BAB II PEMBAHASAN TOKOH-TOKOH ANTI KORUPSI INDONESIA 1.
Bung Hatta
Siapa yang tak kenal dengan Mohammad Hatta yang merupakan salah satu dari proklamator Negara Indonesia? Sosok pemimpin jujur dan sederhana sepertinya sangat dirindu oleh masyarakat Indonesia. Bung Hatta, panggilan akrabnya, adalah sosok pemimpin yang jujur, sederhana dan cinta tanah air. Sebuah kisah menarik yang memperlihatkan kejujuran dan kesederhanaannya adalah kisahnya dengan sepatu Bally. Bally pada tahun 1950-an merupakan sebuah merek sepatu bermutu tinggi dan tentu saja harganya tidak murah. Bung Hatta yang pada waktu itu menjabat sebagai Wakil Presiden sangat berminat pada sepatu tersebut. Saking inginnya ia membeli sepatu merek Bally, beliau pun menggunting iklan sepatu tersebut dan menyimpannya. Untuk membeli sepatu tersebut, beliau pun terus menabung. Namun, uang tabungan tampaknya tidak pernah mencukupi karena selalu terambil untuk keperluan rumah tangga atau guna membantu kerabat dan handai taulan yang datang kepadanya untuk meminta pertolongan. Sampai akhir hayatnya, sepatu tersebut pada akhirnya tidak pernah terbeli oleh beliau. Dan yang paling mengharukan tentunya adalah hingga saat wafat, guntingan iklan sepatu tersebut masih tersimpan dan menjadi saksi dari kesederhanaan bung Hatta. Andai saja Bung Hatta mau menggunakan jabatannya sebagai Wakil Presiden RI, tentu saja mendapatkan sepatu itu sangat mudah. Beliau bisa dengan mudahnya meminta tolong para duta besar atau pengusaha yang menjadi kenalan Bung Hatta untuk membelikan sepatu itu. Bahkan bukan hanya sepatu merek Bally, namun barang yang lebih mewah pun akan mudah didapatkan. Namun, beliau tidak mau menyalahgunakan jabatannya untuk hal pribadinya. Bayangkan saja, se orang wakil presiden, salah satu dari dua proklamator negara ini tidak mampu membeli sepatu bermerek terkenal. Meski memiliki jasa besar bagi kemerdekaan negeri ini, Bung Hatta sama sekali tidak ingin meminta sesuatu untuk kepentingan sendiri dari orang lain atau negara.
Selain sepatu Bally, ternyata Hatta juga tidak mampu membeli mesin jahit yang juga sudah lama didambakan sang istri. Ketika itu, Hatta mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden pada tanggal 1 Desember 1956. Uang pensiun yang diterimanya sangat kecil, bahkan saking kecilnya, sampai-sampai hampir sama dengan Dali, sopirnya yang digaji pemerintah. Di sinilah letak keistimewaan Bung Hatta. Ia tidak mau meminta sesuatu untuk kepentingan sendiri dari orang lain. Bung Hatta memilih jalan sukar dan lama, serta lebih mendahulukan orang lain daripada kepentingannya sendiri. Segala yang dilakukan Bung Hatta sudah mencerminkan bahwa dia tidak hanya jujur, namun juga uncorruptable, tidak terkorupsikan. Kejujuran hatinya membuat dia tidak rela untuk menodainya dengan melakukan tindak korupsi. Bung Hatta meninggalkan teladan besar, yaitu sikap mendahulukan orang lain, sikap menahan diri dari meminta hibah, bersahaja, dan membatasi konsumsi pada kemampuan yang ada. Kalau belum mampu, harus berdisiplin dengan tidak berutang atau bergantung pada orang lain dan juga uncorruptable. 2.
Soeprapto
Raden Soeprapto lahir di Kediri, 27 Maret 1897. Ayahnya juru tulis pada asisten residen Trenggalek, kemudian asisten wedana di Nganjuk. Karena itu, dia dapat menempuh pendidikan yang lumayan. Dia bersekolah di HIS (Hollands Inlandse School) dan ELS (Europese Lagere School). Lulus dari ELS, Soeprapto memilih Rechtsschool di Koningsplein Zuid 10 (sekarang Merdeka Selatan) Jakarta. Selepas dari Rechtsschool, Soeprapto memilih langsung bekerja. Sebagai anak paling tua, dia merasa punya tanggung jawab untuk dapat segera membantu orang tua. Soeprapto adalah seorang jaksa/hakim karier. Sejak 31 Mei 1917, dia menjadi staf ketua Pengadilan Negeri Tulungagung setelah sebelumnya bertugas di Surabaya, Semarang, Demak, Purworejo, Bandung, Banyuwangi, Singaraja, Denpasar, Mataram (Lombok), Cirebon, dan Salatiga. Ketika Jepang menyerbu Maret 1942, Soeprapto menjabat kepala Pengadilan Pekalongan hingga agresi militer Belanda pertama pada 1947. Karena memilih sikap nonkooperatif, dia mengungsi ke wilayah Republik di Yogyakarta. Sebelum dilantik sebagai jaksa agung, 28 Desember 1950, dia menjadi hakim anggota Mahkamah Agung. Soeprapto wafat 2 Desember 1964. Meski berada di bawah Menteri Kehakiman, Jaksa Agung Soeprapto tidak takut menyidangkan mantan Menteri Kehakiman Djody Gondokusumo. Pada 2 Januari 1956, Djody divonis 1 tahun penjara potong masa tahanan karena terbukti menerima suap Rp40 ribu. Soeprapto bukan kader partai dan tidak takut mengadili petinggi partai. Bukan hanya tokoh nasionalis seperti Roeslan Abdulgani yang diperiksa, melainkan juga tokoh Islam seperti K.H. Masykur (mantan menteri agama dalam kasus dugaan korupsi kain kafan dari Jepang), Kasman Singodimejo (kasus penghasutan di depan umum).
Dari golongan kiri kasus D.N. Aidit (pencemaran nama baik Bung Hatta), Sidik Kertapati (dugaan makar). Dari partai sosialis, mantan menteri ekonomi Sumitro Djojohadikusumo diperiksa karena kasus pencemaran nama baik. Dari etnis Tionghoa, yaitu Lie Kiat Teng (mantan menteri kesehatan) dan Ong Eng Die (mantan menteri keuangan), keduanya dalam kasus dugaan penyalahgunaan jabatan. Tokoh daerah yang diadili adalah Sultan Hamid Algadrie II (dalam kasus makar yang melibatkan Westerling). Wartawan senior yang ketika itu pernah diperiksa pengadilan adalah Asa Bafagih, Mochtar Lubis, B.M. Diah dan Naibaho (Pemred Harian Rakyat). Orang asing yang diadili adalah Schmidt dan Jungschlager. Pemeriksaan atas sejumlah pejabat tinggi, pengadilan terhadap bekas pejabat teras dan pengusaha kakap yang berkongkalikong dengan pejabat ada sekitar 30 kasus, membuat dia tidak disukai politisi. Walau pakar Indonesia dari Washington University, almarhum Daniel Lev, mengakui "Pak Prapto itu memang luar biasa, ia sangat jujur dalam menjalankan tugas ". Dia juga keras dalam mendidik anak-anak. Putrinya Sylvia pernah diberi dua gelang emas besar oleh seorang warga Pakistan di halaman rumahnya. Soeprapto marah. Dia menyuruh putrinya mengembalikan pemberian itu. 3.
Hoegeng
Hoegeng lahir di Pekalongan, 14 Oktober 1921. Nama pemberian ayahnya adalah Iman Santoso, waktu kecil ia sering dipanggil bugel (gemuk), lama kelamaan menjadi bugeng dan akhirnya berubah jadi hugeng. Setelah dewasa bahkan sampai tua, ia tetap kurus. Ayahnya Sukario Hatmodjo pernah menjadi kepala kejaksaan di Pekalongan; bertiga dengan Ating Natadikusumah, kepala polisi dan Soeprapto ketua pengadilan mereka menjadi trio penegak hukum yang jujur dan profesional. Ketiga orang inilah yang memberikan andil bagi penumbuhan sikap menghormati hukum bagi Hoegeng kecil, bahkan karena kekaguman kepada Pak Ating-yang gagah, suka menolong orang dan banyak teman--Hoegeng pun bercita-cita menjadi polisi. Setelah lulus PTIK tahun 1952, Hoegeng ditempatkan di Jawa Timur. Penugasannya yang kedua sebagai kepala reskrim di Sumatera Utara yang menjadi batu ujian bagi seorang polisi karena daerah ini terkenal dengan penyelundupan. Hoegeng disambut secara unik, rumah pribadi dan mobil telah disediakan oleh beberapa cukong perjudian. Ia menolak dan lebih memilih tinggal di hotel sebelum dapat rumah dinas. Masih ngotot, rumah dinas itu kemudian juga dipenuhi perabot oleh tukang suap itu. Kesal, ia mengultimatum agar agar barang-barang itu diambil kembali oleh pemberi dan karena tidak dipenuhi akhirnya perabot itu dikeluarkan secara paksa oleh Hoegeng dari rumahnya dan ditaruh di pinggir jalan. Maka gemparlah kota Medan karena ada seorang kepala polisi yang tidak mempan disogok.
Setelah sukses bertugas di Medan, Hoegeng kembali ke Jakarta. Untuk sementara ia dan istri menginap di garasi rumah mertuanya di Menteng. Kemudian ia ditugaskan sebagai kepala Jawatan Imigrasi. Sehari sebelum diangkat, ia menutup usaha kembang istrinya di jalan Cikini karena khawatir orang-orang yang berurusan dengan imigrasi sengaja memborong bunga untuk mendapatkan fasilitas tertentu. Selepas dari sini atas usul dari Sultan Hamengku Buwono IX, Hoegeng diangkat menjadi Menteri Iuran Negara dalam kabinet Seratus Menteri Juni 1965. Tahun 1966 ia kembali ke kepolisian sebagai deputi operasi dan tahun 1968 menjadi panglima angkatan kepolisian. Dalam jabatan ini terjadi beberapa kasus yang menarik perhatian publik seperti Sum Kuning, tewasnya mahasiswa ITB Rene Coenrad dan penyelundupan Robby Tjahyadi. Keuletan menuntaskan kasus besar itu menyebabkan Hoegeng suatu saat berhadapan dengan lingkaran dekat Presiden. Hoegeng tetap konsisten. Akibatnya ia diberhentikan oleh Presiden Soeharto walaupun masa jabatannya sebetulnya belum berakhir. Sebelumnya Hoegeng juga merintis pemakaian helm bagi pengendara kendaraan bermotor yang ketika itu menjadi polemik. Kini terasa bahwa instruksi itu memang bermanfaat. Hoegeng ditawari jabatan duta besar di sebuah negara Eropa tetapi ia menolak. Alumnus PTIK tahun 1952 ini lebih senang jadi orang bebas, ia tampil dengan grup musik Hawaian Senior di TVRI, satu-satunya saluran televisi masa itu. Tetapi musik barat dengan kalungan bunga itu dianggap kurang sesuai "kepribadian nasional " oleh Menteri Penerangan Ali Moertopo sehingga ia tidak boleh tampil lagi. Kemudian Hoegeng bergabung dengan rekan-rekannya yang kritis dalam Petisi 50. Ia tetap sederhana. Ketika rapat kelompok ini di rumah Ali Sadikin, tidak jarang Hoegeng naik bajaj. Apa yang mendorong Hoegeng menjadi tokoh yang bersih dan antikorupsi Barangkali pendiriannya yang ditanamkan oleh ayahnya bahwa "yang penting dalam kehidupan manusia adalah kehormatan. Jangan merusak nama baik dengan perbuatan yang mencemarkan ". Ayahnya seorang birokrat yang sampai akhir hayatnya tidak sempat punya tanah dan rumah pribadi. Mantan Jaksa Agung Soeprapto dan Jenderal Hoegeng layak diangkat menjadi pahlawan nasional.
4.
Prof. Dr. E mil Salim Beliau adalah sosok pejabat negara yang bersih dari serbuk-serbuk korupsi. Betapa tidak, beliau telah tiga kali menjabat sebagai menteri. Yang pertama sebagai menteri perhubungan, kemudian menteri negara pengawasan pembangunan dan lingkungan hidup (PPLH) dan yang ketiga, Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH). Meski gajinya selangit, tak pernah sedikitpun beliau hidup berfoya-foya. Bahkan untuk soal tempat tinggal pun ia lebih memilih tinggal di rumah dinas saja. Ia hanya fokus untuk
mengemban tugas yang dipercayakan negara kepadanya dengan s ebaik-baiknya. Dulu ketika masih kuliah Emil Salim memang punya sebuah rumah, tapi rumah itu dikontrakkan dan uangnya ditabung. Rupa-rupanya kemenakan H. Agus Salim ini punya visi kedepan. Ini bisa dilihat dari perjuangannya dalam meniti pendidkan hingga bergelar professor. Ketika tak lagi aktif menjabat menteri, beliau tak lagi tinggal di rumah dinas dan merasa perlu untuk memiliki sebuah rumah. Menurut Emil Salim, rumah baru itu adalah tempat bernaung bagi ia dan sang istri sedangkan putri-putrinya sudah dibawa oleh suami mereka masing-masing. Emil salim adalah orang yang bersahaja, bahkan beliau tak hidup mewah. Ini bisa kita ketahui dari pengakuan orang-orang yang dekat dengan beliau. Menurut salah satu sahabatnya, Emil Salim tak memiliki perabotan rumah yang bisa disebut layak, bahkan dikatakan bahwa ia kesulitan untuk membeli sebuah ranjang. Emil mengaku bahwa saat ini untuk menunjang kehidupannya Ia hanya mengandalkan penghasilan dari rumah kontrakan. Gaya hidup sederhana dan lurus yang dijalani Emil Salim membuat banyak pihak memujinya. Salah satu pejabat negara mengatakan bahwa emil salim adalah pejabat negara yang bersih dan tidak menyukai gelimang uang. 5.
Mar’ie Muhammad
Tokoh anti korupsi berikutnya dalam daftar kita adalah Mar’ie Muhammad yang juga disebut bersih dari kasus korupsi. Gaya hidup sederhana dari sang menteri tercermin dari cara ia berpakaian, busana kerja yang dipakainya hanya safari dan ketika sedang santai di rumah lebih sering mengenakan sarung saja. Tak hanya dirinya saja, ia menanamkan pola hidup sederhana ke semua orang yang dikenalnya. Ia bahkan berkata pada anaknya bahwa materi itu bukan tujuan hidup yang utama. Materi yang berlimpah hanya berfungsi sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada tuhan. Dengan sikapnya ini, ia melarang anak-anaknya untuk bepergian memakai mobil baik ke sekolah maupun ke banyak tempat yang lain. Daripada hidup boros, Marie Muhammad lebih memilih untuk mengajak umroh anggota keluarganya ke tanah suci. Setuju kan? Saking tegas dan lurusnya dalam bersikap, rancangan anggaran di instansi yang beliau pimpin, yang menurutnya terlampau berlebihan pun ditolaknya. Khususnya besaran anggaran dinas dan biaya taktis lainnya. ketimbang menggelontorkan dana untuk urusan gak karuan, Mar’ie Muhammad lebih mengutamakan efisiensi dan perbaikan keuangan di instansi yang ia pimpin. Karena upayanya ini ia mendapat julukan, Mr. Clean.
6. Satri o Budiharjo J oedono
Salut untuk Satrio Budiharjo Joedono, beliau adalah pejabat negara anti korupsi yang hidup sederhana. Kegemaran beliau adalah mengoleksi lukisan antik dan guci keramik. Tapi jangan berpikir semua itu ia beli dengan uang negara, itu semua adalah hasil dibeli secara kredit. Ia mengaku tak mampu untuk membayar cash koleksi-koleksi berharga itu. Soal tempat tinggal pun tak jauh berbeda. Semasa tinggal di rumah dinas para menteri, ketika anda masuk ke ruang tamu tak sedikit pun aroma mewah terlihat di seantero ruangan. Semua begitu sederhana. Soal alat transportasi, Satrio mengaku bahwa ia hanya punya satu mobil saja, itu pun mobil tua sementara dua mobil lainnya yang terlihat nongkrong di garasi rumah adalah mobil milik BPPT dan kendaraan dinas menteri. Terkadang filosofi hidup Satrio Budiharjo Joedono agak merisaukan orang-orang di sekitarnya. Pejabat yang akrab dipanggil Billy ini memiliki sebuah tas kerja berwarna cokelat yang sudah agak usang. Karena dianggap sudah terlalu lusuh, staff di kementrian memberinya sebuah tas baru ketika ia akan pergi ke istana negara. Satrio Budiharjo Joedono adalah orang yang cermat dan selalu mengecek dokumen yang disodorkan kepadanya untuk ditandatangani. Baginya fakta adalah fakta dan kejujuran adalah kejujuran, tak lebih dan tak kurang. Itulah prinsip hidup yang diembannya. 7.
I r. Sarwono Kusumaatmadja Tokoh anti korupsi terakhir dalam daftar kita kali ini adalah Ir. Sarwono Kusumaatmadja. Beliau pernah menjabat sebagai Menteri Negara Lingkungan Hidup. Ia menilai kesederhanaan hidup di atas segala-galanya. Dengan hidup sederhana, semua orang akan terbebas dari perilaku konsumtif yang cenderung memaksakan diri untuk mendapatkan sesuatu diluar kendali mereka, padahal sikap ini merugikan orang itu sendiri. Sarwono menilai korupsi sebagai perilaku memaksakan diri untuk mencukupi hal-hal di luar kesanggupan keuangan keluarga. Untuk menghindari pemborosan ia selalu menekankan untuk tidak membeli barang-barang yang tak begitu bermanfaat dan barang yang dilelang. Sarwono berprinsip bahwa hidup itu lebih mulia jika bisa memberi dan ia mentaati pesan orang tuanya untuk tidak hidup di
atas derita pihak tertentu. Menurut Sarwono, kendati ia tak 100% bersih dari perilaku korupsi, ia merasa berutung tidak hidup dengn perilaku itu. Selaku seseorang yang memangku jabatan menteri, tentu ada beberapa pihak yang menyodorinya barang berharga. Tapi semua itu ditolaknya dengan tegas. Pernah ada yang memberinya hadiah cek berangka besar, tapi dengan kesadaran tinggi beliau menolaknya.
TOKOH-TOKOH ANTI KORUPSI LUAR NEGERI 1.
Bertrand Despeville
Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak lepas dari peran seorang tokoh bernama Bertrand DeSpeville yang merupakan ahli antikorupsi paling terkemuka di dunia. Pada 2001, DeSpeville diminta bantuan oleh Pemerintah Indonesia dengan bantuan the Asian Development Bank (ADB) untuk melakukan kajian tentang pembentukan KPK. Setidaknya, kajian tersebut menghasilkan lima laporan final yang mencakup Manual of Operations – General, yang berisi tentang kelembagaan; Manual of Operations – Investigation, Manual of Operations – Preventions, Manual of Operations – Education and Public Relations, dan Manual of Operations – Prosecutions. Hasil kajian tersebut kemudian menjadi acuan Tim Persiapan Pembentukan KPK di bawah Departemen Kehakiman waktu itu yang berujung pada terbitnya UU Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penunjukan DeSpeville tak lepas dari peran dan kariernya sebagai orang yang aktif pada berbagai kegiatan antikorupsi. Kariernya dimulai sebagai seorang pengacara yang memiliki pengalaman di sektor swasta dan publik di London dan Hong Kong dan menjadi jaksa di Hong Kong sebelum pindah fokus kepada isu korupsi dan good governance. Karena karier tersebut, pria yang lahir di Inggris pada 16 Juni 1941 ini menjabat sebagai komisioner pada lembaga antikorupsi Hong Kong, Independent Commission Against Corruption (ICAC), pada 1993-1996. Kemudian, setelah tidak menjabat lagi sebagai komisioner ICAC, sejak 1996 DeSpeville memfokuskan diri untuk berkontribusi kepada berbagai organisasi pemerintah dan organisasi internasional terkait dengan kebijakan dan penanganan praktik korupsi, misalnya di Uganda, Rusia, Pakistan, Lebanon, Meksiko, Mongolia, dan berbagai negara lainnya. Tak hanya itu, dari 1997 sampai dengan 2003, DeSpeville menjadi penasihat antikorupsi di Dewan Uni Eropa. Pada 1996, pria yang mempublikasikan berbagai buku tentang korupsi ini mendirikan Lembaga Konsultan de Speville &Associates yang berfokus pada bidang antikorupsi. Lembaga ini mengkhususkan diri dalam memerangi korupsi pada sektor publik dan swasta, sistem good governance, strategi dan kebijakan pencegahan antikorupsi, persepsi publik dan survei sikap terhadap korupsi, kode etik dan pedoman perilaku perusahaan, pencegahan korupsi sistemik dan pendidikan antikorupsi, serta pendanaan politik. Hingga kini lembaga ini telah menjadi konsultan untuk 48 negara di dunia.
DeSpeville akan berkunjung ke Indonesia pada 2-5 Juli 2012. Salah satu agenda kunjungannya, pria ini akan bertandang ke kantor kantor KPK untuk menjadi pembicara pada workshop intensif antikorupsi. Pada workshop yang diselenggarakan dalam rangka memperkaya praktik internasional terbaik dalam pemberantasan korupsi ini, DeSpeville akan memberikan gambaran tentang visi dan standar internasional terbaik dalam pemberantasan korupsi. Selain KPK, kegiatan ini juga akan melibatkan anggota DPR, kepolisian, lembaga negara, dan media massa . 2.
John Gitonggo
John Gitonggo pernah menjadi seorang kolumnis untuk The East African dan menyelidiki kasus suap dan penipuan di negaranya, Kenya, pada masa kepresidenan Mwai Kibaki. Setelah melepas profesi tersebut, beliau tetap melanjutkan perjuangan melawan korupsi di Kenya. Selain menjabat sebagai CEO dari Inuka Kenya Trust fka Zinduko Trust Mr. Githongo juga anggota dari organisasi Advisory Council of Transparency International-Berlin. Cetar banget kan gaes. 3.
Aruna Roy
Aktivis perempuan asal India ini memilih meninggalkan pekerjaannya di IAS (The Indian Administrative Service) buat sepenuhnya bergerak sebagai aktivis sosial setelah sekian lama melihat realita kehidupan masyarakat kalangan menengah ke bawah yang sangat sulit dan memperjuangkan hak-hak pekerja dan buruh di India. Beliau juga memegang peranan penting dalam pembentukan RTI atau Rights of Information Act . Bersama dengan beberapa aktivis sosial lain seperti : Nikhil Dey and Shankar Singh, mereka mendirikan Mazdoor Kisan Shakti Sangathan (MKSS) pada tahun 1987. 4.
Gregory Ngbwa Mintsa
Tokoh pejuang anti korupsi asal Gabon ini meninggal pada tahun 2014 lalu. Beliau merupakan salah satu pendiri gerakan “Ca suffit comme ça” yang kurang lebih berarti “Sudah cukup”, gerakan untuk menuntut konferensi nasional yang independen untuk membentuk Republik baru. Terjun dalam kasus yang juga ditangani organisasi anti korupsi: Transparance International-France dan memenangkan penghargaan Integrity Award tahun 2010 yang dianugerahkan oleh organisasi tersebut atas perjuangannya melawan korupsi di negaranya, Gabon.