BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Teori Puerperium atau Masa Nifas
2.1.1
Pengertian Puerperium atau nifas adalah masa nifas yang dimulai setelah partus selesai dan berakhir setelah setelah kira-kira kira-kira 6 minggu minggu (Sarwono, (Sarwono, 2002). 2002). Nifas adalah a dalah masa 6 minggu m inggu sejak bayi lahir sampai organ-organ organ-o rgan reproduksi reproduks i kembali ke keadaan normal sebelum hamil (Bobak, 2004). Kala Puerperium berlangsung 6 minggu atau 42 hari, merupakan waktu yang diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada keadaan yang normal (Manuaba, 1998). Masa yang dimulai setelah kelahiran placenta dan berakhir ketika kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil dan berlangsung selama kirakira 6 minggu (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002).
2.1.2
Pembagian Masa Nifas Masa nifas dibagi dalam 3 periode, yaitu : 2.1.2.1 Puerperium dini Yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama Islam dianggap bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari. 2.1.2.2 Puerperium intermedial Yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya minggu.
6-8
2.1.2.3 Remote puerperium Adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai mempun yai komplikasi. komplik asi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan. (Rustam Mochtar, 1998) 2.1.3
Perubahan-perubahan yang terjadi pada Masa Nifas 2.1.3.1 Uterus Involusi uterus adalah proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil. Tabel 2.1 Tinggi Fundus dan Berat Uterus Menurut Masa Involusi Involusi
Tinggi Fundus Uterus
Bayi lahir Uri lahir 1 minggu 2 minggu 6 minggu 8 minggu
Setinggi pusat 2 jari bawah Pusat Pertengahan pusat symphysis Tidak teraba di atas symphysis Bertambah kecil Sebesar normal
Berat Uterus 1000 gram 750 gram 500 gram 350 gram 50 gram 30 gram
(Rustam Mochtar, 1998) 2.1.3.2 Tempat placenta Segera setelah placenta dan ketuban dikeluarkan, konstraksi vascular dan trombosis menurunkan tempat placenta ke suatu area yang meninggi dan bernodul tidak teratur. Pertumbuhan Pertumbuh an endometrium endomet rium ke atas menyebabkan menyebab kan pelepasan pelepasa n jaringan nekrosis nekrosi s dan mencegah pembentukan pembent ukan jaringan pa rut yang menjadi karakteristik penyembuhan luka. Regenerasi endometrium selesai pada akhir minggu ketiga masa pasca partum, kecuali pada bekas
2.1.2.3 Remote puerperium Adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai mempun yai komplikasi. komplik asi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan. (Rustam Mochtar, 1998) 2.1.3
Perubahan-perubahan yang terjadi pada Masa Nifas 2.1.3.1 Uterus Involusi uterus adalah proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil. Tabel 2.1 Tinggi Fundus dan Berat Uterus Menurut Masa Involusi Involusi
Tinggi Fundus Uterus
Bayi lahir Uri lahir 1 minggu 2 minggu 6 minggu 8 minggu
Setinggi pusat 2 jari bawah Pusat Pertengahan pusat symphysis Tidak teraba di atas symphysis Bertambah kecil Sebesar normal
Berat Uterus 1000 gram 750 gram 500 gram 350 gram 50 gram 30 gram
(Rustam Mochtar, 1998) 2.1.3.2 Tempat placenta Segera setelah placenta dan ketuban dikeluarkan, konstraksi vascular dan trombosis menurunkan tempat placenta ke suatu area yang meninggi dan bernodul tidak teratur. Pertumbuhan Pertumbuh an endometrium endomet rium ke atas menyebabkan menyebab kan pelepasan pelepasa n jaringan nekrosis nekrosi s dan mencegah pembentukan pembent ukan jaringan pa rut yang menjadi karakteristik penyembuhan luka. Regenerasi endometrium selesai pada akhir minggu ketiga masa pasca partum, kecuali pada bekas
tempat placenta. Regenerasi pada tempat ini biasanya tidak selesai sampai 6 minggu setelah melahirkan (Bobak, 2005). 2.1.3.3 Serviks Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan, 18 (delapan belas) jam pasca partum, serviks memendek dan konsistensin ya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk semula. Serviks Ser viks setinggi segmen bawah uterus tetap adematosa, tipis dan rapuh selama beberapa hari setelah ibu melahirkan. Ektoserviks (bagian serviks menonjol ke vagina) terlihat memar dan ada sedikit laserasi kecil, kondisi yang optimal untuk perkembangan perkemban gan infeksi. Muara serviks yang berdilatasi berdilat asi 10 cm sewaktu melahirkan, menutup secara bertahap. Dua jari mungkin masih dapat dimasukkan ke dalam muara serviks pada hari keempat sampai keenam pasca partum. Tetapi hanya tangkai kuret terkecil yang dapat dimasukkan dimasukk an pada akhir ak hir minggu mingg u kedua. kedua . (Bobak, (Bobak , 2005). 2005 ). 2.1.3.4 Vagina dan perineum Estrogen pasca partum yang menurun berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran sebelum hamil 6 sampai 8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali pada sekitar minggu keempat, walaupun tidak akan menonjol pada wanita nullipara. Pada umumnya rugae akan memipih secara permanen. Mukosa tetap atrofik pada wanita yang menyusui sekurang-kurangnya sampai menstruasi dimulai kembali.
Penebalan mukosa vagina terjadi seiring pemulihan fungsi ovarium. Kekurangan estrogen menyebabkan penurunan jumlah pelumas vagina dan penipisan mukosa vagina. Kekeringan lokal dan rasa tidak nyaman saat coitus (dispareunia) menetap sampai fungsi ovarium kembali normal dan menstruasi dimulai lagi (Bobak, 2005). Pada awalnya, introitus mengalami eritematosa dan edematosa, terutama pada daerah episiotomi episioto mi atau jahitan laserasi. P erbaikan yang cermat, pencegahan pencegah an atau ata u pengobatan pen gobatan dini hematoma he matoma dan hygiene hygie ne yang baik b aik selama sel ama dua minggu pertama setelah melahirkan biasanya membuat introitus dengan mudah dibedakan dari introitus pada wanita nullipara (Bobak, 2005). Pada umumnya episiotomi hanya mungkin dilakukan bila wanita berbaring miring dan bokong diangkat atau ditempatkan pada posisi litotomi, penerangan yang baik diperlukan supaya episiotomi dapat terlihat jelas. Proses penyembuh penyembuhan an luka episioto episiotomi mi sama dengan dengan luka operasi operasi lain. Tanda-tanda Tanda-tanda infeksi (nyeri, merah, panas, bengkak) atau tepian insisi tidak saling mendekat bisa bisa terjadi. terjadi. penyembuhan penyembuhan harus harus berlangs berlangsung ung dalam dua sampai sampai tiga minggu (Bobak, 2005). 2.1.3.5 Topangan otot panggul Jaringan penopang dasar panggul yang terobek atau teregang saat ibu melahirkan memerlukan waktu sampai 4 bulan untuk kembali ke tonus semula. Istilah relaksasi panggul berhubungan dengan pemanjangan dan melemahnya topangan permukaan struktur panggul. Struktur ini terdiri atas
uterus, dinding vagina posterior atas uretra, kandung kemih dan rectum (Bobak, 2005). Tanda-tanda vital : beberapa perubahan tanda-tanda vital bisa terlihat, jika wanita dalam keadaan normal. Peningkatan kecil sementara, baik peningkatan tekanan darah sistol maupun diastol dapat timbul dan berlangsung selama sekitar empat hari setelah wanita melahirkan. Fungsi pernafasan kembali ke fungsi saat wanita tidak hamil pada bulan keenam setelah wanita tidak melahirkan. 2.1.3.6 Sistem cardiovascular Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor, misalnya kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran cairan ekstra vascular (edema fisiologis). Kehilangan darah merupakan akibat penurunan volume darah total yang cepat tetapi terbatas. Pada minggu ke-3 dan ke-4 setelah bayi lahir, volume darah biasanya menurun sampai mencapai volume sebelum hamil. Hipervolemia yang diakibatkan kehamilan (peningkatan sekurang-kurangnya 40% lebih dari volume tidak hamil) menyebabkan kebanyakan ibu bisa menoleransi darah saat melahirkan. Banyak ibu kehilangan 300-400 ml darah sewaktu melahirkan bayi tunggal pervaginam atau sekitar 2 kali lipat jumlah ini pada saat operasi sesaria. Tiga perubahan fisiologis pasca partum yang melindungi wanita : 1) hilangnya sirkulasi uretroplacenta yang mengurangi ukuran pembuluh darah maternal 10% sampai 15%; 2) hilangnya fungsi endrokrin placenta yang menghilangkan stimulus fasodilatasi; dan 3) terjadinya
mobilisasi air ekstra vascular yang disimpan selama wanita hamil. denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantun g meningkat sepanjang masa hamil. segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini akan meningkat bahkan lebih tinggi selama 30 sampai 60 menit karena darah yang biasanya melintasi sirkuit uteroplasenta tiba-tiba kembali ke sirkulasi umum. Nilai ini meningkat pada semua jenis kelahiran atau semua pemakaian konduksi anestesia. Data mengenai kembalinya hemodinamika jantung secara pasti di kadar normal tidak tersedia, tetapi nilai curah jantung normal ditemukan, bila pemeriksaan dilakukan 8 sampai 10 minggu setelah wanita melahirkan (Bobak, 2005). 2.1.3.7 Sistem cerna 1. Nafsu makan Ibu
biasa
lapar
segera
setelah
melahirkan,
sehingga
ia
boleh
mengkonsumsi makan ringan. Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anestesia, dan keletihan kebanyakan merasa lapar. Permintaan untuk memperoleh makanan 2 kali dari jumlah yang biasa dikonsumsi disertai konsumsi camilan yang sering ditemukan (Bobak, 2005). 2. Mortilitas Secara khas, penurunan tonus dan mortilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anatesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan mortilitas keadaan normal (Bobak, 2005). 3. Defekasi
Bisa tertunda selama 2 sampai 3 hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan pada awal masa pasca partum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan, atau dehidrasi. Ibu seringkali sudah menduga nyeri saat defekasi karena nyeri yang dirasakannya di perineum akibat episiotomi, laserasi, atau hemoroid. Kebiasaan buang air yang teratur perlu dicapai kembali setelah tonus usus kembali ke normal (Bobak, 2005). 2.1.3.8 Uretra dan kandungan kemih Trauma bisa menjadi pada uretra dan kandungan kemih selama proses persalinan, yakni sewaktu bayi melewati jalan lahir. Kombinasi trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas kandungan kemih setelah bayi lahir dan efek konduksi anastesi menyebabkan keinginan untuk berkemih menurun. Selain itu rasa nyeri pada panggul yang timbul akibat dorongan saat melahirkan, laserasi vagina atau episiotomi menurunkan atau mengubah reflek berkemih. Penurunan berkemih, seiring diuresis pasca partum bisa menyebabkan distensia kandung kemih. Distensia kandung kemih yang muncul segera setelah wanita melahirkan dapat menyebabkan perdarahan berlebihan karena keadaan ini bisa menghambat uterus berkontraksi dengan baik. Dengan mengosongkan kandung kemih secara adekuat, tonus kandung kemih biasanya akan pulih kembali dalam lima sampai tujuh hari setelah bayi lahir (Bobak, 2005). 2.1.3.9 Kontraksi Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi
lahir, diduga terjadi sebagai respons terhadap penurunan volume intra uterus yang sangat besar. Selama 1 sampai 2 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Biasanya disuntikkan oksitosin secara intra vena atau intramuscular segera setelah placenta lahir. Ibu dianjurkan memberikan bayinya di payudara segera setelah lahir karena isapan bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosin (Bobak, 2005). 2.1.3.10 After pains Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus pada umumnya tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi yang periodik sering dialami multipara dan bisa menimbulkan nyeri yang bertahan sepanjang masa awal puerperium. Rasa nyeri setelah melahirkan ini lebih nyata setelah ibu melahirkan di tempat uterus terlalu teregang, misalnya pada bayi besar atau bayi kembar (Bobak, 2005). After pains atau mules-mules sesudah partus akibat kontraksi uterus kadang-kadang sangat mengganggu selama 2-3 hari post partum. Perasaan mules ini lebih terasa bila masih terdapat sisa-sisa ketuban. Sisa-sisa placenta gumpalan darah di dalam kavum uterus (Wiknjosastro. H, 2002). 2.1.3.11 Lochea Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas (Rustam Mochtar, 1998).
1. Lochea rubra (cruenta) : berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan meconeum, selama 2 hari pasca persalinan. 2. Lochea sanguinolenta : berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari ke 3-7 pasca persalinan. 3. Lochea serosa : berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi pada hari ke 7-14 pasca persalinan. 4. Lochea alba : cairan putih, setelah 2 minggu. 5. Lochea purulenta : terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk. 6. Locheostasis : lochea tidak lancar keluar. (Rustam Mochtar, 1998). 2.1.4
Ikatan Kasih Sayang dan Penyesuaian Maternal 2.1.4.1 Bounding attachment Para ahli masih tidak mengetahui apa motivasi dan komitmen orang tua dan anak-anaknya selama bertahun-tahun dalam saling mendukung dan merawat satu dengan yang lain. Proses ini sering disebut attachment (kasih sayang) atau bounding (ikatan). Istilah yang sering tertukar pemakaiannya walaupun sebenarnya memiliki definisi yang berbeda, bounding didefinisikan Brazelton (1978) sebagai suatu ketertarikan mutual pertama antar individu. Attachement terjadi pada periode kritis seperti pada kelahiran atau adopsi (Bobak, 2005). Budaya yang mendukung adanya ikatan kasih sayang tersebut diantaranya adalah :
1. Sentuhan Sentuhan, atau peraba dipakai secara ekstensif oleh orang tua dan pengasuh lain sebagai suatu sarana untuk mengenali bayi baru lahir. Banyak ibu yang segera ingin meraih anaknya saat ia baru dilahirkan dan tali pusatnya dipotong. Mereka mengangkat bayi ke dada, merangkulnya ke dalam pelukkan dan mengayun-ayunkannya. Begitu anak dekat dengan ibunya, mereka memulai proses eksplorasi dengan
ujung jarinya, salah satu daerah tubuh yang
paling sensitive. 2. Kontak mata Kesenangan untuk melakukan kontak mata diperlihatkan berulang-ulang begitu bayinya bisa memandang mereka, mereka merasa lebih dekat dengan bayinya. En face (bertatapan muka) ialah suatu posisi dimana kedua wajah terpisah kira-kira 20 cm pada bidang pandang yang sama. Bayi baru lahir dapat diletakkan cukup dekat untuk dapat melihat wajah orang tuanya. 3. Suara Saling mendengar dan merespon suara antara orang tua dan bayinya juga penting. Orang tua menunggu tangisan bayinya dengan tegang, saat suara yang membuat mereka yakin bayinya dalam keadaan sehat terdengar, mereka mulai melakukan tindakan yang menghibur sewaktu orang tua berbicara dengan nada tinggi, bayi menjadi tentang dan
berpaling ke arah mereka. 4. Aroma Perilaku lain yang terjalin antara orang tua dan bayi ialah respon terhadap aroma atau bau masing-masing. Bayi belajar dengan cepat untuk membedakan aroma susu ibunya. 5. Entrainment Bayi lahir bergerak-gerak sesuai dengan struktur pembicaraan tua atau orang dewasa. Entrainment terjadi saat anak mulai berbicara. Irama ini juga berfungsi memberi umpan balik positif kepada orang tua dan menegakkan suatu pola komunikasi efektif yang positif. 6. Bioritme Setelah lahir, bayi yang menangis dapat ditenangkan dengan dipeluk dalam posisi sedemikian sehingga ia dapat mendengar denyut jantung ibunya atau mendengar suara denyut jantung yang direkam. Salah satu tugas bayi baru lahir adalah membentuk ritme personal (bioritme). Orang tua dapat membantu proses ini dengan memberi kasih sayang yang
konsisten
dan
dengan
memanfaatkan
waktu
saat
bayi
mengembangkan perilaku yang responsif (Bobak, 2005). 2.1.5
Fisiologi Laktasi Laktasi terjadi di bawah pengaruh berbagai kelenjar endokrin terutama hormon-hormon hipofisis prolaktin dan oksitosin. Keadaan ini dipengaruhi oleh isapan bayi dan emosi ibu. 2.1.5.1 Proses laktasi Menyusui tergantung pada gabungan kerja hormon, refleks dan perilaku
yang dipelajari ibu dan bayi baru lahir dan terdiri dari faktor-faktor berikut : 1. Laktogenesis. (permulaan produksi susu) dimulai pada tahap akhir kehamilan. colostrum disekresi akibat stimulasi sel-sel alveolar mamaria oleh laktogen placenta, serta substansi yang menyerupai prolaktin. Produksi susu berlanjut setelah bayi lahir sebagai proses otomatis selama susu dikeluarkan dari payudara. 2.
Produksi susu. Kelanjutan sekresi susu terutama berkaitan dengan : a) jumlah produksi hormon prolaktin yang cukup di hipofisis anterior; 2) pengeluaran susu yang efisien.
3. Ejeksi susu. Pergerakan susu dari alveoli ke mulut bayi merupakan proses yang aktif di dalam payudara. Proses ini tergantung pada reflek let down dan atau refleks ejeksi susu. 4. Colostrum. Colostrum kuning kental secara unik sesuai untuk kebutuhan bayi baru lahir. Colostrum mengandung antibody vital dan nutrisi padat dalam volume kecil, sesuai sekali untuk makanan awal bayi, menyusui dini yang efisien berkorelasi dengan penurunan kadar bilirubin darah kadar protein yang terjadi dalam colostrum mempermudah perjalanan mekoneum. 5. Susu ibu. Pada awal setiap pemberian, susu pendahuluan mengandung lebih sedikit lemak dan mengalir lebih cepat dari pada susu pada bagian akhir menyusui. Menjelang akhir pemberian makanan, susu sisa ini lebih putih dan mengandung lebih banyak lemak. Kandungan lemak yang lebih tinggi pada akhir pemberian makanan memberikan bayi rasa puas.
Bayi baru lahir yang cukup bulan dan sehat memiliki 3 (tiga) reflek yang diperlukan untuk membuat proses menyusui berhasil : reflek rooting, menghisap, dan menelan (Bobak, 2005). 2.1.5.2 Reflek menyusui pada ibu Tiga reflek utama sewaktu menyusui adalah sekresi prolaktin, ereksi puting susu, dan reflek let down. Stimulasi puting susu oleh mulut bayi menyebabkan ereksi. Reflek ereksi puting susu ini membantu propulsi susu melalui sinus-sinus laktiferus ke pori-pori puting susu. Ejeksi susu dari alveoli dan duktus terjadi akibat reflek let down. Akibat stimulus isapan hipotalamus melepas oksitosin dari hipofisis posterior. Stimulasi oksitosin membuat sel-sel mioepitel di sekitar alveoli di dalam kelenjar mamaria berkontraksi. Kontraksi sel-sel yang menyerupai otot ini menyebabkan susu keluar melalui system duktus dan masuk ke dalam sinus sinus laktiferus, dimana susu tersedia untuk bayi. Reflek let down dapat dirasakan sebagai sensasi kesemutan atau dapat juga ibu tidak merasakan sensasi apa pun. Tanda-tanda lain let down adalah tetesan susu dari payudara sebelum bayi mulai memperoleh susu dari payudara ibu dan susu menetes dari payudara lain yang tidak sedang dihisap oleh bayi. Banyak ibu mengalami reflek let down hanya karena berfikir tentang bayinya atau mendengar bayi lain menangis (Bobak, 2005). 2.1.6
Program dan Kebijakan Teknis Paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai keadaan ibu dan bayi baru lahir, dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-
masalah yang terjadi.
Tabel 2.2 Frekuensi Kunjungan Masa Nifas Kunjungan
1
2
3
4
Waktu
Tujuan
6-8 jam 1. Mencegah pendarahan masa nifas karena setelah atonia uteri. persalinan 2. Mendeteksi dan merawat penyebab lain pendarahan, rujuk jika pendarahan berlanjut. 3. Memberikan konseling pada ibu/salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah pendarahan masa nifas karena atonia uteri. 4. Pemberian ASI awal. 5. Melakukan hubungan antara ibu dan BBL. 6. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia. 7. Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan BBL untuk 2 jam pertama setelah kelahiran atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan stabil. 6 hari 1. Memastikan involusi berjalan normal, setelah uterus berkontraksi, fundus di bawah persalinan umbilikus, tidak ada pendarahan abnormal, tidak ada bau. 2. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau pendarahan abnormal. 3. Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat. 4. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyakit. 5. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari -hari. 2 minggu Sama seperti di atas (6 hari setelah persalinan) setelah persalinan 6 minggu 1. Menanyakan pada ibu tentang penyulitsetelah penyulit yang ia atau bayi alami.
persalinan
2. Memberikan konseling untuk KB secara dini.
Sumber : Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal : Abdul Bari Saifuddin (2002)
2.1.7
Perawatan Puerperium (post partum, nifas) Perawatan post partum dimulai sebenarnya sejak kala uri dengan menghindarkan adanya kemungkinan-kemungkinan perdarahan post partum, dan infeksi. 2.1.7.1 Mobilisasi dini (Early Ambulation) Kini perawatan puerperium lebih aktif dengan dianjurkan untuk melakukan “mobilisasi dini” (early ambulation). Perawatan mobilization dini mempunyai keuntungan : 1. Melancarkan pengeluaran lochea, mengurangi infeksi puerperium. 2. Mempercepat involusi alat kandung. 3. Melancarkan fungsi alat gastro intestinal dan alat perkemihan. 4. Meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme. (Manuaba, 1998) Selama 2 jam post partum pasien harus sudah bisa melakukan early ambulation mulai dari menggerakkan ekstremitas dengan menekuk kaki, tangan, dan miring kiri-kanan, duduk sambil menyusui bayinya dalam 2 jam post partum diharapkan ibu sudah belajar berdiri dan berjalan-jalan untuk mencegah tromboemboli. Sebagian besar ibu post partum dapat melakukan ambulasi segera setelah kondisi fisiknya mulai membaik (Protap Pavilium Melati Bapelkes RSD Jombang). 2.1.7.2 Diet pasca partum Diet harus sangat mendapat perhatian dalam nifas karena melakukan diet yang baik mempercepat penyembuhan ibu, lagi pula makanan ibu sangat
mempengaruhi susunan air susu, diet harus bermutu tinggi, dengan cukup kalori, cukup protein, mengandung cukup cairan serta buah dan sayuran karena wanita mengalami hemokonsetrasi. Tabel 2.3 Kebutuhan makanan sehari-hari ibu menyusui Zat makanan
Jumlah
Beras Lauk-pauk Daging, tempe Sayuran Buah (pepaya) Susu Ai putih
500 gram 75 gram 125 gram 300 gram 200 gram 100 ml 2 liter
Ukuran rumah tangga (URT) 2 gelas 2 kali kotak korek api tebal. 4 kali kotak korek api tebal. Padat 3 gelas/daun 6 gelas. 8 kali kotak korek api tebal. ½ gelas 10 gelas.
Sumber : Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil Hj. Saminem, SKM. (2003)
2.1.7.3 Miksi Miksi atau berkemih harus secepatnya dapat dilakukan sendiri. Tidak jarang wanita dapat kencing sendiri akibat pada partus muskulus sifingter vesika, et uretra mengalami tekanan oleh kepala janin, sehingga fungsinya terganggu (Sarwono, 2002). 2.1.7.4 Defekasi Buang air besar harus dilakukan 3-4 hari pasca persalinan. Bila masih sulit buang air besar dan terjadi obstipasi apalagi berak keras dapat diberikan obat laksans peroral atau perektal. Jika masih belum bisa dilakukan klisma (Rustam Mochtar, 1998). 2.1.7.5 Kebersihan diri 1. Anjurkan kebersihan seluruh tubuh. 2. Menganjurkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air. Pastikan bahwa ia mengerti untuk membersihkan daerah
di sekitar vulva terlebih dahulu, dari depan ke belakang, baru kemudian membersihkan daerah sekitar anus. Nasehatkan pada ibu untuk membersihkan vulva setiap kali selesai BAK/BAB. 3. Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya dua kali sehari. 4. Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya. 5. Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu untuk menghindari menyentuh daerah luka. (Abdul Bari Saifuddin, 2002) 2.1.7.6 Perawatan payudara (mammae) Perawatan mammae telah dimulai sejak wanita hamil supaya puting susu lemas, tidak keras, dan kering sebagai persiapan untuk menyusui bayinya. Bila bayi meninggal, laktasi harus dihentikan dengan cara : 1. Pembalutan mammae sampai tertekan. 2. Pemberian obat estrogen untuk supresi LH seperti tablet lynoral dan parlodel. Dianjurkan sekali supaya ibu menyusukan bayinya karena sangat baik untuk kesehatan bayinya. 2.1.7.7 Perawatan luka perineum Luka pada perineum akibat episiotomi, rupture atau laserasi merupakan daerah yang tidak mudah di jaga agar tetap bersih dan kering. Maka dari itu diperlukan cara yang tepat untuk dapat menjaganya secara aman. Caranya :
Ajari ibu membersihkan perineum dari arah depan ke belakang (uretra ke anus) setelah berkemih atau defekasi, menggunakan air hangat atau larutan betadine untuk membersihkan daerah perineum setiap kali selesai berkemih, mengganti pelapis perineumnya dari arah depan ke belakang setiap kali. ia berkemih atau defekasi dan mencuci tangannya sampai bersih sebelum dan sesudah melakukan hal tersebut. 2.1.7.8 Suhu Suhu tubuh diperiksa pagi dan sore hari, pada bagian kebidanan suhu tubuh yang melebihi 37,2
O
C harus dilaporkan kepada bidan kepala di
bangsal yang akan menghubungi dokter jika suhu tersebut naik di atas 37,5OC. Kenaikan suhu yang sedikit sering dijumpai pada sekitar hari keempat dan mungkin menyertai aktivitas payudara. Di lain pihak setiap kenaikan suhu tubuh dapat disebabkan oleh sepsis nifas, yaitu suatu kelainan serius yang harus segera diatasi dengan terapi antibiotik. Suhu dapat sedikit di bawah normal akibat kehilangan panas tubuh. Kadang-kadang suhu dapat lebih tinggi dari 37,2OC akibat dehidrasi atau persalinan yang lama (Bobak, 2005). 2.1.7.9 Denyut nadi Frekuensi denyut nadi dicatat 2 kali sehari, normalnya frekuensi relatif rendah selama minggu pertama setelah melahirkan. Denyut nadi yang cepat dapat disebabkan oleh infeksi, khususnya jika disertai dengan kenaikan suhu tubuh. Perdarahan post partum dapat pula menyebabkan kenaikan frekuensi nadi dan melemahnya volume nadi.
Denyut nadi biasanya berkisar antara 60 sampai 70 denyut per-menit. Apabila denyut nadi lebih dari 90 denyut per-menit perlu dilakukan pemeriksaan dan pemantauan yang terus menerus (Bobak, 2005). 2.1.7.10 Tekanan darah Selama 24 jam pertama, tekanan darah diukur 2 kali sehari sampai hari keempat, dan kemudian diukur sekali sehari, kalau diperlukan tekanan darah dapat diukur lebih sering seperti yang dilakukan pada klien dengan riwayat pre-eklamsia atau keluar perdarahan pervaginam yang cukup banyak atau bila frekuensi nadinya cepat. Tekanan darah yang rendah dapat menunjukkan perdarahan post partum. Tekanan darah yang tinggi mengingatkan kita kepada pre-eklamsia yang dapat timbul setiap saat dalam masa nifas sekalipun kejadian seperti kurang dari 110 mmHg disertai frekuensi nadi lebih dari 100 x/menit, biasanya disebabkan oleh perdarahan atau syok (Bobak, 2005). 2.1.8
Tujuan Asuhan Pasca Natal Penyediaan asuhan pasca natal adalah berdasarkan pada sejumlah prinsip yang bertujuan untuk : 1. Meningkatkan, mempertahankan dan mengembalikan kesehatan. 2. Memfasilitasi ibu untuk merawat bayinya dengan rasa aman dan penuh percaya diri. 3. Memastikan pola menyusui yang mampu meningkatkan perkembangan bayi. 4. Menyakinkan wanita dan pasangannya untuk mengembangkan kemampuannya sebagai orang tua dan untuk mendapatkan pengalaman berharga sebagai orang tua.
5. Membantu keluarga mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan mereka dan mengemban tanggung jawab terhadap kesehatannya sendiri. (Christine Henderson, 2005)
2.2 Konsep Dasar Teori Episiotomi
2.2.1
Definisi Episiotomi adalah insisi pada perineum untuk memperbesar mulut vagina (Bobak, 2005) Pendukung tindakan episiotomi menyatakan bahwa tindakan ini mempunyai manfaat sebagai berikut : 1. Mencegah robekan perineum, insisi yang bersih dan dilakukan pada posisi yang benar akan lebih cepat sembuh dari pada robekan yang tidak teratur. 2. Kemungkinan mengurangi regangan otot penyangga kandung kemih atau rectum yang terlalu kuat dan berkepanjangan yang kemudian hari menyebabkan inkontensia urine dan prolaps vagina. 3. Mengurangi lama tahap kedua yang mungkin penting mengingat keadaan ibu (misalnya keadaan hipertensi) atau keadaan janin (misal bradikardi yang menetap). 4. Memperbesar vagina diperlukan manipulasi untuk melahirkan bayi. (Bobak, 2005).
2.2.2
Indikasi Episiotomi 1. Gawat janin. 2. Penyulit kelainan pervaginam (sungsang, distosia bahu, ekstraksi forseps, ekstraksi vakum).
3. Jaringan parut pada perineum atau vagina yang menghalangi kemajuan persalinan. (APN, 2004). 2.2.3
Macam-macam Episiotomi 1. Episiotomi medialis. 2. Episiotomi lateralis. 3. Episiotomi mediolateralis. (Manuaba, 1998)
2.2.4
Derajat Luka Episiotomi 1. Derajat I Mukosa vagina, fourchette posterior, kulit perineum. 2. Derajat II Mukosa vagina, kulit perineum, otot perineum, fourchette posterior. 3. Derajat III Mukosa vagina, fourchette posterior, kulit perineum, otot perineum, otot sfingter ani externa. 4. Derajat IV Mukosa vagina, fourchette posterior, otot perineum, kulit perineum, otot sfingter ani externa, dinding rektum anterior. (APN, 2002 :5)
2.3 Konsep Dasar Nyeri
2.3.1
Definisi Nyeri adalah keadaan dimana individu mengalami sensasi yang tidak
menyenangkan dalam berespon terhadap suatu rangsangan yang berbahaya (Lynda J, 2001). Nyeri adalah pengeluaran sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut (Worlf, 2004). 2.3.2
Jenis Nyeri 1. Nyeri viseral Terjadi bila ada rangsangan pada organ/struktur dalam. 2. Nyeri somatik Terjadi karena rangsangan pada bagian yang dipersyarafi oleh saraf tepi. (Lynda J, 2001).
2.3.3
Sifat-sifat Nyeri 1. Nyeri alih Jika suatu segmen persyarafan melayani lebih dari satu daerah. 2. Nyeri radiasi Nyeri yang menyebar di dalam 1 sistem/jalur anatomi yang sama, contoh : infark miokard akut. 3. Nyeri proyeksi Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan saraf sensorik akibat cidera/peradangan saraf. 4. Nyeri kontinyu Nyeri akibat rangsangan pada peritoneum periental dan dirasakan terus menerus karena berlangsung terus, misalnya pada reaksi radang.
5. Nyeri kolik Nyeri akibat visceral akibat spasme otot polos pada organ berongga disebabkan oleh hambatan dalam organ. 6. Nyeri iskemik Nyeri yang sangat hebat, menetap dan tidak menyudut, tanda adanya jaringan yang terancam nekrosis. 7. Nyeri pindah Nyeri yang berubah sesuai dengan perkemban gan psikologis. 2.3.4
Tingkat/Skala Nyeri Berdasarkan Ekspresi Wajah Visual Analogue Scale
0
12
34
5
6
7
89
10
Ket : Bila skala nyeri > 5 harus diberikan terapi bila tingkat 10 penderita sangat takut, cemas dan sangat n yeri. (Ruliati, SKM, 2005)
2.4 Psikologis Nifas
2.4.1
Pengertian Psikologi nifas adalah merupakan ilmu yang menyelidiki serta mempelajari tentang tingkah laku atau aktivitas-aktivitas dimana tingkah laku serta aktivitasaktivitas itu sebagai manifestasi hidup kejiwaan (Motorik, Kognitif dan Emosional) (Aswar Yetti Zein, 2005).
2.4.2
Gangguan Psikologis yang Sering Terjadi pada Masa Nifas 2.4.2.1 Post partum blues (baby blue) Merupakan kesedihan atau kemurungan setelah melahirkan, biasanya hanya muncul sementara waktu yakni sekitar dua hari hingga dua minggu sejak kelahiran bayi yang ditandai dengan gejala-gejala sebagai berikut : 1. Cemas tanpa sebab. 2. Menangis tanpa sebab. 3. Tidak sabar. 4. Tidak percaya diri. 5. Sensitif. 6. Mudah tersinggung. 7. Merasa kurang menyayangi bayinya. Jika keadaan ini dianggap enteng, keadaan ini akan bertahan dua minggu sampai satu bulan dan akan berlanjut menjadi post partum syndrome. Cara mengatasi gangguan psikologis pada nifas dengan post partum blues ada dua cara, yaitu : 1. Komunikasi terapeutik Merupakan suatu proses penyampaian pesan kepada pasien untuk mendukung upaya kesembuhannya. Tujuan dari komunikasi terapeutik adalah menciptakan hubungan baik antara bidan dengan pasien dalam rangka kesembuhannya dengan cara : a.
Mendorong pasien mampu membedakan segala ketegangan emosi.
b. Dapat memahami dirinya.
c.
Dapat mendukung tindakan konstruktif terhadap kesehatannya.
2. Peningkatan support mental atau dukungan keluarga dalam Mengatasi gangguan psikologis yang berhubungan dengan masa nifas bagi keluarga muda, masa pasca persalinan merupakan “awal keluarga baru” sehingga keluarga perlu beradaptasi dengan peran barunya. Tanggung jawab keluarga bertambah dengan hadirnya bayi yang baru lahir. Dorongan serta perhatian anggota keluarga lainnya merupakan dukungan
positif
untuk
ibu.
dalam
menjalani
adaptasi
setelah
melahirkan, ibu akan mengalami fase-fase berikut : a. Fase taking in Yaitu periode ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu, fokus perhatian terutama pada dirinya sendiri, ibu cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya, oleh karena itu kondisi ini perlu dipahami dengan menjaga komunikasi yang baik. b. Fase taking hold Yaitu periode yang berlangsung antara 3 -10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Perasaannya sangat sensitive sehingga mudah tersinggung. Jika komunikasinya kurang hati-hati. c. Fase letting go Yaitu merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya sudah meningkat pada fase ini. Jika ibu mengalami baby blues, disarankan untuk melakukan hal-hal berikut ini : 1. Minta bantuan suami atau keluarga yang lain, jika membutuhkan istirahat untuk menghilangkan kelelahan. 2. Beritahu suami mengenai apa yang sedang ibu rasakan, mintalah dukungan dan pertolongan. 3. Buang rasa cemas dan kekhawatiran akan kemampuan merawat bayi karena makin sering merawat bayi, ibu akan semakin terampil dan percaya diri. 4. Carilah hiburan dan luangkan waktu untuk diri sendiri. Adakalanya ibu merasakan kesedihan kebebasan interaksi sosial dan kemandiriannya berkurang. Hal ini akan mengakibatkan depresi pasca persalinan (Depresi post partum). Gejala depresi post partum adalah sebagai berikut : 1. Sulit tidur bahkan bayi sudah tidur. 2. Nafsu makan hilang. 3. Perasaan tidak berdaya atau kehilangan kontrol. Kebutuhan psikologis wanita dalam nifas : 1. Dukungan a. Untuk tugas-tugas di rumah agar ibu lebih banyak waktu mengasuh bayinya.
b. Informasi yang dibutuhkan Pengasuhan anak dan pemberian ASI, juga perubahan fisik, tanda infeksi, asuhan bagi diri sendiri, penyembuhan, kehidupan seksual, kontrasepsi gizi. c. Mengatasi rasa takut Mengatasi
perasaan
ketidakmampuan
serta
rasa
kehilangan
hubungan yang erat dengan suaminya tanggung jawab yang terus menerus untuk mengasuh bayinya. (Aswar Yetti Zein, 2005).
2.5 Konsep Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan menurut Hallen Varney
Manajemen Kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, temuan,keterampilan dalam rangkaian/tahapan yang logis untuk mengambil suatu keputusan yang terfokus pada klien (Varney, 1997). Menurut Varney ada 7 (tujuh) langkah dalam pelaksanaan Manajemen Kebidanan, langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut : 2.5.1
Pengkajian
Pada langkah pertama ini, semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien telah dikumpulkan. Untuk memperoleh data , dilakukan melalui anamnesa. Anamnesa adalah pengkajian dalam rangka mendapatkan data tentang pasien melalui pengajuan pertanyaan pertanyaan. Merupakan langkah awal Manajemen Kebidanan yang meliputi riwayat penyakit,
pemeriksaan
fisik,
mempelajari
rekam
medik
dan
pemeriksaan
penunjang. Pengumpulan data terdiri dari : 2.5.1.1 Data subjektif 1. Biodata pasien dan suami, yang meliputi : Nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, kawin ke, lamanya, umur kawin, alamat ( diisi sesuai dengan fungsi masing-masing) 2. Keluhan utama Klien post partum dengan nyeri luka episiotomi mengatakan perutnya mules, nyeri luka jahitan perineum, lelah, pusing. 3. Riwayat kesehatan sekarang Menjelaskan tentang apa yang dirasakan ibu saat ini. 4. Riwayat kesehatan yang lalu Apakah pasien pernah menderita penyakit menurun (misal : diabetes mellitus, hipertensi, jantung) dan menular (misal : TBC, asma, HIV), apakah pernah dilakukan operasi sebelumnya. 5. Riwayat kesehatan keluarga Apakah dalam keluarganya maupun keluarga suaminya pernah menderita penyakit menurun (misal : diabetes mellitus, hipertensi, jantung) dan penyakit menular (misal : TBC, asma, HIV), ada riwayat kembar atau tidak. 6. Riwayat kebidanan a. Riwayat menstruasi Mengetahui menarche, siklus haid, teratur atau tidak, dismenorhea,
lamanya haid, banyaknya haid, warna, keluhannya, flour albus. b. Riwayat kehamilan sekarang Hamil ke berapa, amenorrhea, HPHT, HPL, UK, gerakan janin mulai dirasakan, ANC, keluhan selama hamil, penyuluhan yang pernah didapat, obat-obatan yang pernah didapat, imunisasi TT. c. Riwayat persalinan sekarang Perjalanan mulai kenceng-kenceng dan mulai keluar lendir campur darah, anak lahir sampai dipindah ke ruang nifas. d. Riwayat nifas sekarang Bagaimana proses involusi, kontraksi uterus baik atau tidak (keras atau lembek), perdarahan, lochea, berapa softek, apa yang dirasakan saat ini. e. Riwayat KB Mengetahui ibu pernah menggunakan KB apa , berapa lama pemakaiannya dan rencana KB yang akan digunakan, apakah pernah ganti metode KB. f.
Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu Hamil yang ke berapa, UK berapa bulan, persalinannya bagaimana, ditolong oleh siapa, jenis kelamin apa,hidup/mati, umur anak jika sudah pernah melahirkan berapa berat badan ketika lahir, panjang badan berapa, dan bagaimana nifasnya?.
7. Riwayat psikososial Yaitu untuk mengetahui apakah dalam keluarga ibu merasa senang, tentram dan tanpa kesenjangan bahkan di lingkungan masyarakat
hubungan baik-baik saja. Termasuk di dalamnya fase taking in, taking hold , letting go dan post partum blues. 8. Latar belakang sosial budaya Apakah ada adat istiadat dalam kehidupan sehari-hari seperti pantangan makanan tertentu, apakah diadakan acara selamatan, apakah klien pernah merokok, apakah rencana ibu setelah anaknya lahir (ASI selama 2 tahun). 9. Kebiasaan sehari-hari pada waktu hamil dan saat nifas a. Pola nutrisi Klien post partum memerlukan makanan yang banyak mengandung protein dan vitamin untuk mempercepat proses involusi, maka diet yang diberikan meliputi cukup kalori, cukup protein, cairan serta buah buahan. Data yang ditanyakan adalah pola makan, komposisi, variasi, frekuensi. Ada pantangan makanan tidak b. Pola aktivitas Yang ditanyakan aktivitas apakah saja yang dilakukan klien pada nifas, serta kemampuan aktivitas apa saja setelah klien bersalin. Setelah persalinan klien sudah harus dapat miring kiri dan kanan, duduk dan sudah boleh berjalan-jalan. c. Pola istirahat Pada waktu istirahat dan tidur pada klien post partum akan mengalami gangguan yang disebabkan oleh kontraksi uterus (mules) pada perut dan bila terdapat luka episiotomi ada juga nyeri pada saat bergerak. Istirahat pada ibu post partum yang baik adalah pada
waktu malam + 5-6 jam dan siang + 1-2 jam. d. Personal hygiene Adalah perawatan yang dilakukan oleh klien dengan bimbingan maupun bantuan dari bidan bila diperlukan. Personal hygiene pada nifas meliputi mandi, perawatan luka jahitan perineum, perawatan payudara, gosok gigi, ganti pakaian, ganti celana dalam dan kotek tiap kotor atau penuh, cuci rambut. e. Pola eliminasi Dalam 24 jam pertama post partum biasanya BAK sering sulit karena sfingter uretra ditekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi muskulus sfingter ani selama persalinan. Urine dalam jumlah besar akan dihasilkan dalam waktu 12-36 jam post partum, yaitu normalnya 300 cc sampai 600 cc per-jam. Data yang perlu ditanyakan adalah BAK lancar atau tidak, konsistensi, warna, bau. BAB harus dilakukan 3-4 hari pasca persalinan, hal ini disebabkan karena tonus otot menurun selama proses persalinan, gerak tubuh yang kurang sehingga usus bagian bawah kosong. f.
Pola seksual selama nifas berapa kali dan apa ada keluhan. Menurut ajaran agama selama nifas tidak boleh melakukan hubungan sampai 40 hari.
2.5.1.2 Data objektif Data objektif adalah data yang diperoleh melalui pemeriksaan fisik yang terdiri dari inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi, serta pemeriksaan
yang terdiri dari : 1. Pemeriksaan umum a. Keadaan umum Bagaimana tingkat kesadarannya, postur tubuh, tinggi badan, BB sebelum hamil, dan saat nifas serta beberapa ukuran lilanya untuk mengetahui status gizi ibu. b. Tanda-tanda vital : Tekanan darah : 100/70-130/90 mmHg Nadi
: 76-92 x/menit
Suhu
: 365-375 OC
Pernafasan
: 16-24 x/menit
2. Pemeriksaan fisik, meliputi : a. Inspeksi Yaitu proses observasi atau periksa pandang dengan menggunakan mata untuk mendeteksi tanda-tanda fisik yang berhubungan dengan status fisik : Kepala
: Bulat atau lonjong, bentuk rambut, bersih atau kotor, ada ketombe atau tidak, rontok atau tidak, warna rambut.
Muka
: Pucat
atau
tidak, oedem
atau
tidak,
ada cloasma
gravidarum atau tidak, raut muka (skala nyeri). Mata
: Simetris atau tidak, conjungtiva merah muda atau pucat, sklera putih atau kuning, ada gangguan penglihatan atau tidak.
Hidung
: Simetris atau tidak, bersih atau tidak, ada polip atau tidak.
Leher
: Ada pembesaran kelenjar tyroid atau tidak, ada bendungan vena jugularis atau tidak.
Payudara : Simetris atau tidak, bersih atau tidak, payudara membesar atau tidak, puting susu menonjol atau tidak, areola mammae hyperpigmentasi atau tidak, puting susu lecet atau tidak, colostrum sudah keluar +/+ atau belum. Abdomen : Ada bekas operasi atau tidak, ada linea nigra atau tidak. Genetalia : Ada varices atau tidak, oedem atau tidak, ada condiloma atau tidak, lochea atau tidak. Disebutkan apa sesuai dg hari ke berapa Anus
: Hemoroid atau tidak, bersih atau tidak.
Ekstremitas atas
: Simetris atau tidak, oedem atau tidak, varices atau tidak, ada gangguan gerak atau tidak.
Ekstremitas bawah : Simetris atau tidak, oedem atau tidak, varices atau tidak, ada gangguan gerak atau tidak. b. Palpasi Yaitu pemeriksaan dengan meraba atau menyentuh Kepala
: Ada benjolan atau tidak, ada nyeri tekan atau tidak.
Ketiak
: Ada pembesaran kelenjar limfe atau tidak.
Payudara : Ada benjolan atau tidak, puting susu menonjol atau tidak, payudara tegang atau tidak, colostrum dan ASI +/+ atau tidak. Abdomen : TFU, UC c. Auskultasi Yaitu metode pengkajian yang menggunakan stetoskop untuk
memperjelas pendengaran. Dada
: Terdengar wheezing dan ronchi atau tidak.
Abdomen
: Kembung atau tidak, ada bising usus atau tidak
d. Perkusi Yaitu metode pemeriksaan dengan cara mengetuk dengan jari-jari tangan atau menggunakan suatu alat. Abdomen
: Kembung atau tidak.
Reflek patella : +/+ atau tidak 3. Pemeriksaan penunjang Merupakan data yang diperlukan untuk menunjang diagnosa misalnya berupa pemeriksaan laboratorium, USG, sinar X. 2.5.2
Identifikasi Diagnosa dan Masalah dan kebutuhan Langkah
kedua
merupakan
pengembangan
mengenai
masalah
dari
interpretasi dasar ke dalam identifikasi yang spesifik mengenai masalah atau diagnosa. Beberapa masalah tidak dapat diidentifikasi sebagai diagnosa akan tetapi membutuhkan suatu rencana yang dialami klien dari diagnosa yang telah ditetapkan dengan berfokus pada apa yang ditemukan oleh klien secara individu. Diagnosa adalah hasil dari perumusan masalah merupakan keputusan yang ditegakkan oleh bidan. Adapun diagnosa dan masalah yang mungkin timbul pada ibu nifas meliputi: Diagnosa : P….. post partum hari ke….. dengan …… Ds.
: Adanya komunikasi verbal (klien, keluarga, paramedik) tentang cara melahirkan, waktu melahirkan, kelahiran anak yang keberapa, keadaan
bayinya dan tidak ada kelainan. Do
: Tanda-tanda vital : Tekanan darah : 110/70-130/90 mmHg Nadi
: 76-92 x/menit
Suhu
: 365-375 OC
Pernafasan
: 16-24 x/menit
Abdomen : Berapa tinggi fundus uteri, kontraksi uterus keras atau lembek. Payudara
: Membesar atau tidak, lunak atau keras, puting susu menonjol atau tidak, terdapat pengeluaran colostrum dan ASI atau tidak.
Genetalia : Terdapat pengeluaran lochea, berapa jumlahnya, terdapat jahitan perineum. Laporan persalinan
: Jenis persalinan, waktu, jenis kelamin anak yang dilahirkan, BB, PB, A-S, LD, MO, FO, SOB.
Masalah I : Nyeri luka jahitan perineum Ds
: Adanya komunikasi verbal (klien, keluarga, paramedic) tentang nyeri yang dirasakan klien, kapan klien merasakan nyeri dan di daerah mana.
Do
: Ekspresi wajah klien tampak kesakitan saat merasakan nyeri.
Genetalia
: Terdapat luka jahitan perineum.
Masalah II : Gangguan aktivitas Ds
: Adanya komunikasi verbal (klien, keluarga, paramedis) tentang nyeri yang dirasakan klien, kapan klien merasakan nyeri dan di daerah mana.
Do
: Mobilisasi di tempat tidur kurang.
Masalah III : Kurangnya pengetahuan dan informasi tentang masa nifas. Ds
: Adanya komunikasi verbal (klien, keluarga, paramedik) tentang perawatan bayi, personal hygiene, keluarga berencana, nutrisi.
Do
: Klien tidak bisa merawat bayi dan dirinya.
2.5.3
Antisipasi Masalah Potensial Mengidentifikasi masalah dan diagnosa masalah potensial lainnya rangkaian masalah dan diagnosa yang ada merupakan antisipasi, pencegahan bila mungkin. Masalah potensial adalah masalah yang mungkin timbul dan bila tidak segera diatasi akan mengganggu keselamatan hidup klien, oleh karena itu masalah potensial harus segera diantisipasi, dicegah, diawasi dan segera dipersiapkan tindakan untuk mengatasi pada kasus post partum, antisipasi masalah potensial adalah potensial terjadi infeksi, bendungan ASI, perdarahan post partum primer.
2.5.4
Identifikasi Kebutuhan Segera Merupakan langkah yang membutuhkan sifat berkesinambungan dari proses penatalaksanaan bukan hanya selama asuhan primer periodik dan saat bidan bersama data-data baru senantiasa dikumpulkan dan dievaluasi berupa data yang memberikan indikasi adanya situasi yang gawat dimana bidan harus segera bertindak demi keselamatan klien.
2.5.5
Pengembangan Rencana Suatu rencana yang menyeluruh meliputi apa yang diidentifikasi oleh kondisi klien, setiap masalah yang berkaitan, gambaran besar tentang apa yang terjadi berikutnya, konseling dan rujukan, rencana asuhan haruslah disetujui bersama antara bidan dan klien serta keluarga. Keputusan dalam pengembangan rencana harus berdasarkan rasional yang tepat sesuai pengetahuan yang berhubungan dengan terkini. Rencana asuhan pada ibu post partum hari ke-1 dengan nyeri luka episiotomi derajat II adalah sebagai berikut : Diagnosa
: P….. post partum hari ke….. dengan ……
Tujuan
: Setelah dilakukan asuhan kebidanan selama 2 x 24 jam diharapkan klien mengerti apa yang dialami dan harapkan masa nifas berjalan normal.
Kriteria hasil : Keadaan umum : Baik Kesadaran
: Composmentis
Tanda-tanda vital dalam batas normal : Tekanan darah
: 110/70-130/90 mmHg
Nadi
: 76-92 x/menit
Suhu
: 365-375 OC
Pernafasan
: 16-24 x/menit
Involusi berjalan sesuai masa nifas. Tinggi fundus uteri. Bayi lahir
: Setinggi pusat
Uri lahir
: 2 jari bawah pusat
1 minggu
: Pertengahan pusat symphisis
2 minggu
: Tidak teraba di atas symphisis
6 minggu
: Bertambah kecil.
8 minggu
: Sebesar normal
(tinggi fundus uteri turun kira-kira 1-2 cm setiap 24 jam) Lochea rubra : Terjadi pada hari ke-1 sampai hari ke-2 jumlahnya sedang, berwarna merah dan terutama darah. Lochea sanguinolenta : Terjadi pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah lochea rubra, berisi darah bercampur lendir. Lochea serosa : terjadi pada hari ke-7 sampai ke-14, jumlahnya berkurang dan berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi. Lochea alba : Terjadi setelah 2 minggu, jumlahnya sedikit berwarna putih atau hampir tidak berwarna.
Kontraksi uterus baik (keras) Tidak ada tanda-tanda infeksi pada luka jahitan perineum. Ibu sudah dapat melakukan mobilisasi miring ke kanan dan ke kiri setelah 2 jam post partum. Intervensi : 1. Lakukan pendekatan pada ibu dan keluarganya secara terapeutik. Rasional : Pendekatan yang baik dapat mempermudah kerjasama antara petugas dan klien dalam memberikan terapi. 2. Lakukan observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam. Rasional : TTV merupakan parameter awal untuk deteksi adanya kelainan dalam tubuh. 3. Observasi TFU, UC, lochea dan luka jahitan perineum. Rasional : TFU dan lochea menunjukkan umur masa nifas da n adanya kelainan, observasi luka jahitan mengetahui adanya kelainan atau tanda-tanda infeksi. 4. Anjurkan klien untuk early ambulation. Rasional : Early ambulation dapat mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli. 5. Anjurkan klien untuk istirahat cukup. Rasional : Istirahat yang cukup dapat membantu relaksasi otot dan membantu pemulihan kesehatan. 6. Anjurkan klien untuk diet nutrisi seimbang. Rasional : Dengan diet nutrisi seimbang yang baik maka produksi ASI akan lancar dan kebutuhan bayi tercukupi. Dan juga mempercepat penyembuhan
luka. 7. Anjurkan klien untuk melakukan vulva hygiene dan perawatan luka jahitan perineum. Rasional : Dengan melakukan personal hygiene, vulva hygiene dan perawatan luka jahitan dengan benar dan tepat dapat mencegah terjadi infeksi. 8. Anjurkan klien memberikan ASI eksklusif pada bayinya. Rasional : Menyusui yang baik dapat mempercepat involusi uterus dan ASI eksklusif juga mengandung gizi yang dibutuhkan bayi yang sesuai dengan alat pencernaan bayi. 9. Jelaskan pada klien tentang pendidikan seksual. Rasional : Dengan pendidikan seksual klien dapat mengetahui kapan memulai hubungan seksual. 10. Anjurkan klien untuk kontrol 1 minggu post partum. Rasional : mendeteksi adanya kelainan secara dini. 11. Lakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi. Rasional : Kolaborasi dengan tim medis dalam mengobatan yang tepat membantu
pemulihan
kondisi
ibu,
mempercepat
proses
penyembuhan luka jahitan perineum.
Masalah I
: Nyeri luka jahitan perineum.
Tujuan
: Setelah dilakukan asuhan kebidanan selama 2 x 24 jam diharapkan nyeri akan berkurang dan klien dapat beradaptasi dengan keadaannya.
Kriteria hasil : Mengungkapkan berkurangnya nyeri. Ekspresi muka tidak kesakitan Tampak rileks dan mampu tidur atau istirahat dengan tepat. Intervensi : 1. Tentukan karakteristik dan lokasi ketidaknyamanan. sRasional 2. Berikan
: Membedakan karakteristik khusus dari nyeri. informasi
dan
petunjuk
antisipasi
mengenai
penyebab
ketidaknyamanan. Rasional : Meningkatkan pecahan masalah, membantu mengurangi nyeri berkenaan dengan ansietas dan ketakutan. 3. Evaluasi TD, nadi perhatikan adanya perubahan p erilaku. Rasional : Pada banyak klien, nyeri dapat menyebabkan gelisah serta tekanan darah dan nadi meningkat, analgesik dapat menurunkan tekanan darah. 4. Anjurkan mobilisasi dini. Rasional : Selain melancarkan pembuluh darah, mobilisasi dini mencegah trombosis dan tromboembli. 5. Observasi luka jahitan perineum. Rasional : Deteksi adanya kelainan sehingga dapat menentukan tindakan selanjutnya.
Masalah II
: Gangguan aktivitas
Tujuan
: Setelah dilakukan asuhan kebidanan selama 2 x 24 jam diharapkan nyeri akan berkurang dan klien dapat beradaptasi dengan adanya.
Kriteria hasil : Tanda-tanda vital dalam batas normal : Tekanan darah
: 110/70-130/90 mmHg
Nadi
: 76-92 x/menit
Suhu
: 365-375 OC
Pernafasan
: 16-24 x/menit
Klien dapat beraktivitas tanpa bantuan. Klien tampak rileks saat melakukan aktivitas. Intervensi : 1. Anjurkan dan berikan HE mobilisasi dini. Rasional : Meningkatkan sirkulasi dan aliran pembuluh vena, mencegah trombosis dan tromboemboli. 2. Pantau tanda-tanda vital. Rasional : Takikardi menunjukkan kerja jantung makin berat sehingga kondisi tubuh harus lebih rileks. 3. Perhatikan karakter dan jumlah aliran lochea dan konsistensi fundus. Rasional : Aliran lochea seharusnya tidak banyak atau mengandung bekuan, fundus harus tetap berkontraksi dengan kuat pada umbilicus, kurangnya early ambulation menyebabkan aliran lochea kurang lancar.
Masalah III
: Kurangnya pengetahuan tentang informasi masa nifas
Tujuan
: Setelah dilakukan asuhan kebidanan selama 2 x 24 jam diharapkan klien dapat mengerti dan dapat mengulang kembali penjelasan yang diberikan petugas.
Kriteria hasil : Klien dapat mengulang kembali penjelasan petugas. Ekspresi wajah klien tenang. Intervensi : 1. Diskusikan dengan klien untuk mengenal kebutuhan dasar masa nifas. Rasional : Dengan HE kebutuhan dasar masa nifas dapat diketahui dan dipahami sehingga masa nifas dapat berlangsung normal. 2. Bimbingan klien untuk melakukan vulva hygiene dan perawatan luka episiotomi. Rasional : Daerah genetalia yang kotor dan lembab merupakan sarang kuman dan sumber infeksi. 3. Jelaskan dan anjurkan klien untuk memberikan ASI eksklusif. Rasional : ASI eksklusif mengandung semua nutrisi yang dibutuhkan oleh bayi. 4. Jelaskan pada klien tanda-tanda baha ya nifas. Rasional : Deteksi dini kelainan pada masa nifas sehingga dapat penanganan dengan segera.