BAB II PERCOBAAN
2.1.
Prosedur Percobaan
Gambar 2.1. Skema Peralatan Evaporator Tahap #1 : Persiapan
a. Mengosongkan tangki kondensat (L2 dan L3) dan memastikan bahwa sumber listrik, steam, dan air pendingin telah tersedia. b. Membuka valve V1, V4, V6, V8, C1, C4 c. Menutup valve V2, V3, V5, V7, C5, C6, C7, C9 Tahap #2 : Start-Up
a. Menyalakan feed pump (S5) dan S2 serta membuka penuh C8 b. Menyalakan feed pre-heater (S3) c. Menyesuaikan C8 untuk mendapatkan laju feed yang diinginkan pada F2, ketika cairan telah terlihat di aliran F2 d. Membuka dan menyesuaikan C2 untuk mengatur aliran di F1, dimana F1 = 40xF2 e. Mengatur besaran tekanan sistem yang diinginkan pada P2 dengan C10 f. Menyalakan recirculation pump (S4) saat aliran terliaht pada level vessel (10)
15
g. Mengatur termostat pada feed pre-heater (S3) sehingga temperatur T6 dan T7 sedekat mungkin h. Menyalakan vacuum pump (S5) untuk kondisi vakum lalu menyesuaikan C1 untuk mengatur tekanan sistem yang diinginkan pada P1. Membiarkan C1 terbuka penuh untuk kondisi tekanan sistem pada tekanan atmosfer i. Sirkulasi Alami: Membuka V5 sehingga mendapatkan hasil yang diinginkan pada F2 j. Sirkulasi Paksa: Membuka V7 dan menyesuaikan C4 dan C5 sehingga menghasilkan laju resirkulasi yang diinginkan pada F3. Tahap #3 : Pengesetan Var iabel
2.
Mengatur P1 = 0 mmHg; F2 = 10 lt/hr; F1 = 40 x F2; F3 = 5 lt/hr
3.
Mencatat nilai :
4.
o
L1, L2 dan L3
o
T3, T5, T7 dan T8
o
P2
o
Jumlah steam yang terkondensasi
Mengulangi prosedur di atas untuk sirkulasi alamiah dan sirkulasi paksa untuk P1 = 0, 100 dan 200 mmHg. Mengambil data setiap 2 menit.
2.2
Data Pengamatan
16
2.2 Sirkulasi Alami P1 (mmHg)
0
100
200
Waktu (menit)
Feed
Circulation F2
T5
T8
0
L1 (liter) 20
10
64
2
21
10
4
21
6
21
8
Evaporator
Condenser
Condensate
Concentrate
Volume Condensate
T7
T3
L2 (ml)
L3 (ml)
55
P2 (lb/in2) 10
102
102
0
0
0
63
68
9
101
101
69
134
280
10
70
75
8
101
101
100
157
290
10
70
78
8,5
101
101
115
170
290
21
10
67
77
8
102
102
125
185
300
10
21
10
64
78
8,5
102
102
138
195
290
0
21
10
68
82
7
98
99
200
0
205
2
22
10
70
80
6,5
97
98
210
215
270
4
22
10
68
80
6
98
98
225
228
340
6
22
10
64
81
6
96
96
239
243
350
8
22
10
71
81
6
96
97
260
264
380
10
22,5
10
70
80
5,5
96
97
270
281
400
0
22,5
10
68
79
3,5
90
91
275
290
0
2
22,5
10
62
77
4
87
87
295
310
240
4
22,5
10
70
75
3,5
94
95
300
315
270
6
22,5
10
69
74
3
85
86
315
325
260
8
22,5
10
67
73
2,5
86
86
335
340
300
10
22,5
10
64
74
2
91
92
343
355
310
17
2.2.2. Sirkulasi Paksa
P1 (mmHg)
Waktu (menit)
0
0
100
200
Feed
Circulation
Evaporator
Condenser
Condensate
Concentrate
L1 (liter)
F2
T5
T8
P2 (lb/in2)
T7
T3
L2 (ml)
L3 (ml)
Volume Condensate
23
10
67
73
9
103
103
0
0
0
2
23
10
68
63
8
101
101
70
50
350
4
23
10
67
63
8
101
101
90
70
300
6
23
10
65
63
8
101
101
102
85
310
8
23
10
65
63
8
101
100
115
95
300
10
23,5
10
66
63
7,5
101
100
125
100
290
0
23,5
10
2
23,5
10
69 72
64 61
7 7
96 93
95 93
135 145
120 135
0 330
4
23,5
10
72
61
7
93
93
152
150
310
6
23,5
10
71
61
7
93
93
165
156
300
8
23,5
10
71
61
7
93
92
174
164
290
10
23,5
10
72
60
6
93
92
186
176
310
0
23,5
10
71
58
4
91
91
190
187
0
2
23,5
10
70
55
3,5
93
93
205
198
310
4
23,5
10
70
55
3,5
89
91
216
204
320
6
23,5
10
70
55
3,5
89
91
227
218
310
8
23,5
10
69
54
3
89
91
235
225
330
10
23,5
10
71
54
3
89
91
242
234
290
18
BAB III PENGOLAHAN DATA
3.1
Variasi Tekanan Sistem terhadap Laju Evaporasi Air
Berikut ini adalah langkah-langkah perhitungan yang aka n dilakukan: 1. Menghitung tekanan system rata-rata ( P 2) dan mencari suhu steam (T s) pada tekanan tersebut dengan menggunakan steam table. 2. Menghitung titik didih (T 7 ) rata-rata. 3. Menghitung perbedaan tekanan suhu dnegan menggunakan persamaan:
4. Membuat grafik yang menghubungkan level tangki kondensat ( L2) di sumbuy terhadap waktu (t) di sumbu-x. Kemudian menentukan slope dari grafik yang terbentuk. 5. Menghitung laju penguapan rata-rata (E) untuk setiap nilai tekanan dengan menggunakan persamaan:
Dimana adalah faktor kalibrasi untuk tangki kondensat, yaitu sebesar 17.6 kg/m. 6.
Membuat grafik yang menghubungkan laju penguapan rata-rata (E) di sumbu-y terhadap tekanan sistem di sumbu-x.
7. Melakukan langkah penghitungan di atas untuk variasi tekanan 0 mmHg, 100 mmHg dan 200 mmHg, dpada percobaan sirkulasi alamiah dan sirkulasi paksa.
19
Berikut adalah steam table yang dapat digunakan dalam pencarian suhu steam masing-masing
Tabel 3.1. Steam Table
(Sumber : Holman, 2011. Perpindahan Kalor Jilid 3. Jakarta: Erlangga)
Hasil Perhitungan Konveksi Alami
0 mmhg P1 (mmHg)
P2 (lb/in2)
T7
L2 (m)
Waktu (menit)
L2 (mm)
0
10
102
0
0
0
9
101
0.069
2
69
8
101
0.1
4
100
8.5
101
0.115
6
115
Ts
8
102
0.125
8
125
85.82475
8.5
102
0.138
10
138
Average
8.66666667
101.5
Slope
0.0073
P2 average (bar)
0.5975
C2
17.6
delta Ts
15.67525
E
7.7088
20
P (bar)
Ts ( C )
0.5
81.33
0.5975 0.6
85.82475
85.94
100 mmhg P1 (mmHg)
P2 (lb/in2)
T7
L2 (m)
Waktu (menit)
L2 (mm)
100
7
98
0.2
0
200
6.5
97
0.21
2
210
6
98
0.225
4
225
6
96
0.239
6
239
6
96
0.26
8
260
77.24592
5.5
96
0.27
10
270
Average
6.16666667
96.8333333
Slope
0.0125
Ts
P2 average (bar)
0.4252
C2
17.6
delta Ts
19.58741333
E
13.2
P (bar)
Ts ( C )
0.4
75.87
0.4252 0.5
77.24592
81.33
200 mmhg P1 (mmHg)
P2 (lb/in2)
T7
L2 (m)
Waktu (menit)
L2 (mm)
200
3.5
90
0.275
0
275
4
87
0.295
2
295
3.5
94
0.3
4
300
3
85
0.315
6
315
2.5
86
0.335
8
335
61.19904
2
91
0.343
10
343
Average
3.08333333
88.8333333
Slope
Ts
21
0.0068
P2 average (bar)
0.2126
C2
17.6
delta Ts
27.63429333
E
7.1808
P (bar)
Ts ( C )
0.2
60.06
0.2126
61.19904
0.3
69.1
L2 vs Waktu 0,4 0,35 y = 0,0068x + 0,2766
0,3 0,25
y = 0,0125x + 0,0288
2 0,2 L
y = 0,0073x + 0,1973
0,15 100 mmHg
0,1
200 mmHg 0,05
0 mmHg
0
Linear (100 mmHg) 0
2
4
6
8
10
12
Linear (200 mmHg)
Waktu (menit)
Grafik 3.1. L2 terhadap Waktu pada Konveksii Alami
(Sumber: data praktikan)
Hasil Perhitungan Konveksi Paksa
0 mmhg
P1 (mmHg) 0
Ts
P2 (lb/in2)
T7
L2 (m)
Waktu (menit)
L2 (mm)
9
103
0
0
0
8
101
0.07
2
70
8
101
0.09
4
90
8
101
0.102
6
102
8
101
0.115
6
115
22
83.97153
7.5
101
0.125
Average
8.0833333 3
101.33333 3
Slope
0.0051
0.5573
C2
17.6
17.36180333
E
5.3856
P2 average (bar) delta Ts
P (bar)
Ts ( C )
0.5
81.33
0.5573 0.6
10
125
83.97153
85.94
100 mmhg P1 (mmHg)
P2 (lb/in2)
T7
L2 (m)
Waktu (menit)
L2 (mm)
100
7
96
0.135
0
135
7
93
0.145
2
145
7
93
0.152
4
152
7
93
0.165
6
165
Ts
7
93
0.174
8
174
79.75206
6
93
0.186
10
186
Average P2 average (bar) delta Ts
6.8333333 93.5 3 0.4711 13.74794
P (bar)
Ts ( C )
0.4
75.87
0.4711 0.5
79.75206
81.33
23
Slope
0.0116
C2
17.6
E
12.2496
200 mmhg P1 (mmHg)
P2 (lb/in2)
T7
L2 (m)
Waktu (menit)
L2 (mm)
200
4
91
0.19
0
190
3.5
93
0.205
2
205
3.5
89
0.216
4
216
3.5
89
0.227
6
227
Ts
3
89
0.235
8
235
63.27824
3
89
0.242
10
242
90
Slope
0.0052
C2
17.6
E
5.4912
Average P2 average (bar)
3.4166666 7 0.2356
delta Ts
26.72176
P (bar)
Ts ( C )
0.2
60.06
0.2356 0.3
63.27824
69.1
24
L2 vs Waktu 0,3 y = 0,0052x + 0,1934 0,25
0,2
y = 0,0116x + 0,0297
2 0,15 L
100 mmHg
y = 0,0051x + 0,1341
200 mmHg 0,1 0 mmHg 0,05
0 0
2
4
6
8
10
12
Waktu (menit)
Grafik 3.2 L2 terhadap Waktu pada Konveksi Paksa
(Sumber: data praktikan)
3.2
Variasi Laju Sirkulasi dan Evaporasi dengan Perbedaan Suhu
Langkah-langkah Perhitungan: 1. Menghitung tekanan steam rata-rata dan mencari suhu steam pada tekanan tersebut dengan menggunakan steam table. 2. Menghitung titik didih rata-rata. 3. Menghitung perbedaan tekanan suhu dengan menggunakan persamaan:
4.
Menghitung feed rata-rata dan laju sirkulasi ( dan ).
5.
Menghitung rasio sirkulasi R dengan menggunakan persamaan:
6.
Membuat grafik yang menghubungkan level kondensat ( ) di sumbu-y dengan waktu (t) di sumbu-x. Kemudian menentukan slope ( ) dari grafik yang terbentuk.
7.
Menghitung laju penguapan rata-rata (E) dengan menggunakan persamaan:
25
Dimana adalah faktor kalibrasi untuk tangki kondensat, yaitu sebesar 17.6 kg/m. 8.
Membuat grafik yang menghubungkan log laju penguapan rata-rata (log E) di sumbu-y terhadap log suhu (log T) di sumbu-x.
9.
Melakukan langkah penghitungan di atas untuk variasi tekanan 0 mmHg, 100 mmHg, dan 200 mmHg pada percobaan sirkulasi alamiah da n sirkulasi paksa.
Hasil Perhitungan:
Tahap pengolahan data kedua memiliki kesamaan dengan pengolahan data yang pertama, sehingga untuk tahapan 1-3, 6 dan 7 dapat dilihat dipengolahan data sebelumnya. Sedangkan untuk perhitungan feed rata-rata dan laju sirkulasi telah ditetapkan bahwa nilai keduanya berlangsung secara konstan, yaitu :
maka,
Selanjutnya, dalam pembuatan grafik hubungan log laju penguapan rata-rata (log E) dengan log suhu (log T), dapat menggunakan data yang berasal dari pengolahan data sebelumnya dan diolah kembali. Ber ikut adalah table pengolahan datanya. Konveksi Alami
T7 avg
Ts
Ts-T7,avg
E
log T
log E
96.83
77.24592
19.5874133
13.2
1.29197709
1.12057393
88.83
61.19904
27.6342933
7.1808
1.44144836
0.85617283
101.50
85.82475
15.67525
7.7088
1.19521448
0.88698678
Konveksi Paksa
T7 avg
Ts
Ts-T7,avg
E
log T
log E
93.50
79.75206
13.74794
12.2496
1.13823763
1.08812191
90.00
63.27824
26.72176
5.4912
1.42686506
0.73966726
101.33
83.97153
17.36180
5.3856
1.23959483
0.73123409
26
Sehingga grafik hubungan keduanya sebagai berikut: 1 0,8 Sirkulasi Alami
0,6 0,4
Sirkulasi Paksa
0,2 0 0
0,5
1
1,5
Grafik 3.3. Hubungan log E dengan log T
3.3
Perhitungan Keekonomian untuk Sirkulasi Alami dan Sirkulasi Paksa
Berikut merupakan langkah dan hasil perhitungannya: 1.
Menghitung tekanan rata-rata steam dan tekanan rata-rata sistem ( dan ), titik didih rata-
rata ( ), serta laju alir rata-rata masukandan laju alir
sirkulasi sirkulasi ( dan ). Jenis
Alami
Paksa
2.
P1 (mmHg) 0
P2 (mmHg) 448.07
101.5
F2 (L/jam) 10
F3 (L/Jam) 5
100
422.22
96.8
10
5
200
400.68
88.8
10
5
0
417.9
101.3
10
5
100
400.68
93.5
10
5
200
392.1
90
10
5
Menghitung rasio sirkulasi rata-rata (R) dengan menggunakan persamaan:
3.
T7 (⁰C)
Menghitung jumlah air yang terevaporasi dengan mengamati perubahan level pada tangki kondensat ( ) dengan menggunakan persamaan:
Dimana adalah konstanta kalibrasi untuk tangki kondensat, yaitu sebesar 17,6 kg/m.
27
Jenis Alami
Paksa
4.
P1 (mmHg)
ΔL2 (cm)
0
69
WE (kg/m) 12.144
100
70
12.32
200
68
11.968
0
55
9.68
100
51
8.976
200
52
9.152
Menghitung jumlah total kondensat yang terkumpul (Q)
Alami P1
0
100
200
5.
Volum Condensate (ml) 0 280 290 290 300 290 205 270 340 350 380 400 0 240 270 260 300 310
Paksa Qc
Volum Condensate
Qc
0 0.28 0.29 0.29 0.3 0.29 0.205 0.27 0.34 0.35 0.38 0.4 0 0.24 0.27 0.26 0.3 0.31
0 350 300 310 300 290 0 330 310 300 290 310 0 310 320 310 330 290
0 0.35 0.3 0.31 0.3 0.29 0 0.33 0.31 0.3 0.29 0.31 0 0.31 0.32 0.31 0.33 0.29
Menghitung keekonomisan ( ) dengan menggunakan persamaan:
28
Jenis
P1 (mmHg) 0
Qc 0.24167
WE (kg/m) 12.144
Ec (kg/m.L) 50.2510345
100
0.32417
12.32
38.0051414
200
0.23
11.968
52.0347826
0
0.25833
9.68
37.4709677
100
0.25667
8.976
34.9714286
200
0.26
9.152
35.2
Alami
Paksa
6.
Memplot grafik yang menghubungkan nilai keekonomisan ( ) sebagai sumbu-y terhadap tekanan sistem ( ) sebagai sumbu-x.
Hubungan antara P1 dengan Ec 60 50 ) 40 L . m / 30 g k ( c E 20
Konveksi Alami Konveksi Paksa
10 0 0
50
100
150
200
250
P1 (mmHg)
3.4 Neraca Energi untuk Sirkulasi Alami dan Sirkulasi Paksa
Langkah Perhitungan :
Rata-rata
Jenis Sirkulasi
P1
Alami
0 100
T3
T5
T8
101,4 98,2
66,8 68,2
70,6 76
Entalpi (kJ/kg) keadaan saturated P2 10 10
hf T5 (liquid) 279,57 285,44
29
hs P2 (steam) 2284,38 2289,78
he T3 hc T8 hs P2 (steam) (liquid) (liquid) 2253,30 295,284 374,92 2261,88 318,00 366,10
Paksa
200 0 100 200 1.
89 101,2 93,2 91,4
69 67,8 71 70
78,4 79,4 80 80,8
10 10 10 10
288,79 283,77 297,17 292,98
2295,40 2285,76 2301,10 2253,83 2307,41 2274,88 2315,02 2279,616
328,107 332,315 334,88 338,243
356,89 347,54 337,14 324,50
Mencari data-data entalpi masukan dengan menggunakan steam table, yaitu:
pada , pada , pada , dan pada .
2.
Menghitung perubahan level pada tangki masukan, kondensat, dan k onsentrat ( , , ). Menghitung jumlah total kondensat yang terkumpul dengan menggunakan persamaan:
Dimana dL2 adalah selisih antara ketinggian awal tangki dan ketinggian akhir tangki di kondensat. Jenis Sirkulasi
Rata-rata
P1
dL1
dL2
0 Alami
P2
4
125
185
10
100
1,5
60
134
10
200
1,5
60
58
10
4
115
58
10
100
1,5
39
58
10
200
2,2
45
264
10
0 Paksa
dL3
3. Menghitung massa air umpan, air yang terevaporasi, dan konsentrat ( , , ) dengan menggunakan persamaan:
Jenis Sirkulasi Alami Paksa
P1 0 100 200 0
Rata-rata dL1 dL2 dL3
Wf (kg/m)
We (kg/m)
Wc (kg/m)
4
125
185
4,4
2,2
3,256
1,5
60
134
1,65
1,056
2,3584
1,5
60
58
1,65
1,056
1,0208
4
115
58
4,4
2,024
1,0208
30
100 200
4.
1,5
39
58
1,65
0,6864
1,0208
2,2
45
264
2,42
0,792
4,6464
Dimana , , adalah konstanta kalibrasi masing-masing tangki, yaitu sebesar 110 kg/m, 17.6 kg/m, dan 17.6 kg/m.
5.
Menghitung neraca massa dengan menggunakan persamaan berikut:
6.
Menghitung neraca energi dengan menggunakan persamaan berikut:
dimana:
massa air masukan ke evaporator (kg) massa air terevaporasi (kg) massa air konsentrat (kg)
massa steam terkondensasi (kg)
entalpi umpan pada (kJ/kg entalpi uap air keluar dari evaporator (kJ/kg) entalpi konsentrat pada (kJ/kg) entalpi steam masuk jaket evaporator pada P 2 (kJ/kg) entalpi kondensat keluar dari jaket evaporator (kJ/kg) 7.
Menghitung kesalahan relative dari neraca massa dengan menggunakan persamaan berikut:
8.
| |
Menghitung kesalahan relative dari neraca energy dengan menggunakan persamaan berikut :
| |
31
Entalpi (kJ/kg) keadaan saturated
P1
hf T5 (liquid)
Hs P2 (steam)
he T3 (steam)
0
279,57
2284,38
100
285,44
2289,78
2261,88
200
288,79
2295,4
2285,76
0
283,77
2301,103
2253,83
100
297,17
2307,416
200
292,98
2315,02
2253,304
KR (%)
hc T8 (liquid)
hs P2 (liquid)
295,28
Wf
We
Wc
Qc
Neraca Massa
Neraca Energi
374,92
4,4
2,2
3,256
0,308
24
318
366,1
1,65
1,056
2,3584
0,296
10,933
18,64
328,1
356,89
1,65
1,056
1,0208
0,294
25,86
14,84
332,31
347,54
4,4
2,024
1,0208
0,294
30,8
15,8
2274,88
334,88
337,14
1,65
0,6864
1,0208
0,295
3,4666
71,02
2279,616
338,24
324,5
2,42
0,792
4,6464
0,304
12,72
14,01
32
21,053
BAB IV ANALISIS
4.1. Analisis Percobaan
Tujuan percobaan evaporator ini yaitu salah satunya mempelajari prinsip evaporasi keseluruhan serta faktor-faktor yang mempengaruhi proses evaporasi tersebut. Dalam percobaan ini, kami menggunakan fluida berupa air sebagai pelarut yang akan diuapkan dan steam sebagai fluida panas untuk menguapkan pelarut. Pemilihan air dikarenakan sifat air yang tidak korosif, tidak beracun dan tidak berbahaya serta ketersediaan yang melimpah dan mudah didapatkan. Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah evaporator jenis climbing film. Evaporator jenis ini beroperasi pada keadaan vakum menggunakan vacuum pump. Vacuum pump ini berfungsi untuk menarik udara dari sistem sehingga tercipta kondisi bertekanan rendah. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, salah satu faktor yang mempengaruhi laju evaporasi adalah tekanan sistem. Umumnya, semakin rendah tekanan sistem, maka akan laju evaporasi akan meningkat. Hal ini dikarenakan uap air akan lebih mudah terbentuk pada tekanan yang rendah atau titik didih air akan menurun seiring dengan penurunan tekanan sistem. Oleh karena itu, dalam percobaan evaporator ini, kami melakukan variasi tekanan sistem dengan menggunakan vacuum pump dengan variasi 0 mmHg, 100 mmHg dan 200 mmHg. Seperti yang ada pada tujuan percobaan yang kedua dari percobaan ini yaitu mengetahui pengaruh perubahan tekanan sistem terhadap laju evaporasi dalam sistem. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sumber kalor yang digunakan untuk menguapkan larutan adalah steam. Steam yang digunakan berada dalam kondisi
jenuh
sehingga
perpindahan
kalor
dari
steam
ke
air
akan
mengkondensasikan steam menjadi kondensat (fasa cair). Dalam percobaan ini, kami mengukur jumlah kondensat yang terbentuk selama percobaan berlangsung. Kemudian, larutan yang menerima kalor dari steam akan mengalami proses evaporasi sehingga terjadi pemisahan antara zat terlarut dengan pelarutnya, dalam hal ini air, menjadi larutan dengan konsentrasi yang lebih pekat. Hal ini
33
dikarenakan zat terlarut yang memiliki titik didih yang jauh lebih besar dibandingkan dengan pelarutnnya (air). Selain dipengaruhi oleh tekanan operasi, laju evaporasi juga dipengaruhi salah satunya oleh jenis aliran sirkulasi alami dan sirkulasi paksa. Pada percobaan evaporasi, dilakukan pengambilan data percobaan dilakukan dalam dua kondisi aliran, yaitu aliran alami dan aliran paksa. Pada percobaan aliran alami, valve C5 dibuka dan disesuaikan bukaannya untuk mendapatkan maksimum steady recirculation rate, yang dapat dibaca pada F3. Sedangkan untuk aliran paksa, prosedurnya sama dengan aliran alami namun valve V7 dibuka lalu valve C4 dan C5 disesuaikan bukaannya untuk dapat menghasilkan laju alir aliran yang diinginkan pada flowmeter. Data-data yang diambil adalah P1, P2, F2, F3, L1, L2, L3, T3, T5, T7, T8, t serta Qc. Pengambilan data didasarkan pada variasi nilai P1, yaitu 100 mmHg, 200 mmHg, dan 300 mmHg. Data-data diatas diambil setiap 2 menit sekali. Untuk satu kali percobaan dengan satu variasi P1 pengambilan data dilakukan sebanyak 6 kali, yaitu pada saat t = 0 menit hingga t = 10 menit. Pada percobaan 1 dan 2 dibutuhkan data P1, P2, T7, t, L2 untuk mengetahui hubungan tekanan terhadap laju evaporasi. Oleh karena itu dibutuhkan data tekanan sistem (P1) dan tekanan steam (P2) yang keluar dari evaporator. Variabel yang divariasikan adalah tekanan sistem (P1), sedangkan variabel terikat yang diamati adalah P2, T7, dan L2 untuk tiap waktu (t). Untuk menghitung laju evaporasi dibutuhkan data suhu air yang keluar dari evaporator dan jumlah steam yang tekondensasi. Pada percobaan ketiga dibutuhkan data-data F2 dan F3 untuk menghitung rasio aliran. Untuk menghitung banyaknya air yang terevaporasi dibutuhkan data volume kondensat. Selanjutnya volume kondensat yang tercatat akan dibagi dengan waktu (t) untuk mengetahui laju evaporasi yang terjadi. Pada percobaan sirkulasi alami dan sirkulasi paksa, kita melihat bahwa metode praktikum yang digunakan sama, hanya saja kita perlu membuka valve di bagian bawah. Kita mengetahui bahwa sistem yang bekerja pada sirkulasi alami bekerja dengan menambahkan sirkulasi yang terjadi akibat perbedaan densitas karena pemanasan. Saat air mulai mendidih pada evaporator tabung, maka buih air
34
akan naik ke permukaan dan memulai sirkulasi yang mengakibatkan pemisahan fasa cair dan uap air terjadi pada bagian atas tabung pemanas. Sedangkan, pada sirkulasi paksa perbedaan temperatur uap dengan larutan mempengaruhi jumlah kondensat namun seringkali terdapat keadaan dimana proses pendidihan mengakibatkan sistem menjadi kering (berkurangnya uap air). Untuk menghindari hal ini maka kita menggunakan sirkulasi secara paksa untuk menaikkan tekanan, bukan dengan penggunaan pompa.
4.2 Analisis Hasil Percobaan 4.2.1. Variasi Laju Evaporasi dengan Tekanan Sistem
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tekanan sistem terhadap laju evaporasi pada kondisi paksa dan juga alamiah.
Variasi laju
evaporasi dapat ditinjau dari jumlah kondesat (L2) yang didapatkan pada selang waktu tertentu (2-10 menit). Laju evaporasi dapat dianalisis berdasarkan seberapa besar volume kondesat yang didapatkan. Variasi tekanan pada percobaan dilakukan pada tekanan 0, 100, dan 200 mmHg. Pada pengolahan data ini didapatkan bahwa L2 akan meningkat seiring dengan pertambahan waktu pada setiap tekanan. Berikut ini merupakan hasil grafik L2 terhadap waktu pada variasi tekanan.
35
L2 vs Waktu 0,4 0,35 y = 0,0068x + 0,2766
0,3 0,25
y = 0,0125x + 0,0288
2 0,2 L
y = 0,0073x + 0,1973
0,15 100 mmHg
0,1
200 mmHg 0,05
0 mmHg
0
Linear (100 mmHg) 0
2
4
6
8
Waktu (menit)
10
12
Linear (200 mmHg)
Grafik 4.1 Grafik Hubungan antara L2 dengan Waktu dalam Sirkulasi
Alami (Sumber: data praktikan)
36
L2 vs Waktu 0,3 y = 0,0052x + 0,1934 0,25
0,2
y = 0,0116x + 0,0297
2 0,15 L
100 mmHg
y = 0,0051x + 0,1341
200 mmHg 0,1 0 mmHg 0,05
0 0
2
4
6
8
10
12
Waktu (menit)
Grafik 4.2 Grafik Hubungan antara L2 dengan Waktu dalam Sirkulasi Paksa
(Sumber: data praktikan)
Selain itu, berikut ini adalah tabel yang membandingkan peningkatan tekanan sistem terhadap laju evaporasi rata-rata. Jenis Sirkulasi
Sirkulasi Alami
Sirkulasi Paksa
P1 (mmHg)
E
0
7.7088
100
13.2
200
7.1808
0
5.3856
100
12.2496
200
5.4912
Tabel diatas merupakan ringkasan pengolahan data mengenai pengaruh tekanan sistem terhadap laju evaporasi. Secara teoritis seiring dengan meningkatnya tekanan sistem maka laju evaporasi (E) akan semakin meningkat. Hal ini dikarenakan semakin tinggi tekanan sistem maka konsentrasi air fasa
37
dalam gas semakin semakin besar, mendekati kondisi kesetimbangan uap-cair. Akibatnya semakin sulit air akan terevaporasi. Tetapi pada hasil percobaan terdapat keanehan yang diperlihatkan dengan naik turunnya laju evaporasi. Pada kedua percobaan baik paksa maupun alami terdapat perubahan yang cukup signifikan pada tekanan 100 mmHg. Pada percobaan sirkulasi alami didapatkan bahwa dengan kenaikan tekanan sistem maka laju evaporasi akan turun, namun pada saat tekanan mencapai 100 mmHg dan 200 mmHg laju evaporasi kembali naik. Hal ini dapat disebabkan karena ketidak konsistenan F1. F1 merupakan laju alir air, laju alir air ini tentu akan memperngaruhi laju evaporasi pada tekanan 100 mmHg dan 200 mmHg dikhawatirkan nilai F1 semakin besar sehingga jumlah air akan semakin banyak dan dengan jumlah steam yang sama maka steam akan sulit menguapkan air. Pada percobaan konveksi alamiah seharusnya juga didapatkan hasil yang sama yaitu penurunan laju evaporasi seiring dengan kenaikan tekanan.
Pada
tekanan 100 mmHg ke 200 mmHg terjadi penurunan. Namun pada tekanan 0 mmHg ke 100 mmHg terdapat kenaikan yang cukup signifikan. Hal ini dapat disebabkan karena belum stabilnya sistem pada saat kondisi 0 mmHg karena perubahan tekanan dilakukan langsung. Perlu diketahui juga bahwa P1 adalah tekanan sistem dan P2 adalah tekanan dari steam. Dari data pula terlihat bahwa saat tekanan dari sistem (P1) dinaikkan, maka P2 akan berkurang. Berkurangnya tekanan steam ini pula yang menyebabkan adanya penurunan laju evaporasi. Hal ini disebabkan karena titik didih steam turun seiring berkurangnya tekanan dari steam tersebut. Berkurangnya tekanan dari steam juga menyebabkan penurunan dari suhu steam itu sendiri. Dari data pula dapat dilihat bahwa penurunan suhu steam lebih besar daripada penurunan titik didih air saat suhu diturunkan. Berdasarkan hukum termodinamika, tekanan dan suhu saling berpengaruh. Ketika tekanan dinaikkan, maka suhu akan naik atau sebaliknya. Dalam percobaan ini, ketika tekanan steam turun, maka akan ter jadi penurunan titik didih dari steam yang digunakan. Berdasarkan rumus :
38
Jika nilai K 1 dan U E konstan, laju evaporasi akan semakin kecil karena nilai akan semakin kecil saat tekanan diturunkan. Penurunan tekanan akan menurunkan kerja steam untuk mentransfer panas. Hal ini dapat diamati dari suhu keluar steam (TS) akan lebih tinggi pada tekanan system (P1) yang rendah dibanding T S pada P1 yang lebih tinggi. Suhu keluar steam yang tinggi menunjukkan bahwa steam hanya mentransfer sedikit energi pada tube evaporator. Pengaruh sirkulasi terhadap laju evaporasi dapat dilihat pada grafik dibawah ini
E vs P 14 12 10 E
8 6
Sirkulasi Alami
4
Sirkulasi Paksa
2 0 0
50
100 P
150
200
250
Grafik 4.3 Hubungan antara E terhadap P
Ketidak konsistenan penurunan laju evaporasi pada sirkulasi alami dan paksa juga berdampak pada ketidak konsistenan pengaruh jenis sirkulasi. Seharusnya sirkulasi pakasa akan menghasilkan laju evaporasi yang semakin besar. Hal ini disebabkan perpindahan panas pada sirkulasi paksa lebih baik daripada sirkulasi alami. Perpindahan panas pada sirkulasi paksa dibantu dengan pompa yang mengalirkan air lebih baik dan lebih banyak sehingga gerakan gelembung ke atas akan semakin cepat dan mempunyai luas permukaan kontak yang lebih besar pula. Hal ini akan menggerakan cairan dengan cepat pula sehingga waktu tinggal dalam daerah pemanasan cukup singkat dan perpindahan panas akan lebih baik.
39
4.2.2. Variasi Laju Sirkulasi dan Evaporasi dengan Perbedaan Temperatur Pada percobaan ini didapatkan grafik yang menghubungkan antara laju evaporasi (E) dengan perbedaan suhu sistem dengan steam (ΔTE). Grafik tersebut menunjukkan bahwa semakin besar perbedaan suhu maka semakin besar pula laju evaporasi. Semakin besar perbedaan suhu maka semakin besar energi panas yang ditransfer oleh steam. Tentunya ini akan berdampak pada peningkatan laju evaporasi. Hal ini sesuai dengan teori yang dicerminkan oleh persamaan berikut: E Q / H E K 1U E T E U E
T E
n
E K 2 T E
n 1
Grafik dibawah ini memperlihatkan pengaruh perbedaan suhu dengan laju evaporasi pada sirkulasi ilmiah dan juga paksa. 1 0,8 Sirkulasi Alami
0,6 0,4
Sirkulasi Paksa
0,2 0 0
0,5
1
1,5
Grafik 4.4 Hubungan antara E terhadap P
Secara garis besar dapat dilihat bahwa kenaikan laju evaporator terjadi dengan naiknya perbedaan suhu steam dengan suhu keluaran evaporator. Suhu keluaran air dari tube evaporator menunjukkan titik didihnya pada tekanan yang diuji pada percobaan. Namun secara teoritis, akan lebih besar laju evaporasi pada sirkulasi paksa karena sirkulasi paksa memberikan asupan kalor tambahan pada sistem melalui sirkulasi cairan jenuh (konsentrat) yang merupakan hasil pemisahan dari uap dari kolom evaporasi. Sirkulasi ini memiliki suhu yang lebih tinggi daripada feed. Dengan kalor yang dibawa oleh sirkulasi tersebut, evaporasi akan semakin cepat.
40
4.2.3. Keekonomian untuk Sirkulasi Alami dan Sirkulasi Paksa Percobaan ini bertujuan untuk menentukan ekonomi evaporator sirkulasi alami dan sirkulasi paksa. Faktor utama yang mempengaruhi ekonomi sistem evaporator adalah banyaknya perlakuan yang diberikan. Ekonomi evaporator dipengaruhi suhu umpan (dalam percobaan ini T 5). Jika suhu umpan lebih rendah dari titik didih di dalam efek pertama, maka entalpi penguapan pemanas sebagian akan digunakan untuk beban pemanasan tersebut, dan hanya sebagian yang tersisa untuk evaporasi. Dalam percobaan ini, suhu umpan lebih rendah dari titik didih, sehingga sebagian entalpi steam akan digunakan untuk beban pemanasan tersebut. Dari pengolahan data yang telah dilakukan, pada sirkulasi alami terjadi penurunan
kemudian
penambahan
ekonomi
evaporator
seiring
dengan
pertambahan sistem sedangkan untuk sirkulasi paksa terlihat ekonomi evaporator semakin besar walaupun perubahannya tidak signifikan. Hal ini disebabkan karena tekanan akan mempengaruhi suhu sistem, dan suhu sistem ini akan berpengaruh terhadap keekonomian dari evaporator. Semakin tinggi tekanan maka akan semakinnya tinggi suhu umpan yang menyebabkan entalpi penguapan semakin lama semakin banyak yang benar-benar digunakan untuk evaporasi. Kenaikan tekanan sistem akan memperbesar keekonomisan karena tekanan sistem akan memperbesar laju evaporasi yang akan mempengaaruhi nilai keekonomisan, WE. Berdasarkan teori, pada sirkulasi paksa laju evaporator lebih tinggi dibandingkan pada sirkulasi alami. Ini disebabkan karena pada sirkulasi paksa pada evaporator terjadi perpindahan panas yang lebih baik dibandingkan pada sirkulasi alamiah. Pada sirkulasi paksa air yang terevaporasi akan lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan pada sirkulasi alamiah sedangkan jumlah steam terkondensasi akan tetap. Hal ini akan menyebabkan nilai keekonomisan pada sirkulasi paksa akan lebih tinggi dibandingkan nilai keekonomisan pada sirkulasi alamiah. Namun pada percobaan ini, nilai ekonomi sirkulasi paksa lebih kecil dibandingkan sirkulasi alami. Perbedaan hasil dengan teori mungkin disebabkan
41
karena laju evaporator pada sirkulasi paksa lebih kecil dibandingkan pada sirkulasi alami sehingga air yang terevaporasi lebih sedikit dibandingkan pada sirkulasi alami. Perbedaan hasil ini akan dibahas pada analisis kesalahan
4.2.4. Neraca Energi untuk Sirkulasi Alami dan Sirkulasi Paksa Perhitungan neraca energi di atas mengasumsikan evaporator bekerja secara tunak dengan tidak adanya panas yang hilang ke lingkungan dan persamaan yang digunakan untuk menghitung neraca energi pada evaporator ini: W F .h F
Q. H s W E .h E W C .hC Q.h s
Secara teoritis neraca kesetimbangan energi harus didapat dengan asumsi tidak ada heat loss. Akan tetapi pada prakteknya heat loss tidak dapat dihindari dan hanya dapat diminimalisasi. Dari hasil pengolahan data didapat bahwa neraca energi kiri dan kanan tidak sama dan berbeda cukup besar yang menunjukkan bahwa energi yang dilepaskan oleh stea m tidak sama dengan energi yang diterima oleh air untuk proses evaporasi. Energi tersebut kemungkinan hilang ke lingkungan.. Pada neraca energi di atas terdapat besaran massa yang dapat dihitung dengan persamaan neraca massa sebagai berikut: W F
W E W C
Dari keseluruhan hasil perhitungan dapat dilihat bahwa neraca massa dan neraca energi tidak berlaku. Hal ini disebabkan kondisi sistem yang tidak steady lagi. Padahal persamaan yang digunakan adalah persamaan untuk kondisi sistem yang steady. Secara teoritis sirkulasi paksa akan memberikan steam loss yang lebih sedikit dengan penambahan laju alir sirkulasi. Akan tetapi dengan banyaknya air yang disirkulasi akan memberikan heat loss yang lebih besar karena air lebih lama berada dalam sistem. Namun, hasil yang didapat dalam percobaan tidak sepenuhnya sesuai dengan neraca massa dan energi di atas, tetapi terjadi penyimpangan yang ditunjukkan dengan kesalahan relatif yang relatif besar, baik untuk sirkulasi alami maupun sirkulasi paksa.
42
4.3
Analisis Kesalahan
Penyimpangan hasil pengolahan data terhadap teori dapat terjadi akibat hal-hal berikut: 1. Laju alir steam yang tidak stabil dan tidak terkendali akan menyebabkan tidak stabilnya panas yang diberikan oleh steam, sehingga akan menyebabkan kesalahan pada perhitungan laju evaporasi. 2. Kualitas steam yang tidak diketahui dan dianggap saturated steam, padahal bisa saja steam berfasa superheated . Tentu hal ini akan mempengaruhi perhitungan terutama pada neraca energi dan pengaruh suhu terhadap laju evaporasi. 3. Keluaran kondensat steam yang kontak dengan larutan pada HE shell and tube tidak stabil sehingga dapat mengakibatkan tidak stabilnya nilai laju alir kondensat steam (Qc) yang tercatat oleh praktikan. 4. Pengaturan tekanan sistem yang tidak stabil dan membuat terkadang tekanan sistem berubah yang ditunjukan oleh pressure gauge yang jarumnya beberapa kali menyimpang secara tiba-tiba saat percobaan dilakukan. 5. Asumsi bahwa steam dari keluaran shell evaporator adalah saturated liquid tidak dapat diterima karena bisa jadi cairan berada dalam keadaan subcooled liquid (cairan yang berada pada kondisi di bawah titik jenuhnya) atau dalam keadaan dua fasa. Steam yang memiliki keadaan yang tidak sesuai asumsi akan membuat energi yang diberikan ke feed menjadi berbeda dengan hasil perhitungan. 6. Adanya heat loss secara konveksi ke udara dan konduksi ke pipa. Panas yang hilang ini juga akan sulit dihitung dalam pengolahan data dan dianggap tidak ada panas yang terbuang ke lingkungan atau keluar sistem.
43
BAB V KESIMPULAN
1.
Secara teoritis seiring dengan meningkatnya tekanan sistem maka laju evaporasi (E) akan semakin meningkat. Tetapi pada hasil percobaan terdapat keanehan yang diperlihatkan dengan naik turunnya laju evaporasi. Pada kedua percobaan baik paksa maupun alami terdapat perubahan yang cukup signifikan pada tekanan 100 mmHg.
2.
Pada Variasi Laju Sirkulasi dan Evaporasi dengan Perbedaan Temperatur
didapatkan hasil semakin besar perbedaan suhu maka semakin besar pula laju evaporasi. 3.
Keekonomian pada sirkulasi paksa lebih kecil dibandingkan dengan sirkulasi paksa
4.
Untuk perhitungan neraca energy terjadi penyimpangan yang ditunjukkan dengan kesalahan relatif yang relatif besar, baik untuk sirkulasi alami maupun sirkulasi paksa dikarenakan adanya heat loss
44