17
Mengacu pada hasil penelitian Peasnell et al. (2005), maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah seb agai berikut. H1: Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap kualitas laba
C. Kepemilikan Institusional dan Kualitas Laba
Kepemilikan institusional berarti kepemilikan saham oleh pihak institusi lain yaitu kepemilikan oleh perusahaan atau lembaga lain. Kepemilikan saham oleh pihak-pihak yang terbentuk institusi seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi, dan kepemilikan institusi lain. Menurut Jensen (1986), kepemilikan institusional merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengurangi agency conflict . Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat kepemilikan institusional maka semakin kuat tingkat pengendalian yang dilakukan oleh pihak eksternal terhadap perusahaan sehingga agency cost yang terjadi di dalam perusahaan semakin berkurang dan nilai perusahaan juga dapat semakin meningkat. Selain itu, dengan semakin kuatnya tingkat pengendalian yang dilakukan oleh pihak eksternal tersebut maka diharapkan tingkat pengendalian internal perusahaan juga semakin baik. Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga mengurangi tindakan
manajemen
melakukan
manajemen
laba.
Melalui
kepemilikan
institusional, efektivitas pengelolaan sumber daya perusahaan oleh manajemen dapat diketahui dari informasi yang dihasilkan melalui reaksi pasar atas pengumuman laba. Persentase saham tertentu yang dimiliki oleh institusi dapat
18
mempengaruhi proses penyusunan laporan keuangan yang tidak menutup kemungkinan
terdapat
akrualisasi
sesuai
kepentingan
pihak
manajemen
(Boediono, 2005). Rachmawati
dan
Triatmoko
(2007)
menyatakan
bahwa
dalam
hubungannya dengan fungsi monitor, investor institusional diyakini memiliki kemampuan untuk memonitor tindakan manajemen lebih baik dibandingkan investor individual. Ada dua perbedaan pendapat mengenai investor institusional. Pendapat pertama didasarkan pada pandangan bahwa investor institusional adalah pemilik sementara (transfer owner ) sehingga hanya terfokus pada laba sekarang (current earnings). Perubahan pada laba sekarang dapat mempengaruhi keputusan
investor
institusional.
Jika
perubahan
ini
tidak
dirasakan
menguntungkan oleh investor, maka investor dapat melikuidasi sahamnya. Investor institusional biasanya memiliki saham dengan jumlah besar, sehingga jika mereka melikuidasi sahamnya akan mempengaruhi nilai saham secara keseluruhan. Untuk menghindari tindakan likuidasi dari investor, manajer akan melakukan earnings
management . Pendapat kedua memandang investor
institusional sebagai investor yang berpengalaman (sophisticated ). Menurut pendapat ini, investor lebih terfokus pada laba masa datang (futu re earnings) yang lebih besar relatif dari laba sekarang. Investor institusional menghabiskan lebih banyak waktu untuk melakukan analisis investasi dan mereka memiliki akses atas informasi yang terlalu mahal perolehannya bagi investor lain. Investor institusional akan melakukan monitoring secara efektif dan tidak akan mudah diperdaya dengan tindakan manipulasi yang dilakukan manajer.
19
Bushee (1998) dalam Boediono (2005) menyebutkan bahwa kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengurangi insentif para manajer yang mementingkan
diri
sendiri
melalui
tingkat
pengawasan
yang
intensif.
Kepemilikan institusional dapat menekan kencederungan manajemen untuk memanfaatkan discretionary dalam laporan keuangan sehingga memberikan kualitas laba yang dilaporkan. Hasil penelitian ini memberikan simpulan bahwa kepemilikan institusional di perusahaan dapat mempengaruhi kualitas laba yang dilaporkan. Indikator yang digunakan untuk mengukur kepemilikan institusional adalah persentase jumlah saham yang dimiliki institusi dari seluruh jumlah modal saham perusahaan yang dikelola. Hasil penelitian Boediono (2005) menunjukan bukti bahwa mekanisme kepemilikan institusional memberikan tingkat pengaruh terhadap manajemen laba yang cukup kuat. Ini mengindikasikan bahwa penerapan mekanisme kepemilikan institusional dapat memberikan kontribusi terhadap tindakan manajemen laba. Namun hasil penelitian ini juga menemukan bahwa kepemilikan institusional memberikan pengaruh terhadap kualitas laba yang lemah. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa tingkat kepemilikan saham institusional sebagai mekanisme pengendali dalam penyusunan laporan laba, kurang memberikan pengaruh kepada p asar melalui informasi laba. Givoly et al. (2010) melakukan penelitian tentang struktur kepemilikan saham oleh publik dan pengaruhnya terhadap kualitas laba perusahaan. Dalam penelitian ini peneliti melakukan perbandingan antara kualitas laba pada perusahaan y ang sahamny a d imiliki oleh p ublik dan perusahaan yang sahamnya
20
dimiliki
oleh
pertumbuhan
privat.
Dengan
perusahaan
mempertimbangkan
perusahaan, penelitian
ini
aspek
leverage dan
menemukan
bahwa
kepemilikan saham oleh publik akan meningkatkan kualitas laba perusahaan. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa perusahaan publik memiliki kualitas laba yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan p erusahaan privat. Hashim dan Devi (2007) menyebutkan bahwa dengan semakin besarnya peranan corporate governance dalam perusahaan maka peran dari investor institusional akan menjadi sangat penting. Hal ini terkait dengan peran investor institusional dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja perusahaan. Selain berperan dalam membuat sejalan kepentingan investor dan manajer, investor institusional juga berperan untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan dengan
pihak
pemegang
saham
minoritas
perusahaan.
Semakin
besar
kepemilikan oleh institusional maka akan semakin besar peran kepemilikan institusional tersebut dalam mekanisme corporate governance sehingga aspek pengawasan terhadap kinerja perusahaan akan semakin meningkat. Kepemilikan institusional yang tinggi akan menekan manajemen untuk meningkatkan kinerjanya, mengurangi tindakan manajemen laba dan menghasilkan laporan laba yang b erkualitas. Mengacu pada hasil penelitian Givoly et al. (2010) dan Hashim dan Devi (2007), maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. H2: Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kualitas laba
21
D. Leverage dan Kualitas Laba
Menurut Herawati dan Baridwan (2007), teori keagenan mengatakan bahwa agen biasanya bersikap opo rtunis dan tidak menyukai risiko (risk averse). Karena itu, perusahaan khusu snya manajer perusahaan yang mendekati atau telah melanggar perjanjian utang akan berusaha untuk mementingkan kepentingannya sendiri dan menghindari risiko yang ada. Debt-covenant hypoth esis menyatakan bahwa jika semua hal lain tetap sama, semakin dekat perusahaan dengan pelanggaran perjanjian utang yang berbasis akuntansi, lebih mungkin manajer perusahaan untuk memilih prosedur akuntansi yang memindahkan laba yang dilaporkan dari perioda masa datang ke perioda saat ini. Alasannya bahwa laba bersih yang dilaporkan naik akan mengurangi probabilitas kegagalan teknis. Herawaty (2009) menyatakan bahwa para manajer memiliki fleksibilitas untuk memilih beberapa alternatif dalam mencatat transaksi sekaligus memilih opsi-opsi yang ada dalam perlakuan akuntansi. Fleksibilitas ini digunakan oleh manajemen perusahaan untuk mengelola laba. Perilaku manajemen yang mendasari lahirnya manajemen laba adalah perilaku opportunistic manajer dan efficient contracting. Sebagai perilaku opportunistic manajer memaksimalkan
utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi dan hutang. Watts dan Zimmerman (1986) menyatakan bahwa angka-angka akuntansi dapat digunakan mengendalikan pelaksanaan perjanjian utang, dengan tujuan dibatasinya keputusan investasi dan pendanaan yang akan menurunkan nilai perusahaan. Oleh karena itu, kontrak utang sering kali memasukkan perjanjian yang bersifat membatasi tindakan peminjam dan menentukan pengawasan untuk
22
memastikan bahwa syarat-syarat kontrak utang dipenuhi. Perusahaan yang memenuhi perjanjian utangnya akan mendapatkan penilaian kinerja yang baik dari kreditur. Ketika suatu perjanjian dilanggar maka sebaliknya, perusahaan akan mendapatkan penilaian kinerja yang buruk dari kreditur. Pelanggaran terhadap batasan-batasan yang termuat dalam perjanjian utang merupakan hal yang menakutkan bagi manajemen. Hal ini dikarenakan pelanggaran perjanjian utang amat merugikan. Pelanggaran perjanjian cenderung dapat memberikan beban yang berat bagi perusahaan. Hal ini disebabkan perusahaan pelanggar perjanjian utang secara po tensial menghad api berbagai pinalti keuangan, seperti kemungkinan percepatan jatuh tempo utang, peningkatan dalam tingkat bunga, negosiasi ulang masa utang (Watts dan Zimmerman,1986). Siallagan dan Machfoed (2006) yang menguji pengaruh kualitas laba terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang listing di BEJ pada periode
2000-2004
menyimpulkan
bahwa
kualitas
laba
secara
positif
berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hal ini menun jukkan bahwa kualitas laba dapat menjadi salah satu pertimbangan investor dalam melakukan penilaian terhadap kinerja perusahaan yang b erpengaruh terhadap nilai pasar perusahaan. Fanani et al. (2009) menyebutkan bahwa semakin besar leverage perusahaan akan menyebabkan perusahaan meningkatkan kualitas pelaporan keuangan dengan tujuan untuk mempertahankan kinerja yang baik di mata investor dan auditor. Dengan kinerja yang baik tersebut maka diharapkan kreditor tetap memiliki kepercayaan terhadap perusahaan, tetap mudah mengucurkan dana, dan perusahaan akan memperoleh kemudahan dalam proses pembayaran.
23
Astuti (2004) menyatakan perusahaan yang mempunyai rasio leverage yang tinggi, berarti proporsi hutangnya lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi aktivanya akan cenderung melakukan manipulasi dalam bentuk manajemen laba. Perusahaan dengan leverage tinggi akan menerapkan standar akuntansi yang menurunkan atau menaikkan laba yang dilaporkan. Hasil penelitian konsisten dengan hipotesis bahwa perusahaan dengan leverage yang tinggi cenderung mengatur laba yang dilaporkan. Dengan demikian, disimpulkan bahwa perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi cenderung mengatur labanya dibandingkan dengan perusahaan dengan tingkat leverage yang rendah. Givoly et al. (2010) menyebutkan bahwa leverage merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas laba perusahaan. Penelitian ini menjelaskan bahwa perusahaan yang masih muda dan belum menjadi perusahaan publik memiliki sumber pendanaan yang terbatas dari sumber internal sehingga perusahaan akan memiliki leverage yang besar. Perusahaan yang besar akan diikuti dengan upay a manajer untuk meningkatkan kinerja dan m enghasilkan laba yang tinggi. Hal tersebut dilakukan agar manajer tetap mendapatkan kepercayaan ketika akan mencari sumber pendapatan dari pasar hutang. Perusahaan dengan leverage yang tinggi akan memiliki kecenderungan melakukan manajemen laba
dengan menggunakan akrual untuk melaporkan laba lebih tinggi yang menyebabkan kualitas laba menjadi lebih rendah. Mengacu kepada hasil penelitian Astuti (2004) dan Givoly et al. (2010), maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. H3: Leverage berpengaruh negatif terhadap kualitas laba
24
E. Growth dan Kualitas Laba
Julianto
dan
Jogiyanto
(2002)
berpendapat
bahwa
pertumbuhan
perusahaan merupakan suatu harapan yang diinginkan oleh pihak eksternal maupun internal perusahaan. Pertumbuhan ini diharapkan dapat memberikan aspek yang positif bagi perusahaan seperti adanya suatu kesempatan berinvestasi di perusahaan tersebut. Semakin tinggi tingkat pertumbuhan perusahaan, maka semakin besar kebutuhan-kebutuhan perusahaan tersebut atas dana untuk melakukan ekspansi finansial. Semakin besar kebutuhan dana di masa yang akan datang, maka perusahaan akan cenderung mempertahankan keuntungan dibandingkan dengan membayarkannya dalam bentuk dividen. Perusahaan yang sedang mengalami tingkat pertumbuhan yang tinggi, maka dibutuhkan dana yang lebih besar untuk mendanai pertumbuhan tersebut. Hal ini mendorong perusahaan untuk mencari sumber pendanaan di luar perusahaan yang besar. Givoly et al. (2010) menyatakan bahwa pertumbuhan perusahaan pada perusahaan yang telah d ewasa akan menyebabkan meningkatnya leverage karena pemenuhan kebutuhan dana. Sehingga tingkat pertumbuhan dan leverage merupakan faktor yang berkaitan bila dihubungkan dengan kualitas laba perusahaan. Gul et al. (2000) melakukan penelitian hubungan antara tingkat pertumbuhan perusahaan kaitannya dengan tingkat hutang dan pengaruhya terhadap manajemen laba yang diproksikan dengan discretionary accruals. Hasil penelitian ini menunjukan adanya discretionary accruals yang lebih tinggi pada perusahaan dengan tingkat pertumbuh an tinggi jika dibandingkan dengan
25
perusahaan d engan tingkat pertumbuh an rendah. Discretionary accruals tersebut akan menjadi semakin tinggi ketika perusahaan memiliki tingkat hutang yang tinggi juga. Discretionary accruals yang tinggi akan menurunkan nilai informasi dari laba perusahaan yang berarti kualitas laba akan menjadi rendah. Menurut Givoly et al. (2010) tingkat pertumbuhan perusahaan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kualitas laba perusahaan. Hal ini dikarenakan perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi diharapkan akan menghasilkan laba yang tinggi juga di masa depan. Yudianti (2003) mengungkapkan bahwa perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi dihadapkan pada situasi dimana arus kas bebas perusahaan menjadi rendah. Arus kas bebas perusahaan yang rendah biasanya disebabkan oleh laba yang rendah juga. Pada situasi seperti ini, manajemen perusahaan melakukan tindakan manajemen laba untuk menghindari dampak negatif hubungan antara arus kas bebas dengan nilai pemegang saham perusahaan. Rahmawati dan Triatmoko (2007) menyebutkan bahwa perusahaan dengan kesempatan tumbuh yang tinggi akan memiliki akrual kelolaan yang tinggi, namun penelitian ini
mengindikasikan bahwa meskipun manajer dari
perusahaan yang mempunyai pertumbuhan yang tinggi cenderung untuk memanipulasi discretionary accrual, kecenderungan ini akan menurun jika perusahaan mereka mempunyai pengawasan audit yang lebih baik.
26
Mengacu pada hasil penelitian Yudianti (2003) dan Rahmawati dan Triatmoko (2007), maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. H4 : Growth berpengaruh negatif terhadap kualitas laba.
F. Kerangka Hipotesis
Kepemilikan Manajerial
H1(-)
Kepemilikan Insitusional
H2 (+) Kualitas Laba H3 (-)
Leverage
H4 (-)
Growth
Gambar II.1 Kerangka Hipotesis Variabel independen : Kepemilikan Insitusional, kepemilikan manajerial, leverage dan growth Variabel dependen
: Kualitas Laba
27
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis penelitian
Penelitian ini termasuk dalam kategori hypothesis testing. Melalui penelitian ini penulis akan menguji pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, leverage, dan growth terhadap kualitas laba perusahaan.
B. Populasi, Sampel dan Data Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini menggunakan d ata sekunder dari laporan keuangan perusahaan manufaktur tahun 2005-2008. Data dalam penelitian ini diambil dengan metode purposive sampling, dengan kriteria: 1. Perusahaan manufaktur 2. Menerbitkan laporan keuangan dalam mata uang rupiah serta menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit dengan tanggal 31 Desember 3. Tidak de-listing selama tahun 2005-2008 4. Memiliki data yang lengkap sesuai dengan kebutuhan penulis. Data dalam penelitian ini di analisis dengan menggunakan regresi linier berganda dengan bantuan software SPSS for Windows versi 16.0.
27
28
C. Definisi Operasional Variabel
1. Variabel independen Variabel independen merupakan variabel bebas atau variabel yeng mempengaruhi variabel dependen. Ada empat variabel independen dalam penelitian ini, antara lain. a. Kepemilikan institusional merupakan persentase jumlah kepemilikan lembar saham oleh lembaga atau institusi lain di luar perusahaan Rachmawati dan Triatmoko (2007) b. Kepemilikan manajerial diproksikan dengan persentase kepemilikan saham oleh direksi perusahaan mengacu pada penelitian Siallagan dan Machfoedz (2006). c. Leverage merupakan rasio keuangan perusahaan yang membandingkan antara total hutang dengan total aktiva perusahaan. Mengacu pada panelitian Givoly et al. (2010) Leverage =
Total hutang Total Aktiva
d. Growth merupakan rasio yang mengukur pertumbuhan aktiva perusahaan mengacu pada penelitian Rachmawati dan Triatmoko (2007).
Asset Growth =
Total Asset t – Total Asset t-1 Total Asset t-1
29
2. Variabel dependen Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kualitas laba. Kualitas laba dalam penelitian ini diukur dengan pendekatan akrual cash flow mengacu pad a penelitian Teruel et al. (2008). WCA
CFOt-1 = +
Avg
β1
Assets
WCA
Avg
CFOt + β2
Assets
Avg Assets
CFOt+1 + β3
Avg
+e
Assets
= working current accrual = ∆ aktiva lancar - ∆ utang lancar - ∆ kas dan setara kas
CFOt-1
= arus kas operasi tahun t-1
CFOt
= arus kas oeprasi tahun t
CFOt+1
= arus kas operasi tahun t+1
Avg Assets
= Rata-rata total aktiva
Seluruh komponen persaman regresi di atas dibagi dengan rata-rata total aktiva perusahaan. Dari persamaan regresi tersebut diambil variabel residual. Hasil residual dikalikan dengan -1, sehingga semakin positif residual atau residual yang tinggi menunjukan kualitas laba yang baik, sedangkan residual yang negatif menunjukan kualitas laba yang rendah (Teruel et al., 2008).
D. Uji Statistik Penelitian
1. Analisis Deskriptif
30
Statistik deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran tentang distribusi data dalam penelitian ini. Statistik deskriptif meliputi mean, minimum, maximum serta standar deviasi yang bertujuan mengetahui distribusi data yang menjadi sampel penelitian. 2. Uji Normalitas Data Menurut Ghozali (2005), uji normalitas data dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah sampel yang diambil telah memenuhi kriteria sebaran atau distribusi normal. Pengujian normalitas data dilakukan dengan menggunakan
uji
One-Sample
Kolmogorov-Smirnov.
Data
dikatakan
terdistribusi dengan normal apabila hasil pengujian menunjukan nilai residual memiliki signifikansi di atas 5%. 3. Uji Asumsi Klasik a. Uji Multikolinieritas Ghozali (2005) menyatakan multikolinieritas adalah situasi adanya korelasi antara variabel independen. Uji multikolinieritas dilakukan dengan meregresikan model analisis dan melakukan uji korelasi antara variabel independen dengan menggunakan Tolerance Value dan Varians Inflating Factor (VIF). Tolerance mengukur
variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Apabila nilai Tolerance di atas 0,10 dan VIF dibawah 10 menunjukkan tidak terjadi multikolinieritas.
31
b. Uji Autokorelasi Ghozali (2005) menyatakan bahwa uji autokorelasi adalah sebuah pengujian yang bertujuan u ntuk menguji apakah di dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1. Jika terjadi korelasi nama dinamakan problem autokorelasi. Autokorelasi terjadi karena observasi yang
berurutan
sepanjang
waktu
berkaitan
satu
sama
lainnya.
Autokorelasi diuji dengan menggunakan Durbin-Watson. Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut: 1.) Jika 0 < d < d 1, maka terjadi autokorelasi positif 2.) Jika d 1 < d < d u, maka tidak ada kepastian apakah terjadi autokorelasi atau tidak (ragu-ragu) 3.) Jika 4-d 1 < d < 4, maka terjadi autokorelasi negatif 4.) Jika 4-d u < d < 4-d 1, maka tidak ada kepastian apakah terjadi autokorelasi atau tidak (ragu-ragu) 5.) Jika d u < d < 4-d u, maka tidak terjadi autokorelasi baik positif atau negatif. c. Uji Heteroskedastisitas Ghozali dilakukan
(2005)
untuk
menyatakan
menguji
apakah
bahwa
uji
heteroskedastisitas
dalam
model
regresi
terjadi
ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak heteroskedastisitas.
32
Heteroskedastisitas
dalam
penelitian
ini
diuji
dengan
menggunakan uji Scatterplot. Ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya pola tertentu pada grafik Scatterplot. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yan g teratur (bergelomban g, melebar kemudian m enyempit) maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang telah dan titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 maka tidak terjadi heteroskedastisitas. 4. Uji Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan regresi linier berganda dengan persamaan regresi: KL = + β1 INT+ β2 MANJ+β3 LEV +β4 GROWTH + e Keterangan : KL
= kualitas laba
INT
= kepemilikan institusional
MANJ
= kepemilikan manajerial
LEV
= leverage
GROWTH
= tingkat pertumbuhan perusahaan
β1 – β4
= Koefisien Regeresi
e
= error
(a) Koefisien Determinasi (R 2 ) Koefisien determinasi adalah nilai yang menunjukkan seberapa besar variabel independen dapat menjelaskan variabel dependennya (Ghozali,
33
2005). Nilai koefisien determinasi (R 2) dilihat pada hasil pengujian regresi linier berganda un tuk variabel independen kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, leverage, dan growth terhadap variabel dependen kualitas laba. Koefisien determinasi yang dilihat adalah nilai dari adjusted R2(Ghozali, 2005). (b) Nilai F Nilai F regresi merupakan alat yang digunakan untuk menguji apakah variabel independen berpengaruh secara bersama-sama atau simultan terhadap variabel dependennya (Ghozali, 2005). Nilai F dalam penelitian ini dihitung dengan tingkat signifikansi 5%. Dengan nilai F ini penulis akan menguji pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, leverage, dan growth secara simultan terhadap variabel dependen kualitas
laba. (c) Nilai t Nilai t regresi merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Nilai dalam penelitian ini menggunakan tingkat signifikansi 5%. Variabel independen dikatakan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen apabila nilai sig ( p-value) di bawah 5% (Ghozali, 2005). Melalui nilai t ini penulis akan menguji pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, leverage, dan growth secara parsial terhadap variabel dependen ku alitas laba.
34
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengumpulan Data
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional,
leverage, dan
growth terhadap kualitas laba
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2006-2008. Rincian sampel penelitian ini tersaji pada tabel sebagai berikut:
Tabel IV. 1 Hasil Pengumpulan Sampel Kriteria Sampel
Jumlah
Perusahaan Manufaktur terdaftar 2007
151
Data tidak tersedia
39
Perusahaan yang menjadi sampel penelitian
112
Jumlah observasi selama tahun 2006-2007 (112 X2)
224
Data outlier
44
Jumlah Observasi Setelah Outlier
180
Sumber : Hasil Pemilihan Sampel Perioda penelitian dalam penelitian ini meliputi tahun 2006-2007 sebagai tahun dasar, 2005-2006 sebagai tahun t-1 dan data tahun 2007-2008 sebagai data tahun t+1. Penentuan perioda ini digunakan sebagai dasar untuk menghitung kualitas laba perusahaan. Dari tabel di atas diketahui b ahwa jumlah sampel tahun 2006 sampai dengan tahun 2007 masing-masing 112 perusahaan per tahun sehingga jumlah observasi selama tahun 2006-2007 sebanyak 224 perusahaan.
34
35
Peneliti melakukan pengujian terhadap data outlier dengan tujuan untuk memperoleh data dengan distribusi normal. Langkah pertama adalah mencari Zscore dari masing-masing data. Nilai Z-score mendekati 3 dianggap sebagai data
outlier dan harus dikeluarkan dari analisis (Ghozali,2005). Dari 224 perusahaan sampel terdapat 44 data yang outlier sehingga jumlah observasi selama perioda penelitian menjadi 180 perusahaan.
B. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif bertujuan untuk melihat distribusi data dari variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Berikut ini statistik deskriptif dari masingmasing variabel penelitian: Tabel IV.2 Statistik Deskriptif Variabel
N
Minimum
Maksimum
Mean
Std.Deviasi
MANJ
180
.00
27.00
2.3556
5.65648
INT
180
13.00
98.00
72.5944
17.04765
LEV
180
.07
1.07
.5158
.22171
GROWTH
180
-.98
36.67
1.0740
4.29375
KL
180
-1.6530
1.1570
-.434512
.4907987
Sumber : Hasil Pengolahan Data Keterangan : MANJ INT LEV GROWTH KL
= kepemilikan manajerial, = kepemilikan institusional, = leverage, = tingkat pertumbuhan perusahaan, = kualitas laba.
Jumlah observasi dalam penelitian ini sebanyak 180 perusahaan. Variabel kepemilikan manajerial memiliki nilai minimum sebesar 0.00% dengan nilai
36
maksimum 27%. Nilai rata-rata kepemilikan manajerial sebesar 2.3% dengan standar deviasi sebesar 5.6%. Variabel kepemilikan institusional memiliki nilai minimum sebesar 13% dengan nilai maksimum 98%. Nilai rata-rata kepemilikan institusional sebesar 72.59% dengan standar deviasi sebesar 17.04%. Variabel leverage memiliki nilai minimum sebesar 0.07 dengan nilai maksimum 1.07. Nilai rata-rata leverage sebesar 0.51 dengan standar deviasi 0.22. Variabel growth memiliki nilai minimum sebesar -0.98 dengan nilai maksimum 36.67. Nilai rata-rata growth sebesar 1.07 dengan standar deviasi sebesar 4.29. Variabel kualitas laba yang diproksikan dengan akrual memiliki nilai minimum sebesar -1.65 dengan nilai maksimum 1.15. Nilai rata-rata kualitas laba sebesar -0.43 dengan standar deviasi sebesar 0.49.
C. Uji Normalitas Data
Uji Normalitas bertujuan mengetahui apakah data yang digunakan dalam penelitian telah terdistribusi dengan normal. Ghozali (2005) data terdistribusi dengan normal jika residual terdistribusi dengan normal, yaitu hasil pengujian dengan One-Sample Kolmogorov Smirnov test memberikan hasil signifikansi di atas 0.05. Hasil uji normalitas data tersaji pada tabel berikut ini. Tabel IV.3 Uji Normalitas Data Variabel
P-value
Keterangan
Unstandardized Residual
0.823
Normal
Sumber : Hasil Pengolahan Data
37
Hasil uji normalitas data dengan One-Sample Kolmogorov Smirnov test menunjukkan nilai signifikansi residual sebesar 0.823. Nilai tersebut berada di atas 0.05 sehingga penulis menyimpulkan bahwa data dalam penelitian ini telah berdistribusi dengan normal.
D. Uji Asumsi Klasik
1. Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas digunakan untuk mengetahui korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik adalah model yang tidak terdapat korelasi antara variabel independen atau korelasi antar variabel independennya rendah. Keberadaan multikolinieritas di deteksi dengan Varians Inflating Factor (VIF) dan Tolerance (Ghozali, 2005). Hasil uji multikolinieritas tersaji pada tabel berikut ini : Tabel IV.4 Uji Multikolinieritas Variabel
Tolerance
VIF
Keterangan
MANJ
0.849
1.177
Tidak terdapat multikolinieritas
INT
0.842
1.188
Tidak terdapat multikolinieritas
LEV
0.995
1.005
Tidak terdapat multikolinieritas
GROWTH
0.978
1.023
Tidak terdapat multikolinieritas
Sumber : Hasil Pengolahan Data Hasil uji VIF dan Tolerance menunjukan bahwa semua variabel dalam penelitian in i m enunjukan bahwa s emua nilai tolerance di atas 10% dan semua nilai VIF dibawah 10, sehingga dapat kita simpulkan bahwa dalam model regresi
38
yang digunakan dalam penelitian ini tidak terjadi multikolinieritas (Ghozali, 2005). 2. Uji Autokorelasi Menurut Ghozali (2005), uji autokorelasi dilakukan untuk menguji apakah didalam model regresi terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1. Autokorelasi dalam penelitian ini dideteksi dengan menggunakan uji Durbin Watson yaitu dengan membandingkan nilai Durbin Watson hitung (d) dengan nilai Durbin Watson tabel yaitu batas lebih tinggi (upper bond atau d u) dan batas lebih rendah (lower bond atau d 1). Hasil uji autokorelasi dengan Durbin Watson dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel IV.5 Uji Autokorelasi D-W Hitung
Kriteria
Keterangan
1.816
Mendekati + 2
Tidak terdapat autokorelasi
Sumber : Hasil Pengolahan Data Hasil uji autokorelasi dengan menggunakan uji Durbin Watson menunjukan nilai DW hitung sebesar 1.816. Hasil tersebut mendekati nilai +2 sehingga dapat disimpulkan bah wa dalam model regresi tidak terjadi autokorelasi.
3. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah yang homo kedastisitas
39
atau tidak heteroskedastisitas (Ghozali, 2005). Uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini diuji dengan scaterplots. Hasil uji heteroskedastisitas persamaan regresi disajikan pada gambar berikut ini : Gambar IV.1 Uji Heteroskedastisitas Scatterplot
Dependent Variable: KL 4
l a u d i s e R2 d e z i t n e d u 0 t S n o i s s e r g-2 e R
-4
-2
0
2
Regression Standardized Predicted Value
Sumber : Hasil Pengolahan Data Hasil uji heteroskedastisitas menunjukan bahwa titik-titik tersebar di atas dan dibawah angka nol. Titik-titik menyebar dan tidak membentuk pola tertentu yang teratur sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi tidak terjadi heteroskedastisitas.
40
E. Uji Hipotesis
1. Koefisien Determinasi ( Adjusted R2) Koefisien determinasi mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependennya. Hasil uji regresi menunjukan nilai adjusted R2 sebesar 0.107 atau 10.7 %. Hal ini menunjukan 10.7 % perubahan
kualitas laba perusahaan dipengaruhi oleh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, leverage, dan growth, sedangkan 89.3% lainnya dijelaskan oleh variabel lain di luar mod el penelitian.
2. Nilai F Regresi Nilai F regresi merupakan pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh secara simultan variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil nilai F dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel IV.6 Nilai F Regresi Nilai F
P-value
Keterangan
6.382
0.000 *
Signifikan
Sumber : Hasil Pengolahan Data Keterangan: Signifikan pada α = 1% *
Hasil pengujian terhadap nilai F regresi menunjukan nilai F sebesar 6.382 dengan nilai probabi litas value sebesar 0.000. Nilai F memberikan hasil yang signifikan, sehingga dapat penulis simpulkan bahwa kepemilikan manajerial,
41
kepemilikan institusional, leverage, dan growth berpengaruh secara simultan terhadap kualitas laba perusahaan. 3. Nilai t Nilai t digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Hasil nilai t dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel IV.7 Hasil Uji Hipotesis Variabel
Koefisien Regresi
Nilai t
P-value
MANJ
-0.026
-3.937
0.000*
INT
-0.003
-1.391
0.166
LEV
-0.378
-2.411
0.017**
GROWTH
-0.018
-2.192
0.030**
Sumber : Hasil Pengolahan Data Keterangan: * Signifikan pada α = 1% ** Signifikan pada α = 5%
Pengujian Hipotesis ke-1 Hipotesis ke-1 menguji pengaruh kepemilikan manajerial terhadap laba perusahaan. Hasil nilai t regresi menunju kkan koefisien regresi sebesar -0.026 dengan signifikansi sebesar 0.000. Pengujian memberikan hasil yang signifikan sehingga dapat disimpu lkan semakin besar kepemilikan manajerial, akan semakin rendah kualitas laba. Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap kualitas laba. Hal ini menununjukkan bahwa semakin besar kepemilikan manajerial perusahaan akan semakin rendah kualitas laba. Hipotesis ke-1 di
42
dukung. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Peasnell et al. (2005) menyatakan bahwa semakin besar kepemilikan manajerial akan rawan tindakan manajer untuk melakukan manajemen laba yang menyebabkan kualitas laba menjadi rendah. Hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Warfield et al. (1995) dalam Siallagan dan Machfoedz (2006) yang menemukan bahwa
hubungan kepemilikan manajerial dengan discretionary accrual sebagai proksi kualitas laba adalah negatif. Hal tersebut menunjukkan tindakan manajer yang cenderung menggunakan akrual perusahaan untuk melaporkan laba perusahaan secara lebih tinggi. Pengujian Hipotesis ke-2 Hipotesis
ke-2
bertujuan
untuk
menguji
pengaruh
kepemilikan
institusional terhadap kualitas laba perusahaan. Hasil nilai t regresi menunjukkan koefisien regresi sebesar -0.003 dengan signifikansi sebesar 0.166. Pengujian memberikan hasil yang tidak signifikan sehingga dapat disimpulkan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap kualitas laba perusahaan. Koefisien regresi juga memberikan arah yang berbeda dimana penulis menduga hubungan antara kepemilikan institusional dan kualitas laba adalah positif. Hipotesis ke-2 tidak didukung. Hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian Hashim
dan
Devi (2007)
menyebutkan
bahwa
Kepemilikan
institusional yang tinggi akan menekan manajemen untuk meningkatkan kinerjanya, mengurangi tindakan manajemen laba dan menghasilkan laporan laba yang berkualitas. Hasil penelitian ini juga tidak mendukung hasil penelitian Givoly et al. (2010) yang menyatakan bahwa kepemilikan saham oleh publik
43
akan meningkatkan kualitas laba perusahaan. Namun hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Rachmawati dan Triatmoko (2007) yang menemukan bahwa kepemilikan institusional tidak b erpengaruh terhadap kualitas laba perusahaan. Pernyataan akuntansi yang ada dalam laporan keuangan merupakan tanggung jawab manajemen terhadap pengelolaan sumber daya perusahaan. Kepemilikan institusional akan menggunakan laporan keuangan tersebut sebagai dasar dalam mengambil keputusan tanpa memiliki power untuk mempengaruhi apa yang dilaporkan manajemen dalam laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan produk dari pihak manajemen sehingga kepemilikan institusional yang ada diluar perusahaan tidak dapat mempengaruhi apa yang dilaporkan manajemen dalam laporan keuangan termasuk juga kualitas laba. Dalam
Rachmawati
dan
Triatmoko
(2007)
menguji
pengaruh
kepemilikan institusional terhadap kualitas laba, tetapi penelitiannya
tidak
menunjukkan arah pengujian secara spesifik. Penelitiannya menduga dua hal, yaitu ; pertama, bahwa kepemilikan institusional adalah pemilik sementara (transfer owner ) sehingga hanya berfokus pada laba sekarang (current earning). Perubahan pada laba sekarang dapat mempengaruhi keputusan investor institusional. Jika perubahan ini tidak dirasakan menguntungkan oleh investor, maka investor dapat melikuidasi sahamnya. Sehingga manajemen akan berusaha melakukan manajemen laba untuk memperlihatkan laba yang bagus. Dugaan yang kedua, investor institusional sebagai investor yang berpengalaman serta canggih (sophisticated ), sehingga investor institusional akan melakukan
44
monitoring secara efektif dan tidak akan mudah diperdaya dengan tindakan manipulasi yang dilakukan manajer. Hasil analisis regresi menunju kkan t = 0,752, dan secara statistik menunju kkan bahwa ternyata tidak ada pengaruh antara kepemilikan institusional terhadap kualitas laba. Hal ini mengindikasikan bahwa investor institusional d i Ind onesia adalah investor y ang berfokus utama kepada
investasi
yang
sungguh-sungguh
menghasilkan
return
yang
menguntungkan. Investor institusional tidak cukup memperhatikan informasi laba sekarang, tetapi berfokus kepada pergerakan harga saham. Mereka mempunyai fokus utama kepada respon pasar melalui peningkatan harga saham. Sehingga kepemilikan institusional dengan kualitas laba tidak berhubungan. Pengujian Hipotesis ke-3 Hipotesis ke-3 bertujuan untuk menguji pengaruh leverage terhadap kualitas laba perusahaan. Hasil nilai t regresi menunjukkan koefisien regresi sebesar -0.378 dengan signifikansi sebesar 0.017. Pengujian memberikan hasil signifikan, sehingga dapat disimpulkan bahwa leverage berpengaruh negatif terhadap kualitas laba perusahaan. Semakin besar leverage akan semakin rendah kualitas laba. Leverage berpengaruh negatif terhadap kualitas laba. Hipotesis ke3 di dukung. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Astuti (2004) yang menyatakan perusahaan yang mempunyai rasio leverage yang tinggi, berarti proporsi hutangnya lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi aktivanya akan cenderung melakukan manipulasi dalam bentuk manajemen laba. Hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Givoly et al. (2010) yang menyebutkan bahwa leverage merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas laba
45
perusahaan. Penelitian ini menjelaskan bahwa perusahaan baru yang masih dalam fase tumbuh dan belum menjadi perusahaan publik memiliki sumber pendanaan yang terbatas dari sumber internal, sehingga perusahaan akan memiliki leverage yang besar. Perusahaan yang besar akan selalu berupaya untuk memperoleh kepercayaan dari kreditur sehingga manajer akan b erupaya meningkatkan kinerja dan menghasilkan laba yang tinggi. Hal ini menyebabkan perusahaan dengan leverage tinggi akan menggunakan akrual untuk melakukan tindakan manajemen
laba yang digunakan untuk membuat perusahaan melaporkan laba lebih tinggi dengan tujuan mendapatkan kepercayaan dari kreditur. Pengujian Hipotesis ke-4 Hipotesis ke-4 bertujuan untuk menguji pengaruh growth terhadap kualitas laba perusahaan. Hasil nilai t regresi menunjukkan koefisien regresi sebesar -0.018 dengan signifikansi sebesar 0.030. Pengujian memberikan hasil yang signifikan dengan arah negatif sehingga dapat disimpulkan bahwa growth berpengaruh negatif terhadap kualitas laba perusahaan. Semakin besar growth akan semakin rendah kualitas laba. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi memberikan harapan bagi pemegang saham akan profitabilitas yang meningkat dimasa depan. Hal ini membuat kecenderungan perusahaan untuk melaporkan kinerja yang meningkat dengan melakukan tindakan manajemen laba yang menyebabkan kualitas laba menjadi rendah. H ipotesis ke-4 di dukun g. Hasil penelitian ini m endukung hasil penelitian Yudianti ( 2003) yan g mengungkapkan bahwa perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi dihadapkan pada situasi dimana arus kas bebas perusahaan menjadi rendah. Arus kas bebas
46
perusahaan yang rendah biasanya d isebabkan oleh laba y ang rendah juga. Pada situasi seperti ini, manajemen perusahaan melakukan tindakan manajemen laba untuk menghindari dampak negatif hubungan antara arus kas bebas dengan nilai pemegang saham perusahaan. Hasil penelitian ini juga mendukun g hasil penelitian Givoly et al. (2010) yang menyebutkan bahwa tingkat pertumbuhan perusahaan merupakan s alah satu faktor yang b erpengaruh terhadap kualitas laba perusahaan. Hal ini dikarenakan perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi diharapkan akan menghasilkan laba yang tinggi juga di masa depan. Hal ini memicu tindakan manajer yang menggunakan akrual dalam rangka melakukan manajemen laba dengan tujuan untuk meningkatkan penilai kinerja. Rahmawati dan Triatmoko (2007) menyebutkan bahwa perusahaan dengan kesempatan tumbuh yang tinggi akan memiliki akrual kelolaan yang tinggi.
47
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, KE TERBATASAN, DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional,
leverage, dan
growth terhadap kualitas laba
perusahaan m anufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Has il p enelitian ini menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, leverage, dan growth berpengaruh secara simultan terhadap kualitas laba
perusahaan. Koefisien Determinasi menunjukkan nilai sebesar 0.107 atau dengan kata lain 10.7 % perubahan kualitas laba perusahaan dipengaruhi oleh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, leverage, dan growth. Dari hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa: 1. Kepemilikan
manajerial
berpengaruh
negatif
terhadap
kualitas
laba
perusahaan, hal ini mengindikasikan bahwa semakin besar kepemilikan manajerial maka akan semakin rendah kualitas laba perusahaan. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Peasnell et al. (2005). 2. Kepemilikan institusional berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kualitas laba perusahaan. Hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian Hashim dan Devi (2007) dan Givoly et al. (2010). 3. Leverage berpengaruh negatif terhadap kualitas laba perusahaan, hasil ini menunjukkan bahwa semakin besar leverage perusahaan akan semakin
47
48
rendah kualitas laba. Hasil penelitian ini mendukun g hasil penelitian Astuti (2004) dan juga mendukung hasil penelitian Givoly et al. (2010). 4. Growth berpengaruh negatif terhadap kualitas laba perusahaan, hal ini menunjukkan bahwa semakin besar tingkat pertumbuhan perusahaan akan semakin rendah kualitas laba perusahaan. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Yudianti (2003), Givoly et al. (2010) dan Rachmawati dan Triatmoko (2007).
B. Implikasi Penelitian
Beberapa implikasi penelitian ini bagi praktisi antara lain: 1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap kualitas laba perusahaan. Investor dan para analisis dalam melakukan analisis hendaknya mempertimbangkan proporsi kepemilikan manajerial karena semakin besar kepemilikan manajerial akan semakin rawan tindakan manajemen laba yang dilakukan manajer sehingga menyebabkan ku alitas laba menjadi rendah . 2. Para analis hendaknya memperhatikan aspek leverage untuk menilai kualitas laba perusahaan karena semakin tinggi leverage akan semakin rendah kualitas laba perusahaan. Perusahaan dengan hutang yang besar akan berusaha menunjukkan kinerja yang baik agar memperoleh kepercayaan
dari
pemegang
obligasi.
Hal
ini
berdampak
pada
kecenderungan manajemen melaporkan laba lebih tinggi dari yang sebenarnya yang membuat kualitas laba menjadi rendah.
49
3. Tingkat pertumbuhan juga perlu dipertimbangkan dalam menilai kualitas laba perusahaan. Tingkat pertumbuhan yang tinggi memberikan harapan kepada investor tentang prospek keuntungan yng tinggi di masa depan, hal ini membuat m anajer memiliki kecenderungan un tuk melaporkan laba yang lebih tinggi untuk memenuhi harapan investor yang menyebabkan kualitas laba menjadi rendah.
C. Keterbasan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel kepemilikan manajerial, leverage, dan growth berpengaruh negatif terhadap kualitas laba perusahaan,
sedangkan hasil penelitian ini tidak menemu kan hubungan yang signifikan antara kepemilikan institusonal dengan kualitas laba perusahaan. Adapun beberapa hal yang menjadi keterbatasan dalam pen elitian ini ad alah sebagai berikut: 1. Penelitian ini hanya menggunakan perusahaan manufaktur sebagai sampel sehingga diperlukan kehati-hatian dalam melakukan generalisasi. 2. Periode penelitian relatif pendek yaitu menggunakan per iode penelitian 20062007 sebagai tahun dasar penelitian. 3. Nilai koefisien determinasi relatif kecil yaitu sebesar 10.7%. Hal ini menunjukkan ada faktor lain yang berpengaruh terhadap kualitas laba selain kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, leverage, dan growth. 4. Pendekatan pengukuran kualitas laba hanya menggunakan satu pendekatan yaitu pendekatan akrual.