1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Adiantum (Indonesia:
suplir; Inggris:
maidenhair fern)
merupakan salah satu
marga tumbuhan paku anggota suku Pteridaceae yang cukup menguntungkan secara komersial karena banyak dimanfaatkan sebagai tanaman hias dengan berbagai variasi morfologi dan hasil silangan. Jumlah jenis Adiantum di seluruh dunia diperkirakan mencapai sekitar 280 jenis (Patil et al., 2013) dan 10-20 jenis diantaranya berada di Asia Tenggara Te nggara (Afriastini, 2003). Penelitian mengenai Adiantum di Indonesia masih terbatas sehingga publikasi mengenai marga ini belum banyak tersedia dan jumlah jenisnya di Indonesia belum dapat dipastikan. Informasi keberadaan dan penyebaran jenis-jenis Adiantum
di Indonesia hingga kini masih sebatas data koleksi spesimen
2
penelitian biologi lanjutan, serta penting dalam studi genetika, studi evolusi, studi perbandingan, kawin silang maupun klasifikasi ulang (Soltis and Soltis, 2000). Hubungan kekerabatan organisme dapat direkonstruksi berdasarkan karakter morfologi, namun dengan berkembangnya teknik molekuler penggunaan karakter genetik menjadi pilihan utama. Sifatnya yang obyektif dan stabil membuat karakter genetik lebih dapat diandalkan dalam studi sistematika. Penggunaan karakter genetik juga menguntungkan karena tetap dapat mendeteksi variasi walau tidak terekspresi menjadi perbedaan morfologi. Variasi genetik tersebut penting untuk meningkatkan keanekaragaman yang mampu memperbesar peluang keberhasilan bertahan hidup di tengah perubahan kondisi lingkungan. Saat ini DNA kloroplas adalah sumber data yang paling umum digunakan dalam analisis hubungan kekerabatan tumbuhan secara molekuler (Small 2004). Salah satu daerah pada DNA kloroplas yaitu pengkode yang paling banyak disimpan dalam
rbcL
GenBank.
et al.,
merupakan plastid
Gen
rbcL
dianggap
3
memenuhi kualitas yang dibutuhkan untuk membentuk barkode yang kuat bagi identifikasi jenis pada tumbuhan paku (de Groot et al., 2011).
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah keanekaragaman dan hubungan kekerabatan marga Adiantum dari Kepulauan Sunda Kecil berdasarkan variasi sekuen pada DNA kloroplas (rbcL dan trnL-F )? )?
1.3 Tujuan Penelitian
a. Mengetahui keanekaragaman marga Adiantum dari Kepulauan Sunda Kecil berdasarkan variasi sekuen pada DNA kloroplas (rbcL dan trnL-F ). ). b. Merekonstruksi hubungan kekerabatan pada marga Adiantum dari Kepulauan Sunda Kecil.
4
BAB II. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Marga Adiantum Adiantum merupakan
salah satu marga tumbuhan paku yang cukup dikenal.
Bentuk daunnya beraneka ragam dan penampilannya menarik sehingga banyak jenis Adiantum yang digunakan sebagai tanaman hias (Gambar 2.1). Beberapa jenis diantaranya juga dapat dimanfaatkan sebagai sayur dan dalam bidang kesehatan karena kandungan bahan aktifnya (Afriastini, 2003; Perwati , 2009).
5
berarti “seperti rambut”. Daunnya yang tumbuh menjuntai dianggap mirip dengan helaian rambut (hair ) seorang gadis (maiden) sehingga dalam bahasa Inggris Adiantum disebut
sebagai
maidenhair fern (Yeow-Chin,
1984). Pendapat yang
lain menyatakan jenis ini dinamakan demikian karena tangkai daunnya yang hitam mengkilat seperti rambut. Nama ilmiahnya yaitu Adiantum, berasal dari bahasa Yunani Adiantos yang berarti “anti air”, mengacu pada
entalnya
yang
mampu meloloskan air tanpa membuatnya basah (Hoshizaki, 1970). Jenis tipe dari marga ini adalah Adiantum
capillus-veneris
(Bouma, 2008) dan pertama kali
dideskripsikan oleh Linnaeus (1753). Adiantum dapat
dikenali melalui beberapa ciri, antara lain tangkai daunnya
hitam mengkilat, tulang daunnya tidak nyata dan adanya
indusium semu
yang
melindungi sporangium di permukaan bagian bawah helaian daunnya (Hoshizaki, 1970). Indusium
semu
pada Adiantum merupakan pelebaran tepi daun yang
melekuk ke bawah dan bukan berupa selaput pelindung sejati seperti halnya pada
6
2.2 Klasifikasi Marga Adiantum
Marga
Adiantum
sempat digolongkan ke dalam beberapa suku yaitu
Adiantaceae, Parkeriaceae dan Polypodiaceae (Afriastini, 2003), sebelum akhirnya ditetapkan sebagai anggota dari suku Pteridaceae bersama marga lainnya yang juga tidak memiliki
indusium sejati
(Smith et al., 2006; Christenhusz
et al.,
2011). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa marga ini membutuhkan revisi taksonomi yang lebih seksama karena tumbuhan paku Vittarioid ( Ananthacorus, Anetium, Antrophyum, Haplopteris, Hecistopteris, Monogramma, Polytaenium, Radiovittaria, Rheopteris, Scoliosorus Adiantum dan al.,
dan
Vittaria)
bersarang dalam marga
diperlakukan sebagai satu Subfamily Vittarioideae (Schuettpelz
2007; Schuettpelz and Pryer, 2007; Bouma, 2008; Christenhusz
Studi terkini menggunakan kombinasi tiga penanda ( atpA, penanda (atpA, atpB, rbcL, trnL-F , rps4-trnS ) (Lu penanda (atpA
atpB rbcL atp1 nad5 gapCp)
et al., 2011).
atpB, rbcL)
et al.,
et
dan lima
2012) serta enam
(Rothfels and Schuettpelz, 2013)
7
marga Adiantum (Lellinger and Prado, 2001; Afriastini, 2003; Korpelainen
et al.,
2005; Bouma, 2008) karena kebanyakan masih berdasar pada studi yang bersifat regional (Lu et al., 2012).
2.3 Keanekaragaman Marga Adiantum Adiantum
merupakan paku homospor yang tersebar luas terutama di daerah
tropis dan subtropis (Korpelainen et al., 2005). Jumlah Adiantum di seluruh dunia diperkirakan berkisar antara 150-200 jenis (Afriastini, 2003), bahkan mungkin mencapai 280 jenis (Patil Adiantum yang
et al.,
2013) mengingat hingga kini masih banyak
dipublikasikan sebagai jenis baru (Sundue
et al.,
2010; McCarthy
and Hickey, 2011; Prado and Hirai, 2013). Angka tersebut belum termasuk hasil silangannya yang jumlahnya diperkirakan mencapai lebih dari puluhan karena banyak jenis Adiantum yang dibudidayakan secara luas sebagai tanaman hias dalam dan luar ruangan (Rukmana, 1997).
8
Thailand (Boonkerd and Pollawatn, 2013). Dua puluh jenis dan dua varietas ditemukan di India (Patil
et al.,
2013). Delapan jenis terdapat di Jepang, satu
diantaranya merupakan jenis endemik yaitu A. ogasawarense Tagawa (Iwatsuki et al.,
1995). Tiga puluh empat jenis dan lima varietas ditemukan di Cina, 16 jenis
diantaranya endemik (Zhang
et al.,
2013). Jumlah jenis Adiantum di Indonesia
sendiri belum dipastikan. Adiantum Adiantum
bukan merupakan tumbuhan langka, namun beberapa jenis
tercatat memiliki status konservasi khusus. Adiantum lianxianense dari
Cina tercatat sebagai jenis yang extinct di data IUCN tahun 2013. Data yang sama menyebutkan A. fengianum dan A. sinicum yang juga berasal dari Cina memiliki status konservasi
endangered ,
sedangkan
A. capillus-veneris
yang memiliki
persebaran luas dan melimpah tercatat sebagai least concern (IUCN, 2013). Beberapa jenis Adiantum dilaporkan sebagai jenis kompleks (Mehra and Khullar, 1977; Parris, 1980; Paris and Windham, 1988; Large and Braggins, 1993;
9
dipastikan (Primack dkk., 1998). Selain konservasi, kepastian identitas tumbuhan juga dibutuhkan dalam upaya pemanfaatan berkelanjutan dari sumber daya genetik suatu tanaman (Arif et al., 2010). Program pemuliaan yang memanfaatkan plasma nutfah untuk memperbaiki sifat-sifat dari kultivar terpilih harus didasarkan pada determinasi yang akurat sehingga penentuan individu tanaman sebagai bahan dalam perbaikan genetik dapat dilakukan dengan tepat (Karsinah dkk., 2002). Poliploidi yang kerap terjadi pada jenis kompleks juga dialami oleh 56,596,7% marga Adiantum (Bidin, 1983; Perwati, 2002). Tumbuhan paku memang menunjukkan frekuensi jenis poliploid yang tinggi (95%) dan berpotensi menimbulkan bentuk morfologi yang baru hingga mengakibatkan terjadinya 31% spesiasi (Quintanilla and Escudero, 2006; Peredo
et al.,
2011; Chao et al., 2012).
Poliploidi ini diperlukan untuk menurunkan tekanan akibat meningkatkan heterozigositas (Peredo et al., 2011).
inbreeding
serta
10
Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Seram, Maluku, Halmahera, Sumba, Timor dan Papua (Data Spesimen Koleksi Herbarium Bogoriense, Juni 2012). Keberadaannya yang tersebar di banyak pulau membuat studi mengenai marga Adiantum menjadi
lebih rumit dan membutuhkan waktu. Kepulauan Sunda Kecil
yang meliputi kawasan Bali dan Nusa Tenggara merupakan salah satu kawasan yang belum banyak terungkap keanekaragaman floranya, yang dikuatkan dengan belum banyaknya data-data flora dari daerah ini (Sulistiarini, 2000). Studi mengenai flora yang dilakukan di Kepulauan Sunda Kecil memang belum sebanyak yang telah dilakukan di daerah lain di kawasan Malesia (Kurniawan al.,
et
2013). Daerah dengan pulau-pulau kecil yang terletak di bagian timur ini
cukup berbeda dengan daerah lain yang ada di Indonesia, iklimnya lebih kering dan terpengaruh musim sehingga menghasilkan flora maupun fauna yang khas (de Lang, 2011). Sebagian dari kawasan Kepulauan Sunda Kecil juga masuk ke dalam kawasan Wallacea yang dikenal memiliki tipe flora yang unik dengan tingkat
11
soboliferum
Wall. dan A.
tinctum
Moore. Spesimen herbarium dari jenis-jenis
tersebut disimpan sebagai koleksi dari Herbarium Bogoriense. Informasi mengenai keberadaan jenis-jenis Adiantum di Kepulauan Sunda Kecil juga dapat diperoleh dari Data Registrasi Tanaman Koleksi UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya “Eka Karya” Bali – LIPI (Juli, 2012). Beberapa jenis
Adiantum
asal Kepulauan Sunda Kecil yang telah dikoleksi
maupun yang masih berada dalam tahap aklimatisasi di Kebun Raya Bali antara lain A.
caudatum
L., A.
concinnum
Hook., A.
Humb. & Bonpl. ex Willd., A.
Blume, A.
edgeworthii
philippense
L., A. raddianum C. Presl., A. silvaticum Tindale dan A. trapeziforme
hispidulum
Sw., A.
diaphanum
peruvianum Klotzsch, A.
L. Beberapa koleksi lainnya belum teridentifikasi.
2.5 Penanda Molekuler
Penanda (marker ) merupakan suatu karakter yang digunakan untuk melacak
12
Kemiripan morfologi seperti yang terjadi pada jenis kompleks juga menjadi penyebab sulitnya membedakan satu jenis dengan jenis yang lain secara pasti karena adanya ciri-ciri yang mirip, seperti yang dialami oleh beberapa jenis Adiantum
(Mehra and Khullar, 1977; Paris and Windham, 1988; Large and
Braggins, 1993; Rojas-Alvarado, 2008). Perbedaan antara satu jenis tumbuhan dengan jenis tumbuhan lainnya juga kadang terletak pada materi genetik tumbuhan tersebut yaitu DNA (Semagn et al., 2006). Perbedaan yang terdapat pada rangkaian DNA ini dapat digunakan untuk membedakan jenis yang secara morfologi terlihat hampir sama (Primack dkk., 1998). Variasi genetik tersebut dapat diketahui melalui analisis molekuler yang terdiri dari berbagai penanda molekuler DNA, sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai tingkatan variasi genetik pada jenis atau populasi tanpa adanya pengaruh langsung dari faktor lingkungan (Mondini et al., 2009). Penanda molekuler merupakan fragmen sekuen DNA yang berhubungan
13
membedakan polimorfisme yang tidak menghasilkan variasi yang nampak secara fenotip dan tidak dipengaruhi langsung oleh lingkungan (Mondini et al., 2009). Penanda molekuler telah banyak ditemukan, misalnya SSRs ( Simple Sequence Repeats)
atau mikrosatelit, AFLP ( Amplified
RAPD ( Random
Fragment Lenght Polymorphism),
Amplified Polymorphic DNA)
dan masih banyak lagi, namun
belum ada yang dapat memenuhi semua keinginan peneliti. Penanda yang dipilih biasanya tergantung pada tujuan yang ingin dicapai. Masing-masing memiliki kelebihan serta kekurangan dan hasil analisis akan dipengaruhi oleh teknik yang digunakan. Idealnya, suatu penanda molekuler harus mudah diaplikasikan pada berbagai organisme, membutuhkan sedikit sampel jaringan atau DNA serta memiliki cara kerja yang sederhana, murah dan cepat pelaksanaannya. Penilaian yang dilakukan juga tidak membingungkan ataupun mudah berubah, profil genetik yang dihasilkan harus dapat dipercaya dan dapat diulang, bersifat kodominan serta menghasilkan polimorfisme yang tinggi agar kromosom yang
14
karakter genetik ini menjadi pilihan utama dalam studi sistematika karena menghasilkan lebih sedikit
homoplasi dibandingkan
dengan karakter morfologi,
merupakan indikator yang lebih nyata untuk filogeni serta menyediakan lebih banyak karakter yang obyektif (Pryer et al., 1995). Penanda molekuler yang telah digunakan dalam beberapa penelitian pada marga
Adiantum
antara lain ISSR ( Inter-Simple
Sequence Repeat ).
ISSR
merupakan suatu teknik yang melibatkan penggunaan sekuen mikrosatelit (bisa di/tri/tetra/penta-nukleotida, dengan panjang antara 16 bp – 25 bp) sebagai primer dalam reaksi PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk mengamplifikasi bagian di antara sekuen mikrosatelit yang berulang tersebut. ISSR merupakan metode sederhana dan cepat yang menggabungkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki metode SSRs (Simple Polymorphism)
Sequence Repeats),
dan RAPD ( Random
AFLP ( Amplified
Fragment Lenght
Amplified Polymorphic DNA).
ISSR
merupakan penanda dominan yang menunjukkan polimorfisme yang tinggi dan
15
Penanda molekuler lain yang juga telah diaplikasikan pada marga Adiantum adalah RAPD ( Random
Amplified Polimorphic DNA).
menggunakan primer dengan panjang 10 bp pada suhu (Semagn
et al.,
2006).
Primer
RAPD umumnya
annealing
34 - 37°C
ini mendeteksi polimorfisme dari ketiadaan
informasi sekuen nukleotida tertentu. RAPD merupakan penanda yang bersifat dominan sehingga tidak bisa membedakan segmen DNA yang diamplifikasi bersifat heterozigot atau homozigot (Arif et al., 2010). RAPD telah digunakan untuk mengetahui variasi genetik pada jenis langka Adiantum reniforme
var. sinense yang berasal dari empat populasi di Cina. Hasil
analisis menunjukkan bahwa A.
reniforme
var.
sinense
memiliki aliran gen yang
tinggi dan keanekaragaman genetik yang rendah sehingga keempat populasi tersebut diduga berasal dari satu populasi utuh yang mengalami perpecahan menjadi empat populasi yang berdiri sendiri dan tidak saling berhubungan akibat aktivitas manusia. Dendrogram menunjukkan individu dari populasi yang berbeda
16
DNA merupakan urutan basa nukleotida A ( Adenine), G (Guanine), C (Cytosine) dan T (Thymine) yang terdapat pada DNA molekul target. Saat ini, teknik terminator sequencing
dye-
merupakan metode standar dalam analisis sekuen DNA.
Dye-terminator sequencing nucleotide triphosphates)
menggunakan pelabelan rantai ddNTPs (dideoxy
yang menyebabkan sekuen terjadi pada satu reaksi,
bukan pada empat reaksi seperti pada metode pelabelan primer sebelumnya. Keempat rantai ddNTPs pada dye-terminator sequencing dilabel dengan pewarna fluoresen, masing-masing dengan panjang gelombang pancaran yang berbeda (Arif et al., 2010). Keuntungan utama dari sekuensing DNA ini adalah kekuatan dan ketelitiannya yang mencapai lebih dari 98%, namun teknik ini juga memiliki kekurangan antara lain ketidakmampuannya untuk mengatasi rangkaian nukleotida yang panjang (lebih dari 900 nukleotida pada fragmen DNA dalam satu reaksi) (Arif
et al.,
2010). Sekuen DNA dapat digunakan dalam berbagai
17
region
(SSC) 21.392 bp dan inverted repeats (IR) 23.447 bp (Gambar 2.2) (Wolf
et al., 2003).
18
restriksi maupun analisis sekuen DNA (Small
et al.,
2004). DNA kloroplas
merupakan molekul DNA sirkular yang ditemukan pada kloroplas tanaman (Frankham
et al.,
2010), bersifat stabil secara struktur, haploid, non-rekombinan
dan pada sebagian besar tumbuhan diwariskan dari induk betina (Small
et al.,
2004). DNA kloroplas juga dapat dimanfaatkan untuk studi populasi tanaman, deteksi hibridisasi, analisis keanekaragaman genetik maupun filogeografi populasi tanaman (Mondini et al., 2009). Sekuen DNA kloroplas banyak digunakan untuk mengetahui hubungan kekerabatan antar jenis pada Angiospermae dan tumbuhan lainnya, namun lambatnya laju evolusi pada molekul ini merupakan kekurangan untuk mengetahui hubungan kekerabatan di dalam jenis (Taberlet et al., 1991). Pemanfaatan DNA kloroplas dalam analisis molekuler terbukti cukup kuat pada tingkat suku melalui penggunaan sekuen daerah pengkode misalnya
rbcL
(the rubisco large subunit ) (Arif et al., 2010). rbcL berukuran lebih dari 1.400 bp (Avise, 2001) dan merupakan gen pengkode sub unit besar dari
ribulose 1,5-
19
untuk diperoleh. Bagian dari genom kloroplas ini mengalami evolusi yang cukup cepat dibandingkan dengan gen lainnya (de Groot
et al.,
kelompok tumbuhan tertentu pemanfaatan
sebagai penanda akan
matK
2011) dan pada
membutuhkan desain sekuen primer khusus (Soltis and Soltis, 1998). Gen
rbcL
merupakan plastid pengkode yang paling banyak disimpan dalam
GenBank . Penggunaan rbcL
dianggap telah mewakili seluruh kelompok tumbuhan
utama secara luas sehingga dapat digunakan sebagai dasar perbandingan yang baik dengan gen plastid lainnya (Newmaster
et al.,
2006). Data sekuen
rbcL
banyak digunakan untuk tingkatan taksonomi yang lebih tinggi (suku ke atas) (Soltis and Soltis, 1998), namun pada tumbuhan paku sekuen diaplikasikan hingga tingkat marga dan jenis karena
rbcL
rbcL
telah
dianggap memiliki
variasi yang cukup untuk dapat digunakan dalam membedakan antar jenis (Wolf, 1995; Newmaster
et al.,
2006). Sekuen
rbcL
juga umum digunakan untuk
mengetahui hubungan antar marga bahkan antar jenis pada tumbuhan paku (Soltis
20
Gambar 2.3 Bagian-Bagian pada Daerah trnL-F
Keterangan : Daerah trnL-F yang terbentang dari trnL (UAA) 5’ ekson hingga trnF (GAA) dan dua daerah non-pengkode diantaranya (intron dan intergenic spacer ( IGS )) serta primer universal yang digunakan untuk mengamplifikasi daerah tersebut (c-f) (Taberlet et al., 1991). Daerah non-pengkode tersebut merupakan daerah yang menunjukkan frekuensi mutasi paling tinggi dan mudah diamplifikasi maupun disekuen secara
21
membentuk barkode yang kuat bagi identifikasi jenis pada tumbuhan paku (de Groot et al., 2011). Lima daerah DNA kloroplas yaitu
atpA, atpB, rbcL, trnL-F
serta
rps4-trnS
telah digunakan dalam analisis hubungan filogenetik berbagai jenis Adiantum yang berasal dari Cina. Penelitian ini juga memanfaatkan data sekuen jenis-jenis Adiantum
dari kawasan lain yang diperoleh dari
GenBank .
penelitian tersebut menunjukkan bahwa
Adiantum
mengalami evolusi konvergen pada bentuk
entalnya.
Hasil analisis pada
terbukti monofiletik dan
Dari penelitian tersebut juga
diketahui bahwa semua jenis Adiantum dari daerah beriklim sedang (Asia, Eropa dan Amerika Utara) membentuk satu klad yang bersarang di dalam
grade
pantropikal, mengindikasikan bahwa Adiantum berasal dari daerah tropis (Lu al., 2012).
et
22
BAB III. KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir Adiantum
(suplir), salah satu marga tumbuhan paku dari suku Pteridaceae
diketahui memiliki banyak potensi, namun di Indonesia belum banyak diteliti sehingga informasi mengenai marga ini masih terbatas. Kawasan Kepulauan Sunda Kecil (Bali dan Nusa Tenggara) dipilih sebagai langkah awal dalam melakukan studi mengenai marga Adiantum di Indonesia berdasar pada publikasi Posthumus (1944) mengenai jenis-jenis Adiantum yang ditemukan di daerah tersebut. Karakter genetik khususnya urutan basa nukleotida pada daerah gen dan
trnL-F
rbcL
yang dapat diketahui dengan cara menguraikan sekuen DNA-nya,
digunakan untuk mengungkap keanekaragaman genetik dan hubungan kekerabatannya.
23
Adiantum (Pteridaceae)
Indonesia : penelitian terbatas, publikasi kurang, informasi belum tersedia. Langkah awal studi : Kepulauan Sunda Kecil (Bali dan Nusa Tenggara) Karakter genetik : sekuens rbcL dan trnL-F 1. Keanekaragaman 2. Hubungan kekerabatan Gambar 3.1 Kerangka Berpikir dalam Penelitian Ini
3.2 Konsep Penelitian
24
KOLEKSI SAMPEL :
Pengambilan sampel dari tanaman koleksi yang ada di UPT BKT Kebun Raya ”Eka Karya” Bali – LIPI berupa : 1. Jenis-jenis Adiantum asal : Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba, Timor, Jawa 2. Kerabat dekat Adiantum (Vittaria dan Antrophyum) asal Bali, Lombok, Sumbawa, Jawa, Seram Hasil : Daun muda.
ANALISIS MOLEKULER : Ekstraksi DNA Hasil : cpDNA, nDNA, mt DNA Elektroforesis 1 Hasil : Pita-pita total DNA Amplifikasi DNA (PCR) Hasil : Gen rbcL dan trnL-F Elektroforesis 2 Hasil : Pita-pita gen rbcL dan trnL-F Pemurnian Produk PCR Hasil : Gen rbcL dan trnL-F
Cycle Sequencing Hasil : A T G C Sekuensing DNA Hasil : Kromatogram Gambar 3.2 Konsep Penelitian
ANALISIS FILOGENETIK : Analisis Filogenetik Hasil : Kladogram
25
BAB IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2012 hingga April 2013. Jenis-jenis Adiantum
dan kerabat dekatnya yang digunakan sebagai sampel (Lampiran 1)
merupakan koleksi UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya ”Eka Karya” Bali – LIPI, Candikuning, Baturiti, Tabanan, Bali yang berasal dari Kepulauan Sunda Kecil (Pulau Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba dan Timor), Jawa dan Seram (Lampiran 2). Sampel dibuat herbariumnya dan spesimen herbarium disimpan di The Hortus Botanicus Baliense (THBB), UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya ”Eka Karya” Bali – LIPI. Identifikasi dilakukan dengan membandingkan spesimen sampel dengan spesimen herbarium yang merupakan koleksi Herbarium Bogoriense, Pusat
26
(Pulau Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba dan Timor) pada gen
rbcL
dan
trnL-F
(daerah dari trnL (UAA) 5’ ekson hingga trnF (GAA)).
4.3 Penentuan Sumber Data
Sampel berupa daun muda yang telah terbuka sepenuhnya. Sampel bersumber dari tanaman koleksi UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya ”Eka Karya” Bali – LIPI, yaitu jenis-jenis Adiantum yang berasal dari beberapa lokasi di Kepulauan Sunda Kecil (Pulau Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba dan Timor) dan Pulau Jawa, serta tumbuhan paku jenis lain yang masih berkerabat dekat dengan Adiantum yaitu Vittaria
dan Antrophyum dari Pulau Bali, Lombok, Sumbawa,
Jawa dan Seram yang digunakan sebagai outgroup (Lampiran 3.).
4.4 Variabel Penelitian
Variabel bebas berupa jenis-jenis
Adiantum
dan kerabat dekatnya yaitu
27
kloroform (CHCl3), isoamylalkohol (C5H12O), isopropanol ((CH3)2CHOH), TE buffer
(Lampiran 4.),
sodium acetate (NaOAc3.H2O),
agarose gel, ethidium bromide
(Wako, Osaka, Jepang),
TAE
buffer
(C21H20BrN3), 6x Loading
distilled deionized water ,
(Lampiran 4.),
Buffer Triple Dye
фX174 DNA-HaeIII Digest
(TaKaRa Bio, Shiga, Jepang), DNeasy� Plant Mini Kit (Qiagen, Tokyo, Jepang), PCR Kit (TaKaRa Bio, Shiga, Jepang), primer (rbcL aF, rbcL cR, trnL-F cF dan trnL-F fR)
(Fasmac, Kanagawa, Jepang), ExoSAP-IT ® PCR
Product Cleanup
(Affymetrix, Cleveland, Ohio, USA), BigDye Terminator v3.1 Cycle Sequencing Kit
(Applied Biosystems, Foster City, California, USA),
sodium hydroxide
(NaOH), formamide (CH3NO) dan es.
4.6 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah perlengkapan
28
4.7 Prosedur Penelitian
Spesimen
Daun muda
Daun dewasa
Ekstraksi DNA
Herbarium
Elektroforesis 1 Amplifikasi DNA (PCR) Elektroforesis 2 Pemurnian produk PCR Cycle Sequencing
Sekuensing DNA Analisis filogenetik
29
daun bisa ditampilkan. Kertas koran ditutup dan ditumpuk menjadi satu. Bagian atas dan bawah tumpukan koran berisi spesimen diberi kertas karton, lalu dijepit pada sasak di kedua sisinya dan diikat dengan tali. Spesimen selanjutnya dikeringkan menggunakan oven bersuhu 33 °C selama 5-7 x 24 jam. Spesimen yang telah kering disusun di atas
mounting paper .
Bagian
tangkai daun direkatkan pada kertas dengan cara diikat dan data spesimen ditempel di sebelah kanan bawah kertas (Gambar 4.1).
30
4.7.2 Identifikasi Spesimen
Spesimen diidentifikasi dengan menggunakan literatur (Holttum, 1968; Piggott, 1996; Jones, 1998; Hoshizaki and Moran, 2002; Matsumoto
et al.,
2008) dan membandingkan spesimen dengan koleksi herbarium.
4.7.3 Koleksi Sampel untuk Analisis Molekuler
Daun muda dari masing-masing sampel diambil, disimpan dalam kantong teh dan ditempatkan dalam plastik kedap udara yang telah diberi
silica gel
untuk keperluan ekstraksi DNA.
4.7.4 Ekstraksi DNA
4.7.4.1 Ekstraksi DNA dengan CTAB Ekstraksi DNA sampel dilakukan menggunakan metode CTAB (Doyle and Doyle, 1987) yang dimodifikasi. Sampel daun yang telah kering (30-50
31
dengan 800 µl campuran kloroform : isoamylalkohol (24 : 1) dan dihomogenkan menggunakan rotor pada kecepatan 80% selama 10 menit. Sampel selanjutnya disentrifugasi (13.000 rpm, 25ºC, 10 menit). Supernatan yang terbentuk diambil sebanyak 700 µl dan dipindahkan ke tabung mikro 2 ml yang baru tanpa mengenai lapisan tengah larutan sampel. Sampel ditambahkan kembali dengan 800 µl campuran kloroform : isoamylalkohol (24 : 1) dan disentrifugasi (13.000 rpm, 25ºC, 10 menit) lagi. Supernatan yang terbentuk diambil sebanyak 500 µl dan dipindahkan ke tabung mikro 2 ml yang baru, kemudian ditambah dengan isopropanol ( ⅔ volume). Sampel dibolak-balik dengan tangan dan selanjutnya diinkubasi (4ºC,
18 jam). Setelah inkubasi, sampel disentrifugasi (13.000 rpm, 4ºC, 10 menit) hingga pelet DNA dapat terlihat menempel di bagian dasar tabung mikro. Cairan pada tabung mikro dibuang dan tabung mikro dibalik di atas kertas tissue untuk membuang cairan yang tersisa.
32
ethanol 70%
dan disentrifugasi lagi (13.000 rpm, 3ºC, 10 menit). Setelah
sentrifugasi cairan dibuang dan pelet dikeringkan dengan
vaccum pump.
Sampel ditambah dengan 100 µl TE Buffer dan diinkubasi (60ºC, 10 menit). Hasil ekstraksi selanjutnya dielektroforesis (4.7.5) untuk melihat fragmen DNA total yang diperoleh. Jika hasil ekstraksi bagus, selanjutnya dibuat template
DNA dengan cara memasukkan 90 µl TE Buffer ke dalam tabung
mikro 1,5 ml dan ditambah dengan 10 µl sampel DNA, kemudian diaduk perlahan dengan
micropipet .
Sisa DNA total maupun
template
DNA
selanjutnya dapat disimpan di suhu -30ºC.
4.7.4.2 Ekstraksi DNA dengan DNeasy� Plant Mini Kit Elektroforesis terhadap DNA total beberapa sampel yang diekstraksi menggunakan metode CTAB menunjukkan hasil pita yang kurang jelas �
33
TissueLyser System (Qiagen, Tokyo, Jepang) selama 2 menit pada kecepatan 25 goyangan/detik sebanyak tiga kali hingga berbentuk seperti bubuk. Sampel ditambah dengan 400 µl Buffer AP1 ( Lysis RNAse, kemudian dicampur dengan
vortex.
Buffer )
dan 4 µl
Sampel diinkubasi (65ºC, 20
menit) dan setiap 5 menit dibolak-balik. Buffer AP2 ( Precipitation
Buffer )
ditambahkan pada sampel sebanyak 130 µl, kemudian tabung dibolak-balik agar larutan tercampur dan selanjutnya sampel diinkubasi di es batu (5 menit). Sampel disentrifugasi pada kecepatan 14.000 rpm (25ºC, 5 menit). Cairan sampel diambil sebanyak 500 µl dan dimasukkan ke dalam QIA Shreder MiniSpin Column.
Sampel disentrifugasi kembali pada kecepatan 14.000 rpm
(25ºC, 2 menit), kemudian cairan pada sampel diambil sebanyak 450 µl dan dipindahkan ke tabung mikro 1,5 ml yang baru. Buffer AP3/E ( Binding Buffer )
ditambahkan sebanyak 1,5 kali
volume (kurang-lebih
tabung dibolak-balik agar cairan tercampur.
675 µl) dan
34
sampel sebanyak 500 µl dan sampel disentrifugasi pada kecepatan 8.000 rpm (25ºC, 1 menit). Semua cairan dibuang dengan cara menuang bagian bawah Mini-Spin Column.
QIA Shreder
Buffer AW (Wash Buffer ) ditambahkan lagi sebanyak 500
µl, kemudian sampel disentrifugasi lagi di kecepatan 14.000 rpm (25ºC, 2 menit). Setelah sentrifugasi, cairan yang ada di bagian bawah Mini-Spin Column dibuang
dan bagian atas
QIA Shreder
QIA Shreder Mini-Spin Column
dipindahkan ke tabung mikro 2 ml. Buffer AE ( Elution
Buffer )
ditambahkan pada sampel sebanyak 100 µl
dan diinkubasi di suhu ruang selama 5 menit. Selanjutnya sampel disentrifugasi di kecepatan 8.000 rpm (25ºC, 1 menit). Setelah sentrifugasi, bagian atas
QIA Shreder Mini-Spin Column
dibuang dan cairan yang
tertampung dalam tabung mikro 1,5 ml disimpan sebagai DNA total. Hasil ekstraksi selanjutnya dielektroforesis untuk melihat fragmen DNA
35
fragmen DNA dilakukan di bawah sinar ultraviolet menggunakan alat UV Transilluminator dan kamera CCD (charge-coupled device).
4.7.6 Amplifikasi DNA (PCR) Primer yang
digunakan untuk amplifikasi DNA (PCR) terhadap gen
rbcL
(Hasebe et al., 1994) dan trnL-F (Taberlet et al., 1991) adalah :
Tabel 4.1
Primer yang Digunakan Nama Primer
aF cR cF fR
Sekuen Primer (5’ – 3’)
ATGTCACCACAAACAGAGACTAAAGC GCAGCAGCTAGTTCCGGGCTCCA CGAAATCGGTAGACGCTACG ATTTGAACTGGTGACACGAG
Target rbcL rbcL trnL-F trnL-F
Amplifikasi DNA dilakukan menggunakan PCR Kit (TaKaRa Bio, Shiga,
36
55°C, 1 menit; dan 72 °C, 2 menit) dan reaksi akhir (72 °C, 10 menit). Hasil PCR selanjutnya dielektroforesis (Lampiran 6.) untuk melihat fragmen gen rbcL dan trnL-F yang diperoleh.
4.7.7 Pemurnian Produk PCR
Hasil PCR dimurnikan menggunakan ExoSAP-IT® PCR Product Cleanup (Affymetrix, Cleveland, Ohio, USA). Sampel hasil PCR dipindah ke tube
8-strip
yang baru masing-masing sebanyak 10 µl dan ditambahkan 1 µl
ExoSAP-IT. Cairan sampel dicampur dengan cara mengetuk pinggir tabung dan selanjutnya sampel diinkubasi (37ºC, 1,5 jam; 80ºC, 15 menit).
4.7.8 Cycle Sequencing dan Sekuensing DNA Cycle Sequencing dilakukan menggunakan BigDye Terminator v3.1 Cycle
Sequencing
(Applied Biosystems, Foster City, California, USA). Cycle
37
menggunakan
vortex dan
diinkubasi di suhu ruang selama 10 menit dalam
kondisi gelap, kemudian disentrifugasi (12.500 rpm, 25ºC, 60 menit). Cairan dibuang dan sampel ditambah dengan 50 µl
ethanol
70%,
kemudian disentrifugasi kembali (12.500 rpm, 25ºC, 45 menit). Setelah sentrifugasi, cairan dibuang dan sampel diinkubasi (95ºC, 2 menit). Masingmasing sampel selanjutnya ditambah dengan formamide dan dicampur dengan vortex.
Sampel kemudian diinkubasi lagi (95ºC, 3 menit) dan segera
setelahnya sampel diletakkan di atas es (2-3 menit). Reaksi sekuensing selanjutnya diproses menggunakan ABI 3500 Genetic Analyzer (Applied Biosystems, Foster City, California, USA) sesuai protokol dari produsen.
4.8 Analisis Data
Fragmen-fragmen sekuen dianalisis dengan perangkat lunak Analysis
Sequencing
(Applied Biosystems, Foster City, California, USA) dan dirangkai
38
direkonstruksi dengan jarak genetik mengacu pada Jukes-Cantor
Model (Jukes
and Cantor, 1969), sedangkan pada metode MP dikalkulasi menggunakan Neighbor-Interchange (CNI) on Random Trees .
dan MP diuji dengan metode
bootstrap
Close-
Konsistensi pohon filogenetik NJ
(Felsenstein, 1985) sebanyak 1.000 kali
ulangan. Nilai bootstrap yang lebih besar dari 85% menunjukkan bahwa susunan klad konsisten (peluang terjadinya perubahan susunan klad rendah). Semua karakter diberi bobot yang sama dimana insersi dan delesi dianggap sebagai data yang hilang. Topologi dengan panjang cabang rata-rata untuk semua ruas yang dihasilkan diperoleh dengan metode al., 2008).
50% majority-rule consensus tree
(Adjie
et
39
BAB V. HASIL PENELITIAN
5.1 Identifikasi Spesimen
Tiga puluh spesimen
Adiantum
digunakan dalam penelitian ini dan dua
spesimen diantaranya belum teridentifikasi yaitu Adiantum sp. WN118 dari Bali dan AG326 asal Sumbawa. Hasil BLAST ( Basic (Tabel 5.1) menunjukkan bahwa sekuen
Local Alignment Search Tool)
trnL-F
dari
memiliki tingkat kesamaan yang tinggi dengan sekuen Bolivia (97%). Sekuen
rbcL
Adiantum
sp. WN118
trnL-F Adiantum
sp. dari
dari spesimen ini tidak berhasil diperoleh sehingga
tidak dapat dibandingkan.
Tabel 5.1 Hasil Pencarian BLAST di GenBank
40
(98%). Sekuen
trnL-F
dari Adiantum sp. AG326 juga menunjukkan tingkat
kesamaan yang tinggi dengan jenis yang sama (95%).
5.2 Ekstraksi, Amplifikasi dan Sekuensing DNA
Total sampel ( Adiantum,
Antrophyum
dan
Vittaria)
yang digunakan dalam
penelitian adalah sebanyak 37 spesimen. Elektroforesis terhadap DNA total dari sampel yang diekstraksi menggunakan metode CTAB secara umum menunjukkan hasil pita yang cukup jelas, kecuali pada beberapa sampel yaitu
Adiantum
concinnum Humb. & Bonpl. ex Willd. (SH1129), A. silvaticum Tind. (BA808 dan
Drapemmu 103), A.
capillus-veneris
L. (WN154), A.
tenerum
Swartz (WN113),
Antrophyum callifolium Blume (WN146 dan DEE37), Antrophyum sp. (RS54) dan Vittaria zosterifolia Willd. (SO002). Amplifikasi terhadap sampel-sampel tersebut
juga mengalami kegagalan. Ekstraksi terhadap sampel-sampel tersebut selanjutnya diulang menggunakan DNeasy� Plant Mini
Kit
(Qiagen, Tokyo,
41
5.3 Karakteristik Sekuen
Panjang sekuen
rbcL
1.062 bp ( Adiantum WN154; A.
yang diperoleh dari sampel Adiantum bervariasi antara
hispidulum
hispidulum
WN157) hingga 1.380 bp ( A.
BA706; A.
raddianum
pensejajaran terhadap 40 sekuen
rbcL
sekuen diantaranya diunduh dari
GenBank )
region
dan 317 (30%)
capillus-veneris
WN111) (Lampiran 3.). Hasil
dari Adiantum dan kerabat dekatnya (20
variable sites,
mengandung 740 (70%)
267 (25,2%) diantaranya
conserved parsimony
informative.
Variasi genetik terlihat pada gen
rbcL
baik antar jenis maupun dalam jenis
karena beberapa nukleotida mengalami substitusi. Variasi genetik tersebut tidak menyebabkan terjadinya insersi maupun delesi pada jenis manapun dalam gen ini. Variasi genetik dalam jenis pada gen
rbcL
misalnya terjadi pada Adiantum
hispidulum (Tabel 6.1) dan A. philippense (Tabel 6.2).
42
Tabel 6.2 Perbedaan Jenis Basa pada Urutan Nukleotida Gen rbcL
Adiantum philippense No.
Kode
Basa Nukleotida ke- * 107 909
Asal
1. WN153 Jawa T G 2. WN128 Bali T G 3. WN142 Lombok T G 4. SH1130 Lombok A C *Urutan basa nukleotida setelah sekuen disejajarkan dengan sampel dari jenis yang sama dalam penelitian ini. Panjang sekuen Adiantum ( Adiantum
trnL-F
capillus-veneris
dari sampel Adiantum juga bervariasi, antara 814 bp WN154) hingga 966 bp ( A.
(Lampiran 3.). Hasil pensejajaran 45 sekuen
trnL-F
dekatnya (15 sekuen diantaranya diunduh dari
WN150)
dari Adiantum dan kerabat
GenBank )
karakter. Matriks data mengandung 348 (29,59%)
concinnum
menghasilkan 1.176
conserved region
(63,6%) variable sites, 623 (53,0%) diantaranya parsimony informative informative.
dan 748
43
Tabel 6.3 Perbedaan Jenis Basa pada Urutan Nukleotida Nukle otida trnL-F
Adiantum concinnum No.
Kode
Basa Nukleotida ke- * 61 178
Asal
1. WN117 Bali G 2. SH1129 Lombok 3. WN150 Jawa C G *Urutan basa nukleotida setelah sekuen disejajarkan dengan sampel dari jenis yang sama dalam penelitian ini. Tabel 6.4 Perbedaan Jenis Basa pada Urutan Nukleotida Nukle otida trnL-F
Adiantum diaphanum No.
Kode
Asal
Basa Nukleotida ke- * 117 118 121
1. WN112 Bali G A A 2. BA754a Bali C G *Urutan basa nukleotida setelah sekuen disejajarkan dengan sampel dari jenis yang sama dalam penelitian ini.
44
5.4 Analisis Filogenetik
Analisis filogenetik dilakukan terhadap masing-masing set data menggunakan metode Neighbor-Joining (NJ) dan Maximum
Parsimony
(MP). Dua metode
rekonstruksi yang digunakan ini menghasilkan topologi yang kurang-lebih sama di masing-masing set data. Analisis terhadap gen
rbcL melibatkan
40 sekuen dalam set data. Analisis
menggunakan metode NJ menghasilkan hipotesis hubungan kekerabatan antar sampel berdasarkan jarak genetik pada gen
rbcL
(Lampiran 8). Metode MP
menghasilkan 15 pohon filogeni yang paling parsimony dengan 653 langkah (CI = 0.550000; RI = 0.862525). Pohon filogenetik yang dihasilkan oleh metode NJ (Gambar 5.1) dan MP (salah satunya ditampilkan pada Gambar 5.2) pada gen
rbcL
dari spesimen yang
digunakan dalam penelitian ini maupun yang diunduh dari
GenBank
45
Klad V
Klad IV
Klad III Klad II
Klad I
46
Klad V
Klad IV
Klad III Klad II
47
Klad II (100/99) atau grup Adiantum tenerum terdiri dari A. tenerum serta A. princeps dari
Mexico dan tidak terdapat sampel dari Kepulauan Sunda Kecil
dalam kelompok ini. Klad III, yang merupakan
sister bagi
Klad II, adalah grup A.
peruvianum,
terdiri dari
tetraphyllum
(cultivated ) dan spesimen lain yang belum teridentifikasi dari
A. peruvianum
dari Kepulauan Sunda Kecil,
A.
Malaysia. Hubungan dalam klad ini cukup kuat (100/99), begitu pula hubungan antara Klad II dan III yang juga nampak jelas di NJ, namun lemah di MP (85/74). Klad IV (100/99) atau grup Adiantum caudatum terdiri dari A. philippense asal Kepulauan Sunda Kecil dan Jawa, spesimen yang belum teridentifikasi dari Kepulauan Sunda Kecil (AG326), A.
soboliferum, A. caudatum, A. malesianum,
A. mariesii dan A. sinicum dari Cina serta A. egdeworthii dari Sunda Kecil, Jepang
dan Cina. Klad V (grup A.
capillus-veneris)
cukup kuat (100/97) dan merupakan
juga merupakan kelompok yang
sister bagi
Klad IV. Klad ini terdiri dari A.
capillus-veneris dari Jawa dan Cina, A. jordanii dari Amerika dan A. flabellulatum
48
digunakan dalam penelitian ini maupun yang diunduh dari
GenBank mencakup
lima klad dengan keanggotaan yang kurang-lebih sama seperti pada set data
rbcL,
dengan tambahan beberapa spesimen yang sebelumnya tidak berhasil diperoleh sekuen
rbcLnya. Adiantum silvaticum, A. diaphanum, A. concinnum
dan sampel
yang belum teridentifikasi (WN118) dari Kepulauan Sunda Kecil termasuk dalam Klad I (grup A. hispidulum). Seperti halnya pada rbcL, berdasarkan sekuen trnL-F ini tidak terdapat sampel dari Kepulauan Sunda Kecil yang masuk dalam Klad II (grup A. tenerum) dan Klad V (grup A. capillus-veneris). Adiantum tenerum dari Jawa termasuk dalam Klad II (grup A. Kepulauan Sunda Kecil dan A. (grup
A. peruvianum),
tenerum),
polyphyllum
sedangkan A.
bergabung dalam Klad IV (grup A.
sementara A.
trapeziforme
dari
dari Jawa termasuk dalam Klad III
caudatum
caudatum).
dari Kepulauan Sunda Kecil
Masing-masing kelompok utama
adalah monofiletik pada kedua analisis yang dilakukan.
49
Klad V
Klad IV
Klad III Klad II
Klad I
50
Klad V
Klad IV
Klad III Klad II
Klad I
51
BAB VI. PEMBAHASAN
6.1 Identifikasi Spesimen
Publikasi oleh Posthumus (1944) dan Data Spesimen Koleksi Herbarium Bogoriense Pusat Penelitian Biologi – LIPI (Juni, 2012) menyebutkan beberapa jenis Adiantum yang ditemukan di Kepulauan Sunda Kecil, yaitu capillus-veneris L., A. caudatum
Adiantum
L., A. cuneatum Langsd. & Fisch., A. diaphanum
Blume, A. edgeworthii Hook., A. flabellulatum L., A. hispidulum Sw., A. mettenii Kuhn, A. philippense L., A. pulchellum Blume dan A. tinctum Moore. Lima jenis diantaranya yaitu A. caudatum, A. diaphanum, A. edgeworthii , A. hispidulum dan A. philippense
merupakan bagian dari sampel yang digunakan dalam penelitian
ini. Penelitian ini juga menggunakan jenis Adiantum lain yang tidak ditemukan dalam studi oleh Posthumus sebelumnya (1944) yaitu A.
concinnum
Humb. &
52
pinnae
yang terletak tumpang-tindih dengan bagian
rachis. Adiantum concinnum
merupakan jenis yang umum dijumpai di kawasan tropis Amerika, bahkan kadang-kadang tumbuh sebagai gulma (Hoshizaki and Moran, 2002). Selain dari Lombok dan Bali, A. concinnum yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini juga berasal dari Pulau Jawa. Sampel Adiantum raddianum dari Kepulauan Sunda Kecil dalam penelitian ini juga berasal dari spesimen yang tumbuh di sela-sela bebatuan dalam kawasan Kebun Raya “Eka Karya” Bali – LIPI. Jenis ini biasa dijumpai di daerah tropis Amerika dan merupakan jenis yang paling umum dibudidayakan. Jumlah kultivarnya banyak dan cukup sulit untuk dibedakan (Hoshizaki and Moran, 2002). Adiantum trapeziforme
merupakan jenis yang berasal dari Amerika dan India
bagian barat (Hoshizaki and Moran, 2002). Sampel
A. trapeziforme
yang
digunakan dalam penelitian ini berasal dari Sumbawa. Jenis tersebut ditemukan di
53
Adiantum silvaticum
Australia. Sampel A.
merupakan jenis yang juga ditemukan tumbuh di
silvaticum
dari Kepulauan Sunda Kecil yang digunakan
dalam penelitian ini berasal dari Pulau Sumba yang diduga juga merupakan daerah persebarannya. Jenis ini sangat mirip dengan A. fulvum
Raoul dan A.
viridescens
cunninghamii
Hook., A.
Colenso yang merupakan jenis endemik dari
New Zealand (Large and Braggins, 1993; Bouma, 2008). Dua dari 30 spesimen Adiantum yang digunakan dalam penelitian ini belum teridentifikasi yaitu Adiantum sp. WN118 dari Bali dan AG326 asal Sumbawa. Adiantum
sp. (WN118) dari Bali ini ditemukan tumbuh di sela-sela bebatuan
dalam kawasan Kebun Raya ”Eka Karya” Bali - LIPI bersama jenis A. concinnum dan A.
raddianum
di ketinggian sekitar 1.200 m dpl. Hasil BLAST sebelumnya
(Tabel 5.1) menunjukkan bahwa sekuen
trnL-F
dari Adiantum sp. (WN118)
memiliki tingkat kesamaan yang tinggi dengan Adiantum sp. dari Bolivia (97%). Sayangnya sekuen
rbcL
dari spesimen ini tidak diperoleh sehingga tidak bisa
54
di tebing sungai yang agak terlindung pada ketinggian 525 m dpl. Diduga Adiantum sp. (AG326) ini merupakan jenis asli daerah tersebut.
6.2 Ekstraksi, Amplifikasi dan Sekuensing DNA
Beberapa sampel menunjukkan hasil pita DNA total yang nampak kurang jelas saat diekstraksi dengan menggunakan metode CTAB. Amplifikasi terhadap sampel-sampel tersebut juga mengalami kegagalan. Hal tersebut diperkirakan terjadi karena adanya inhibitor dalam sampel. Inhibitor tersebut dapat berupa polisakarida atau metabolit sekunder yang tidak tercuci secara sempurna dalam proses ekstraksi DNA dan menjadi kontaminan dalam proses berikutnya. Ekstraksi terhadap sampel-sampel tersebut selanjutnya dicoba untuk diulang menggunakan DNeasy� Plant Mini Kit (Qiagen, Tokyo, Jepang). Hasil ekstraksi ulang menggunakan DNeasy� Plant Mini
Kit tersebut
menunjukkan pita DNA
55
oleh banyak faktor antara lain kualitas DNA yang kurang baik atau hilangnya DNA selama proses pencucian (presipitasi ethanol).
6.3 Karakteristik Sekuen
Panjang sekuens
rbcL
yang diperoleh dari sampel Adiantum yang digunakan
dalam penelitian ini bervariasi antara 1.062 bp ( Adiantum hingga 1.380 bp ( A. raddianum
capillus-veneris
WN154;
hispidulum
A. hispidulum
WN157)
BA706;
A.
WN111). rbcL merupakan gen besar yang berukuran lebih dari 1.400
bp (Avise, 2001) sehingga tidak mudah untuk mendapatkan keseluruhan sekuennya. Umumnya bagian ujung dan pangkal kromatogram dari sekuen yang panjang sulit untuk dibaca karena bagian peak -nya yang datar. Teknik sekuensing DNA umumnya hanya mampu mengatasi kurang dari 900 nukleotida pada fragmen DNA dalam satu reaksi (Arif et al., 2010). Perbedaan pada sekuen
rbcL
nampak baik antar jenis maupun dalam jenis.
56
berakibat protein yang dihasilkan berbeda dari protein yang seharusnya disintesis (Yuwono, 2005). Panjang sekuen ( Adiantum Sekuen
trnL-F
capillus-veneris
trnL-F
dari sampel Adiantum juga bervariasi, antara 814 bp WN154) hingga 966 bp ( A.
concinnum
WN150).
pada kebanyakan jenis bahkan berukuran kurang dari 700 bp
sehingga memudahkan daerah tersebut diamplifikasi dan disekuen secara langsung (Tsai et al., 2006). Variasi sekuen yang terjadi pada daerah
trnL-F
lebih banyak jika
dibandingkan dengan variasi sekuen pada rbcL. Daerah trnL-F yang terbentang di antara gen plastid pengkode RNA transfer (trnL (UAA) dan mengandung daerah non-pengkode atau non-gen yaitu intron dari intergenic spacer
(IGS) dari
trnL-trnF
(GAA) (Holt
et al.,
trnF
(GAA))
trnL (UAA) dan
2005). Daerah non-
pengkode merupakan daerah yang menunjukkan frekuensi mutasi paling tinggi sehingga dimungkinkan terdapat banyak perbedaan pada daerah tersebut baik
57
Intron dari
trnL
(UAA) ini berada di antara
trnL
(UAA) 5’ ekson hingga
trnL
(UAA) 3’ ekson dan merupakan bagian gen yang awalnya ikut ditranskripsi menjadi bagian dari mRNA, namun selanjutnya mengalami proses
splicing
(dihilangkan) sehingga intron tersebut tidak terlibat dalam proses translasi RNA membentuk protein (Frankham et al., 2010). Variasi terbanyak terjadi pada Adiantum
hispidulum.
Substitusi terjadi pada
bagian intron sekuen trnL-F dari jenis ini yaitu pada basa ke-88, 98, 155 dan 267, serta pada bagian
intergenic spacer
yaitu basa ke-663, 706 dan 722. Intergenic
spacer adalah bagian DNA yang tidak ikut ditranskripsi.
Perubahan sekuen trnL-F beberapa jenis Adiantum tersebut hanya terjadi pada bagian intron dan
intergenic spacer .
Perubahan yang terjadi pada bagian non-
pengkode ini tidak mempengaruhi proses sintesa protein manapun. Bagian
trnL
(UAA) 3’ ekson yang mengkode RNA transfer untuk asam amino Leusin pada semua sampel Adiantum dari penelitian ini menunjukkan urutan basa nukleotida
58
misalnya, telah digunakan sebagai dasar dalam menguji dugaan adanya species
pada jenis komplek Asplenium
dalam sekuen
rbcLnya
(Murakami
Jenis-jenis yang tergolong
nidus
et al.,
cryptic
yang memiliki 4-5% perbedaan
1999; Yatabe and Murakami, 2003).
cryptic species secara
morfologi memang sulit untuk
dibedakan namun secara genetik sudah mengalami perubahan. Jenis-jenis tersebut mengalami isolasi reproduktif sehingga dugaan adanya
cryptic species umumnya
juga dibuktikan melalui penelitian ekologi dan kawin-silang.
6.4 Analisis Filogenetik
Hubungan kekerabatan dari jenis-jenis
Adiantum
yang ditemukan di
Kepulauan Sunda Kecil ini direkonstruksi menggunakan dua fragmen DNA kloroplas yaitu
rbcL
dan
trnL-F
(daerah dari
trnL
(UAA) 5’ ekson hingga
trnF
(GAA)). Pohon filogeni dari jenis-jenis Adiantum dari Kepulauan Sunda Kecil maupun yang diunduh dari
GenBank yang dibentuk menggunakan metode NJ dan
59
Klad I (grup A. hispidulum) terdiri dari tujuh hingga sembilan jenis Adiantum (enam jenis diantaranya berasal dari Kepulauan Sunda Kecil). Sampel-sampel Adiantum hispidulum
pada klad ini terpisah menjadi dua sub klad karena adanya
perbedaan dalam susunan basa nukleotidanya, baik pada
rbcL
maupun
trnL-F .
Perubahan basa pada sekuen tersebut menyebabkan variasi secara genetik dan mempengaruhi hubungan kekerabatannya, namun masih berada dalam satu klad monofiletik. Adiantum hispidulum Adiantum hispidulum
merupakan salah satu jenis kompleks dalam marga ini.
ditemukan tumbuh di India bagian selatan, Afrika bagian
timur dan Kepulauan Pasifik (Hoshizaki and Moran, 2002) dan juga di New Zealand (Large and Braggins, 1993), Thailand (Boonkerd and Pollawatn, 2013), Indonesia (Posthumus, 1944; Lu et al., 2012) dan Cina (Lu et al., 2012). Adiantum hispidulum sensu lato
nampaknya memiliki banyak perbedaan berdasarkan
persebarannya, setidaknya jika dilihat dari sisi genetiknya (Large, 2013
kom.
60
rambut pinula pada A. hispidulum dari New Zealand yang disebut sebagai tipe 3 namun tidak mendeskripsikannya secara jelas. Pengamatan terhadap sampel-sampel Adiantum
hispidulum
dalam penelitian
ini belum menemukan karakter morfologi yang menyebabkan sampel-sampel tersebut terpisah dalam dua sub klad. Perubahan nampaknya mulai terjadi pada individu tersebut secara genetik, namun perubahan tersebut belum terekspresi menjadi perubahan dalam morfologi sehingga secara morfologi individu-individu tersebut masih terlihat sama. Sekuen trnL-F menyatakan Adiantum silvaticum dari Kepulauan Sunda Kecil juga termasuk ke dalam klad ini. Sekuen diperoleh dan belum terdapat di
rbcL
GenBank
dari sampel jenis ini tidak dapat
sehingga posisinya di kedua pohon
filogeni tidak dapat dibandingkan. Adiantum silvaticum dilaporkan tumbuh alami di Australia bagian timur dan berkerabat dekat dengan A. cuninghamii Hook., A. fulvum
Raoul. dan A. viridescens Col., tiga jenis Adiantum yang endemik di New
61
capillus-veneris.
Analisis secara genetik menunjukkan bahwa keduanya
berkerabat jauh dengan bersama dengan A.
A. capillus-veneris
jordanii.
yang membentuk klad tersendiri
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun jenis-jenis
tersebut nampak mirip, sebenarnya secara genetik mereka berbeda. Adiantum raddianum
di Klad I ini mengelompok bersama dengan
A.
cuneatum. Nama A. cuneatum ternyata tercatat sebagai sinonim dari A. raddianum
(Scamman, 1960; Hoshizaki and Moran, 2002). Sampel dari Kepulauan Sunda Kecil tidak ditemukan di Klad II, namun anggota dari kelompok ini, Adiantum tenerum dan A. princeps memiliki karakter morfologi yang serupa. Bagian
segmen
dari kedua jenis tersebut berbentuk
trapesium hingga rombik-oblong dan bagian
sori
membulat hingga
short-oblong
(Scamman, 1960). Adiantum peruvianum
berada di Klad III (grup
dan A.
trapeziforme
A. peruvianum)
dari Kepulauan Sunda kecil yang
mengelompok bersama dengan
A.
62
reproduksi aseksual (vegetatif). Akar baru dapat tumbuh di bagian ujung cambuk tersebut dan jika akar semakin besar dan berat maka
ental akan
merunduk,
membuat akar baru mampu menyentuh tanah. Jika kondisi telah memungkinkan, hubungan dengan induk melalui
ental lama
akan terputus dan tanaman dapat
berdiri sendiri menjadi individu baru. Adiantum edgeworthii
mengelompok dengan edgeworthii
dalam klad ini polifiletik: A.
A. soboliferum
dan
edgeworthii
A. philippense,
dari Cina
sedangkan
A.
dari Jepang dan Kepulauan Sunda Kecil mengelompok bersama A.
sinicum. Hal ini diperkirakan terjadi karena adanya differensiasi
DNA lebih dalam
dari jenis A. edgeworthii atau karena kesalahan identifikasi. Adiantum edgeworthii ini selain ditemukan di Cina, Jepang dan Indonesia, juga ditemukan di Bhutan, bagian utara India, Malaysia, Myanmar, Nepal, Fillipina, utara Thailand dan Vietnam (Zhang et al., 2013). Klad yang terakhir yaitu Klad V mengacu pada grup
capillus-veneris
dalam
63
BAB VII. SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Adiantum
yang berasal dari Kepulauan Sunda Kecil memiliki variasi genetik
antar jenis dan beberapa diantaranya memiliki variasi dalam jenis. Variasi tersebut terjadi baik pada gen
rbcL
maupun pada
trnL-F ,
khususnya pada bagian intron
dan intergenic spacer . Jenis-jenis Adiantum dari Kepulauan Sunda Kecil tidak monofiletik melainkan menjadi bagian dari tiga klad utama diantara lima klad utama yang terbentuk berdasarkan analisis sekuen Adiantum
rbcL
dan
trnL-F .
Pengelompokan jenis-jenis
ini tidak berdasarkan asalnya dan juga tidak sesuai dengan klasifikasi
dalam jenis yang dibuat berdasarkan karakter morfologi sebelumnya. Klad I dari jenis-jenis Adiantum dari Kepulauan Sunda Kecil ini terdiri dari grup Adiantum
64
diketahui memiliki variasi genetik dalam jenis yang merupakan petunjuk awal akan adanya jenis tersembunyi ( cryptic species). Untuk membuktikan hal tersebut diperlukan pengujian lebih lanjut seperti uji molekuler dengan kombinasi penanda (marker ) DNA kloroplas dan DNA inti serta uji kawin-silang.
65
DAFTAR PUSTAKA
Adjie, B., Takamiya, M., Ohta, M., Ohsawa, T. A., Watano, Y. 2008. Molecular Phylogeny of the Lady Fern Genus Athyrium in Japan Based on Chloroplast rbcL and trnL-trnF Sequences. Acta Phytotaxonomica et Geobotanica 59 (2):79-95. Afriastini, J. J. 2003. Adiantum L. In: de Winter, W. P. and Amoroso, V. B., editors. Plant Resources of South-East Asia No. 15 (2) Cryptogams : Ferns and Fern Allies . Bogor: PROSEA. ISBN : 979-8316-45-2. p. 50-55. Applied Biosystems. 2009. DNA
Sequencing by Capillary Electrophoresis – nd Applied Biosystems Chemistry Guide. 2 edition. Applied Biosystems.
California.
Arif, I. A., Bakir, M. A., Khan, H. A., Al Farhan, A. H., Al Homaidan, A. A., Bahkali, A. H., Al Sadoon, M., Shobrak, M. 2010. A Brief Review of Molecular Techniques to Assess Plant Diversity. International Journal of Molecular Sciences 11 (5):2079-2096. Avise, J. C. 2001. Molecular Markers, Natural History and Evolution. 4th printing. Massachusetts: Kluwer Academic Publishers. ISBN : 978-0-87893041-8. p. 340. Bagali, P. G., Prabhu, P. D. A. H., Raghavendra, K., Bagali, P. G., Hittalmani, S.,
66
Chao, Y., Liu, H., Chiang, Y., Chiou, W. 2012. Polyploidy and Speciation in Pteris (Pteridaceae). Journal of Botany 2012. DOI : 10.1155/2012/817920. [cited 2014 Jan. 10]. Available from: URL: http://www.hindawi.com/journals/jb/2012/817920/. Ching, R. C. 1957. On the Genus Adiantum L. of China with Notes on Some Related Species From Neighbouring Regions. Acta Phytotaxonomica Sinica 6:301-354. Christenhusz, M. J. M., Zhang, X., Schneider, H.. 2011. A Linear Sequence of Extant Families and Genera of Lycophytes and Ferns. Phytotaxa 19:7-54. de Groot, G. A., During, H. J., Maas, J. W., Schneider, H., Vogel, J. C., Erkens, R. H. J. 2011. Use of rbcL and trnL-F as a Two-Locus DNA Barcode for Identification of NW-European Ferns: an Ecological Perspective. PLoS ONE 6 (1):e16371. DOI : 10.1371/journal.pone.0016371. de Lang, R. 2011. The Snakes of the Lesser Sunda Islands (Nusa Tenggara), Indonesia. Asian Herpetological Research 2 (1):46-54. DOI: 10.3724/SP.J.1245.2011.00046. Doyle, J. J. and J. L. Doyle. 1987. A Rapid DNA Isolation Procedure for Small Quantities of Fresh Leaf Tissue. Phytochemical Bulletin 19:11-15. Ebihara, A., Nitta, J. H., Ito, M. 2010. Molecular Species Identification with Rich Floristic Sampling: DNA Barcoding the Pteridophyte Flora of Japan. PLoS ONE 5 (12):e15136. DOI : 10.1371/journal.pone.0015136.
67
Hoshizaki, B. J. 1970. The Genus Adiantum in Cultivation (Polypodiaceae). Baileya 17(3):97-144. Hoshizaki, B. J. and Moran, R. C. 2002. Fern Grower’s Manual . Revised and Expanded Edition. Portland: Timber Press Inc. ISBN : 0-88192-495-4. p. 159-176. IUCN. 2013. IUCN Red List of Threatened Species. Version 2013.2. . Downloaded on 24 March 2014. Iwatsuki, K., Yamazaki, T., Boufford, D. E., Ohba, H., editors. 1995. Flora of Japan Vol. I: Pteridophyta and Gymnospermae. Tokyo: Kodansha Ltd. p. 82-84. Jones, D. L. 1998. Encyclopaedia of Ferns. Melbourne: Lothian Publishing Company Pty., Ltd. ISBN : 0-85091-179-6. 433 p. Jukes, T. H. and Cantor, C. R. 1969. Evolution of Protein Molecules. In: Munro, H. N., editor. Mammalian Protein Metabolism. New York: Academic Press. p. 21-132. Karsinah, Sudarsono, Setyobudi, L., Aswidinnoor, H. 2002. Keragaman Genetik Plasma Nutfah Jeruk Berdasarkan Analisis Penanda RAPD. Jurnal Bioteknologi Pertanian (7) 1:8-16. Korpelainen, H., de Britto, J., Doublet, J., Pravin, S. 2005. Four Tropical, Closely
68
Larkin, M. A., Blackshields, G., Brown, N. P., Chenna, R., McGettigan, P. A., McWilliam, H., Valentin, F., Wallace, I. M., Wilm, A., Lopez, R., Thompson, J. D., Gibson, T. J., Higgins, D. G. 2007. ClustalW and ClustalX version 2. Bioinformatics 23 (21):2947-2948. Lellinger, D. B. and Prado, J. 2001. The Group of Adiantum gracile in Brazil and Environs. American Fern Journal 91 (1):1-8. Li, F., Tan, B. C., Buchbender, V., Moran, R. C., Rouhan, G., Wang, C., Quandt, D. 2009. Identifying A Mysterious Aquatic Fern Gametophyte. Plant Systematics and Evolution 281:77-86. DOI : 10.1007/s00606-009-0188-2. Li, F., Kuo, L., Rothfels, C. J., Ebihara, A., Chiou, W., Windham, M. D., Pryer, K. M. 2011. rbcL and matK Earn Two Thumbs Up as the Core DNA Barcode for Ferns. PLoS ONE 6 (10):e26597. DOI : 10.1371/journal. pone.0026597. Linnaeus, C. 1753. Species Plantarum Vol. 2. Stockholm. Salvi. Liu, X., Gituru, R. W., Chen, L. 2007. Genetic Variation in the Endangered Fern Adiantum reniforme var. sinense (Adiantaceae) in China. Annales Botanici Fennici 44:25-32. Lu, J., Wen, J., Lutz, S., Wang, Y., Li, D. 2012. Phylogenetic Relationships of Chinese Adiantum based on Five Plastid Markers. Journal of Plant Research 125 (2):237-249.
69
Mondini, L., Noorani, A., Pagnotta, M. A. 2009. Review: Assessing Plant Genetic Diversity by Molecular Tools. Diversity 1:19-35. DOI : 10.3390/d1010019. Murakami, N., Yokoyama, J., Yatabe, Y., Iwasaki, H., Serizawa, S. 1999. Molecular Taxonomic Study and Revision of the Three Japanese Species of Asplenium sect. Thamnopteris. Journal of Plant Research 112:15-25. Newmaster, S. G., Fazekas, A. J., Ragupathy, S.. 2006. DNA Barcoding in Land Plants: Evaluation of rbcL in a Multigene Tiered Approach. Canadian Journal of Botany 84:335-341. DOI : 10.1139/B06-047. Paris, C. A. and Windham, M. D. 1988. A Biosystematic Investigation of the Adiantum pedatum Complex in Eastern North America. Systematic Botany 13 (2):240-255. Parris, B. S. 1980. Adiantum hispidulum Swartz and A. pubescens Schkuhr (Adiantaceae: Filicales) in New Zealand. New Zealand Journal of Botany 18:503-506. Parris, B. S. and Croxall, J. P. 1974. Adiantum viridescens Colenso in New Zealand. New Zealand Journal of Botany 12:227-233. Patil, S., Patil, S., Dongare, M. 2013. The Genus Adiantum L. from Maharashtra: a Note on Addition of Two Species for Maharashtra, India. Fern Gazette 19 (5):159-163.
70
Posthumus, O. 1944. Malayan Fern Studies III: The Ferns of the Lesser Sunda Islands. Annals of the Botanic Gardens 51 (1):35-113. Prado, J. and Hirai, R. Y. 2013. Adiantum lindsaeoides (Pteridaceae), a New Fern Species from the Atlantic Rain Forest, Brazil. Systematic Botany 38 (1):28-31. Primack, R. B., Supriatna, J., Indrawan, M., Kramadibrata, P. 1998. Biologi Konservasi. Edisi ke-1. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. ISBN : 979-461288-X. Pryer, K. M., Smith, A. R., Skog, J. E. 1995. Phylogenetic Relationships of Extant Ferns Based on Evidence from Morphology and rbcL Sequences. American Fern Journal 85 (4):205-282. Qiagen. 2000. DNeasy® Plant Mini Kit and DNeasy Plant Maxi Kit Handbook – for DNA Isolation from Plant Tissue. Qiagen. Tokyo. Quintanilla, L. and Escudero, A. 2006. Spore Fitness Components Do Not Differ Between Diploid and Allotetraploid Species of Dryopteris (Dryopteridaceae). Annals of Botany 98 (3):609-618. Ramel, C. 1998. Biodiversity and Intraspecific Genetic Variation. Applied Chemistry 70 (11):2079-2084.
Pure and
Reddy, M. P., Sarla, N., Siddiq, E. A. 2002. Inter Simple Sequence Repeat (ISSR) Polymorphism and Its Application in Plant Breeding. Euphytica 128:9-17.
71
Sardiwinata, J. S., Hamzah, R., Kusnadi. 2008.
Cara Pengumpulan, Pembuatan dan Pemeliharaan Koleksi Material Herbarium Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor . Jakarta: LIPI Press. ISBN : 978-979-799-
308-5. 31 hal.
Scamman, E. 1960.
The Maidenhair Ferns (Adiantum) of Costa Rica – Contributions from the Gray Herbarium of Harvard University No. 187 .
Harvard University Herbaria. p. 3-22.
Schuettpelz, E., Schneider, H., Huiet, L., Windham, M. D., Pryer, K. M. 2007. A Molecular Phylogeny of the Fern Family Pteridaceae: Assessing Overall Relationships and the Affinities of Previously Unsampled Genera. Molecular Phylogenetics and Evolution 44:1172-1185. DOI : 10.1016/j.ympev.2007.04.011. Schuettpelz, E. and Pryer, K. M. 2007. Fern Phylogeny Inferred from 400 Leptosporangiate Species and Three Plastid Genes. Taxon 56 (4):10371050. Semagn, K., Bjørnstad, Å., Ndjiondjop, M. N. 2006. An Overview of Molecular Marker Methods for Plants. African Journal of Biotechnology 5 (25):25402568. Small, R. L., Cronn, R. C., Wendel, J. F. 2004. L. A. S. Johnson Review No. 2: Use of Nuclear Genes for Phylogeny Reconstruction in Plants. Australian Systematic Botany 17:145-170.
72
Taberlet, P., Gielly, L., Pautou, G., J. Bouvet. 1991. Universal Primers for Amplification of Three Non-coding Regions of Chloroplast DNA. Plant Molecular Biology 17:1105-1109. Tamura, K., Peterson, D., Peterson, N., Stecher, G., Nei, M., Kumar, S. 2011. MEGA5: Molecular Evolutionary Genetics Analysis using Maximum Likelihood, Evolutionary Distance, and Maximum Parsimony Methods. Molecular Biology and Evolution 28 (10):2731-2739. DOI : 10.1093/molbev/msr121. Tryon, R. M. and Tryon A. F. 1982. Ferns and Allied Plants, Reference to Tropical America. New York: Springer-Verlag.
with Special
Tsai, L., Yu, Y., Hsieh, H., Wang, J., Linacre, A., Lee, J. C. 2006. Species Identification Using Sequences of the trnL Intron and the trnL-trnF IGS of Chloroplast Genome Among Popular Plants in Taiwan. Forensic Science International 164:193-200. DOI : 10.1016/j.forsciint.2006.01.007. Wolf, P. G. 1995. Phylogenetic Analysis of rbcL and Nuclear Ribosomal RNA Gene Sequences in Dennstaedtiaceae. American Fern Journal 85:306-327. Wolf, P. G., Rowe, C. A., Sinclair, R. B., Hasebe, M. 2003. Complete Nucleotide Sequence of the Chloroplast Genome from a Leptosporangiate Fern, Adiantum capillus-veneris L. DNA Research 10:59-65. Yatabe, Y. and Murakami, N. 2003. Recognition of Cryptic Species in the Asplenium nidus Complex using Molecular Data - a Progress Report.
73
LAMPIRAN 1. Foto Jenis-Jenis Adiantum dan Kerabat D
ekatnya
yang Digunakan sebagai Sampel dalam Penelitian Ini
a.
b.
74
LAMPIRAN 1. Lanjutan ...
a.
d
b.
eb h
c.
75
LAMPIRAN 1. Lanjutan ...
a.
b.
c.
76
LAMPIRAN 2. Peta Distribusi Pengambilan Sampel ( Adiantum dan Kerabat Dekatnya)
Seram
Bali Jawa
Sumbawa
Lombok Sumba
Timor
77
LAMPIRAN 3. Daftar Sampel ( Adiantum dan Kerabat Dekatnya) No.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Nama Jenis 1
9. 10. 11.
Adiantum sp. 2 Adiantum sp. 1 A. capillus-veneris L. 1 A. capillus-veneris L. 1 A. caudatum L. A. concinnum Humb. & Bonpl. 2 ex Willd. A. concinnum Humb. & Bonpl. 2 ex Willd. A. concinnum Humb. & Bonpl. 2 ex Willd. 1 A. diaphanum Blume 1 A. diaphanum Blume 1 A. edgeworthii Hook.
12. 13. 14. 15. 16.
A. hispidulum Sw. 1 A. hispidulum Sw. 1 A. hispidulum Sw. 1 A. hispidulum Sw. 1 A. hispidulum Sw.
7. 8.
1
Kode
Tahun Koleksi
AG326 WN118 WN114 WN154 WN140 WN117
2010 2010 2010 2012 2012 2010
Bima, Sumbawa Kebun Raya Bali Malang, Jawa Malang, Jawa Klungkung, Bali Kebun Raya Bali
SH1129
2012
Lombok Utara, Lombok
WN150
2012
WN112 BA754a BA742
2010 2011 2011
BA809 WT797 WN157 WN120 WN144
2011 2013 2013 2010 2012
Asal
Panjang Sekuen rbcL trnL-F (bp) (bp) 1142 924 926 1148 1380 814 898 913
-
923
Batu, Jawa
1367
966
Kebun Raya Bali Karangasem, Bali Timor Tengah Selatan, Timor Sumba Timur, Sumba Lombok Timur, Lombok Buleleng, Bali Buleleng, Bali Batu, Jawa
1182
868 949 843
1336 1062 1365 1366
901 852 858 934 906
78
LAMPIRAN 3. Lanjutan ...
No.
Nama Jenis
Kode
1
Tahun Koleksi
Asal
17. A. hispidulum Sw. WN158 2013 Timor Tengah Selatan, Timor 1 18. A. hispidulum Sw. BA706 2011 Timor Tengah Selatan, Timor 3 19. A. peruvianum Klotzsch WN119 2010 Buleleng, Bali 1 20. A. philippense L. WN128 2011 Buleleng, Bali 1 21. A. philippense L. WN142 2012 Lombok Barat, Lombok 1 22. A. philippense L. SH1130 2012 Lombok Utara, Lombok 1 23. A. philippense L. WN153 2012 Malang, Jawa 3 24. A. polyphyllum Willd. WN116 2010 Tulungagung, Jawa 2 25. A. raddianum C. Presl. WN111 2010 Kebun Raya Bali 2 26. A. raddianum C. Presl. WN149 2012 Batu, Jawa 1 27. A. silvaticum Tind. BA808 2011 Sumba Timur, Sumba 1 28. A. silvaticum Tind. Drapemmu103 1996 Sumba Timur, Sumba 2 29. A. tenerum Sw. WN155 2012 Malang, Jawa 2 30. A. trapeziforme L. AG329 2010 Bima, Sumbawa 1 31. Antrophyum sp. * RS54 2011 Seram 1 32. Antrophyum callifolium Blume * WN146 2012 Batu, Jawa 1 33. Antrophyum callifolium Blume * DEE37 2009 Bali 1 34. Antrophyum callifolium Blume * SH1163 2012 Lombok Utara, Lombok 1 35. Antrophyum latifolium Blume * RS51 2011 Seram 1 Vittaria zosterifolia 36. Willd. * SO002 2012 Kebun Raya Bali 1 37. Vittaria zosterifolia Willd. * SO002a 2012 Bima, Sumbawa 1 2 3 Keterangan : * Outgroup; Jenis asli; Jenis yang diintroduksi dan kemudian meliar; Jenis yang dibudidayakan. ●
Panjang Sekuen rbcL trnL-F (bp) (bp) 1376 910 1380 900 1373 858 1173 1221 1244 1156 909 1380 910 896 882 915 824 839 910 865 975 951 1231 851 1177 1377 -
79
LAMPIRAN 4. Cara Membuat Beberapa Larutan yang Digunakan dalam Analisis Molekuler
2xCTAB Extraction Buffer :
Konsentrasi Akhir :
1. CTAB (CH3(CH2)15N(CH3)3) 10 gr 2% 2. Sodium chloride (NaCl) 41 gr 1,4 M 3. 1 M Tris – HCl (pH 8,0) 50 ml 100 mM 4. 0,5 M EDTA2Na (pH 8,0) 20 ml 20 mM Dilarutkan dalam distilled deionized water hingga 500 ml, autoclave. TE Buffer :
1. 1 M Tris – HCl (pH 8,0) 1 ml 2. 0,5 M EDTA2Na (pH 8,0) 200 µl Dilarutkan dalam distilled deionized water hingga 100 ml. Stok 50xTAE Buffer :
1. Tris (C4H11NO3) 242 gr 2. 0,5 M EDTA2Na (pH 8,0) 100 ml 3. Acetic Acid (CH3COOH) 57,1 ml Dilarutkan dalam distilled deionized water hingga 1.000 ml. 1xTAE Buffer :
80
LAMPIRAN 5. Hasil Elektroforesis DNA Total
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
��
��
��
��
��
��
��
ab c ed
A
�
a b
�
�
�
�
�
�
�
�
�
��
��
��
��
��
��
��
81
LAMPIRAN 6. Hasil Elektroforesis Produk PCR Gen rbcL dan trnL-F
�
ab
�
�
�
�
�
�
�
�
�
��
��
cd e
Keterangan : Hasil amplifikasi gen rbcL : Adiantum hispidulum BA809 (1); A. raddianum WN111 (2); A. trapeziforme AG329 (3); A. capillus-veneris WN154 (4); A. tenerum WN155 (5); A. concinnum WN150 (6); A. hispidulum WN144 (7); A. philippense WN153 (8); A. polyphyllum WN116 (9); Antrophyum callifolium WN146 (10); Antrophyum sp. DEE37 (11). M = Marker (a : 1353 bp;
b : 1078 bp; c : 872 bp; d : 603 bp; e : 310 bp).
82
LAMPIRAN 7. Daftar Sekuen yang Diunduh dari GenBank No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
Nama Jenis Adiantum sp. Adiantum sp. A. aethiopicum A. capillus-veneris A. caudatum A. cuneatum A. diaphanum A. diaphanum A. edgeworthii A. edgeworthii A. flabellulatum A. jordanii A. malesianum A. mariesii A. philippense A. princeps A. sinicum A. soboliferum A. tenerum A. tetraphyllum Antrophyum callifolium Vittaria sp.
No. Akses rbcL trnL-F
Asal
Bolivia Malaysia New Zealand China China Indonesia Taiwan China Japan China China USA China China Fillipina Mexico China China Mexico Cultivated China
JF935335 JF935344 JF935350 JF935322 JF935296 JF935339 AB574797 JF935301 AB574798 JF935311 JF935315 JF935348 JF935297 JF935302 -
JF935356 JF935300 JF935299 JF935355 EF452135 EU024556
JF980679 JF980689 JF980695 JF980684 JF980647 JF980660 JF980663 JF980693 JF980642 JF980648 JF980675 JF980701 JF980646 JF980644 JF980705
83
LAMPIRAN 8. Jarak Genetik Antar Spesimen Sampel berdasarkan Sekuen rbcL No. 1
Nama Jenis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Adiantum sp. AG326
2
JF935296 A. caudatum
0.013
3
A. edgeworthii BA742
0.035
0.029
4
AB574798 A. edgeworthii
0.034
0.028
0.001
5
JF935311 A. edgeworthii
0.031
0.031
0.032
0.031
6
A. philippense WN128
0.038
0.036
0.033
0.032
0.020
7
A. philippense WN142
0.038
0.036
0.033
0.032
0.020
0.000
8
A. philippense WN153
0.038
0.036
0.033
0.032
0.020
0.000
0.000
9
A. philippense SH1130
0.039
0.037
0.034
0.033
0.021
0.001
0.001
0.001
10
A. hispidulum WN158
0.104
0.105
0.105
0.104
0.090
0.098
0.098
0.098
11
A. hispidulum WN157
0.103
0.104
0.104
0.103
0.089
0.097
0.097
0.097
0.098
0.003
12
A. hispidulum BA809
0.103
0.104
0.104
0.103
0.089
0.097
0.097
0.097
0.098
0.003
13
A. hispidulum WN120
0.104
0.105
0.105
0.104
0.090
0.098
0.098
0.098
0.099
0.000
0.003
0.003
14
A. hispidulum BA706
0.105
0.106
0.106
0.105
0.091
0.099
0.099
0.099
0.100
0.001
0.004
0.004
0.001
15
A. hispidulum WN144
0.104
0.105
0.105
0.104
0.090
0.098
0.098
0.098
0.099
0.000
0.003
0.003
0.000
16
A. raddianum WN111
0.099
0.104
0.102
0.101
0.093
0.097
0.097
0.097
0.098
0.023
0.024
0.024
0.023
17
JF935335 Adiantum sp.
0.101
0.104
0.100
0.099
0.093
0.097
0.097
0.097
0.098
0.023
0.024
0.024
0.023
18
JF935339 A. cuneatum
0.099
0.104
0.102
0.101
0.093
0.097
0.097
0.097
0.098
0.023
0.024
0.024
0.023
19
JF935355 A. tenerum
0.087
0.091
0.094
0.093
0.077
0.093
0.093
0.093
0.094
0.082
0.081
0.081
0.082
20
JF935356 A. princeps
0.083
0.085
0.088
0.087
0.075
0.087
0.087
0.087
0.088
0.083
0.082
0.082
0.083
0.099
0.000
84
LAMPIRAN 8. Lanjutan ... No. 1
Nama Jenis
14
15
16
17
18
19
Adiantum sp. AG326
2
JF935296 A. caudatum
3
A. edgeworthii BA742
4
AB574798 A. edgeworthii
5
JF935311 A. edgeworthii
6
A. philippense WN128
7
A. philippense WN142
8
A. philippense WN153
9
A. philippense SH1130
10
A. hispidulum WN158
11
A. hispidulum WN157
12
A. hispidulum BA809
13
A. hispidulum WN120
14
A. hispidulum BA706
15
A. hispidulum WN144
0.001
16
A. raddianum WN111
0.024
0.023
17
JF935335 Adiantum sp.
0.024
0.023
0.010
18
JF935339 A. cuneatum
0.024
0.023
0.000
0.010
19
JF935355 A. tenerum
0.083
0.082
0.082
0.088
0.082
20
JF935356 A. princeps
0.084
0.083
0.082
0.084
0.082
0.029
20
21
22
23
24
25
26
27
85
LAMPIRAN 8. Lanjutan ... No. 1
Nama Jenis Adiantum sp. AG326
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
0.010
0.011
0.010
0.010
0.010
0.010
0.010
0.009
0.003
0.013
0.012
39 0.013
40 0.012
2
JF935296 A. caudatum
0.010
0.011
0.010
0.009
0.009
0.009
0.009
0.009
0.000
0.013
0.012
0.013
0.012
3
A. edgeworthii BA742
0.010
0.011
0.010
0.009
0.009
0.009
0.009
0.009
0.005
0.013
0.012
0.013
0.013
4
AB574798 A. edgeworthii
0.010
0.011
0.010
0.009
0.009
0.009
0.009
0.009
0.005
0.013
0.012
0.013
0.013
5
JF935311 A. edgeworthii
0.010
0.010
0.010
0.009
0.009
0.009
0.009
0.008
0.006
0.012
0.011
0.012
0.012
6
A. philippense WN128
0.010
0.011
0.010
0.010
0.010
0.010
0.010
0.009
0.006
0.012
0.012
0.013
0.013
7
A. philippense WN142
0.010
0.011
0.010
0.010
0.010
0.010
0.010
0.009
0.006
0.012
0.012
0.013
0.013
8
A. philippense WN153
0.010
0.011
0.010
0.010
0.010
0.010
0.010
0.009
0.006
0.012
0.012
0.013
0.013
9
A. philippense SH1130
0.010
0.011
0.010
0.010
0.010
0.010
0.010
0.009
0.006
0.012
0.012
0.013
0.013
10
A. hispidulum WN158
0.004
0.011
0.004
0.010
0.010
0.010
0.010
0.010
0.010
0.013
0.012
0.012
0.012
11
A. hispidulum WN157
0.004
0.011
0.004
0.010
0.010
0.010
0.010
0.010
0.010
0.013
0.012
0.012
0.012
12
A. hispidulum BA809
0.004
0.011
0.004
0.010
0.010
0.010
0.010
0.010
0.010
0.013
0.012
0.012
0.012
13
A. hispidulum WN120
0.004
0.011
0.004
0.010
0.010
0.010
0.010
0.010
0.010
0.013
0.012
0.012
0.012
14
A. hispidulum BA706
0.005
0.011
0.004
0.010
0.010
0.010
0.010
0.010
0.010
0.013
0.012
0.012
0.012
15
A. hispidulum WN144
0.004
0.011
0.004
0.010
0.010
0.010
0.010
0.010
0.010
0.013
0.012
0.012
0.012
16
A. raddianum WN111
0.005
0.010
0.004
0.009
0.009
0.009
0.009
0.010
0.010
0.012
0.012
0.012
0.012
17
JF935335 Adiantum sp.
0.005
0.010
0.004
0.009
0.009
0.009
0.009
0.010
0.010
0.012
0.012
0.012
0.012
18
JF935339 A. cuneatum
0.005
0.010
0.004
0.009
0.009
0.009
0.009
0.010
0.010
0.012
0.012
0.012
0.012
19
JF935355 A. tenerum
0.009
0.009
0.009
0.008
0.008
0.008
0.008
0.010
0.009
0.012
0.012
0.012
0.012
20
JF935356 A. princeps
0.009
0.008
0.009
0.008
0.008
0.008
0.008
0.009
0.009
0.012
0.012
0.012
0.011
86
LAMPIRAN 8. Lanjutan ... No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
12
13
21
AB574797 A. diaphanum
Nama Jenis
0.108
0.106
0.104
0.103
0.100
0.105
0.105
0.105
0.106
0.027
10
0.028
11
0.028
0.027
22
JF935301 A. diaphanum
0.108
0.106
0.104
0.103
0.100
0.105
0.105
0.105
0.106
0.027
0.028
0.028
0.027
23
JF935299 A. soboliferum
0.036
0.034
0.033
0.032
0.018
0.003
0.003
0.003
0.004
0.096
0.094
0.094
0.096
24
JF935300 A. sinicum
0.036
0.032
0.028
0.027
0.029
0.031
0.031
0.031
0.032
0.098
0.097
0.097
0.098
25
JF935302 A. mariesii
0.031
0.029
0.038
0.037
0.035
0.044
0.044
0.044
0.045
0.102
0.102
0.102
0.102
26
A. peruvianum WN119
0.097
0.092
0.096
0.094
0.081
0.093
0.093
0.093
0.094
0.086
0.085
0.085
0.086
27
EF452135 A. tetraphyllum
0.106
0.103
0.109
0.108
0.096
0.104
0.104
0.104
0.105
0.100
0.099
0.099
0.100
28
A. concinnum WN150
0.101
0.100
0.100
0.099
0.089
0.094
0.094
0.094
0.096
0.020
0.019
0.019
0.020
29
JF935344 Adiantum sp.
0.112
0.113
0.118
0.116
0.103
0.114
0.114
0.114
0.115
0.110
0.109
0.109
0.110
30
JF935350 A. aethiopicum
0.100
0.099
0.099
0.098
0.090
0.096
0.096
0.096
0.097
0.013
0.014
0.014
0.013
31
A. capillus-veneris WN114
0.097
0.093
0.087
0.086
0.079
0.091
0.091
0.091
0.092
0.090
0.091
0.091
0.090
32
A. capillus-veneris WN154
0.097
0.093
0.087
0.086
0.079
0.091
0.091
0.091
0.092
0.090
0.091
0.091
0.090
33
JF935322 A. capillus-veneris
0.097
0.093
0.087
0.086
0.079
0.091
0.091
0.091
0.092
0.090
0.091
0.091
0.090
34
JF935348 A. jordanii
0.097
0.093
0.087
0.086
0.079
0.091
0.091
0.091
0.092
0.090
0.091
0.091
0.090
35
JF935315 A. flabellulatum
0.092
0.092
0.082
0.081
0.074
0.083
0.083
0.083
0.084
0.096
0.094
0.094
0.096
36
JF935297 A. malesianum
0.013
0.000
0.029
0.028
0.031
0.036
0.036
0.036
0.037
0.105
0.104
0.104
0.105
37
EU024556 Antrophyum callifolium
0.146
0.146
0.141
0.140
0.133
0.141
0.141
0.141
0.142
0.133
0.136
0.136
0.133
38
Antrophyum latifolium RS51
0.144
0.142
0.140
0.139
0.130
0.142
0.142
0.142
0.144
0.133
0.136
0.136
0.133
39
Vittaria zosterifolia SO002
0.148
0.151
0.151
0.149
0.144
0.151
0.151
0.151
0.152
0.139
0.139
0.139
0.139
40
Vittaria zosterifolia SO002a
0.142
0.145
0.145
0.144
0.137
0.147
0.147
0.147
0.148
0.140
0.140
0.140
0.140
87
LAMPIRAN 8. Lanjutan ... No.
14
15
16
17
18
19
20
21
AB574797 A. diaphanum
Nama Jenis
0.028
0.027
0.029
0.027
0.029
0.092
0.090
21
22
23
24
25
26
27
22
JF935301 A. diaphanum
0.028
0.027
0.029
0.027
0.029
0.092
0.090
0.000
23
JF935299 A. soboliferum
0.097
0.096
0.094
0.094
0.094
0.091
0.085
0.103
0.103
24
JF935300 A. sinicum
0.099
0.098
0.097
0.099
0.097
0.088
0.088
0.101
0.101
0.031
25
JF935302 A. mariesii
0.103
0.102
0.105
0.105
0.105
0.087
0.087
0.105
0.105
0.042
0.038
26
A. peruvianum WN119
0.087
0.086
0.086
0.088
0.086
0.061
0.061
0.094
0.094
0.091
0.097
0.098
27
EF452135 A. tetraphyllum
0.101
0.100
0.100
0.104
0.100
0.076
0.077
0.108
0.108
0.104
0.108
0.110
0.039
28
A. concinnum WN150
0.021
0.020
0.018
0.020
0.018
0.081
0.081
0.030
0.030
0.092
0.094
0.101
0.081
0.097
29
JF935344 Adiantum sp.
0.111
0.110
0.108
0.112
0.108
0.085
0.086
0.116
0.116
0.114
0.118
0.121
0.044
0.028
30
JF935350 A. aethiopicum
0.014
0.013
0.017
0.017
0.017
0.082
0.082
0.021
0.021
0.093
0.096
0.102
0.082
0.098
31
A. capillus-veneris WN114
0.091
0.090
0.094
0.090
0.094
0.083
0.081
0.097
0.097
0.091
0.087
0.092
0.076
0.091
32
A. capillus-veneris WN154
0.091
0.090
0.094
0.090
0.094
0.083
0.081
0.097
0.097
0.091
0.087
0.092
0.076
0.091
33
JF935322 A. capillus-veneris
0.091
0.090
0.094
0.090
0.094
0.083
0.081
0.097
0.097
0.091
0.087
0.092
0.076
0.091
34
JF935348 A. jordanii
0.091
0.090
0.094
0.090
0.094
0.083
0.081
0.097
0.097
0.091
0.087
0.092
0.076
0.091
35
JF935315 A. flabellulatum
0.097
0.096
0.098
0.098
0.098
0.086
0.083
0.100
0.100
0.083
0.084
0.099
0.081
0.093
36
JF935297 A. malesianum
0.106
0.105
0.104
0.104
0.104
0.091
0.085
0.106
0.106
0.034
0.032
0.029
0.092
0.103
37
EU024556 Antrophyum callifolium
0.134
0.133
0.132
0.128
0.132
0.132
0.134
0.133
0.133
0.139
0.142
0.137
0.133
0.146
38
Antrophyum latifolium RS51
0.134
0.133
0.137
0.132
0.137
0.127
0.129
0.137
0.137
0.140
0.144
0.132
0.128
0.142
39
Vittaria zosterifolia SO002
0.140
0.139
0.140
0.137
0.140
0.131
0.136
0.139
0.139
0.148
0.154
0.151
0.141
0.151
40
Vittaria zosterifolia SO002a
0.141
0.140
0.140
0.137
0.140
0.124
0.129
0.142
0.142
0.145
0.148
0.145
0.134
0.146
88
LAMPIRAN 8. Lanjutan ... No.
Nama Jenis
21
AB574797 A. diaphanum diaphanum
22
JF935301 A. diaphanum diaphanum
23
JF935299 A. soboliferum soboliferum
24
JF935300 A. sinicum
25
JF935302 A. mariesii mariesii
26
A. peruvianum peruvianum WN119
27
EF452135 A. tetraphyllum tetraphyllum
28
A. concinnum concinnum WN150
29
JF935344 Adiantum sp.
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
0.104
30
JF935350 A. aethiopicum aethiopicum
0.013
0.105
31
A. capillus-veneris capillus-veneris WN114
0.090
0.098
0.086
32
A. capillus-veneris capillus-veneris WN154
0.090
0.098
0.086
0.000
33
JF935322 A. capillus-veneris capillus-veneris
0.090
0.098
0.086
0.000
0.000
34
JF935348 A. jordanii jordanii
0.090
0.098
0.086
0.000
0.000
0.000
35
JF935315 A. flabellulatum flabellulatum
0.093
0.103
0.091
0.043
0.043
0.043
0.043
36
JF935297 A. malesianum malesianum
0.100
0.113
0.099
0.093
0.093
0.093
0.093
0.092
37
EU024556 Antrophyum Antrophyum callifolium callifolium
0.134
0.155
0.133
0.129
0.129
0.129
0.129
0.128
0.146
38
Antrophyum latifolium latifolium RS51
0.137
0.147
0.138
0.130
0.130
0.130
0.130
0.125
0.142
39
Vittaria zosterifolia SO002
0.140
0.152
0.144
0.138
0.138
0.138
0.138
0.136
0.151
0.106
0.104
40
Vittaria zosterifolia SO002a
0.140
0.149
0.144
0.131
0.131
0.131
0.131
0.131
0.145
0.102
0.097
0.032
0.011
40
89
LAMPIRAN 9. Jarak Genetik Antar Spesimen Sampel berdasarkan Sekuen Sek uen trnL-F No.
Nama Jenis
1
2
3
4
5
6
7
8
1
JF980660 A. edgeworthii edgeworthii
2
A. caudatum WN140
0.067
3
Adiantum sp. AG326
0.065
0.042
4
JF980648 A. mariesii mariesii
0.087
0.089
0.079
5
JF980642 A. malesianum malesianum
0.065
0.009
0.040
0.091
6
JF980646 A. sinicum
0.040
0.040
0.042
0.069
0.038
7
JF980644 A. soboliferum soboliferum
0.038
0.053
0.063
0.085
0.055
0.040
8
JF980675 A. philippense philippense
0.036
0.059
0.065
0.087
0.061
0.042
0.005
9
JF980689 Adiantum sp.
0.224
0.244
0.234
0.246
0.239
0.217
0.229
0.227
10
JF980663 A. flabellulatum flabellulatum
0.234
0.239
0.234
0.217
0.237
0.210
0.227
0.224
9
10
11
12
13
14
0.234
11
JF980693 A. jordanii jordanii
0.224
0.239
0.229
0.232
0.237
0.208
0.215
0.215
0.234
0.119
12
A. capillus-veneris capillus-veneris WN154
0.222
0.237
0.227
0.229
0.234
0.205
0.213
0.213
0.232
0.117
0.002
13
Adiantum sp. WN118
0.264
0.277
0.251
0.284
0.279
0.264
0.264
0.266
0.259
0.319
0.313
0.311
14
A. raddianum raddianum WN111
0.274
0.290
0.266
0.290
0.292
0.274
0.277
0.279
0.261
0.319
0.322
0.319
0.022
15
A. raddianum raddianum WN149
0.274
0.290
0.266
0.290
0.292
0.274
0.277
0.279
0.261
0.319
0.322
0.319
0.022
0.000
15
90
LAMPIRAN 9. Lanjutan ... No.
Nama Jenis
16
A. concinnum concinnum WN150
17
A. concinnum concinnum WN117
18
A. concinnum concinnum SH1129
1
2
3
4
5
6
7
8
9
0.261
0.274
0.249
0.282
0.277
0.261
0.261
0.264
0.256
10
0.261
0.274
0.249
0.282
0.277
0.261
0.261
0.264
0.256
0.316
0.311
0.308
0.002
0.023
0.023
0.261
0.274
0.249
0.282
0.277
0.261
0.261
0.264
0.256
0.316
0.311
0.308
0.002
0.023
0.023
0.316
11 0.311
12
13
14
15
0.308
0.002
0.023
0.023
19
JF980684 A. cuneatum
0.274
0.290
0.266
0.290
0.292
0.274
0.277
0.279
0.261
0.319
0.322
0.319
0.022
0.000
0.000
20
A. tenerum WN155
0.215
0.244
0.246
0.239
0.241
0.224
0.215
0.213
0.185
0.251
0.259
0.256
0.256
0.266
0.266
21
JF980695 A. aethiopicum aethiopicum
0.269
0.297
0.279
0.300
0.300
0.274
0.274
0.277
0.259
0.327
0.324
0.322
0.036
0.044
0.044
22
JF980701 A. princeps princeps
0.187
0.215
0.208
0.217
0.215
0.187
0.187
0.185
0.151
0.224
0.227
0.224
0.215
0.227
0.227
23
JF980647 A. diaphanum diaphanum
0.274
0.292
0.269
0.297
0.295
0.277
0.274
0.277
0.264
0.319
0.319
0.316
0.040
0.046
0.046
24
A. diaphanum diaphanum BA754a
0.274
0.292
0.269
0.297
0.295
0.277
0.274
0.277
0.264
0.319
0.319
0.316
0.040
0.046
0.046
25
A. diaphanum diaphanum WN112
0.274
0.292
0.269
0.297
0.295
0.277
0.274
0.277
0.264
0.319
0.319
0.316
0.040
0.046
0.046
26
A. edgeworthii edgeworthii BA742
0.061
0.065
0.067
0.087
0.063
0.038
0.065
0.067
0.237
0.222
0.222
0.220
0.274
0.284
0.284
27
JF980679 Adiantum sp.
0.269
0.284 0. 284
0.261
0.290
0.287
0.269
0.271
0.274
0.266
0.319
0.327
0.324
0.022
0.011
0.011
28
A. hispidulum hispidulum BA706
0.269
0.292
0.269
0.292
0.295
0.274
0.274
0.277
0.254
0.324
0.316
0.313
0.025
0.033
0.033
29
A. hispidulum hispidulum BA809
0.274
0.297
0.274
0.297
0.300
0.279
0.279
0.282
0.259
0.324
0.322
0.319
0.022
0.029
0.029
30
A. hispidulum hispidulum WN144
0.271
0.295
0.271
0.295
0.297
0.277
0.277
0.279
0.256
0.322
0.319
0.316
0.023
0.031
0.031
91
LAMPIRAN 9. Lanjutan ... No.
Nama Jenis
16
17
18
19
20
21
22
23
24
16
A. concinnum WN150
17
A. concinnum WN117
0.000
18
A. concinnum SH1129
0.000
0.000
19
JF980684 A. cuneatum
0.023
0.023
0.023
20
A. tenerum WN155
0.254
0.254
0.254
0.266
21
JF980695 A. aethiopicum
0.038
0.038
0.038
0.044
0.266
22
JF980701 A. princeps
0.213
0.213
0.213
0.227
0.075
0.224
23
JF980647 A. diaphanum
0.042
0.042
0.042
0.046
0.277
0.042
0.234
24
A. diaphanum BA754a
0.042
0.042
0.042
0.046
0.277
0.042
0.234
25
A. diaphanum WN112
0.042
0.042
0.042
0.046
0.277
0.042
0.234
0.000
0.000
26
A. edgeworthii BA742
0.271
0.271
0.271
0.284
0.246
0.284
0.203
0.284
0.284
25
26
27
28
29
0.000
0.284
27
JF980679 Adiantum sp.
0.023
0.023
0.023
0.011
0.266
0.044
0.224
0.048
0.048
0.048
0.279
28
A. hispidulum BA706
0.027
0.027
0.027
0.033
0.256
0.035
0.208
0.038
0.038
0.038
0.284
0.033
29
A. hispidulum BA809
0.023
0.023
0.023
0.029
0.261
0.035
0.213
0.038
0.038
0.038
0.290
0.029
0.005
30
A. hispidulum WN144
0.025
0.025
0.025
0.031
0.259
0.036
0.213
0.040
0.040
0.040
0.287
0.031
0.005
0.004
30
92
LAMPIRAN 9. Lanjutan ... No.
Nama Jenis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
31
A. hispidulum WN120
0.271
0.295
0.271
0.295
0.297
0.277
0.277
0.279
0.256
0.322
0.319
0.316
0.023
0.031
0.031
32
A. hispidulum WN158
0.271
0.295
0.271
0.295
0.297
0.277
0.277
0.279
0.256
0.322
0.319
0.316
0.023
0.031
0.031
33
A. hispidulum WN157
0.274
0.297
0.274
0.297
0.300
0.279
0.279
0.282
0.259
0.324
0.322
0.319
0.022
0.029
0.029
34
A. hispidulum WT797
0.274
0.297
0.274
0.297
0.300
0.279
0.279
0.282
0.259
0.324
0.322
0.319
0.022
0.029
0.029
35
A. silvaticum BA808
0.266
0.290
0.266
0.295
0.292
0.274
0.271
0.274
0.269
0.316
0.303
0.300
0.038
0.044
0.044
36
A. silvaticum Drapemmu103
0.266
0.290
0.266
0.295
0.292
0.274
0.271
0.274
0.269
0.316
0.303
0.300
0.038
0.044
0.044
37
A. polyphyllum WN116
0.220
0.237
0.232
0.244
0.232
0.215
0.229
0.227
0.081
0.246
0.239
0.237
0.234
0.241
0.241
38
A. trapeziforme AG329
0.237
0.251
0.246
0.259
0.246
0.229
0.241
0.239
0.089
0.259
0.249
0.246
0.246
0.254
0.254
39
A. peruvianum WN119
0.227
0.244
0.239
0.251
0.239
0.222
0.237
0.234
0.083
0.254
0.241
0.239
0.234
0.241
0.241
40
Antrophyum latifolium RS51
0.644
0.624
0.628
0.632
0.628
0.636
0.636
0.628
0.596
0.600
0.608
0.612
0.620
0.608
0.608
41
Antrophyum callifolium DEE37
0.649
0.624
0.628
0.624
0.628
0.632
0.640
0.632
0.604
0.616
0.616
0.620
0.600
0.588
0.588
42
Antrophyum callifolium SH1163
0.649
0.624
0.628
0.624
0.628
0.632
0.640
0.632
0.604
0.616
0.616
0.620
0.600
0.588
0.588
43
Antrophyum callifolium WN146
0.653
0.632
0.624
0.616
0.636
0.636
0.644
0.636
0.620
0.620
0.608
0.612
0.616
0.608
0.608
44
Antrophyum sp. RS54
0.666
0.632
0.636
0.636
0.636
0.644
0.649
0.640
0.616
0.612
0.604
0.608
0.620
0.616
0.616
45
JF980705 Vittaria sp.
0.624
0.596
0.592
0.588
0.600
0.596
0.624
0.616
0.565
0.592
0.596
0.592
0.572
0.584
0.584
93
LAMPIRAN 9. Lanjutan ... No.
Nama Jenis
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
A. hispidulum WN120
0.025
0.025
0.025
0.031
0.259
0.036
0.213
0.040
0.040
0.040
0.287
0.031
0.005
0.004
0.000
32
A. hispidulum WN158
0.025
0.025
0.025
0.031
0.259
0.036
0.213
0.040
0.040
0.040
0.287
0.031
0.005
0.004
0.000
33
A. hispidulum WN157
0.023
0.023
0.023
0.029
0.261
0.035
0.213
0.038
0.038
0.038
0.290
0.029
0.005
0.000
0.004
34
A. hispidulum WT797
0.023
0.023
0.023
0.029
0.261
0.035
0.213
0.038
0.038
0.038
0.290
0.029
0.005
0.000
0.004
35
A. silvaticum BA808
0.040
0.040
0.040
0.044
0.269
0.042
0.227
0.033
0.033
0.033
0.279
0.046
0.036
0.036
0.038
36
A. silvaticum Drapemmu103
0.040
0.040
0.040
0.044
0.269
0.042
0.227
0.033
0.033
0.033
0.279
0.046
0.036
0.036
0.038
37
A. polyphyllum WN116
0.232
0.232
0.232
0.241
0.187
0.244
0.147
0.246
0.246
0.246
0.227
0.237
0.241
0.237
0.234
38
A. trapeziforme AG329
0.244
0.244
0.244
0.254
0.192
0.256
0.156
0.259
0.259
0.259
0.239
0.254
0.254
0.249
0.246
39
A. peruvianum WN119
0.232
0.232
0.232
0.241
0.189
0.244
0.153
0.246
0.246
0.246
0.234
0.241
0.241
0.237
0.234
40
Antrophyum latifolium RS51
0.624
0.624
0.624
0.608
0.584
0.624
0.565
0.608
0.608
0.608
0.632
0.608
0.616
0.612
0.608
41
Antrophyum callifolium DEE37
0.604
0.604
0.604
0.588
0.576
0.596
0.557
0.604
0.604
0.604
0.624
0.588
0.596
0.592
0.588
42
Antrophyum callifolium SH1163
0.604
0.604
0.604
0.588
0.576
0.596
0.557
0.604
0.604
0.604
0.624
0.588
0.596
0.592
0.588
43
Antrophyum callifolium WN146
0.620
0.620
0.620
0.608
0.580
0.624
0.569
0.624
0.624
0.624
0.624
0.608
0.616
0.612
0.608
44
Antrophyum sp. RS54
0.624
0.624
0.624
0.616
0.576
0.632
0.572
0.636
0.636
0.636
0.632
0.616
0.624
0.620
0.616
45
JF980705 Vittaria sp.
0.576
0.576
0.576
0.584
0.539
0.596
0.521
0.588
0.588
0.588
0.604
0.584
0.580
0.580
0.580
94
LAMPIRAN 9. Lanjutan ... No.
Nama Jenis
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
31
A. hispidulum WN120
32
A. hispidulum WN158
33
A. hispidulum WN157
0.004
0.004
34
A. hispidulum WT797
0.004
0.004
35
A. silvaticum BA808
0.038
0.038
0.036
0.036
36
A. silvaticum Drapemmu103
0.038
0.038
0.036
0.036
0.000
37
A. polyphyllum WN116
0.234
0.234
0.237
0.237
0.249
0.249
38
A. trapeziforme AG329
0.246
0.246
0.249
0.249
0.259
0.259
0.018
39
A. peruvianum WN119
0.234
0.234
0.237
0.237
0.249
0.249
0.009
0.009
40
Antrophyum latifolium RS51
0.608
0.608
0.612
0.612
0.620
0.620
0.580
0.584
0.576
41
Antrophyum callifolium DEE37
0.588
0.588
0.592
0.592
0.600
0.600
0.576
0.580
0.572
0.057
42
Antrophyum callifolium SH1163
0.588
0.588
0.592
0.592
0.600
0.600
0.576
0.580
0.572
0.057
0.000
43
Antrophyum callifolium WN146
0.608
0.608
0.612
0.612
0.620
0.620
0.588
0.592
0.584
0.059
0.044
0.044
44
Antrophyum sp. RS54
0.616
0.616
0.620
0.620
0.628
0.628
0.596
0.600
0.592
0.063
0.055
0.055
0.038
45
JF980705 Vittaria sp.
0.580
0.580
0.580
0.580
0.600
0.600
0.546
0.550
0.546
0.259
0.277
0.277
0.264
44
0.000
0.000
0.277
45
95
LAMPIRAN 10. Susunan Sekuen trnL-F pada Masing-Masing Sampel Adiantum No.
Nama Jenis
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
Adiantum sp. Adiantum sp. A. capillus-veneris A. capillus-veneris A. caudatum A. concinnum A. concinnum A. concinnum A. diaphanum A. diaphanum A. edgeworthii A. hispidulum A. hispidulum A. hispidulum A. hispidulum A. hispidulum A. hispidulum A. hispidulum A. peruvianum A. philippense A. philippense A. philippense
Kode
WN 118 AG 326 WN 114 WN 154 WN 140 WN 117 SH 1129 WN150 WN 112 BA 754a BA 742 BA 809 WT 797 WN 157 WN 120 WN144 WN 158 BA 706 WN 119 WN 128 WN 142 SH 1130
trnL-F 1 - 926 1 - 924 1 - 814 1 - 898 1 - 913 1 - 923 1 - 966 1 - 868 1 - 949 1 - 843 1 - 901 1 - 852 1 - 858 1 - 934 1 - 906 1 - 910 1 - 900 1 - 858 -
Intron trnL
1 - 574 1 - 562 1 - 494 1 - 550 1 - 550 1 - 549 1 - 595 1 - 489 1 – 580 1 - 487 1 - 525 1 - 499 1 - 505 1 - 562 1 - 526 1 - 530 1 - 524 1 - 514 -
trnL 3’ ekson Basa Nukleotida ke575 - 621 563 - 609 495 - 541 551 - 597 551 - 597 550 - 596 596 - 642 490 - 536 581 - 627 488 - 534 526 - 572 500 - 546 506 - 552 563 - 609 527 - 573 531 - 577 525 - 571 515 - 561 -
trnL-F IGS 622 - 926 610 - 924 542 - 814 598 - 898 598 - 913 597 - 923 643 - 966 537 - 868 628 - 949 535 - 843 573 - 901 547 - 852 552 - 858 610 - 934 574 - 906 577 - 910 572 - 900 562 - 858 -