BUKU-8 MAKALAH PRINSIP KINEMATIKA GERAKAN SISTEM TRANSPORTASI VERTIKAL dalam BANGUNAN GEDUNG
V (m/s)
Vn = D/tn (full speed) Vn at1
acc
D
½d
dec ½d
tempo (d) t1
t2 = D/Vn
t3
a = 1,20 m/s2
Ditulis oleh: Ir. Sarwono Kusasi
30
KATA PENGANTAR
Menanggapi saran dari Sekretaris Umum BKM P.I.I (Badan Kejuruan Mesin, Persatuan Insinyur Indonesia) yang disampaikan pada bulan April 2006, maka saya susun tulisan yang belum pernah saya bayangkan sebelumnya, yaitu kinematika gerak dari pesawat lif.
Penyusunan tulisan ini untuk memberikan gambaran akan pentingnya penghematan tempo dalam mutu kinerja operasi lif, dengan cara memilih besaran percepatan dan kecepatan yang tepat, atau wajar untuk jarak lintas pada bangunan-bangunan tinggi tertentu.
Hal ini akan nampak jelas jika pembaca menelaah contoh kasus traffic analysis suatu suatu gedung kantor yang tertera pada halaman-22. Pembaca perlu menyimak buku-buku rujukan yang tersebut dalam lampiran, sebab ada satuan-satuan tempo extra dalam gerak yang sifatnya empiris, seperti start-up time dan dan leveling leveling time .
Demikianlah saya menantikan saran dari semua pihak, untuk penyempurnaan tulisan ini. Wassalam.
Penulis,
i28
DAFTAR ISI
1.
Pendahuluan
2.
Gerakan (motion (motion )
3.
Kinematika
4.
Gerakan laju (express (express run )
5.
Gerakan transisi
.
…………………………….
1
………………………….……….
4
………………………………….…….
5
…………………………………………….
10
…………………………..……. …………………………..… ….
11
Gerakan pintu !uka"tutup
…………………………………….
12
#.
Kerja pesa$at pen%aman
…………………………………..…………. ………………………………….. ………….
13
&.
Kerja peredam atau pen'an%%a ( oil !u((er )
………………………………..………. ………………………………..…… ….
14
………………………………..
1
…………………………………….... …………………………………….. ..
21
ampiran "1 * Kasus Ka sus pen%ujian !esaran per+epatan pada Gedun% kantor ,ank -andiri Pusat ampiran "2 * ump um p Perorman+e ( (li%ht time )
ampiran "3 * Kasus /rai+ nal'sis Gedun% kantor komersial di akarta ampiran "4 * ujukan
…………….…
24
………………………………………………….……
2#
Daftar :
1.
Ke+epatan lit"lit modern dan !esaran per+epatan
2.
arak tempuh jump perorman+e
3.
arak tempuh kemerosotan kereta
4.
an%kah peredam (!u((er ( !u((er stroke )
………………………….….
2
………………………………..…... ………………………………..….
3
…………………………………………….……
13
………………………………………….
15
ii29
1. PENDAHULUAN
kecepat an dalam dal am kinematika adalah suatu vektor, yaitu besaran yang 1.1. Istilah kecepatan konstan, dan arah gerak konstan. Oleh karena itu sebenarnya gerak laju lif dalam ruang luncur, baik naik maupun turun, tidak dapat dikatakan mempunyai kecepatan (velocity (velocity ), ), melainkan kelajuan (speed (speed ) oleh sebab terjadi gerak yang bervariasi. Pada SNI 05-2189-1999 digunakan istilah kelajuan yaitu gerakan kereta lif meluncur naik ataupun turun pada kapasitas (beban) teruji. s ehingga untuk 1.2. Walaupun begitu istilah kecepatan lif lebih populer dimasyarakat sehingga selanjutnya dapat digunakan istilah “kecepatan”. Gerak laju lif dapat digambarkan sebagai garis dalam graphik berikut ini : kec, v (m/s)
Full speed (nominal) Vn a = acc (m/s2)
dec (m/s2)
0
tempo dalam detik/sekon (s) t1
t2
t3
Tahap ke-1,
t1
: tempo percepatan, detik, sekon
Tahap ke-2,
t2 : tempo laju penuh (full speed )
Tahap ke-3,
t3 : tempo perlambatan perlam batan
t1 + t3 disebut tempo jump (loncatan) atau flight time seperti gambar berikut ini. Lihat daftar tempo loncatan ((flight flight time ) pada halaman-3 untuk lif-lif modern dengan control AC-VVVF. kec (v) batas Vn full speed acc
dec
0
tempo (detik atau sekon) t1
t2
1
1.3. Tentunya saat tahap t ahap full speed dalam dalam praktek pun tidak terjadi kecepatan konstan oleh sebab adanya hambatan pada rel / sambungan rel dan atau kelurusan rel, juga kecepatan putar motor (rpm) ω = 120 f / P tergantung dari frequency yang dikendalikan oleh controller . Berikut ini daftar kecepatan nominal (v) pada lif-lif “modern” yang paling umum ditawarkan oleh agen / kontraktor lif, diklasifikasikan jenis-jenis low speed, medium dan high (dan sekarang klasifikasi terakhir jenis low speed, medium high speed, dan high speed (dan ). super high speed ).
Klasifikasi
v = kecepatan nominal m/m (m/s)
a = percepatan (m/s2)
Low speed LS
45 (0.75) 60 (1.0) 90 (1.50) 105 (1.75)
0.40 0.50 0.70 0.80
Mid low speed MLS
120 (2.0) 150 (2.50)
0.85 0.95
Mid high speed MHS
180 (3.0) 210 (3.5) 240 (4.0)
1.10 1.20 1.20
High speed HS
300 (5.0) 360 (6.0) 420 (7.0)
1.25 1.25 1.30
Super high speed SHS
480 (8.0) 540 (9.0) 600 (10.0) 720 (12.0)
1.30 1.30 s/d 1.50 1.30 s/d 1.50 1.30 s/d 1.50
Catatan : Lif “modern” dengan menggunakan sistem kendali gerak VVVF, Gearless Machine dan Induction AC synckronous motor dengan permanent magnet.
2
Daftar tempo loncatan ( jump jump performance performance ) atau flight time lif dengan menggunakan kontrol AC-VVVF.
Kecepatan nominal m/m (m/s)
Tempo loncatan t, detik (s)
Jarak tempuh (d) loncat (m)
60 (1.0)
4.2
2.2
90 (1.5)
4.4
3.1
105 (1.75)
4.7
3.7
120 (2.0)
4.8
4.2
150 (1.50)
5.0
5.2
180 (3.0)
5.6
7.5
210 (3.5)
6.2
10.2
240 (4.0)
6.7
12.3
300 (5.0)
8.3
20.8
360 (6.0)
10.2
30
420 (8.0)
11.2
35
540 (9.0)
13.3
57
600 (10.0)
13.9
57
*
720 (12.0)
Catatan : Leveling time yang terjadi saat lif mendarat memerlukan tempo berkisar antara 0.5 s/d 0.8 0.8 detik, * Lihat gambar dibawah ini. kec v dec
tempo 0.5
leveling time
∗ Lihat contoh pada halaman-7.
3
2.
GERAKAN (motion )
Gerakan kereta lif naik/turun adalah disebabkan oleh selisih gaya vertikal yang dikenakan pada masa kereta melawan ataupun menahan gaya tarik bumi termasuk gaya friksi sistem mekanis lif. Perubahan dari “diam” ke status “gerakan” disebabkan oleh kerja gaya eksternal yang tidak seimbang. Pada dasarnya benda yang “diam” (tidak bergerak) itu adalah disebabkan oleh adanya “sistem keseimbangan gaya-gaya eksternal pada benda tersebut. Benda yang bergerak konstan (dengan kecepatan dan arah yang tetap) juga pada dasarnya oleh sebab mengalami sistem keseimbangan gaya eksternal.
Ilustrasi gaya eksternal :
T1
Gaya T1 pada tali gantung (hoistrope) sebuah lif menahan berat kereta T1 = Gk dalam satu garis lurus vertikal melalui titik pusat berat (center of gravity ), ), satuan Newton (N) Gk = m.g
c.g
= (P + Q) g dimana
Gk
P = masa (bobot) kereta (kg) Q = muatan kereta (kg)
g = gravitasi bumi = 9.8 m/s 2
A. Kondisi kereta dalam keadaan diam
Gaya pada tali sisi kereta T 1, sama dengan gaya pada tali sisi bobot imbang T 2 ditambah gaya gesek yang terjadi antara tali yang kontak dengan segmen muka roda puli ( traction sheave ) T1 = T2 + Gaya gesek.
4
Gg roda traksi T2 = Gz = mz gn T1 = Gz + Gg tali
Gaya pada tali yang menahan kereta
baja
Diam ditempat, T1 sama besar gaya
gantung
T1
T2
Berat bobot imbang ditambah gaya gesek Gg.
bobot imbang (counterweight ), ), Z
c.g P+Q
Gz = mzg
Gk
B. Kondisi kereta bergerak keatas beban penuh, saat terjadi kecepatan konstan, keseimbangan gaya adalah sebagai berikut : Gm = (T 2 – T1) + Friction.
3.
KINEATIKA
3.1.. Gerakan kereta hubungannya dengan waktu, oleh gaya hasil kerja motor 3.1
penggerak, mengikuti kaidah-kaidah berikut : a. jarak tempuh : S = S0 + V0t + ½ at 2 b. kecepatan
: V = V0 + at
c. percepatan : a = ∆V / ∆t dimana : S adalah jarak tempuh, dalam m V adalah kecepatan, kecepatan, dalam m/s a adalah percepatan, dalam m/s2 t adalah tempo dalam detik (s) jika S0 = 0, dan V0 = 0, maka rumus diatas menjadi :
S
= ½ at2
V
= at
5
Vt at ½ at2
S
= S0 + V0t + ½ at 2
S0 = V0t + ½ at 2
V0
(jika S0 = 0) S0 = V0t
S = ½ at2 (jika S0 = 0, dan V0 = 0)
V0 t
0
t
Catatan : 1) Timbulnya a (percepatan) (percepatan) akibat gaya-gaya gaya-gaya eksternal eksternal yang tidak seimbang 2) Percepatan dapat bernilai negatif, negatif, dan disebut perlambatan (retardation )
V (m/s)
Vn = D/tn (full speed) Vn at1
acc
D
dec
½d
½d
tempo (d) t1
t2 = D/Vn
t3
a = 1,20 m/s2 tt (total) t2 = Sn /Vn acc + dec = t1+t3 = tf (flight time ) = jump performance (detik) d j = distance of jump = jumlah jarak tempuh jump (m) D = dt – d j tt (total)
= (D / Vn) + tf
dimana tf = 2 √(d j /a) (teoritis)
dt = jarak tempuh total d j = jarak jump D = jarak tempuh tempuh dengan kecepatan nominal
6
Contoh : Lif dengan kecepatan, Vn = 6,0 m/s, aselesari, a = 1,25 m/s 2 (daftar) Tempo jump, t j = 10,2 detik, jarak tempuh, s j = 30 m Lihat daftar halaman-3 teoritis tf = 2 √ 30 / 1.25 = 9.8 s leveling time = 0.5 s tf nyata = 10.3 s s j
t1
t3 tf tf 0.5 s leveling time tf = 2 √ s j / a
3.2. Percepatan Untuk memudahkan pembicaraan kinematika lif, maka percepatan lif saat berangkat a, dianggap seolah-olah konstan, jika a berubah nilainya (melonjak) maka gerakan lif mengalami kejutan (jerk). Kejutan ∆a / ∆t satuan m/s3. Begitu juga perlambatan a, saat lif mau berhenti, jika nilai a turun (berkurang) berarti gerakan
diredam
(kebalikan
dengan
percepatan).
Kita
perlu
meninjau
perbandingan antara dua buah lif A dan B yang mempunyai besaran percepatan yang berbeda :
Contoh : Lif A, dengan percepatan a1 = 0.8 m/s2 Lif B,
dengan percepatan a2 = 1.2 m/s2
Saat berangkat dari keadaan diam di lobi V0 = 0, dan setelah selang 3 detik berjalan, maka terjadi besaran kecepatan dan jarak tempuh adalah sebagai berikut :
Lif A
Lif B
a1 = 0.8 m/s2 V1 = a1t
= 0.8 x 3
a2 = 1.2 m/s2 = 2.4 m/s
S1 = ½ a 1t2 = ½ x 0.8 (3) 2 = 3.6 m
V2 = a2t
= 1.2 x 3
= 3.6 m/s
S2 = ½ a 2t2 = ½ (1.2) (3) 2 = 5.4 m
7
V (m/s)
4.0 m/s nominal
3.6
B
2.4
A luas 3.6 m sama dengan jarak tempuh lift A 0
t (detik) 3
Kesimpulan : Besaran percepatan memegang peranan penting dalam hal kinerja gerak lif. Semakian besar kecepatan lif harus makin besar percepatan sesuai daftar tersebut di halaman-2 (bab-1. Pendahuluan). Besarnya percepatan dibatasi maksimal 1.5 m/s2 demi kenyamanan penumpang, kecuali untuk lift-lift non stop jarak lintas tinggi.
3.3. Flight time Flight time Flight time atau jump atau jump performance performance adalah adalah tempo yang diperlukan oleh sebuah lif, mulai dari keadaan diam, bergerak dengan aselerasi, dan saat-saat mau mencapai titik full titik full speed , langsung beralih ke perlambatan sampai terhenti.
Contoh : Pada lif A diatas, dengan kecepatan nominal (full (full speed ) didesain sebesar 4.0 m/s. saat mencapai full speed , tempo yang diperlukan adalah t1 dan flight time = = 2 x t1 = t. Dua kali oleh karena besaran perlambatan sama dengan besaran percepatan. V1 = at1 t1 = v1 / a = 4 / 0.8 0.8 = 5.0 detik (a = 0.8 m/s2 hanya contoh) Flight time t = 2 x t1 = 2 x 5.0 = 10.0 detik
8
V (m/s) 40
kec. nominal = 4.0 m/s at1 acc
S1
S2
dec
0
tempo (detik / s) t1 = s
tf = 10
Jarak yang ditempuh selama flight time adalah adalah S = S1 + S2 atau = 2S1 (m) S1 = ½ x at 1 x t1 = ½ (at 12) = ½ x 0.8 (5) 2 = 10 m Jadi jarak tempuh selama flight time S = 2 x 10 m = 20 m
Catatan : sebenarnya untuk lif kecepatan 4.0 m harus memiliki percepatan 1.2 m/s2 bukan 0.8 m/s2 contoh diatas. Anda diminta untuk menghitung ulang besaran flight time dan jarak tempuh atas dasar percepatan 1.2 m/s2.
Kesimpulan Besaran flight time adalah merupakan ukuran kinerja sebuah lif, maka makin pendek tempo flight time makin bagus kinerjanya. Tetapi dengan resiko terjadi kejutan saat peralihan dari percepatan langsung ke perlambatan. Oleh karena itu perlu ada pola (speed (speed pattern ) gerakan yang diperhalus yang disimpan dalam memori pusat kendali (MCU) yang mampu mengendalikan jatah frequency motor agar saat peralihan gerakan menjadi halus (putaran per menit motor ω = 120 f / P. Lihat juga lampiran-1 : tempo peralihan (transisi), suatu kasus permbuktian besaran percepatan (a), apakah sesuai dengan SNI.
9
!.
GERAKAN LA"U (#$%r#&& (#$%r#&& r'n )
Marilah kita tinjau gerakan laju “non stop” dari lobi (lantai-1) sampai lantai teratas, umpama lantai 21, yang berjarak tempuh (rise) = 20 x 4 meter = 80 meter. Tempo perjalanan terdiri dari : 1. aselerasi 2. decelerasi, dan 3. laju konstan dengan kecepatan nominal, katakan 4.0 m/s jumlah aselerasi plus decelerasi sama dengan flight time , pada contoh lif A diatas (butir 2.2) = tD = 10 detik detik oleh karena itu tempo laju konstan mengikuti rumus : S = VtL atau tL = S/V TL = (80 – 20) / 4.0 = 15 detik Sehingga tempo perjalanan “non-stop” adalah : tL + tf = 15 + 10 = 25 detik V (m/s) nominal (full ) speed 4.0 acc
dec
0
t (detik) S
15
5 25
Dengan cara yang sama lif B dengan percepatan 1.2 m/s2. Tempo perjalanan “nonstop” untuk mencapai 80 m adalah : TL = (80 – 13) / 4.0 + 6.6 = 16.7 + 6.6 = 23.35 detik (selisih 1.65 detik dengan lif A untuk tiap-tiap perjalanan)
10
.
GERAKAN TRANSISI
Untuk mengeliminer kejutan saat kereta bergerak menjelang mencapai full speed , maka percepatan mulai dikurangi tahap demi tahap sampai a = 0, sampai kecepatan mencapai nilai nominal yang konstan. Gambar berikut ini adalah contoh garis gerakan yang sebenarnya yang terjadi, yaitu ada 3 tahapan untuk mencapai full speed : : 1. start-up 1.0 sampai 1.5 detik detik 2. percepatan dengan nilai a, sampai mencapai t1 dimana saat itu kecepatannya Vt1 = 70% dari Vn. 3. transisi (peralihan dari gerak percepatan ke kecepatan nominal Vn. V (m/s)
4.0 Vn 2.8 Vt = 70% Vn acc = 0.8 t1
t2
t (detik)
0.0 t2 - t1 = masa transisi a = 0.8 m/s 2 s/d 0.0 m/s2 start-up = 1.0 s
Rumus masa transisi (t2 – t1) adalah sebagai berikut : t2 – t1 = (Vn2 – Vt12) / 2 a Vt1
dimana Vn Vt1
(George R. Strakosch hal 142)
= adalah kecepatan nominal = adalah kecepatan saat terjadi transisi transisi = 70% dari Vn
dalam contoh ini V t1
= 70% x 4.0 = 2.8 m/s
sehingga t1 = V t1 / a = 2.8 / 0.8 = 3.5 detik masa transisi t2 – t1 (42 - 2.82) / 2 x 0.8 x 2.8 = (16 - 7.84) / 4.48 = 1.83 detik
11
Jumlah masa mencapai full speed dari dari diam : 1. start-up
= 1.0 detik
2. percepatan t1 = 3.5 detik 3. transisi
= 1.83 detik
jumlah masa
= 6.33 detik
Catatan Catatan : Rumus turunan untuk tempo “ flight time ” ( jump ), secara teoritis jump performance ), adalah :
t1 = 2 √ D/a
Dalam kenyataan praktek perlu ditambang 1.0 detik saat start-up dan leveling 0.5 sampai 1.0 detik saat s aat berhenti penuh, dan juga masa transisi (dalam contoh = 1.83 s) berbeda-beda tergantung masing-masing merk dagang.
.
GERAKAN PINTU *UKA TUTUP
Tempo pintu membuka harus lebih cepat dari tempo pintu menutup. Sebagai contoh jenis pintu center opening openi ng (sorong horisontal) dengan lebar 1.20 1.2 0 m Tempo buka DO = 2 detik Tempo tutup DC = 3 detik Jumlah door time = 5 detik Gerakan kecepatan pintu dalam grafik saat membuka hampir mirip parabolik.
V (m/s) 0.70 0.55 buka (opening )
tutup (closing )
t (detik) 2.0 detik buka 3.0 detik tutup
Pre-opening Untuk menghemat waktu, maka pintu sebaiknya telah mulai membuka sebelum kereta lif mendarat betul-betul rata lantai, paling tidak 0.8 detik, atau 20 cm jarak kereta dengan muka lantai hentian. Pre-opening maksimal diizinkan 1.0 detik atau jarak maksimal 30 cm sebelum mendarat.
12
+.
KER"A PESA,AT PENGAAN
Jika kecepatan lif oleh suatu sebab melonjak mencapai 120% dari kecepatan nominal maka rahang governor jatuh, dan safety block menjepit menjepit rel secara berangsur sampai lif berhenti. Untuk menghindari shock pada penumpang, perlambatan laju kereta (retardation ) dibatasi maksimal sebesar g (gravitasi bumi) = 9.81 m/s2, dan minimal 20% g = 1.96 m/s2 Jarak kemerosotan kereta saat pesawat pengaman bekerja mengikuti rumus :
S = ½ at 2 atau ½ V 2/a Sebagai contoh kita kembali ke lif A diatas, berkecepatan 4.0 m/s. Overspeed terjadi 120%, atau = 4.8 m/s = jarak tempuh kemerosotan kereta S lihat gambar berikut ini. Lihat daftar berikut ini : batas-batas jarak tempuh kemerosotan kereta yang diizinkan saat pesawat pengaman bekerja menjepit rel, sesuai SNI 03-2190-1999, pasal 4.8.6. Kelajuan nominal kereta
% Kecepatan lebih maksimal
dalam m/menit (m/s)
Jarak tempuh perhentian kereta saat pesawat pengaman bekerja dalam meter D minimal
D maksimal
s/d 45
50
0.05
0.40
s/d 90 (1.5)
40
0.15
1.00
s/d 105 (1.75)
35
0.25
1.10
s/d 150 (2.5)
30
0.50
1.80
s/d 210 (3.5)
25
1.00
3.00
s/d 240 (4.0)
20
1.17
3.57
s/d 300 (5.0)
20
2.00
5.60
s/d 360 (6.0)
20
2.70
8.00
s/d 420 (7.0)
20
3.70
9.40
13
V (m/s) 4.8 m/s 120% 100%
S1
S2
0
t (detik) t1 t1 = V/g
t2
= 4.8 / 9.81
= 0.49 detik
t2 = V/0.2g = 4.8 / 1.96
= 2.44 detik
Jarak minimal S1 = ½V x V / g = ½ V 2 / g = ½ (4.8) 2 / 9.8
= 1.17 m
Jarak maksimal S2 = ½ (V2) / 0.2 g = ½ (4.8)2 / 1.96 = 5.87 m
-.
KER"A PEREDA ata' PENANGGA (oi/ ( oi/ 0'ff#r &tro1# )
Jika lif berkecepatan 4.0 m/s overspeed 20% (= 4.8 m/s) dan pesawat pengaman tidak sempat bekerja (karena terjadinya overspeed telah mendekati lantai terminal bawah/lobi), maka tugas penyangga atau peredam untuk menahan gaya tumbuk kereta yang “terjatuh” dengan kecepatan 120% dari kecepatan nominal. Besarnya gaya tumbuk (impact (impact force ) atas dasar percepatan maksimal yang terjadi = 2.4g.
Ro = (g + 2.4 g) (P+Q) (maksimal) Jika berat kereta P = 2000 kg, muatan Q = 1000 kg dan g = 10 m/s2 (dibulatkan). Maka gaya reaksi maksimal Ro = 3.4 g (2000 + 1000) = 102000 N = 102 kN. Menurut ketentuan ANSI A17.1 tahap pertama gaya tumbuk terjadi sangat singkat yaitu hanya 0.04 detik, dimana energi tumbuk langsung diserap oleh minyak hidrolik, kemudian tahap berikut yang terjadi piston peredam ditekan oleh berat kereta (P+Q) masuk dengan perlambatan sebesar g (= 9.81 m/s2).
14
Perhitungan tahap pertama 0.04 detik jarak langkah piston (stroke (stroke ) sesaat terjadi tumbukan S0 = ½ (1.15 V) 2 / a0 = 0.5 (1.15 x 4.0)2 / 3.4g
= 0.31 m
Jarak langkah selanjutnya S = ½ V2 /g S = ½ (4.0) 2 g
= 0.815 m
Jumlah langkah piston S0 + S
= 1.12 m
Lihat daftar langkah peredam tabel 4.12.3b pada SNI 03-2190-1999 sebagai berikut :
Kecepatan nominal lif m/m (m/s)
Kecepatan Kecepatan lebih saat bentur 115% V (m/m)
Langkah peredam nominal (cm)
60 (1.0) 90 (1.5) 105 (1.75) 120 (2/0) 150 (2.5) 180 (3.0) 210 (3.5) 240 (4.0) 360 (6.0) 420 (7.0)
69 103 120 138 172 207 240 276 410 480
6.9 15.8 21.0 28.0 43.2 63.0 84.5 112.0 249.0 340.0
g
(m/s2)
3.4 •
1.0g • 0.31
• 1.12
langkah (m)
0.04 det menurut ANSI A17.1 Catatan : Gaya rekasi 102 kN harus ditampung oleh bed plate, pada dasar pit dan dipasang langsung dibawah buffer untuk mengurangi tekanan dasar pit yang dibatasi sebesar 500 kN/m2. Luas bed plate = 102 kN / 500 kN/m 2 = 0.204 m 2 atau berupa profil kanal dengan ukuran panjang + 2.0 m x lebar 0.15 m.
15
Lampiran-1 Kasus Bank Mandiri Pusat, Jl.Jend.Gatot Subroto, Jakarta Selatan
Kasus pengujian besaran percepatan percepatan pada lif-lif di Bank Mandiri Pusat Tujuan : Mengevaluasi besaran percepatan unit-unit lif no. 1 s/d 12 dengan cara mengukur tempo-tempo selama berlangsung percepatan dan berlangsung express run. Besaran percepatan (a, dalam m/s2) pada waktu lif berangkat diasumsikan sama dengan perlambatan (deselerasi) pada waktu lif mau berhenti. Begitu pula tempo percepatan
dan
tempo
perlambatan
sama.
Jumlah
tempo
percepatan
dan
perlambatan (aselerasi dan deselerasi) disebut jump disebut jump performance performance (flight (flight time ). ). Besaran percepatan juga merupakan suatu unsur performance dari lif. Daftar berikut adalah jump performance yang baik dari berbagai jenis kecepatan lif dengan mesin gearless dan VVVF control (lihat SNI 03-6573-2001, hal.14).
Kecepatan lif m/m (m/s)
Aselerasi (a) m/s2
180 (23.0) 210 (3.5) 240 (4.0) 300 (5.0) 360 (6.0)
1.10 1.20 1.25 1.25 1.30
Jump performance (exl : leveling time) 5.5 5.8 6.7 8.3 10 .0
detik detik detik detik detik
George R. Strakosch dalam bukunya “Vertical transportation : Elevators and Escalators” pada halaman-142 motion control, menyatakan sebelum lif mencapai full speed dari mulai percepatan mengalami masa transisi gerak saat lif mencapai 60% full speed (yaitu untuk lif-lif dengan mesin gearless, motor DC dengan SCR). Dengan motor ACVVVF diharapkan transisi terjadi saat kecepatan mencapai 70% dari full speed (tergantung masing-masing merk dagang). Lihat gambar : t1 t2
= tempo aselerasi = tempo tercapai full speed
2t2 = tempo jump performance, 2 (S1 + S2) = jarak tempuh jump t2 - t1 = tempo transisi gerak sebelum mencapai full speed S1+S2 = jarak tempuh percepatan atau perlambatan 16
V m/m
V2 = full speed = nominal speed V1 = 70% V2
S1
S2
0 •
t (detik) 1.0 s/d 1.5
t1 t2
starting up
t2 - t1
= masa transisi dari percepatan ke full speed berlaku rumus-rumus berikut ini : (1) t2 - t1 = V22 - V12 / 2V - a (2) S2 = 1 / 3a (V23 / V 1 - V12)
(A) Pengamatan lif no. 8 s/d 12, gearless machine VVVF, Gedung Bank Mandiri Pusat, dimana nominal speed V2 = 5.0 m/s Kita mencoba dalam perhitungan besaran aselerasi a = 1.30 m/s2 sesuai dengan ketentuan SNI. Kecepatan lif nominal V2 = 300 m/m = 5.0 m/s (at (at full speed ) Gerak transisi V1 = 70% x 50 m/s = 3.5 m/s t1 = V1 /a = 3.5 / 1.3
= 2.69 detik
t2 - t1 (masa transisi) = (V 2 2 - V12) / 2V, a = (52 - 3.52) / 2x 3.5 x 1.3 = 1.40 detik t2 (tempo tercapainya full speed, dari start-up) 2t2 (jump performance atau flight time)
4.09 detik = 8.18 detik
(sesuai ketentuan SNI = 8.3) Jarak tempuh jump = 2 (S1 + S2) S1 = V1 2 / 2a = (3.5) 2 / 2 x 1.3 = 4.71 m S2 = 1/3a [(V23 / V1) - V12] Lihat George R. Strakosch, hal 142 = 1/ (3 x 1.3) [(53 /3.5 - 3.52)] = 1/ 3 x 1.3 (35.71 - 12.25)
= 5.86 m
S1 + S2 = 4.71 + 5.86 = 10.57 m Jarak tempuh jump 2 (S1 + S2) = jarak jump (j) 2 x 10.57 = 21.14 m
(sesuai dengan SNI = 20.8 m) 17
Periksa kesesuaian, atas dua kali pengamatan dilapangan : Kasus 1 Lintas G - lt. 31 non stop
= 129.65 meter
Waktu tempuh tercatat
= 31.5 detik (rata-rata)
Starting up + leveling
=
Running time
= 29.5 detik
Kecepatan full speed V2 = (S - j) / t t - 2t2
2.0 detik = 129.65 - 21.45 = 108.2 = 5.08 m/s ≈ 5.0 m/s 29.5 - 8.18 21.32 (sesuai, berbeda hanya 1.6%)
Kasus 2 Lintas G - lt. 19 non stop = 80.45 meter Waktu tempuh tercatat
= 22
Starting up + leveling
=
Running time
= 20
detik (rata-rata)
2.0 detik
detik
Kecepatan full speed, V2 = 80.45 - 21.45 = 59 = 4.97 m/s ≈ 5.0 m/s 20 - 8.18 11.82 (sesuai, beda hanya 0.6%)
Kesimpulan : Ternyata lif-lif no. 8 s/d 12 dengan kecepatan 300 m/m (= 5.0 m/s), memenuhi kriteria minimal percepatan = 1.20 m/s2 dan jump performance (flight (flight time ) = 8.30 detik (lihat SNI 03.6573-2001 hal 14 dan 15). (B) Pengamatan lif no. 1 s/d 6, gearless machine, VVVF, Bank Mandiri Kita mencoba dalam perhitungan ini besaran aslerasi, a = 1.25 m/s2 sesuai dengan ketentuan SNI. Kecepatan nominal V2 = 240 m/m = 4.0 m/s (at (at full speed ) Kecepatan gerak transisi V1 = 70% V2 = 2.8 m/s t1
= tempo aselerasi
t2
= tempo sampai tercapai full speed (nominal)
t 2 - t1 t1
= tempo transisi gerak dari aselerasi ke full speed. = V1 / a = 2.8 / 1.25 = 2.24 detik
t2 - t1 = V22 - V12 = 42 - (2.8)2 = 16 - 7.84 = 1.17 detik 2V1 a2 x 2.8 x 1.25 6.72 ---------------t2 (tempo tercapainya full speed dari dari start-up) = 3.41 detik 2t2 ( jump / flight time ) jump performance performance /
= 6.81 detik 18
Jarak tempuh jump = 2 (S1 + S2) S1
= V12 / 2a = (2.8)2 / (2 x 1.25) = 3.14 m
S2
= 1 / 3a [(V23 / V1) - V12] = 1 / 3 x 1.25 (64 (64 / 2.9 – 7.84) = 4.00
S1 + S2 = 3.14 + 4.00
= 7.14
2 (S1+S2)
= 14.29 m
Check kesesuaian atas pengamatan dilapangan : Kasus 1 Lintas D - lt. 19 (non stop)
= 80.45 m
Tempo lintas tercatat tt
= 26.5 detik
Starting up + leveling = Running time
3
detik
= 23.5 detik
Kecepatan full speed V2 =
S-j tt - 2t2 = 80.45 - 14.29 = 66.16 = 3.96 m/s ≈ 4.0 m/s 23.5 - 6.81 16.69 Kesimpulan : sesuai dengan kenyataan hanya selisih 1%.
(C) Pengamatan lif no. 7 (lift service) Kita mencoba dalam perhitungan ini aselerasi, a = 1.25 m/s2 sesuai dengan ketentuan SNI. Kecepatan nominal V2 = 180 m/m = 3.0 m/s, at full speed Kecepatan gerak transisi V1 = 70% V2 = 2.1 m/s t1
= tempo aselerasi
t2
= tempo samapai tercapai full speed (nominal)
t2 - t1 = tempo transisi gerak dari aselerasi ke full speed t1
= V1 / a = 2.1 / 1.25
= 1.71 detik
t2 - t1 = V22 – V12 = 32 – (2.1)2 2V1a 2 x 2.1 x 1.25 = (9 - 4.43) /5.25 = 0.87 detik t2 (tempo tercapainya full speed) = 2.58 detik 2t2 ( jump jump performance performance )
= 5.16 detik
19
Jarak tempuh jump
= 2 (S1 + S2)
S1 = V12 / 2a = (2.1) 2 / 2 x 1.25
= 1.77 m
S2 = 1 / 3a [(V23 / V1) - V12] = 1 / 3 x 1.25 (27 / 2.1 - 4.43 ) = 2.25 m S1 + S2
= 4.02 m
2 (S1 + S2)
= 8.04 m
Check kesesuaian atas pengamatan dilapangan : Kasus lintas D - lt. 31 (non stop) = 129.65 meter Tempo lintas tercatat = 48.7 detik Starting up + leveling = Running time
3.0 detik
= 45.7 detik
Kecepatan full speed V2 = S - j tt - 2t2 = 129.65 - 8.04 = 12.61 = 3.0 m/s (OK) 45.7 - 5.16 40.54
20
Lampiran-2
Jump performance (tempo loncat)
Kecepatan lif m/m (m/s)
Percepatan m/s2
Jarak tempuh (m)
Flight time jump performance (detik)
60 (1.0) 90 (1.5) 105 (1.75) 120 (2.0) 150 (2.5) 180 (3.0) 210 (3.5) 240 (4.0) 300 (5.0) 360 (6.0)
0.50 0.70 0.80 0.85 0.90 1.10 1.20 1.20 1.25 1.25
2.10 3.10 3.70 4.20 5.20 7.50 10.2 17.3 20.8 30.0
4.10 ~ 4.20 4.20 ~ 4.30 4.30 4.40 4.70 5.20 5.80 6.70 8.30 10.0
*
* Contoh kasus (A) halaman-17
21
Lampiran-3
Kasus Traffic Analysis dengan rumus t = 2 √d/a (= tempo loncatan, d = jarak tempuh pendek, a = aselerasi) aselerasi)
Diketahui
: Gedung kantor komersiel 15 lantai termasuk ground floor. Lantai 15 untuk executive luncheon. Lantai 2 untuk usaha komersiel, buka jam 10. Jumlah penghuni kantor 12 lantai ((Potential Potential Traffic ) = 1200 orang. Peak Traffic Demand diminta 12% / per 5 menit pada saat jam-jam masuk kantor 07.30 s/d 08.30, dan terdapat satu orang turun. Tinggi lintasan lif dari ground s/d Lt.15 = 56 m.
Tentukan
: Jumlah unit lif agar memenuhi kriteria wajar untuk pelayanan penghuni gedung kantor tersebut.
Analisa sirkulasi: 1) Saat sirkulasi padat 07.30 s/d 08.30 lift tidak seharusnya melayani Lt.2 dan Lt.15, jadi “Highest call return” terjadi pada Lt.14. Tinggi lintas saat peak hour = 56 - 4 = 52 m. 2) Lt.2 sebaiknya dilayani dil ayani dengan 2 buah eskalator dari ground floor.
Asumsi : (1) Muatan kereta (loading (loading ) = 80% dari kapasitas yang kita pilih. Pilihan awal kapasitas kereta 17 orang (1150 kg) dan kecepatan 2.5 m/s. Loading = 13 orang. (2) Lebar pintu 1.0 m jenis C/O. Door time 3.6 3 .6 detik termasuk prepre opening 1.0 detik (normal 4.6 detik buka-tutup). (3) Asumsi probable stop saat kereta naik memakai rumus probability Ps = n - n {(n - 1) / n}L, Lihat tabel n = lantai yang dilayani diluar ground floor = 15 - 3 = 12 Asumsi probable stop saat kereta turun satu kali henti diperhitungan lintas = 52 / 2 = 26 m, yaitu satu kali orang masuk kereta = 2.0 detik. (4) Lift
menggunakan
control
AC
VVVF,
sehingga
diharapkan
percepatan (aselerasi dan deselerasi) = 1.10 m/s2.
22
(5) Transfer time lobby adalah 1.0 detik tiap-tiap 8 orang pertama sisanya 0.8 detik/orang. Transfer time upper floor 1.0 detik per orang keluar dari kereta, dan 2.0 detik per orang yang mau masuk kereta yang dipanggil. (6) Waktu tunggu rata-rata (AWT) = 70% s/d 80% Interval.
Jawab
: Loading 80% x 17 = 13 orang Probable stop naik Ps = n – n {(n - 1) / n}L = 12 - 12 (11 / 12)13 = 8.2 Lintasan satuan jarak pendek (unit run) = 52 / 8.2 = 6.4 m Tempo satuan jarak pendek (6.4 m) = 4.8 detik (dari daftar) atau gunakan rumus t = 2√d/a + 0.5. Tempo lintas turun = 26 m, t = (26 5.3) / 2.5 + 4.2 = 12.5 detik (lihat jump performance 5.3 m = 4.2 detik untuk kecepatan 2.5 m/s dan 7.5 m = 5.0 detik untuk kecepatan 3.0 m/s). Lihat perhitungan selanjutnya pada lampiran dengan 2 kali trial sebagai berikut : 1st trial, kapasitas 17 P, kec : 2.5 m/s, loading 13 orang 2nd trial, kapasitas 15 P, kec : 3.0 m/s, loading 12 orang
Kesimpulan hasil perhitungan : Trial
Kapasitas / Kecepatan
Jumlah unit
Interval (sec)
GHC (%)
WTR (AWT) (sec)
1st
17 P / 2.5 m/s
5 unit
28 detik
140 P / 5 m (11.7%)
22.0
2nd
15 P / 3.0 m/s
5 unit
26.2 detik
137 P / 5 m (11.4%)
21.0
Pilihan jatuh pada 1st trial karena paling sesuai dengan kriteria SNI. Tetapi sebaiknya dicoba hitung ulang dengan kombinasi-kombinasi berikut ini : 3rd trial : 17 P / 3.0 m/s dan 4th trial : 15 P / 2.5 m/s. Catatan : Catatan : duty combination sesuai dengan nilai biaya untuk perbandingan perbandingan harga.
1st trial 1150 kg x 2.5 m/s
= 2875 (dipilih dari segi nilai ekonomis)
2nd trial 1050 kg x 3.0 m/s
= 3150
3rd trial 1150 kg x 3.0 m/s
= 3450
4th trial 1050 kg x 2.5 m/s
= 2625 paling murah 23
DISKUSI 1. Perhitungan traffic analysis diatas atas dasar terjadinya gangguan seorang turun, masuk lift dari lantai tertentu sehingga memperpanjang round trip time. Lebih-lebih jika ada beberapa orang yang keluar masuk lift (sirkulasi antara lantai) selama masa sirkulasi padat ((peak ). Seolah-olah memilih kecepatan tinggi (3.0 m/s) peak hour ). untuk 15 lantai) tidak bermanfaat. Kelompok lift perlu dilengkapi dengan control feature yang mengharuskan tiap unit turun langsung ke lobi utama setelah selesai melayani penumpang terakhir dilantai teratas. Feature up peak demand di pagi hari jam masuk kantor dimulai jika ada dua kereta dengan beban penuh berangkat dalam jarak selang waktu hanya 30 detik. Lift-lift akan non stop turun langsung, mengabaikan permintaan turun ((hall ). hall call ).
2. Tempo buka-tutup (door time ) sangat berpengaruh pada round trip time. Pilih motor penggerak pintu dengan daya diatas 100 W dan dilengkapi dengan inverter. Beda kecepatan pintu satu detik dikalikan beberapa kali stop, cukup nyata bedanya pada perhitungan round trip time selama sirkulasi padat. Pre-opening sangat membantu kinerja operasi lift, oleh karena itu sangat dianjurkan pada gedung kantor kemersial.
3. Perjalanan keatas mengantar penumpang ke lantai-lantai hentian tidak pernah mencapai “full speed”. Berangkat, aselerasi dan langsung diikuti deselerasi lalu leveling (+ 1.0 detik). Jarak 2 lantai = 8.0 m, tempo t = 2√d/a = 2 x √ 8 / 1.0 = 5.6 + 1 = 6.6 detik. Jika jumlah hentian probable stop = 7, maka running time up = 7 x 6.6 = 46 detik. Satu cara menghemat waktu perjalanan keatas ialah dengan advance destination call system . Beberapa orang yang bertujuan ke lantai yang sama atau dua lantai yang lain yang dekat menggunakan unit lift yang sama. Segera setelah lantai tujuan dipesan pada tombol-tombol di lobi, penumpang diberitahu lift mana yang harus diambil (yaitu lift yang telah di evaluasi dan dipilih oleh computer).
24
Pemilihan System Transportasi Vertikal pada Gedung (TVG)
Calculation of Traffic Analysis Kasus : Gedung Kantor
Nomor-nomor unit lift : L12 s/d L17 Building :
Diversified office bld
1 st trial
Location :
Business area, Jakarta
2 nd trial
Type
:
single rise
OFFICE
Zoning :
Low zone
3 rd trial
multi rise
Mid zone
High zone
No. of floors served above main (lobby) Total rise to highest call return Express run, distance Potential traffic (PT), above main lobby Peak traffic demand (PTD) Probable stop, Ps = s - s (s -1 / s) L Unit run, t = 2 √d/a) atau gunakan daftar
: : : : 12.0% : : up d= down d =
1. Dwelling time (in seconds) 1.1. Transfer time at main lobby 13 x 1.0 1.2. Transfer time upper upper floors 8.2 x 3.6 1.3. Door time (up travel) 1.4. Door time (down, (down, and / or at lobby) 2 x 3.6
Allowance : ………10% Total dwell time 2. Running time (in seconds) 8.1 x 5.4 sec 2.1. Going up (local) 2.2. Going up (express run) 2 x 12.5 sec 2.3. Going down (local) 2.4. Going down (express run) Total running time
4 th trial
Capacity, P = 17 kg = 1150 Loading, L 80% = 13 Speed = ………2.50 …… …… m/s (………150 ….. ….. m/m)
12 52 m, local rise; - 1200 144 8.1 6.4 m, unit time; t = 54 26 m, t = 12.5
: : : : : :
12 (= 8 x 1.0 + 5 x 0.8) 13 + 2.0 (satu orang turun) 29.5 7.2 63.7 6.4 70.1
: : : :
43.7 25.0 68.7
m m persons persons/5 min seconds sec
(+) = (a)
(+) = (b)
3. Round trip time, RTT = (a) + (b)
: 70.1 + 68.7 = 138.8
seconds
4. Unit handling capacity, UHC = 300 P / RTT
: (300 x 13) / 138.8 = 28.1
P/5 min
5. Number of elevator, (units), N = PTD / UHC
5 : 144 / 28.1 = 5.1 5
units
: 138.8 / 5 = 28
seconds
6. Interval, I = RTT/N, sec. and AWT at 80% or 70% of 7. Group handling capacity, GHC = N x UHC
Percentage Percentag e of handling capacity, GHC / PT x 100% 8. Filling up time = PT / GHC x 5 minutes Kesimpulan : 5 units
I
AWT = 22
: 5 x 28.1 = 14.0
P/5 min
: 140 / 1200 x 100% = 11.7
%
: 1200 / 140 x 5 = 42.8
Minutes
Cukup memuaskan,
AWT = …………..….
detik, GHC = ………… %
Sangat baik,
AWT = ……22 .….. .…..
detik, GHC = 11.7 < 12 %
Dapat diterima (acceptable ), ), AWT = …………..…. Lakukan coba ulang,
detik, GHC = ………… %
Capacity = …………….., Speed : ……………..…. 25
Pemilihan System Transportasi Vertikal pada Gedung (TVG)
Calculation of Traffic Analysis Kasus : Gedung Kantor
Nomor-nomor unit lift : L12 s/d L17 Building :
Diversified office bld
1 st trial
Location :
Business area, Jakarta
2 nd trial
Type
OFFICE
:
Zoning :
single rise
Low zone
3 rd trial
multi rise
Mid zone
High zone
No. of floors served above main (lobby) Total rise to highest call return Express run, distance Potential traffic (PT), above main lobby Peak traffic demand (PTD) Probable stop, Ps = s - s (s -1 / s) L Unit run, t = 2 √d/a) atau gunakan daftar
: : : : 12.0% : : up d= down d =
1. Dwelling time (in seconds) 1.1. Transfer time at main lobby 12 x 1.0 1.2. Transfer time upper upper floors 7.8 x 3.6 1.3. Door time (up travel) 1.4. Door time (down, (down, and / or at lobby) 2 x 3.6
Allowance : ………10% Total dwell time 2. Running time (in seconds) 7.8 x 5.54 sec 2.1. Going up (local) 2.2. Going up (express run) 2 x 11.2 2.3. Going down (local) 2.4. Going down (express run) Total running time
4 th trial
Capacity, P = 15 kg = 1000 Loading, L 80% = 12 Speed = ………3.0 …… …… m/s 180 (……… ….. ….. m/m)
12 52 m m, local rise; - m 1200 persons 144 persons/5 min 7.8 up, dn = 2 6.7 m, unit time; t = 5.5 seconds 26 m, t = (26 – 7.5) / 3 + 5 = 11.2 sec
: : : : : :
10.8 (= 6 x 1.0 + 6 x 0.8) 12.0 + 2.0 (down) 28.1 7.2 60 6 66
: : : :
42.9 22.4 65.3
(+) = (a)
(+) = (b)
3. Round trip time, RTT = (a) + (b)
: 66 + 65.3 = 131.3
seconds
4. Unit handling capacity, UHC = 300 P / RTT
: (300 x 12) / 131.3 = 27.4
P/5 min
5. Number of elevator, (units), N = PTD / UHC
5 : 144 / 27.4 = 5.2 5
units
26.2 AWT = 21 : 131.3 / 5 = 26.2
seconds
: 5 x 27.4 = 137
P/5 min
: 137/ 1200 x 100% = 1147
%
: ……………………………… ……………………………………… ………
Minutes
6. Interval, I = RTT/N, sec. and AWT at 80% or 70% of 7. Group handling capacity, GHC = N x UHC
Percentage Percentag e of handling capacity, GHC / PT x 100% 8. Filling up time = PT / GHC x 5 minutes Kesimpulan : 5 units
I
Cukup memuaskan,
AWT = …………..….
Sangat baik,
AWT = ………….….. detik, GHC = ………… %
Dapat diterima (acceptable ), ), AWT = ……21.……. Lakukan coba ulang,
detik, GHC = ………… %
detik, GHC = … 11.4 … %
Capacity = …………….., Speed : ……………..…. 26
Lampiran-5
Rujukan
1. Elevator Mechanical Design Third Edition Lubomir Janovsky, by Elevator World, INC
2. Vertical transportation : Elevators and Escalators George R. Strakosch, hal 142 motion control by John Wiley & Sons, INC
27