RUMUSAN MASALAH.
Apa yang dimaksud dengan zona tambahan?
Apa yang melatar belakangi adanya zona tambahan?
Apa yang disebut dengan landasan kontinen?
Apa yang melatar belakangi landasan kontinen?
Apa yang disebut zona ekonomi eksklusif?
Apa yang menjadi latar belakang penetapan zona ekonomi eksklusif?
Bagaimana cara mengelolah zona Ekonomi eksklusif apabila dalam hal ini terdapat sengketa didalam 2 negara?
PEMBAHASAN.
Wilayah laut teritorial sebuah negara meluas hingga 12 mil laut (22 km) dari garis pangkal. Jika ini akan tumpang tindih dengan wilayah laut negara lain, perbatasan diambil sebagai titik baseline median antara negara-negara ', kecuali negara yang bersangkutan menyepakati lain. Negara lainnya juga dapat memilih untuk mengklaim laut teritorial yang lebih kecil.
Pengertian zona tambahan secara umum
Zona tambahan adalah band air membentang dari tepi luar laut teritorial hingga 24 mil laut (44 km) dari baseline, di mana negara bisa menggunakan kontrol terbatas untuk tujuan mencegah atau menghukum "pelanggaran yang bea cukai, fiskal, imigrasi atau saniter hukum dan peraturan dalam wilayah atau teritorial laut ". Hal ini biasanya akan 12 mil laut (22 km) lebar, tetapi bisa lebih (jika sebuah negara telah memilih untuk klaim teritorial laut kurang dari 12 mil laut), atau kurang, jika jika tidak akan tumpang tindih zona tambahan negara lain. Namun, tidak seperti laut teritorial tidak ada aturan baku untuk menyelesaikan konflik tersebut, dan negara-negara yang bersangkutan harus menegosiasikan kompromi mereka sendiri. Amerika Serikat dipanggil sebuah zona tambahan pada tanggal 24 September 1999.
Pengertian zona tambahan secara tradisional.
Zona Tambahan (contiguous zone) secara tradisosional adalah bagian daei laut lepas, tetapi Negara dapat melakukan fungsi-fungsi tertentu didalam zona tersebut
Menurut Bierly masalah lebar laut teritorialmenjadi soal yang kompleks dengan diajukannya suatu klaim tambahan, yaitu yuridiksi di dalam "contiguous zone", yaitu zona dari laut lepas yang bersambung dengan laut territorial.
Pengertian zona tambahan menurut para ahli.
Menurut J.G Starke, zona tambahan adalah suatu jalur perairan yang berdekatan dengan batas jalur maritim atau laut teritorial, tidak termasuk kedaulatan negara pantai, tetapi dalam zona tersebut negara pantai dapat melaksanakan hak-hak pengawasan tertentu untuk mencegah pelaggaran peraturan perundang-undangan saniter, bea cukai, fiskal, pajak dan imigrasi di wilayah laut teritorialnya. Sepanjang 12 mil atau tidak melebihi 24 mil dari garis pangkal.
Pendapat pakar hukum laut, Hasyim Djalal, mengenai Zona Tambahan (contiguous zone) adalah "Sepanjang yang berkaitan dengan batas contiguous zone, belum ada satupun batas yang ditetapkan dengan Negara-negara tetangga.
Latar belakang adanya zona tambahan.
Zona tambahan didalam pasal 24 (1) UNCLOS III dinyatakan bahwa suatu zona dalam laut lepas yang bersambungan dengan laut teritorial negara pantai tersebut dapat melaksanakan pengawasannya yang dibutuhkan untuk:
1. Mencegah pelanggaran-pelanggaran perundang-undangannya yang berkenaan dengan masalah bea cukai (customs), perpajakan (fiskal), keimigrasian (imigration), dan kesehatan atau saniter.
2. Menghukum pelanggaran-pelanggaran atau peraturan-peraturan perundang-undangannya tersebut di atas.
Didalam ayat 2 ditegaskan tentang lebar maksimum dari zona tambahan tidak boleh melampaui dari 12 mil laut diukur dari garis pangkal. Hal ini berarti bahwa zona tambahan itu hanya mempunyai arti bagi negara-negara yang mempunyai lebar laut teritorial kurang dari 12 mil laut (ini menurut konvensi Hukum Laut Jenewa 1958), dan sudah tidak berlaku lagi setelah adanya ketentuan baru dalam Konvensi Hukum Laut 1982. Menurut pasal 33 ayat 2 Konvensi Hukum Laut 1982, zona tambahan itu tidak boleh melebihi 24 mil laut, dari garis pangkal dari mana lebar laut teritorial itu diukur.
Konsepsi Zona Tambahan yang dikaitkan dengan laut lepas masih termuat dalam Konvensi Tentang Laut Teritorial 1958 di mana dalam pasal 24 dalam Konvensi tersebut menunjuk kepada pengawasan dari negara pantai terhadap zona dari laut lepas yang bersambung dengan laut territorial. Keberadaan zona ini didasarkan pada kebutuhan khusus negara-negara untuk meluaskan kekuasaannya melewati batas laut teritorial, disebabkan tidak cukup luasnya laut teritorial untuk melakukan pencegahan penyelundupan dari dan di laut di satu sisi, dan wewenang penuh atau kedaulatan negara pantai di sisi lain. Kedua faktor inilah yang menimbulkan adanya jalur atau zona tambahan.
Dalam hal-hal tertentu suatu negara dirasakan masih memerlukan wilayah untuk menerapkan kekuasaanya terhadap masalah-masalah khusus, misalnya untuk mengatasi penyelundupan, bea cukai, karantina dan sebagainya. Oleh karena itu, baik dalam Kodifikasi Den Haag 1930 maupun Konvensi Jenewa 1958 diberikan rumusan tentang zona tambahan, walaupun tidak ditemukan kata sepakat tentang lebar zona ini.
Berikut ini beberapa hal guna memperjelas tentang letak zona tambahan itu
- Pertama, Tempat atau garis dari mana lebar jalur tambahan itu harus diukur, tempat atau garis itu adalah g aris pangkal.
- Kedua, Lebar zona tambahan itu tidak boleh melebihi 24 mil laut, diukur dari garis pangkal.
- Ketiga, Oleh karena zona laut selebar 12 mil laut diukur dari garis pangkal adalah merupakan laut teritorial, maka secara praktis lebar zona
tambahan itu adalah 12 mil (24-12) mil laut, itu diukur dari garis atau batas luar laut territorial, dengan kata lain zona tambahan selalu terletak diluar dan berbatasan dengan laut teritorial.
- Keempat, Pada zona tambahan, negara pantai hanya memiliki yurisdiksi yang terbats seperti yang ditegaskan dalam pasal 33 ayat 1 Konvensi Hukla 1982. Hal ini tentu saja berbeda dengan laut teritorial dimana negara pantai di laut teritorial memiliki kedaulatan sepenuhnya dan hanya dibatasi oleh hak lintas damai.
Zona Tambahan Indonesia adalah perairan yang berdampingan dengan Laut Teritorial Keberadaan zona ini didasarkan pada kebutuhan khusus negara-negara untuk meluaskan kekuasaannya melewati batas laut teritorial, disebabkan tidak cukup luasnya laut teritorial untuk melakukan pencegahan penyelundupan dari dan di laut di satu sisi, dan wewenang penuh atau kedaulatan negara pantai di sisi lain
Pengertian landasan kontinen.
Landasan kontinen adalah suatu Negara berpantai meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya yang terletak di laur laut teritorialnya sepanjang merupakan kelanjutan alamiah wilayah daratannya. Jaraknya 200 mil laut dari garis pangkal atau dapat lebih dari itu dengan tidak melebihi 350 mil, tidak boleh melebihi 100 mil dari garis batas kedalaman dasar laut sedalam 2500 mil.
Landasan Kontinen (BLK) adalah daerah di bawah laut yang meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari daerah dibawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorial sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratan hingga pinggiran laut tepi kontinen, sehingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal, dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut. Garis batas luar kondisi kontinen pada dasar laut, tidak boleh melebihi 350 mil laut dari garis pangkal atau tidak melebihi 100 mil laut dari garis kedalaman (isobath) 2500m, kecuali untuk elevasi dasar laut yang merupakan bagian alamiah tepian kontinen, seperti pelataran (plateau), tanjakan (rise), puncak (caps), ketinggian yang datar ( banks) dan puncak gunung yang bulat (spurs).
Latar belakang adanya landasan kontinen
Berkembangnya lapangan hukum laut dalam hal Landas Kontinen erat kaitannya dengan bertambah majunya teknologi, teknik penggalian kekayaan alam terutama minyak bumi, yang dalam perkembangannya memungkinkan eksplorasi dan eksploitasi tidak hanya di daratan tapi juga di dalam tanah di bawah dasar laut. Dan Berbicara mengenai pranata hukum laut, khususnya tentang Landas Kontinen, pertama kalinya berawal dari adanya Proklamasi Presiden Amerika Serikat Harry S Truman pada tanggal 28 September 1945 yang didasarkan pada tindakan penguasaan sepihak, ialah dengan tujuan memanfaatkan, mengamankan, dan mencadangkan kekayaan mineral dasar laut (seabed) dan tanah di bawahnya (subsoil) yang berbatasan dengan pantai Amerika Serikat untuk kepentingan rakyat dan bangsa Amerika Serikat.
Di dalam pertimbangannya Proklamasi Trauman tersebut di atas antara lain menyatakan perlunya dirangsang pencarian sumber-sumber baru daripada minyak bumi dan barang tambang lain mengingat kebutuhan dunia jangka panjang akan sumber minyak bumi dan barang tambang lainnya."[3] Proklamasi Trauman tahun 1945 tersebut menjadi titik tolak yang menciptakan suatu perkembangan baru dan mengakibatkan suatu perubahan yang besar dalam hukum laut internasional. Tindakan pemerintah Amerika Serikat terkait dataran kontinen (Continental Shelf) ini didasarkan atas pendapat ahli-ahli geologi minyak bumi bahwa bagian-bagian tertentu dari dataran kontinen di luar batas 3 mil mengandung endapan-endapan minyak bumi yang sangat berharga yang memungkinkan untuk mengeksploitasikan secara teratur suatu daerah di bawah permukaan laut (submarine area). Proklamasi Trauman Tahun 1945 tersebut tidak menimbulkan protes dari Negara-negara lain, bahkan sejak tindakan Amerika Serikat yang hanya didasarkan pada pernyataan-pernyataan sepihak terkait masalah Landas Kontinen berkembang dan mendapat perhatian dari Negara-negara Amerika Latin yang justru mengikuti jejak dan langkah dari Amerika Serikat tersebut, diantaranya seperti Chili, Equador, dan Peru tepatnya pada Deklarasi Santiago 18 Agustus 1952, dimana ketiga Negara tersebut mengklaim bahwa area lautan beserta dasar laut dan tanah di bawahnya dalam jarak 200 mil laut dari pantainya berada di bawah kedaulatannya.
Pada perkembangan berikutnya Negara-negara internasionalpun kembali membicarakan pengaturan hukum mengenai Landas Kontinen dalam Konvensi Jenewa 1958 atau disebut juga dengan Konvensi Hukum Laut 1958, diadakan oleh Internasional Law Commission yang dibentuk oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), yang dihadiri oleh 700 delegasi dari 86 negara. Beberapa tahun setelah dilaksanakannya Konvensi Jenewa 1958, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tahun 1982 menentukan untuk mengadakan Konvensi Hukum Laut 1982, Pada Konvensi Hukum Laut 1982 atau yang lebih dikenal dengan United Nations Convention on the Law of the Sea III (UNCLOS III), Pasal 76 angka 1 menyebutkan bahwa Landas Kontinen suatu Negara pantai meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari daerah di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratannya hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut territorial diukur, dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut. Dan Di Indonesia sendiri Landas Kontinen mendapat perhatian lebih ialah sekitar Tahun 1969.dan dikukuhkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973.
Penentuan Batas Landas Kontinen
Penentuan batas landas kontinen dapat dibagi menjadi tiga kondisi, yaitu :
1) Penentuan batas landas kontinen kurang dari 200 mil laut. Batas terluar dari landas kontinen adalah sejauh 200 mil laut atau berhimpit dengan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Konsep ini dikenal dengan Co-extensive Principle.
2) Penentuan batas landas kontinen lebih dari 200 mil laut. Batas terluar landas kontinen
mengacu pada empat ketentuan penentuan pinggiran luar tepian kontinen.
3) Penentuan batas landas kontinen yang berbatasan dengan negara pantai lainnya. Batas terluar landas kontinen mengacu pada perjanjian antara negara yang berkepentingan. Hal ini terjadi jika jarak antar Negara kurang dari 400 mil laut.
Dan tujuan adanya landasan kontinen adalah tercantum dalam pasal 2 konvensi jenewa tersebut menyatakan : negara pantai mempunyai hak-hak berdaulat atas landas kontinen untuk tujuan eksplorasi dan eksploitasi sumber-sumber alamya.
Pengertian zona ekonomi eksklusif.
ZEE adalah Suatu zona selebar tidak lebih dari 200 mil laut dari garis pangkal.di zona ini Negara pantai memiliki hak-hak berdaulat yang eksklusif untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi sumber kekayaan alam serta yuridiksi tertentu terhadap:
Pembuatan dan pemakaian pulau buatan,instalasi dan bangunan.
Riset ilmiah kelautan.
Perlindungan dan pelestarian lingkungan laut.
Pengertian ZEE secara umum.
zona yang luasnya 200 mil laut dari garis dasar pantai, yang mana dalam zona tersebut sebuah negara pantai mempunyai hak atas kekayaan alam di dalamnya, dan berhak menggunakan kebijakan hukumnya, kebebasan bernavigasi, terbang di atasnya, ataupun melakukan penanaman kabel dan pipa. Konsep dari ZEE muncul dari kebutuhan yang mendesak. Sementara akar sejarahnya berdasarkan pada kebutuhan yang berkembang semenjak tahun 1945 untuk memperluas batas jurisdiksi negara pantai atas lautnya, sumbernya mengacu pada persiapan untuk UNCLOS III.
Latar belakang penetapan zona ekonomi eksklusif
Latar belakang lahirnya konsepsi zona ekonomi eksklusif tidak terlepaskan dari tindakan sepihak Amerika Serikat dalam bentuk Proklamasi Truman Tahun 1945. Klaim Negara-negara Amerika Latin dalam mengikuti tindakan Amerika Serikat ini, seperti Chli, Peru Dan Equador sudah jauh menyimpang dari pengertian "continental shelf" dalam arti geologis. Negara-negara ini bukan saja menuntut perluasan yurisdiksi yang ditujukan kepada penguasaan kekayaan alamnya yang terdapat di dasar laut dan tanah di bawahnya, tetapi juga meliputi perairan diatasnya. Pada waktu berlangsungnya Konferensi Hukum Laut PBB I di Jenewa Tahun 1958, Peru, negara-negara Amerika Latin mengajukan usul yang dinamakan "economic zone". Tetapi usul Peru ini tidak mendapat tanggapan yang menggembirakan karena pada waktu itu negara-negara peserta mengangagapnya terlalu ekstrim. Dan oleh Peru usul "economic zone" ini mendapat dukungan negara-negara Afrika dan pada waktu negara-negara Afrika mengadakan seminar di Yaounda salah satu keputusannya berisi dukungan terhadap "economic zone". Selain mendapat dukungan negara-negara sedang berkembang, konsepsi "economic zone" mulai menarik dukungan negara-negara maju, seperti Kanada dan Norwegia. Walaupun pada mulanya negara Amerika Serikat, Uni Soviet dan negara-negara tak berpantai ("land locked countries") serta negara-negara yang secara geografis tidak beruntung ("geographically disadvantages") menentang konsepsi ini, tetapi pada kenyataannya konsepsi "economic zone" dianggap sebagai usul yang dikompromikan dengan diterimanya konsepsi ini sebagai suatu rejim hukum baru dalam Hukum Laut Internasional yang terdapat pengaturannya dalam Konvensi Hukum Laut 1982.
Sedangkan di Indonesia konsep tentang zona ekonomi eksklusif diawali dengan paham wawasan nusantara yang termuat dalam Deklarasi Djuanda 1957 yang kemudian dituangkan dalam UU No 4/Prp./1960 tentang Perairan, yang menyatakan bahwa Teritorriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 diganti dengan Wawasaan Nusantara atau Archipelago Principle. Paham ini diperjuangkan dalam berbagai konferensi laut internasional antara lain dalam Konferensi Jenewa tahun 1977. Konferensi ini berhasil menyusun konsep satu paket persetujuan umum, yang dikenal sebagai Informal Compesite Negotiating Text (ICNT). Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang dimaksud dengan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya dan air di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 menyatakan bahwa apabila ZEE Indonesia tumpang tindih dengan ZEE negara-negara yang pantainya saling berhadapan atau berdampingan dengan Indonesia maka batas ZEE antara Indonesia dan negara tersebut ditetapkan dengan persetujuan antara Indonesia dengan negara tersebut.
Konsep dari ZEE telah jauh diletakkan di depan untuk pertama kalinya oleh Kenya pada Asian-African Legal Constitutive Committee pada Januari 1971, dan pada Sea Bed Committee PBB pada tahun berikutnya. Proposal Kenya menerima dukungan aktif dari banyak Negara Asia dan Afrika. Dan sekitar waktu yang sama banyak Negara Amerika Latin mulai membangun sebuah konsep serupa atas laut patrimonial. Dua hal tersebut telah muncul secara efektif pada saat UNCLOS dimulai, dan sebuah konsep baru yang disebut ZEE telah dimulai.
Ketentuan utama dalam Konvensi Hukum Laut yang berkaitan dengan ZEE terdapat dalam bagian ke-5 konvensi tersebut. Sekitar tahun 1976 ide dari ZEE diterima dengan antusias oleh sebagian besar anggota UNCLOS, mereka telah secara universal mengakui adanya ZEE tanpa perlu menunggu UNCLOS untuk mengakhiri atau memaksakan konvensi. Penetapan universal wilayah ZEE seluas 200 mil laut akan memberikan setidaknya 36% dari seluruh total area laut. Walaupun ini porsi yang relatif kecil, di dalam area 200 mil laut yang diberikan menampilkan sekitar 90% dari seluruh simpanan ikan komersial, 87% dari simpanan minyak dunia, dan 10% simpanan mangan
cara mengelolah zona Ekonomi eksklusif apabila dalam hal ini terdapat 2 sengketa didalam 2 negara yakni ;
Pasal 74 dan Pasal 83 UNCLOS 1982 mengatur tentang penetapan batas ZEE maupun Landas Kontinen antara negara-negara yang secara geografis berdampingan ataupun berhadapan. Ketentuan tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
1.Penetapan batas ZEE (Landas Kontinen), antara negara yang pantainya berhadapan atau berdampingan harus diadakan dengan persetujuan (anatara negara-negara yang berkepentingan) atas dasar Hukum Internasional, sebagaimana tercantum dalam Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional untuk mencapai suatu penyelesaian yang adil.
2.Apabila tidak dapat dicapai persetujuan dalam jangka waktu yang pantas, Negara-negara yang bersangkutan harus menggunakan prosedur yang ditentukan dalam Bab XV
3. Sambil menunggu suatu persetujuan seperti ditentukan dalam ayat (1), negara-negara yang bersangkutan, dengan semangat saling pengertian dan kerjasama, harus melakukan setiap usaha untuk mengadakan pengeturan sementara yang bersifat praktis, dan, selama masa peralihan ini, tidak membahayakan atau menghalangi dicapainya suatu persetujuan akhir. Pengaturan demikian tidak boleh merugikan bagi tercapainya penetapan akhir mengenai perbatasan.
4. Dalam hal adanya persetujuan yang berlaku antara negara-negara yang bersangkutan, maka masalah yang bertalian dengan penetapan batas ZEE/lLandas Kontinen, harus ditetapkan dengan ketentuan persetujuan itu.
Dari berbagai ketentuan aturan dalam UNCLOS 1982 diatas, dapat dilihat bahwa penetapan garis batas (laut teritorial dan zona maritim) suatu negara, harus dilakukan dengan persetujuan (kerjasama) negara yang berkepentingan. Dengan kata lain penetapan tersebut bukanlah suatu tindakan secara unilateral,jika adanya sengketa antara kedua Negara maka dilakukan Penyelesaian sengketa dalam bidang Hukum Laut yakni UNCLOS 1982 dalam kerangka penyelesaian sengketa internasional pada umumnya. Yaitu sengketa diselesaikan melalui mekanisme-mekanisme dan institusi-institusi peradilan internasional yang sudah ada (Mauna, 2003, 376).
UNCLOS 1982 mengarahkan negara-negara untuk segera menyelesaikan sengketa yang berhubungan dengan laut. Negara-negara tidak dapat lagi menunda-nunda penyelesaian sengketa dengan bersembunyi di balik kedaulatan negara. Suatu negara dapat menunda penyelesaian sengketa bila negara lain yang terlibat dalam sengketa setuju untuk itu. Jika tidak ada persetujuan demikian, maka mekanisme prosedur memaksa (compulsory procedures) dalam UNCLOS 1982 harus diberlakukan.
http://id.shvoong.com/law-and-politics/international-law/2117274-pengertian-landas-kontinen/
http://ciils.wordpress.com/2008/04/20/pengelolaan-dan-pelestarian-sumber-daya-alam-di-zeei/
http://id.wikipedia.org/wiki/Zona_Ekonomi_Eksklusif