BAB I PENDAHULUAN
Pendengaran merupakan salah satu sistem indra terpenting yang dimiliki oleh manusia. Inisiasi belajar bicara dimulai dari kemampuan manusia untuk mendengar. Sistem pendengaran juga memiliki fungsi vital seperti menerima semua rangsangan dari luar tubuh yang bersifat audible, yang kemudian akan ditransformasikan ke otak dalam bentuk informasi tertentu. 1 Suara adalah sensasi yang timbul apabila getaran longitudinal molekul di lingkungan eksternal, yaitu masa pemadatan dan pelonggaran molekul yang terjadi berselang seling mengenai membran timpani. Proses pendengaran diawali dengan dikumpulkan dan disalurkan gelombang suara oleh Pinna, Pinna, yaitu suatu lempeng tulang rawan terbungkus kulit, ke saluran telinga luar. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani yang teregang menutupi pintu masuk ke telinga tengah.Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar membran timpani ke cairan di telinga dalam.Pemindahan ini dipermudah oleh adanya rantai yang terdiri dari tiga tulang yang dapat bergerak atau osikula (maleus, inkus, dan stapes) yang berjalan melintasi telinga tengah. Tulang-tulang tersebut bergerak memindahkan frekuensi gerakan yang sama dari membran timpani ke oval window. window .2Gerakan tersebut menyebabkan perilimfa pada skalavestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membrana meissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis. 3 Pemeriksaan pendengaran dilakukan dengan memeriksa hantaran melalui udara dan melalui tulang. Kelainan hantaran melalui udara
1
menyebabkan tuli konduktif, yaitu terdapat kelainan di telinga luar atau telinga tengah seperti atresia liang telinga, eksositosis liang telinga, serumen, sumbatan tuba Eustachius serta radang telinga tengah. Kelainan di telinga dalam menyebabkan tuli sensorineural koklea atau retrokoklea. 3 Pemeriksaan pendengaran dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Pemeriksaan
pendengaran
secara
kualitatif
dengan
menggunakan garpu tala, sedangkan pemeriksaan pendengaran secara kuantitatif dengan menggunakan audiometer. Pemeriksaan pendengaran dengan menggunakan garpu tala dibagi menjadi tes Rinne, tes Weber, tes Schwabach. 3 Berdasarkan SKDI 2012, pemeriksaan garpu tala (Rinne, Weber, Schwabach) merupakan kompetensi 4A, sedangkan Interpretasi hasil Audiometri (tone & speech audiometry) merupakan kompetensi 3. Referat
ini
akan
membahas
jenis-jenis
dan
cara
pemeriksaan
pe nd e n ga ra n d en ga n me n gg un a ka n ga r pu t al a d a n a ud i om et r i s e rt a interpretasi hasil karena merupakan salah satu pemeriksaan telinga dengan tingkat kompetensi 3 dan 4A, dimana lulusan dokter umum harus bisa melakukan pemeriksaan secara mandiri.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Telinga
Anatomi telinga dibagi atas telinga luar,telinga tengah,telinga dalam:
Gambar 1. Struktur Telinga Manusia: Telinga Luar, Telinga Tengah dan Telinga Dalam1 2.1.1 Telinga Luar
Telinga luar terdiri terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran membran tympani. Telinga Telinga luar atau pinna merupakan gabungan dari tulang rawan yang diliputi kulit. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga (meatus akustikus eksternus) berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, di sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasikelenjar keringat = Kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit sedi kit dijumpai kelenjar serumen, s erumen, dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 - 3 cm. Meatus dibatasi oleh kulit dengan sejumlah rambut, kelenjar sebasea, dan sejenis kelenjar keringat yang telah mengalami modifikasi menjadi kelenjar seruminosa, seruminosa, yaitu kelenjar apokrin tubuler yang berkelok-kelok yang menghasilkan zat lemak setengah padat
3
berwarna kecoklat-coklatan yang dinamakan serumen (minyak telinga). Serumen berfungsi menangkap debu dan mencegah infeksi. 3
2.1.2 Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
Batas luar
: Membran timpani
Batas depan
: Tuba eustachius
Batas Bawah
: Vena jugularis (bulbus jugularis)
Batas belakang
: Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis.
Batas atas
: Tegmen timpani (meningen / otak )
Batas dalam
: Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontal,
kanalis
fasialis,tingkap
lonjong
(oval
window),tingkap bundar (round window) dan promontorium. Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut Pars flaksida (Membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah Pars Tensa (membrane propia). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler pada bagian dalam. 3 Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut umbo. Dimembran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa kerucut. Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani. 3 Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar kedalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran didalam
4
telinga tengah saling berhubungan . Prosesus longus maleus melekat pada membrane timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. 3 Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada lamina propria yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan. Dalam telinga tengah terdapat dua otot kecil yang melekat pada maleus dan stapes yang mempunyai fungsi konduksi suara. maleus, inkus, dan stapes diliputi oleh epitel selapis gepeng. Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Ditempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah. 3 Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran eustachius (tuba auditiva), yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan antara kedua sisi membrane tympani. Tuba auditiva akan membuka ketika mulut menganga atau ketika menelan makanan. Ketika terjadi suara yang sangat keras, membuka mulut merupakan usaha yang baik untuk mencegah pecahnya membran tympani. Karena ketika mulut terbuka, tuba auditiva membuka dan udara akan masuk melalui tuba auditiva ke telinga tengah, sehingga menghasilkan tekanan yang sama antara permukaan dalam dan permukaan luar membran tympani. 3 2.1.3 Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut holikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.3 Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. 3 Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membrane vestibuli ( Reissner’s
5
membrane) sedangkan dasar skala media adalah membrane basalis. Pada membran ini terletak organ corti.3 Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti. 3
2.1.4 Fisiologi pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energy bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang kekoklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ketelinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengimplikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relative antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini
menimbulkan
proses
depolarisasi
sel
rambut,
sehingga
melepaskan
neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.3
6
Gambar 2 : Fisiologi Pendengaran 3
2.2 Cara Pemeriksaan Pendengaran
Untuk memeriksa pendengaran diperlukan pemeriksaan hantaran melalui udara dan melalui tulang dengan memakai garpu tala dan audiometri nada murni. Kelainan hantaran melalui udara menyebabkan tuli konduktif, berarti ada kelainan di telinga luar atau telinga tengah, seperti atresia liang telinga, eksostosis liang telinga, serumen, sumbatan tiba Eustachius serta radang telinga tengah. Kelainan di telinga dalam menyebabkan tuli sensorineural koklea atau retrokoklea. 3 Secara fisiologik, telinga dapat mendengar nada antara 20-18.000 Hz. Untuk pendengaran sehari-hari yang paling efektif antara 500-2.000 Hz. Oleh karena itu, untuk memeriksa pendengaran dipakai garputala 512, 1024, 2048 Hz. Penggunaan ketiga garpu tala ini penting untuk pemeriksaan secara kualitatif. Bila salah satu frekuensi ini terganggu, penderita akan sadar adanya gangguan pendengaran. Bila tidak mungkin menggunakan ketiga garpu tala itu, maka diambil 512 Hz karena penggunaan garpu tala ini tidak terlalu dipengaruhi suara bising sekitarnya.3 Pemeriksaan pendengaran dilakukan secara kualitatif dengan garpu tala, sedangkan kuantitatif dengan menggunakan audiometer. 3
7
2.3 Tes Penala
Penala terdiri dari 1 set (5 buah) dengan frekuensi 128 Hz, 256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz dan 2048 Hz. Pada umumnya dipakai 3 macam penala yaitu 512 Hz, 1024 Hz dan 2048 Hz. Terdapat berbagai macam tes penala seperti tes Rinne, tes Weber, tes Swabach, tes Bing dan tes Stenger. 3
Gambar 3. Garpu Tala frekuensi 128 Hz, 256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz, 2048 Hz, 4096 Hz
2.3.1 Tes Rinne
Tes Rinne ialah tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui tulang pada telinga yang diperiksa. Cara pemeriksaan: Penala digetarkan, tangkainya diletakkan di prosesus mastoid, setelah tidak terdengar penala dipegang di depan telinga kira-kira 2,5 cm. Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+), bila tidak terdengar disebut Rinne negatif (-).3
8
Gambar 4. Tes Rinne
Gambar 5. Tes Rinne 2.2.2 Tes Weber
Tes Weber ialah tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga yang sakit dengan telinga yang sehat. Cara pemeriksaan: Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala (di verteks, dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau di dagu). Apabila bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber lateralisasi ke telinga tersebut.Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada la teralisasi.3
9
Gambar 6. Tes Weber
2.3.3 Tes Schwabach
Tes ini membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal. Cara pemeriksaan: Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera
dipindahkan
pada
proses
mastoideus
telinga
pemeriksa
yang
pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaitu penala diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut dengan Schwabach sama dengan pemeriksa. 3
10
Gambar 7. Tes Schwabach
2.3.4 Tes Bing (tes Oklusi)
Cara pemeriksaan: Tragus telinga yang diperiksa ditekan sampai menutup liang telinga, sehingga terdapat tuli konduktif kira-kira 30 dB. Penala digetarkan dan diletakkan pada pertengahan kepala (seperti pada tes Weber). Penilaian: Bila terdapat lateralisasi ke telinga yang ditutup, berarti telinga tersebut normal. Bila bunyi pada telinga yang ditutup tidak bertambah keras berarti telinga tersebut menderita tuli konduktif.3
Gambar 8. Tes Bing 2.3.5 Tes Stenger
Tes ini digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik (simulasi atau pura pura tuli).
11
Cara pemeriksaan: menggunakan prinsip masking. Misalnya pada seseorang yang berpura-pura tuli pada telinga kiri. Dua buah penala yang identik digetarkan dan masing-masing diletakkan di depan telinga kiri dan kanan, dengan cara tidak kelihatan oleh yang diperiksa. Penala pertama digetarkan dan diletakkan di depan telinga kanan (yang normal) sehinga jelas terdengar. Kemudian penala yang kedua digetarkan lebih keras dan diletakkan di depan telinga kiri (yang pura-pura tuli). Apabila kedua telinga normal karena efek masking, hanya telinga kiri yang mendengar bunyi; jadi telinga kanan tidak akan mendengar bunyi. Tetapi bila telinga kiri tuli, telinga kanan tetap mendengar bunyi.3
2.3.6 Kesalahan pada tes garpu tala
1. Garpu tala dibunyikan terlalu keras sehingga tidak dapat mendeteksi pada frekwensi mana penderita tak mendengar 2. Garpu tala tidak diletakkan dengan baik pada mastoid atau miring, terkena rambut, jaringan lemak tebal sehingga penderita tidak mendengar atau getaran terhenti karena kaki garpu tala tersentuh aurikulum. 3. Penderita terlambat memberi isyarat waktu garpu tala sudah tidak terdengar lagi, sehingga waktu dipindahkan di depan meatus anterior ekterna (MAE) getaran garpu tala sudah berhenti. 4. Garpu tala tidak ditegakkan dengan baik, kakinya tersentuh hingga bunyi menghilang.4
2.3.7 Interpretasi Tes Penala
Berdasarkan tes-tes garpu tala yang bisa dilakukan, hasilnya dapat disimpulkan seperti pada tabel di bawah: 3 Tes
Normal
Tuli Konduktif
Tuli sensorineural
Rinne
AC>BC
BC>AC
AC>BC
(Rinne positif)
(Rinne negatif)
(Rinne positif)
12
Tidak ada
Lateralisasi ke
Lateralisasi ke telinga
lateralisasi
telinga yang sakit
yang sehat
Sama dengan
Memanjang
Memendek
Weber
Schwabach
pemeriksa Tabel 1. Interpretasi Tes Penala
2.4
Audiometri
Audiologi medik dibagi atas audiologi dasar dan audiologi khusus. Audiologi dasar ialah pengetahuan mengenai nada murni, bising, gangguan pendengaran serta cara pemeriksaannya. Pemeriksaan pendengaran dilakukan salah satunya audiometri nada murni.Sedangkan audiologi khusus diperlukan untuk membedakan tuli sensorineural koklea dengan retrokoklea, audiometri obyektif, tes untuk tuli anorganik, audiologi anak dan audiologi industri. 3 Audiometri berasal dari kata audire dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokasi kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran. 4
2.4.1 Audiometri Nada Murni 2.4.1.1 Definisi
Nada murni berarti bunyi yang hanya mempunyai satu frekuensi, dinyatakan dalam jumlah getaran per detik. Audiometri nada murni/ pure tune audiometry (PTA) adalah salah satu jenis uji pendengaran untuk menilai fungsi pendengaran. Pada pemeriksaan audiometri nada murni perlu dipahami hal-hal seperti nada murni, bising NB (narrow band) dan WN (white noise), frekuensi, intensitas bunyi, ambang dengar, nilai nol audiometric, standar ISO dan ASA, notasi pada audiogram, jenis dan derajat ketulian serta gap dan masking.3,4
2.4.1.2 Istilah dalam audiometri nada murni
1. Nada murni ( Pure Tone): merupakan bunyi yang hanya mempunyai satu frekuensi, dinyatakan dalam jumlah getaran per detik.
13
2. Bising: merupakan bunyi yang mempunyai banyak frekuensi, terdiri dari spectrum terbatas ( Narrow band ), spektrum luas (White noise). 3. Frekuensi : merupakan nada murni yang dihasilkan oleh getaran suatu benda yang sifatnya harmonis sederhana ( simple harmonic motion). Dengan satuannya dalam jumlah getaran per detik dinyatakan dalam Hertz (Hz). 4. Intensitas bunyi: dinyatakan dalam desibel (dB). Dikenal dB HL (hearing level ), dB SL ( sensation level ), dB SPL ( sound pressure level ). dB HL dan dB SL dasarnya adalah subjektif, dan inilah yang biasanya digunakan pada audiometer, sedangkan dB SPL digunakan apabila ingin mengetahui intensitas bunyi yang sesungguhnya secara fisika (ilmu alam). 5. Ambang dengar: merupakan bunyi nada murni yang terlemah pada frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga seseorang. Terdapat ambang dengar menurut konduksi udara (AC) dan menurut konduksi tulang (BC). Bila ambang dengar ini dihubung-hubungkan dengan garis, baik AC maupun BC, maka akan didapatkan audiogram. Dari audiogram dapat diketahui jenis dan derajat ketulian. 6. Nilai nol audiometrik (audiometric zone) dalam dB HL dan dB SL, yaitu intensitas nada murni yang terkecil pada suatu fekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga rata-rata dewasa muda yang normal (1830 tahun). Pada tiap frekuensi intensitas nol audiometrik tidak sama. Pada audiogram angka-angka intensitas dalam dB bukan menyatakan kenaikan linier, tetapi merupakan kenaikan logaritmik secara perbandingan. Terdapat dua standar yang dipakai adalah ISO ( International Standard Organization) dan ASA ( American standard Association). Dengan nilai berupa 0 dB ISO = -10 dB ASA atau 10 dB ISO = 0 dB ASA. 7. Notasi pada audiogram. Untuk pemeriksaan audiogram dipakai grafik AC, yaitu dibuat dengan garis lurus penuh (intensitas yang diperiksa antara 125 – 8000 Hz) dan grafik BC yaitu dibuat dengan garis terputus-putus
14
(intensitas yang diperiksa: 250 – 4000 Hz). Untuk telinga kiri dipakai warna biru sedangkan untuk telinga kanan, warna merah. 3
Gambar 9. Simbol-simbol notasi pada audiogram
2.4.1.3 Jenis dan Derajat Ketulian serta Gap
Dari audiogram dapat dilihat apakah pendengaran normal (N) atau tuli. Jenis ketulian yaitu tuli konduktif, tuli sensorineural atau tuli campur. 3
Derajat ketulian dihitung dengan menggunakan indeks Fletcher, yaitu:
Ambang dengar (AD) = AD 500Hz+ AD 1000Hz+AD 2000 Hz 3 Menurut kepustakaan terbaru, frekuensi 4000 Hz berperan penting untuk pendengaran, sehingga perlu turut diperhitungkan. Derajat ketulian dihitung dengan menambahkan ambang dengar 4000 Hz dengan ketiga ambang dengar di atas, kemudian dibagi 4. 1
Ambang dengar (AD) = AD 500Hz+ AD 1000Hz+AD 2000 Hz+ AD 4000Hz 4
15
Pada interpretasi audiogram harus ditulis (a) telinga yang mana, (b) apa jenis ketuliannya, (c) bagaimana derajat ketuliannya, misalnya telinga kiri tuli campur sedang. Derajat Ketulian
Interpretasi
0-25 dB
Normal
26-40 dB
Tuli ringan
41-55 dB
Tuli sedang
56-70 dB
Tuli sedang - berat
71-90 dB
Tuli berat
> 90 dB
Tuli sangat berat
Tabel 2. Derajat ketulian berdasarkan ISO
2.4.1.4 Syarat Pemeriksaan Audiometri Nada Murni 1. Alat Audiometer
Audiometer yang tersedia di pasaran terdiri dari enam komponen utama yaitu; a. Oksilator yang menghasilkan berbagai nada murni, b. Amplifier untuk menaikkan internsitas nada murni hingga dapat terdengar, c. Pemutus (interrupter ) yang memungkinkan pemeriksa menekan dan mematikan tombol nada murni secara halus tanpa tedengar bunyi lain, d. Attenuator agar pemeriksa dapat menaikkan dan menurunkan intensitas ke tingkat yang dikehendaki, e. Earphone
yang mengubah gelombang listrik menjadi bunyi yang
dapat didengar, f.
sumber suara pengganggu (masking ) yang sering diperlukan untuk meniadakan bunyi ke telinga yang tidak diperiksa. Narrow band masking noise atau garis selubung suara sempit merupakan suara putih atau white noise (sejenis suara mirip aliran uap atau deru angin) yang sudah disaring dari enegi suara yang tidak dibutuhkan
uantuk
menyelubungi bunyi tertentu yang sedang digarap. Ini adalah bunyi masking yang paling efektif untuk audiometri nada murni. 4,6
16
Gambar 10. Alat audiometer
Pada audiometri terdapat pilihan nada dari oktaf yaitu 125, 250, 500, 1000, 2000, 4000 dan 8000 Hz yang memungkinkan intensitas lebih dari 110 dB. Standar alat yang digunakan berdasarkan BS EN 60645-1(IEC 60645-1). Alat audiometer harusnya selalu dapat dikalibrasi dengan exhaustive electroacoustic calibrations oleh badan pengkalibrasian nasional. Pemeriksaan termasuk pemeriksaan cara pakai, dan penyesuaian bioakustik seharusnya dilakukan tiap hari sebelum digunakan.
2. Lingkungan Pemeriksaan yang Baik
Orang yang diperiksa seharusnya dapat dilihat sepenuhnya oleh pemeriksa.Orang tersebut tidak boleh melihat atau mendengar pemeriksa dan audiometernya.Pemeriksaan dilakukan di dalalam ruangan dengan tingkat kebisingan terendah sehingga kepekaan pendengaran pasien tidak terganggu.Suara tambahan tidak boleh lebih dari 38 dB. 3.
Kontrol Infeksi
Alat yang telah terkena kontak dengan pasien harus dilakukan prosedur kontrol infeksi.Alat yang dipakai harus dibersihkan dan disinfeksi setiap kali pemakaian.Pemakaian disposableear phone sangat direkomendasikan. Pemeriksa harus cuci tangan dengan sabun ataupun 17udiome sebelum menyentuh pasien. 5
17
2.4.1.5 Prosedur Pemeriksaan
1. Anamnesis Sebelum dilakukan pemeriksaan, anamnesis mengenai riwayat penyakit harus telah didapatkan dan pemeriksaan otoskopi telah dilakukan.Tanyakan apakah menderita 18udiomet atau apakah tidak tahan suara keras.Tanyakan pula telinga yang mendengar lebih jelas. 2. Pemeriksaan liang telinga Hanya untuk memastikan kanal tidak tersumbat.Telinga harus bebas dari serumen. Alat bantu dengar harus dilepas setelah instruksi pemeriksa sudah dijalankan. 3. Pemberian instruksi Berikan perintah yang sederhana dan jelas. Jelaskan bahwa akan terdegar serangkaian bunyi yang akan terdengar pada sebelah telinga. Pasien harus memberikan tanda dengan mengangkat tangannya, menekan 18udiometric mengatakan “ya” setiap terdengar bunyi bagaimanapun lemahnya. 4. Pemasangan earphone atau bone conductor Lepaskan dahulu kacamata atau perhiasan, regangkan headband , pasangkan di kepalanya dengan benar, earphone kanan ditelinga kanan kemudian kencangkan sehingga terasa nyaman. Perhatikan membrane earphone tepat di depan liang telinga di kedua sisi. 5. Seleksi telinga Mulailah dengan telinga yang sehat dahulu. 6. Urutan frekuensi Prosedur dasar pemeriksaan ini adalah, a) dimulai dengan signal nada yang sering didengar ( familiarization), b) pengukuran ambang pendengaran. Dua cara menentukan nada familiarization: a) Dengan memulai dari 1000 Hz, dimana pendengaran paling stabil, lalu secara bertahap meningkatkan oktaf lebih tinggi hingga terdengar.
18
b) Pemberian nada 1000 Hz pada 30 dB. Jika terdengar, lakukan pemeriksaan ambang pendengaran. Jika tidak terdengar nada awal di tingkatkan intensitas bunyi hingga 50 dB, dengan menaikkan tiap 10 dB hingga tedengar. Familiarization tidak selalu dilakukan pada setiap kasus. Terutama pada kasus forensic atau pasien dengan riwayat ketulian. 7. Masking Pada pemeriksaan 19udiometric, kadang-kadang perlu diberi masking. Suara masking diberikan berupa suara seperti angin (bising) pada head phone telinga yang tidak diperiksa supaya telinga yang tidak diperiksa tidak dapat mendengar bunyi yang diberikan pada telinga yang diperiksa. Pemeriksaan dengan masking dilakukan apabila telinga yang diperiksa mempunyai pendengaran yang mencolok bedanya dari telinga yang satu lagi. Oleh karena AC pada 45 dB atau lebih dapat diteruskan melalui tengkorak ke telinga kontralateral, maka pada telinga kontralateral (yang tidak diperiksa) diberi bising supaya tidak dapat mendengar bunyi yang diberikan pada telinga yang diperiksa. 4,5
2.4.1.6 Interpretasi Audiogram
Dari hasil pemeriksaan audiogram disebut ada gap apabila antara AC dan BC terdapat perbedaan lebih atau sama dengan 10 dB minimal pada 2 frekuensi yang berdekatan.3 1. Audiogram Normal
Secara teoritis, bila pendengaran normal, ambang dengar untuk hantaran udara maupun hantaran tulang tercatat sebesar 0 dB.Pada anakpun keadaan ideal seperti ini sulit tercapai terutama pada frekuensi rendah bila terdapat bunyi lingkungan (ambient noise). Pada pendengaran telinga normal, AC dan BC sama atau kurang dari 25 dB, AC dan BC berhimpit tidak ada gap. 3,4,5
19
Gambar 11. Gambar audiogram pada orang normal
2. Tuli Konduktif
Diagnosis gangguan dengar konduktif ditegakkan berdasarkan prinsip bahwa gangguan konduktif (telinga tengah) menyebabkan gangguan hantaran udara yang lebih besar daripada hantaran tulang. Pada keadaan tuli konduktif, BC normal atau kurang dari 25 dB, AC turun lebih dari 25 dB, antara AC dan BC terdapat gap.3,4,5 Penyebab ketulian koduktif seperti penyumbatan liang telinga, contohnya serumen, terjadinya OMA, OMSK, penyumbatan tuba eustachius. Setiap keadaan yang menyebabkan gangguan pendengaran seperti fiksasi congenital, fiksasi karena trauma, dislokasi rantai tulang pendengaran, juga akan menyebabkan peninggian amabang hantaran udara dengan hantaran tulang normal. Gap antara hantaran tulang dengan hantaran udara menunjukkan beratnya ketulian konduktif.3,4,5 Derajat
ketulian
yang
disebabkan
otitis
media
sering
berfluktuasi.Eksarsebasi dan remisi sering terjadi pada penyakit telinga tenga terutama otitis media serosa.Pada orang tua sering mengeluhkan pendengaran anaknya bertambah bila sedang pilek, sesudah berenang atau sedang tumbuh gigi.dapat juga saat perubahan pada musim tertentu karena alergi. 3,4,5 Penurunan Pendengaran akan menetap sekitar 55-60 dB pada pasien otitis media. Selama koklea normal, gangguan pendengaran maksimum tidak melebihi
20
60 dB.Konfigurasi audiogram pada tuli konduktif biasanya menunjukkan pendengaran lebih pada frekuensi rendah.Dapat pula berbentuk audiogram yang datar.3,4,5
Gambar 12. Audiogram tuli konduktif
3. Tuli Sensorineural
Tuli sensorineural terjadi bila didapatkan ambang pendengaran hantaran tulang (BC) dan udara (AC) lebih dari 25 dB.AC dan BC berhimpit tidak ada gap.Tuli sensorineural ini terjadi bila terdapat gangguan koklea, N.auditorius (N.VIII) sampai ke pusat pendengaran termasuk kelainan yang terdapat didalam batang otak.Kelainan pada pusat pendengaaran saja (gangguan pendengaran sentral) biasanya tidak menyebabkan gangguan dengar untuk nada murni, namun tetap terdapat gangguan pendengaran tertentu. Gangguan pada koklea terjadi karenadua cara, pertama sel rambut didalam koklea rusak, kedua karena stereosilia dapat hancur. Proses ini dapat terjadi karena infeksi virus, obat ototoxic, dan biasa terpapar bising yang lama. Istilah retrokoklea digunakan untuk sistem pendengaran sesudah koklea, tetapi tidak termasuk korteks serebri (pusat pendengaran), maka yang termasuk adalah N.VIII dan batang otak.
21
Berdasarkan hasil audiometri nada murni saja tidak dapat membedakan jenis tuli koklea atau retrokoklea. Maka perlu dilakukan pemeriksaan khusus. Pada ketulian Meniere, pendengaran terutama berkurang pada frekuensi tinggi. Tuli sensorineural karena presbikusis dan tuli suara keras biasanya terjadi pada nada dengan frekuensi tinggi. Apabila tingkat konduksi udara normal, hantaran tulang harusnya normal pula. Bila konduksi udara dan konduksi tulang keduanya abnormal dan pada level yang sama, maka masalah terletak pada koklea atau N. VIII, sedangkan telinga tengah normal. 3,4,5
Gambar 13. Audiogram tuli sensorineural
Gambar 14. Audiogram Presbikusis
22
Gambar 15. Tuli karena bising
4. Tuli Campur
Kemungkinan terjadinya kerusakan koklea disertai sumbatan serumen yang padat dapat terjadi. Level konduksi tulang menunjukkan gangguan fungsi koklea ditambah dengan penurunan pendengaran karena sumbatan konduksi udara mengambarkan tingkat ketulian yang disebabkan oleh komponen konduktif. Perbedaan antara level hantaran udara dan tulang dikenal sebagai “jarak udara-tulang” atau “air - bone gap”. Jarak udara-tulang merupakan suatu ukuran dari komponen konduktif dari suatu gangguan pendengaran.Level hantaran udara menunjukkan tingkat patologi koklea, kadang disebut sebagai “ cochlear
reserve”
atau cabang koklea. Pada tuli campur, BC turun lebih dari 25 dB, AC turun lebih besar dari BC, terdapat gap.3,4,5
23
Gambar 16. Audiogram tuli campur
Gambar 17. Audiogram tuli campur
2.4.2 Audiometri Khusus
Pemeriksaan audiometri khusus harus memahami istilah-istilah seperti rekrutmen (recruitment ) dan kelelahan (decay/fatigue). Rekrutmen ialah suatu fenomena, terjadi peningkatan sensitifitas pendengaran yang berlebihan di atas ambang dengar. Keadaan ini khas pada tuli koklea. Pada kelainan koklea pasien dapat membedakan bungyi 1 dB, sedangkan orang normal baru dapat membedakan bunyi 5 dB. Sedangkan kelelahan merupakan adaptasi abnormal,
24
merupakan tanda khas pada tuli retrokoklea. Saraf pendengaran cepat lelah bila dirangsang terus menerus. Bila diberi istirahat, maka akan pulih kembali. 7 Fenomena tersebut dapat dilacak pada pasien tuli saraf dengan melakukan pemeriksaan khusus, yaitu: tes SISI (short increment sensitivity index), tes ABLB (alternate binaural loudness balans test), tes kelelahan (Tone decay), audiometri tutur ( speech audiometry), dan audiometri Bekessy. 7
2.4.2.1 Tes SISI (Short I ncrement Sensitivity I ndex)
Tes SISI khas untuk mengetahui adanya kelainan koklea, dengan memakai fenomena rekrutmen, yaitu keadaan koklea yang dpaat mengadaptasi secara berlebihan peninggian intensitas yang kecil, sehingga pasien dapat membedakan selisih intensitas yang kecil (sampai 1 dB). 7 Cara pemeriksaannya ialah dengan menentukan ambang dengar pasien terlebih dahulu, misalnya 30 dB. Kemudian diberikan rangsangan 20 dB di atas ambang rangsang menjadi 50 dB. Setelah itu diberikan tambahan rangsang 5 dB, lalu diturunkan 4 dB, 3 dB, 2 dB, terakhir 1 dB. Bila pasien dapat membedakannya, berarti tes SISI positif. 7 Cara lain ialah tiap lima detik dinaikkan 1 dB sampai 20 kali. Kemudian dihitung berapa kali pasien dpaat membedakan perbedaan suara. Bila 20 kali benar, berarti 100%. Bila yang benar sebanyak 10 kali, berarti 50% benar. Dikatakan rekrutmen positif, bila skor 70-100%. Bila terdpaat skor antara 0-70%, berarti tidak khas. Mungkin pendengaran normal atau tuli perseptif lain. 7
2.4.2.2 Tes ABLB (Alternate Binaural L oudness Balans Test)
Pada tes ABLB diberikan intensitas bunyi tertentu pada frekuensi yang sama pada kedua telinga, sampai kedua telinga mencapai persepsi yang sama, yang disebut balans negatif. Bila balans tercapai, terdapat rekrutmen positif.7 Pada MLB (monoaural loudness balance test ), prinsipnya sama seperti ABLB. Pemeriksaan ini dilakukan bila terdapat tuli perseptif bilateral. Tes ini lebih sulit, karena yang dibandingkan ialah dua frekuensi yang berbeda pada satu
25
telinga (dianggap telinga yang sakit frekuensi naik, sedangkan pada frekuensi turun yang normal. 7
2.4.2.3 Tes Kelelahan (Tone Decay)
Prinsip terjadinya kelelahan saraf oleh karena perangsangan terus menerus. Apabila telinga yang diperiksa dirangsang terus menerus maka akan terjadi kelelahan. Tandanya ialah pasien tidak dapat mendengar dengan telinga yang diperiksa tersebut. Terdapat 2 cara pemeriksaan, yaitu TTD (threshold tone decay) dan STAT ( supra threshold adaptation test ).7 a. TTD Pemeriksaan TTD ditemukan oleh Garhart pada tahun 1957. Kemudian Rosenberg memodifikasinya setahun kemudian. Cara Garhart ialah dengan melakukan rangsangan terus menerus pada telinga yang diperiksa dengan intensitas yang sesuai dengan ambang dengar, misalnya 40 dB. Bila setelah 60 detik masih dapat mendengar, berarti tidak ada kelelahan (decay), artinya hasil negatif. Sebalinya, bila setelah 60 detik terdapat kelelahan, berarti tidak mendengar, interpretasinya positif.7
Intensitas bunyi ditambah 5 dB (menjadi 45 dB), maka pasien dapat mendengar lagi. Rangsangan diteruskan dengan 45 dB dan seterusnya, dalam 60 detik dihitung berapa penambahan intensitasnya. Penambahan 0 – 5 dB
: normal
10-15 dB
: ringan (tidak khas)
20 – 25 dB
: sedang (tidak khas)
>30 dB
: berat (khas terdapat kelelahan)
Pada Rosenberg, bila penambahan kurang dari 15 dB, dinyatakan normal, sedangkan lebih dari 30 dB sedang.
26
b. STAT Pemeriksaan STAT dilakukan pertama kali oleh Jerger pada tahun 1975. Prinsipnya ialah pemeriksaan pada tiga frekuensi yaitu 500 Hz, 1000 Hz, dan 2000 Hz pada 110 dB SPL> SPL ialah intensitas yang ada secara fisika sesungguhnya. 110 dB SPL = 100 dB SL (pada frekuensi 500 dan 2000 Hz). Artinya, nada murni pada frekuensi 500, 1000, dan 2000 Hz pada 110 dB SPL, diberikan terus menerus selama 60 detik dan jika dapat mendengar artinya tidak terjadi kelelahan. Bila kurang dari 60 detik, artinya terjadi kelelahan (decay).7
2.4.2.4 Audiometri Tutur ( Speech Audiometry)
Pada tes Audiometri tutur dipakai kata-kata yang sudah disusun dalam silabus (suku kata). Terdapat dua macam suku kata, yaitu monosilabus (satu suku kata), dan bisilabus (dua suku kata). Kata-kata ini disusun dalam daftar yang disebut phonetically balance word LBT (PB, LIST). Pasien diminta untuk mengulangi kata-kata yang didengar melalui kaset tape recorder . Pada tuli perseptif koklea, pasien sulit untuk membedakan bunyi S, R, N, C, H, CH, sedangkan pada tuli retrokoklea lebih sulit lagi. Misalnya pada tuli perseptif koklea, kata “kadar” didengarnya “kasar”, sedangkan kata “pasar” didengarnya “padar”. Interpretasi kata yang benardengan menggunakan speech discrimination score (skor tertinggi yang dapat dicapai oleh seseorang pada intensitas tertentu): 90 – 100 %
: pendengaran normal
75 – 90%
: tuli ringan
60 – 75%
: tuli sedang
50 – 60%
: kesukaran mengikuti pembicaraan sehari-hari
<50%
: tuli berat Tujuan pemeriksaan ini ialah untuk menilai kemampuan pasien dalam
pembicaraan sehari-hari, dan untuk menilai pemberian alat bantu dengar (hearing aid ).7
27
2.4.2.5 Audiometri Bekessy ( Bekessy Audiometry )
Prinsip pemeriksaan ini ialah dengan menggunakan nada yang terputus (interupted sound ) dan nada yang terus menerus (continues sound ). Bila ada suara masuk, maka pasien memencet tombol. Kemudian akan didapatkan grafik seperti gigi gergji, garis yang menaik ialah periode suara yang dapat didengar, sedangkan garis yang turun ialah suara yang tidak terdengar. 7 Pada telinga normal, amplitudo sebesar 10 dB. Jika terdapat rekrutmen, amplitudo lebih kecil.7 Audiometri bekesi dibagi menjadi 4 tipe, yaitu: 7 1. Tipe I Nada terputus (interupted ) dan terus menerus (continues) berhimpit
Frekuensi (Hz)
Gambar 18. Bekesy Tipe I: Normal 7,8
2. Tipe II Nada terputus dan terus menerus berimpit hanya sampai frekuensi 1000 Hz dan grafik kontinu makin kecil. Keadaan ini terdapat pada tuli perseptif koklea.
28
Frekuensi (Hz)
Gambar 19. Bekesy Tipe II: Tuli Perseptif Koklea 7,8
3. Tipe III Nada terputus dan terus menerus berpisah. Keadaan ini terdapat pada tuli perseptif retrokoklea.
Frekuensi (Hz)
Gambar 20. Bekessy Tipe III: Tuli Perseptif Retrokoklea 7,8
29
4. Tipe IV Nada terputus dan terus menerus berpisah, namun amplitudo lebih kecil
Frekuensi (Hz)
Gambar 21. Bekessy Tipe IV7,8
30
BAB III KESIMPULAN
Secara fisiologik, telinga dapat mendengar nada antara 20-18.000 Hz. Untuk pendengaran sehari-hari yang paling efektif antara 500-2.000 Hz. Oleh karena itu, untuk memeriksa pendengaran dipakai garputala 512, 1024, 2048 Hz. Bila salah satu frekuensi ini terganggu, penderita akan sadar adanya gangguan pendengaran. Bila tidak mungkin menggunakan ketiga garpu tala itu, maka diambil 512 Hz karena penggunaan garpu tala ini tidak terlalu dipengaruhi suara bising sekitarnya. Pemeriksaan pendengaran dilakukan secara kualitatif dengan garpu tala, sedangkan kuantitatif dengan menggunakan audiometer. 3 Terdapat berbagai macam tes penala seperti tes Rinne, tes Weber, tes Swabach, tes Bing dan tes Stenger. Berdasarkan hasil tes garpu tala, dapat disimpulkan bahwa pendengaran normal bila tes Rinne positif, tes Weber tidak ada lateralisasi dan tes Schwabach sama dengan pemeriksa. Pasien menderita tuli konduktif bila tes Rinne negatif, tes Weber lateralisasi ke telinga yang sakit dan tes Schwabach memanjang. Sedangkan penderita tuli sensorineural, tes Rinne positif, tes Weber terdapat lateralisasi ke telinga yang sehat, dan tes Schwabach memendek. Audiologi medik dibagi atas audiologi dasar dan audiologi khusus. Audiologi dasar ialah pengetahuan mengenai nada murni, bising, gangguan pendengaran serta cara pemeriksaannya. Pemeriksaan pendengaran dilakukan salah satunya audiometri nada murni. Sedangkan audiologi khusus diperlukan untuk
membedakan
tuli
sensorineural
koklea
dengan
retrokoklea
yaitu
menggunakan audiometri khusus. Pada pendengaran telinga normal, AC dan BC sama atau kurang dari 25 dB, AC dan BC berhimpit tidak ada gap. Pada keadaan tuli konduktif, BC normal atau kurang dari 25 dB, AC turun lebih dari 25 dB, antara AC dan BC terdapat gap. Tuli sensorineural terjadi bila didapatkan ambang pendengaran hantaran tulang (BC) dan udara (AC) lebih dari 25 dB, AC dan BC berhimpit tidak ada
31
gap. Pada tuli campur, BC turun lebih dari 25 dB, AC turun lebih besar dari BC, terdapat gap. Pada penderita tuli koklea dan retrokoklea, dapat dibedakan dengan pemeriksaan audiometri khusus, audiometri objektif, pemeriksaan tuli anorganik dan pemeriksaan audiometri anak. Audiometri khusus dapat membedakan tuli koklea dan retrokoklea dengan memahami rektrutmen yang khas pada tuli koklea, dan kelelahan (decay/fatigue) yang khas pada tuli retrokoklea. Audiometri khusus terdiri dari tes SISI (short increment sensitivity index), tes ABLB (alternate binaural loudness balans test), tes kelelahan (Tone decay), audiometri tutur ( speech audiometry), dan audiometri Bekessy.
32