FRAUD TRI TRI ANGLE
SEBAGAI FAKTOR PENYEBAB KORUPSI Lugis Andrianto / 1401160023 (25) Kelas VII C Program Diploma IV Akuntansi, Politeknik Keuangan Negara STAN, Tangerang Selatan e-mail:
[email protected]
Abstrak – Salah satu penyebab mengapa negara kita tercinta ini tidak maju-maju adalah banyaknya korupsi
yang terjadi di negeri ini. Upaya pemberantasan korupsi selama ini hanya terkesan mengobati dan bukan mencegah sehingga tindak pidana korupsi masih terus terjadi. Upaya pemberantasan tindak pidana korupsi dengan cara “menobati” menobati” yang selama ini dilakukan ternyata kurang efektif, efektif, selain memerlukan memerlukan energi yang besar, sumber dana yang besar, serta waktu yang lama, juga tidak mampu mengembalikan dan memulihkan kerugian keuangan negara secara optimal. Oleh karena itu, upaya pencegahan harus lebih diefektifkan untuk mampu mencegah adanya suatu tindak pidana korupsi. Upaya pencegahan tindak pidana korupsi secara mendasar harus dilakukan dengan menganalisis sumber utama tindak korupsi yaitu dengan melakukan analisis perilaku menyimpang baik pada individu maupun maupun organisasi pelaku penyimpangan. Kata Kunci : korupsi, fraud, pemberantasan, penindakan hukum.
1. PENDAHULUAN 1.
Latar Belakang Masalah
Makin maraknya kasus tindak pidana korupsi akhir-akhir ini ternyata juga dibarengi dengan semakin meningkatkan upaya penindakan-penindakan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, baik Kejaksaan, Kepolisian maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Upaya penindakan seakan berbanding lurus dengan tindak pidana korupsi; artinya, semakin gencarnya upaya penindakan, justru tindak pidana korupsi juga semakin meningkat, baik dalam kuantitas maupun kualitasnya. Selain itu, upaya penindakan tidak banyak membawa hasil yang menggembirakan yaitu pemulihan kerugian keuangan negara, bahkan sebaliknya, energi bangsa ini banyak terkuras habis untuk menangani kasus tindak pidana korupsi yang tidak kunjung selesai. Upaya penindakan yang yang selama ini dilakukan nampak hasilnya kurang optimal serta tidak menimbulkan efek jera, untuk itu strategi pemberantasan korupsi ada baiknya difokuskan dengan lebih meningkatkan pendekatan pencegahan daripada penindakan. Upaya preventif ini menjadi tugas seluruh masyarakat dan bangsa Indonesia serta tidak hanya mengandalkan aparat penegak hukum. Upaya pencegahan yang paling efektif adalah dengan melihat alasan-alasan mengapa seseorang melakukan korupsi dan kemudian mengeliminasi penyebab tersebut. Salah satu penyebab korupsi bisa dibedah melalui teori yang dinamakan Fraud Triangle. Oleh sebab itu disini saya ingin menulis tentang
“
ANALISIS FRAUD TRIANGLE
”
SEBAGAI FAKTOR PENYEBAB KORUPSI 2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang diatas maka bisa disimpulkan bahwa rumusan masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini adala h:
1
2.1 Apakah Fraud Triangle bisa menjelaskan alasan seseorang melakukan korupsi? 2.2 Bagaimana cara menangkal penyebab korupsi dengan teori Fraud Triangle? 3.
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan paper ini adalah sebagai berikut: 3.1. Mengetahui apakah Fraud Triangle bisa menjelaskan alasan seseorang melakukan korupsi 3.2. Mengetahui bagaimana cara menangkal korupsi dengan teori Fraud Triangle
2. LANDASAN TEORI 2.1 F raud Triangle
Fraud Triangle pertama kali dikemukakan oleh Donald Cressey pada tahun 1953. Dia melakukan penelitian dengan cara melakukan serangkaian wawancara dengan 113 orang yang telah dihukum karena melakukan penggelapan uang perusahaan yang disebutnya “trust violators” atau “pelanggar kepercayaan. Hasil dari penelitian itu memunculkan faktor-faktor pemicu kecurangan yang saat ini dikenal dengan istilah Fraud Triangle. Masih berdasarkan penelitian tersebut, seseorang bisa melakukan aktivitas curang akibat interaksi dorongan yang berasal dari dalam diri individu terkait dan dari lingkungan eksternal. Dorongan ini diklasifikasikan ke dalam tiga kategori umum yang digambarkan dalam bentuk segitiga kecurangan seperti gambar berikut.
2
Gambar 2.1 Triangle of Fraud
Sumber: Fraud Triangle Theory oleh Cressey Seperti terlihat pada gambar diatas, Fraud Triangle menjelaskan tiga faktor yang hadir dalam setiap situasi fraud, yaitu: 1. Pressure (Tekanan) Adanya insentif/tekanan/kebutuhan untuk melakukan fraud. Tekanan dapat mencakup hampir semua hal termasuk gaya hidup, tuntutan ekonomi, dan lain-lain termasuk hal keuangan dan non keuangan. 2. Opportunity (Peluang) Situasi yang memungkinkan suatu kecurangan terjadi. Biasanya disebabkan karena internal control suatu organisasi yang lemah, kurangnya pengawasan, dan/atau penyalahgunaan wewenang. Di antara 3 elemen Fraud Triangle, Opportunity merupakan elemen yang paling mungkin untuk diminimalisir melalui penerapan proses, prosedur, dan kontrol dan upaya deteksi dini terhadap fraud . 3. Rationalization (Rasionalisasi) Adanya
sikap,
membolehkan
karakter, pihak-pihak
atau
serangkaian
tertentu
untuk
nilai-nilai melakukan
etis
yang
tindakan
kecurangan, atau orang-orang yang berada dalam lingkungan yang cukup menekan yang membuat mereka merasionalisasi tindakan curang.
3
Rasionalisasi menjadi elemen penting dalam terjadinya fraud, dimana pelaku mencari pembenaran atas tindakannya. 2.2 Korupsi
Pengertian korupsi berdasarkan pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 adalah: “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).” Unsur-unsur korupsi: 1. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan. 2. Perbuatan tersebut menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. 3. Perbuatan tersebut dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. 3. PEMBAHASAN 3.1. F raud Triangle Sebagai Faktor Penyebab Korupsi
Seperti yang sudah dijelasakan sebelumnya bahwa dalam Fraud Triangle ada tiga faktor seseorang melakukan tindak kecurangan, dalam hal ini korupsi, berikut analisi terjadinya korupsi karena ketiga faktor tersebut:
4
Pressure
Tekanan adalah faktor internal penyebab seseorang melakukan tindak pidana korupsi. Tekanan merupakan dorongan dari dalam diri untuk menyesuaikan diri dengan ketidaknyamanan yang dialami. Secara umum dorongan tersebut bermacam-macam jenisnya namun biasanya berujung pada satu hal yang sama yaitu uang. Sebagai contoh, pecandu narkoba yang merasa tertekan ketika kecanduannya terhadap narkoba tidak terpenuhi akan mengakibatkan ia melakukan berbagai tindakan agar kebutuhannya untuk mengkonsumsi narkoba bisa terpenuhi, apapun caranya bahkan tindakan curang seperti mencuri sekalipun. Dalam hidup yang namanya tekanan sudah pasti ada, apapun bentuknya. Ada saat dimana pada suatu waktu seseorang akan diuji tentang integritasnya. Sebagai contoh: seorang Aparatur Sipil Negara diiming-imingi sejumlah uang agar dia mau memuluskan suatu kecurangan, pada awalnya dia menolak tetapi ternyata dia membutuhkan uang itu untuk biaya pengobatan ibunya yang sakit keras. Halhal seperti diatas akan menimbulkan dilema dan tekanan yang tinggi pada diri seseorang, apakah dia akan menerima tawaran itu atau tidak bergantung pada seberapa kuat integritasnya. Opportunity
Kesempatan merupakan faktor terbanyak penyebab seseorang melakukan tindak pidana korupsi. Penyimpangan yang biasa dilakukan karena adanya kesempatan ini adalah penyalahgunaan wewenang/jabatan. Mulai dari kasus Gayus Tambunan, Handang Soekarno, Irman Gusman, dll. Kita lihat pada kasus Handang Soekarno, dia menyalahgunakan wewenangnya sebagai Kepala Seksi Bukti Permulaan Direktorat Jenderal Pajak untuk kongkalikong dengan WP PT Lulu Group yang diwakili Presiden Direkturnya Rajamohanan Nair. Berdasarkan hasil
5
Operasi Tangkap Tangan (OTT), Handang Soekarno terbukti menerima uang suap sebesar USD 148.500 atau Rp 1,9 miliar yang diduga untuk menurunkan tagihan pajak PT Lulu Group. Sedangkan pada kasus Irman Gusman, dia dianggap menyalahgunakan wewenangnya sebagai kepala DPD untuk memuluskan peraturan kuota gula impor Dalam OTT yang dilakukan KPK ditemukan uang suap sebesar Rp 100 juta diduga untuk memuluskan kuota gula impor tersebut. Rationalization
Rasionalisasi memberikan kontribusi terhadap terjadinya kecurangan, karena rasionalisasi akan memberikan suatu pembenaran tentang apa saja yang diakukan seseorang dengan tujuan untuk memberikan pembenaran atas tindakan itu dan untuk memberikan ketenangan kepada dirinya sendiri meskipun tindakan tersebut
tidak
memiliki
alasan
yang
kuat
dan
juga
tidak
dapat
dipertanggungjawabkan dari segi moral dan etika. Misalkan saja kisah seorang Robin Hood, dia mencuri dan merampok harta orang kaya untuk kemudian hasilnya dibagikan kepada orang-orang miskin. Rasionalisasi adalah hal yang paling susah untuk dideteksi sebagai penyebab korupsi, karena rasionalisasi berawal dari hal-hal kecil yang lamakelamaan akan merembet menjadi hal-hal yang besar karena faktor kebiasaan. seperti contohnya: awalnya hanya mengambil barang-barang kecil seperti ATK dengan rasionalisasi “ah kan ini hanya ATK, negara tidak akan rugi kalau saya mengambilnya”, berawal dari hanya sekedar mengambil ATK kemudian akan merembet untuk mengambil sesuatu yang lain yang lebih besar. Rasionalisasi akan membantu seseorang untuk menyembunyikan ketidakjujuran atas tindakan yang dilakukannya.
6
3.2. Menangkal Tindak Pidana Korupsi Melalui F raud Triangle
Setelah mengetahui Fraud Triangle sebagai salah satu penyebab seseorang melakukan tindak pidana korupsi maka berikut adalah cara-cara yang bisa dilakukan untuk mencegahnya: Pressure
Tekanan biasanya berkaitan erat dengan gaya hidup, semakin tinggi gaya hidup yang tidak dibarengi dengan kenaikan pendapatan akan menyebabkan seseorang menutupi gap antara gaya hidup dan pendapatan itu dengan cara-cara yang tidak sepatutnya contohnya dengan korupsi. Untuk mencegah terjadinya korupsi karena faktor tekanan ini adalah dengan mengedukasi kepada masyarakat terkait pentingnya moral. Dalam level kementerian, usaha yang dilakukan untuk menghilangkan faktor pressure dalam pencegahan tindak pidana korupsi ini adalah dengan cara menaikkan tunjangan bagi para Aparatur Sipil Negara. Dengan naiknya tunjangan diharapkan faktor pressure karena gaya hidup menjadi berkurang karena kebutuhan sehari-hari bisa terpenuhi dengan adanya tunjagan yang cukup besar tersebut. Meskipun demikian tindakan ini juga mendapat kritik karena ternyata tunjagan yang besar belum tentu menjamin seseorang untuk tidak melakukan tindak pidana korupsi seperti kasus Handang Soekarno yang dijelaskan diatas. Opportunity
Kesempatan adalah faktor yang paling memungkinkan terjadinya tindak pidana korupsi namun juga menjadi faktor yang paling bisa untuk dikendalikan. Caranya adalah dengan memperkuat sistim pengendalian internal yang ada agar kesempatan untuk melakukan tindak pidana korupsi semakin berkurang.
7
Salah satu hal yang bisa dijadikan contoh untuk memperkecil terjadinya tindak pidana korupsi karena faktor kesempatan adalah adanya sistim WISE (Whistle Blowing System) pada Kementerian Keuangan. Dengan adanya WISE kita bisa melaporkan kepada Kemenkeu apabila kita mengetahui ada pegawai Kemenkeu yang melakukan tindak pidana korupsi ataupun tindakan menyimpang lainnya dengan kerahasiaan identitas pelapir yang terjamin. Hal lain yang dilakukan demi pencegahan korupsi karena adanya kesempatan ini adalah dengan melakukan revisi atas peraturan-peraturan yang ada sehingga celah untuk melakukan korupsi makin mengecil. Sebagai contoh peraturan dalam pengadaan barang dan jasa telah direvisi sedemikian rupa sehingga meminimalkan potensi terjadinya korupsi. Rationalization
Rasionalisasi bersama dengan tekanan adalah faktor internal seseorang sehingga cara-cara untuk menekan tindak pidana karena faktor tersebut menjadi cukup sulit dilakukan karena terkait dengan kondisi individu seseorang. Seperti contoh Robin Hood diatas, apakah kita bisa mencegah seorang Robin Hood melakukan tindakannya merampok demi orang miskin tersebut. Rasionalisasi terkait dengan moral dan moral tidak selalu hitam dan putih, kadang ada abu-abu ditengahnya. Untuk menekan tindakan korupsi karena rasionalisasi adalah dengan membuat peraturan yang mendefinisikan korupsi secara jelas, mana yang boleh atau tidak boleh dilakukan. Meskipun tidak akan bisa menekan rasionalisasi sepenuhnya tapi setidaknya dengan adanya peraturan terkait definisi korupsi yang jelas maka seseorang akan tau apakah tindakan yang dilakukannya melanggar hukum atau tidak. Dan juga perlu dilakukan revisi
8
mengenai peraturan tersebut secara berkala demi kesesuaiannya dengan kondisi yang nyata terjadi. 3.3. Kelemahan Strategi Pemberantasan Korupsi Saat Ini
Kelemahan Strategi Pemberantasan korupsi saat ini adalah taerlalu terfokus pada mengobati alias melakukan penindakan atas kasus korupsi yang sudah terjadi. Belum adanya early warning system yang mumpuni untuk mendeteksi korupsi sehingga hal tersebut bisa dicegah sebelum terjadi. Hal lain yang masih menjadi kelemahan adalah KPK yang terlihat hanya seakan menindak korupsi yang sudah terjadi saja namun kurang dalam upaya edukasi pencegahan korupsi. Memang sudah ada upaya-upaya edukasi tersebut salah satunya adalah dengan adanya pendidikan anti korupsi di perguruan tinggi namun sekali lagi seperti hal tersebut seakan kurang mendapat porsi lebih dalam prioritas pemberantasan korupsi. Mungkin bisa dipertimbangkan untuk memasukkan mata kuliah/pelajaran anti korupsi mulai dari bangku sekolah pertama atau sekolah menengah bahkan mungkin mulai dari bangku sekolah dasar. Dengan adanya pendidikan anti korupsi bahkan sejak bangku sekolah dasar, secara teori seharusnya dengan adanya pendidikan anti korupsi sejak dini bisa mencegah adanya tindak pidana korupsi di kemudian hari.
4. KESIMPULAN
Korupsi memang telah menjadi persoalan serius yang menjangkiti berbagai lapisan struktur masyarakat. Korupsi sudah dianggap hal biasa, sebuah realita sosial yang tak bisa dipungkiri. Oleh karena itu, perlu tindakan nyata dari segala arah untuk penanaman perilaku antikorupsi. Pemahaman mengenai bahaya dan dampak korupsi sangat penting untuk diajarkan sejak dini demi membentuk budaya antikorupsi yang nantinya akan membentuk karakter baru bangsa ini.
9
Dengan mengetahui teori Fraud Triangle ini diharapkan identifikasi mengenai penyebab korupsi bisa diketahui dengan lebih luas karena masih banyak potensi potensi korupsi yang dapat terjadi. Pembenahan sistem memang sangat perlu dilakukan sehingga potensi ini semakin lama akan semakin pudar. Seperti kata pepatah “lebih baik mencegah daripada mengobati” maka pencegahan korupsi harus diutamakan daripada pemberantasannya. Hal pertama terutama perlu dibenahi dalam pencegahan korupsi ialah pembenahan mengenai kewenangan dan transparansi yang harus sejalan bersama untuk menghindari celah-celah korupsi yang bisa muncul dari mana saja.
10
DAFTAR REFERENSI
Cressey, D. R. (1953). Other People’s Money. Montclair, NJ: Patterson Smith, 1 – 300. BPKP. (2007). Pencegahan dan Pendeteksian Fraud dalam Modul 3 Audit Forensic. Pusdiklatwas BPKP. Dewayani, Rhety Ayu dan Anis Chariri. (2015). Money Laundering Dan Keterlibatan Wanita (Artis):Tantangan Baru Bagi Auditor Investigatif. Diponegoro Journal Of Accounting Volume 4, Nomor 3, Halaman 7 Dirjen Pendidikan Tinggi. (2011). Pendidikan Anti-Korupsi untuk Perguruan Tinggi. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. https://news.detik.com/berita/d-3340159/kronologi-dugaan-suap-rp-100-juta-irman-gusman diakses 14 Januari 2017. https://news.detik.com/berita/d-3351744/kronologi-penangkapan-kasubdit-ditjen-pajak-yangterima-suap-rp-19-miliar diakses 14 Januari 2017 Komisi Pemberantasan Korupsi. 2011. Road Map KPK dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia 2011-2023 Lidyah, Rika. (2016). Korupsi Dan Akuntansi Forensik. I-Finance Vol. 2. No. 2. Indonesia Corruption Watch. (2013). Laporan Eksaminasi Publik 14 Kasus Tindak Pidana Korupsi. Wibowo, Daryanto Hesti. (2014). Sistem Integritas Nasional Versus Fraud Triangle Plus. Prosiding Seminar STIAMI Vol 1 No. 02 Wibowo, Richo Andi. (2015). Mencegah Korupsi Pengadaan Barang Jasa (Apa yang Sudah dan yang Masih Harus Dilakukan?). Integritas: Jurnal Anti Korupsi Volume 1. Komisi Pemberantasan Korupsi
11