TUGAS MAKALAH KESEHATAN
THYPUS (TIFUS ABDOMINALIS)
Dosen Pengampu: Prof. Dr Tri Nur Kristina, Mkes, PhD
Disusun Oleh:
1. Adip NIM H2A0120
2. Alvian NIM H2A0120
3. Farah Nida Adillah NIM H2A012066
4. Leila NIM H2A0120
5. Sylviana Puspitasari F NIM H2A012025
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
Tahun Akademik 2012/2013
KATA PENGANTAR
Assalamu'alaikum wr. wb.
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat-Nya karena hanya dengan izin, bimbingan dan ridho-Nyalah sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul "tipes atau thypus
abdominalis" ini tepat pada waktunya.
Kami menyadari bahwa untuk mewujudkan makalah yang baik sepenuhnya
masih banyak terdapat kelemahan dan kekurangan dalam penyusunan makalah
ini, baik dari isi maupun penulisannya. Untuk itu kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun senantiasa kami harapkan demi
penyempurnaan makalah ini di masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya atas segala bantuan semua pihak sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.
Semarang, September 2012
Penulis
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL
............................................................................
....... i
KATA PENGANTAR
..........................................................................
ii
DAFTAR ISI
............................................................................
........... iii
BAB I : PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Permasalahan
............................................... 1
I.2 Rumusan Permasalahan
I.3 Tujuan Permasalahan
BAB II : ISI
II.1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit ini masih bersifat endemi di Indonesia, dapat dijumpai sepanjang
tahun tanpa pravelensi seks tertentu, dan sering menyerang kelompok usia
sekolah dan dewasa muda. Setiap penderita dengan riwayat demam lebih dari 5
hari, dan terutama dirasakan pada sore hari, harus dicurigai menderita
tifus abdominalis (demam tifoid)
Tipes atau thypus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) ialah
penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan (pada
usus halus) dan terkadang pada aliran darah, dengan gejala demam yang lebih
dari satu minggu, gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran yang
disebabkan oleh kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B dan
C, selain ini dapat juga menyebabkan gastroenteritis (keracunan makanan)
dan septikemia (tidak menyerang usus).
Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama Tipes atau thypus,
tetapi dalam dunia kedokteran disebut TYPHOID FEVER atau Thypus
abdominalis, karena berhubungan dengan usus pada perut.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan tipes atau tifus abdominalis?
2. Bagaimana terjadinya tipes atau tifus abdominalis?
3. Apa gejala yang terjadi pada penderita tipes atau tifus abdominalis?
4. Bagaimana cara pengobatan tipes atau tifus abdominalis?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui penyabab dan gejala tipes atau tifus abdominalis
2. Mengetahui diagnosa dan terapi untuk tipes atau tifus abdominalis
BAB II ISI
II.1 Definisi
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada
saluran cerna, gangguan kesadaran, dan lebih banyak menyerang pada anak
usia 12 – 13 tahun ( 70% – 80% ), pada usia 30 – 40 tahun ( 10%-20% ) dan
diatas usia pada anak 12-13 tahun sebanyak ( 5%-10% ). (Mansjoer, Arif
1999).
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan
pencernaan dan gangguan kesadaran.
Pada paratipus – jenis tipus yang lebih ringan – mungkin sesekali
mengalami buang-buang air. Jika diamati, lidah tampak berselaput putih
susu, bagian tepinya merah terang. Bibir kering, dan kondisi fisik tampak
lemah, serta nyata tampak sakit. Jika sudah lanjut, mungkin muncul gejala
kuning, sebab pada tipus organ hati bisa membengkak seperti gejala
hepatitis. Pada tipus limpa juga membengkak.
Kuman tipus tertelan lewat makanan atau minuman tercemar. Bisa jadi
sumbernya dari pembawa kuman tanpa ia sendiri sakit tipus. Kuman bersarang
di usus halus, lalu menggerogoti dinding usus. Usus luka, dan sewaktu-waktu
tukak tipus bisa jebol, dan usus jadi bolong.
Ini komplikasi tipus yang paling ditakuti. Komplikasi tipus umumnya
muncul pada minggu kedua demam. Yaitu jika mendadak suhu turun dan disangka
sakitnya sudah menyembuh, namun denyut nadi meninggi, perut mulas melilit,
dan pasien tampak sakit berat. Kondisi begini membutuhkan pertolongan gawat
darurat, sebab isi usus yang tumpah ke rongga perut harus secepatnya
dibersihkan. Untuk tahu benar kena tipus harus periksa darah. Setelah
minggu pertama demam tanda positif tipus baru muncul di darah (Uji Widal).
Pembawa kuman ini berbahaya jika profesinya pramusaji atau orang yang
kerjanya menyiapkan makanan dan minuman jajanan (food handler). Sekarang
tipus bisa dicegah dengan imunitas tipus. Penyakit tipus di Indonesia masih
banyak. Mereka yang punya risiko tertular, tidak salahnya ikut vaksinasi.
Penyakit Tipus atau dalam bahasa kedokteran dikenal dengan Typhus
Abdominalis (typhoid) disebabkan oleh sejenis kuman yang disebut dengan
Typhoid Bacillus. Kuman ini menyerang jaringan- jaringan getah bening.
Penyakit ini sering menyerang pada anak yang berumur diatas 2 tahun.
Walaupun sebenarnya tidak termasuk sebagai penyakit yang berbahaya, namun
seringkali membuat para orang tua khawatir karena gejala yang mengikuti
penyakit tipus ini yang biasanya juga bisa mengakibatkan dehidrasi serta
radang otak bila tidak ditangani dengan benar.
Bakteri tifoid ditemukan di dalam tinja dan air kemih penderita.
Penyebaran bakteri ke dalam makanan atau minuman bisa terjadi akibat
pencucian tangan yang kurang bersih setelah buang air besar maupun setelah
berkemih.
Lalat bisa menyebarkan bakteri secara langsung dari tinja ke makanan.
Bakteri masuk ke dalam saluran pencernaan dan bisa masuk ke dalam
peredaran darah. Hal ini akan diikuti oleh terjadinya peradangan pada usus
halus dan usus besar.
Pada kasus yang berat, yang bisa berakibat fatal, jaringan yang terkena
bisa mengalami perdarahan dan perforasi (perlubangan).
Sekitar 3% penderita yang terinfeksi oleh Salmonella typhi/thyposa dan
belum mendapatkan pengobatan, di dalam tinjanya akan ditemukan bakteri ini
selama lebih dari 1 tahun.
Beberapa dari pembawa bakteri ini tidak menunjukkan gejala-gejala dari
demam tifoid.
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari
penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer,
1998 ).
II.2 Etiologi
Salmonella thyposa, basil gram negatif yang bergerak dengan rambut
getar, tidak bersepora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen
yaitu :
- antigen 0 (somatik, terdiri dari zat kompleks liopolisakarida)
- antigen H (flagela), dan
- antigen V1 dan protein membrane hialinSalmonella parathypi A
Dalam serum penderita terdapat zat anti (aglutinin) terhadap ketiga
macam antigen tersebut.
A. Epidomiologi
Di Indonesia terdapat dalam keadaan endemik. Penderita anak yang
ditemukan biasanya berumur diatas satu tahun . sebagian besar dari
penderita (80%) yang dirawat di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI – RSCM
Jakarta berumur di atas 5 tahun
B. Patogenesis
Infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap di usus halus
melalui pembuluh limfe halus masuk ke dalam peredaran darah sampai di organ-
organ terutama hati dan limpa. Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak
dalam hati dan limpa sehingga organ-organ tersebut akan membesar disertai
nyeri pada perabaan. Kemudian basil masuk kembali ke dalam darah
(bakteremia) dan menyebar keseluruh tubuh terutama kedalam kelenjar limfoid
usus halus, menimbulkan tukak berbentuk lonjong oada mukosa di atas plak
Peyeri. Tukak tersebut dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus.
Gejala demam disebabkan oleh endositoksin sedangkan gejala pada saluran
pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus.
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara,
yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku),
Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman
salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui
perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi
oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan
kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman
salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian
kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam
lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai
jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu
masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial
Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam
sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa,
usus halus dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh
endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa
endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid.
Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses
inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi
dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh
leukosit pada jaringan yang meradang.
C. Gejala
Biasanya gejala mulai timbul secara bertahap dalam wakatu 8-14 hari
setelah terinfeksi. Gejalanya bisa berupa demam, sakit kepala, nyeri sendi,
sakit tenggorokan, sembelit, penurunan nafsu makan dan nyeri perut.Kadang
penderita merasakan nyeri ketika berkemih dan terjadi batuk serta
perdarahan dari hidung.
Jika pengobatan tidak dimulai, maka suhu tubuh secara perlahan akan
meningkat dalam waktu 2-3 hari, yaitu mencapai 39-40?Celsius selama 10-14
hari. Panas mulai turun secara bertahap pada akhir minggu ketiga dan
kembali normal pada minggu keempat. Demam seringkali disertai oleh denyut
jantung yang lambat dan kelelahan yang luar biasa. Pada kasus yang berat
bisa terjadi delirium, stupor atau koma. Pada sekitar 10% penderita timbul
sekelompok bintik-bintik kecil berwarna merah muda di dada dan perut pada
minggu kedua dan berlangsung selama 2-5 hari.
Panas badan yang semakin hari bertambah tinggi, terutama pada sore dan
malam hari. Terjadi selama 7-10 hari, kemudian panasnya menjadi konstan dan
kontinyu. Umumnya paginya sudah merasa baikan, namun ketika menjelang malam
kondisi mulai menurun lagi.
Pada fase awal timbul gejala lemah, sakit kepala, infeksi tenggorokan,
rasa tidak enak di perut, sembelit atau terkadang sulit buang air besar,
dan diare.
Pada keadaan yang berat penderita bertambah sakit dan kesadaran mulai
menurun.
Timbul demam berlahan - lahan yang dimulai dari rasa tidak enak badan dan
berkurangnya nafsu makan selama beberapa hari
Setelah 5 - 7 hari baru muncul demam tinggi yang bahkan bisa mencapai
40 derajat celcius
Terdapat keluhan susah buang air besar karena yang diserang adalah
saluran cerna. Dalam kasus tertentu, penderita tidak bisa melakukan buang
air besar sampai seminggu
Denyut jantung terasa melambat
Ada kemungkinan terjadi ruam pada permukaan kulit
D. Gejala klinis
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika
dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10 – 20 hari
yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang
terlama sampai 30 hari jika infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi
mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu
nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat.
Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu :
1. Demam
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlansung dalam 3 minggu.
Bersifat febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu
pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari,
biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan
malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam
keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu badan berangsur-angsur
turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan
pecah-pecah (ragaden). Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated
tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada
abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati
dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam,
yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau
gelisah.
Di samping gejala-gejala yang biasa ditemukan tersebut, mungkin pula
ditemukan gejala lain. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan
roseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler
kulit. Biasanya ditemukan dalalm minggu pertama demam. Kadang-kadang
ditemukan bradikardia pada anak besar dan mungkin ditemukan epistaksis.
E. Relaps (Kambuh)
Yaitu keadaan berulangnya gejala penyakit tifus abdominalis, akan
tetapi berlangsung lebih ringan dan lebih singkat. Terjadi dalam minggu
kedua setelah suhu badan normal kembali. Terjadinya sukar diterangkan,
seperti halnya keadaan kekebalan alam, yaitu tidak pernah menjadi sakit
walaupun mendapat infeksi yang cukup berat.
Menurut teori, relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-
organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti.
Mungkin pula terjadi pada waktu penyembuhan tukak, terjadi invasi basil
bersamaan dengan pembentukan jaringan-jaringan fibroblas.
F. Komplikasi
Sebagian besar penderita mengalami penyembuhan sempurna, tetapi bisa
terjadi komplikasi, terutama pada penderita yang tidak diobati atau bila
pengobatannya terlambat:
- Banyak penderita yang mengalami perdarahan usus; sekitar 2% mengalami
perdarahan hebat. Biasanya perdarahan terjadi pada minggu ketiga.
- Perforasi usus terjadi pada 1-2% penderita dan menyebabkan nyeri perut
yang hebat karena isi usus menginfeksi ronga perut (peritonitis).
- Pneumonia bisa terjadi pada minggu kedua atau ketiga dan biasanya
terjadi akibat infeksi pneumokokus (meskipun bakteri tifoid juga bisa
menyebabkan pneumonia).
- Infeksi kandung kemih dan hati.
- Infeksi darah (bakteremia) kadang menyebabkan terjadinya infeksi
tulang (osteomielitis), infeksi katup jantung (endokarditis), infeksi
selaput otak (meningitis), infeksi ginjal (glomerulitis) atau infeksi
saluran kemih-kelamin.
- Pada sekitar 10% kasus yang tidak diobati, gejala-gejala infeksi awal
kembali timbul dalam waktu 2 minggu setelah demam mereda.
Dapat terjadi pada:
1. Usus halus
Umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal, yaitu:
a. Perdarahan usus. Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan
pemeriksaan tinja dengan benzidin. Bila perdarahan banyak
terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyeri
perut dengan tanda-tanda renjatan.
b. Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelah
itu dan terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak
disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara
di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat
udara di antara hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen
yang dibuat dalam keadaan tegak.
c. Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi
tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut yaitu nyeri
perut yang hebat, dinding abdomen tegang (defense musculair) dan
nyeri pada tekanan.
2. Komplikasi di luar usus
Terjadi karena lokasi peradangan akibat sepsis (bakteremia) yaitu
meningitis, kolesistitis, ensefelopati dan lain-lain. Terjadi karena
infeksi sekunder, yaitu bronkopneumonia.
Dehidrasi dan asidisi dapat timbul akibat masukan makanan yang
kurang dan perspirasi akibat suhu tubuh yang tinggi.
G. Diagnosis kerja
Dari anamnesis dan pemeriksaan jasmani dapat dibuat diagnosis
'Observasi tifus abdominalis'
Untuk memastikan diagnosis perlu dikerjakan pemeriksaan laboratorium
sebagai berikut:
1. Pemeriksaan yang berguna untuk menyokong diagnosis
a. Pemeriksaan darah tepi.
Terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relatif dan
aneosinosinofilia pada permulaan sakit. Mungkin terdapat anemia dan
trombosittopenia ringan. Pemeriksaan darah tepi ini sederhana,
mudah dikerjakan di laboratorium yang sederhana, mudah dikerjakan
di laboratorium yang sederhana akan tetapi berguna untuk membantu
diagnosis yang cepat.
b. Pemeriksaan sumsung tulang
Dapat digunakan untuk menyokong diagnosis. Pemeriksaan ini tidak
termasuk pemeriksaan rutin yang sederhana. Terdapat gambaran sumsum
tulang berupa hiperaktifRES dengan adanya sel makrofag, sedangkan
sistem eritropoesis, granulopoesis dan trombopoesis berkurang.
2. Pemeriksaan laboratorium untuk membuat diagnosis.
Biakan empedu untuk menemukan salmonella typhosa dan pemeriksaan widal
ialah pemeriksaan yang dapat dipakai untuk membuat diagnosis tifus
abdominalis yang pasti. Kedua pemeriksaan tersebut perlu dilakukan
pada waktu masuk dan setiap minggu berikutnya.
a. Biakan empedu
Basil samonella typhosa dapat ditemukan dalam darah penderita
biasanya dalam minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering
ditemukan dalam urin dan feses dan mungkin akan tetap positif untuk
waktu yang lama. Oleh karena itu pemeriksaan yang positif dari
contoh darah digunakan untuk menegakkan diagnosis, sedangkan
pemeriksaan negatif dari contoh urin dan feses 2 kali berturut-
turut digunakan untuk menentukan bahwa penderitatelah benar-benar
sembuh dan tidak menjadi pembawa kuman (karier).
b. Pemeriksaan widal
Dasar pemeriksaan ialah reaksi aglutinasi yang terjadi bila serum
penderita dicampur dengan suspensi antigen salmonella typhosa.
Pemeriksaan yang positif ialah bila terjadi reaksi aglutinasi.
Dengan jalan mngencerkan serum, maka kadar zat anti dapat
ditentukan, yaitu pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan
reaksi aglutinasi. Untuk membuat diagnosis yang diperlukan ialah
titer zat anti terhadap antigen O. Titer yang bernilai 1/200 atau
lebih dan atau menunjukkan kenaikan yang progresif digunakan untuk
membuat diagnosis. Titer tersebut mencapai puncaknnya bersamaan
dengan penyembuhan penderita. Titer terhadap antigen H tidak
diperlukan untuk diagnosis, karena dapat tetap tinggi setelah
mendapat imunisasi atau bila penderita telah lama sembuh. Tidak
selalu pemeriksaan Widal positif walaupun penderita sungguh-sungguh
menderita tifus abdominalis sebagaimana terbukti pada autopsi
setelah penderita meninggal dunia.
Sebaiknya titer dapat positif karena keadaan sebagai berikut:
1) Titer O dan H tinggi karena terdapatnya aglutinin normal, karena
infeksi basil coli patogen dalam usus.
2) Pada neonatus, zat anti tersebut diperoleh dari ibunya melalui
tali pusat
3) Terdapatnya infeksi silang dengan rickettsia (Weil Felix)
4) Akibat imunisasi secara alamiah karena masukya basil peroral
atau pada keadaan infeksi subklinis.
H. Diagnosis banding
Bila terdapat demam yang lebih dari 1 minggu sedangkan penyakit yang
dapat menerangkan penyebab demam tersebut belum jelas, perlulah di
pertimbangkan pula selaintifus abdominalis, penyakit-penyakit sebagai
berikut : paratifoid A, B, dan C, influenza, malaria, tuberkulosis,
dengue, pneumonia lobaris dan lain-lain.
I. Pencegahan
Untuk mencegah agar seseorang terhindar dari penyakit ini kini sudah
ada Vaksin Tipes atau Tifoid yang disuntikkan atau secara minum obat
dan dapat melindungi seseorang dalam waktu 3 tahun.
Vaksin tifus per-oral (ditelan) memberikan perlindungan sebesar 70%.
Vaksin ini hanya diberikan kepada orang-orang yang telah terpapar oleh
bakteri Salmonella typhi dan orang-orang yang memiliki resiko tinggi
(termasuk petugas laboratorium dan para pelancong).
Para pelancong sebaiknya menghindari makan sayuran mentah dan makanan
lainnya yang disajikan atau disimpan di dalam suhu ruangan.
Sebaiknya mereka memilih makanan yang masih panas atau makanan yang
dibekukan, minuman kaleng dan buah berkulit yang bisa dikupas.
Atau dapat dengan cara :
o Usaha terhadap lingkungan hidup :
Penyediaan air minum yang memenuhi
Pembuangan kotoran manusia (BAK dan BAB) yang hygiene
Pemberantasan lalat.
Pengawasan terhadap rumah-rumah dan penjual makanan.
o Usaha terhadap manusia.
Imunisasi
Pendidikan kesehatan pada masyarakat : hygiene sanitasi
personal hygiene
J. Pengobatan
Penderita yang dirawat dengan diagnosis observasi tifus abdominalis
harus dianggap dan diperlukan langsuung sebagai penderita tifus
abdominalis dan diberikan pengobatan sebagai berikut:
1. Isolasi penderita dan desinfeksi pakaian dan ekskreta.
2. Perawatan yang baik untuk menghhindarkan komplikasi, mengingat sakit
yang lama, lemah dan anoreksia dan lain-lain.
3. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu normal kembali, yaitu
istirahat mutlak, berbaring terus di tempat tidur. Seminggu kemudian
boleh duduk dan selanjutnya boleh berdiri dan berjalan.
4. Diet. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi
protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak
merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas. Susu 2 kali satu gelas
sehari perlu diberikan. Jenis makanan untuk penderita deengan
kesadaran menurun ialah makanan cair yang dapat diberikan diberikan
melalui pipa lambung. Bila anak sadar dan nafsu makan baik, maka
dapat diberikan makanan lunak.
5. Obat pilihan ialah kloramfenikol, kecuali bila penderita tidak
serasi dapat diberikan obat lain misalnya ampisilin, kotrimoksazol
dan lain-lain. Dianjurkan pemberian kloramfenikol dengan dosis yang
tinggi, yaitu 100mg/kgbb/hari, diberikan 4 kali sehari peroral atau
intramuskulus atau intravena bila diperlukan
Pemberian kloramfenikol dosis tinggi tersebut memberikan manfaat
yaitu waktu perawatan dipersingkat dan relaps tidak terjadi. Akan
tetapi mungkin pembentukan zat anti kurang, oleh karena basil
terlalu cepat dimusnahkan. Penderita yang dipulangkan perlu
diberikan suntikan vaksin Tipa.
6. Bila terdapat komplikasi harus diberikan terapi yang sesuai.
Misalnya pemberian cairan intravena untuk penderita dengan dehidrasi
dan asidosis. Bila terdapat bronkopneumonia harus ditambahkan
penisilin dan lain lain.
K. Prognosis
Umumnya prognosis tifus abdominalis pada anak baik asal penderitacepay
berobat. Mortalitas pada penderita yang dirawat ialah 6%. Prognosis
menjadi kurang baik atau buruk bila terdapat gejala klinis yang berat
seperti:
1. Panas tinggi (hiperpireksia) atau febris kontinua.
2. Kesadaran menurun sekali yaitu sopor, koma atau delirium.
3. Terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis,
peritonitis, bronkopneumonia dan lain-lain.
4. Keadaan gizi penderita buruk (malnutrisi energi protein).
BAB III : PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Dari pembahasan dalam makalah ini, kesimpulan penulis adalah sebagai
berikut. Tipes adalah