Tinjauan Pustaka
Mucocutaneous Candidiasis
Disusun Oleh : Saddalqous Zulfikar Aidil Arif S.
Pembimbing :
SITTI HAJAR
BAGIAN / SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BLU RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH 2014
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkah dan rahmat-Nya yang telah memberikan kesehatan dan waktu untuk penulis sehingga dapat menyelesaikan menyelesaikan tugas refarat ini. Adapun maksud dan tujuan pembuatan Tugas Tinjauan Kepustakaan yang berjudul “ Mucocutaneous Candidiasis” ini adalah untuk memenuhi tugas dalam menjalankan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Unsyiah, BLUD RSUD Dr. Zainoel Abidin. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada pembimbing dr. Sitti Hajar, Sp.KK yang telah membimbing, memberi saran dan kritik sehingga terselesaikannya tugas ini. Terima kasih kepada para dosen yang telah membimbing selama menjalani KKS di bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Juga kepada teman-teman dokter muda yang turut membantu dalam pembuatan tugas ini. Akhirnya Penulis mohon maaf segala kekurangan dalam tulisan ini, kritik dan saran sangat penulis harapkan dari pembaca sekalian untuk kesempurnaan tulisan ini, semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.
Banda Aceh, Januari 2014
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman JUDUL .. .......................................................................................................... i KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii DAFTAR ISI................................................................................................... . iii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv DAFTAR TABEL ........................................................................................... v
1.
Pendahuluan ..................................................................................... 1
2.
Definisi ............................................................................................. 3
3.
Etiologi…………………………………. ......................................... 3
4.
Patogenesis ........................................................................................ 5
5.
Faktor risiko ...................................................................................... 6
6.
Klasifikasi ......................................................................................... 7 6.1. Kandidiasis oral ................................................................................. 7 6.2. Kandidiasis vaginitis dan vulvovaginitis .......................................... 9 6.3. Kandidiasis balanitis ......................................................................... 10
7.
Komplikasi ........................................................................................ 11
8.
Tatalaksana........................................................................................ 12
9.
Ringkasan .......................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 15
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Candida albicans ......................................................................... 4 Gambar 2.2 Candidiasis oral ........................................................................... 8 Gambar 2.3 Perleche pada sudut mulut, terlihat erosi dan fisura .................... 9 Gambar 2.4 Candidiasis vaginal ..................................................................... 10 Gambar 2.5 Candidiasis balantis ..................................................................... 11
iv
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Genus Kandida ................................................................................ 5 Tabel 2.2 Tatalaksana ...................................................................................... 12
v
I.
PENDAHULUAN
Candida albicans adalah penyebab paling sering dari infeksi jamur dimana
spesies ini menimbulkan infeksi mulai dari mukokutan yang tidak mengancam 1
jiwa sampai proses invasif yang dapat menyebabkan kerusakan organ. Kandida 2
biasanya hidup terbatas pada host berupa manusia dan hewan. Koloni kandida pada daerah orofaringeal ditemukan pada 50% individu sehat dan juga dapat dideteksi sebanyak 40% - 65% dari sampel kotoran individu yang sehat. Candida albicans hidup sebagai flora komensal pada mukosa vagina wanita sehat. Jumlah candida albicans bertambah menjadi 30% pada wanita hamil. Vulvovaginal candidiasis adalah kasus terbanyak kedua penyebab vaginitis pada wanita.
2
Spesies candida adalah penyebab yang tersering infeksi jamur pada seorang dengan gangguan kekebalan tubuh. Lebih dari 90% individu dengan infeksi HIV yang tidak menerima highly active antiretroviral therapy (HAART) mengidap orofaringeal kandidiasis dan 10% sisanya mengidap esophageal kandidiasis. Kandidiasis pada penyakit sistemik menyebabkan peningkatan angka 1
kematian sekitar 71%-79%. kandida merupakan penyebab tersering keempat yang biasanya dapat diisolasi dari hasil kultur darah pada pasien infeksi sistemik.
2
Kebanyakan kasus infeksi kandida adalah mucocutaneous. Pasien dengan immunocompromised atau pasien rawat inap dapat terbentuk kandidemia dan disseminated candidiasis yang memiliki angka 30% - 40% sebagai penyebab
kematian. Kandidiasis sistemik menyebabkan kasus kematian lebih banyak dibandingkan infeksi sistemik jamur lainnya. Tidak ada perbedaan antara laki-laki dan wanita terhadap predisposisi berkembangnya kandida.
2
Terdapat 10.500 sampai 42.000 kasus kandidiasis invasif di Amerika 3
Serikat tiap tahunnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ogochukwu dkk. (2013) didapati usia 22-26 tahun memiliki prevalensi tinggi terjadi infeksi Candida albicans diikuti kelompok umur 27-31 tahun dan dari seluruh sampel
penelitian yang mengalami infeksi Candida albicans 23.2% merupakan kelompok wanita dalam masa kehamilan dibandingkan dengan 76.8% wanita di luar masa kehamilan. Sebanyak 43.8% merupakan wanita yang telah menikah dan 57.2% merupakan wanita yang belum menikah.
4
1
2
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ocvianti dkk. (2009) bertujuan untuk mendapatkan data profil flora vagina perempuan indonesia, dari penelitian 5
tersebut didapatkan prevalensi kandidiasis adalah sebesar 4,7%. Hasil penelitian di RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta menunjukkan bahwa infeksi oportunistik yang tersering adalah kandidiasis orofaringeal sebesar 80,8%. Di RSUP Dr. Kariadi Semarang didapatkan pasien HIV/AIDS dengan infeksi oportunistik 6
kandidiasis orofaringeal sebesar 79%. Penelitian yang dilakukan oleh Jazan dkk. (2003) untuk mengetahui prevalensi infeksi saluran reproduksi pada wanita penjaja seks mendapati prevalensi kandidiasis vaginalis secara umum berkisar antara 0% dan 70%; pada WPS lokalisasi antara 4% dan 52%, pada WPS tempat hiburan antara 3% dan 35%, dan pada WPS jalanan antara 0% dan 70%.
7
2. Definisi
Kandida adalah anggota flora normal terutama saluran pencernaan, juga selaput mukosa saluran pernafasan, vagina, uretra, kulit dan dibawah jari-jari kuku tangan dan kaki. Dalam kondisi normal (tidak berlebihan), kehadiran jamur kandida sebenarnya tidak membahayakan. Pertumbuhan jamur yang berlebihan 8
dapat menyebabkan infeksi. Candidiasis (candidosis) merupakan bentuk infeksi yang disebabkan oleh anggota genus kandida, biasanya disebabkan oleh Candida albicans. Organisme ini sangat khas menginfeksi kulit, kuku, membrane mukosa
dan traktus gastrointestinal namun kandida juga dapat menginfeksi organ internal dan menyebabkan penyakit sistemik. Meskipun kandida adalah jamur yang dapat menyebabkan infeksi oportunistik, kandida juga merupakan organisme komensal yang hidup di kulit, membrane mukosa gastrointestinal, saluran genitourinary dan saluran pernafasan.
2,9,10
Mucocutaneous candidiasis adalah infeksi superfisial pada mukosa yang
disebabkan oleh jamur patogen Candida albicans.
11
Candida albicans adalah flora
normal rongga mulut yang ditemukan pada 30% - 40% populasi. Jamur ini menyebabkan penyakit yang hanya apabila terjadi gangguan pada mekanisme protektif tubuh.
12,13
Kandidiasis lebih sering ditemukan pada wanita hamil atau wanita dalam siklus menstruasi dan pada penderita diabetes mellitus. Selain itu, pemakaian obat (misalnya kortikosteroid atau kemoterapi) dan penyakit yang menekan sistem kekebalan (misalnya AIDS ) juga mempermudah terjadinya penyakit ini.
12
3. Etiologi
Penyebab yang umum pada kulit, mulut, selaput mukosa vagina, dan feses orang normal yaitu Candida albicans. Pada sediaan apus eksudat, kandida tampak seperti ragi lonjong, kecil, berdinding tipis, bertunas, gram positif, berukuran 2-3 x 4-6 µm yang memanjang menyerupai hifa (pseudohifa). Kandida membentuk pseudohifa ketika tunas-tunas terus tumbuh tapi gagal melepaskan diri, menghasilkan rantai sel-sel yang memanjang yang terjepit atau tertarik pada septasi-septasi di antara sel. Kandida albicans bersifat dimorfik, selain ragi-ragi
3
4
dan pseudohifa, dia juga bias menghasilkan hifa sejati. Kandida berkembang biak dengan budding.
8 o
Pada agar subouraud yang dieramkan pada suhu kamar 37 C selama 24 jam, spesies kandida menghasilkan koloni-koloni halus berwarna krem yang mempunyai bau seperti ragi. Pertumbuhan permukaan terdiri atas sel-sel bertunas lonjong. Pertumbuhan bawahnya terdiri atas pseudomiselium. Ini terdiri atas pseudohifa yang membentuk blastokonidia pada nodus-nodus dan kadang-kadang klamidokonidia pada ujung-ujungnya. Semua spesies yang termasuk genus kandida sama-sama mempunyai kemampuan untuk menghasilkan pseudomiselia dengan pengecualian pada Kandida Globrata.
8
Dua tes morfologi sederhana membedakan kandida albicans yang paling patogen dari spesies kandida lainnya yaitu setelah inkubasi dalam serum selama o
sekitar 90 menit pada suhu 37 C, sel-sel ragi Candida albicans akan mulai membentuk hifa sejati atau tabung kultur dan pada media yang kekurangan nutrisi Candida albicans menghasilkan klamidospora bulat dan besar. Kandida albicans
meragikan glukosa dan maltosa, asam dan gas, asam dari sukrosa dan tidak bereaksi dengan laktosa. Peragian karbohidrat ini, bersama dengan sifat-sifat koloni dan morfologi, membedakan kandida albicans dari spesies kandida 8
lainnya.
Gambar 2.1 Candida Albicans
8
5
Kandidiasis mukokutan disebabkan oleh kandida albicans. Kandida albicans adalah ragi dimorfik yang merupakan flora normal pada saluran pencernaan, kulit, dan selaput lendir.
Genus Candida selain dari C. Albicans C. Parapsilosis
C. Tropicalis
C. Stellatoidea C. Guilliermondii C. Kefyr C. Glabrata C. Krusei C. Zeylanoides C. Viswanathi C. Lusitaniae C. Dubliensis
Gejala Klinik Paronychia, endocarditis, otitis eksterna, penyakit sistemik, vaginitis Vaginitis, intestinal, bronchopulmonary, infeksi sistemik, onychomycosis, penyakit tulang dan sendi, penyakit sistem saraf pusat Vaginitis, infeksi sistemik, penyakit tulang dan sendi Endocarditis, cutaneus candidiasis, onichomycosis, penyakit tulang dan sendi Vaginitis, urethritis Esophagitis, vaginitis, endocarditis Endocarditis, vaginitis Onychomycosis Penyakit susunan saraf pusat Penyakit sistemik Candidiasis oral, penyakit sistemik dan penyakit sendi
Tabel 2.1 Genus Kandida
2
4. Patogenesis
Lebih dari 50% dari orang normal, ditemukan koloni Candida di orofaring. C. Albicans hidup sebagai organisme komensal pada mukosa vagina 2
pada 20%-50% pada wanita sehat. Faktor predisposisi terjadinya infeksi Candida termasuk kondisi di sekitar kulit, keadaan nutrisional, peningkatan pH kulit, penggunaan antibiotik jangka panjang, perubahan status psikologis, penyakit sistemik dan iatrogenik.
9
Lima puluh persen sampai enam puluh persen kasus kandidiasis disebabkan oleh spesies Candida albicans. Spesies tersebut memiliki faktor virulensi yang disebut molekul adesi yang mengawali perlekatan jamur pada struktur disekitarnya. Sekresi proteinase [aspartyl proteinases (SAP1-9)] berperan dalam menghancurkan envelope sel dan menggunakannya dalam pembentukan 2
hifa.
6
Spesies kandida lainnya seperti C. glabrata, C. parapsilosis, C. tropicalis, C. krusei dan C. dubliniensis memiliki tingkat virulensi yang semakin meningkat.
Hal tersebut terjadi karena spesies tersebut mulai resisten terhadap anti-jamur sistemik. Keadaan tertentu dapat menunjukkan spesies kandida yang menginfeksi sebagai contoh C. parapsilosis sering terjadi pada pasien yang menggunakan kateter vaskular atau alat prostetik. C. tropicalis sering menyebabkan kandidemia pada kondisi leukemia dan pasca transplantasi sumsum tulang.
2
Sebagai jamur dimorfik, Candida mempunyai kemampuan untuk berubah dari jamur fase budding tumbuh menjadi fase invasive myecelial yang berperan dalam terjadinya infeksi jaringan. Pada awal infeksi dibantu oleh sifat adhesi dari organisme dengan sel epitel dan berikutnya terjadi invasi ke dalam jaringan. Invasi jaringan terjadi oleh karena perluasan enzim keratinolitik, phospholipase atau strain spesifik enzim proteolitik. Secara histopatologis, jarak yang bersih terlihat di sekitar organisme, memberi kesan proses yang terus berlanjut dari jaringan epithelial yang lisis. Peneliti telah mengidentifikasi beberapa genus virulen yang selalu menggunakan jaringan sebagai perantara dan melakukan infasi dari spesies candida. Percobaan pada hewan menunjukkan spesies candida mampu menyebabkan infeksi pada kulit dan mukosa membrane. Menggunakan toksin epidermolisin staphylococcal untuk membelah epidermis dengan selektif dibawah lapisan granular. Telah diketahui bahwa hanya C. Albicans dan C. Stellatoidea yang diinokulasi ke dalam bagian yang membelah tersebut yang
mampu masuk ke dalam stratum korneum dan menimbulkan reaksi inflamasi. Spesies lain tidak bias walaupun pada keadaan eksperimental tertutup.
14
5. Faktor Resiko 2
Faktor endogen : 1. Perubahan fisiologik a. Keamilan, karena perubahan pH dalam vagina b. Kegemukan, karena banyak kerigat c. Debilitas d. Iatrogenik, missal kateter intravena, kateter saluran kemih e. Endokrinopati, penyakit diabetes melitus, gangguan gula darah kulit
7
f. Penyakit kronik, tuberkulosis, lupus eritematosus dengan keadaan umum yang buruk g. Pemberian antimikroba yang intensif (yang mengubah flora bakteri normal) h. Terapi progesterone i. Terapi kortikosteroid j. Penyalahgunaan narkotika intravena 2. Umur: orang tua dan bayi lebih mudah terkena infeksi karena status imunologiknya tidak sempurna. 3. Imunologik (immunodefisiensi) 2
Faktor eksogen : 1. Iklim panas dan kelembaban menyebabkan perspirasi meningkat 2. Kebersihan kulit 3. Kebiasaan merendam kaki dalam air yang terlalu lama menimbulkan maserasi dan memudahkan masuknya jamur 4. Kontak dengan penderita, misalnya pada kandidosis oral, balanopostitis
6. Klasifikasi
Berbagai jenis kandidiasis mempunyai ciri khas yang bergantung pada bagian tubuh yang terkena.
6.1 Kandidiasis oral Kandidiasis oral (thrush, moniliasis) adalah infeksi fungus yang sering terjadi pada orang yang rentan karena mengidap diabetes mellitus, anemia, orang yang mendapatkan terapi antibiotik atau glukokortikoid, imunodefisiensi atau penyakit yang menyebabkan kelemahan seperti kanker. Pasien dengan sindrom imunodefisiensi didapat (AIDS) berisiko tinggi.
12
Kandidiasis oral bermanifestasi sebagai plak sirkumskripta, lekat, putih dan tersebar confluent dalam rongga mulut. Pseudomembran dapat dikerok untuk memperlihatkan dasar yang meradang berwarna eritematus dan granular. Pseudomembran tersebut terdiri dari deskuamasi sel epitel, elemen jamur, sel radang, fibrin dan debris makanan. Secara histologist, pseudomembran terdiri
8
atas sejumlah pseudohifa dan blastospora. Pada infeksi berat dapat terjadi terjadi ulserasi pada mukosa mulut. Jamur dapat ditemukan di dalam pseudomembran tersebut sebagai rantai sel tubulus mirip gerbong barang yang menghasilkan pseudohifa tempat munculnya bentuk ragi ( yeast ) dengan garis tengah terbesar biasanya 2-4 mikrometer. Faktor predisposisi terhadap kandidiasis oral adalah diabetes mellitus, penggunaan terapi sistemik steroid dan antibiotik, keganasan, 2 radiasi pada daerah kepala dan leher dan immunodeficiency.
Kandidiasis
atropik
akut
(kandidiasis
eritematus)
terjadi
setelah
pengelupasa pseudomembran. Sering terjadi pada bagian dorsal lidah ditandai dengan atrofi papil lidah dengan sedikit pseudomembran putih. Dapat terjadi secara asimptomatik dan simptomatik dengan keluhan nyeri seperti terbakar. Kandidiasis atropik kronik umum terjadi pada pemakaian gigi tiruan. Eritematus kronik disertai udem pada permukaan mukosa palatum yang berkenaan dengan 1 gigi tiruan. Kandida cheilosis ( perleche) ditandai dengan eritematus, fissure,
maserasi dan rasa nyeri pada sudut mulut. Perleche dapat terjadi akibat kebiasaan menjilat bibir dan pada usia tua terjadi akibat kulit yang kendur pada komisura oral namun demikian saliva dapat menghambat pertumbuhan jamur sehingga 9
muliut yang kering dapat mempermudah terjadi kandidiasis. Faktor predisposisi lain yang dapat menimbulkan penyakit ini ialah kekurangan vitamin B2 (riboflavin), pada orang tua yang tidak dapat menutup mulutnya dengan baik hingga air liur keluar terus.
2
Gambar 2.2 Candidiasis oral
9
Gambar 2.3 Perleche pada sudut mulut, terlihat erosi dan fisura
6.2 Kandidiasis vaginitis dan vulvovaginitis Vaginitis karena kandida selalu disertai oleh vulvovaginitis. Hal ini disebabkan terjadi kontak langsung dari sekret-sekret vagina yang mengalami infeksi sehingga daerah vulva ikut mengalami infeksi. Jamur Candida albicans secara normal hidup di dalam kulit atau usus. Dari sini jamur bisa menyebar ke alat kelamin. Candida biasanya tidak ditularkan melalui hubungan seksual.
2,8,10
Pada mukosa vagina terlihat ada bercak putih kekuningan, meninggi dari permukaan, yang disebut vaginal trush. Bercak-bercak ini terdiri dari gumpalan jamur kandida, jaringan nekrotik, dan sel-sel epitel. Dari liang vagina keluar sekret vagina yang mula encer kemudian menjadi kental dan pada keadaan yang menahun tampak seperti butir-butir tepung yang halus. Keluarnya cairan putih atau kuning dari vagina disertai rasa panas, gatal dan kemerahan di sepanjang dinding dan daerah luar vagina. Di dalam gumpalan sekret ini terdapat elemenelemen kandida, epitel dan secara kontinuitatum menyebabkan infeksi di daerah vulva sehingga terjadi vulvovaginitis. Labia minora dan mayora membengkak dengan ulkus-ulkus kecil bewarna merah disertai dengan daerah yang erosi. Lesi bervariasi, dari reaksi eksema ringan dengan eritema minimal sampai proses berat
10
dengan pustul, eksoriasi dan ulkus, serta dapat meluas mengenai perineum, vulva, dan seluruh area inguinal serta terdapat lesi-lesi satelit. Kelainan ini dapat menjalar sampai ke kulit sekitarnya hingga seluruh kulit lipat paha dan 10,13
perineum.
Penderita selalu merasa gatal, panas dan sakit pada waktu buang air kecil. Faktor predisposisi untuk timbulnya vulvovaginitis adalah kegemukan. Diabetes militus, higiene yang kurang, infeksi kronis di dalam vagina dan serviks, serta pengaruh obat-obat antihamil yang menyebabkan perubahan suasana vagina sehingga
memungkinkan
pertumbuhan
kandida
dan
kehamilan
karena
penimbunan glikogen dalam epitel vagina. Pada wanita tidak hamil biasanya keluhan dimulai seminggu sebelum menstruasi. Gatal sering lebih berat bila tidur atau sesudah mandi air hangat.
2,9,10,15
Gambar 2.4 Kandidiasis vaginal
6.3 Kandidiasis balanitis Infeksi kandida dapat terjadi pada genitalia pria disebut dengan balanitis. Predisposisi infeksi tersebut berupa tidak melakukan khitan dan berhubungan dengan pasangan penderita infeksi vaginal. Biasanya penderita balanitis mengeluhkan timbul kemerahan (eritematus) dan rasa seperti terbakar pada penis setelah melakukan hubungan. Rasa gatal dapat terjadi bila terjadi erupsi. Dari pemeriksaan dapat ditemukan patch putih pada glans penis atau preputium. Papul kecil atau vesikulopustul yang mudah pecah pada glans atau melingkari sulkus coronaries. Infeksi dapat menyebar ke skrotum, gluteal dan paha. Pada pasien diabetik atau immunosupresive dapat terjadi udem dan ulkus.
2
11
Gambar 2.5 Kandidiasis balanitis
2.6 Komplikasi
Berikut beberapa komplikasi penyakit kulit tersebut.
10
1. Perubahan tulang, osteoporosis, dan atrofi otot, menyebabkan deformitas berat sebagai konsekuensi hemartrosis. 2. Perdarahan intracranial jarang terjadi, namun jika terjadi dapat berakibat fatal. 3. Perdarahan gastrointestinal menyebabkan obstruksi intestinal. 4. Hematoma
pada
tulang
belulang
menyebabkan
paralisis.
Hematoma
intramuscular terjadi pada otot-otot fleksor besar, khususnya pada otot betis, otot-otot region iliopnas (sering pada panggul) dan lengan bawah. Hematoma ini sering menyebabkan kehilangan darah yang nyata, sindrom kompartemen, kompresi saraf dan kontraktur otot. 5. Perdarahan retroperitoneal dan retrofaringeal yang membahayakan jalan napas dapat mengancam kehidupan. 6. Hematuria masif sering ditemukan yang menyebabkan kolik ginjal tetapi tidak mengancam kehidupan.
12
2.7 Tatalaksana
Kandidiasis mukokutan baik diobati dengan menghilangkan penyebabnya, yaitu menghindari basah, mempertahankan daerah-daerah tersebut tetap sejuk, berbedak dan kering, jika memungkinkan penghentian pemakaian antibiotika jangka panjang. Berikut obat topikal dan sistemik yang dapat diberikan. Penyakit
Drug Amphotericin B (oral suspension/tab) Nystatin Fluconazole Itraconazole (oral solution) Posaconazole Clotrimazole 1% (suppository) Fluconazole
Oropharyngeal Candidosis
Vaginal Candidosis
16
Dosage
0,5-2,4 g/hari 6x100.000 IE/hari 50-200 mg/hari 100-200 mg/hari 100 mg/hari Topical 150 mg/hari
Tabel 2.2 Tatalaksana Oral kandidiasis tanpa komplikasi dapat diobati dengan golongan polyenes atau azoles secara topikal dan secara sistemik dengan fluconazole atau itraconazole 7-14 hari. Alternatif pengobatan bila terjadi resisten terhadap fluconazole dapat diganti dengan voriconazole, itraconazol (oral), posaconazole, anidulafyngin,
caspofungin,
micafungin
atau
D-AMB
(amphotericin
B
deoxycholate). Kandida vaginitis dapat disembuhkan dengan pemberian topikal azoles atau polyenes, terapi dilakukan selama lebih dari 7 hari. Secara sistemik dapat digunakan fluconazole atau itraconazole 1-3 hari.
16
Menurut petunjuk tatalaksana kandidiasis yang direvisi oleh Infectious Disease Society of America (2009) oral kandidiasis dapat diterapi dengan
menggunakan nystatin 400.000-600.000 IE 4 kali sehari atau clotrimazole tablet 2
10 mg 5 kali sehari. Kandidiasis vaginitis dapat diobati dengan topikal imidazole seperti butoconazole, miconazole, clotrimazole, tioconazole, econazole dan terconazole. Pengobatan dilakukan selama 3-7 hari. Obat tersebut aman dikonsumsi bagi wanita hamil. Fluconazole, itraconazole dan ketoconazole juga dapat digunakan sebagai terapi kandidiasis vaginitis. Tatalaksana profilaksis untuk mencegah
kekambuhan
digunakan
clotrimazole
500
mg
tablet
secara
13
intravaginally per-minggu atau fluconazole oral 150 mg per-minggu terapi yang
dianjurkan untuk balanitis kandidal adalah topikal clotrimazole cream atau obat oral dosis tunggal 150 mg fluconazole.
2
9. RINGKASAN
Candidiasis adalah infeksi jamur akut dan kronik pada kulit disebabkan
oleh Candida albicans. Spesies candida adalah penyebab terbanyak infeksi jamur pada kasus immunocompromised . Beberapa faktor predisposisi yang berhubungan dengan infeksi kandida adalah suhu yang hangat, lingkungan yang padat, hyperhidrosis, kontrasepsi oral, antibiotik tertentu dan kortikosteroid jangka
panjang, diabetes mellitus dan keadaan immunosuppression. Preparat potassium hydroxide dari kerokan kulit menampakkan karakteristik bagian-bagian jamur yang dapat digunakan untuk menentukan kandida. Gabungan obat topikal dan sistemik efektif dalam mengobati infeksi kandida namun demikian kejadian kambuh sering terjadi. Kandidiasis mukokutan adalah infeksi superficial pada mukosa yang disebabkan oleh jamur patogen Candida albicans. Candida albicans merupakan spesies yang paling umum menyebabkan infeksi di rongga mulut. Candida albicans adalah penghuni normal rongga mulut, mukosa vagina dan permukaan
tubuh. Jamur ini menyebabkan penyakit bila terjadi gangguan pada mekanisme pertahanan tubuh. Kandidiasis oral ( thrush, moniliasis) adalah infeksi jamur yang sering terjadi pada orang yang memiliki daya tahan tubuh rendah.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Herdianto, Irene. 2011. Uji Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis (Cinnamomum burmannii) Sebagai Antifungi terhadap Candida albicans secara In Vitro. Tugas Akhir, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya: Semarang. 2. Goldsmith, L.A., Katz, S,I,. Gilchrest, B.A,. Paller, A.S,. Leffell, D.J. and th Wolff,K. 2012. Fitzpatrick’s: Dermatology in General Medicine 8 edition. McGraw Hill: New york. P 2298-2301. 3. Pfaller, M.A. and Diekema, D.J. 2007. Epidemiology of Invasive Candidiasis: A Persistent Public Health Problem. Clin Microbiol Rev 20(1): 133-168. 4. Ugochukwu, D.O., Agu, M.C., Nwenyi, U.C. and Agu, U. 2013. Epidemiology of Candida vaginitis in Women of Reproductive Age in Selected Hospitals in Onitsha Metropolis, Anambra State, Nigeria and Its Environs 2007-2012. Journal of Public Health and Epidemiology 5(11): 459-462. 5. Ocviyanti, D., Rosana, Y. dan Wibowo, N. 2009. Profil Flora Vagina dan Tingkat Keasaman Vagina Perempuan Indonesia. Maj Obstet Ginekol Indones 33(2): 124-31. 6. Sofro, N.A.U., Angita, I. dan Isbandrio, B. 2013. Karakteristik Pasien HIV/AIDS dengan Kandidiasis Orofaringeal di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Med Hosp 1(3): 164-168. 7. Jazan, S., Tanudyaya, F.K., Anartati, A.S., Gultom, M., Purnamawati, K.A., Nurjannah dan Rahardjo, E. 2004. Prevalensi Infeksi Saluran Reproduksi Pada Wanita Penjaja Seks di Jayapura, Banyuwangi, Semarang, Medan, Palembang, Tanjung Pinang dan Bitung, Indonesia 2003. Departement Kesehatan RI: Jakarta. P 1-35. 8. Departemen Mikrobiologi: Candida albicans. 2009. Universitas Sumatera Utara. Medan. 9. James, W.D., Berger, T.G. and Elston, D.M. 2006. Andrews’ Diseases of The Skin Clinical Dermatology. Elsevier Saunders: New York. P 297-301. 10. Suyoso S. 2013. Kandida Mukosa. Universitas Airlangga. Surabaya.
15
11. Huppler, A.R., Bishu, S. and Geffen, S.L. 2012. Mucocutaneous Candidiasis: The IL-17 Pathway and Implications for Targetted Immunotherapy. BioMed Central : 1-9. 12. Kumar, V., Cotran, R.S. and Robbins, S.L. 2007. Buku ajar: Patologi edisi 7. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta. P 610-612. 13. Van F.L., Hoischen A. and Joosten L,A,B. 2011. STAT1 Mutation in Autosomal Dominant Chronic Mucocutaneous Candidiasis. N ENGL J MED 365: 54-61. 14. Murtiastutik, D., Ervianti, E., Agusni, I., Suyoso, S., Zulkarnain, I., Sukanto, H., Barakbah, J., Pohan, S.S., Martodihardjo, S., Lumintang, H., Hutomo, M.M., Sawitri, Listiawan, M.Y., Rosita, C., Indramaya, D.M., Setyaningrum, T. dan Rahmadewi. 2012. Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 2. Airlangga University Press: Surabaya. P 86-92. 15. Djuanda, A., Aisah, S. dan Hamzah, M. 2007. Penyakit Kulit dan Kelamin. FK UI press: Jakarta. 16. Ruhnke, M., Rickerts, V., Cornely, OA., Buthheidt, D., Glockner, A., Heinz, W., Hohl, R., Horre, R., Karthaus, M., Kujath, P., Wllinger, B., Presterl, E., Rath, P., Ritter, J., Glasmacher, A., Florl, CL and Groll, AH. 2011. Diagnosis and Therapy of Candida Infections:Joint Recommendation of the German Speaking Mycological Society and the Paul-Ehrlich-Society for Chemotheraphy. Mycoses 54:279-310.
16