BAB I PENDAHULUAN 1.1
Ringkasan Case Perpanjangan Kontrak Karya PT.Freeport Indonesia
di Papua Indonesia merupakan negara yang sangat luas, yaitu 1,904,569 Kilometer. Dengan bentangan wilayah yang sangat luas tersebut, Indonesia memiliki potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang sangat besar baik SDA hayati maupun nonhayati. Apabila potensi kekayaan alam tersebut dapat dimanfaatkan dengan maksimal, Indonesia dapat menjadi negara yang makmur, bahkan dapat mengalahkan negara-negara Eropa dan Amerika. Akan tetapi hal tersebut masih menjadi angan-angan untuk saat ini. Hal tersebut disebabkan sistem pengelolaan yang tidak tepat atau faktor-faktor lain yang tidak lepas dari kondisi transisi politik Indonesia tahun 1965 dari Orde Lama ke Orde Baru. Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto ketika itu membuka pasar yang seluas-luasnya bagi investor terutama investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia setelah sebelumnya pada masa Orde Lama yang dipimpin Presiden Soekarno melakukan nasionalisasi aset terhadap perusahaan asing yang ada di Indonesia. PT. Freeport Indonesia (PTFI) merupakan sebuah anak perusahaan dari Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. yang merupakan salah satu perusahaan tambang terbesar di dunia dan beroperasi di negara Amerika Serikat. Awal perjalanan PTFI di Indonesia dimulai sejak tahun 1967 pada masa pemerintahan Soeharto menandatangani Kontrak Karya dengan PTFI untuk dapat beroperasi di
1
wilayah Irian Jaya dengan membangun area tambang di sekitar Papua Barat dimana didalamnya terkandung bijih besi, tembaga, emas, dan perak. Saat ini, PTFI menghadapi permasalahan dengan perundang-undangan pemerintah, yaitu Undang-Undang Mineral dan Batubara (UU Minerba) No.4 Tahun 2009 Pasal 170 yang menetapkan kewajiban pemegang Kontrak Karya perusahaan pertambangan untuk melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri selambat-lambatnya 5 tahun sejak UU diundangkan. Hal ini membuat PTFI harus mempertimbangkan dan melakukan studi kelayakan terhadap pendirian pabrik smelter di dalam negeri. Sedangkan batas waktu yang ditentukan telah dilanggar oleh PTFI, karena sudah melampaui 7 tahun pada tahun 2016. Menurut (Kemenperindag 2014), Smelter adalah sebuah fasilitas pengolahan hasil tambang yang berfungsi meningkatkan kandungan logam seperti timah, nikel, tembaga, emas, dan perak hingga mencapat tingkat yang memenuhi standar sebagai bahan baku produk akhir. Proses tersbut telah meliputi pembersihan mineral logam dari pengotor dan pemurnian. Menanggapi UU yang dikeluarkan ini, PTFI melakukan kerjasama dengan perusahaan PI. Indosmelt dan PT Indovasi Mineral Indonesia untuk pembangunan smelter pengolahan 60 persen konsentrat tembaga hasil penambangan PTFI pada tahun 2013. Akan tetapi, pembangunan smelter ini diperkirakan tidak dapat tepat waktu pada tahun 2014 dan baru dapat terealisasi pada tahun 2017. Penandatangan perjanjian kerjasama dengan kedua perusahaan local tersebut dilakukan oleh Rozik. B. Soetjipto selaku Presiden Direktur PTFI pada saat itu.
2
Selain itu, pada tahun 1996 PTFI telah melakukan patungan dengan perusahaan Mitsubishi dalam membangun pabrik peleburan tembaga di Gresik. Peleburan 40 persen bijih tembaga telah dilakukan pada PT Smelting yang merupakan pabrik peleburan di Gresik (Kemenperin, 2013). Mengetahui hal tersebut Gubernur Papua, Lukas Enembe menolak rencana PTFI untuk membangun pabrik smelter di Gresik. Hal ini dikarenakan menurut Lukas, apabila seluruh industri berada di luar Papua, maka Papua tidak dapat maju dan masyarakat Papua akan terus dilanda kemiskinan dan kebodohan. Lukas menegaskan apabila PTFI tidak membangun smelter di Papua, maka sebaiknya PTFI keluar saja dari Papua. Selain permasalahan smelter ini, PTFI juga menghadapi permasalahan serius mengenai izin perpanjangan kontrak karya PTFI di Indonesia. Hal ini dikarenakan umur karir PTFI di Indonesia akan genap berumur 60 tahun pada tahun 2021 jika dilihat dari tahun operasional PTFI. Sesuai dengan kontrak yang ditandatangani oleh PTFI, kontrak karya PTFI akan berakhir setelah 30 tahun dengan perpanjangan satu kali dari waktu operasional perusahaan sehingga karir PTFI akan berakhir apabila pemerintah tidak menyetujui pengajuan perpanjangan kontrak karya PTFI yang diajukan oleh PTFI. 1.2
Rumusan Masalah
1.
Apa keuntungan yang diberikan PTFI kepada Indonesia?
2.
Apa saja solusi yang dapat diterapkan dalam menanggulangi permasalahan yang timbul dari kegiatan investasi terhadap FDI (Foreign Direct Investment) di Indonesia?
3
3.
Apa peranan PTFI dalam meningkatkan tingkat perekonomian di Papua?
4.
Apa upaya yang dilakukan oleh PTFI menghadapi permasalahan ini?
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, dapat disimpulkan tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut : 1) Untuk mengetahui keuntungan yang diberikan PTFI kepada Indonesia. 2) Untuk mengetahui solusi atas pemasalahan yang timbul dari kegiatan investasi terhadap Foreign Direct Investment (FDI) di Indonesia. 3) Untuk
menganalisis
pengaruh
keberadaan
PTFI
terhadap
tingkat
perekonomian di Papua. 4) Untuk melihat upaya yang dilakukan oleh PTFI menghadapi permasalahan ini.
4
BAB II LANDASAN TEORI
Berdasarkan pertanyaan dalam rumusan masalah, terdapat beberapa teori dan penjelasan yang dapat dijabarkan untuk menjawab persoalan yang dihadapi terkait dengan kasus “Perpanjangan Kontrak Karya PT. Freeport Indonesia di Papua” dan dampaknya bagi negara Indonesia. 2.1 Pengertian Kontrak Karya Berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1614 Tahun 2004 tentang Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara Dalam Rangka Penanaman Modal Asing Pasal 1 Ayat 1, yang dimaksud dengan Kontrak Karya adalah: “perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia dalam rangka Penanaman Modal Asing untuk melaksanakan usaha pertambangan bahan galian, tidak termasuk minyak bumi, gas alam, panas bumi, radio aktif dan batubara.”
Dalam Kontrak Karya ini, yang menjadi subyek adalah Pemerintah Indonesia dan badan hukum Indonesia. Mengenai jangka waktu berlakunya Kontrak Karya tersebut bergantung pada jenis kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan. Untuk kegiatan eksploitasi, jangka waktu berlaku Kontrak Karya adalah 30 tahun dan dapat diperpanjang. 2.2 Teori “The Political and Legal Environments Facing Business” Menurut (Daniels et al, 2015), pengertian dari political system adalah “the structure dimensions and power dynamics of the government that (1) specify institutions, organizations, and interest groups and (2) define the norms and rules that govern political
5
activities. The mission of a political system is clear-cut: integrate different groups into a functioning, self-governing society.”
Berdasarkan definisi di atas, sistem politik adalah dimensi struktur dan dinamika kekuasaan pemerintah yang (1) menentukan lembaga, organisasi, dan kelompok kepentingan dan (2) menentukan norma-norma dan aturan yang mengatur
kegiatan
politik.
Misi
dari
sistem
politik
adalah
jelas:
mengintegrasikan kelompok yang berbeda ke dalam fungsi, masyarakat pemerintahan sendiri. Sistem politik yang baik seharusnya dapat mendukung perdamaian dan kemakmuran masyarakat. Apabila sistem politik suatu negara mengalami
kegagalan,
maka
akan
menyebabkan
ketidakstabilan,
pemberontakan dan terjadinya disintegrasi antar masyarakat. 2.2.1 Individualisme versus Kolektivisme Individualisme menekankan kepada prioritas terhadap kebebasan individu, ekspresi diri, dan kemerdekaan pribadi bahwa setiap individu memiliki hak asasi tertentu (Daniels et al, 2015). Melindungi kebebasan individu untuk dapat bertindak seperti yang mereka inginkan tetapi tidak melanggar kebebasan orang lain merupakan peranan penting pemerintah. Implikasi hal ini dalam dunia bisnis, yaitu adanya pendekatan Laissez-Faire. Pendekatan ini menyatakan bahwa pemerintah tidak perlu ikut campur dalam urusan bisnis setiap pemain bisnis, tetapi pasar harus dapat beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip neoliberal dari fundamentalisme pasar bebas. Sedangkan prinsip neoliberal itu sendiri adalah cara pandang kebijakan yang menekankan pada kebutuhan untuk adanya kompetisi pasar bebas. Contoh
6
negara yang menganut paham ini adalah Spanyol, Jepang, Irlandia, Yunani, Portugal, dan Amerika Serikat. Kolektivisme menekankan bahwa kepentingan kelompok, partai, komunitas, kelas, masyarakat atau bangsa merupakan prioritas dibandingkan kepentingan individu. Implementasi kolektivisme dalam dunia bisnis menyatakan bahwa kepemilikan atas aktiva (assets), alokasi sumber daya, struktur industri, perilaku perusahaan, dan tindakan manajer mengarah kepada tujuan yang sama, yaitu meningkatkan kesejahteraan seluruh anggota masyarakat. Keputusan bisnis yang dibuat oleh kelompok dan untuk kepentingan kelompok juga. Dalam kondisi masyarakat dalam suatu negara yang menganut adanya kolektivisme memposisikan pemerintah untuk mengatur pasar dan mempromosikan kesetaraan sosia, hak-hak buruh, kesetaraan pendapatan, dan demokrasi di tempat kerja dengan tujuan kesejahteraan bangsa dapat menjadi prioritas di atas kepentingan individu (Daniels et al, 2015). Contoh negara yang menganut paham ini adalah Argentina, China, Vietnam, Jepang, Korea Selatan, Mesir, Brazil, Taiwan, dan Meksiko. 2.2.2 Political Ideology Ideologi adalah sebuah visi yang terintergrasi. Ideologi politik menetapkan bagaimana masyarakat harus mengatur dirinya sendiri dan menguraikan metode untuk dapat digunakan sebagai sarana pendukung (Daniels et al, 2015). Setiap negara menganut ideologi politik yang berbedabeda, seperti halnya negara Amerika Serikat dan Jepang yang memiliki
7
prinsip-prinsip liberal yang menjunjung tinggi nilai kebebasan yang tidak terbatas dalam pemikiran, agama, keyakinan, politik, dan lainnya. Pluralisme juga muncul ketika dua atau lebih kelompok berada pada satu negara. Adanya perbedaan dalam hal bahasa, struktur kelas, latar belakang etnis, warisan suku, atau agama. Sebuah sistem pluralistik memaksa para pejabat untuk melakukan negosiasi mengenai kebijakan. 2.2.3 The Legal Environment Sistem hukum menentukan aturan yang mengatur perilaku, proses dimana
hukum
ditegakkan,
dan
prosedur
yang
digunakan
untuk
menyelesaikan keluhan. sistem hukum berbeda di berbagai negara karena variasi dalam tradisi, preseden, penggunaan, adat, atau ajaran agama. Setiap sistem hukum mendukung pembentukan bisnis, mengatur transaksi, dan menstabilkan hubungan. Sistem hukum modern terbagi menjadi tiga komponen: (1) Hukum konstitusi, yang diterjemahkan konstitusi negara menjadi sebuah sistem terbuka dan hanya hukum, pengaturan kerangka bagi pemerintah dan mendefinisikan wewenang dan prosedur lembaga politik untuk membangun hukum. (2) Hukum pidana, yang melindungi masyarakat dengan menentukan apa perilaku kriminal, dan resep hukuman bagi mereka yang melanggar standar-standar
8
(3) Hukum perdata dan komersial, yang menjamin keadilan dan efisiensi dalam transaksi bisnis dengan menetapkan hak pribadi dan obat tertentu untuk mengatur perilaku antara individu. Sistem Hukum di Indonesia oleh Hans Kelsen diatur dalam UU No.10 Tahun 2004 tentang formulasi Hukum dan Peraturan Perundang-undangan: 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; 3. Peraturan Pemerintah; 4. Peraturan Presiden; 5. Peraturan Daerah; 2.2.4 Tipe-Tipe Sistem Hukum Menurut Daniels et al (2015), ada lima tipe sistem hukum di seluruh dunia, yaitu: 1) Hukum Umum (Common Law) Hukum umum merupakan sebuah sistem hukum yang bergantung pada keputusan yang dibuat oleh hakim melalui putusan pengadilan. 2) Hukum Perdata (Civil Law) Hukum perdata merupakan sebuah sistem hukum yang didasarkan pada aplikasi hukum perundang-undangan yang ketat. 3) Hukum Teokratis (Theocratic Law) Sistem hukum teokratis bergantung pada ajaran agama, sila, dan keyakinan. kewenangan hukum tertinggi berada di tangan pemimpin
9
agama, yang mengatur transaksi bisnis dan hubungan sosial berdasarkan interpretasi mereka dari kitab suci masing-masing agama. 4) Hukum Adat (Customary Law) Sistem hukum adat mencerminkan kebijaksanaan pengalaman sehari-hari atau, lebih formal, abadi warisan spiritual dan pandangan filosofis waktu dihormati. Sistem hukum ini didasarkan pada norma-norma jangka panjang. 5) Hukum Campuran (Mixed Law) Sistem Hukum Campuran merupakan sebuah sistem yang muncul ketika suatu negara menggunakan dua atau lebih jenis sistem hukum di atas. Hal ini berarti pluralisme hukum terjadi ketika dua atau lebih sistem hukum berlaku secara kumulatif atau interaktif.
Gambar 2.1 Peta Sistem Hukum Negara di Dunia Sumber: Daniels et al, 2015
Gambar 2.1 menunjukkan bahwa negara yang memiliki sistem hukum fully-mixed adalah Afrika dan Asia. Filipina, Afrika Selatan, dan Guyana mengikuti sistem hukum campuran antara hukum sipil dan hukum umum. Nigeria, Malaysia, dan Kenya memiliki sistem hukum campuran antara
10
hukum umum, hukum teokratis, dan hukum adat. Bangladesh, Singapura, dan Pakistan memiliki campuran antara hukum umum dan hukum teokratis. Indonesia, Djibouti, dan Oman memiliki sistem hukum campuran antara hukum teokratis dengan kode sipil. 2.2.5 Legal Issues dalam Bisnis Internasional Berikut ini adalah isu-isu hukum yang dapat terjadi pada bagian operasional perusahaan: a. Starting a Business Memulai bisnis melibatkan kegiatan seperti mendaftar nama, memilih struktur pajak yang sesuai, memperoleh lisensi dan izin, mengatur kredit, dan mengamankan asuransi. b. Making and enforcing contracts Setelah perusahaan telah dibangun dan berjalan, perusahaan masuk dan menegakkan kontrak dengan pembeli dan penjual. Keabsahan kontrak sangat penting untuk transaksi bisnis. Konvensi PBB tentang Kontrak untuk Penjualan Barang Internasional menetapkan pedoman untuk negosiasi dan menegakkan kontrak. Namun, standar bervariasi di seluruh sistem hukum yang berbeda. Negara yang menggunakan sistem hukum umum, biasanya memiliki kontrak yang tepat dan terperinci, sedangkan negara dengan sistem hukum sipil memiliki kontrak atau perjanjian kurang spesifik.
11
c. Hiring and firing local workers Setiap negara memiliki undang-undang setempat yang mencakup hampir setiap aspek dari proses perekrutan tenaga kerja mulai dari bagaimana tenaga kerja lokal negara tersebut dipekerjakan, jumlah yang seharusnya dibayarkan kepada tenaga kerja, jumlah jam kerja operasional tenaga kerja, dan ada atau tidaknya persyaratan tertentu yang dapat menentukan mereka dapat dipecat. Sebagai contoh, negara Cina yang memberikan fleksibilitas yang paling tinggi dalam perekrutan dan pemecatan serta kebijaksanaan terbesar dalam pengaturan kondisi kerja (jam kerja, upah minimum, dan manfaat). Sebaliknya, pada negara Angola, Belarus, dan Paraguay membatasi pemecatan karyawan dan memberlakukan pembayaran gaji yang murah hati. d. Closing down the business Menutup bisnis juga melibatkan hukum suatu negara. Di Amerika Serikat, misalnya, Internal Revenue Service mengharuskan melaporkan penjualan aset, pembayaran kepada subkontraktor, dan penghentian rencana pensiun. Di negara Irlandia, Jepang, Kanada, dan Hong Kong proses penutupan bisnis dapat dilakukan dengan cepat (antara 4-8 bulan) dan murah (antara 1 dan 10 persen dari perkebunan).
12
2.3 Foreign Direct Investment Menurut Charles.W.L.Hill (2011), Foreign Direct Investment (FDI) terjadi ketika sebuah perusahaan melakukan investasi langsung dengan campur tangan langsung dari pihak investor dalam operasional usaha untuk memproduksi atau memasarkan produk di negara lain. Ketika sebuah perusahaan telah melakukan FDI, maka perusahaan tersebut menjadi perusahaan multinasional. Ada dua bentuk utama dari FDI, yaitu: 1) Greenfield Investment Investasi yang dilakukan dengan cara mendirikan fasilitas untuk melakukan
kegiatan
menggunakan
cara
operasional ini,
di
negara
perusahaan-perusahaan
tertentu.
Dengan
investor
dapat
melakukan kegiatan operasional secara efisien dan efektif karena potensi dari tenaga kerja dipilih berdasarkan standar perusahaan sendiri tidak bergantung pada perusahaan lain yang diakuisisi. Hal ini akan mempengaruhi produktivitas karyawan dan hubungan kerja karyawan. 2) Acquisition or Merger Investasi
yang
dilakukan
dengan
melakukan
pembelian
atau
penggabungan dengan perusahaan yang sudah ada di negara tertentu. Akuisisi dilakukan apabila perusahaan investor ingin mendapatkan sumber daya yang cepat dan aman seperti tenaga kerja yang sudah terkoordinir dengan baik. Dengan membeli sebuah perusahaan, perusahaan investor mendapatkan tidak hanya tenaga kerja dan
13
manajemen tetapi juga organisasi yang memiliki pengalaman dalam mengkoordinasikan penjualan
fungsi
berikutnya.
seperti
Selain
itu,
pengembangan perusahaan
produk
investor
dan dapat
memperoleh identifikasi merek, dan akses jaringan distribusi untuk memasarkan produk-produknya. FDI merupakan investasi yang menggunakan biaya yang cukup besar karena perusahaan harus menanggung biaya membangun fasilitas produksi di negara asing atau mengakuisisi perusahaan asing. FDI memiliki resiko karena masalah yang terkait dengan budaya negara tertentu dimana "aturan permainan" bisnis mungkin sangat berbeda. Namun, resiko dari kegiatan ekspor yang dapat dilakukan oleh perusahaan asing apabila tidak melakukan FDI akan lebih besar dan memakan biaya lebih mahal apabila ada barang yang terkena biaya bea cukai maupun hilang pada saat perjalanan. Strategi kegiatan eksportasi
sering
terkendala
oleh
biaya
transportasi
dan
hambatan
perdagangan. Ketika biaya transportasi ditambahkan ke biaya produksi, menjadi tidak menguntungkan untuk kapal beberapa produk melalui jarak yang besar. Oleh karena itu, perusahaan asing lebih memilih FDI dibandingkan membeli lisensi atau melakukan ekspor.
14
BAB III PEMBAHASAN
PT. Freeport Indonesia (PTFI) pertama kali beroperasi pada tahun 1967 di Indonesia yang berlokasi Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Barat. Aktivitas pertambangan PTFI di Papua hingga saat ini telah berlangsung selama 49 tahun. Pada tahun 1967, PTFI berhasil membangun tambang Ertsberg, seiring perkembangannya PTFI berhasil membangun tambang keduanya pada tahun 1998 yang dinamakan tambang Grasberg dikawasan Tembaga Pura, Kabupaten Mimika. PTFI merupakan perusahaan Afiliasi dari Freeport McMoRan Cooper & Gold, perusahaan publik di bidang tembaga yang terbesar di dunia yang berpusat di Phienix, Arizona, Amerika Serikat. PTFI melakukan usaha tambangnya dengan memproses dan melakukan eksplorasi terhadap bijih yang mengandung tembaga, emas dan perak dan memasarkan konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak ke seluruh penjuru dunia. Menurut Undang-Undang Mineral dan Batubara (UU Minerba) No.4 Tahun 2009 Pasal 170 yang menetapkan kewajiban pemegang Kontrak Karya perusahaan pertambangan untuk melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri selambat-lambatnya 5 tahun sejak UU diundangkan. Hal ini membuat PTFI harus mempertimbangkan dan melakukan studi kelayakan terhadap pendirian pabrik smelter di dalam negeri. Sedangkan batas waktu yang ditentukan telah dilanggar oleh PTFI, karena sudah melampaui
15
7 tahun pada tahun 2016. Oleh karena itu, PTFI harus segera membangun smelter sebagai salah satu persyaratan yang harus dipenuhi agar kontrak karya PTFI dapat diperpanjang di Indonesia.
Gambar 3.1 Lembar Fakta PT.Freeport Indonesia Sumber: www.ptfi.co.id
16
Berdasarkan Lembar Fakta yang dipublikasikan oleh PTFI pada Gambar 3.1 dapat terlihat bahwa PTFI beroperasi di Indonesia berdasarkan Kontrak Karya yang ditandatangani pada tahun 1967 berdasarkan Undang-Undang No.11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Masa berlaku Kontrak Karya pertama PTFI adalah 30 tahun. Kemudian pada tahun 1991, Kontrak Karya PTFI diperpanjang menjadi 30 tahun dengan pengajuan perpanjangan 2 kali dengan 10 tahun dalam sekali perpanjangan. Jadi, Kontrak Karya Freeport akan berakhir di tahun 2021 jika pemerintah tidak menyetujui pengajuan perpanjangan yang diajukan oleh PTFI.
Gambar 3.2 Wilayah Proyek PT. Freeport Indonesia Sumber: www.saripedia.wordpress.com
17
Berdasarkan Kontrak Karya yang telah ditandatangani PTFI, PTFI memperoleh konsesi penambangan di wilayah seluas 24,700 acres (atau seluas +/- 1,000 hektar. 1 Acres = 0.4047 Ha). Lalu, terdapat penambahan luas penambangan PTFI (disebut Blok B) seluas 6,5 juta acres (atau seluas 2,6 juta ha). Dari Blok B ini yang sudah di lakukan kegiatan eksplorasi seluas 500 ribu acres (atau sekitar 203 ribu ha). Dengan menandatangani Kontrak Karya, PTFI melakukan Foreign Direct Investment (FDI) dengan cara Greenfield Investment, yaitu dengan membangun perusahaan di kabupaten Mimika, Papua. Selain itu, PTFI juga mempekerjakan sumber daya manusia lokal dan melakukan produksi sendiri di Indonesia. Tetapi apakah dampak FDI yang dibawa oleh PTFI positif bagi Indonesia atau tidak. Dapat dilihat bahwa dengan adanya perusahaan asing yang masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia mendapatkan beberapa hal positif sebagai berikut: 1. Adanya transfer teknologi dan keahlian manajerial 2. Pengenalan teknologi produksi yang baru serta akses ke jaringan internasional 3. Sebagai
sumber
dana
untuk
pembangunan,
terutama
bagi
negara berkembang seperti Indonesia. 4. Kenaikan produksi dan pendapatan nasional negara sasaran. 5. Sebagai sumber pembiayaan jangka panjang dan pembentukan modal (capital formation). 6. Mendorong pembangunan regional dan sektoral. 7. Meningkatkan jiwa kewirausahaan dan persaingan sehat dalam negeri.
18
8. Membuka lapangan pekerjaan Tetapi di samping beberapa hal positif, FDI juga dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat Indonesia seperti berikut: 1. Munculnya dominasi industrial, yang berpotensi mematikan industri dalam negeri yang kalah dalam segi modal. 2. Ketergantungan teknologi. 3. Perubahan budaya. 4. Berpotensi menganggu perencanaan perekonomian.
Gambar 3.3 Data Produksi dan Penjualan Tembaga PT.Freeport McMoRan Inc Akhir Tahun 2013 dan 2014 Sumber: www.investor.fcx.com
Pada Gambar 3.3 dapat terlihat bahwa hasil produksi dan penjualan tembaga di Indonesia merupakan penghasil urutan ketiga terbanyak dengan hanya
19
satu pabrik saja di Papua dibandingkan dengan negara lain yang memiliki beberapa pabrik. PTFI berhasil memproduksi 915 juta pounds tembaga dan berhasil menjual 885 juta pounds tembaga pada tahun 2013. Pada tahun 2014, berhasil memproduksi 636 juta pounds tembaga dan menjual 664 juta pounds tembaga. Pada Gambar 3.4 dapat terlihat bahwa hasil produksi dan penjualan emas di Indonesia merupakan penghasil terbanyak dengan memproduksi 1.130 ribu ounces emas dan berhasil menjual 1.096 ribu ounces emas pada tahun 2014. Oleh karena itu, PTFI merupakan penyumbang terbesar dan bisa dibilang sebagai primadona bagi Freeport McMoran dalam mesin pencetak uang. Hasil penjualan emas di Indonesia menyumbang 93,59 persen penjualan emas perusahaan Freeport McMoran.
Gambar 3.4 Data Produksi dan Penjualan Emas, Molybdenum, dan Cobalt PT.Freeport McMoRan Inc Akhir Tahun 2013 dan 2014 Sumber: www.investor.fcx.com
20
Berdasarkan laporan keuangan Freeport McMoran, total penjualan PTFI sebanyak 664 juta pon tembaga dengan harga jual $ 3,09 dan 1.168 ribu ons emas dengan harga jual $ 1.231. Setelah ditotal, ternyata hasil keuntungan dari penjualan emas dan tembaga asal Indonesia menghasilkan $ 1.439.860. Jika dikalikan dengan kurs USD $ 1 seharga Rp 12.000, maka hasil pendapatan PTFI adalah Rp 17.278.320.000. Sedangkan penjualan keseluruhan yang didapatkan oleh Freeport McMoran Inc adalah 3.888 juta pon tembaga dan 1.248 ribu ons emas. Total penjualan emas dan tembaga yang didapatkan oleh Freeport McMoran Inc pada tahun 2014 adalah $ 1.548.302 (Rp 18.579.624.000). Hal ini menunjukkan bahwa hasil pendapatan PTFI merupakan 93 persen dari seluruh penjualan emas dan tembaga yang dilakukan oleh perusahaan Freeport McMoran Inc. Tabel 3.1 Banyaknya Penduduk Provinsi Papua Menurut Kabupaten dan Jenis Kelamin 2005 dan 2013 Tahun
2005 Penduduk (orang)
Kabupaten/Kota (1) [01] Merauke
Laki-laki
Perempuan
(2)
(3)
Jumlah (4)
Sex Ratio (5)
Rasio Jenis Kelamin
Penduduk (orang) Laki-laki
Perempuan
(6)
(7)
Jumlah (8)
Sex Ratio (9)
79,114
76,669
155,783
103.19
110,388
99,592
209,980
110.84
107,044
103,610
210,654
103.31
102,912
100,173
203,085
102.73
[03] Jayapura
49,322
42,668
91,990
115.59
62,788
56,001
118,789
112.12
[04] Nabire
81,617
79,902
161,519
102.15
73,073
64,210
137,283
113.80
[08] Kepulauan Yapen
36,024
34,720
70,744
103.76
45,391
42,796
88,187
106.06
[09] Biak Numfor
51,037
48,761
99,798
104.67
69,582
65,498
135,080
106.24
[10] Paniai
57,753
55,128
112,881
104.76
83,603
77,721
161,324
107.57
[11] Puncak Jaya
58,305
53,406
111,711
109.17
61,083
50,927
112,010
119.94
[12] Mimika
66,069
60,361
126,430
109.46
110,825
85,576
196,401
129.50
[13] Boven Digoel
17,987
13,456
31,443
133.67
32,698
27,705
60,403
118.02
[14] Mappi
35,026
31,202
66,228
112.26
45,781
42,225
88,006
108.42
[15] Asmat
33,637
28,365
62,002
118.59
44,290
40,710
85,000
108.79
[16] Yahukimo
73,804
63,456
137,260
116.31
92,015
83,071
175,086
110.77
[17] Pegunungan Bintang
46,276
42,253
88,529
109.52
37,181
32,123
69,304
115.75
[02] Jayawijaya
2013 Rasio Jenis Kelamin
21
[18] Tolikara
23,232
20,948
44,180
110.90
68,407
56,919
125,326
120.18
[19] Sarmi
16,238
15,355
31,593
105.75
19,411
16,097
35,508
120.59
[20] Keerom
20,426
17,501
37,927
116.71
28,186
23,586
51,772
119.50
[26] Waropen
11,325
10,322
21,647
109.72
14,208
12,697
26,905
111.90
6,535
6,174
12,709
105.85
8,875
8,101
16,976
109.55
10,387
9,389
19,776
110.63
46,672
39,222
85,894
118.99
86,223
74,854
161,077
115.19
22,904
19,783
42,687
115.78
29,072
25,839
54,911
112.51
52,123
47,803
99,926
109.04
44,913
44,414
89,327
101.12
22,011
21,394
43,405
102.88
99,528
100,832
200,360
98.71
[27] Supiori [28] Mamberamo Raya [29] Nduga [30] Lanny Jaya [31] Mamberano Tengah [32] Yalimo [33] Puncak [34] Dogiyai [35] Intan Jaya [36] Deiyai [71] Kota Jayapura Papua
970,299
905,089
1,875,388
107.20
34,308
32,208
66,516
106.52
143,848
128,696
272,544
111.77
1,603,158
1,429,330
3,032,488
112.16
Sumber : papua.bps.go.id
Menurut Tabel 3.1, dapat terlihat adanya peningkatan jumlah penduduk Papua menjadi hampir dua kali lipat dari tahun 2005 hingga tahun 2013. Pada tahun 2013, jumlah penduduk Papua adalah 3.032.488 orang. Sedangkan pada Tabel 3.2, angka persentase kemiskinan masyarakat Papua mengalami penurunan dari tahun 2009-2012. Angka persentase kemiskinan masyarakat Papua pada tahun 2009 adalah 34,77% dan pada tahun 2012 adalah 30,66. Tetapi pada tahun 2013 mengalami kenaikan kembali menjadi 31,52%. Tabel 3.2 Persentase Penduduk di Provinsi Papua Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2009-2013 Tahun Kode Kabupaten/Kota 2009 2010 2011 2012 2013 (Sept) (1)
(2)
9401
Merauke
9402
Jayawijaya
9403
Jayapura
9404
Nabire
9408
Yapen Waropen
9409
Biak Namfor
9410
Paniai
9411
Puncak Jaya
9412
Mimika
(9)
15.44 46.30 20.77 35.69 36.13 36.51 47.68 46.92 24.74
(10)
(11)
(12)
14.54 41.84 18.64 33.68 33.54 33.61 43.47 43.80 22.57
13.22 39.03 17.30 30.86 30.76 30.31 37.18 40.25 20.78
12.95 39.05 17.08 30.65 30.35 29.84 38.69 38.21 20.09
(13)
12.33 41.81 17.58 27.69 29.32 30.28 40.15 39.92 20.37
22
9413
Boven Digoel
9414
Mappi
9415
Asmat
9416
Yahukimo
9417
Pegunungan Bintang
9418
Tolikara
9419
Sarmi
9420
Keerom
9426
Waropen
9427
Supiori
9428
Membramo Raya
9429
Nduga
9430
Lanny Jaya
9431
Mamberamo Tengah
9432
Yalimo
9433
Puncak
9434
Dogiyai
9435
Intan Jaya
9436
Deiyai
9471
Kota Jayapura
9400
27.01 34.94 38.69 49.61 43.77 44.63 22.63 25.57 44.00 50.66 44.43 47.28 47.73 47.07 47.76 49.20 36.57
17.87
25.79 33.11 35.40 46.21 40.08 41.17 21.09 24.12 39.88 45.75 39.98 42.53 46.55 43.15 44.13 44.65 33.96 47.82 49.58 17.31
23.52 30.14 32.38 42.49 36.23 37.81 19.42 21.98 36.23 42.73 36.38 39.49 43.68 43.69 40.65 40.77 30.40 41.53 46.76 16.03
22.79 29.30 30.56 41.98 35.63 36.30 18.82 21.65 36.63 41.57 35.20 38.13 42.32 42.83 39.49 39.38 30.08 40.64 45.92 15.77
23.70 30.35 33.84 43.27 37.23 38.00 17.72 23.23 37.27 41.50 34.25 39.69 43.79 39.59 40.33 41.96 32.25 42.03 47.52 16.19
34.77
34.10
31.25
30.66
31.52
- - PAPUA
Sumber: papua.bps.go.id
Keberadaan Freeport tidak banyak berkontribusi bagi masyarakat Papua, bahkan pembangunan di Papua dinilai gagal. Kegagalan pembangunan di Papua dapat dilihat dari buruknya angka kesejahteraan manusia di Kabupaten Mimika pada Tabel 3.2. Penduduk Kabupaten Mimika, lokasi di mana Freeport berada. Pada tahun 2013, BPS mencatat sekitar 20,37 persen penduduk Mimika dalam kondisi miskin dengan jumlah penduduk yang miskin di Papua sebanyak 31,52% dari 3.032.448 jumlah penduduk Papua. Yang berarti 955.827 orang yang berada pada kondisi kemiskinan dari 3.032.448 masyarakat Papua.
23
Gambar 3.5 Persentase Jumlah Karyawan PTFI Sumber: www.ptfi.co.id
Berdasarkan data yang diperoleh pada situs PTFI, mereka mempekerjakan 97,5% orang Indonesia dari 30.004 orang dengan 34,68% masyarakat asli Papua asli. Hal ini berarti PTFI hanya mempekerjakan 4.174 masyarakat asli Papua. Sedangkan berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Papua, jumlah penduduk Papua adalah 3.032.488 orang pada tahun 2013. Hal ini berarti persentase masyarakat Papua yang merupakan tenaga kerja PTFI adalah hanya 0,3%. Oleh karena itu, kesejahteraan penduduk tidak meningkat dengan adanya PTFI di daerah tersebut. Penduduk asli papua yang tinggal di lokasi operasional PTFI, hidup di bawah garis kemiskinan dan terpaksa menghidupi diri dengan mencari emas dari sisa limbah yang dikeluarkan oleh perusahaan tersebut. Sebenarnya, apabila diteliti lebih jauh, kontrak karya ini memiliki banyak kerugian bagi Indonesia karena dapat dikatakan kontrak karya ini bukanlah kontrak kerja sama antara Indonesia dengan PTFI. Dalam kontrak karya, seluruh
24
urusan manajemen dan operasional diserahkan seluruhnya kepada penambang dan pemerintah tidak memiliki kontrol sama sekali dalam aspek manajemen dan kegiatan operasional yang dilakukan oleh perusahaan walaupun pemerintah memiliki saham. Berbeda dengan kontrak kerja sama dimana kontrol atas manajemen dan operasional perusahaan tetap dimiliki oleh pemerintah, sehingga apapun yang dilakukan oleh perusahaan harus melakukan pengajuan izin kepada pemerintah terlebih dahulu. Hal lain yang menojol adalah pembagian royalty, tertulis pada kontrak karya pemerintah menerima royalty sekian persen dari hasil produksi tetapi seluruh biaya menjadi tanggungan perusahaan. Sedangkan dalam kontrak kerja sama, seluruhnya adalah milik negara dan akan dibagi antara milik negara dan milik perusahaan setelah dikurangi biaya produksinya. Dalam kontrak karya ini, banyak pula penyimpangan-penyimpangan atas regulasi yang ada di Indonesia. PTFI diperkenankan memindahkan penduduk yang berada dalam wilayah kontrak karyanya. Hal ini bertentangan dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Ketentuan Pokok Agraria, pasal 3 dalam Undang-Undang tersebut menyebutkan: “Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya. masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undangundang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.”
Pasal tersebut sudah jelas mengatakan bahwa Negara mengakui hak adat, sedangkan pada kenyataannya PTFI memberikan konsensi yang terletak di atas tanah tersebut. Seperti diketahui, besaran royalti yang dibayarkan PTFI selama ini lebih rendah dari yang diwajibkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2003 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada
25
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral terhadap setiap badan usaha. Semenjak diberlakukan PP No 45/2003, PTFI seharusnya membayar 3,75 persen royalti untuk emas. Untuk tembaga, royalti yang ditetapkan adalah sebesar 4 persen dari harga jual per kilogram, dan royalti perak ditetapkan sebesar 3,25 persen dari harga jual per kilogram. Kenyataannya, PTFI masih membayarkan tarif royalti kepada Indonesia sesuai dengan Kontrak Karya tahun 1991. Dalam Kontrak Karya tersebut, besar royalti tembaga sebesar 1,5 persen dan royalti emas dan perak hanya sebesar 1 persen dari harga jual. Selain itu, PTFI belum dapat memenuhi permintaan pemerintah kepada PTFI untuk membangun smelter dalam kurun 5 tahun sejak tahun 2009 ketika UU Minerba No.4 dikeluarkan. Apabila PTFI ingin pemerintah dapat menyetujui pengajuan perpanjangan kontrak karyanya, PTFI harus dapat memenuhi seluruh peraturan perundang-undangan yang diterbitkan oleh Indonesia. Mulai dari pada saat PTFI ingin memasuki pasar Indonesia, mengambil serta mengolah SDA yang dimiliki oleh negara Indonesia hingga dijual kembali kepada pelanggan, PTFI harus mematuhi hukum peraturan perundang-undangan Indonesia.
26
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan 1) Keuntungan yang diberikan oleh PT.Freeport Indonesia kepada negara Indonesia adalah hanya royalti dari hasil penjualan hasil tambang (SDA) di Papua dan penyedia lowongan pekerjaan bagi 30.004 orang karyawan yang terdiri dari 97,5% masyarakat Indonesia. 2) Solusi dari masalah utama terkait dengan Foreign Direct Investment (FDI) adalah pemerintah harus tegas dalam menjalankan kebijakan yang telah disepakati dan mengubah konsep pemikiran bahwa FDI tidak selalu membawa dampak positif bagi negara Indonesia. 3) PT.Freeport Indonesia (PTFI) mempekerjakan 34,68% masyarakat asli Papua dari 30.004 total karyawan yang dimiliki. Tetapi tingkat kemiskinan masyarakat Papua tidak mengalami penurunan dengan adanya PTFI yang memberikan lapangan kerja bagi masyarakat Papua. Hal ini berarti ada dan tidak adanya PTFI tidak mempengaruhi tingkat perekonomian masyarakat Papua. 4) Upaya yang dilakukan oleh PTFI sejauh ini adalah menjalin kerja sama dengan perusahaan-perusahaan yang bergerak pada bidang smelter dan memulai pekerjaan pembangunan smelter di Gresik. 4.2 Saran 1) Saran bagi pemerintah, pemerintah seharusnya dapat menanggapi dengan tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh PT. Freeport Indonesia terhadap perjanjian yang telah disepakati bersama. Terutama mengenai masalah yang terkait dengan kontrak yang dilakukan bersama PTFI tentang jangka waktu pengelolaan, agar masyarakat Indonesia tidak dirugikan atas perjanjian tersebut.
27
2) PT.Freeport Indonesia seharusnya menaati seluruh aturan hukum Indonesia mengenai penanaman modal asing dalam rangka menjalin hubungan baik dengan pemerintah Indonesia, dan juga sebagai kewajiban untuk kelangsungan dalam menjalankan usaha di wilayah Indonesia.
28
DAFTAR PUSTAKA
Daniels, John D., Lee H. Radebaugh, and Daniel P. Sullivan. International Business: Environments and Operations. 15th edition., global edition. Boston; Harlow: Pearson, 2015. Detik. “Gubernur Papua Ancam Usir Freeport Jika Tak Bangun Smelter di Papua,” Detik online. Homepage Online. Available from http://news.detik.com/berita/2818429/gubernur-papua-ancam-usir-freeportjika-tak-bangun-smelter-di-papua?n991104466: Internet; Accessed 1 Maret 2016. Dkn. “UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,” Dkn online. Homepage Online. Available from http://dkn.or.id/wp-content/uploads/2013/03/UndangUndang-RI-nomor-5-Tahun-1960-tentang-Pokok-Pokok-DasarAgraria.pdf: Internet; Esdm. “KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 1614 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PEMROSESAN PERMOHONAN KONTRAK KARYA DAN PERJANJIAN KARYA PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN BATUBARA DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL ASING,” Esdm online. Homepage Online. Available from http://www.esdm.go.id/prokum/uu/2009/UU%204%202009.pdf: Internet; Accessed 3 Maret 2016. Esdm. “PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2003 TENTANG TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL ,” Esdm online. Homepage Online. Available from http://www.esdm.go.id/prokum/pp/2003/pp_45_2003.pdf: Internet; Accessed 10 Maret 2016. Esdm. “UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA,” Esdm online. Homepage Online. Available from http://www.esdm.go.id/prokum/uu/2009/UU%204%202009.pdf: Internet; Accessed 3 Maret 2016. Hill, Charles W. L. International Business: Competing in the Global Marketplace. 8th edition. New York: McGraw-Hill/Irwin, 2011.
29
Kemenkeu. “UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN,” Kemenkeu online. Homepage Online. Available from http://www.jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2004/10TAHUN2004UU.htm: Internet; Accessed 5 Maret 2016. Kemenperin. “Belum Bangun Pabrik Smelter, Perusahaan Tambang Dilarang Ekspor,” Kemenperin online. Homepage Online. Available from http://www.kemenperin.go.id/artikel/7247/Belum-Bangun-Pabrik-Smelter,Perusahaan-Tambang-Dilarang-Ekspor: Internet; Accessed 1 Maret 2016. Kemenperin. “Freeport Pastikan Bangun Smelter,” Kemenperin online. Homepage Online. Available from http://www.kemenperin.go.id/artikel/8638/Freeport-Pastikan-BangunSmelter: Internet; Accessed 1 Maret 2016. Kompas. “Kementrian ESDM Tagih Janji Smelter Freeport,” Kompas online. Homepage Online. Available from http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/06/10/100714126/Kementeria n.ESDM.Tagih.Janji.Smelter.Freeport: Internet; Accessed 1 Maret 2016. Penataanruang. “UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1967 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAMBANGAN,” Penataanruang online. Homepage Online. Available from http://www.penataanruang.net/taru/hukum/UU_No11-1967.htm: Internet; Accessed 6 Maret 2016. Peng, Mike W., and Klaus E. Meyer. International Business. London: Cengage Learning, 2011. Ptfi. “PT Freeport Indonesia,” Ptfi online. Homepage Online. Available from http://www.ptfi.co.id: Internet; Accessed 1 Maret 2016.
30