RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI PAKAN LOKAL BSPGL (Blok Suplemen Pakan Gula Lontar)
OLEH: KELOMPOK III
Marselinus Hambakodu Paulus J. Bau Unsain
Umbu Neka Jara Woli
Onisimus Kikhau
Daniel Ndara Danga
PRODI ILMU PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG 2013
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pakan ternak merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam usaha budidaya ternak. Kebutuhan pakan ternak meliputi jenis, jumlah dan kualitas bahan pakan yang diberikan kepada ternak secara langsung akan dapat mempengaruhi tingkat produksi dan produktifitas ternak yang dipelihara. Tingkat keuntungan yang diperoleh dari usaha budidaya ternak sangat dipengaruhi oleh total biaya pakan yang dikeluarkan, dimana biaya pakan dapat mencapai 60 - 70 % dari seluruh biaya produksi yang diperlukan untuk usaha budidaya ternak. Ketergantungan peternak pada penggunaan pakan jadi yang diproduksi oleh perusahaan pakan masih tinggi, dimana sebagian besar bahan pakan tersebut masih diimpor. Apabila terjadi fluktuasi kenaikan harga bahan pakan, akan mengakibatkan tingginya harga pakan jadi. Penyediaan pakan yang murah, dari bahan pakan lokal yang tersedia secara terus menerus di sekitar tempat usaha budidaya serta dapat memenuhi kebutuhan gizi ternak, perlu diupayakan untuk memperoleh keuntungan yang maksimal dalam menunjang keberhasilan usaha budidaya yang dilakukan. Pembangunan pabrik pakan ternak skala kecil pada tingkat kelompok sangat diperlukan karena akan sangat menunjang usaha budidaya peternakannya. Hal penting yang perlu diperhatikan dalam memproduksi pakan bukan hanya pada aspek kualitas saja, tetapi perlu diperhatikan juga aspek ekonomis, dimana pakan yang dihasilkan dapat terjangkau oleh kemampuan peternak. Agar pakan dapat tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau, maka pemerintah maupun swasta terus melakukan upaya-upaya pembangunan pabrik pakan skala kecil.
1.2 Tujuan Adapun nyang menjadi tujuan dari npenyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui kelayakan usaha industri pakan lokal BSPGL (Blok Suplemen Pakan Gula Lontar) di Kabupaten Belu dan sebagai bentuk perencanaan pendirian industri pakan skala kecil.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Industri Pakan Industri pakan adalah sebuah usaha untuk menghasilkan pakan termasuk semua aktifitas seperti penyediaan bahan baku pakan, penanganan dan penyimpanan bahan baku pakan, pengolahan bahan baku menjadi bahan pakan jadi, penyimpanan bahan jadi, uji mutu bahan baku dan bahan jadi, transportasi, dan cara-cara melakukan pemasaran bahan jadi
2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Berdirinya Suatu Industri Pakan Faktor-faktor yang mempengaruhi berdirinya suatu industri pakan yaitu 1. Kebijakan Pemerintah. Pemerintah banyak mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam bentuk peraturan pemerintah untuk melindungi industri pakan dan konsumen atau usaha peternakan, sangat menentukan maju mundurnya usaha industri pakan dan usaha peternakan. Contoh : Pemerintah membuat aturan tentang pembebasan atau keringanan bea masuk untuk impor tepung ikan dan bunghkil kedele, serta aturan tentang quality control untuk melindungi usaha peternakan. Di negara-negara maju campur tangan pemerintah semakin kecil sedangkan di negara-negara berkembang seperti Indonesia sangat diperlukan untuk melindungi industri pakan skala kecil. 2. Budaya dan Agama. Budaya dan agama di suatu daerah akan menentukan jenis ternak yang akan diusaha kan, seperti di daerah Timur Tengah, khususnya di Arab dan Israel atau di daerah-daerah yang mayoritas penduduknya beragama muslim dan yahudi usaha ternak babi tidak diperbolehkan sehingga industri pakan yang menghasilkan pakan untuk ternak babi tidak akan berkembang. 3. Konsumen Konsumen industri pakan adalah peternak.
Antara industri pakan dan peternak
mungkin dipisahkan oleh jarak tetapi mereka dipertemukan dalam suatu pasar karena adanya aktifitas penawaran dan permintaan. Pengaruh konsumen atau peternak terhadap
industri pakan hanya terlihat mungkin pada salah satu unit kegiatan di dalam industri pakan sehingga tidak mempengaruhi industri pakan secara keseluruhan.
2.3 Kelayakan Usaha Industri Pakan Analisis finansial bertujuan untuk mengetahui kelayakan suatu usaha. Ada 3 kriteria yang sering digunakan yaitu : 1. Payback periode Payback Periode juga disebut masa pembayaran kembali yang dihitung mulai pabrik menghasilkan sampai seluruh ongkos pabrik tertutup oleh net cash inflow yang diterima. 2. R / C Ratio Return Cost Ratio (R/C) adalah perbandingan nisbah antara penerimaan dan biaya. Semakin tinggi penerimaan semakin tinggi pula pendapatan yang diterima. 3. Break Event Point ( BEP ) Break Event Point atau biasa disebut dengan analisis titik impas adalah suatu biaya sama dengan beasarnya penerimaan hasil penjualan produk, sehingga pada titik tersebut keuntungannya adalah nol atau dengan kata lain adalah suatu analisis untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variable, keuntungan dan volum kegiatan. 4. Net Present Value ( NPV ) Net Present Value digunakan untuk menghitung selisih antara nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih operasional di masa yang akan datang. Net Present Value adalah salah satu cara untuk menilai investasi dengan jalan menghitung nilai saat ini dari keseluruhan aliran kas dengan nilai saat ini dari pengeluaran modal investasi. 5. Internal Rate Return ( IRR ) Internal Rate of Return adalah tingkat bunga yang menunjukkan bahwa NPV sama dengan jumlah seluruh ongkos investasi proyek.
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan suatu bahan pakan Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan antara lain tingkat pendapatan; semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang maka semakin tinggi pula permintaan terhadap suatu barang dan semakin tinggi jumlah penduduk semakin tinggi pula permintaan terhadap suatu
barang. Dalam hal tingginya pendapatan terhadap permintaan bahan pakan diartikan bahwa apabila dalam suatu usaha peternakan berbasis komersil maka kebutuhan suatu produk pakan akan semakin tinggi guna meningkatkan produktivitas ternak yang diusahakannya. Hal ini dapat ditunjang bila pengusaha ternak mempunyai tingkat pendapatan yang cukup tinggi. Sedangkan dari segi jumlah penduduk terlihat nyata bahwa semakin tinggi jumlah penduduk suatu wilayah maka akan semakin tinggi permintaan terhadap suatu produk. Di Indonesia permintaan produk pangan asal ternak meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk. Untuk memenuhi permintaan ini maka perlunya peningkatan jumlah produksi ternak yang kemudian berdampak pula pada meningkatnya jumlah permintaan bahan pakan
2.5 Pemasaran Hubungan antara industri pakan dan konsumen terjadi melalui satu sistem pemasaran atau jalur tataniaga. Dalam ilmu ekonomi jalur pemasaran ada 3 macam, yaitu : a. Sistem Pemasaran Monopoli. Banyak industri pakan menghasilkan produk yang sama yaitu pakan ternak tetapi mutunya tidak mungkin sama sehingga industri pakan yang memiliki produk dengan mutu yang baik akan menguasai pasar, seperti di Indonesia banyak sekali industri pakan unggas tetapi yang paling menguasai pasar adalah industri pakan Charoen Pokhpand dari Jakarta dan Cargill dari Surabaya. b. Sistem Pemasaran Oligopoli. Dalam sistem ini beberapa unit usaha dalam industri pakan memproduksikan pakan dengan mutu yang sama sehingga akan menguntungkan pihak industri pakan bukan konsumen. Sistem pemasaran cara ini tidak terdapat di Indonesia. c. Sistem Pemasaran Normal. Dalam sistem ini, pemasaran yang dilakukan industri pakan dan kondisi dari konsumen tidak dipengaruhi atau mempengaruhi pasar. 2.6 Sumber Dana Sumber pendanaan dalam suatu usaha dapat berasal dari pengusaha itu sendiri, kelompok usaha, dan sumber pendanaan yang dipinjamakan pada suatu usaha dari badan usaha milik swasta maupun pemerintah.
2.7 Tipe Industri Pakan Industri pakan digolongkan dalam beberapa tipe, berdasarkan pada : 1. Kemampuan Produksi : Berdasarkan kemampuan produksi, industri pakan dibedakan atas : 1. Industri pakan besar; Industri tipe ini memproduksi lebih dari 20 ton per hari. 2. Industri pakan sedang; Industri tipe ini memproduksi 5-20 ton per hari. 3. Industri pakan kecil; Industri tipe ini memproduksi kurang dari 5 ton per hari. 2. Jumlah tenaga kerja : Berdasarkan jumlah tenaga kerja, maka industri pakan dibedakan atas : 1. Industri pakan besar; Jumlah tenaga kerja dalam industri tipe ini adalah lebih dari 100 orang. 2. Industri pakan sedang; Jumlah tenaga kerja dalam industri tipe ini adalah 20-99
orang. 3. Industri pakan kecil; Jumlah tenaga kerja dalam industri tipe ini adalah 5-19 orang. 4. Industri pakan skala rumah tangga; Jumlah tenaga kerja dalam industri tipe ini adalah 1-4 orang. 3.
Permodalan : Berdasarkan modal yang dimiliki, maka industri pakan dibedakan atas : 1. Usaha kecil. Berdasarkan UU no. 9 tahun 1995, kriteria usaha kecil adalah memiliki kekayaan maksimal Rp 200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan pabrik dan memiliki hasil penjualan sebesar Rp 1.000.000.000,2. Industri kecil. Berdasarkan Kep. Kemperindag No. 254/MPP/Kep/7/1997, industri tipe ini memiliki investasi sebesar Rp 200.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan. 3. Industri kecil menengah. Berdasarkan Kep. Memrindag No. 257/MPP/Kep/17/1997 industri tipe ini memiliki investasi sebesar Rp 5.000.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan.
BAB III PEMBAHASAN
1.
GAMBARAN UMUM Setiap usaha yang dibangun atau dibuat selalu berorientasi pada keuntungan atau laba, oleh karena itu faktor lokasi merupakan hal yang sangat penting untuk di pertimbangkan dalam membuat suatu perencanaan usaha karena berhubungan dengan akses ke berbagai hal misalnya mudah dijangkau oleh konsumen, dekat dengan bahan baku, mudah dijangkau oleh transportasi dan lain – lain. Lokasi yang tepat untuk membangun industri pakan mini ini adalah di Kabupaten Belu, sebab letaknya yang strategis dimana selain bertujuan untuk mensuplai kebutuhan pakan bagi usaha peternakan di Kabupaten Belu juga diharapkan dapat mensuplai kebutuhan bagi peternak atau usaha peternakan di berbagai Kabupaten di NTT. Selain itu, Kabupaten Belu mempunyai populasi ternak yang tinggi terutama sapi (urutan 3 terbanyak di Propinsi NTT) Berikut adalah data populasi ternak ruminansia berbagai Kabupaten / Kota di NTT : Sapi
Kerbau
Kambing
Domba
Sumba Barat
1 208
11 203
3 560
85
Sumba Timur
53 051
37 052
45 649
982
Kupang
151 250
1 188
36 522
28
Timor Tengah Selatan
167 834
474
39 925
-
Timor Tengah Utara
98 631
501
20 203
37
Belu
111 180
1 686
16 564
24
Alor
4 351
60
32 075
5
Lembata
3 607
-
35 358
478
Flores Timur
1 591
11
64 522
2 182
Sikka
11 271
1 512
42 692
214
Ende
29 447
2 387
26 199
49
Ngada
21 523
7 585
12 681
723
Manggarai
21 870
6 767
20 960
6
Rote Ndao
39 479
11 535
44 431
34 554
Manggarai Barat
10 312
22 557
11 738
53
Kabupaten/ Kota
Sumba Tengah
5 462
7 937
3 943
4
Sumba Barat Daya
2 773
13 709
4 577
102
Nagekeo
24 301
6 396
38 354
2 731
Manggarai Timur
12 062
10 243
18 800
52
Sabu Raijua
2 646
7 216
35 991
19 999
Kota Kupang
4 784
19
5 011
42
Jumlah
778 633
150 038
559 755
62 350
2010
599 279
150 357
544 829
61 683
2009
577 552
150 405
511 211
40 849
Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Timur, BPS Tahun 2012
A. Nama dan Alamat Pemrakarsa Proyek Nama industri pakan adalah Uber Alles Jaya Farm Alamat pemrakarsa proyek adalah Kecamatan Atambua Selatan, Kabupaten Belu.
B. Proyek yang Direncanakan Proyek yang direncanakan dalam industri pakan ini adalah penentuan lokasi, pendirian bangunan industri, proses pengolahan pakan serta rencana pemasaran.
C. Produk yang Dihasilkan Produk yang dihasilkan dalam pabrik ini adalah pakan suplemen berbentuk blok yang tersusun atas berbagai bahan pakan lokal yang ada di daerah tersebut. Produk yang dihasilkan disebut Blok Suplemen Pakan Gula Lontar (BSPGL)
D. Potensi wilayah Secara administratif, Kabupaten Belu yang memiliki luas wilayah mencapai 2.240,05 km2, terbagi atas 24 kecamatan serta 208 desa hasil pemekaran ke-2. Keadaan topografi Kabupaten Belu bervariasi antara ketinggian 0 sampai dengan +1500 m.dpal (meter di atas permukaan laut). Variasi ketinggian rendah (0-150 m.dpal) mendominasi wilayah bagian selatan dan sebagian kecil di bagian utara. Sementara pada bagian tengah wilayah ini terdiri dari area dengan dataran sedang (200-500 m.dpal). Dataran tinggi di Kabupaten
Belu ini hanya menempati kawasan pada bagian timur yang berbatasan langsung dengan RDTL. Zona-zona dataran rendah di bagian selatan ini sebagian besar digunakan sebagai areal pertanian dan kawasan cagar alam hutan mangrove (Bappeda Kab. Belu 2009). Secara umum Kabupaten Belu beriklim tropis, dengan musim hujan yang sangat pendek (Desember – Maret) dan musim kemarau yang panjang (April– Nopember). Temperatur di Kabupaten Belu suhu rata-rata berkisar 27,6o C dengan interval 21,5o - 33,7o C. Temperatur terendah 21,5o C yang terjadi pada bulan Agustus dengan temperatur tertinggi 33,7o C yang terjadi pada bulan Nopember (Bappeda Kab. Belu 2009). Komposisi penggunaan lahan wilayah Kabupaten Belu saat ini secara garis besar terbagi atas dua kelompok utama jenis penggunaan, yaitu penggunaan lahan basah/sawah dan penggunaan lahan kering. Penggunaan lahan basah antara lain terdiri dari irigasi teknis setengah teknis, irigasi sederhana, irigasi desa dan sawah tadah hujan. Dari seluruh lahan basah yang ada, komposisi terbesar ditunjukan oleh irigasi setengah teknis dengan prosentase hanya mencapai 1,29% dari luas lahan keseluruhan Kabupaten Belu. Sedangkan untuk penggunaan lahan kering meliputi 11 jenis penggunaan, mulai dari penggunaan lahan pekarangan untuk wilayah terbangun, tegalan/kebun, ladang, padang rumput, rawa, tambak, kolam/empang, tanah kosong, hutan rakyat, hutan negara serta penggunaan lainnya (Bappeda Kab. Belu 2009).
2.
ASPEK PEMASARAN a. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Jumlah penduduk di kabupaten Belu meningkat dimana sampai pada tahun 2012. Berdasarkan data BPS provinsi NTT dalam buku Kabupaten Belu dalam angka 2012 bahwa populasi penduduk tahun 2011 berjumlah 357.650 jiwa dengan jumlah penduduk perempuan 196.992 jiwa dan laki-laki 160.658 jiwa. Oleh karna itu, pertambahan penduduk yang ada di daerah tersebut akan mempengaruhi tingkat pendapatan dan permintaan akan kebutuhan masyarakat. Hal ini dikatakan bahwa semakin banyak populasi di daerah tersebut maka semakin tinggi tingkat permintaan masyarakat terhadap bahan pangan asal ternak. Tingkat permintaan ini dapat terpenuhi jika adanya peningkatan produksi ternak, akibat dari hal ini yaitu meningkat pula permintaan terhadap pakan.
b. Kebutuhan Pasar Walaupun permintaan pasar di Kabupaten Belu tidak menunjukan gejala atau tanda permintaan terhadap pakan suplemen (BSPGL) untuk meningkatkan produktivitas ternak ruminansia, namun dari segi ilmiah dan nutrisi dipandang perlu bagi suatu industri pakan untuk menghasilkan produk pakan berbentuk suplemen guna meningkatkan nilai cerna pakan berkualitas rendah yang dikonsumsi oleh ternak ruminansia di Kabupaten Belu dan pemasaran di wilayah tersebut.
c. Pemasaran Produk yang dihsilkan akan dipasarkan secara langsung kepada peternak serta menjualnya dipasar tradisional yang mudah diakses oleh para pengusaha atau petani ternak
3.
ASPEK TEKNIS DAN TEKNOLOGIS a.
Pemilihan Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam pabrik pakan mini ini adalah bahan pakan lokal yang ada pada daerah tersebut dan lainnya didatangkan dari luar. Sebelum mengolah pakan dalam jumlah yang cukup besar, perlu diperhatikan informasi tentang keberadaan bahan pakan. Pakan yang akan digunakan harus memenuhi persyaratan antara lain : 1) Mengandung nilai nutrisi tinggi. 2) Mudah diperoleh.3) Mudah diolah. 4) Tidak mengandung racun (antinutrisi),5) Harga murah dan terjangkau,6) Butirannya halus atau bisa dihaluskan. Berdasarkan hal tersebut maka bahan baku yang akan dibuat sebagai pakan suplemen (BSPGL) terdiri dari dedak padi, tepung daun kembang sepatu, tepung daun lamtoro atau gamal,urea, garam, kapur serta gula lontar. Pertimbangan penggunaan bahan baku tersebut didasarkan karena dalam pembuatan pakan seplemen (BSPGL) bahan yang digunakan adalah sebagaimana yang telah disebutkan yaitu dedak padi, tepung daun kembang sepatu, tepung daun lamtoro atau gamal,urea, garam, kapur serta gula lontar. Pertimbangan lainnya yaitu dari sisi ketersediaan bahan-bahan tersebut cukup banyak tersedia di pasaran dalam
arti mudah diperoleh dengan biaya yang murah seperti garam, dedak padi, kapur dan urea. Sedangkan untuk bahan lainnya seperti tepung daun kembang sepatu dan tepung lamtoro atau gamal sudah dipasarkan secara komersil sehingga pengusaha dapat membelinya berdasarkan harga pasarnya, namun karena dalam pembuatan Blok Suplemen Pakan Gula Lontar (BSPGL) tidak membutuhkan banyak tepung daun kembang sepatu maupun tepung lamtoro atau gamal maka bahan tersebut dapat diolah dengan sendirinya. Demikian halnya dengan kebutuhan tepung daun kembang sepatu. Secara rinci komposisi bahan baku pembuatan Blok Suplemen Pakan Gula Lontar (BSPGL) adalah sebagai berikut
Pertimbangan bahwa bahan baku gula lontar dipakai dalam pembuatan BSPGL ini adalah karena ketersediaan pohon lontar yang cukup banyak, baik pohon yang sudah disadap dan telah diolah menjadi gula maupun banayaknya pohon yang sama sekali belum disadap atau di manfaatkan. Jumlah pohon lontar di Kabupaten Belu dan kabupaten lainnya disajikan dalam tabel berikut
Berdasarkan data diatas, Kabupaten Belu mempunyai potensi produksi gula lontar yang tinggi. Hal tersebut dilihat dari banyaknya pohon lontar yang belum disadap atau dimanfaatkan untuk diolah menjadi gula. Dengan demikian, diasumsikan bahwa dari ketersediaannya maka gula lontar dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan BSPGL dan jika pohon-pohon lontar tersebut disadap atau dimannfaatkan seluruhnya maka akan ada kelebihan gula lontar di Kabupaten Belu. Dan kelebihan inilah yang akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan Blok Suplemen Pakan Gula Lontar (BSPGL).
b. Kapasitas Produksi Kapasitas produksi industri pakan yang akan dibangun adalah 500 buah Blok suplemen pakan Gula Lontar (BSPGL) per harinya. Ini dikarenakan tipe industri pakan yang direncanakan adalah industri pakan skala usaha kecil dengan jumlah
tenaga kerja 5 orang dan modal awal yang akan digunakan adalah sebesar Rp. 200.000.000 (sumber modal ini akan dijelaskan kemudian). Selain itu, alasan lainnya yaitu dalam pembuatan pakan suplemen ini dilakukan secara manual (tidak menggunakan
mesin)
sehingga
membutuhkan
waktu.
Mesin-mesin
yang
diinvestasikan hanya untuk proses penepungan. Pertimbangan lain yang juga diperhatikan adalah tentang prioritas usaha atau sistem usaha peternakan apakah berbasis komersil ataukah lokal. Di Kabupaten Belu, pada umumnya masyarakat masih menggunakan pola pemeliharaan secara ekstensif tradisional dan tujuan pemelihaaraannya tidak untuk kepentingan ekonomis melainkan untuk kepentingan lainnya seperti adat istiadat sehingga apabila jumlah pakan suplemen yang dibuat melebihi permintaan dapat saja berdampak pada meruginya
usaha
industri
pakan tersebut.
Dengan demikian, pada awal
beroperasinya, jumlah atau kapasitas produksi masih disesuaikan dengan jumlah usaha ternak (usaha komersil) atau berdasarkan jumlah permintaan. Artinya kapasitas produksi ini akan meningkat sewaktu-waktu jika terjadi peningkatan permintaan pakan suplemen yang dibuat.
c. Proses Produksi Proses produksi meliputi proses penepungan daun lamtoro atau gamal, penepungan daun kembang sepatu. Apabila semua bahan sudah tersedia maka proses selanjutnya adalah mencampur bahan-bahan tersebut dalam gula lontar yang dipanaskan atau gula lontar yang sedang di didihkan sesuai komposisi setiap bahan baku per satu buah Blok Suplemen Pakan Gula Lontar (BSPGL). Setelah itu, bahanbahan yang telah dicampur kemudian dicetak menggunakan blok yang telah disediakan (blok berbentuk kotak persegi dan lingkaran) dan dijemur atau dikeringkan dibawah sinar matahari. BSPGL yang baik berbentuk padat berisi dan mempunyai aroma yang khas sehingga disukai oleh ternak. Setelah semua proses diatas dilaksanakan maka selenjtunya adalah proses pengemasan, penyimpanan dan proses pemasaran. Kesemuanya ini dilaksanakan sendiri oleh para pekerja yang adalah pendiri industri pakan.
4.
ASPEK MANEJEMEN DAN SPONSOR Industri pakan ini berskala kecil maka proses produksinya seluruhnya ditangani oleh pemilik ( owner ) / kelompok. Keunggulannya : Aktivitas relatif sedikit dan sederhana sehingga organisasinya relatif mudah. Biaya organisasi rendah. Pendirian dan pembubarannya mudah karena tidak memerlukan formalitas. Seluruh keuntungan yang diperoleh menjadi hak pemilik. Manajemen relatif fleksibel.
Kelemahan :
Tanggung jawab pemilik tidak terbatas. Apabila kekayaan perusahaan tidak dapat menutup utang perusahaan, maka kekayaan pribadi menjadi jaminan untuk menutup kekurangan pembayaran utang perusahaan tersebut. Status hukum Perusahaan Perorangan/ Perusahaan Dagang adalah bukan badan hukum. Pada umumnya kemampuan investasi terbatas sehingga besar atau luas usaha juga terbatas. Apabila pemilik perusahaan meninggal dunia atau tidak dapat aktif untuk waktu yang cukup lama maka kegiatan perusahaan akan terhenti. Kemampuan manajerial yang terbatas.
Struktur sederhana industri pakan:
5. ASPEK EKONOMI DAN KEUANGAN a. Sumber Dana Kebutuhan dan sumber dana dari pendirian industri pakan ini adalah berasal dari pendiri usaha sebanyak 5 orang dan pinjaman dari koperasi. Besarnya pinjaman disesuaikan dengan kebutuhan investasi. Besarnya biaya investasi dalam pembangun industri pakan ini adalah sebesar Rp. 200.000.000. Direncanakan bahwa modal yang berasal dari para pendiri industri pakan sebesar 40% dari biaya investasi, sedangkan sisanya 60% berasal dari pinjaman koperasi.
b. Analisis Keuangan Analisis keuangan dibawah ini bersifat dinamis artinya dapat berubah-ubah. Artinya biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi blok suplemen ini disesuaikan dengan ketersediaan bahan baku.
1. Biaya Produksi A. Bahan Pakan
Satuan
Harga satuan
Jumlah (Rp)
Gula Lontar
200 liter
@ Rp. 7.000
Rp. 1.400.000
Tepung Lamtoro
100 Kg
@ Rp. 5.000
Rp. 500.000
Sepatu
100 Kg
@ Rp. 5.000
Rp. 500.000
Dedak Padi
100 Kg
@ Rp. 7.000
Rp. 700.000
Urea
50 Kg
@ Rp. 3.000
Rp. 150.000
Garam
20 Kg
@ Rp. 10.000
Rp. 200.000
Kapur
20 Kg
@ Rp. 5.000
Rp. 10.000
Tepung Kembang
Jumlah
Rp. 3.460.000
B. Alat Blok
20 buah
@ Rp. 20.000
Rp. 400.000
Mesin Mol
1 buah
@ Rp. 5.000.000
Rp. 5.000.000
Generator
1 buah
@ Rp. 2.000.000
Rp. 2.000.000
Gergaji
1 buah
@ Rp. 25.000
Rp. 25.000
Parang
1 buah
@ Rp. 50.000
Rp. 20.000
Bahan bakar
-
-
Jumlah
Rp. 30.000 Rp. 7.475.000
C. Biaya Tenaga Kerja
5 orang
Rp.1.000.000
Total A + B+C
Rp. 5.000.000 Rp. 15.935.000
2. Pendapatan BSPGL
500 buah
@ Rp. 50.000
-
-
3. Keuntungan (2 - 1)
Parameter kelayakan usaha:
Benefit cost ratio (B/C ratio) Total penerimaan B/C ratio = Total Biaya
Rp.25.000.000
Rp. 9.065.000
= 25.000.000 15.935.000 = 1,57 Karena nilai BCR > 1, maka investasi dalam usaha industri pakan layak secara ekonomis. Dengan besarnya BCR = 1,57 berarti setiap Rp. 1 yang diinvestasikan maka akan memberikan manfaat sebesar Rp. 1,57 ,- Dengan demikian investasi usaha pabrik pakan mini tersebut sangat layak, karena apabila BCR < 1 maka, dari segi ekonomis akan memberikan kerugian.
Break event point (BEP)
Total biaya BEP harga = ----------------------Jumlah produksi
= 15.935.000 500 = 31.870 Angka diatas berarti dengan produksi BSPGL sebanyak 500 buah , titik balik modal tercapai jika harga BSPGL Rp. 31.870/ buah
. Total biaya BEP jumlah = --------------------Harga jual
= 15.935.000 50.000 = 318,7 atau 319
Angka diatas berarti dengan BSPGL Rp. 50.000,-, titik balik modal tercapai apabila jumlah sapi dara yang dihasilkan sebanyak 319 buah.
6.
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL BUDAYA Ditinjau dari aspek lingkungan maka industri pakan ini dapat dibangun sebab limbah yang dihasilkan dari hasil produksi tidak membahayakan atau tidak menimbulkan polusi terhadap lingkungan (air, tanah dan udara). Sedangkan dilihat dari aspek sosial budaya, usaha ini dapat berjalan lancar karena tujuan pembangunan industri pakan yang bertujuan memproduksi pakan suplemen (BSPGL) adalah untuk memenuhi nutrisi atau meningkatkan kecernaan pakan berserat kasar tinggi dengan kandungan nutrisi yang rendah terutama pakan jenis limbah dan hijauan kering oleh ternak ruminansia.
BAB VI PENUTUP
Kesimpulan Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa perencanaan industri pakan di Kabupaten Belu dapat berjalan lancar dan layak untuk dilaksanakan dilihat dari potensi bahan baku pakan yang banyak tersedia, aspek sosial budaya yang mendukung serta tidak adanya masalah lingkungan akibat pembangunan industri pakan tersebut serta faktor ekonomi.