1. Tujuan Mahasiswa mampu menjelaskan tentang kaitan antara polaritas eluen dengan harga Rf 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Kromatografi
Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan tertentu dengan menggunakan dua fasa yaitu, fasa dia dan fasa gerak. Pemisahan tergantung dari gerakan relative dari dua fasa ini. Cara – Cara – cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat – sifat – sifat sifat dari fase gerak yang dapat berupa zat padat atau zat cair,jika fase tetap berupa zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai kromatografi serapan dan jika zat cair maka cara tersebut dikenal sebagai kromatografi partisi. Kromatografi mencakup berbagai proses berdasarkan distribusi dari penyusunan cuplikan antara dua fasa. Satu fasa tetap tinggal pada sistem (fasa diam) dan fasa lainnya dinamakan fasa gerak, memperkolasi melalui celah – celah – celah celah fasa diam. Gerakan fasa menyebabkan perbedaan migrasi dari penyusunan cuplikan. cup likan. Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fasa yaitu fasa satu fasa tetap (stationary) dan fasa gerak (mobile). Pemisahan tergantung dari gerakan relative dua fasa ini (Sastrohamidjojo,1985) Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah suatu teknik yang sederhana yang banyak digunakan,
Metode
ini
menggunakan
lempeng
kaca
atau
lembaran
plastik
yang
ditutupi penyerap atau lapisan tipis dan kering. Untuk menotolkan karutan cuplikan pada kempen gkaca, pada dasarya menggunakan mikro pipet atau pipa kapiler. Setelah itu, bagian bawah dari lempeng dicelup dalam larutan pengulsi di dalam wadah yang tertutup (Barseoni, 2005).Kromatografi lapis tipis menggunakan plat tipis yang dilapisi dengan adsorben seperti silika gel. Silica gel adalah bentuk dari silikan dioksida (silica). Atom silica dihubungkan oleh atom oksigen dalam struktur kovalen besar, namun pada permukaan gel silica, atom silicon berdekatan pada gugus – gugus – OH OH (jadi pada permukaan gel silica silica terdapat ikatan Si-O-H selain Si-o-Si). Pada permukaan gel silica sangat polar dan karenannya gugus – gugus – OH OH dapat membentuk ikatan hydrogen dengan senyawa. Senyawa yang sesuai disekitarnya (baik dengan gaya van der Walls atau interaksi dipol-dipol)
2.2 Fase Diam
Aluminium oksida (alumina) maupun selulosa. Adsorben tersebut berperan sebagai fasa diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali mengandung substansi yang dapat berfluoresensi dalam sinar Uv. Adapun pada praktikum kali ini menggunakan silica gel (kiesel Gel 254) 2.3 Fase Gerak
Fase gerak dapat digolongkan menurut ukan kekuatan teradsorbsinya pelarut atau campuran pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal ini yang banyak digunakan adalah jenis adsoberben alumina atau sebuah lapis tipis silica, Penggolongan ini dikenal sebagai deret elutropik pelarut. Suatu pelarut yang bersifat larutan relative polar, dapat mengusir pelarut yang relative tak polar dari ikatannyadengan alumina / silica gel. Fasa gerak yang digunakan dalam KLT sering disebut dengan eluen. 2.4 Rf
Pemilihan eluen didasarkan pada polaritas senyawa dan biasanya merupakan campuran beberapa cairanyang berbeda polaritas, sehingga didapatkan perbandingan tertentu. Eluen KLT dipilih dengan cara trial and error
Kepolaran eluen sangat berpengaruh terhadap Rf (faktor retensi)yang diperoleh. Faktor retensi
(Rf)
adalah
jarak yang
ditempuh
oleh
komponen
dengan jarak yang ditempuh oleh eluen. Rumus faktor retensi adalah: Nilai
Rf
dibagi sangat
karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu. Hal tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa dalam sampel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan tertahan kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan
nilai
Rf
yang
rendah
KLT
yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen, dan sebaliknya (Ewing Galen Wood, 1985).
2.5 Kloroform
Kloroform adalah nama umum untuk triklorometana (CHCl3), digunakan sebagai pelarut non polar. Wujudnya pada suhu ruangan berupa cairan bening, mudah menguap dan berbau khas. 2.6 N-Heksana
N-Heksana adalah cairan tak berwarna pada suhu kamar dengan titik didih antara 50-70 ̊C dengan bau seperti bensin. Heksana secara luas digunakan untuk pelarut non polar yang murah, relative aman dan secara umum reaktif dan mudah diuapkan 2.7 Etil Asetat
Etil asetat merupakan eter dari etanol dan asam asetat, senyawa ini berwujud cairan tidak berwarna, memiliki aroma khas. Etil asetat merupakan pelarut semipolar (polar menengah)yang volatile. Digunakan secara luas sebagai pelarut 2.8 Metanol
Methanol adalah pelarut yang mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar dan beracun dengan bau yang khas . Metanol digunakan sebagai pelarut yang dapat digunakan untuk semua senyawa baik polar maupun non polar Tetapan dielektrik untuk mengetahui kepolaran berdasarkan Poole,C.F : Poole,S.K Chromatography toda : Elsevrer: Amsterdam,1991, indeks Polaritas P’ dari fase gerak dapat dihitung rata-ratanya dengan mengukur fraksi volume dikaitkan den gan tetapan dielektrik masingmasing dari pelarut campur : P’ = Ʃ ( Pi x Ɵi )
Ket : Pi = indeks polaritas ( tetapan dielektrik) Ɵi = fraksi volume
Kolesterol merupakan sejenis lipid yang merupakan molekul lemak atau yang menyerupainya Kepolaran kolesterol
Kolesterol bersifat amfifatik dimana kolesterol memiliki gugus kepala yang polar (gugus hidroksi) dan ekor gugus nonpolar (sterol) namunkarena gugus polar yang sangat kecil menyebabkan kolesterol cenderung bersifat nonpolar.
Prosedur Kerja 1. larutkan sedikit kolesterol ke dalam kloroform 2. Totokan pada 4 plat KLT (kiesel Gel 254) 3. siapkan 4 macam eluen ( fase gerak) yaitu : n-heksana - etil asetat (1:1), N-heksana - etil asetat (4:1), Kloroform - metanol (4:1), Kloroform - etil asetat (4:1) 4. eluasi 4 plat KLT tersebut dengan eluen yang dibuat 5. semprot dengan penampak noda anisaldehid asam sulfat 6. Panaskan 100̊ C samapi timbul noda berwarna merah ungu /ungu 7. hitung harga Rf pada masing-masing plat KLT
3. Hasil Pengamatan Perhitungan konstanta Dielektrik Eluen Komposisi Eluen
Perbandingan
Perhitungan KD eluen
n-heksana : etil asetat
1:1
(0,5 x 1,88)+(0,5x6,0) =3,94
n-heksana : etil asetat
4:1
(0,8 x 1,88) +(2,0x6,0) = 2,704
Kloroform: methanol
4:1
(0,8x4,8) + (0,2 x 30) = 9,84
Kloroform : etil asetat
4:1
(0,8 x 4,8 ) + (0,2 x 6,0) = 5,04
*nilai KD - n-heksana = 1,88 - kloroform = 4,8 - Etil asetat = 6,0 - Metanol = 30 Hasil Pengamatan noda senyawa kolesterol pada berbagai eluen Komposisi Eluen
Tinggi dari pencatatan
Perhitungan Rf
n-heksana : etil asetat
6,7
6,7 : 8 = 0,8375
n-heksana : etil asetat
3
3 : 8 = 0,3750
Kloroform: methanol
7,5
7,5 : 8 = 0,9375
Kloroform : etil asetat
5
5 : 8 = 0,0250
Perbandingan nilai KD eluen dengan nilai Rf Komposisi Eluen
Nilai KD
Perhitungan Rf
n-heksana : etil asetat
3,94
0,8375
n-heksana : etil asetat
2,704
0,0375
Kloroform: methanol
9,84
0,9375
Kloroform : etil asetat
5,04
0,0250
4. HASIL PENGAMATAN GAMBAR
Hasil penotolan pada plat KLT
Setelah eluasi Kloroform : Metanol (4:1)
Setelah eluasi Kloroform : Etil Asetat (4:1)
Setelah eluasi nHeksana : Etil Asetat (1:1)
Visual nHeksana : Etil Asetat
Visual nHeksana : Etil Asetat
Setelah eluasi nHeksana : Etil Asetat (4:1)
Visual Kloroform : Metanol
Visual Kloroform : Etil Asetat
Setelah di beri penampak noda UV 365
Setelah di beri penampak noda UV 254
Pembahasan Dalam percobaan ini digunakan beberapa macam perbandingan kombinasi eluen antara nheksan : etil asetat (1:1), nheksan : etil asetat (4:1), kloroform : metanol (4:1), kloroform : etil asetat (4:1) . Hal ini dikarenakan agar dapat diketahuikepolaran yang tepat untuk pemisahan senyawa fitokimia yang diinginkan. Salahsatu faktor yang harus dperhatikan dalam mencampur fase gerak adalah hanyapelarut yang mempunyai kepolaran yang sama dapat dicampur (Gritter,1991). Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu. Hal tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa dalam sampel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai kepolaran yang rendah, b egitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan tertahan kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen, dan sebaliknya. Pada identifikasi noda atau penampakan noda, jika noda sudah bewarna dapat langsung diperiksa dan ditentukan harga Rf. Rf merupakan nilai dari Jarak relatif f pada pelarut. Harga Rf dihitung sebagai jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi dengan jarak tempuh oleh eluen (fase gerak). Telah disebutkan sebelumnya bahwa polaritas sampel dan laju pergerakan berbanding terbalik. Semakin tinggi polaritas senyawa, semakin ikatannya dengan fase diam yang berupa plat silica gel yang bersifat polar sehingga mempunyai nilai Rf yang semakin kecil, dan sebaliknya . Sedangakan jika dilihat dari pengaruh eluen yang digunakan, semakin tinggi polaritas eluen maka nilai Rf nya juga semakin tinggi. (Serma and Bernard, 2003). Dari hasil percobaan yang dilakukan menggunakan kolesteol dengan eluen yang berbeda pula memberikan hasil yang berbeda. Pada chamber 4 dengan menggunakan eluen n-heksan : etil asetat (1:1) memberikan nilai Rf sebesar 0,8375. Pada perbandingan n-heksan : etil asetat (4:1) memberikan nilai Rf sebesar 0,3750. Untuk kloroform : metanol (4:1) memberikan nilai Rf sebesar 0,9375. Untuk kloroform : etil asetat (4:1) memberikan nilai Rf sebesar 0,6250. Berdasarkan indeks polaritas pelarut daei nonpola sampai ke polar yaitun-heksan, kloroform, etil asetat dan metanol. Berdasarkan hasil percobaan perhitungan nilai Rf didapatkan nilai Rf dari tinggi ke rendah yaitu perbandingan eluen kloroform : metanol (4:1), n-heksan : etil asetat (1:1), kloroform : etil asetat (4:1), n-heksan : etil asetat (4:1).
Fase diam yang digunakan adalah silica yang bersifat polar. Sedangkan piperin merupakan senyawa non polar sehingga ikatan antara piperin dengan fase diamnya yang berupa silica gel lemah. Jika eluen yang digunakan lebih polar daripada suatu komponen sampel, molekul-molekul eluen akan menggantikan molekul-molekul sampel pada silica gel sehingga harga Rf tinggi (Underwood,1988). Dari perhitungan Rf pada percobaan, diketahui bahwa piperin memiliki nilai Rf yang lebih tinggi pada fase gerak yang lebih polar dan paling rendah pada fase gerak yang bersifat paling non polar .
Plat KLT yang telah dieluasi warna noda tidak terlihat, karena noda yang ditotolkan pada plat KLT meresap sehingga tidak dapat dilihat secara visual sehingga diperlukan penamp ak noda yaitu Anisaldehid asam sulfat kemudian dipanaskan lalu dibantu dengan sinar UV. Ketika diberi penampak noda dan dipanaskan noda yang munculberwarna ungu dan ungu kemerahan.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa senyawa yang mempunyai lipofilitas tinggi berarti mudah larut dan lipid atau pelarut nonpolar,maka akan mempunyai harga Rf yang rendah, sedangkan senyawa yang mempunya lipofilitas rendah berarti senyawa tersebut tidak larut dalam lipid atau pelarut polar, maka harga Rfnya bernilai tinggi.fase gerak atau eluen yang digunakan yaitu campuran antara pelarut polar dengan nonpolar. Pada praktikum eluen yang baik digunakan sebagai eluenatau fase gerak dari kolesterol adalah kloroform : metanol (4:1) dengan konstanta dielektrik 10,44.