perkembangan menuju pada feminitas sejati, yaitu sejak masa kanak-kanak, masa gadis cilik, periode pubertas sampai pada usia adolesensi selalu saja gadis yang bersangkutan diliputi emosi-emosi cinta-kasih pada ibu yang kadangkala juga diikuti rasa kebencian, iri hati dan dendam bahkan juga disertai keinginan untuk membunuh adik-adik atau saudara sekandungnya yang dianggap sebagi saingannya. Peristiwa “ingin membunuh” itu kelak kemudian hari diubah menjadi hasrat untuk memusnahkan janin atau bayinya sendiri, sehingga berlangsung keguguran kandungannya. Dalam semua aktivitas reproduksinya wanita itu banyak melakukan identifikasi terhadap ibunya. Jika identifikasi ini menjadi salah bentuk dan wanita tadi banyak mengembangkan mekanisme rasa-rasa bersalah dan rasa berdosa terhadap ibunya, maka peristiwa tadi membuat dirinya menjadi tidak mampu berfungsi sebagai ibu yang bahagia sebab selalu saja ia dibebani atau dikejar-kejar oleh rasa berdosa. Perasaan berdosa terhadap ibu ini erat hubungannya dengan ketakutan akan mati pada saat wanita tersebut melahirkan bayinya. Oleh karena itu kita jumpai adat kebiasaan sejak zaman dahulu sampai masa sekarang berupa: •
Orang lebih suka dan merasa lebih mantap kalu ibunya (nenek sang bayi)
menunggui dikala ia melahirkan bayinya. •
Maka menjadi sangat pentinglah kehadiran ibu tersebut pada saat anaknya
melahirkan bayinya. 4.
Ketakutan riil:
Pada saat wanita hamil, ketakutan untuk melahirkan bayinya itu sangat bisa diperkuat oleh sebab-sebab konkret lainnya. Misalnya: •
Takut jika bayinya akan lahir cacat atau lahir dalam kondisi yang patologis,
•
Takut kalau bayinya akan bernasib buruk disebabkan oleh dosa-dosa ibu itu
sendiri di masa silam, •
Takut kalau beban hidupnya akan menjadi semakin berat oleh lahirnya sang
bayi, •
Munculnya elemen ketakutan yang sangat mendalam dan tidak disadari,
kalau ia akan dipisahkan dari bayinya;
•
Takut kehilangan bayinya yang sering muncul sejak masa kehamilan sampai
waktu melahirkan bayinya. Ketakutan ini bisa diperkuat oleh rasa-rasa berdoa atau bersalah. II. 2. E. Reaksi wanita hiper masculine dalam menghadapi kelahiran
Wanita yang sangat aktif dan hypermaskulin bersifat kejantanan ekstrim, sejak mula pertama kehamilannya senantiasa diombang ambingkan diantara keinginan instinktif untuk memiliki soerang anak. Melawan rasa keengganan untuk melahirkan anak sendiri, karena anak tersebut dianggap menghambat karier dan kebahagiaannya. Kehidupan emosionalnya senantiasa goyah dilanda kerinduan cinta pada seorang anak kontrak kebencian akan mendapatkan keturunan. Kedua gejala tersebut akan memuncak, lalu meletus jadi fenomena neoritis yang obsesif. Sebagai akibatnya wanita tersebut tidak mempunyai kepercayaan diri dan sering dikacau oleh gangguan syaraf antara lain berupa migraien, juga banyak konflik batin dalam dirinya. Kehamilan dirasakan sebagai suatu peristiwa mimpi atau dirasakan sebagai pengalaman somnabolistis seperti mimpi berjalan dan selalu dikejar oleh emosi yang antagonis. Dia juga dimuati oleh macam-macam kecemasan yaitu cemas kalau sang bayi akan menghambat profesinya, cemas kalau tidak mampu memelihara bayinya. Bertandingnya konflik yang lebih fundamental yaitu dorongan maskulinitas melawan dorongan feminitas. Dorongan maskulinitas lebih memberatkan prestasi karier dan jabatan sedang dorongan feminitas secara naluri menginginkan anak sendiri. Selanjutnya pada saat kelahiran bayinya wanita yang bersifat hipermaskulin ini akan berusaha mengatasi ketakutannya dan kesakitan jasmaniah dengan usaha sendiri dan menganggap kelahiran bayinya sebagai suatu prestasi pribadi, akan tetapi oleh karena usaha tersebut sifatnya sangat maskulin agresif maka kegiatan tersebut justru mengacaukan kelahiran normal dan semakin mempersulit kelahiran bayinya dengan kemampuan sendiri. Lalu dia bersikap hiperpasif dan membiarkan dokter/bidan melahirkan bayinya melalui pembedahan.
II. 2. F. Reaksi wanita total pasif dalam menghadapi kelahiran
Wanita yang mengalami proses kelahiran bayinya secara total pasif, selama kehamilannya wanita ini sama sekali tidak menyadari keadaan dirinya dan merasa tidak
bertanggung jawab pada segala sesuatu yang terjadi pada dirinya. Ia Cuma tahu bahwa perutnya secara kebetulan ketempatan satu buah janin yang kelak akan lahir dari dirinya. Selanjutnya alam yang harus bertanggung jawab akan kelahiran bayinya kelak. Wanita tersebut tidak tahu bagaimana ia seharusnya bersikap dan bertingkah laku, ia merasa tidak perlu mengetahui secara detail keadaan dirinya yang tengah hamil karena menganggap sesuatu yang tidak berguna atau itu urusan suaminya/ibunya dan bisa mengganggu ketenangan batinnya. Secara membuta ia mengikuti saja semua sugesti dan instruksi orang lain dan bagikan anak kecil yang masih senang bermain-main ia memusatkan segenap minat pada upaya menghilangkan semua bentuk ketakutan dan bentuk kesalahan jasmaniah. Tingkah laku wanita total pasif selama kehamilannya sangat khas yaitu : •
Selalu bergantung dan menempel pada ibunya.
•
Ia menyuruh suaminya sebanyak mungkin melakukan semua tugasnya.
•
Pada umumnya semua tingkah lakunya sangat infantil, kekanak-kanakan.
•
Tetap saja ia bersikap sangat pasif.
•
Di tengah kelincahan dan kegembiraannya dan kondisi perutnya yang semakin
membesar penampakkan dirinya menyerupai seorang gadis cilik yang tengah bermain dengan bonekanya. •
Jika kehamilannya semakin tua wanita ini jadi tidak sabaran dan semakin pasif, ia
banyak mengeluh dan mendesak lingkungannya agar kelahiran bayinya bisa di percepat, •
Wanita ini mengalami kelahiran dan kelahiran bayinya sebagai suatu peristiwa
tragis yang menabjubkan. Otomatis ia menyatakan kepada dunia luar adanya sesuatu benda yang di injeksikan ke dalam rahimnya melalui coitus secara sadar atau tidak sadar. •
Sama sekali ia merasa tidak tanggung jawab akan mati atau hidupnya benda yang di
titipkan di rahimnya itu, •
Semua sikap permusuhan terhadap ibunya sendiri menjadi lenyap, sebab sejak
kehamilannya wanita itu ingin menyerahkan semua tanggung jawabnya sendiri terhadap ibunya, •
Ia mengharapkan agar ibunya bersedia terus menerus menunggui dirinya disaat
hamil dan melahirkan untuk memberikan atensi pada kelahiran janinnya.
II. 3. Masa Nifas II. 3. A. Fase HoneyMoon
Honeymoon adalah fase setelah anak lahir dan terjadi kontak yang lama antara ibu, ayah dan anak. Masa ini dapat dikatakan sebagai psikis honeymoon yang memerlukan hal-hal romantis, masing-masing saling memperhatikan anaknya dan manciptakan hubungan yang baru.
II. 3. B. BoundingAttachment A.
Pengertian
1. Klause dan Kennel (1983): interaksi orang tua dan bayi secara nyata, baik fisik , emosi
maupun sensori pada beberapa menit dan jam pertama segera setelah bayi lahir. 2. Nelson (1986), bounding : dimulainya interaksi emosi sensorik fisik antara orang tua dan
bayi segera setelah lahir, attachment : ikatan yang terjalin antara individu yang meliputi pencurahan perhatian yaitu hubungan emosi dan fisik yang akrab. 3. Saxton dan Pelikan (1996), bounding : adalah suatu langkah untuk mengungkapkan
perasaan afeksi (kasih sayang) oleh ibu kepada bayinya segera setelah lahir, attachment : adalah interaksi antara ibu dan bayi secara spesifik sepanjang waktu. 4. Bennet dan Brown (1999), bounding : terjadinya hubungan antara orang tua dan bayi sejak
awal kehidupan, attachment : pencurahan kasih sayang di antara individu.
5. Brozeton (dalam Bobak, 1995): permulaan saling mengikat antara orang-orang seperti
antara orang tua dan anak pada pertemuan pertama. 6. Parmi (2000): suatu usaha untuk memberikan kasih sayang dan suatu proses yang saling
merespon antara orang tua dan bayi lahir. 7. Perry (2002), bounding : proses pembentukan attachment atau membangun ikatan,
attachment : suatu ikatan khusus yang dikarakteristikkan dengan kualitas-kualitas yang terbentuk dalam hubungan orang tua dan bayi. 8. Subroto (cit Lestari, 2002): sebuah peningkatan hubungan kasih sayang dengan keterikatan
batin antara orang tua dan bayi. 9. Maternal dan Neonatal Health: adalah kontak dini secara langsung antara ibu dan bayi
setelah proses persalinan, dimulai pada kala III sampai dengan post partum. 10. Secara Harfiah, bounding : ikatan; attachment : sentuhan. B.
Tahap-Tahap Bounding Attachment 1.
Perkenalan (acquaintance), dengan melakukan kontak mata, menyentuh,
berbicara, dan mengeksplorasi segera setelah mengenal bayinya. 2.
Bounding (keterikatan)
3.
Attachment, perasaan sayang yang mengikat individu dengan individu lain.
Menurut Klaus, Kenell (1982), bagian penting dari ikatan ialah perkenalan. C.
Elemen-Elemen Bounding Attachment 1.
Sentuhan – Sentuhan atau indera peraba, dipakai secara ekstensif oleh orang
tua dan pengasuh lain sebagai suatu sarana untuk mengenali bayi baru lahir dengan cara mengeksplorasi tubuh bayi dengan ujung jarinya. 2.
Kontak
mata,
ketika bayi
baru
lahir mampu
secara
fungsional
mempertahankan kontak mata, orang tua dan bayi akan menggunakan lebih banyak waktu untuk saling memandang. Beberapa ibu mengatakan, dengan melakukan kontak mata mereka merasa lebih dekat dengan bayinya (Klaus, Kennell, 1982). 3.
Suara, saling mendengar dan merespon suara antara orang tua dan bayinya
juga penting. Orang tua menunggu tangisan pertama bayinya dengan tegang.
Aroma, Ibu mengetahui bahwa setiap anak memiliki aroma yang unik
4.
(Porter, Cernoch, Perry, 1983). Sedangkan bayi belajar dengan cepat untuk membedakan aroma susu ibunya (Stainto, 1985). Entrainment, bayi baru lahir bergerak-gerak sesuai dengan struktur
5.
pembicaraan orang dewasa. Mereka menggoyang tangan, mengangkat kepala, menendang-nendangkan kaki, seperti sedang berdansa mengikuti nada suara orang tuanya. Entrainment terjadi saat anak mulai berbicara. Irama ini berfungsi memberi umpan balik positif kepada orang tua dan menegakkan suatu pola komunikasi efektif yang positif. Bioritme, anak yang belum lahir atau baru lahir dapat dikatakan senada
6.
dengan ritme alamiah ibunya. Untuk itu, salah satu tugas bayi baru lahir ialah membentuk ritme personal (bioritme). Orang tua dapat membantu proses ini dengan memberi kasih sayang yang konsisten dan dengan memanfaatkan waktu saat bayi mengembangkan perilaku yang responsif. Hal ini dapat meningkatkan interaksi sosial dan kesempatan bayi untuk belajar. Kontak dini, saat ini tidak ada bukti-bukti alamiah yang menunjukkan
7.
bahwa kontak dini setelah lahir merupakan hal yang penting untuk hubungan orang tua – anak . Namun menurut Klaus, Kennel (1982), ada beberapa keuntungan fisiologis yang dapat diperoleh dari kontak dini : •
Kadar oksitosin dan prolaktin meningkat.
•
Reflek menghisap dilakukan dini.
•
Pembentukkan kekebalan aktif dimulai.
•
Mempercepat proses ikatan antara orang tua dan anak (body warmth
(kehangatan tubuh); waktu pemberian kasih sayang; stimulasi hormonal). D.
Prinsip-Prinsip dan Upaya Meningkatkan Bounding Attachment 1.
Dilakukan segera (menit pertama jam pertama).
2.
Sentuhan orang tua pertama kali.
3.
Adanya ikatan yang baik dan sistematis berupa kedekatan orang tua ke anak .
4.
Kesehatan emosional orang tua.
5.
Terlibat pemberian dukungan dalam proses persalinan.
6.
Persiapan PNC sebelumnya.
7.
Adaptasi.
8.
Tingkat kemampuan, komunikasi dan keterampilan untuk merawat anak .
9.
Kontak sedini mungkin sehingga dapat membantu dalam memberi
kehangatan pada bayi, menurunkan rasa sakit ibu, serta memberi rasa nyaman. 10. Fasilitas untuk kontak lebih lama. 11. Penekanan pada hal-hal positif. 12. Perawat maternitas khusus ( bidan). 13. Libatkan anggota keluarga lainnya/dukungan sosial dari keluarga, teman dan
pasangan. 14. Informasi bertahap mengenai bounding attachment. E.
Keuntungan Bounding Attachment 1.
Bayi merasa dicintai, diperhatikan, mempercayai, menumbuhkan sikap
sosial. 2.
Bayi merasa aman, berani mengadakan eksplorasi.
F.Hambatan Bounding Attachment 1.
Kurangnya support sistem.
2.
Ibu dengan resiko (ibu sakit).
3.
Bayi dengan resiko ( bayi prematur , bayi sakit, bayi dengan cacat fisik ).
4.
Kehadiran bayi yang tidak diinginkan.
II. 3. C. Fase TakingIn
Fase Taking In (ketergantungan) adalah fase dimana Ibu lebih menyukai bantuan perawat untuk membantu dalam ADL dan membantu membuat keputusan dibanding dengan melakukannya sendiri. Fase ketergantungan disebabkan karena ketidaknyamanan fisik akibat nyeri, ketidak pastian dalam merawat bayi, dari kelelahan setelah melahirkan ibu perlu waktu untuk istirahat dan mengembalikan kekuatan fisiknya, menenangkan dan membesarkan hatinya tentang kelahiran bayinya.
II. 3. D. Fase Taking Hold
Fase taking hold ( ketergantungan – ketidaktergantungan ) adalah fase
dimulai
sekitar hari ketiga setelah melahirkan dan berakhir setelah minggu keempat sampai
kelima setelah melahirkan. Ibu siap menerima peran barunya dan belajar tentang semua hal – hal baru.
II. 3. E. Fase Letting Go
Fase letting go ( adaptasi + ) yaitu fase yang dimulai sekitar minggu kelima sampai keenam setelah persalinan. Keluarga telah menyesuaikan diri dengan anggota baru, keadaan klien telah sembuh secara fisik. Ibu menerima tanggung jawab dan tidak lagi menerima perasaan sakit.
BAB III PENUTUP
III. 1. KESIMPULAN Wanita dewasa adalah wanita yang lebih terbentuk kepribadiannya dan lebih berfikir secara rasional. Wanita dewasa mengalami perubahan psikologi mulai dari ketika ia belajar menjadi seorang ibu yang dimulai dari masa kehamilan, persalinan dan nifas. Pada masingmasing massa itu terjadi perubahan psikologi yang beraneka ragam. Hal ini sebagai bentuk adaptasi dari seorang wanita dewasa tersebut.
III. 2. SARAN
Untuk para wanita dewasa agar lebih merubah sikap kearah yang positif, jangan selalu membayangkan hal yang akan dijalani selanjutnya adalah hal yang sulit. Akan tetapi cobalah untuk selalu belajar dan beradaptasi terhadap lingkungan maupun terhadap semua perubahan-perubahan ketika menjadi wanita dewasa yang akan berkarier dan berkeluarga.
REFERENSI •
dypta.wordpress.com/.../ teori -teori -yang-mempengaruhi-model-kebidanan
•
femiheru.multiply.com/journal/item/27
•
bidankusmart.blogspot.com/.../ kegelisahan-dan-ketakutan -menjelang
kelahiran •
khaidirmuhaj.blogspot.com/.../askep-nifas-pada-gangguan-psikososial
•
www.lusa.web.id › Askeb III (Nifas)
•
Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia. (hlm: 63-65)
•
Bahiyatun. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal . Jakarta: EGC. (hlm: 54-55).
books.google.co.id/books?id=ZkPup5Ozy8C&pg=PA54&lpg=PA54&dq= pengertian+bounding+attachment&source=…. •
Desty, dkk. 2009. Respon Orang Tua Terhadap Bayi Baru Lahir . Akademi Kebidanan
Mamba’ul ‘Ulum Surakarta. •
Suherni, 2007. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya. (hlm: 64-66).
•
Telli,
L.
Bounding
Attachment . Diunduh
akbidypsdmi.net/download/pdf/asuhan26.pdf
15
Januari
2010,
10:15
PM.