Bab 3 No 1 Mengapa timbul vesikel di kulit?
Vesikel adalah suatu penonjolan kulit dengan batas tegas, berisi cairan serous dan diameternya < 1 cm. Jika diameter > 1 cm disebut bula, vesikel terdiri atas dua jenis, antara lain (Budimulja, (Budimulja, 2007) : 1. Vesikel/bula intraepidermal atau suprabasal a. Spongiosis Vesikel atau bula yang terjadi karena proses spongiosis dimulai dengan terjadinya edema interselular di antara selsel-sel keratinosit yang terisi cairan. Contoh: dermatitis kontak alergi (DKA). b. Degenerasi balon Vesikel atau bula terjadi karena proses degenerasi dimulai dengan terjadinya edema intraselular biasanya karena adanya suatu proses infeksi. Virus akan menginfeksi sel epidermis sehingga sel kulit akan mengalami pembengkakan akibat adanya degenerasi, spongiosum maupun nekrosis nekrosis yang disebabkan virus sehingga akan terjadi akumulasi dari cairan yang akan terbentuk dan tertumpuk di dalam jaringan, penumpukan cairan tadi akan memicu terbentuk vesikel. Contoh: herpes zozter, herpes simplex. c. Akantolisis Vesikel atau bula terjadi karena adanya proses akantolisis, yakni hilangnya spina atau akanta atau jembatan antar sel, sehingga ikatan antara sel menjadi hilang atau lepas, dan akhirnya akan terbentuk celah atau rongga yang berisi cairan. Contoh: pemphigus. d. subsub-corneal Vesikel atau bula terbentuk karena lepasnya stratum korneum dari lapisan di bawahnya. Contoh: impetigo, miliaria kristalina. 2. Vesikel/bula subepidermal atau infrabasal atau intradermal intr adermal Vesikel atau bula infrabasal terjadi karena lepasnya lapisan basal dari membrana basalis. Vesikel atau bula yang terbentuk biasanya akibat
proses
autoimun,
misalnya:
bullous
pemphigoid,
dermatitis
herpetiformis.
Bab 3 No .. Mengapa vesikel gatal, panas dan nyeri juga disertai demam?
Pada saat mikroorganisme (virus, bakteri, atau jamur) menginvasi tubuh, mikroorganisme akan berinteraksi dan melekat pada permukaan antibodi IgE yang terdapat pada sel mast dan basophil. Lalu kompleks sel mast-antibodi-antigen akan terbentuk diikuti dengan degranulasi sel dan pembebasan histamin oleh sel mast dan basofil. Kemudian bertindak pada reseptor H1 sehingga mengakibatkan rasa pruritus, vasodilatasi, hipotensi, flushing (muka jadi merah), sakit kepala, takikardia, bronkokonstriksi, tingkatkan permeabilitas pembuluh darah dan nyeri (Ganong, 2009). Sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag, dan sel - sel Kupffer mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen IL -1(interleukin 1), TNFα (Tumor Necrosis Factor α), IL - 6 (interleukin 6), dan INF (interferon ) yang bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan termostat sehingga terjadilah febris (Ganong, 2009).
LO 1 Herpes Zoster
a. Definisi Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer (Djuanda et al, 2015). b. Epidemiologi Penyebarannya sama seperti varisela. Penyakit ini, seperti yang diterangkan dalam definisi, merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah
penderita mendapat varisela. Kadang-kadang varisela ini berlangsung subklinis. Tetapi ada pendapat yang menyatakan kemungkinan transmisi virus secara aerogen dari pasien yang sedang menderita varisela atau herpes zoster (Djuanda et al, 2015). c. Patogenesis Virus ini berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion kranialis. Kelianan kulit yang timbul memberikan lokasi yang setingkat dengan daerah persarafan ganglion tersebut. Kadang-kadang virus ini juga menyerang ganglion anterior, bagian motorik kranialis sehingga memberikan gejala-gejala kelainan motorik (Djuanda et al, 2015). d. Gejala Klinis Daerah yang paling sering terkena adalah daerah torakal walaupun daerahdaerah lain tidak jarang. Frekuensi penyakit ini pada pria dan wanita sama, sedangkan mengenai umur lebih sering pada orang dewasa (Siregar, 2004). Sebelum timbul gejala kulit terdapat gejala prodromal, baik sistemik (demam, pusing, malaise) maupun gejala prodromal lokal (nyeri otot-tulang, gatal, pegal dan sebagainya). Setelah itu timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang eritematosa dan edema. Vesikel ini berisi cairan yang jernih, kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu) dapat menjadi pustul dan krusta. Kadang-kadang vesikel mengandung darah dan disebut sebagai herpes zoster hemoragik. Dapat pula timbul infeksi sekunder sehingga menimbulkan ulkus dengan penyembuhan berupa sikatriks (Siregar, 2004). Masa tunasnya 7-12 hari. Masa aktif penyakit ini berupa lesi-lesi baru yang tetap timbul berlangsung kira-kira seminggu, sedangkan masa resolusi berlangsung kira-kira 1-2 minggu. Disamping gejala kulit dapat juga dijumpai pembesaran kelenjar getah bening regional. Lokalisasi penyakit ini adalah unilateral dan bersifat dermatomal (sesuai dengan tempat persarafan). Pada susunan saraf tepi, jarang timbul kelainan motorik. Tetapi pada susunan saraf
pusat kelainan ini lebih sering karena struktur gangguan kranialis memungkinkan hal tersebut. Hiperestesi pada daerah yang terkena memberi gejala yang khas. Kelainan pada muka sering disebabkan oleh karena gangguan pada nervus trigeminus (dengan ganglion gasseri) atau nervus fascialis dan otikus (dari ganglion geniculatum) (Siregar, 2004). Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang pertama nervus trigeminus sehingga menimbulkan kelainan pada mata, disamping itu jugacabang kedua dan ketiga menyebabkan kelainan kulit pada daerah persarafannya. Sindrom Ramsay Hunt disebabkan oleh gangguan nervus fascialis dan otikus sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus dan juga terdapat gangguan pengecapan. Herpes zoster abortif, artinya penyakit ini berlangsung dalam waktu yang singkat dan kelainan kulitnya hanya berupa beberapa vesikel dan eritema. Pada herpes zoster generalisata kelainan kulitnya unilateral dan segmental ditambah kelaianan kulit yang menyebar secara generalisata berupa vesikel yang soliter dan umbilikasi. Kasus ini terjaditerutama pada orang tua atau pada orang yang kondisi fisiknya sangat lemah, misalnya pada pada penderita limfoma maligna (Siregar, 2004). Neuralgia pascaherpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan lebih dari sebulan setelah penyakitnya sembuh. Nyeri in dapat berlangsung sampai beberapabulan bahakan bertahun-tahun dengan gradasi nyeri yang bervariasi dalam kehidupan sehari-hari. Kecenderungan ini dijumpai pada orang yang mendapat herpes zoster diatas usia 40 tahun (Siregar, 2004). e. Penegakkan Diagnosis Diagnosis penyakit yang disebabkan oleh varicella zoster virus ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala prodormal, rasa gatal dan manifestasi klinis sesuai tempat predileksi dan morfologi yang khas dari varicella. Diagnosis penyakit herpes zoster sangat jelas, karena gambaran klinisnya memiliki karakteristik tersendiri. Deteksi antigen atau nuclei acid VZV, isolasi virus dari sediaan hapus lesi atau pemeriksaan antibodi IgM spesifik diperlukan. Pemeriksaan dengan
teknik PCR merupakan tes diagnostik yang paling sensitif dan spesifik (dapat mendeteksi DNA VZV dari cairan vesikel) (Djuanda et al, 2015). 1. Anamnesis
Keluhan utama : adanya eritema yang terus berkembang menjadi papul dan vesikel
Lokasi : bisa disemua tempat, paling sering pada C4 dan L2 Keluhan penyerta : neuralgia beberapa hari sebelum atau bersamaan dengan kelainan kulit, demam. 2. Pemeriksaan fisik Effloresensi kelompok vesikel sampai bula di daerah eritema, sifatnya biasanya unilateral. 3. Pemeriksaan penunjang
PCR Kultur virus 1-2 minggu Tzanck Test (Siregar, 2004). f. Penatalaksanaan a. Sistemik
Obat antivirus Kortikosteroid Analgetik Antidepresan dan antikonvulsan b. Topikal
Analgetik topical : Kompres dan AINS Anestetik lokal Kortikosteroid (Djuanda et al, 2015).
Terapi sistemik umumnya bersifat simtomatik, untuk nyerinya diberikan analgetik. Jika disertai infeksi sekunder diberikan antibiotik. Indikasi obat antiviral ialah herpes zoster oftalmikus dan pasien dengan defisiensi imunitas mengingat komplikasinya. Obat yang biasa digunakan adalah
asiklovir dan modifikasinya misalah valasiklovir. Obat yang lebih baru adalah pamsiklovir dan tensiklovir yang mempunyai waktu paruh eliminasi yang lebih lama sehingga cukup diberikan 3 kali 250mg sehari. Obat-obat tersebut diberikan dalam 3 hari pertama sejak lesi muncul. Dosis asiklovir yang dianjurkan ialah 5 kali 800mg sehari dan biasanya diberikan 7 hari. Sedangkan valasiklovir 3 kali 1000 mg sehari karena konsentrasi dalam plasma lebih tinggi. Jika lesi baru masih tetap timbul, obat-obat tersebut masih dapat diberikan dan dihentikan sesudah 2 hari sejak lesi baru tidak timbul lagi.
g. Komplikasi Komplikasi yang paling sering terjadi adalah neuralgia pasca herpes (NPH), yaitu nyeri yang masih menetap di area yang terkena walaupun kelainan kulitnya sudah mengalami resolusi (Djuanda et al, 2015).
h. Prognosis Perawatan yang teliti dan memperhatikan higiene memberi prognosis yang baik dan dapat mencegah timbulnya jaringan parut (Djuanda et al, 2015).
Adhi Djuanda, dkk. 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p. 3-4, 7-8. Budimulja, Unandar. 2007. Morfologi dan Cara Membuat Diagnosis : Ilmu Kulit Kelamin. Ed. 5. Jakarta: FKUI. Ganong, W. F. 2009. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC. Siregar, R.S. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC; 2004.