BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Profesionalisme seorang perawat tidak bisa dilepaskan dari pemahamannya
tentang substansi dasar yang terkandung dalam profesi tersebut, antara
lain falsafah keperawatan, paradigma keperawatan, model konseptual serta
teori-teori keperawatan. Falsafah keperawatan memberikan keyakinan,
pemikiran, atau landasan mendasar untuk mengkaji tentang penyebab yang
mendasari suatu fenomena keperawatan yang terjadi dan paradigma
keperawatan menjadi dasar penyelesaian suatu fenomena keperawatan yang
ditinjau dari pendekatan konsep manusia, kesehatan, keperawatan, dan
lingkungan. Dalam hal ini terdapat suatu hubungan yang tidak dapat
dipisahkan antara falsafah, paradigma dengan model konseptual atau teori
keperawatan (Tomey & Alligood, 2010).
Profesi keperawatan mengenal empat tingkatan teori, yang terdiri dari
philosophical theory atau metha theory, grand theory, middle range
theory, dan practice theory. Teori-teori tersebut diklasifikasikan
berdasarkan tingkat keabstrakannya, dimulai dari philosophical theory
sebagai yang paling abstrak, hingga practice theory yang bersifat
empiris atau lebih konkrit. (Higgins & Moore, 2000; Peterson & Bredow,
2008). Middle range theory merupakan salah satu tingkat teori yang mulai
membahas fenomena secara lebih konkrit, spesifik, dan dapat dikembangkan
untuk menyediakan pedoman pada tatanan praktik dan penelitian yang
berbasis pada disiplin ilmu keperawatan karena memungkinkan untuk diuji
secara empiris (Tomey & Alligood, 2010).
Salah satu tokoh keperawatan yang mengembangkan konsep teori pada
tingkat middle range theory adalah Katharine Kolcaba dengan teori
kenyamanan. Kolcaba menganggap penerapan teori kenyamanan bersifat
universal dan bisa diaplikasikan untuk memenuhi kebutuhan klien secara
holistik (biologis, psikologis, sosial, dan spritual).
Berdasarkan hal tersebut, perawat perlu memahami hubungan antara
falsafah, paradigma dengan teori keperawatan yang dikembangkan oleh
Kolcaba dengan tujuan mampu menerapkan teori tersebut di lingkup praktik
dan penelitian untuk meningkatkan kualitas hidup klien berdasarkan salah
satu kebutuhan dasarnya, yaitu kenyamanan.
2. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menganalisis hubungan model konseptual/teori keperawatan dengan
falsafah dan paradigma keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Menguraikan dan menganalisis pengembangan empiris tentang
teori/model konseptual Katharine Kolcaba.
b. Menguraikan dan menganalisis perbedaan antara tingkat
philosophical theory, grand theory, middle range theory, dan
practice theory.
c. Menguraikan dan mengkritisi refleksi/simulasi hubungan falsafah
dan paradigma dengan model konseptual/teori Katharine Kolcaba
secara empiris.
d. Menganalisis hubungan model konseptual/teori dengan falsafah dan
paradigma Katharine Kolcaba.
BAB II
ISI
1. Pengembangan Empiris tentang Teori/Model Konseptual Katharine Kolcaba
1. Sejarah Perkembangan Teori Kenyamanan Kolcaba
Teori kenyamanan pertama kali dikenal sekitar tahun 1990 an oleh
seorang tokoh bernama Katharine Kolcaba. Kolcaba lahir di
Cleveland, Ohio pada tanggal 8 Desember 1944. Beliau adalah doktor
keperawatan yang menerima sertifikat sebagai perawat spesialis
gerontologi dengan fokus penelitian pada perawatan paliatif dan
perawatan jangka panjang di rumah. Sejak tahun 1900-1929,
sebenarnya kenyamanan klien sudah merupakan tujuan utama dari
profesi perawat dan dokter, karena kenyamanan dianggap sangat
menentukan proses kesembuhan klien. Namun, setelah dekade
tersebut, kenyamanan kurang mendapat perhatian khusus dari pemberi
pelayanan kesehatan. Pelayanan lebih difokuskan pada tindakan
pengobatan medis untuk mempercepat kesembuhan klien. Katharine
Kolcaba merupakan tokoh keperawatan yang kemudian membawa kembali
konsep kenyamanan sebagai landasan utama dalam memberikan
pelayanan kesehatan dalam sebuah teori yaitu "Comfort Theory and
Practice: a Vision for Holistic Health Care and Research". Saat
ini Kolcaba bekerja sebagai Associate Professor of Nursing di
Fakultas Keperawatan Universitas Akron dan terus mengembangkan
teori kenyamanan ini secara empiris (March, A. & McCormack, D.,
2009).
2. Konsep Teori Comfort Kolcaba
Kenyamanan adalah pengalaman yang diterima oleh seseorang dari
suatu intervensi. Hal ini merupakan pengalaman langsung dan
menyeluruh ketika kebutuhan fisik, psikospiritual, sosial, dan
lingkungan terpenuhi (Peterson & Bredow, 2008). Konsep teori
kenyamanan meliputi kebutuhan kenyamanan, intervensi kenyamanan,
variabel intervensi, peningkatan kenyamanan, perilaku pencari
kesehatan, dan integritas institusional. Menurut Kolcaba dan Di
Marco (2005) hal tersebut dapat digambarkan dalam kerangka
konseptual sebagai berikut:
Gambar 1. Kerangka Kerja Konseptual pada Teori
Kenyamanan
Seluruh konsep tersebut terkait dengan klien dan keluarga. Teori
kenyamanan terdiri atas tiga tipe, yaitu (1) relief: kondisi
resipien yang membutuhkan penanganan spesifik dan segera, (2)
ease: kondisi tenteram atau kepuasan hati dari klien yang terjadi
karena hilangnya ketidaknyamanan fisik yang dirasakan pada semua
kebutuhan, (3) transcendence: keadaan dimana seseorang individu
mampu mengatasi masalah dari ketidaknyamanan yang terjadi.
Kolcaba memandang bahwa kenyamanan merupakan kebutuhan dasar
seorang individu yang bersifat holistik, meliputi kenyamanan
fisik, psikospiritual, sosiokultural, lingkungan. Kenyamanan fisik
berhubungan dengan mekanisme sensasi tubuh dan homeostasis,
meliputi penurunan kemampuan tubuh dalam merespon suatu penyakit
atau prosedur invasif. Beberapa alternatif untuk memenuhi
kebutuhan fisik adalah memberikan obat, merubah posisi, backrub,
kompres hangat atau dingin, sentuhan terapeutik. Kenyamanan
psikospiritual dikaitkan dengan keharmonisan hati dan ketenangan
jiwa, yang dapat difasilitasi dengan memfasilitasi kebutuhan
interaksi dan sosialisasi klien dengan orang-orang terdekat selama
perawatan dan melibatkan keluarga secara aktif dalam proses
kesembuhan klien. Kebutuhan kenyamanan sosiokultural berhubungan
dengan hubungan interpersonal, keluarga dan masyarakat, meliputi
kebutuhan terhadap informasi kepulangan (discharge planning), dan
perawatan yang sesuai dengan budaya klien. Beberapa cara untuk
memenuhi kebutuhan sosiokultural adalah menciptakan hubungan
terapeutik dengan klien, menghargai hak-hak klien tanpa memandang
status sosial atau budaya, mendorong klien untuk mengekspresikan
perasaannya, dan memfasilitasi team work yang mengatasi
kemungkinan adanya konflik antara proses penyembuhan dengan budaya
klien. Kebutuhan yang terakhir adalah kebutuhan akan kenyamanan
lingkungan yang berhubungan dengan menjaga kerapian dan kebersihan
lingkungan, membatasi pengunjung dan terapi saat klien
beristirahat, dan memberikan lingkungan yang aman bagi klien
(Kolcaba, 2006). Hubungan antara tiga tipe kenyamanan dan empat
aspek pengalaman holistik tergambar dalam struktur taksonomi
(terlampir).
3. Penelitian terkait Teori Kenyamanan Kolcaba
Penelitian-penelitian yang menerapkan teori comfort Kolcaba telah
banyak dilakukan, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh
Krinsky, Murillo dan Johnson tahun 2014 dengan judul " A practical
application of Katharine Kolcaba's comfort theory to cardiac
patients". Penelitian ini memberikan intervensi yang spesifik
"quiet time" untuk memberikan kenyamanan kepada pasien jantung.
Penelitian dilakukan oleh March dan McCormack tahun 2009 dengan
judul "Nursing theory-directed healthcare: modifying Kolcaba's
comfort theory as an institution-wide approach", penelitian ini
menyimpulkan bahwa teori comfort bisa diterapkan, bahkan pada
lingkungan yang tampak tidak nyaman seperti ICU. Di Indonesia,
aplikasi teori Kolcaba juga telah dilakukan dalam berbagai
penelitian, sebagai contoh penelitian yang dilakukan oleh Kustati
Budi Lestari dengan judul "Dampak dekapan keluarga dan pemberian
posisi duduk terhadap distress anak saat dilakukan pemasangan
infus", hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh pemberian
dekapan keluarga dan pemberian posisi duduk anak terhadap score
distress anak.
2. Perbedaan antara Tingkat Philosophical Theory, Grand Theory, Middle
Range Theory, dan Practice Theory
2.2.1 Philosophical Theory
Filosofi menghadirkan nilai dan kepercayaan, serta pandangan
dunia. Filosofi keperawatan adalah suatu pernyataan yang merupakan
pondasi awal dan asumsi secara universal, kepercayaan, dan prinsip
tentang dasar-dasar pengetahuan dan kebenaran (epistemologi) dan
tentang dasar dari keutuhan yang dihadirkan dalam metaparadigma.
Filosofi, teori, dan penelitian merupakan suatu hal yang saling
berhubungan. Teori keperawatan berasal dari filosofi keperawatan ,
atau dari tugas disiplin ilmu lain (Tomey & Alligood, 2010).
Filosofi memberi kontribusi yang signifikan terhadap perkembangan
teori-teori keperawatan. Philosophical theory memandang manusia
sebagai makhluk biologis dan memandang respon manusia dalam
keadaan sehat dan sakit. Teori ini berfokus kepada respon klien
terhadap suatu situasi tertentu. Philosophical theory juga belum
dapat diaplikasikan secara langsung dalam praktik keperawatan
profesional karena masih bersifat abstrak dan merupakan analisis
dari suatu fenomena. Contoh philosophical theory yang ada saat ini
salah satunya adalah Modern Nursing yang dikembangkan oleh
Florence Nightingale, Philosophy and science of caring oleh Jean
Watson, 14 kebutuhan dasar manusia oleh Virginia Handerson (Tomey
& Alligood, 2010)
2.2.2 Grand Theory
Cakupan atau ruang lingkup dari grand theory sangat luas dan
kompleks. Grand theory memerlukan pernyataan teori yang lebih
spesifik untuk dikaji secara empiris dan diverifikasi sebagai
teori. Perkembangan dari grand theory menerangkan perbedaan
disiplin keperawatan dari model kedokteran, stimulus perkembangan
pengetahuan keperawatan dan memberikan struktur organisasi ilmu
keperawatan secara umum (McKenna,1997 dalam Peterson, SJ & Bredow,
T.S, 2008).
McKenna (1997) menjelaskan keuntungan dan keterbatasan dari grand
theory yaitu, keuntungan grand theory: membantu dalam pembelajaran
siswa, membantu dalam pengkajian terhadap pasien, membantu
memecahkan masalah, meningkatkan kepuasan pasien, mengidentifikasi
tujuan praktik, meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan,
memperjelas ruang lingkup keperawatan, fokus pengamatan pada
fenomena yang penting, petunjuk dalam pelayanan keperawatan,
memperjelas tentang praktik keperawatan, penelitian langsung
terhadap kebutuhan perawatan klinis. Keterbatasan grand theory:
tidak mempersiapkan perawat untuk praktik secara nyata, panduan
untuk praktik keperawatan terlalu sedikit, terlalu abstrak,
teoritis, idealistik, dan tidak relevan, ide-ide yang dihasilkan
masih sangat umum, aplikasi grand theory tidak sesuai dalam
pelaksanaan praktik saat ini. Beberapa contoh dari grand theory
yaitu: King's theory (teori pencapaian tujuan), Leininger's theory
(teori tentang budaya dan universitas), Newman,s theory (teori
tentang tingkatan kesehatan), Orem's selfcare (teori tentang
perawatan diri), Parse's theory (teori tentang manusia), dan Roy
Adaptation Model (teori adaptasi Roy).
2.2.3 Middle Range Theory
Middle range theory merupakan teori keperawatan yang keabstrakannya
pada level pertengahan dan lebih mudah untuk diaplikasikan oleh
perawat. Ruang lingkup pada middle range theory lebih sempit dan
spesifik dari grand theory dan lebih konkrit pada tingkat
abstraksinya namun lebih besar dari micro theory. Middle range
theory tidak dapat digunakan untuk menjelaskan situasi kehidupan
yang kompleks. Teori ini berfokus pada konsep peminatan keperawatan
yang mencakup konsep nyeri, berduka, harapan hidup, empati, konsep
diri, dan kenyamanan ( Peterson & Bredow, 2008).
Beberapa perbedaan middle range theory dibandingkan dengan grand
theory, yaitu: ruang lingkup lebih sempit, abstrak pada level
pertengahan, menerangkan fenomena lebih spesifik, terdiri dari
beberapa konsep dan bagian, representatif terbatas pada realita
keperawatan, lebih sesuai untuk uji empiris, lebih aplikatif secara
langsung dalam praktik untuk implementasi dan penjelasan.
Kelebihan dalam middle range theory memudahkan perawat untuk lebih
terlibat dalam penguasaan teori yang berdasarkan riset dan praktik.
Contoh middle range theory adalah Theory of Comfort (Kolkaba),
Theory of Caring (Swanson), Self Transcendence Theory (Reed) (Tomey
& Alligood, 2010).
2.2.4 Practice Theory/Micro Theory
Practice theory merupakan pengembangan dari middle range theory,
lebih spesifik dan memiliki cakupan yang lebih sempit dari pada
middle range theory. Teori ini dapat diaplikasikan langsung atau
dipraktekkan dengan pasien atau dapat diuji secara empiris.
Practice theory merupakan pernyataan yang bersifat teoritik dan
menggunakan hipotesis kerja atau perencanaan yang menjelaskan
fenomena secara detil. Ilmuan dan praktisi menggunakan perencanaan
kerja untuk kategori tentatif, penjelasan, atau pemeriksaan
kesehatan dihubungkan dengan interaksi orang dengan lingkungan.
Dickhoff dan James (1968) dalam Peterson & Bredow (2008)
mengidentifikasi elemen penting, yaitu isi tujuan dispesifikkan
sebagai arahan untuk aktivitas, dan menjelaskan bahwa aktivitas
dilakukan untuk merealisasikan isi tujuan. Practice theory
berkembang dari pengalaman klinis perawat yang memiliki subjek
untuk proses berfikir.
3. Kritisi Refleksi/Simulasi Hubungan Falsafah dan Paradigma Model
Konseptual dan Teori Keperawatan Katharine Kolcaba secara Empiris
Falsafah keperawatan memberikan keyakinan, pemikiran, atau landasan
mendasar untuk mengkaji tentang penyebab yang mendasari suatu fenomena
keperawatan yang terjadi dan paradigma keperawatan menjadi dasar
penyelesaian suatu fenomena keperawatan yang ditinjau dari pendekatan
konsep manusia, kesehatan, keperawatan, dan lingkungan. Falsafah,
paradigma dengan model konseptual atau teori keperawatan mempunyai suatu
hubungan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. (Tomey &
Alligood, 2010).
Kolcaba memandang teori kenyamanan sesuai dengan falsafah dan paradigma
keperawatan. Dalam teorinya Kolcaba menyampaikan asumsi dasar bahwa
manusia memiliki respon yang holistik terhadap stimulus yang kompleks
(nyaman atau tidak nyaman) (Kolcaba, 1994). Kenyamanan merupakan
kebutuhan dasar seorang individu yang bersifat holistik, meliputi
kenyamanan fisik, psikospiritual, sosiokultural, dan lingkungan. Hal ini
sejalan dengan falsafah keperawatan yang memandang bahwa keperawatan
berfokus pada kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk holistik.
Kolcaba mendefinisikan konsep metaparadigma keperawatan sesuai dengan
teori kenyamanan yang dikembangkannya. Hal ini bisa dilihat dari
pandangan Kolcaba tentang keperawatan, manusia, lingkungan, dan kesehatan
yang saling mendukung satu dengan yang lain untuk memberi rasa nyaman
pada klien. Menurut Kolcaba, keperawatan merupakan proses mengkaji
tingkat kenyamanan klien, menyusun dan mengimplementasikan intervensi
terapeutik untuk meningkatkan respon nyaman, dan mengevaluasi tingkat
kenyamanan klien secara holistik. Manusia dijelaskan sebagai individu,
keluarga, institusi, atau masyarakat yang mampu merasakan suasana nyaman
dan tidak nyaman serta membutuhkan tindakan untuk meningkatkan rasa
nyaman. Lingkungan merupakan faktor eksternal yang bisa dimodifikasi
untuk menimbulkan rasa nyaman pada klien. Kesehatan merupakan fungsi
optimal yang bisa dicapai oleh klien, dimana salah satunya ditentukan
dari faktor kenyamanan.
4. Analisis Hubungan Model Konseptual dan Teori Keperawatan Katharine
Kolcaba dengan Filosofi, Falsafah, dan Paradigma Keperawatan
Aplikasi suatu teori ke lahan praktik dipengaruhi oleh banyak faktor.
Sebuah teori keperawatan harus sesuai dengan nilai dan misi suatu
institusi, teori bersifat sederhana, dan mudah dipahami untuk dipakai
sebagai panduan praktik (Kolcaba, 2006). Teori Kolcaba termasuk dalam
middle range theory. Menurut Kolcaba, teori kenyamanan menjadi salah satu
pilihan teori keperawatan yang dapat diaplikasikan langsung di lapangan
karena bersifat universal dan tidak terhalang budaya yang dimiliki oleh
setiap masyarakat. Hal ini menyebabkan teori kenyamanan bisa dimodifikasi
seluas-luasnya sesuai kebutuhan klien masing-masing (March, A. &
McCormack, D., 2009).
Pada awalnya teori kenyamanan ini disusun sebagai teori yang berpusat
pada klien dan keluarga (family-client centered theory) yang dianggap
sebagai inti dari praktik keperawatan. Kolcaba mengobservasi bahwa
ketidaknyaman yang dirasakan oleh klien dan keluarga tidak hanya sebatas
sensasi fisik dan emosi, tetapi melibatkan aspek holistik yaitu fisik,
psikospritual, sosiokultural, dan lingkungan.
Berdasarkan model konseptual yang dikembangkan, teori kenyamanan memiliki
pandangan, bahwa bila klien dan keluarga merasa nyaman dengan pelayanan
kesehatan yang diberikan, mereka akan memiliki komitmen untuk berperilaku
sehat (health seeking behaviour) sehingga berdampak holistik pada
integritas suatu institusi dalam memberikan kebijakan dan praktik yang
maksimal, antara lain adanya integrasi konsep kenyamanan dalam proses
pemberian asuhan keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan
evaluasi. Proses pengkajian dimulai dari mengidentifikasi kebutuhan rasa
nyaman klien ditinjau dari 3 fase (relief, ease, dan transcendence) serta
meliputi 4 konteks kenyamanan (fisik, psikospiritual, sosiokultural, dan
lingkungan). Tahap berikutnya dalam penyusunan diagnosa keperawatan,
kenyamanan menjadi salah satu domain dalam merumuskan diagnosa
keperawatan menurut NANDA (North American Nursing Diagnosis Association).
Kenyamanan juga menjadi salah satu priority outcome yang dinilai
berdasarkan NOC (Nursing Outcome Classification) (Moorhead, S., 2008) dan
juga menentukan intervensi terapeutik mandiri perawat berdasarkan NIC
(Nursing Intervention Classification) (Dochterman, 2008). Salah satu
intervensi terapeutik dalam NIC adalah environment modification dimana
perawat dapat memodifikasi lingkungan baik secara internal dan eksternal
untuk kenyamanan klien. Berdasarkan pendapat Kolcaba & Wilson (2004),
terdapat tiga intervensi untuk mencapai kenyamanan klien, yaitu standard
comfort intervention (pengkajian, vital sign, medikasi), coaching
(dukungan emosional, pendidikan kesehatan), dan comfort food for the soul
(terapi musik, kunjungan orang terdekat). Hal ini menunjukkan bahwa di
setiap tindakan, teori kenyamanan ini selalu bersifat holistik (bio,
psikospiritual, sosiokultural, dan lingkungan). Dengan demikian proses
kesembuhan klien akan lebih cepat sehingga dapat menurunkan biaya
perawatan dan lamanya hari perawatan, meningkatnya keamanan klien selama
dirawat, meningkatnya stabilitas ekonomi, dan banyak kepentingan publik
lainnya yang bisa terfasilitasi. Manfaat besar yang didapat dari
implikasi teori kenyamanan ini juga akan membantu institusi membuat
kebijakan untuk mengembangkan suatu pusat studi dan penelitian yang
berbasis pada teori kenyamanan sehingga akan semakin banyak intervensi
berdasarkan EBN yang bisa diberikan untuk memenuhi kebutuhan holistik
klien akan rasa nyaman. Tentunya hal ini akan meningkatkan kepuasan klien
sehingga institusi pelayanan kesehatan akan diuntungkan secara materiil
dan non materiil. Peran teori kenyamanan ini juga tidak hanya terbatas
pada hubungan perawat dan klien saja, tetapi juga mengatur antara
pimpinan dengan staf, dimana pimpinan institusi memiliki kewajiban
menciptakan suasana yang nyaman bagi stafnya (perawat) sehingga perawat
juga mampu memberikan pelayanan rasa nyaman yang terbaik untuk klien.
Dengan demikian iklim institusi akan berkembang dengan sehat.
Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa ada hubungan antara teori
Kolcaba dengan falsafah dan paradigma keperawatan, dimana teori Kolcaba
juga melihat komponen manusia, kesehatan, lingkungan, dan keperawatan
dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada klien secara holistik.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Profesionalisme seorang perawat tidak bisa dilepaskan dari pemahamannya
tentang substansi dasar yang terkandung dalam profesi tersebut, antara
lain falsafah keperawatan, paradigma keperawatan, model konseptual serta
teori-teori keperawatan, dimana antara keempat komponen tersebut saling
berhubungan satu dengan lainnya. Dalam tingkat perkembangan teori
keperawatan, Middle Range Theory merupakan teori keperawatan yang
keabstrakannya pada level pertengahan dan lebih mudah di aplikasikan oleh
perawat. Salah satu contoh dari Middle Range Theory adalah Theory of
Comfort oleh Kolcaba. Kolcaba memandang teori kenyamanan sesuai falsafah
dan paradigma keperawatan. Hal ini terlihat dari pandangan Kolcaba
tentang seorang individu dapat merasakan kondisi nyaman dan tidak nyaman,
yang dipengaruhi oleh aspek yang bersifat holistik, meliputi fisik,
psikospiritual, sosiokultural, dan lingkungan. Ketidaknyamanan yang
dirasakan dapat mempengaruhi status kesehatan seseorang, oleh karena itu
perawat sebagai pemberi pelayanan kesehatan perlu memahami dan
mengaplikasikan model konseptual teori kenyamanan untuk meningkatkan
status kesehatan klien.
2. Saran
a. Diperlukannya pengembangan penelitian keperawatan sesuai model
konseptual atau teori guna meningkatkan mutu pelayanan asuhan
keperawatan
b. Dalam menganalisis kasus keperawatan perlunya penggunaan pendekatan
teori keperawatan yang sesuai dengan mempertimbangkan kondisi klien
dan lahan praktik.
DAFTAR REFERENSI
Dochterman, J.M & Bulecheck G.M, (2008). Nursing Interventions
Classification (NIC) Fifth Edition. St. Louis: Mosby Elsevier.
Higgins, P.A., & Moore, S.M. (2000). Levels of theoretical thinking in
nursing. Nursing outlook, 48(4), 179-183. Retrieved from:
http://www.nursingoutlook.org/article.
Kolcaba, K.Y. (1994). A theory of holistic comfort for nursing. Journal of
Advance Nursing, 19, 1178-1184. Retrieved from:
http://thecomfortline.com/files/pdf/1994.
Kolcaba & Wilson, L. (2004). Practical application of comfort theory in the
perianesthesia setting. Journal of PeriAnasthesia Nursing, 19 (3), 164-
173. Retrieved from: http://thecomfortline.com/files/pdfs/2004.
Kolcaba, K. (2005). Comfort Theory and Its Application to Pediatric
Nursing. Retrieved from: http://medscape.com/viewarticle/507387_2
Kolcaba, K., Tilton, C., Drouin, C. (2006). Comfort theory a unifying
framework to enhance the practice environment. The Journal of Nursing
Administration, 36(11), 538-544. Retrieved from:
http://thecomfortline.com/files/pdfs/2006.
March, A. & McCormack, D. (2009). Nursing Theory-Directed Healthcare
Modifying Kolcaba's Comfort Theory as an Institution-Wide Approach.
Holistic Nursing Practice. Retrieved from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19258847
McKenna. (1997). Nursing Theories and Models. London: Routledge
Moorhead, S. et all, (2008). Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth
Edition. St. Louis: Mosby Elsevier.
Peterson, S. J. & Bredow, T. S. (2008). Middle Range Theories : Application
to Nursing Research. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
Krinsky, R., Murillo, I., Johnson, J. (2014). A Practical Application of
Katherine Kolcaba's to Cardiac Patients. Retrieved from:
http://www.researchgate.net/publication/260216101.
Tomey, A. M. and Alligood. (2010). Nursing Theorist and Their Work (7th
ed). St. Louis: Mosby Elsevier.
Lampiran 1
Contoh Aplikasi Struktur Taksonomi Teori Kenyamanan pada Klien Anak
" "Relief "Ease "Transcendence "
"Fisik "Mual "Tempat tidur yang "Persepsi pasien"
" "Kurang mobilitas"nyaman, "" Saya dapat "
" " "keseimbangan, "mentoleransi "
" " "posisi yang nyaman"nyeri" "
" " "untuk nyeri " "
"Psikososial"Kecemasan "Ketidakpastian "Kebutuhan "
" " "tentang "dukungan "
" " "keberhasilan "spiritual dan "
" " "pembedahan "penentraman "
" " " "hati dari tim "
" " " "kesehatan "
"Lingkungan "Keadaan gaduh di"Kekurangan privasi"Kebutuhan untuk"
" "ruang PICU, " "ketenangan, "
" "pencahayaan " "lingkungan yang"
" "berlebih " "tidak asing "
" "Dingin " "kebutuhan "
" " " "privasi dengan "
" " " "perawatan diri "
"Sosiokultur"Tidak adanya "Keterbatasan "Kebutuhan "
"al "perawatan yang "bahasa "dukungan "
" "intensif " "keluarga dan "
" "terhadap budaya," "teman, "
" "keluarga tidak " "kebutuhan "
" "hadir " "informasi "
Sumber: Kolcaba, K. (2005)
-----------------------
1