I.
TES GARPU TALA
Memeriksa pendengaran diperlukan hantaran melalui udara dan melalui tulang dengan memakai garpu tala atau audiometer nada murni. 1,2 Kelainan hantaran melalui udara menyebabkan tuli konduktif, berarti ada kelainan di telinga luar atau telinga tengah, seperti atresia liang telinga, eksostosis liang telinga, serumen, sumbatan tuba Eusthachius serta radang telinga tengah. Kelainan di telinga dalam menyebabkan tuli saraf koklea atau retro koklea. (4) Secara fisologik telinga dapat mendengar nada antara 20 sampai 18.000 Hz. Untuk pendengaran sehari-hari yang paling efektif antara 500-2000 Hz. Oleh karena itu untuk memeriksa pendengaran dipakai garputala 512, 1024, dan 2048 Hz.(1) Penggunaan ketiga garpu tala ini penting untuk memeriksa secara kualitatif. Bila Salah satu frekuensi ini terganggu penderita akan sadar adanya gangguan pendengaran. Bila tidak mungkin menggunakan ketiga garpu tala itu, maka diambil 512 Hz karena penggunaan garpu tala ini tidak terlalu dipengaruhi suara bising di sekitarnya.(1,4) Pemeriksaan
pendengaran
dilakukan
secara
kualitatif
dengan
mempergunakan garpu tala dan kualitatif dengan mempergunakan audiometer.(4) Garpu tala atau penala adalah suatu alat yang dirancang khusus untuk menghasilkan bunyi dengan satu frekuensi tertentu. Tujuan pemeriksaan pemeriksaan garpu tala adalah untuk menentukan jenis ketulian.(1,2) Dewasa ini, audiologi telah berkembang dengan pesat karena ditunjang oleh alat-alat canggih, sehingga pemeriksaan lebih tepat, lebih baik dan lebih banyak hal-hal yang dapat diperiksa. Akan tetapi kita tidak boleh melupakan cara car a pemeriksaan sederhana ini, karena tes garpu tala sampai saat ini masih dipergunakan sebelum merujuk ke pemeriksaan yang lebih canggih. (2) Pemeriksaan garpu tala merupakan tes kualitatif. Terdapat berbagai macam tes garpu tala yang merupakan metode standar untuk membedakan gangguan pendengaran, seperti Tes Garis Pendengaran, Tes Rinne, Tes Weber, Tes Scwabach, Tes Bing, Tes Gelle, dan Tes Konduksi Tulang Absolut. (2) Pemeriksaan
pendengaran
dilakukan
secara
kualitatif
dengan
mempergunakan garpu tala dan kuantitatif dengan mempergunakan audiometer.
Untuk keperluan tes pendengaran tersedia seperangkat garpu tala dengan frekuensi rendah sampai frekuensi tinggi. Perangkat garpu tala yang lazim digunakan terdiri dari frekuensi 128 Hz, 256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz, dan 2048 Hz. Keuntungan dari penggunaan tes garpu tala adalah cepat dapat diperoleh gambaran keadaan pendengaran penderita. Kekurangannya ialah tidak dapat menentukan besarnya intensitas bunyi karena tergantung cara menyentuhkan garpu tala yaitu makin keras sentuhan garpu tala makin keras pula intensitas yang didengar. Sentuhan garpu tala harus lunak tetapi masih dapat didengar oleh telinga normal. Garpu tala dapat digetarkan dengan memukulkannya secara perlahan pada siku pemeriksa, atau menyentilnya dengan ujung jari. (1,8) Macam-Macam Garpu Tala
Garpu tala terdiri dari 1 set (5 buah) dengan frekuensi 128 Hz, 256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz, dan 2048 Hz. Pada umumnya dipakai 3 macam penala: 512 Hz, 1024 Hz, 2048 Hz. Jika akan memakai hanya 1 penala, digunakan 512 Hz.
(1,2,4,6,9)
Gambar 7: Perangkat garpu tala. (9)
Jenis-Jenis Tes Garpu Tala
Terdapat berbagai macam tes garpu tala, seperti tes Garis Pendengaran, tes Rinne, tes Weber, tes Schwabach, tes Bing, tes Gelle dan tes Konduksi Tulang Absolut.(2,4,8) Untuk mempermudah interpretasi klinik, dipakai Tes garis pendengaran, tes Rinne, tes Weber, dan tes Schwabach secara bersamaan.(1,2) a. Tes Garis Pendengaran
Prinsip tes garis pendengaran adalah menentukan frekuensi garpu tala yang dapat didengar pasien dengan hantaran udara pada intensitas ambang normal. Cara pemeriksaannya yaitu :
Semua garpu tala dibunyikan satu per satu. Dimulai dari garpu tala berfrekuensi paling rendah sampai garpu tala berfrekuensi paling tinggi atau sebaliknya.
Cara membunyikan garpu tala yaitu dengan memegang tangkai garpu tala lalu dipetik secara lunak kedua kaki garpu tala dengan ujung jari atau kuku.
Bunyi garpu tala terlebih dahulu didengar oleh pemeriksa sampai bunyinya hampir hilang. Hal ini untuk mendapatkan bunyi berintensitas paling rendah bagi orang normal/nilai ambang normal.
Secepatnya garpu tala dipindahkan di depan meatus akustikus eksternus pasien pada jarak 1-2 cm secara tegak dan kedua kaki garpu tala berada pada garis hayal yang menghubungkan antara meatus akustikus eksternus kanan dan kiri.
Kemudian dicatat apakah penderita mendengar atau tidak. Bila penderita mendengar diberi tanda (+) pada frekuensi garpu tala yang digunakan dan bila tidak mendengar diberi tanda (-) pada frekuensi garpu tala yang digunakan. (1,9-11)
Gambar 8: Posisi garpu tala pada tes garis pendengaran (11)
Ada 3 interpretasi dari hasil tes garis pendengaran yang dilakukan, yaitu : 1. Normal. Jika pasien dapat mendengar garpu tala pada semua frekuensi.
2. Tuli konduktif. Jika batas bawah naik dimana pasien tidak dapat mendengar bunyi berfrekuensi rendah. 3. Tuli sensorineural. Jika batas atas turun dimana pasien tidak dapat mendengar bunyi berfrekuensi tinggi. (1,9-11) Sebagai contoh : Telinga Kanan
Frekuensi
Telinga Kiri
-
2.048
+
-
1.024
+
+
512
+
+
256
-
+
128
-
Telinga kanan tidak mendengar frekuensi 2.048 Hz dan 1.024 Hz sedangkan frekuensi-frekuensi yang lain dapat didengar. Telinga kiri tidak mendengar frekuensi 128 Hz dan 256 Hz sedangkan frekuensi-frekuensi lain dapat didengar. Sehingga interpretasinya adalah telinga kanan batas atasnya menurun berarti telinga kanan mengalami tuli sensorineural dan pada telinga kiri batas bawahnya naik berarti telinga kiri mengala mi tuli konduktif.(1) Kesalahan interpretasi dapat terjadi jika kita membunyikan garpu tala terlalu keras sehingga kita tidak dapat mendeteksi pada frekuensi berapa pasien tidak mampu lagi mendengar bunyi. (12) b. Tes Rinne
Prinsip tes Rinne adalah membandingkan lamanya perlangsungan bunyi sebuah garpu tala dengan sekali sentuh antara hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telinga. Cara pemeriksaannya, yaitu sebagai beri kut :
Pemeriksa memukulkan garpu tala berfrekuensi 512 Hz pada telapak tangannya dan meletakkan tangkainya secara tegak lurus pada planum mastoid penderita.
Kemudian menanyakan apakah penderita mendengar bunyi dengungan garpu tala tersebut dan meminta agar penderita memberi isyarat bila bunyinya berhenti.
Setelah
penderita
tidak
mendengar
bunyinya,
segera
garpu
tala
dipindahkan ke depan meatus akustikus eksternus penderita dan menanyakan apakah penderita masih mendengarkan bunyi dengung garpu tala. (1,8,9,11,13,14)
Gambar 9. Posisi garpu tala pada tes Rinne (9)
Ada 2 interpretasi dari hasil tes Rinne yang dilakukan, yaitu : 1. Rinne positif, yaitu bila penderita masih mendengar dengungan garpu tala. Ini menunjukkan bahwa hantaran udara lebih lama t erdengar/lebih panjang daripada hantaran tulang. Rinne positif terdapat pada telinga normal atau pada tuli sensorineural. 2. Rinne negatif, yaitu bila penderita tidak mendengar dengungan garpu tala. Ini menunjukkan bahwa hantaran tulang lebih lama terdengar/lebih panjang daripada hantaran udara. Rinne negatif terdapat pada tuli konduktif. (1,8,10) Interpretasi tes Rinne dapat false Rinne baik pseudo positif dan pseudo negatif. Hal ini dapat terjadi manakala telinga pasien yang tidak dalam pemeriksaan
menangkap
bunyi
garpu
tala
karena
telinga
tersebut
pendengarannya jauh lebih baik daripada telinga pasien yang diperiksa. (1,9)
Dalam keadaan normal, hantaran udara (Air Conduction = AC) lebih baik daripada hantaran tulang (Bone Conduction=BC), dan pasien akan dapat mendengar garpu tala pada meatus akustikus eksternus setelah ia tidak dapat lagi mendengar garpu tala pada ujung mastoid, hal ini berarti uji Rinne positif (AB>BC). Tetapi pasien dengan tuli konduktif, mempunyai hantaran tulang yang lebih baik daripada hantaran udara, dimana uji Rinne negatif (BC>AC). Pasien dengan tuli sensorineural mengalami gangguan pada hantaran udara dan tulang, tetapi akan mempertahankan respons AC>BC yang normal. Telinga tengah akan memperkuat bunyi pada kedua posisi. (8,14) Kesalahan pemeriksaan pada tes Rinne dapat terjadi, baik berasal dari pemeriksa maupun pasien. Kesalahan dari pemeriksa misalnya meletakkan garpu tala tidak tegak lurus, tangkai garpu tala mengenai rambut pasien dan kaki garpu tala mengenai aurikulum pasien. Juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal. Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak mendengar bunyi garpu tala saat kita menempatkan garpu tala di planum mastoid pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garpu tala sudah berhenti saat kita memindahkan garpu tala di depan meatus akustikus eksterna.(10,12) c. Tes Weber
Prinsip tes Weber adalah membandingkan intensitas hantaran tulang pada telinga kiri dengan telinga kanan dari penderita. Cara pemeriksaannya, yaitu :
Membunyikan garpu tala 512 Hz lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis median tengkorak pasien, misalnya pada dahi, verteks, dagu, atau pada maksilla dengan kedua kaki garpu tala berada pada garis horizontal.
Kemudian menanyakan pada pasien telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih keras.
Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras pada 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua telinga pasien
sama-sama tidak mendengar atau sama-sama mendengar maka berarti tidak ada lateralisasi. (1,8,9,13-15)
Gambar 10. Posisi garpu tala pada tes Weber (9)
Interpretasi pada tes Weber dengan lateralisasi, misalnya terjadi lateralisasi ke kanan maka ada 5 kemungkinan yang bisa terjadi pada telinga pasien, yaitu : 1. Telinga kanan mengalami tuli konduktif sedangkan telinga kiri normal. 2. Telinga kanan mengalami tuli konduktif sedangkan telinga kiri mengalami tuli sensorineural. 3. Telinga kanan dan telinga kiri mengalami tuli konduktif tetapi telinga kanan lebih parah. 4. Telinga kanan dan telinga kiri mengalami tuli sensorineural tetapi telinga kiri lebih parah. 5. Telinga kiri mengalami tuli sensorineural sedangkan telinga kanan normal. (1,9,11,13-15)
d. Tes Schwabach
Prinsip dari tes schwabach adalah membandingkan lamanya hantaran tulang berlangsung antara penderita dengan dokter pemeriksa, dengan catatan pendengaran dokternya normal. Cara pemeriksaannya, yaitu :
Garpu tala 512 Hz yang telah disentuh secara lunak diletakkan tegak lurus
pangkalnya pada planum mastoideum penderita. Kemudian kepada penderita ditanyakan apakah mendengar, sesudah itu
sekaligus diinstruksikan agar mengangkat tangannya bila sudah tidak mendengar dengungan. Bila penderita mengangkat tangan, garpu tala segera dipindahkan ke
planum mastoideum pemeriksa. (1,9,10,13,16) Ada 3 kemungkinan interpretasi dari hasil tes Schwabach yang dilakukan, yaitu : 1. Schwabach sama panjang. Artinya dokter tidak lagi mendengar bunyi garpu tala, demikian pula penderita tidak mendengar lagi bila prosedur pemeriksaan dibalik. Hal ini menunjukkan bahwa pendengaran penderita normal. 2. Schwabach memanjang. Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosessus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosessus matoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek. Artinya dokter tidak lagi mendengar bunyi garpu tala, namun apabila prosedur pemeriksaan dibalik, yaitu hantaran tulang pemeriksa diukur terlebih dahulu, baru kemudian penderita, maka penderita masih mendengar bunyi garpu tala. Hal ini terjadi pada tuli konduktif. Contoh soal: Seorang dengan kurang pendengaran pada telinga kanan: Hasil tes penala: Tes Pendengaran
Telinga Kanan
Rinne
Negatif
Weber
Lateralisasi
Telinga Kiri
Telinga Kiri ke
telinga Positif
kanan Schwabach
Memanjang
Kesimpulan: tuli konduktif pada telinga
Sesuai Pemeriksa
3. Schwabach memendek. Artinya dokter masih mendengar bunyi garpu tala, Schwabach memendek menunjukkan bahwa hantaran tulang penderita lebih pendek perlangsungannya dibanding dengan hantaran tulang pemeriksa. Hal ini terjadi pada tuli sensorineural. (1,9,13) Kesalahan pemeriksaan pada tes Schwabach dapat saja terjadi. Misalnya tangkai garpu tala tidak berdiri dengan baik, kaki garpu tala tersentuh, atau pasien lambat memberikan isyarat tentang hilangnya bunyi.(13)
Gambar 11. Posisi garpu tala pada tes schwabach (9)
e. Tes Bing (Tes Oklusi)
Tes bing merupakan pemeriksaan hantaran tulang dan memeriksa efek oklusi pada meatus akustikus eksternus, dimana garpu tala terdengar lebih keras bila telinga normal ditutup. Bila liang telinga ditutup dan dibuka bergantian dan garpu tala yang bergetar di tempelkan pada planum mastoideum, maka telinga normal akan menangkap bunyi yang mengeras dan melemah (bing positif). Hasil serupa akan didapat pada gangguan pendengaran sensorineural, namun pada pasien dengan perubahan mekanisme konduktif seperti penderita otitis media atau otosklerosis, tidak menyadari adanya perubahan kekerasan bunyi tersebut (bing negatif).(4,13) Cara pemeriksaannya, yaitu tragus telinga yang diperiksa ditekan sampai menutup meatus akustikus eksternus, sehingga terdapat tuli konduktif kira-kira 30dB. Kemudian garpu tala
digetarkan dan diletakkan pada
pertengahan kepala (seperti pada tes Weber). (4,13)
Interpretasi dari hasil tes Bing yang dilakukan, yaitu bila terdengar lateralisasi ke telinga yang ditutup, berarti telinga tersebut normal, atau tuli sensorineural. Bila bunyi pada telinga yang ditutup tidak bertambah keras, berarti telinga tersebut menderita tuli konduktif. (4,13) f.
Tes Stenger
Tes stenger digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik (simulasi atau pura-pura). Cara pemeriksaan: menggunakan prinsip masking.(2) Misalnya pada seseorang yang berpura-pura tuli pada telinga kiri. Dua buah penala yang identik digetarkan dan masing-masing diletakkan di depan telinga kiri dan kanan, dengan cara tidak kelihatan oleh yang diperiksa. Penala pertama digetarkan dan diletakkan di depan telinga kiri (yang pura-pura tuli). Apabila kedua telinga normal karena efek masking, hanya telinga kiri yang mendengar bunyi; jadi telinga kanan tidak akan mendengar bunyi. Tetapi bila telinga kiri tuli, telinga kanan tetap mendengar bunyi. (2)