TUGAS MATA KULIAH BIOLOGI
Jurnal
"ISOLASI DNA"
Oleh
Bekti Dwisepti Mafiana
( 41204720114084 )
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
UNIVERSITAS NUSA BANGSA
2015
TUGAS MATA KULIAH BIOLOGI
Jurnal
"ISOLASI DNA"
Oleh
Bekti Dwisepti Mafiana
( 41204720114084 )
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
UNIVERSITAS NUSA BANGSA
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya Tugas Jurnal Biologi ini dapat diselesaikan tepat waktu.
Saya mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan Tugas Jurnal Biologi ini sehingga sesuai dengan rencana dan target yang telah ditentukan
Saya menyadari di dalam Tugas Jurnal Biologi ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Akhir kata saya mengharapkan Tugas Jurnal Biologi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Salam.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Waktu dan Tempat
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
BAB III. METODE PERCOBAAN
III.1. Alat
III.2. Bahan
III.3. Prosedur Kerja
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil Percobaan
IV.2. Pembahasan
BAB V. PENUTUP
V.1. Kesimpulan
V.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
DNA (Deoxyribose Nucleic Acid) adalah molekul utama yang mengode semua informasi yang dibutuhkan untuk proses metabolisme dalam setiap organisme. DNA tersusun atas 3 komponen utama yaitu gula deoksiribusa, basa nitrogen dan fosfat yang tergabung membentuk nukleotida. Molekul DNA ini terikat membentuk kromosom, dan ditemukan di nukleus, mitokondria dan kloroplas (Agus dan Sjafaraenan, 2014).
DNA yang menyusun kromosom ini merupakan nukleotida rangkap yang terususn helix Ganda (double helix), yang basa nitrogen dan kedua "benang" polinukleotida saling berpasangan dalam pasangan yang tetap melali ikatan hidrogen dan antara nukleotida yang satu dengan yang lain dihubungkan dengan ikatan fosfat. DNA terdapat di dalam setiap sek makhluk hidup dan disebut sebagai "cetak biru kehidupan" karena molekul ini berperan penting sebagai pembawa informasi hereditas yang menentukan struktur protein dan proses metabolisme lain (Agus dan Sjafaraenan, 2014).
DNA dapat mengalami denaturasi dan renaturasi. Selain itu, DNA juga bisa diisolasi. Isolasi DNA adalah suatu teknik dimana hasil akhirnya strand-strand DNA dapat terpisah dalam bentuk kumpulan strand berwujud benang-benang putih. Tujuan isolasi DNA adalah mendapatkan ekstrak DNA pada jaringan atau sel yang diinginkan (Agus dan Sjafaraenan, 2014).
Isolasi DNA ini sangat penting dalam bidang bioteknologi maupun bidang biologi molekuler. Pengenalan isolasi DNA sangat penting mengingat bioteknologi pada akhir-akhir ini sangat maju. Terlebih untuk bidang biologi molekuler. Beberapa bakteri telah berhasil diintroduksi ke dalam tanaman seperti padi kapas dan kedelai. Pentingnya bioteknologi untuk perkembangan keanekaragaman hayati di masa mendatang memerlukan keterampilan dan pemikiran. Salah satunya adalah dengan mengetahui cara pengumpulan DNA dan prinsip dasarnya sebagai pijakan untuk mempelajari biologi molekuler pada khususnya (Agus, dan Sjafaraenan, 2014).
Molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau diisolasi untuk berbagai macam keperluan seperti amplifikasi dan analisis DNA melalui elektroforesis. Isolasi DNA dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan DNA dari bahan lain seperti protein, lemak, dan karbohidrat. Prisnsip utama dalam isolasi DNA ada tiga yakni penghancuran (lisis), ektraksi atau pemisahan DNA dari bahan padat seperti selulosa dan protein, serta pemurnian DNA (Corkill dan Rapley, 2008; Dolphin, 2008). Menurut Surzycki (2000), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses isolasi DNA antara lain harus menghasilkan DNA tanpa adanya kontaminan seperti protein dan RNA; metodenya harus efektif dan bisa dilakukan untuk semua spesies metode yang dilakukan tidak boleh mengubah struktur dan fungsi molekul DNA; dan metodenya harus sederhana dan cepat.
Prisnsip isolasi DNA pada berbagai jenis sel atau jaringan pada berbagai organisme pada dasarnya sama namun memiliki modifikasi dalam hal teknik dan bahan yang digunakan. Bahkan beberapa teknik menjadi lebih mudah dengan menggunakan kit yang diproduksi oleh suatu perusahaan sebagai contoh kit yang digunakan untuk isolasi DNA pada tumbuhan seperti Kit Nucleon Phytopure sedangkan untuk isolasi DNA pada hewan digunakan GeneJETTM Genomic DNA Purification Kit. Namun tahapan-tahapan isolasi DNA dalam setiap langkahnya memiliki protokol sendiri yang disesuaikan dengan keperluan. Penggunaan teknik isolasi DNA dengan kit dan manual memiliki kelebihan dan kekurangan. Metode konvensional memiliki kelebihan harga lebih murah dan digunakan secara luas sementara kekurangannya membutuhkan waktu yang relatif lama dan hasil yang diperoleh tergantung jenis sampel.
Tahap pertama dalam isolasi DNA adalah proses perusakan atau penghancuran membran dan dinding sel. Pemecahan sel (lisis) merupakan tahapan dari awal isolasi DNA yang bertujuan untuk mengeluarkan isi sel (Holme dan Hazel, 1998). Tahap penghancuran sel atau jaringan memiliki beberapa cara yakni dengan cara fisik seperti menggerus sampel dengan menggunakan mortar dan pestle dalam nitrogen cair atau dengan menggunakan metode freezing-thawing dan iradiasi (Giacomazzi et al., 2005). Cara lain yakni dengan menggunakan kimiawi maupun enzimatik. Penghancuran dengan menggunakan kimiawi seperti penggunaan detergen yang dapat melarutkan lipid pada membran sel sehingga terjadi destabilisasi membran sel (Surzycki, 2000). Sementara cara enzimatik seperti menggunakan proteinase K seperti untuk melisiskan membran pada sel darah (Khosravinia et al., 2007) serta mendegradasi protein globular maupun rantai polipeptida dalam komponen sel (Brown, 2010; Surzycki (2000).
Pada proses lisis dengan menggunakan detergen, sering digunakan sodium dodecyl sulphate (SDS) sebagai tahap pelisisan membran sel. Detergen tersebut selain berperan dalam melisiskan membran sel juga dapat berperan dalam mengurangi aktivitas enzim nuklease yang merupakan enzim pendegradasi DNA (Switzer, 1999). Selain digunakan SDS, detergen yang lain seperti cetyl trimethylammonium bromide (CTAB) juga sering dipakai untuk melisiskan membran sel pada isolasi DNA tumbuhan (Bettelheim dan Landesberg, 2007). Parameter keberhasilan dalam penggunaan CTAB bergantung pada beberapa hal. Pertama, Konsentrasi NaCl harus di atas 1.0 M untuk mencegah terbentuknya kompleks CTAB-DNA. Karena jumlah air dalam pelet sel sulit diprediksi, maka penggunaan CTAB sebagai pemecah larutan harus dengan NaCl dengan konsentrasi minimal 1.4 M. Kedua, ekstrak dan larutan sel yang mengandung CTAB harus disimpan pada suhu ruang karena kompleks CTAB-DNA bersifatinsolublepada suhu di bawah 15°C. Ketiga, penggunaan CTAB dengan kemurnian yang baik akan menentukan kemurnian DNA yang didapatkan dan dengan sedikit sekali kontaminasi polisakarida. Setelah ditambahkan CTAB, sampel diinkubasikan pada suhu kamar. Tujuan inkubasi ini adalah untuk mencegah pengendapan CTAB karena CTAB akan mengendap pada suhu 15°C. Karena efektivitasnya dalam menghilangkan polisakarida, CTAB banyak digunakan untuk purifikasi DNA pada sel yang mengandung banyak polisakarida seperti terdapat pada sel tanaman dan bakteri gram negatif seperti Pseudomonas, Agrobacterium, dan Rhizobium (Surzycki, 2000).
Dalam penggunaan buffer CTAB seringkali ditambahkan reagen-reagen lain seperti NaCl, EDTA, Tris-HCl, dan 2-mercaptoethanol. NaCl berfungsi untuk menghilangkan polisakarida sementara 2-mercaptoethanol befungsi untuk menghilangkan kandungan senyawa polifenol dalam sel tumbuhan (Ranjan et al., 2010). 2-mercaptoethanol dapat menghilangkan polifenol dalam sel tanaman dengan cara membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa polifenol yang kemudian akan terpisah dengan DNA (Lodhi et al., 1994). Senyawa polifenol perlu dihilangkan agar diperoleh kualitas DNA yang baik (Moyo et al., 2008). Polifenol juga dapat menghambat reaksi dari enzim Taq polimerase pada saat dilakukan amplifikasi. Disamping itu polifenol akan mengurangi hasil ektraksi DNA serta mengurangi tingkat kemurnian DNA (Porebskiet al., 1997). Penggunaan 2-mercaptoethanol dengan pemanasan juga dapat mendenaturasi protein yang mengkontaminasi DNA (Walker dan Rapley, 2008).
Konsentrasi dan pH dari bufer yang digunakan harus berada dalam rentang pH 5 sampai 12. Larutan buffer dengan pH rendah akan mengkibatkan depurifikasi dan mengakibatkan DNA terdistribusi ke fase fenol selama proses deproteinisasi. Sedangkan pH larutan yang tinggi di atas 12 akan mengakibatkan pemisahan untai ganda DNA. Fungsi larutan buffer adalah untuk menjaga struktur DNA selama proses penghancuran dan purifikasi sehingga memudahkan dalam menghilangkan protein dan RNA serta mencegah aktivitas enzim pendegradasi DNA dan mencegah perubahan pada molekul DNA. Untuk mengoptimalkan fungsi larutan buffer, dibutuhkan konsentrasi, pH, kekuatan ion, dan penambahan inhibitor DNAase dan detergen (Surzycki 2000).
Pada tahapan ekstraksi DNA, seringkali digunakan chelating agent seperti ethylenediamine tetraacetic acid (EDTA) yang berperan menginaktivasi enzim DNase yang dapat mendenaturasi DNA yang diisolasi, EDTA menginaktivasi enzim nuklease dengan cara mengikat ion magnesium dan kalsium yang dibutuhkan sebagai kofaktor enzim DNAse (Corkill dan Rapley, 2008). DNA yang telah diekstraksi dari dalam sel selanjutnya perlu dipisahkan dari kontaminan komponen penyusun sel lainnya seperti polisakarida dan protein agar DNA yang didapatkan memiliki kemurnian yang tinggi. Fenol seringkali digunakan sebagai pendenaturasi protein, ekstraksi dengan menggunakan fenol menyebabkan protein kehilangan kelarutannya dan mengalami presipitasi yang selanjutnya dapat dipisahkan dari DNA melalui sentrifugasi (Karp, 2008). Bettelheim dan Landesberg (2007) menyebutkan bahwa setelah sentrifugasi akan terbentuk 2 fase yang terpisah yakni fase organik pada lapisan bawah dan fase aquoeus (air) pada lapisan atas sedangkan DNA dan RNA akan berada pada fase aquoeus setelah sentrifugasi sedangkan protein yang terdenaturasi akan berada pada interfase dan lipid akan berada pada fase organik (Gambar 1). Selain fenol, dapat pula digunakan campuran fenol dan kloroform atau campuran fenol, kloroform, dan isoamil alkohol untuk mendenaturasi protein. Ekstrak DNA yang didapat seringkali juga terkontaminasi oleh RNA sehingga RNA dapat dipisahkan dari DNA ekstrak dengan cara pemberian RNAse (Birren, et al., 1997; Clark, 2010).
Gambar 1. Asam nukleat berada pada lapisan air setelah disentrifugasi
pada tahapan ekstraksi (Clark, 2010). klik gambar untuk memperbesar.
Asam nukleat adalah molekul hidrofilik dan bersifat larut dalam air. Disamping itu, protein juga mengandung residu hidrofobik yang mengakibatkan protein larut dalam pelarut organik. Berdasarkan sifat ini, terdapat beberapa metode deproteinisasi berdasarkan pemilihan pelarut organik. Biasanya pelarut organik yang digunakan adalah fenol atau kloroform yang mengandung 4% isoamil alkohol. Penggunaan kloroform isoamil alkohol (CIA) berdasarkan perbedaan sifat pelarut organik. Kloroform tidak dapat bercampur dengan air dan kemampuannya untuk mendeproteinisasi berdasarkan kemampuan rantai polipeptida yang terdenaturasi untuk masuk atau termobilisasi ke dalam fase antara kloroform – air. Konsentrasi protein yang tinggi pada fase antara tersebut dapat menyebabkan protein mengalami presipitasi. Sedangkan lipid dan senyawa organik lain akan terpisah pada lapisan kloroform (Clark, 2010).
Proses deproteinisasi yang efektif bergantung pada besarnya fase antara kloroform-air. Proses ini dapat dilakukan dengan membentuk emulsi dari air dan kloroform. Hal ini hanya dapat dilakukan dengan penggojogan atau sentrifugasi yang kuat karena kloroform tidak dapat bercampur dengan air. Isoamil alkohol berfungsi sebagai emulsifier dapat ditambahkan ke kloroform untuk membantu pembentukan emulsi dan meningkatkan luas permukaan kloroform-air yang mana protein akan mengalami presipitasi. Penggunaan kloroform isoamil alkohol ini memungkinkan untuk didapatkan DNA yang sangat murni, namun dengan ukuran yang terbatas (20.000–50.000 bp). Fungsi lain dari penambahan CIA ini adalah untuk menghilangkan kompleks CTAB dan meninggalkan DNA pada fase aquoeus. DNA kemudian diikat dari faseaquoeus dengan presipitasi etanol (Surzycki, 2000).
Setelah proses ekstraksi, DNA yang didapat dapat dipekatkan melalui presipitasi.Pada umumnya digunakan etanol atau isopropanol dalam tahapan presipitasi. Kedua senyawa tersebut akan mempresipitasi DNA pada fase aquoeus sehingga DNA menggumpal membentuk struktur fiber dan terbentuk pellet setelah dilakukan sentrifugasi (Switzer, 1999).Hoelzel (1992) juga menambahkan bahwa presipitasi juga berfungsi untuk menghilangkan residu-residu kloroform yang berasal dari tahapan ekstraksi.
Menurut Surzycki (2000), prinsip-prinsip presipitasi antara lain pertama, menurunkan kelarutan asam nukleat dalam air. Hal ini dikarenakan molekul air yang polar mengelilingi molekul DNA di larutan aquoeus. Muatan dipole positif dari air berinteraksi dengan muatan negatif pada gugus fosfodiester DNA. Interaksi ini meningkatkan kelarutan DNA dalam air. Isopropanol dapat bercampur dengan air, namun kurang polar dibandingkan air. Molekul isopropanol tidak dapat berinteraksi dengan gugus polar dari asam nukleat sehingga isopropanol adalah pelarut yang lemah bagi asam nukleat; kedua, penambahan isopropanol akan menghilangkan molekul air dalam larutan DNA sehingga DNA akan terpresipitasi; ketiga, penggunaan isopropanol dingin akan menurunkan aktivitas molekul air sehingga memudahkan presipitasi DNA.
Pada tahapan presipitasi ini, DNA yang terpresipitasi akan terpisah dari residu-residu RNA dan protein yang masih tersisa. Residu tersebut juga mengalami koagulasinamun tidak membentuk struktur fiber dan berada dalam bentuk presipitat granular.Pada saat etanol atau isopropanol dibuang dan pellet dikeringanginkan dalam tabung, maka pellet yang tersisa dalam tabung adalah DNA pekat.Proses presipitasikembali dengan etanol atau isopropanol sebelum pellet dikeringanginkan dapat meningkatkan derajat kemurnian DNA yang diisolasi (Bettelheim dan Landesberg, 2007). Keller dan Mark (1989) menerangkan bahwa pencucian kembali pellet yang dipresipitasi oleh isopropanol dengan menggunakan etanol bertujuan untuk menghilangkan residu-residu garam yang masih tersisa. Garam-garam yang terlibat dalam proses ekstraksi bersifat kurang larut dalam isopropanol sehingga dapat terpresipitasi bersama DNA, oleh sebab itu dibutuhkan presipitasi kembali dengan etanol setelah presipitasi dengan isopropanol untuk menghilangkan residu garam (Ausubel et al., 2003).
Setelah dilakukan proses presipitasi dan dilakukan pencucian dengan etanol, maka etanol kemudian dibuang dan pellet dikeringanginkan, perlakuan tersebut bertujuan untuk menghilangkan residu etanol dari pelet DNA. Penghilangan residu etanol dilakukan dengan cara evaporasi karena etanol mudah menguap (Surzycki, 2000). Pada tahap pencucian biasanya etanol dicampur dengan ammonium asetat yang bertujuan untuk membantu memisahkan kontaminan yang tidak diinginkan seperti dNTP dan oligosakarida yang terikat pada asam nukleat (Sambrook et al., 2001).
Setelah pellet DNA dikeringanginkan, tahap selanjutnya adalah penambahan buffer TE ke dalam tabung yang berisi pellet dan kemudian disimpan di dalam freezer dengan suhu sekitar -20ºC. Verkuil et al. (2008) menyatakan bahwa buffer TE dan penyimpanan suhu pada -20ºC bertujuan agar sampel DNA yang telah diekstraksi dapat disimpan hingga waktu berminggu-minggu. Keller dan Mark (1989) juga menjelaskan bahwa pelarutan kembali dengan buffer TE juga dapat memisahkan antara RNA yang mempunyai berat molekul lebih rendah dibandingkan DNA sehingga DNA yang didapatkan tidak terkontaminasi oleh RNA dan DNA sangat stabil ketika disimpan dalam keadaan terpresipitasi pada suhu -20ºC.
Gambar 2. Proses pufrifikasi DNA dengan menggunakan metode silika dan kolom kromatografi (a) proses pengikatan DNA ke silika dengan bantuan perubahan konsentrasi garam, (b) DNA dielusi untuk memperoleh DNA (Brown, 2010). Klik gambar untuk memperbesar.
Isolasi DNA juga dapat dilakukan dengan menggunakan kit yang sudah diproduksi oleh beberapa perusahan untuk mempermudah dan mempercepat proses isolasi DNA. Kit isolasi juga disesuaikan dengan kebutuhan oleh konsumen dan jenis sel yang akan digunakan. Berikut adalah bagan contoh isolasi DNA tanaman dengan menggunakan Kit Nucleon Phytopure yang disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Bagan isolasi DNA dengan menggunakan kit phytopure.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah:
1. Untuk mengetahui cara atau metode yang benar untuk memisahkan (mengisolasi) DNA dari buah-buahan.
2. Mengetahui keefektifan detergen dan buah yang dipakai untuk melakukan percobaan isolasi.
I.3 Waktu dan Tempat
Percobaan Isolasi DNA ini dilaksanakan pada hari Kamis, 13 Maret 2014 pukul 14.00-17.00 WITA bertempat di Laboratorium Biologi Dasar, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.
.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Studi mengenai eksistensi asam nukleat pertama kali dilakukan oleh Friedrich Miescher dari Jerman yang mengisolasi inti dari sel darah putih pada tahun 1869. Miescher menemukan bahwa di dalam inti sel tersebut terdapat senyawa yang mengandung fosfat yang kemudian dinamakan nuklein. Selanjutnya pada akhir abad ke-19 telah berhasil dilakukan pemisahan antara DNA (deoxyribonucleic acid) dan RNA (ribonucleic acid) dari protein-protein yang melekatkan molekul asam nukleat tersebut pada sel. Pada awal tahun 1930-an, P. Levene, W. Jacobs, dan kawan-kawan menunjukkan bahwa RNA tersusun atas satu gugus gula ribosa dan empat basa yang mengandung nitrogen, sementara DNA tersusun atas gula yang berbeda yaitu deoksiribosa (Yuwono, 2005).
Struktur molekul DNA pertama kali diungkapkan oleh James Watson dan Francis Crick pada tahun 1953 berdasarkan atas foto difraksi sinar X yang dibuat oleh Rosalind Franklin dan Maurice Wilkins. Berdasarkan atas data kimia dan fisik, Watson dan Crick membuat model struktur DNA yang disebut untai ganda (double helix) (Yuwono, 2005).
Untai ganda DNA tersusun oleh dua rantai polinukleotida yang berpilin. Kedua rantai mempunyai orientasi yang berlawanan (antiparalel): rantai yang satu mempunyai orientasi 5' 3', sedangkan rantai yang lain berorientasi 3' 5'. Kedua rantai tersebut berikatan dengan adanya ikatan hidrogen antara basa adenin (A) dengan thymine (T) dan antara guanine (G) dengan cytosine (C). Ikatan antara A—T berupa dua ikatan hidrogen, sedangkan antara G—C berupa tiga ikatan hidrogen sehingga ikatan G—C lebih kuat. Spesfikasi pasangan basa seperti ini disebut dengan komplementaritas (complementarity) (Yuwono, 2005).
Kerangka gula deoksiribosa dan fosfat yang menyusun DNA terletak di bagian luar molekul, sedangkan basa purin dan pirimidin terletak di sebelah dalam untaian (helix). Basa-basa purin dan pirimidin yang berpasangan terletak pada bidang datar yang sama dan tegak lurus terhadap aksis untaian DNA. Untaian DNA mempunyai dua lekukan (groove) eksternal yaitu lekukan besar (major groove) dan lekukan kecil (minor groove). Kedua lekukan tersebut mempunyai peranan sebagai tempat melekatnya molekul protein tertentu (Yuwono, 2005).
Ukuran molekul DNA bervariasi antara jasad yang satu dengan lainnya. Pada jasad prokariot variasinya tidak sebesar pada virus dan bakteriofag. Bahan genetik pada prokariot dan virus pada umumnya berupa satu molekul tunggal DNA (kecuali virus tertentu yang bahan genetiknya RNA). Sebaliknya, bahan genetik pada eukariot berupa beberapa molekul kromosom yang masing-masing berupa molekul DNA berukuran besar. Ukuran DNA pada eukariot, terutama eukariot tingkat tinggi belum diketahui secara pasti karena kompleksitasnya (Yuwono, 2005).
Struktur DNA prokariot berbeda dengan struktur DNA eukariot. DNA prokariot tidak memiliki protein histon dan berbentuk sirkular, sedangkan DNA eukariot berbentuk linear dan memiliki protein. Prinsip-prinsip dalam melakukan isolasi DNA ada 2, yaitu sentrifugasi dan presipitasi. Prinsip utama sentrifugasi adalah memisahkan substansi berdasarkan berat jenis molekul dengan cara memberikan gaya sentrifugal sehingga substansi yang lebih berat akanberada di dasar, sedangkan substansi yang lebih ringan akan terletak di atas. Teknik sentrifugasi tersebut dilakukan di dalam sebuah mesin yang bernama mesin sentrifugasi dengan kecepatan yang bervariasi (Kimball, 1992).
Isolasi DNA dapat dilakukan melalui tahapan-tahapan antara lain: preparasi sektrak sel, pemurnian DNA dari ektrak sel dan presipitasi DNA. Meskipun isolasi DNA dapat dilakukan dengan berbagai cara, akan tetapi pada setiap jenis atau bagian tanaman dapat memberikan hasil yang berbeda, hal ini karena adanya senyawa polifenol dan polisakarida dalam konsentrasi yang dapat menghambat pemurnian DNA (Agus dan Sjafaraenan, 2014).
Jika isolasi DNA dilakukan dengan sampel buah, maka kadar air yang pada masing-masing buah berbeda, dapat memberi hasil yang berbeda pula. Buah dengan kadar air tinggi akan menghasilkan isolat yang berbeda jika dibandingkan dengan buah berkadar air renda. Semakin tinggi kadar air maka sel yang terlarut di dalam ekstrak akan semakin sedikit, sehingga DNA yang terpresipitasi juga akan sedikit (Agus dan Sjafaraenan, 2014).
Proses isolasi DNA diawali dengan proses ekstraksi DNA. Hal ini bertujuan untuk memisahkan DNA dengan partikel lain yang tidak diinginkan. Proses ini harus dilakukan dengan hati-hati, sehingga tidak menyebabkan kerusakan pada dinding sel, membran sel membran plasma dan membran inti baik dengan cara mekanik maupun secara kimiawi. Cara mekanik bisa dilakukan dengan pemblenderan atau penggerus menggunakan mortar dan pistil. Sedangkan secara kimiawi dapat dengan pemberian yang dapat merusak membran sel dan membran inti, salah satunya adalah detergen (Agus dan Sjafaraenan, 2014).
Selain itu, secara kimia lisis dinding sel dapat dilakukan dengan menambahkan senyawa kimia seperti lisozim, EDTA (ethilendiamin tetraasetat), dan SDS (sodium dodesil sulfat). Dalam hal ini fungsi EDTA adalah sebagai perusak sel dengan cara mengikat magnesium. Ion ini berfungsi untuk mempertahankan integritas sel maupun mempertahankan aktivitas enzim nuklease yang merusak asam nukleat. Adapun SDS yang merupakan sejenis deterjen dapat digunakan untuk merusak membran sel. Ini semua menyebabkan sel menjadi lisis. Kotoran sel yang ditimbulkan akibat perusakan oleh EDTA dan SDS dibersihkan dengan cara sentrifugasi, sehingga yang tertinggal hanya molekul nukleotida (DNA dan RNA). Untuk menghilangkan protein dari larutan, digunakan phenol (mengikat protein dan sebagian kecil RNA) dan chloroform (membersihkan protein dan polisakarida dari larutan). Etanol berfungsi untuk memekatkan, memisahkan DNA dari larutan dan mengendapkan DNA (Muladno, 2002).
Penambahan detergen dalam isolasi DNA dapat dilakukan karena detergen dapat menyebabkan ruaknya membran sel, melalui ikatan yang dibentuk melalui sisi hidrofobik detergen dengan protein dan lemak pada membran membentuk senyawa "lipid protein-detergen kompleks". Senyawa tersebut dapat terbentuk karena protein dan lipid memiliki ujung hidrofilik dan hidrofobik, demikian juga dengan detergen sehingga dapat membentuk suatu ikatan kimia. Kemudian penambahan garam (NaCl) berfungsi untuk melarutkan DNA dan setelah itu diberikan ethanol dingin 96% untuk mengumpulkan/menggumpalkan DNA (Agus dan Sjafaraenan, 2014).
Elektroforesis DNA merupakan teknik untuk memisahkan sampel DNA berdasarkan atas ukuran (berat molekul) dan struktur fisik molekulnya. Gel yang biasa digunakan antara lain agarosa. Elektroforesis gel agarosa dapat dilakukan untuk memisahkan sampel DNA dengan ukuran dari beberapa ratus hingga 20.000 pasang basa (bp) (Dwidjoseputro, 1998).
Molekul DNA bermuatan negatif sehingga di dalam medan listrik akan bermigrasi melalui matriks gel menuju kutub positif (anode). Makin besar ukuran molekulnya, makin rendah laju migrasinya. Berat molekul suatu fragmen DNA dapat diperkirakan dengan membandingkan laju migrasinya dengan laju migrasi fragmen-fragmen molekul DNA standar (DNA marker) yang telah diketahui ukurannya. Visulisasi DNA selanjutnya dilakukan di bawah paparan sinar ultraviolet setelah terlebih dahulu gel dalam pembuatannya ditambahkan larutan etidium bromid. Cara lain untuk melihat visualisasi DNA adalah gel direndam di dalam larutan etidium bromid sebelum dipaparkan di atas sinar ultraviolet (Dwidjoseputro, 1998).
Jumlah DNA dicerminkan berat molekul bukan oleh volume. Untuk mengetahui jumlah DNA, maka DNA hasil isolasi harus dianalisis dengan spektrofotometer UV dengan panjang gelombang 256 nm (260 nm). Kualitas DNA yang berhubungan dengan kemurnian terhadap kontaminan protein dapat dilihat dari perbandingan absorbansi suspensi DNA pada panjang gelombang 260 nm terhadap 280 nm (Suharsono dan Widyastuti, 2006).
BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah pisau, mesin blender, timbangan, gelas aqua, pengaduk, penyaring (tissu / kapas / kertas saring), spatula, tabung reaksi, pipet tetes, dan mesin vortex.
III.2 Bahan
Bahan yang digunakan adalah buah tomat Solanum lypersium, buah pepaya Carica papaya, detergen Surf bubuk, detergen Rinso cair, sabun Bucream, aquades, garam dapur, dan etanol 96% dingin.
III.3 Prosedur Kerja
Adapun langkah-langkah kerja yang dilakukan dalam percobaan ini sebagai berikut:
1. Melarutkan detergen (Surf, Rinso dan Bucream) ke dalam 60 mL aquades diaduk pelan selama 15 menit.
2. Mengambil 100 grm daging buah ditambah 100 mL aquades dimasukkan ke dalam mesin blender, kemudian diblender selama 40 detik.
3. Mencampurkan 4 mL masing-masing larutan sabun dengan masing-masing 4 mL jus buah.
4. Menambahkan 1 spatula garam dapur kemudian diaduk selama 10 menit sampai diperoleh campuran yang homogen serta divortex.
5. Menyaring campuran yang dihasilkan sebelumnya sebanyak dua kali penyaringan.
6. 6 mL hasil penyaringan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan menambahkan 5 mL etanol 96 % dingin.
7. Mengamati proses timbulnya DNA, meliputi waktu yang diperlukan, warna, serta banyak sedikitnya DNA yang terbentuk.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Percobaan
Tabel Pengamatan
No.
Jenis Buah
Perlakuan
Hasil Pengamatan
Jumlah
Warna
Waktu
1
Tomat
Solanum lycopersium
Detergen Bubuk
Bening, ada endapan
Lambat
++
Detergen Cair
Bening
Sedang
+
Detergen Krim
Putih Bening
Lebih Cepat
+++
2
Pepaya
Carica papaya
Detergen Bubuk
Putih Kekuning-kuningan
Lebih Cepat
++++
Detergen Cair
Putih keruh
Lambat
+++
Detergen Krim
Putih susu
Sedang
++
IV.2 Pembahasan
Praktikum isolasi DNA ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh macam buah dan jenis deterjen terhadap kualitas DNA yang dihasilkan dalam proses isolasi. Sehingga dalam praktikum ini dibuat variabel kontrol pada jenis detergen dan jenis buah agar dapat mengetahui buah dan jenis detergen mana yang menghasilkan DNA paling bagus dan baik. Jenis buah yang digunakan adalah tomat Solanum lycopersicum sebagai contoh buah yang mengandung banyak air dan pepaya Carica papaya sebagai buah yang memiliki kandungan air tidak terlalu banyak. Sedangkan untuk detergen yang dipakai adalah detergen bubuk merk Surf, detergen cair merk Rinso, dan detergen krim merk BuCream.
Pada dasarnya prinsip isolasi DNA ada tiga yaitu pelisisan sel, ekstraksi dan pemurnian. Pada praktikum kali ini yang pertama-tama dilakukan ialah menghancurkan sampel buah dengan cara mekanik atau pemblenderan buah untuk melisis/ merusak dinding sel. Sementara itu dibuat pula larutan detergen dengan cara mencampurkan ketiga jenis detergen (Surf, Rinso dan Bucream) ke dalam aquades. Pengadukan dilakukan dengan hati-hati agar tidak terjadi banyak busa yang dapat menghalangi pengamatan.
Kemudian jus buah ditambahkan dengan larutan detergen. Penambahan larutan detergen berfungsi untuk melisis dinding sel tumbuhan yang terdapat dalam larutan sampel. Ini disebabkan karena sifat dari detergen sama dengan sifat dinding sel yang hidrofobik, sehingga terjadi ikatan diantara keduanya dan menyebabkan dinding sel rusak.
Lalu ditambahkan garam dapur dan diaduk. Pengisolasian DNA menggunakan garam dapur dengan tujuan untuk memekatkan DNA. Hal ini dapat terjadi karena ion Na+ yang dikandung oleh garam mampu membentuk ikatan dengan kutub negative pada ikatan fosfat DNA. Saat ion Na+ garam berikatan dengan fosfat, pada saat itulah DNA akan berkumpul.
Selanjutnya larutan disaring dengan kertas saring sebanyak dua kali penyaringan untuk memisahkan serat-serat yang kasar dengan yang halus, sehingga didapatkan sampel berupa cairan yang tidak terlalu kental.
Hasil penyaringan tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah etanol 96 % dingin yang berfungsi membantu proses pengendapan terhadap organel-organel yang sudah keluar dari sel atau memisahkan bagian-bagian yang terurai tersebut berdasarkan berat molekul. Ethanol berperan dalam pengumpulan dan penggumpalan DNA karena sifatnya yang dingin.
Kemudian setelah diamati proses timbulnya DNA, meliputi waktu yang diperlukan, warna, serta banyak sedikitnya DNA yang terbentuk. Maka hasil yang didapatkan yaitu larutan yang paling cepat membentuk gumpalan DNA adalah tomat+Bukrim dan tomat+Surf.
Hal ini bertolak belakang dengan teori yang menyatakan bahwa buah pepaya akan lebih banyak menghasilkan gumpalan DNA karena memiliki kandungan air yang lebih sedikit daripada tomat sehingga DNA yang terpresipitasi lebih banyak pada buah pepaya.
Kenyataan ini juga tidak sejalan dengan anggapan detergen yang paling baik digunakan untuk isolasi DNA adalah detergen bubuk, kemudian detergen cair, lalu detergen krim. Dari hasil tersebut maka yang dapat disimpulkan bahwa tomat dan BuCream paling banyak menghasilkan DNA. Dan dari ketiga jenis deterjen yang digunakan, yang paling sedikit menghasilkan DNA adalah deterjen Rinso. Larutan dengan deterjen bubuk Surf dan Bu krim menghasilkan DNA dengan jumlah yang cukup banyak. Namun ketiga jenis deterjen tersebut tidak dapat dibandingkan mana yang lebih baik dalam mengisolasi DNA karena pada setiap perlakuan menunjukkan hasil yang relatif sama.
Kemungkinan terdapat kesalahan pada saat dilakukan pemblenderan buah pepaya yang terlalu lama dan terlalu halus sehingga DNA yang didalamnya tercabik-cabik hancur dan menyebabkan kegagalan pada saat pada isolasi DNA. Selain itu pada saat proses penyaringan dan penambahan ethanol terjadi kehabisan bahan dan karenanya terdapat sebagian percobaan yang belum tuntas dan menggunakan bahan pengganti yang terbatas kapasitasnya dibandingkan bahan yang semestinya digunakan dalam praktikum.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah:
1. Untuk melakukan isolasi DNA metode atau teknik yang digunakan pada dasarnya ada tiga yaitu: pelisisan sel, ekstraksi, dan pemurnian. Pelisisan dapat dilakukan dengan cara mekanik maupun kimia, salah satunya dengan cara diblender dan dicampur larutan detergen. Ekstraksi dapat dilakukan dengan penambahan garam dapur (NaCl) dan pemurnian salah satu metodenya adalah dengan memberikan larutan ethanol dingin 96%.
2. Jenis detergen dan buah yang dipakai untuk melakukan isolasi DNA sangat berpengaruh pada DNA yang dihasilkan.
V.2 Saran
Adapun saran untuk praktikum ini sebaiknya alat dan bahan laboratorium ditambah untuk mencegah terjadinya kekurangan bahan yang dapat mengakibatkan keasalahan dan kurang akuratnya hasil yang didapatkan pada praktikum ini.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, Rosana dan Sjafaranain. 2014. Penuntun Praktikum Genetika. Makassar.
Dwidjoseputro. 1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.
Kimball, J. John. 1992. Biologi. Erlangga. Jakarta.
Muladno. 2002. Seputar Teknologi Rekayasa Genetika. Pustaka Wirausaha Muda dan USESE Foundation. Bogor.
Suharsono dan Widyastuti, Utut. 2006. Pelatihan Singkat Teknik Dasar Pengklonan Gen. IPB Press. Bogor.
Yuwono, Triwibowo. 2005. Biologi Molekular. Erlangga. Jakarta.