2.1.
Definisi
Gambar 1. Solusio plasenta Suatu Suatu keadaa keadaan n di mana mana plasen plasenta ta yang yang letakn letaknya ya normal normal terlepa terlepass sebagian atau seluruhnya sebelum janin lahir, biasanya dihitung sejak usia kehamilan lebih dari 28 minggu (Sulistyawati, 2009).
Gambar 2. Perbandingan plasenta normal dengan solusio plasenta Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal di korpus uteri yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin dilahirkan. Definisi yang lain dari Solusio plasenta adalah terlep terlepasn asnya ya plasen plasenta ta yang yang letakny letaknyaa normal normal pada pada fundus fundus/ko /korpu rpuss uteri uteri sebelum janin lahir (Joseph, 2010).
Gambar 3. Klasifikasi solusio plasenta
1.
Solusio plasenta diklasifikasikan menjadi beberapa tipe: Sistem Sistem I Berdas Berdasark arkan an gejal gejalaa klinik klinik yang yang ditimb ditimbulk ulkan: an:
a. Kelas 0: Asimptomatik. Diagnosis ditegakkan secara retrospektif dengan menemukan hematoma atau daerah yang mengalami pendesakan pada plasenta. Ruptur sinus marginal juga dimasukkan dalam kategori ini. b. Kelas 1: Gejala klinis ringan dan terdapat hampir 48% kasus. Gejala meliputi: mulai dari tidak adanya perdarahan pervaginam sampai perdarahan pervaginam ringan, uterus sedikit tegang, tekanan darah dan denyut jantung maternal normal, tidak ada koagulopati, dan tidak ditemukan tanda-tanda fetal distress. c. Kelas 2: Gejala klinik sedang dan terdapat hampir 27% kasus. Perdarahan pervaginam bisa ada atau tidak ada, ketegangan uterus sedang sampai berat dengan kemungkinan kontraksi tetanik, takikardi maternal dengan perubahan ortostatik tekanan darah dan denyut jantung, terdapat fetal distress, dan hipofibrinogemi (150250 mg/dL) d. Kelas 3: Gejala berat dan terdapat hampir 24% kasus. Perdarahan pervaginam dari tidak ada sampai berat, uterus tetanik dan sangat nyeri, syok maternal, hipofibrinogemi (<150 mg/dL), koagulopati serta kematian janin. 2.
Sistem II Berdasarkan ada atau tidaknya perdarahan pervaginam. a. Solusio plasenta yang nyata/tampak (revealed ) Terjadinya perdarahan pervaginam, gejala klinis sesuai dengan jumlah kehilangan darah, tidak terdapat ketegangan uterus atau hanya ringan. b. Solusio plasenta yang tersembunyi (concealed ) Tidak terdapat perdarahan pervaginam, uterus tegang dan hipertonus, sering terjadi fetal distress berat. Tipe ini sering disebut Perdarahan Retroplasental. c. Solusio plasenta tipe campuran (mixed ) Terjadi perdarahan baik retroplasental atau pervaginam.
3.
Sistem III Berdasarkan jumlah perdarahan yang terjadi a. Solusio plasenta ringan Perdarahan pervaginam<100 mL. b. Solusio plasenta sedang Perdarahan pervaginam 100-500 mL, hipersensitifitas uterus atau peningkatan tonus, syok ringan, dapat terjadi fetal distress. c. Solusio plasenta berat Perdarahan pervaginam luas>500 mL, uterus tetanik, syok maternal sampai kematian janin dan koagulopati.
4.
Sistem IV Berdasarkan luasnya bagian plasenta yang terlepas dari uterus. a. Solusio plasenta ringan Plasenta yang kurang dari ¼ bagian plasenta yang terlepas. Perdarahan kurang dari 250 mL. b. Solusio plasenta sedang Plasenta yang terlepas ¼ - ½ bagian. Perdarahan <1000 mL, uterus tegang, terdapat fetal distress akibat insufisiensi uteroplasma. c. Solusio plasenta berat Plasenta yang terlepas > ½ bagian, perdarahan >1000 mL, terdapat fetal distress sampai dengan kematian janin, syok maternal serta koagulopati (Joseph, 2010).
5.
Solusio plasenta menurut derajat lepasnya plasenta dibagi menjadi: a. Solusio plasenta lateralis/parsialis Bila hanya sebagian dari plasenta yang terlepas dari tempat perlekatannya. b. Solusio plasenta totalis Bila seluruh bagian plasenta sudah terlepas dari perlekatannya. c. Ruptura sinus marginalis Bila hanya sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas. d. Prolapsus plasenta Kadang-kadang plasenta ini turun dan pemeriksaan dalam (Sulistyawati, 2009).
2.2.
dapat teraba
pada
Etiologi Belum diketahui dengan jelas, namun terdapat beberapa keadaan tertentu yang menyertai: 1. Faktor kardio-reno-vaskuler Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. 2. Faktor trauma Trauma yang dapat terjadi antara lain: a. Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli. b. Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar atau tindakan pertolongan persalinan. c. Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
Dari penelitian yang dilakukan Slava di Amerika Serikat diketahui bahwa trauma yang terjadi pada ibu (kecelakaan, pukulan, jatuh, dan lain-lain) merupakan penyebab 1,5-9,4% dari seluruh kasus solusio plasenta 3. Faktor paritas ibu Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45 kasus terjadi pada wanita multipara dan 18 pada primipara. Hal ini dapat diterangkan karena makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan endometriumnya. 4. Faktor usia ibu Dalam penelitian Prawirohardjo di RSUPNCM dilaporkan bahwa terjadinya peningkatan kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur ibu. Hal ini dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun. 5. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomyoma. 6. Faktor pengunaan kokain Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan pelepasan katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus dan dapat berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti secara definitif. Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu penggunan kokain dilaporkan berkisar antara 13-35%. 7. Faktor kebiasaan merokok Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya. 8. Riwayat solusio plasenta sebelumnya Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta adalah bahwa risiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya. 9. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-lain.
2.3.
Patofisiologi/WOC Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang membentuk hematoma di desidua, sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas. Perdarahan berlangsung terus menerus karena otot uterus yang telah meregang dan tidak mampu berkontraksi untuk menghentikan perdarahan. Akibatnya, hematoma retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan masuk ke bawah selaput ketuban dan keluar melalui vagina atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban, atau ekstravasasi di antara serabut-serabut otot uterus. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat, seluruh permukaan uterus akan berwarna biru atau ungu dan terasa sangat tegang serta nyeri. Hal ini disebut uterus couvelaire. Keadaan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, akan terjadi anoksia sehingga mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali, atau juga akan mengakibatkan gawat janin. Waktu sangat menentukan beratnya gangguan pembekuan darah, kelainan ginjal, dan keadaan janin. Makin lama penanganan solusio plasenta sampai persalinan selesai, umumnya makin hebat komplikasinya (Joseph, 2010).
WOC Dekompresi uterus pada hidramnion dan gemeli
Pergerakan janin yang banyak/bebas
Versi luar
Tindakan pertolongan persalinan
Tarikan pada tali pusat yang pendek
Jatuh, kena tendang
Penggunaan kokain
Peningkatan pelepasan katekolamin
Uterus tetap berdistensi dengan adanya janin Trauma
Usia ibu>35 tahun
Hipertensi
Merokok
Plasenta menjadi tipis
Abnormalit as pada mikrosirkul asinya
Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Meningkatkan lapisan tipis yang melekat pada miometrium
Solusio Plasenta
Terbentuk hematoma desidual yang menyebabkan pelepasan, kompresi
Uterus couvelaire
MK: Nyeri akut
Penatalaksanaan
Respon psikologi
Penghancuran plasenta yang berdekatan dengan bagian tersebut Persalinan pervaginam Ancaman yang berlangsung lama dirasakan klien Ruptur pembuluh arteri spiralis desidua Mengganggu kontraktilitas uterus
Perdarahan yang hebat
MK: Gangguan perfusi jaringan
Makin tinggi paritas ibu, makin kurang baik keadan endometriumnya
Pelepasan plasenta makin luas dan mencapai tepi plasenta
Uterus tidak mampu berkontraksi optimal untuk menekan pembuluh darah Perdarahan kedalam desidua basalis yang kemudian terbelah tersebut
Apabila ekstravasasi darah di antara serabutserabut otot uterus berlangsung hebat
Faktor paritas ibu
Seksio sesaria MK: Ansietas Hematoma retro plasenta yang akan memutuskan lebih banyak pembuluh darah
PK: Hipovolemik
MK: Risti infeksi
Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil
Plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma
2.4.
Manifestasi Klinis 1. Solusio plasenta ringan Salah satu tanda kecurigaan solusio plasenta adalah perdarahan pervaginam yang kehitam-hitaman, berbeda dengan perdarahan pada plasenta previa yang berwarna merah segar. 2. Solusio plasenta sedang a. Plasenta telah terlepas ¼ - ½ bagian. b. Walaupun perdarahan pervaginam tampak sedikit, seluruh perdarahannya telah mencapai 1000 mL. c. Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar teraba. d. Apabila janin masih hidup, bunyi jantungnya sulit didengar dengan stetoskop biasa, harus dengan stetoskop ultrasonic. e. Tanda-tanda persalinan biasanya telah ada dan persalinan akan selesai dalam 2 jam. f. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun kebanyakan terjadi pada solusio plasenta berat. 3. Solusio plasenta berat a. Plasenta telah terlepas lebih dari ½ permukaannya. b. Dapat terjadi syok dan janin meninggal. c. Uterus tegang seperti papan dan sangat nyeri (Joseph, 2010).
2.5.
Pemeriksaan Diagnostic a. Pemeriksaan laboratorium 1. Urin: albumin (+); pada pemeriksaan sedimen terdapat silinder dan leukosit. 2. Darah a) Hb menurun (anemi). b) Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah a/hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation Test) tiap 1 jam, test kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan test kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 150 mg%). b. Cardiotokografi untuk menilai kesejahteraan janin. c. Ultrasonography (USG) Suatu metode yang penting untuk mengetahui adanya pendarahan di dalam uterus. Kualitas dan sensitifitas ultrasonografi dalam mendeteksi solusio plasenta telah meningkat secra signifikan belakangan ini. Tetapi bagaimanapun juga ini bukan metode yang sempurna dan sensitif untuk mendeteksi solusio plasenta, tercatat hanya 25% kasus solusio plasenta yang ditegakkan dengan USG.
Gambar 4. USG solusio plasenta Solusio plasenta tampak sebagai gambaran gumpalan darah retroplacental, tetapi tidak semua solusio plasenta yang di USG ditemukan gambaran seperti di atas. Pada fase akut, suatu perdarahan biasanya hyperechoic, atau bahkan isoechoic, maka kita bandingkan dengan plasenta. Gambaran konsisten yang mendukung diagnosa solusio plasenta antara lain adalah; gumpalan hematom retroplasenta (hyperochoic hingga isoechoic pada fase akut, dan berubah menjadi hypoechoic dalam satu minggu), gambaran perdarahan tersembunyi, gambaran perdarahan yang meluas. Manfaat lainnya adalah USG dapat dipakai untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain perdarahan antepartum. d. Pemeriksaan plasenta Sesudah bayi dan plasenta lahir, kita periksa plasentanya. Biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (krater) dan terdapat koagulum atau darah beku di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplasenter. 2.6.
Penatalaksanaan Penatalaksanaan bervariasi tergantung kondisi/status ibu dan janin. Perdarahan antepartum yang sedikit, dengan uterus yang tidak tegang pertama kali harus ditangani sebagai kasus plasenta previa. Apabila kemudian ternyata kemungkinan plasenta previa dapat disingkirkan, haruslah ditangani sebagai solusio plasenta (Joseph, 2010). Setiap pasien yang dicurigai solusio plasenta harus dirawat dirumah sakit karena memerlukan monitoring yang lengkap, baik dalam kehamilan maupun persalinan. Penatalaksanaan pada solusio plasenta adalah sebagai berikut: 1. Tidak terdapat renjatan: Usia gestasi kurang dari 36 minggu/taksiran berat fetus kurang dari 2.500 gr. a. Solusio plasenta ringan dilakukan pengelolaan secara: 1) Ekspektatif meliputi tirah baring a) Sedatif b) Mengatasi anemia c) Monitoring keadaan janin dengan kardiotokografi dan USG. d) Serta menunggu persalinan spontan
2) Aktif dengan mengakhiri kehamilan bila a) Keadaan memburuk b) Perdarahan berlangsung terus c) Kontraksi uterus berlangsung d) Dapat mengancam ibu/janin e) Partus pervaginam (aminotomioksitosin infus) f) Seksio sesaria bila pelviks skor<5 atau persalinan >6 jam. b. Solusio plasenta sedang/berat dilakukan pengelolaan secara: 1) Resusitasi cairan 2) Atasi anemi (transfusi darah) 3) Partus pervaginam: bila diperkirakan partus dapat berlangsung dalam 6 jam (aminotomi dan oksitosin) 4) Partus perabdominal: bila partus pervaginam diperkirakan tidak dapat berlangsung dalam 6 jam. 2. Tidak terdapat renjatan: Usia gestasi 37 minggu atau lebih/taksiran berat fetus 2.500 gr. Solusio plasenta ringan/sedang/berat: partus perabdominal bila persalinan pervaginam diperkirakan berlangsung lama. 3. Terdapat renjatan. a. Atasi renjatan, resusitasi cairan, dan transfuse darah. 1) Bila renjatan tidak teratasi, upayakan tindakan penyelamatan yang optimal. 2) Bila renjatan dapat teratasi, pertimbangkan untuk partus perabdominal bila janin masih hidup atau bila persalinan pervaginam diperkirakan berlangsung lama (Joseph, 2010). 2.7.
Komplikasi Komplikasi dapat terjadi baik pada ibu maupun pada janin. a. Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu antara lain: 1. Perdarahan baik antepartum, intrapartum, maupun postpartum. 2. Koagulopati konsumtif. Solusio plasenta merupakan penyebab koagulopati konsumtif yang tersering pada kehamilan. 3. Utero-renal reflex. 4. Ruptur uteri. Komplikasi pada ibu biasanya berhubungan dengan banyaknya darah yang hilang, gangguan pembekuan darah, infeksi, gagal ginjal akut, perdarahan post partum yang disebabkan atonia uteri atau uterus couvelaire, reaksi transfuse, serta syok neurogenic karena kesakitan (Joseph, 2010). b. Komplikasi yang dapat terjadi pada janin antara lain: Hipoksia, anemi, retardasi pertumbuhan, kelainan susunan saraf pusat, dan kematian janin. Komplikasi pada janin berupa asfiksi, berat bayi lahir rendah, prematuritas, dan infeksi. Disamping itu, bayi yang lahir hidup dengan
riwayat solusio plasenta mempunyai risiko 7x lebih sering mengalami cerebral palsy yang mungkin disebabkan anoksia (Joseph, 2010). 2.8.
Prognosis Prognosis ibu tergantung luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus, banyaknya perdarahan, ada atau tidak hipertensi menahun atau preeklamsia, tersembunyi tidaknya perdarahan, dan selisih waktu terjadinya solusio plasenta sampai selesainya persalinan. Angka kematian ibu pada kasus solusio plasenta berat berkisar antara 0,5-5%. Sebagian besar kematian tersebut disebabkan oleh perdarahan, gagal jantung dan gagal ginjal (Rachimhadhi, 2002). Hampir 100% janin pada kasus solusio plasenta berat mengalami kematian. Tetapi ada literatur yang menyebutkan angka kematian pada kasus berat berkisar antara 50-80%. Pada kasus solusio plasenta ringan sampai sedang, keadaan janin tergantung pada luasnya plasenta yang lepas dari dinding uterus, lamanya solusio plasenta berlangsung dan usia kehamilan. Perdarahan lebih dari 2000 ml biasanya menyebabkan kematian janin. Pada kasus-kasus tertentu tindakan seksio sesaria dapat mengurangi angka kematian janin (Rachimhadhi, 2002). Apabila ibu hamil kembali biasanya bila telah menderita penyakit vaskuler dengan solusio plasenta, maka pada kehamilan berikutnya sering terjadio solusio plasenta yang lebih berat dengan partus prematurus atau immaturus.
Daftar pustaka: Joseph. 2010. Catatan Kuliah Ginekologi & Obstetri (Obsgyn) untuk Keperawatan dan Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika. Sulistyawati, Ari. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Kehamilan. Jakarta: Salemba Medika.