A)] x [L/h] ………………………………………………. (3) Keterangan:
434
K
= permeabilitas maksimum (m/detik)
S
= tinggi air yang meresap ke dalam tanah (mm/hari)
A
= luas dasar kolam (m2)
L
= kedalaman lapisan tanah di bawah dasar unit pengelolaan hingga mencapai lapisan tanah yang lebih permeable (m)
h
= tekanan hidrolik (kedalaman air di unit + L) (m)
Tabel 6.1. Penanganan Kebocoran
Satuan
Hasil Perhitungan
Penanganan
Keterangan
m/detik
10-6
Harus diberi lapisan kedap air
Terjadi kebocoran
m/detik
10-7< K < 10-6
Perlu perbaikan tanah
m/detik
K < 10-8
Tidak perlu diberi lapisan kedap air
m/detik
K < 10-9
Tidak perlu diberi lapisan kedap air
Dapat terjadi resapan air Resapan akan tersumbat secara alami Kedap air
Letak Titik Kebocoran
Isi unit pengolahan dengan air setinggi 1/3 bagian dari kedalaman unit
Periksa ketinggian air dalam unit setelah didiamkan selama 24 jam
Bia terjadi penurunan maka dapat dikatakan terjadi kebocoran pada dinding dan atau lantai unit sesuai tabel di atas
Kosongkan unit dari penguji dan periksa bagian yang lembab atau proses pengeringan lama
Tes Pembangkit Tenaga/Energi Pembangkit tenaga dari PLN
Periksa tegangan yang ada
435
Periksa semua saklar pada posisi mati
Pindahkan saklar utama pada posisi hidup
Pembangkit tenaga dari generator
Pastikan semua baut dalam keadaan kencang
Periksa jumlah bahan bakar dan minyak pelumas
Periksa air radiator, tegangan fan belt dan baterai
6.3
Profil Hidrolis IPLT dan IPAL
a) Profil Hidrolis Unit Pengolahan
Masukkan air untuk pengujian ke dalam bangunan pengolahan air limbah domestik
Periksa limpahan air pada pelimpah, kalau elevasi air pelimpah tidak merata maka perlu penyesuaian ketinggian pelimpah
Uji semua pipa pembuang, katup, pintu air dan pompa-pompa yang ada
b) Profil Hidrolis Sistem Sewarage
Masukkan air untuk pengujian ke dalam pipa pembawa air limbah
Periksa limpahan air kalau elevasi air pelimpah tidak merata atau tidak mengalir maka perlu penyesuaian elevasi pipa antara inlet dan outlet pada tiap pipa
Uji semua pipa pembuang, katup, air dan pompa-pompa yang ada
c) Profil hidrolis bangunan pengolahan
436
Buka katup/pintu air pada semua unit
Masukkan air penguji melalui inlet bangunan pengolahan secara terus menerus selama pengukuran
Periksa pelimpah pada outlet masing-masing unit
Bila terjadi limpahan berarti terjadi pengaliran secara gravitasi pada bangunan pengelolaan
Ukur tinggi muka air pada masing-masing pelimpah
Bandingkan tinggi muka air tersebut dengan profil hidrolis perencanaan
6.4
Bila tinggi muka air/profil hidrolis tidak sama dengan profil perencanaan maka periksa kebali/atur ketinggian pelimpah tiap unit dan perbaiki pelimpah yang salah
As Built Drawing dan Shop Drawing
Dalam pengerjaan suatu proyek bangunan, kadangkala sering ditemukan gambar dengan label Shop Drawing dan As Built Drawing, yang kalau kita amati terlihat sekilas tidak ada perbedaan dan hampir mirip. Sebenarnya keduanya mempunyai perbedaan meskipun terlihat hampir sama. 1. Pembuat Gambar Shop Drawing dibuat oleh perencana/desainer bangunan yang dibangun, baik itu perorangan ataupun perusahaan/biro gambar. Gambar-gambar yang tersaji dalam 1 bendel/jilid-an, kadangkala disertai dengan soft copy (gambar dengan program tertentu), sedangkan gambar As Built Drawing dibuat oleh kontraktor/pelaksana pembuat bangunan, juga bisa perorangan ataupun perusahaan kontraktor bangunan. 2. Isi yang disajikan Gambar Shop Drawing adalah gambar detail dan menyeluruh dari bangunan yang akan dibangun (gambar panduan pelaksanaan) dengan tujuan bangunan yang akan dibangun akan sama/sesuai dengan maksud daripada perencana/disainer. Sedangkan gambar As Built Drawing adalah gambar koreksi, perbaikan, revisi, dari gambar pelaksanaan yang ada, dikarenakan adanya permasalahan di proyek pada saat bangunan dikerjakan. Juga menerangkan pihak mana saja yang ikut mengerjakan proyek yang dibangun, seperti : sub kontraktor-sub kontraktor, supplier-supplier, dan lain-lain, yang andil dalam pembangunan proyek. 3. Waktu pembuatan Gambar Shop Drawing dibuat/diserahkan pada awal/sebelum proyek dilaksanakan dan biasanya juga dapat dipakai sebagai dokumen lelang/tender, sedangkan gambar As Built Drawing dibuat, lebih tepatnya diserahkan pada akhir proyek bangunan.
437
Daftar Pustaka
Mahendra Sultan Syah, Manajemen Proyek, PT Gramedia, 2004
438