Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana, 2011 hlm. 159
Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana, 2005 hlm. 177
QS An-Nisa: 23
Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim
QS Al-Maidah: 3
QS Al-An'am: 145
QS An-Nisa: 92
QS Al-Mujadalah: 3
QS AN-Nisa: 43
QS Al-Maidah: 38
Sapiudin, Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana, 2011, hlm 192
QS Al-Baqarah: 187
QS An-Nur: 4
Muhamad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 2013, hlm 228-229
1
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Al-Qur'an dan sunnah sebagai sumber hukum Islam dalam mengungkapkan pesan hukumnya menggunakan berbagai macam cara, adakalanya dengan tegas dan adakalanya tidak tegas, ada yang melalui arti bahasanya dan ada juga yang mengedepankan maqasid ahkam (tujuan hukum). Dan dalam suatu kondisi juga terdapat pertentangan antara satu dalil dengan dalil lainnya yang memerlukan penyelesaiannya.
Maka dalam memahami pesan hukum yang terkandung di dalam Al-Qur'an dan sunnah, para ulama ushul telah menyusun semantik yang kemudian digunakan untuk praktik penalaran fiqh. Adalah metode istinbat, yang berarti upaya menarik hukum dari Al-Qur'an dan sunnah dengan jalan ijtihad. Salah satunya yaitu dengan melihat dari aspek kebahasaan melalui Mutlaq dan Muqoyyad; serta Mantuq dan Mafhum.
Berikut akan dijelaskan pengertian dari Mutlaq dan Muqoyyad, kaidah-kaidah dan hukum yang berlaku di dalamnya dan juga permasalahannya; serta Mantuq dan Mafhum, kaidah-kaidah dan hukum yang berlaku di dalamnya dan juga permasalahannya.
BAB II
PEMBAHASAN
Mutlaq dan Muqayyad Serta Permasalahannya
Pengertian Mutlaq
Mutlaq ialah lafaz yang menunjukkan sesuatu yang tidak dibatasi oleh suatu batasan yang akan mengurangi jangkauan maknanya secara keseluruhan. Contohnya فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ . kata yang digaris bawahi adalah kata mutlaq. Artinya mencakup budak secara mutlaq. Tidak terbatas satu atau lebih dan tidak dibatasi apakah budak mukmin ataupun
Kaidah yang berhubungan dengan mutlaq
المطلق يبقى على إطلاقه ما لم يقم دليل على تقييده
"Hukum mutlaq ditetapkan berdasarkan kemutlakkannya sebelum ada dalil yang membatasinya."
Contoh: .... وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ
"Dan ibu-ibu dari istri-istrimu"
Ayat diatas mengandung arti mutlaq, bahwa ibu mertua tidak boleh dinikahi, baik istrinya (anak ibu mertuanya) itu sudah dicampuri atau belum.
Pengertian Muqayyad
Muqayyad adalah lafaz yang menunjukkan sesuatu yang sudah dibatasi baik oleh sifat, syarat, dan ghayah. Contohnya فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَة. Kata budak dalam ayat ini tidak lagi bersifat mutlaq karena sudah dibatasi oleh kata mukmin.
Hukum muqayyad: المقيد باقى على تقييده ما لم يقم دليل على إطلاقه
"Lafaz muqayyad tetap dihukumi muqayyad sebelum ada bukti yang memutlakkannya."
Contoh, kafarat zhihar (perkataan suami kepada istrinya yang menyamakan istri dengan ibunya) yaitu memerdekakan budak atau puasa dua bulan berturut-turut atau kalau tidak mampu ia harus memberi makan sebanyak 60 orang miskin. Dalam Qs. Al-Mujadalah: 3-4 telah dibatasi kemutlakkannya maka harus diamalkan hukum muqayyadnya.
وَالَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا ذَلِكُمْ تُوعَظُونَ بِهِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (3) فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا فَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَإِطْعَامُ سِتِّينَ مِسْكِينًا ذَلِكَ لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ (4)
"Orang-orang yang menzhihar istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (3). Siapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajib atasnya) member makan 40 orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah danRasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang-orang kafir ada siksaan yang sangat pedih. " (QS. Al-Mujadalah: 3-4)
Hukum mutlaq yang sudah dibatasi
المتلق لا يبقى على إطلاقه إذا يقوم دليل على تقييده
"Lafaz mutlaq tidak boleh dinyatakan mutlaq jika telah ada yang membatasinya."
Lafaz mutlaq jika telah ditentukan batasannya maka ia menjadi muqayyad. Contohnya ketentuan wasiat terdapat dalam Qs. An-nisa: 11
.... مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي .... (11)
"Sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau sesudah dibayar utangnya"
Kata wasiat pada ayat diatas masih bersifat mutlaq tidak ada batasan berapa jumlahnya yang harus dikeluarkan. Kemudian ayat ini dibatasi ketentuannya oleh hadis yang menyatakan wasiat paling banyak sepertiga harta yang ada. Sebagaimana hadis Nabi: فإن رسول الله قال الثلث والثلث كبير (رواه البخارى و مسلم)
"Wasiat itu sepertiga dan sepertiga itu sudah banyak."
Hukum Muqayyad yang dihapuskan Batasannya
Lafaz muqayyad jika dihapuskan oleh dalil lain yang menghapuskan ke-Muqayyadan-nya maka ia menjadi mutlaq:
المقيد لا يبقى على تقييده إذا يقوم على إطلاقه
"Muqayyad tidak akan tetap dikatakan muqayyad jika ada dalil lain yang menunjukkan kemutlakkannya."
Contohnya haram menikahi anak tiri. Karena, pertama, anak tiri dalam pemeliharaan bapak tirinya dan kedua ibu yang dikawininya telah dicampuri. Alasan kedua, dipandang sebagai hal yang membatasi. Adapun alasan pertama hanya mengikuti saja. Jadi, bila ayah tiri belum mencampuri ibunya maka anak tiri boleh dinikahi. Maka hukum mengawini anak tiri ini yang semula haram (muqayyad) menjadi halal (karena batasan muqayyad telah dihapus).
Beberapa ketentuan dalam hukum mutlaq dan muqayyad
Sering ditemukan dalam dalil syara' yang memiliki hukum ganda, yaitu menunjukkan arti mutlaq dalam satu sisi dan di sisi lain bermakna muqayyad. Maka terdapat empat kaidah dalam hal tersebut :
المطلق يحمل على المقيد إذا اتفقا في السبب و الحكم
"mutlaq itu dibawa ke muqayyad jika sebab dan hukumnya sama."
Contohnya, Allah mengharamkan darah bagi orang yang beriman :
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَ الدَّمُ
"Hukum bagi kamu makan bangkai dan darah"
Kemudian keharaman makan darah itu dibatasi oleh darah yang mengalir saja yang terdapat dalam ayat:
قُلْ لَا أَجِدُ فِيْمَا أُوحِيَ إِلَيُّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَّطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُوْنَ مَيْتَةُ أَوْ دَمًا مَصْفُوْحًا
"katakanlah: tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali jika makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir."
Dari kedua ayat diatas terlihat materi dan hukumnya sama maka hukum mutlaq disandarkan pada hukum muqayyad, yaitu hanya darah yang mengalir yang diharamkan. Adapun hati atau limpa yang tidak mengalir tidak diharamkan.
المطلق يحمل على المقيد إن اختلفا في السبب
"mutlaq itu dibawa ke muqoyyad jika sebabnya berbeda"
Berbeda sebabnya namun sama hukumnya. Maka menurut jumhur ulama Syafi'iyyah mutlaq dibawa ke muqoyyad. Contoh membunuh dengan tidak sengaja kafaratnya memerdekakan budak yang mukmin:
وَ مَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ
"barangsiapa yang membunuh orang mukmin karena tersalah hendaklah ia memerdekakan seorang budak yang beriman."
Sementara untuk kafarat zihar yaitu memerdekakan budak tanpa dibatasi mukmin atau tidak.
وَ الَّذِيْنَ يُظَاهِرُوْنَ مِنْ نِّسَائِهِم ثُمَّ يَعُوْدُوْنَ لِمَا قَالُوْا فَتَحْرِيْرُ رَقَبَة
"orang-orang yang menzihar istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka wajib atasnya memerdekakan seorang budak."
Dengan demikian, kafarat zihar yang terdapat dalam surat Al-Mujadalah diatas harus memerdekakan budak yang mukmin. Karena kafarat diatas bersifat mutlaq.
المطلق لا يحمل على المقيد إن اختلفا في الحكم
"mutlaq itu tidak dibawa ke muqoyyad jika yang berbeda hanya hukumnya"
Jika antara mutlaq dan muqoyyad berbeda dalam hukum tetapi sama dalam sebab maka mutlaq tidak dapat dibawa kepada muqoyyad. Contohnya hokum wudhu dan tayamum. Dalam berwudhu diwajibkan membasuh tangan sampai mata siku sebagaimana dalam surat Al-Maidah ayat 6:
يآيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَ أَيْدِيْكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku"
Adapun pada tayamum:
فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَ أَيْدِيْكُمْ
"maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih) sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu."
Kedua ayat tersebut mengandung makna sama, yaitu membasuh tangan, tetapi hukumnya berbeda yaitu membasuh tangan sampai mata siku dalam wudhu dan menyapu tangan pada tayamum.
المطلق لا يحمل على المقيد إذا اختلفا في السبب و الحكم
"mutlaq tidak dibawa ke muqoyyad jika sebab dan hukumnya berbeda"
Misalnya, hukum potong tangan bagi pencuri laki-laki dan perempuan:
وَ السَّارِقُ وَ السَّارِقَةُ فَاقْطَعُوْا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَلًا مِنَ اللهِ وَ اللهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
"Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."
Kewajiban berwudhu salah satunya adalah membasuh tangan sampai siku-siku sebagaimana dalam surat Al-Maidah ayat 6 hukumnya muqoyyad, adapun lafaz potong tangan sebagaimana dalam surat Al-Maidah ayat 38 itu mutlaq. Karena sebab dan hukumnya berbeda, maka masing-masing ditempatkan pada posisinya semula.
Mantuq dan Mafhum serta Permasalahannya
Pengertian Mantuq dan Mafhum
Mantuq adalah lafaz yang kandungan hukumnya dapat dipahami dari apa yang diucapkan. Dengan kata lain bahwa mantuq ialah makna yang tersurat (terbaca). Contohnya, "diharamkan bagi kamu bangkai." Mantuq dalam ayat ini ialah bangkai itu hukumnya haram.
Adapun mafhum adalah lafaz yang kandungan hukumnya dipahami dari apa yang terdapat dibalik dari arti mantuq-nya. Dengan kata lain, mafhum disebut dengan makna tersirat.
Mafhum terbagi menjadi dua:
Mafhum Muwafadah, yaitu menetapkan hukum dari makna yang sejalan/sepadan dengan makna mantuqnya (yang diucapkan), contohnya, "janganlah kamu berkata kepada kedua orang tua dengan perkataan yang menyakitkan perasaannya" dalam surat Al-Isra ayat 23: فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ
Mafhum muwafadah dari ayat tersebut adalah haram berkata "ah" (أف) kepada kedua orang tua, mencaci, menghina,dan sebagainya apalagi memukulnya.
Contoh lain dalam surat Al-Isra ayat 32: وَ لَا تَقْرَبُوْا الزِّنَى
"dan janganlah kamu mendekati zina"
Mafhum muwafadah dari ayat diatas adalah haram mendekati zina,berduaan, berpacaran apalagi melakukan zina itu sendiri.
Mafhum Mukhalafah, yaitu menetapkan hukum kebalikan dari hukum mantuqnya. Dalam hal ini terbagi menjadi lima bagian:
Mafhum dengan sifat, contoh, hadis Nabi "Pada binatang yang yang digembalakan di rerumputan bebas, maka ada zakatnya" maka mafhumnya adalah binatang yang dikandang (di beri makan dengan mengeluarkan biaya) tidak wajib zakat sebagaimana dijelaskan oleh Nabi:
وفى صدقة الغنم فى سا ئمتها إدا كانت أربعين ففيها شاة إلى عشرين وما ئة .... (رواه احمد والبخارى والنسائى)
"zakat kambing yang digembalakan apabila ada 40 sampai 120 kambing maka zakatnya 1 kambing…" (HR Ahmad,Bukhori dan An Nasai)
Mafhum dengan Ghayah (tujuan nash), contoh, "makan dan minumlah hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam." Mafhum mukhalafahnya apabila telah terang benang putih dari benang hitam (fajar) maka hentikan makan dan minum artinya berpuasa, sebagaimana dijelaskan dalam Al Quran :
…وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ (187) …
"… makan dan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar…"
Mafhum dengan syarat. Contoh, "jika mereka (istri-istri yang telah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya ( QS. At Talaq :6). Mafhum mukhalafahnya adalah jika bukan wanita-wanita yang tidak dalam keadaan hamil, maka tidak harus memberikan nafkah.
Mafhum dengan bilangan atau 'adad. Contoh, firman Allah SWT "maka deralah mereka yang menuduh itu 80 kali dera." Mafhum mukhalafahnya yaitu tidak boleh menderanya kurang dari 80 atau lebih dari 80, sebagaimana dijelaskan oleh Al Quran :
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلَا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (4)
"orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan 4 orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh) 80 kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-selamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik."
Mafhum dengan gelar (Laqab). Contoh, "Muhammad adalah utusan Allah." Mafhum mukhalafahnya adalah selain Muhammad.
Adapun contoh yang lainnya, seperti sabda Rasulullah saw yang berbunyi:
لَيُّ الْوَاجِدِ ظُلْمٌ يُحِلُّ عُقُوْبَتُهُ
"memperlambat pembayaran hutang bagi orang yang telah mampu mmebayarnya, adalah suatu perbuatan zalim yang halal (boleh) dikenakan sangsi (hukuman)."
Maka dalam hadits tersebut dapat diambil mafhum mukhalafah, bahwa orang yang memperlambat pembayaran hutang karena belum mampu membayarnya, tidak termasuk dalam kategori zalim yang boleh dikenakan sangsi (hukuman).
Kaidah-kaidah yang berhubungan dengan Mantuq dan Mafhum
مفهوم الموافقة حجة
"Mafhum muwafaqah (makna tersirat yang sesuai) dapat dijadikan hukum. " Maksud kaidah ini adalah bahwa Natijah daro mafhum muwafaqah yang tidak bertentangan dengan syarat dapat dijadikan sebagai pegangan hukum. Contohnya, haram berkata "Uh" atau "Ah" kepada kedua orang tua, maka menghina bahkan memukulnya juga diharamkan.
وجميع مفاهيم المخالفة حجة الا اللقب
"semua mafhum mukhalafah dapat dijadikan hujah hukum kecuali mafhum laqab."
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Mutlaq ialah lafaz yang menunjukkan sesuatu yang tidak dibatasi oleh suatu batasan yang akan mengurangi jangkauan maknanya secara keseluruhan, contohnya فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ . Sedangkan muqayyad adalah lafaz yang menunjukkan sesuatu yang sudah dibatasi baik oleh sifat, syarat, dan ghayah. Contohnya فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَة
Kaidah mutlaq
المطلق يبقى على إطلاقه ما لم يقم دليل على تقييده (Hukum mutlaq ditetapkan berdasarkan kemutlakkannya sebelum ada dalil yang membatasinya)
Hukum muqayyad: المقيد باقى على تقييده ما لم يقم دليل على إطلاه (Lafaz muqayyad tetap dihukumi muqayyad sebelum ada bukti yang memutlakkannya).
Mantuq adalah lafaz yang kandungan hukumnya dapat dipahami dari apa yang diucapkan, maksudnya yaitu makna yang tersurat (terbaca). Contohnya, "diharamkan bagi kamu bangkai." Mantuq dalam ayat ini ialah bangkai itu hukumnya haram.
Adapun mafhum adalah lafaz yang kandungan hukumnya dipahami dari makna tersirat. Mafhum terbagi menjadi dua: mafhum muwafadah, yaitu menetapkan hukum dari makna yang sejalan/sepadan dengan makna mantuqnya (yang diucapkan); dan mafhum mukhalafah, yaitu menetapkan hukum kebalikan dari hukum mantuqnya berdasarkan sifat, syarat, laqab (gelar), ghayah, dan 'adad (bilangan).
DAFTAR PUSTAKA
Shidiq, Sapiudin. (2011). Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana.
Abu Zahrah, Muhamad. (2013). Ushul Fiqh. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Effendi, Satria, dan Zein, M. (2005). Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana.