TRANSPIRASI DAN EVAPORASI ANNISA ARYANI PUTRI 1710423017 2A
[email protected] ABSTRAK Praktikum transpirasi dan evaporasi dilaksanakan pada hari Selasa, 25 September 2018 di Laboratorium Teaching IV Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas. Tujuan diadakannya praktIkum ini ialah untuk Melihat pengaruh berbagai
perlakuan fisik dan kimia terhadap permeabilitas membran.
Kata kunci : kunci : Membran sel, Permeabilitas PENDAHULUAN Tidak semua air yang ada dalam tubuh tanaman dimanfaatkan oleh tanaman tersebut untuk kelangsungan hidupnya melainkan air tersebut dapat hilang dalam bentuk uap air yang prosesnya di kenal dengan istilah evaporasi. Evaporasi merupakan adanya respon terhadap temperatur dan ini adalah dasar yang bagi kehidupan tumbuhan dimana molekul gas berdifusi lebih cepat pada temperatur tinggi. Kehilangan air bagi tanaman juga dipengaruhi oleh lingkungan tempat tanaman itu hidup ( Bidwell, 1979 ). Menurut Greulach (1976) bahwa Didalam tubuh tanaman air berfungsi sebagai pelarut. Air dapat membuat lingkungan yang sesuai untuk berlangsungnya proses fisiologis dan juga merupakan bagian penyusun tanaman seperti sitoplasma. Jumlah air yang terkandung pada tanaman tergantung pada jenis tanaman tersebut, misalnya tanaman herba lebih banyak mengandung air dibandingkan tanaman perdu. Air yang terkandung pada keseluruhan tubuh tanaman berkisar antara 80-90%, kadar air untuk tiap-tiap tanaman berbeda-beda sesuai dengan habitat dan spesiesnya. Air mengisi hampir seluruh bagian tanaman tersebut.
Secara alamiah tumbuhan mengalami kehilangan air melalui penguapan. Proses kehilangan air pada tumbuhan ini disebut transpirasi. Sebagian para ahli menyebutkan transpirasi adalah proses hilangnya air dalam bentuk uap air dari jaringan hidup tanaman yang terletak di atas permukaan tanah melewati stomata, lubang kutikula, dan lentisel, 80% air yang ditranspirasikan berjalan melewati lubang stomata, paling besar peranannya dalam transpirasi. Pada transpirasi, hal yang penting adalah difusi uap air dari udara yang lembab di dalam daun ke udara kering di luar daun. Kehilangan air dari daun umumnya melibatkan kekuatan untuk menarik air ke dalam daun dari berkas pembuluh yaitu pergerakan air dari sistem pembuluh dari akar ke pucuk, dan bahkan dari tanah ke akar (Lakitan, 2004). Transpirasi adalah proses hilangnya air dalam bentuk uap air dari jaringan tumbuhan melalui stomata, lubang kutikula, dan lentisel. Transpirasi berperan dalam pengangkutan air/zat hara, membuang kelebihan air, dan menjaga suhu daun. Daya hisap daun timbul dari peristiwa transpirasi. Transpirasi ditentukan oleh beberapa faktor yaitu lingkungan, stomata dan tanaman itu sendiri. Faktor lingkungan yang mempengaruhi laju transpirasi yaitu seperti suhu, kelembaban, cahaya, kecepatan angin, tekanan udara, dan lain-lain. Sedangkan faktor stomata seperti bentuk, jumlah tiap satuan luas, letak, waktu bukaan (Delayota, 2011).
Transpirasi berperan dalam pengangkutan air atau zat hara, membuang kelebihan air, dan menjaga suhu daun. Peran transpirasi pada tumbuhan sangat banyak namun yang terpenting adalah untuk melepas energi yang diterima dari radiasi matahari. Energi matahari yang digunakan untuk fotosintesis hanya 2%atau kurang, sehingga selebihnya harus dilepaskan ke lingkungan, baik dengan pancaran, hantaran secara fisik dan sebagian besar untuk menguapkan air. Ion K sangat berpengaruh terhadap kemungkinan keluar masuknya bahan terlarut ke sel penutup, sehingga terjadi perubahan permeabilitas pada membrannya. Adanya faktor dalam tumbuhan maka penyerapan air hampir setara denga transpirasi bila penyediaan air cukup (Haryanti dan Tetrinica, 2009). Laju transpirasi dipengaruhi oleh ukuran tumbuhan, kadar CO 2, cahaya, suhu, aliran udara, kelembaban, dan tersedianya air tanah. Faktor-faktor ini memengaruhi perilaku stoma yang membuka dan menutupnya dikontrol oleh perubahan tekanan turgor sel penjaga yang berkorelasi dengan kadar ion kalium (K+) di dalamnya. Selama stoma terbuka, terjadi pertukaran gas antara daun dengan atmosfer dan air akan hilang ke dalam atmosfer. Untuk mengukur laju transpirasi tersebut dapat digunakan potometer (Campbell, 2002). Laju transpirasi merupakan respon sesaat terhadap kondisi lingkungan, sifatnya dinamis atau fluktuatif. Transpirasi merupakan aktivitas fisiologis penting yang sangat dinamis, berperan sebagai mekanisme adaptasi terhadap kondisi lingkungannya, terutama terkait dengan kontrol cairan tubuh, penyerapan dan transportasi air, garamgaram mineral serta mengendalikan suhu jaringan. Transpirasi merupakan proses hilangnya air dalam bentuk uap air dari tubuh tumbuhan yang sebagian besar terjadi melalui stomata, selain melalui kutikula dan lentisel. Karena sifat kutikula yang impermeabel terhadap air, transpirasi yang berlangsung melalui kutikula relatif sangat kecil(Al dan Ratnawati, 2004). Evaporasi adalah salah satu komponen siklus hidrologi, yaitu peristiwa menguapnya air dari permukaan air, tanah,dan bentuk permukaan bukan dari vegetasi lainnya.Evaporasi merupakan proses penguapan air yang berasal dari permukaan bentangan air atau dari bahan padat yang mengandung air (Lakitan, 1994). Sedangkan menurut Manan dan Suhardianto (1999), evaporasi (penguapan) adalah perubahan air menjadi uap air.
METODE PRAKTIKUM Waktu dan tempat Praktikum ini dilaksanakan pada hari selasa , 25 September 2018 pukul 13.30-17.00 WIB di Laboratorium Teaching 4 Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas.
Alat dan bahan Adapun alat yang digunakan yaitu kertas merang, jepitan kertas, selotip, gunting, vaselin, Mikroskop, kaca objek, cover glass, larutan sukrosa atau NaCl 1M. Bahan yang digunakan yaitu Daun dari beberapa jenis tanaman
Cara kerja Menghitung luas daun Diambil lembaran daun dari tanaman (3 lembar), lalu ditempelkan pada selembar kertas yang telah diketahui berat dan luasnya.Selanjutnya lembaran daun dijiplakan pada kertas tersebut. Kemudian jiplakan gambar daun digunting dan ditimbang. Dengan demikian luas daun dapat dihitung dengan rumus: a.
B erat g unting an g ambar daun Luas daun
=
B erat kertas
x luas kertas
b.Perkiraan
Kecepatan Evaporasi Daun Diambil lembaran daun yang telah diketahui luas permukaannya tadi, kemudian ditimbang dan digantung dengan jepitan kertas di dalam ruangan atau sinar matahari langsung.Dalam interval waktu tertentu (30 menit) dilakukan penimbangan terhadap daun tersebut (penimbangan dilakukan sebanyak 3 kali).Buat daftar penimbangan pengurangan berat daun selama evaporasi. Besar penguapan Kecepatan Evaporasi =
: waktu Luas permukaan daun
c.Perkiraan laju respirasi daun
permukaan dorsiventral Dua lembar daun yang telah diketahui luasnya pada percobaan a ditimbang, kemudian direndam dalam air dan dikeringkan dengan kertas tissue.Daun pertama diolesi vaselin pada permukaan atasnya dan yang kedua pada permukaan bawahnya, dan ditimbang kembali. Kedua daun tersebut diletakkan pada panas matahari selama 1 jam atau lebih, dan ditimbang kembali. Bandingkan hasil antara transpirasi kutikula dari permukaan atas dan transpirasi stomata dari permukaan bawah. d. Struktur Stomata dan Aktifitas Membuka-Menutup Stomata Diteteskan akuadest pada permukaan kaca objek. Dibuat sayatan tipis permukaan epidermis atas dan bawah lembaran daun dari jenis yang telah ditentukan, kemudian ditempatkan pada tetesan akuadest pada kaca objek, tentukan epidermis atas dan epidermis bawah. Tutup secara hati-hati dengan cover glass dan amati dibawah mikroskop dengan perbesaran kecil (4x10) Fokuskan pengamatan pada 1-2 stomata dan tingkatkan perbesaran sampai 40x10, kemudian gambarkan struktur stomata yang teramati dibawah mikroskop.Tetesi salah satu bagian dengan sukrosa dan dibagian sisi lainnya isap akuadest menggunakan tissue sehingga akuadest diganti oleh sukrosa dan amati perubahan yang terjadi pada stomata. Catat waktu yang diperlukan untuk proses yang terjadi dan amati. Kemudian tetesi kembali dengan akuadest pada salah satu sisi dengan menghisap sukrosa pada sisi lainnya, amati perubahan yang terjadi dan catat waktu yang diperlukan untuk perubahan tersebut. Tempatkan pengamatan dengan cahaya langsung agar stomata memberikan respon dengan akuadest. Kemudian tetesi dengan NaCl dengan mengisap akuadest pada sisi sebelahnya serta amati perubahan yang terjadi pada stomata, catat waktu yang diperlukan untuk perubahan tersebut Tetesi kembali dengan akuadest untuk melihat respon dari stomata, amati waktu yang diperlukan untuk perubahan tersebut. Gambarkan proses yang terjadi dengan berurutan. Apa yang dapat disimpulkan dari percobaan tersebut, buatlah uraian pada buku kerja.
HASIL DAN PEMBAHASAN Dari praktkum yang telah dilaksnakan didapati hasil sebgai berikut : Tabel1. Luas permukaan daun
No. 1 2 3 4
Parameter Berat guntingan gambar daun Berat kering Luas kering Luas daun
Daun 1 0,39 gr
Daun 2 0,44 gr
Daun 3 0,36 gr
4,33 gr 619,5cm 55,797 cm
4,33 gr 619,5 cm 62,951 cm
4,33 gr 619,5 cm 51,505 cm
Berdasarkan tabel 1, dapat dilihat luas permukaan daun yang dihasilkan berbeda-beda. Dimana daun pertama memiliki luas daun 55,797 cm, daun kedua memiliki luas daun 62,951 cm dan daun ketiga memiliki luas daun 51,505 cm. Luas kering masing-masing daun juga berbeda-beda. Luas kering masing-masing daun 619,5 cm. Berat guntingan gambar daun yaitu 0,39 gr, 0,44 gr dan 0,36 gr. Berat kering daun pertama 4,33 gr berat daun kedua 4,33 gr dan berat daun ketiga 4,33 gr. L uas daun Dihasilkan dari hasil kali
antara panjang daun, lebar daun dan konstanta daun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gardner et al (1991) bahwa Luas daun adalah hasil kali antara panjang daun, lebar daun dan konstanta daun. Indeks luas daun dapat digunakan untuk menggambarkan tentang kandungan total klorofil daun tiap individu tanaman. Permukaan daun yang semakin luas diharapkan mengandung klorofil lebih banyak. Indeks luas daun merupakan hasil bersih asimilasi persatuan luas daun dan waktu. Luas daun tidak konstan terhadap waktu, tetapi mengalami penurunan denga bertambahnya umur tanaman. Indeks luas daun merupakan gambaran tentang rasio permukaan daun terhadap luas tanah yang ditempati tumbuh oleh tanaman. Laju pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh laju asimilasi bersih dan indeks luas daun. Laju asimilasi bersih yang tinggi dan indek s luas daun daun yang optimum meningkatkan pertumbuhan tanaman. Luas daun juga dipengaruhi oleh cahaya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pujisiswanto (2008) bahwa Jumlah daun tanaman lebih banyak di tempat ternaung daripada di tempat terbuka. Jenis yang diteliti memberikan respon terhadap perbedaan intensitas cahaya. Daun mempunyai permukaan yang lebih besar di dalam naungan daripada di tempat terbuka. Naungan memberikan efek yang nyata terhadap luas daun. Tanaman yang ditanam ditempat terbuka mempunyai daun yang lebih tebal daripada di tempat ternaung (Pujisiswanto, 2008).
Tabel 2. Kecepatan evaporasi daun 1 No. Waktu Besar penguapan
Kecepatan evaporasi
1
20 menit
2 gr
6,9001
2
40 menit
0 gr
0
3
60 menit
1 gr
10,3501
. HASIL DAN
PEMBAHASAN
Dari praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 1. Nilai absorban beberapa umbi
Nilai absorban No.
1 2 3 4 5 6
Suhu
20C 270C 400C 550C 700C 850C
Solanum tuberosum 0,03 0,011 0,02 0,009 0,001 0,009
Pachyrizus erosus 0,06 0,049 0,02 0,01 0,001 0,002
Daucus carota 0,02 0,012 0,02 0,01 0,002 0,008
Ipomoea batatas 0,049 0,02 0,02 0,01 0,01 0,021
Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa pada Solanum tuberosum nilai absorban tertinggi didapatkan pada suhu 40 0C yaitu sebesar 0,02. Sedangkan, nilai absorban terendah didapatkan pada suhu 27 0C yaitu sebesar 0,011. Pada Pachyrizus erosus nilai absorban tertinggi didapatkan pada suhu suhu 55 0C yaitu sebesar 0,01. Sedangkan nilai absorban terendah didapatkan pada suhu 27 0C yaitu 0,049. Pada Daucus carota nilai absorban tertinggi didapatkan pada suhu 55 0C yaitu sebesar 0,01. Sedangkan nilai absorban terendah pada suhu 27 0C yaitu 0,012. Pada Ipomoea batatas didapati nilai absorban tertinggi yaitu pada suhu 55 0C dan 700C. Sedangkan absorban terendah yaitu pada suhu 20C. Dari hasil yang didapatkan, nilai absorban yang didapatkan tidak stabil. Hasil tersebut Hal ini tidak sesuai dengan pernyataaan
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan didapatihasil pada perlakuan panas yaitu dengan suhu 400c, 70 0 c, 550c, 850C. Pada suhu 400c, semua jenis umbi memiliki nilai absorban yang sama. Pada suhu 70 0C, Jenis umbi yang memiliki nilai absorban tertinggi adalah Ipomoea batatas sedangkan yang mempunyai nilai absorban terendah adalah Daucus carota. Pada suhu 550c, nilai absorban tertinggi terdapat pada Ipomoea batatas, Daucus carota dan Pachyrius erosus sedangkan nilai absorban terendah pada umbi Solanum tuberosum yaitu 0,009. Pada suhu 85 0c, umbi yang memilii nilai absorban tertinggi yaitu Ipomoea batatas sedangan yang terendahyaitu pada Daucus carota. Pada perlakuan panas, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi suhu yang diberikan maka nilai absorban akan semakin besar. Pada perlakuan panas, seharusnya semakin tinggi suhu yang diberikan maka nilai absorban akan semakin besar. Karena semakin tinggi suhu, menyebabkan membran semakin rusak akibatnya semakin banyak pula isi sel yang ke luar. Seperti diketahui bahwa komponen membran tersusun atas lipid dan protein. Jika suhunya terlalu tinggi, protein akan mengalami denaturasi kemudian meyebabkan isi di dalam sel ke luar karena protein penyusun membran selnya rusak. Akan tetapi pada percobaan didapatkan hasil yang tidak sesuai dengan literatur. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lovelles (1991) bahwa Pada perlakuan panas, semakin tinggi suhu yang diberikan maka nilai absorban akan semakin besar. Karena semakin tinggi suhu, menyebabkan membran semakin rusak akibatnya semakin banyak pula isi sel yang ke luar. Menurut komponen membran tersusun atas lipid dan protein. Jika suhunya terlalu tinggi, KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1.Membran sel akan mengalami kerusakan jika diberikan perlakuan suhu yang ekstrim. Semakin tinggi suhu yang
protein akan mengalami denaturasi kemudian meyebabkan isi di dalam sel ke luar karena protein penyusun membran selnya rusak. Karena semakin tinggi suhu, menyebabkan membran semakin rusak akibatnya semakin banyak pula isi sel yang ke luar. Seperti diketahui bahwa komponen membran tersusun atas lipid dan protein. Jika suhunya terlalu tinggi, protein akan mengalami denaturasi kemudian meyebabkan isi di dalam sel ke luar karena protein penyusun membran selnya rusak. Pada suhu dingin yaitu pada suhu 0 2 C, nilai absorban tertinggi terdapat pada umbi Daucus carota yaitu 0,2 sedangkan nilai absorban terendah terdapat pada umbi Ipomoea batatas yaitu 0,049. Pada umbi Ipomoea batatas membran mengalami kerusakan yang lebih parah dibandingkan dengan Daucus carota.Suhu ini mungkin terlalu ekstrim bagi ketahananmembran karena membran tidak tahan terhadap suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah.Hal ini disebabkan oleh air di sekitar umbi yang berubah bentuk menjadi kristal-kristal es sewaktu perendaman. Menurut Willking (1989), kristal-kristal es memiliki permukaan yang tajam, sehingga dapat merusak membran sel dan mengoyaknya, tidak hanya sekadar membuat membrane sel terdenaturasi seperti pada perlakuan panas. Sehingga dapat menyebabkan pigmen pada tumbuhan keluar ke lingkungan. Perbedaan permeabilitas
sangat bergantung pada besar kecilnya molekul yang lewat dan ditentukan dengan besarnya pori-pori membran. Tapi pada membran plasma sel hidup besarnya molekul tidak berpengaruh, hal ini disebabkan adanya kaitan antara kelarutan zat dalam salah satu komponen membran (Salisbury,1995). diberikan, maka kerusakan pada membran akan semakin parah karena membran sel tidak tahan terhadap keadaan yang terlalu panas ataupun terlalu dingin
2. Zat terlarut ada yang dapat melewati membran, dan ada yang tidak tergantung dari sifat membran yang dilaluinnya. 3. Pada perlakuan panas, semakin tinggi suhu yang diberikan maka nilai absorban akan semakin besar. Karena semakin tinggi suhu, menyebabkan membran semakin rusak akibatnya semakin banyak pula isi sel yang ke luar. Menurut komponen membran tersusun atas lipid dan protein.
Saran Untuk praktikum kedepan disarankan untuk memperhatikan ukuran potongan umbi dan waktu umtuk pemanasan agar hasil yang didapatkan lebih akurat Lampiran
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, 2002 Biologi Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta : Erlangga. Dwidjoseputro, D. 1978. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia : Jakarta. Lovelles. 1991. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropika. Bandung : Gramedia Pustaka Utama Salisbury, F.B. dan Ross, C.W., 1995, Fisiologi Tumbuhan Jilid 2 , ITB Press :Bandung Yatim, W. 2000. Embriologi. Semarang : CV. Tarsito. Willking. 1989. Fisiologi Tanaman II . Bandung : Bina Angkasa