Nazar Bakry. Fiqh & Ushul Fiqh. 2003. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hal 198
Amir Syarifuddin. Ushul Fiqh jilid 2, Jakarta: Kencana 2011 48-50
Amir Syarifudin. Ushul Fiqh jilid 2. Jakarta: PT LOGOS Wacana Ilmu. Hal: 48-49
Khoirul Umam, Achyar Aminudin, Ushul Fiqih 11, CV Pustaka Setia,(Bandung:2001), hlm 68
Asmawi, Perbandingan Ushul Fiqh, (Sinar Grafika Offset, Jakarta, 2011). Hal 196
Asmawi, Perbandingan Ushul Fiqh. Hal 198
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fikih Kaidah Hukum Islam. 2003. Jakarta: Pustaka Amani. Hal: 281
Amir Syarifuddin. Ushul Fiqh jilid 2, Jakarta: Kencana 2011 88- 90
H. Rachmat Syafe'i. Ilmu Ushul Fiqih, (Pustakas Setia, Bandung 2015). Hal 187
H. Rachmat Syafe'i. Ilmu Ushul Fiqih, (Pustakas Setia, Bandung 2015). Hal 189
13
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu unsur penting yang digunakan sebagai pendekatan dalam mengkaji Islam adalah Ilmu Ushul Fiqh, yaitu ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah yang dijadikan pedoman dalam menetapkan hukum-hukum syari'at yang bersifat amaliyah yang diperoleh melalui dalil-dalil yang rinci. Melalui kaidah-kaidah Ushul Fiqh akan diketahui nash-nash syara' dan hukum-hukum yang ditunjukkannya. Diantara kaidah-kaidah Ushul Fiqh yang penting diketahui adalah Istinbath dari segi kebahasaan. Dengan kaidah itu diharapkan dapat memahami hukum dari nash syara' dengan pemahaman yang benar, dan juga dapat membuka nash yang masih samar, menghilangkan kontradiksi antara nash yang satu dengan yang lain, mentakwilkan nash yang ada bukti takwilnya, juga hal-hal lain yang berhubungan dengan pengambilan hukum dari nashnya. Salah satu dari kaidah-kaidah ushul fiqh adalah lafadz 'amm (lafaz umum) dan lafadz khas (lafaz khusus).
Rumusan Masalah
Apa pengertian dari Lafalzh Khash
Apa Hukum Lafal Khash
Apa Pengertian Lafalzh 'Amm
Apa Hukum Lafalzh 'Amm
Tujuan Penulisan
Agar Mengetahui pengertian dari Lafalzh Khash
Supaya Mengetahui Hukum Lafal Khash
Agar Mengetahui Pengertian Lafalzh 'Amm
Supaya mengetahui Hukum Lafalzh 'Amm
BAB II
PEMBAHASAN
Lafalzh 'Amm
Definisi 'Amm
Amm ialah suatu lafaz yang dipergunakan untuk menunjukan suatu makna yang pantas (boleh) dimasukan pada makna itu dengan mengucapkan sekali ucapan saja. Seperti kita katakan "arrijal", maka lafaz ini meliputi semua laki-laki.
Dalam mendefinisikan lafaz 'am, terdapat perbedaan di kalangan ahli ushul. Jika diteliti, dalam perbedaan itu tampak ada titik kesamaan, dan perbedaannya hanya dalam rumusannya saja karena berbeda dalam sudut pandangan.
Ibnu Subki merumuskan definisi: "Lafaz yang meliputi pengertian yang patut baginya tanpa pembatasan."
Abu Hasan al-Bashri yang diikuti beberapa ulama Syafii memberikan definisi, mirip dengan yang di atas: "Lafaz yang meliputi semua pengertian yang patut baginya"
Abu Yaya (dari kalangan ulama Hambali) memberikan rumusan sederhana: "Suatu lafaz yang mengumumi dua hal atau lebih."
Al-Sarkhisi (dari kalangan ulama Hanafi) merumuskan definisi: "Setiap lafaz yang mengordinasikan sekelompok nama dalam bentuk lafaz atau makna"
Dari beberapa definisi tersebut terlihat rumusan yang berbeda. Masing-masing mengandung titik lemah yang menjadi sasaran kritik pihak lain. Namun dari beberapa rumusan itu dapat ditarik hakikat dari lafaz 'am yang mencakup jiwa dari setiap rumusan, yaitu:
Lafaz itu hanya terdiri dari satu pengertian secara tunggal
Lafaz tunggal itu mengandung beberapa afrad (satuan pengertian)
Lafaz yang tunggal itu dapat digunakan untuk setiap satuan pengertiannya secara sama dalam penggunaannya.
Bila hukum berlaku untuk satu lafaz, maka hukum itu berlaku pula untuk setiap afrad (satuan pengertian) yang tercakup di dalam lafaz itu.
Ruang lingkup 'Amm
Setiap lafaz (kata) mengandung dua lingkup pembahasan, yaitu (1) lafaz itu sendiri, yang tersusun dari huruf-huruf, dan (2) makna atau arti yang terkandung dalam Lafaz itu. Para ulama ushul membahas persoalan tentang lafaz 'am, khushush, mutlaq dan muqayyad dalam konteks : "apakah berada dalam lingkup lafaz atau lingkup makna".
Bentuk-bentuk lafadz 'Amm
Adapun bentuk- benuk lafadz yang mengandung arti 'am dalam bahasa Arab banyak sekali, di antaranya adalah:
Lafadz كل (setiap) dan جامع (seluruhnya). Misalnya:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ:
Artinya:"Tiap-tiap yang berjiwa akan mati". (Ali 'Imran, 185)
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
Artinya; "Dialah Allah yang menjadikan untukmu segala yang ada di bumi secara keseluruhan (jami'an)". (Al-Baqarah: 29). Lafadz كل dan حامع tersebut di atas, keduanya mencakup seluruh satuan yang tidak terbatas jumlahnya.
Kata jamak (plural) yang disertai alif dan lam di awalnya. Seperti:
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ
Artinya: "Para ibu (hendaklah) menyusukan anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi orang yang ingin menyempurnakan penyusuannya". (Al-Baqarah: 233).
Kata al-walidat dalam ayat tersebut bersifat umum yang mencakup setiap yang bernama atau disebut ibu.
Kata benda tunggal yang di ma'rifatkan dengan alif-lam. Contoh:
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Artinya: "Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba" (Al_baqarah: 27) Lafadz al-bai' (jual beli) dan al-riba adalah kata benda yang di ma'rifatkan dengan alif lam. Oleh karena itu, keduanya adalah lafadz 'am yang mencakup semua satuan-satuan yang dapat dimasukkan kedalamnya.
Lafadz Asma' al-Mawsul. Seperti ma, al-ladhina, al-ladzi dan sebagainya. Salah satu contoh adalah firman Allah:
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang (al-ladzina) memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perut dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala". (An-Nisa: 10)
Lafadz Asma al-Syart (isim-isim isyarat, kata benda untuk mensyaratkan), seperti kata ma, man dan sebagainya. Misalnya:
وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ إِلَّا أَنْ يَصَّدَّقُوا
Artinya: "dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah" (An-Nisa':92)
Isim nakirah dalam susunan kalimat naïf (negatif), seperti kata لَا جُنَاحَ dalam ayat berikut:
وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ أَنْ تَنْكِحُوهُنَّ إِذَا آَتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ
Artinya: "dan tidak ada dosa atas kamu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya". (Al-Mumtahanah: 10).
Dengan demikian semua lafadz- lafadz tersebut ditetapkan dalam bahasa dengan suatu ketetapan yang hakiki untuk menunjukkan pada seluruh satuan–satuannya.
Ciri-ciri Lafazh 'Aam
Dalam tradisi Bahasa Arab , terdapat sejumblah lafal yang diungkapkan untuk menunjukkan makna 'aam, yaitu:
Lafal Mufrad (kata tunggal) yang dilekati partikel ال الاِسْتِغرَقية (Alif Lam al-Istigraqiyyah) yang bermakna pernyataan seluruh atau semua. Contohnya; Lafal السَّارِق dan السَّارِقَةُ pada Surah al-Ma'idah (5:38)
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُواْ أَيْدِيَهُمَا جَزَاء بِمَا كَسَبَا نَكَالاً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ -٣٨-
Artinya, "pencuri laki-laki dan pencuri perempuan, potonglah kedua tangannya". Maka lafal-lafal yang dilekatipartikel ال الاِسْتِغرَقية seperti diatas menyatakan keumuman dan mencakup satuan-satuan tak terhingga.
Lafal jama' (Kata jamak) yang dilekati oleh partikel ال الاِسْتِغرَقية yang bermakna seluruh atau semua. Contohnya: Lafal الْمُنَافِقِينَ pada surah al-Nisa' (4:145).
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَن تَجِدَ لَهُمْ نَصِيراً -١٤٥-
Artinya; "Sesungguhnya orang-orang munafik itu berada didalam neraka yang paling bawah".
Lafal yang termasuk ism al-jins, yakni lafal yang tidak mempunnyai satuan tunggal, seperti lafal حَيَوَانٌ،مَاءٌ،تُرابٌ apabila lafal ini di-ma'rifat-kan dengan ال الجِنْسِيَّةُ (Alif Lam al-Jinsiyyah). Contohnya:
قَالَ رَسُولُ اللهِ صلَّى اللهُ ءعَلَيْهِ وَسَلَّمَ اْلمَاءُ طَهُورٌلَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ
Rasulullah Saw bersabda; "Air itu suci mensucikan tidak dinajiskan sesuatu pun". (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Lafal yang disandarkan kepada ism ma'rifah (al-mudâf ilâ al-ma'rifah). Contohnya;
عَبِيدُ زَيْدٍ، مَالُ عَمْرٍو
Ism syart, seperti Lafal-lafal مَنْ مَا مَهْمَا أَيْنَ أَنِّى حَيْثُمَا مَتَّى أَيَّانَ أَيُّ
Contohnya;
...فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ...-١٨٥-
"Maka, barangsiapa yang menyaksikan bulan (Ramadan) hendaknya ia berpuasa. (QS. al-Baqarah, 2:185).
مَنْ قَتَلَ قَتِلاً فَلَهُ سَلَبُهُ
"Barangsiapa yang membunuh musuh yang terbunuh (dalam peperangan) maka baginya harta rampasannya". (HR al-Bukhari).
Ism mausûl, seperti lafal disamping اَلْذِي، اَلْتِيْ، اَلْذِيْنَ، اَلْلَائِ . Contohnya;
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ...-٢٧٥-
Artinya; "Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila". (QS. al-Baqarah 2: 275).
Lafazh Khash
Pengertian Lafazh Khash
Lafaz khusus adalah lafaz yang dibuat untuk menunjukan satu satuan tertentu;berupa orang, seperti muhammad atau satu jenis, seperti laki-laki atau beberapa satuan yang bermacam-macam dan terbatas, seperti tiga belas,seratus, kaum, golongan, jama'ah, kelompok dan lafal lain yang menunjukan jumlah satuan dan tidak menunjukan cakupan kepada seluruh satuannya.
Hukum lafaz umum secara global adalah jika ia terdapat dalam nash syara' yang menunjukan secara pasti kepada maknanya yang khusus yang dibuat untuknya secara hakiki dan hukum itu ditetapkan karena petunjuknya secara pasti bukan dugaan.
Menurut definisi terakhir ini, lafaz khas itu ditentukan untuk menunjukan satu satuan secara perorangan seperti si Ali; atau satu satuan secara kelompok seperti laki-laki; atau lafaz lain dalam bentuk satuannya (yang masuk dalam pengertian 'am).
Khushush adalah keadaan lafaz yang mencakup sebagian makna yang pantas baginya dan tidak untuk semuanya. Dengan demikian dapat dibedakan antara khas dan khushush, meskipun dalam pengertian bahasa Indonesia sering disamakan. Pengertian khas adalah apa yang sebenarnya dikehendaki adalah sebagian yang dikandung oleh lafaz. Sedangkan pengertian khushush adalah apa yang dikhususkan menurut ketentuan bahasa, bukan berdasarkan kemauan.
Ketentuan lafaz khas dalam garis besarnya adalah:
Bila lafaz khas lahir dalam bentuk nash syara' (teks hukum), ia menunjukan artinya yang khas secara qath'i al-dalalah (penunjuk yang pasti dan meyakinkan) yang secara hakiki ditentukan untuk itu. Hukum yang berlaku pada apa yang dituju oleh lafaz itu adalah qath'i. Umpamanya firman Allah dalam surat al-Maidah/5:89
لاَ يُؤَاخِذُكُمُ اللّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَـكِن يُؤَاخِذُكُم بِمَا عَقَّدتُّمُ الأَيْمَانَ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ ذَلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ وَاحْفَظُواْ أَيْمَانَكُمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ -٨٩-
Artinya: "Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak disengaja (untuk bersumpah), tetapi Dia Menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kafaratnya (denda pelanggaran sumpah) ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi mereka pakaian atau memerdekakan seorang hamba sahaya. Barangsiapa tidak mampu melakukannya, maka (kafaratnya) berpuasalah tiga hari. Itulah kafarat sumpah-sumpahmu apabila kamu bersumpah. Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah Menerangkan hukum-hukum-Nya kepadamu agar kamu bersyukur (kepada-Nya)". (QS.Al- Maidah/5:89)
Maka kaffarahnyan adalah memberi makan sepuluh orang miskin.
Hukum yang dapat diperoleh dari ayat tersebut adalah keharusan memberikan makan sepuluh orang miskin, tidak lebih dan tidak kurang.
Bila ada dalil yang menghendaki (pemahaman lain) dari lafaz khas itu kepada arti lain, maka arti khas itu dapat dialihkan kepada apa yang dikehendaki oleh dalil itu. Umpamanya sabda Nabi: "Untuk setiap empat puluh ekor kambing, (zakatnya) satu ekor kambing".
Oleh ulama hanafi zakat kambing dalam hadist itu dita'wilkan kepada yang lebih umum yang mencakup kambing dan nilai harganya. Juga menta'wilkan lafaz hadist: "segantang kurma" dalam kewajiban zakat fitrah, kepada "harga segantang kurma".
Bila dalam suatu kasus hukumnya bersifat am dan ditemukan pula hukum yang khushush dalam kasus lain, maka lafaz khas itu membatasi pemberlakuan hukum 'amm itu.
Bila ditemukan pembenturan antara dalil khas dan dalil amm, terdapat perbedaan pendapat.
Menurut ulama Hanafiah, seandainya dalil itu bersamaan masanya, maka dalil yang khas mentakhsiskan yang amm, karena tersedianya persyaratan untuk takhsish. Bila keduanya tidak bersamaan waktunya berkemungkinan bila lafaz amm terkemudian datangnya, maka lafaz amm itu menasakh lafaz khas itu menasakh lafaz 'amm dalam sebagian afradnya.
Menurut jumhur ulama, tidak tergambar adanya pembenturan antara dalil 'amm dengan dalil khushush karena keduanya bila datang dalam waktu bersaan maka yang kahas memberi penjelasan terhadap yang amm, karena yang umum itu adalah dalam bentuk zhahir yang tetap berkemungkinan untuk menerima penjelasan di samping untuk diamalkan menurut keumumannya hingga diketahui adanya dalil khas. Lafaz khas itulah yang menjelaskan lafaz amm.
Hukum Lafazh Khash
Lafalzh yang terdapat pada nash syara' menunjukkan satu makna tertentu dengan pasti selama tidak ada dalil ada dalil yang mengubah maknanya itu. Dengan demikian, apabila ada suatu kemungkinan artilain yang tidak berdasar pada dalil, maka Qath'ian dilalahnya tidak terpenuhi.
Oleh karena itu, apabila Lafazh khash dikemukakan dalam bentuk Mutlaq, tanpa batasan apapun, maka lafazh itu memberikan faedah ketetapan hukum secara mutlaq, selama tidak ada dalil yang membatasinya. Dan bila lafal tersebut dipergunakan dalam bentuk perintah, maka ia memberikan faedah berupa hukum wajib yang bagi yang diperintahkan (mma'mur bih), selama tidak ada dalil yang memalingkan pada makna yang lain.
Demikian juga pada lafal itu dikemukakan dalam bentuk larangan (nahy), ia memberikan faedah berupa hokum haram terhaap hal yang dilarang itu, selama tidak ada Qarinah (Indikasi) yang memalingkannya dari hal itu.
Atas dasar itu maka kata selasatin pada firman Allah SWT, yang berbunyi :
... فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ...-١٩٦
Mengandung pengertian kash, yang tidak mungkin menggandung arti kurang atau lebih dari makna makna yang dikehendaki olah lafazh itu sendiri, yaitu tiga. Oleh karena itu, dilalang maknanya adalah qatiyah.
Demikian juga kata nisfu pada firman Allah yang berbunyi
وَلَكُمْ نِصْفُ ماتَرَكَ...
Mengandung arti Khash yang kandungannya tidak mungkin selain arti tertentu yang ditunnjukkan lafalnya itu sendiri, yaitu setengah.
Kedua contoh diatas termasuk lafazh-lafazh khash, sehingga kehujjahan pada arti yang diperuntukkan baginya yang bersifat qat'iyah, karena tidak ada dalil yang memalingkan dari masalah haqiqi-nya (al-wad' al –haqiqi). Selain itu juga lafaz nar dalam firman Allah SWT. Yang berbunyi:
يَانَارُكوْني بَرْدًاوَسَلَ مًا...
Adalah lafazh khash yang sudah dikenal yang berarti api (an-nar) yang sebenarnya, dan mengandaikan bahwa makna yang dimaksud bukanlah makna itu, tanpa adanaya dalil, maka yang demikian itu tidak berpengaruh sedikitpun terhadap keqathi'i-an makna yang termaksud dalam lafazh tersebut.
Terhadap kemungkinan adanya takwil dalam lafazh khash, para pengikut madzab hanafi telah memalingkan arti lafazh khash tersebut dari makna yang haqiqi dalam beberapa nash karena adanya qarinah yang mengharuskan pemalingan artinya yang haqiqi, dan karena adanya maksud memberi makna yang lain melalui maksud yang terkandung dalam dalil tersebut. Lafazh syat, dalam sabda Rasulullah SAW. Yang berbunyi:
شَاةٌ فِي كُلِّ اَربَعِيْنَ شَاةً
Merupakan lafazh khash. Para ulama hanifiyah menakwilkannya dengan artian yang lebih umum yang menyangkut arti syat itu sendiri berikut harganya.
Berdasarkan hal itu maka hadist tersebut memberikan arti khusus dalam menentukan nishab yang dikenai zakat dari empat puluh kambing yaitu satu ekor kambing, tidak kurang dan tidak lebih.
Macam-macam Lafazh Khash
Macam-macam Lafadz khas
Lafadz Khas berbertuk mutlak tanpa dibatasi qayyid atau syarat Contoh:
Artinya : orang –orang yang mendzihar istri mereka. kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka wajib atasnya memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur.demikianlah yang diajarkan kepadamu, dan Alloh maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Lafadz khas berbentuk muqqoyyad (dibatasi qayyid)Contohnya surat Annisa' 42
Artinya: barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah hendaknya ia memerdekakan seotang hamba sahaya yang beriman.
Lafadz khas berbentuk amr Contohnya dalam surat annisa' 58
…
Artinya: sesungguhnya Alloh menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerinanya
Lafadz khas yang berbentuk larangan. Contoh surat annahl 90
Artinya: "sesungguhnya Alloh menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan member kepada kaum kerabat dan Alloh melarang dari perbuatan keji kemungkaran dan permusuhan dia member pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran".
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
kami menyimpulkan bahwa, lafadz 'am adalah lafadz yang memiliki makna umum yang di dalamnya terdapat dua makna atau lebih. Dalalahnya bersifat dzanniy, sehingga jika ditemui lafadz 'am, kita tidak bileh serta merta langsung melaksanakan semuanya tanpa terlebih dahulu mencari mukhassisnya. Sedangkan lafadz khas adalah lafadz yang mengandung makna khusus atau satu pengertian. Para ulama sepakat bahwa lafadz khas dalam nash syara' bersifat qath'i dan hukum yang terkandung di dalamnya juga bersifat qath'i, selama tidak ada indikasi yang menunjukkan pengertian lainnya.
Bentuk-bentuk lafal al-Khash
Lafadz khash berbentuk mutlak, yaitu lafadz khash yang tidak ditentukan dengan sesuatu.
Lafadz khash berbentuk khash (muqayad), yaitu lafadz yang ditentukan dengan sesuatu.
Lafadz khash berbentuk Amr
Lafadz khash berbentuk nahiy
Kehujjahan al-Khash, Dalalah khas menunjuk kepada dalalah qath'iyyah terhadap makna khusus yang dimaksud dan hukum yang ditunjukkannya adalah qath'iy, bukan dzanniy, selama tidak ada dalil yang memalingkannya kepada makna yang lain.
Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan. Kami sadar bahwa di dalam makalah ini masih terdapat kekurangan yang perlu dibenahi. Oleh karena itu, kritik dan saran dari bapak dosen dan audiens sangat kami harapkan guna memperbaiki makalah kami. Atas perhatian dan partisipasinya kami ucapkan terima kasih
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fikih Kaidah Hukum Islam. Jakarta: Pustaka Amani. 2003.
Asmawi, Perbandingan Ushul Fiqh, Sinar Grafika Offset, Jakarta, 2011.
Amir Syarifudin. Ushul Fiqh jilid 2. Jakarta: PT LOGOS Wacana Ilmu, 2011.
Khoirul Umam, Achyar Aminudin, Ushul Fiqih 11, CV Pustaka Setia, Bandung: 2001.
Nazar Bakry. Fiqh & Ushul Fiqh. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003.
Rachmat Syafe'i. Ilmu Ushul Fiqih, Pustakas Setia, Bandung 2015.