Mulyadi Kertanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, (Jakarta: Erlangga, 2006) hal. 264
Abdul Munir Mulkan, Sufi Pinggiran Menembus Batas-Batas, (Yogyakarta: IMPULSE, 2007) hal. 52
Mulyadi Kertanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, (Jakarta: Erlangga, 2006) hal. 264
Sudirman Tebba, Tasawuf Positif, ( Bogor: Kencana, 2003) hal. 1
Sudirman Tebba, Tasawuf Positif, ( Bogor: Kencana, 2003) hal. 1
TASAWUF DI ERA MODERN
MAKALAH
Diajukan dalam memenuhi tugas dalam mata kuliah Akhlaq Tasawuf
Disusun Oleh Kelompok 8C AS-A:
Husen Ishak 12350093 (087826077856)
Khusen 12350092 (089672114299)
Dosen:
Drs. Malik Ibrahim, M.Ag.
AL-AHWAL ASY –SYAKHSIYAH
FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2012
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim,
Segala puji bagi Allah SWT, atas rahmat dan ridlo-Nya makalah ini dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya. Mudah-mudahan memenuhi kriteria sebagai salah satu pemenuhan tugas pada mata kuliah Akhlak Tasawuf. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai panutan ummat. Semoga kita sebagai umatnya mendapatkan syafa'at darinya.
Menyikapi kemajuan zaman dan perubahan-perubahan system yang ada di tengah-tengah masyarakat saat ini dimana telah banyak mengakibatkan manusia modern mengalami krisis spiritual. Salah satunya pengaruh sekularisasi yang lama menimpa manusia modern setelah saintek yang dibawanya memutuskan untuk mengambil pandangan sekuler sebagai pilosofisnya. Maka dari itu, kami tertarik untuk memberikan solusi melalui makalah yang berjudul "Tasawuf Di Era Modern" .
Semoga dengan khadiran makalah ini sedikit banyak menjadi sumbangsih pemikiran guna menyadarkan umat Islam modern khususnya. Kritik dan saran yang sifatnya membangun dari berbagai pihak sangat kami harapkan demi kesempurnaan karya-karya tulis selanjutnya.
Yogyakarta, Oktober 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………
BAB I : PENDAHULUAN ………………………………………………………
Latar Belakang Masalah ……………………………………………
Rumusan Masalah ………………………………………………….
Metode Penelitian ………………………………………………….
BAB II : PEMBAHASAN ………………………………………………………..
Kondisi Sosial Keagamaan Umat Islam Di Era Modern …………...
Problematika Kehidupan Umat Islam Di Era Modern ……………..
Model Tasawuf Yang Relevan Dan Applicable Di Era Modern …..
BAB III : PENUTUP ………………………………………………………………
Simpulan ……………………………………………………………
Saran ………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………..
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Dunia modern memancarkan nilai-nilai positif dan negative, hal ini menjadi dilema dan tantangan yang penuh kompetitif. Kompetisi itu perlu memacu pengembangan diri dan kelompok dalam kehidupan masyarakat. semakin maju suatu masyarakat, maka semakin tinggi pula tingkat kompetisinya. Sebaliknya masyarakat yang kurang maju, maka tingkat kompetisinya juga rendah.
Sudah tidak dapat diingkari bahwa masyarakat modern yang ditandai dengan kompetisi tinggi itu penuh dengan dilema dan tantangan yang menjadi sunnatullah. Menghadapi dilema kehidupan tersebut memerlukan arus pemikiran yang mengarah kepada pencapaian titik kebahagiaan melalui kehidupan spiritual. Kehidupan spiritual selalu ditandai dengan meditasi yang merupakan kegiatan sehari-hari yang sangat menonjol dikalangan mereka yang menempuh jalan spiritual seperti sufi.
Telah banyak manusia modern yang mengalami krisis spiritual. Itu akibat pengaruh sekularisasi yang telah lama menimpa jiwa-jiwa mereka melalui paham-pahamnya seperti naturalisme, materialisme, positifisme dsb. setelah kemajuan saintek yang dibawanya memutuskan untuk mengambil pandangan sekuler sebagai dasar pilosofisnya. Pandangan yang hanya mementingkan kehidupan duniawi, telah secara signifikan menyingkirkan manusia modern dari aspek spiritualitas sehingga mereka terisolir dari dunia lain non-fsikis sebagaimana keyakinan para sufi.
Imam Al Ghazali berpendapat bahwa dinamika kehidupan dalam sejarah bertumpu pada unsur dan proses kejadian manusia yang dijadikan dari 2 unsur: ruh dan jasad tubuh. Dimensi ruh karena langsung bersumber dari Tuhan yang terbebas dari hukum natural mekanis, sedangkan jasad tubuh sebaliknya. Jasad tubuh tumbuh melalui proses natural hingga dikenai dan terikat proses mekanistis tersebut ketika kedewasaan tumbuh memerlukan waktu historis dalam hitungan tahun. Karena itu, kebahagiaan hidup seseorang bisa dicapai ketika mekanisme jasad tubuh diabdikan sepenuhnya pada mekanisme ruhnya.
Ketika kita sebagai orang modern yang hanya membatasi diri kita pada dunia fisik saja, maka menurut pendapat sufistik kita tidak akan dapat mengorientasikan diri kita dengan benar dan hanya akan berputar-putar tanpa arah di dunia yang senantiasa berubah dan akan musnah ini. Akibat seriusnya dari kondisi seperti ini adalah adanya perasaan terasing atau istilahnya "terlienasi" baik dari diri sendiri, alam sekitar, dan Tuhan.
Sulit nampaknya mereka untuk mengenal siapa diri mereka yang sejati. Ketika manusia hanya mementingkan aspek dari dirinya dengan mengesampingkan aspek spiritual, maka kegoncangan dan ketidakstabilan jiwanya tidak sulit dibayangkan. Ketika manusia modern hanya membersihkan kotoran-kotoran jiwa mereka, maka tidak sulit untuk menjawab mengapa orang-orang modern banyak mengalami goncangan dan penyakit jiwa. Stres dan hipertensi pun telah menjadi penyakit umum yang diderita oleh manusia modern.
Orang kaya harta dan kuasa seringkali hidupnya kosong dan hampa karena kehilangan kekayaan ruhaniah dan spiritual. Mereka sulit tidur, mahal senyum, dan stress, serta setiap banyak pilihan kecuali mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Karena itu, Islam memandang manusia bisa tumbuh lebih mulia daripada malaikat dan bisa lebih hina daripada binatang atau syetan dimana syaratnya manusia bisa bebas dari sekedar kebutuhan makan dan minum, nafsu syahwat, dan kecintaan terhadap kekuasaan. Kemuliaan manusia bukanlah karena menjauhi kehidupan duniawi melainkan manakala bisa menggunakan kepintaran, kekayaan dan kekuasaan untuk kemanfaatan bagi yang lainya.
Pemakalah berasumsi bahwa segala yang menghadang di tengah masyarakat modern harus ditantang dengan nilai-nilai spiritual yang dihidupkembangkan dalam mistisme Islam yaitu tasawuf yang relevan.
Rumusan Masalah
Merujuk penjelasan dalam latar belakang diatas, pemakalah menarik masalah sebagai berikut :
Bagaimana Kondisi sosial keagamaan umat Islam di era modern?
Apa saja yang menjadi Problematika kehidupan umat Islam di era modern?
Seperti apa model tasawuf yang relevan dan applicable untuk mengatasi krisis spiritual manusia modern?
Metode Penelitian
Metode Penelitian yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah studi kepustakaan dimana seluruh data dijadikan sebagai obyek penelitian. Penelitian ini juga mengambil buku-buku dan atau situs-situs website yang berhubungan secara langsung atau tidak langsung.
BAB II
PEMBAHASAN
Kondisi Sosial Keagamaan Umat Islam Di Era Modern
Modernisasi dan Globalisasi merupakan 2 hal yang sangat signifikan imbasnya bagi kehidupan modern saat ini. Modernisasi diartikan sebagai proses gerakan perubahan individu dari cara hidup yang bersifat tradisional atau yang bersifat lama menuju cara hidup yang baru atau yang maju dan bersifat kompleks dan pada arah kemajuan. Adanya proses modernisasi ini melahirkan modernisasi ekonomi, modernisasi sosial. Modernisasi ekonomi penekannya adalah pada perkembangan akan kemajuan ekonomi, kemajuan ekonomi ini ditandai oleh tingginya tingkat konsumsi dan standar hidup, revolusi teknologi, intensitas modal yang semakin besar dan organisasi birokrasi yang rasional. Kemudian modernisasi sosial, modernisasi sosial ini menekankan pada perubahan dalam kehidupan masyarakat, pola-pola kelembagaan dan peranan status dalam struktur sosial masyarakatnya. Selain itu juga modernisasi sosial ini perhatiannya pada perubahan sosial terencana, sekularisme, perubahan sikap dan tingkah laku, pengeluaran dalam pendidikan umum, adanya revolusi pengetahuan, hubungan sosial kemudian diferensiasi struktural fungsional. Sedangkan globalisasi adalah penyebaran perkembangan kehidupan ke seluruh kawasan yang ditandai dengan adanya hubungan antar bangsa ataupun antar negara yang meliputi berbagai aspek kehidupan. Kehidupan masyarakat seperti yang kita lihat dari realita yang ada nyatanya kehidupan masyarakat selalu mengalami perubahan.
Masyarakat umum maupun Muslim dibedakan menjadi 3 tipe:
Masyarakat yang Terbelakang dan Sakralis
Masyarakat yang kecil, terisolasi dan terbelakang, tingkat perkembangan teknik mereka rendah dan pembagian kerja atau pembidangan kelas-kelas sosial mereka relatif masih kecil. Setiap anggota ini bersama-sama menganut agama yang sama. Agama memasukkan pengaruhnya yang sakral ke dalam sistem nilai masyarakat secara mutlak dan dalam keadaan lembaga lain selain keluarga. Agama jelas menjadi fokus utama bagi pengintegrasian dan persatuan dari masyarakat secara keseluruhan.
Masyarakat Pra-Industri Berimbang
Masyarakat ini tidak begitu terisolasi, berubah lebih cepat, lebih luas daerahnya dan lebih besar jumlah penduduknya serta ditandai dengan tingkat perkembangan teknologi yang lebih tinggi. Pembagian kerja yang luas, kelas-kelas sosial yang beraneka ragam, serta adanya kemampuan tulis baca sampai tingkat tertentu. Agama tentu saja memberikan arti dan ikatan kepada sistem nilai dalam tipa masyarakat ini. Akan tetapi pada saat yang sama lingkungan yang sakral dan yang sekuler itu sedikit banyaknya masih dapat dibedakan. Nilai-nilai keagamaannya dalam masyarakat tipa kedua menempatkan fokus utamanya pada pengintegrasian tingkahlaku perorangan dan pembentukan citra pribadinya.
Masyarakat Industri-Sekuler
Masyarakat ini sangat dinamik. Teknologi semakin berpengaruh terhadap semua aspek kehidupan. Sebagian besar penyesuaian-penyesuaian terhadap alam fisik, tetapi yang penting adalah penyesuaian-penyesuaian dalam hubungan-hubungan kemanusiaan mereka sendiri. Pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap masyarakat juga mempunyai konsekuensi-konsekuensi penting bagi agama. Dalam bentuk ini nilai-nilai tersebut tetap memberikan sumbangan sampai batas yang sangat sukar diukur terhadap keterpaduan masyarakat buktinya adalah khususnya pola masa-masa penuh ketegangan, sering muncul himbauan masyarakat untuk menerapkan warisan tradisi keagamaan yang umum ini. Mobilitas masyarakat selain berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, mobilitas yang terjadi di dalam masyarakat tidak hanya dari segi ekonomi tetapi juga dari segi pendidikan yang akan memicu pada perubahan status sosialnya.
Agama, terlahir awalnya adalah berasal dari keyakinan terhadap adanya yang ghaib dan mempunyai kekuatan supranatural. Kata agama, berasal dari bahasa sansekerta "a" yang berarti "tidak" dan "gama" yang berarti "kacau". Dari dua kata tersebut diartikan bahwa agama adalah suatu peraturan yang mengatur kehidupan manusia agar tidak kacau. Agama pada era modern memandang dari perspektif Islam, modernitas dalam kehidupan kita saat ini adalah impor dari dunia Barat yang memiliki sistem nilai logika. Perkembangan tersendiri yang di dalamnya mungkin terdapat unsur yang singkron saling melengkapi yang besifat universal. Dalam bentuknya yang positif umat Islam pun mengakui "hutang budi' mereka kepada Barat, terutama dalam mengikis kungkungan tradisionalisme, kemudian menerima tatanan baru yang mendorong untuk melakukan berbagai inovasi guna menjawab tantangan zaman di lingkungan masing-masing. Umat Islam kehilangan jati diri dalam melihat tatanan yang serba asing kemudian menempatkan secara proporsional baik sebagai "kawan" maupun sebagai "lawan".
Bagi masyarakat Indonesia, mengindealisasikan peranan agama dan pembentukan budaya dan kepribadian bangsa adalah wajar, karena agama memang memiliki akar yang kokoh di dalam hampir segala subkultur yang ada di Indonesia yang konon sejak zaman dahulu kala. Dengan kata lain, agama bagi bangsa Indonesia telah menjadi salah satu unsur yang paling dominan dalam sejarah peradaban sampai pada era modern ini bahkan mungkin sampai masa yang akan datang akan tetap berpengaruh.
Menjadi tantangan bagi umat Islam, ketika menyebarkan ajaran Islam di tengah-tengah masyarakat yang pluralitas dan di setiap langkahnya selalu mengalami perubahan yang berpengaruh besar. Adapun kondisi masyarakat Islam di Indonesia pada era modern ini seringkali mengalami ketegangan-ketegangan di antara umat Islam sendiri, seperti konflik antar kelompok Muslim, antar kelompok yang dianggap radikal dengan kelompok yang masih menganggap dirinya pribumi atau kelompok Islam murni. Modernisasi merupakan produk Barat yang memaksakan peradaban Barat terhadap dunia Muslim dan untuk menyingkirkan pengaruh Islam dari berbagai aspek kehidupan. Modernisasi hanya akan menghasilkan sekularisasi dan sekularisme yang akan mengakibatkan kemunduran agama baik pada tingkat sosial (masyarakat) maupun pada tingkat individual. Kemudian masyarakat modern memerlukan pengalaman keagamaan yang lebih intens dalam pencarian makna.
Kondisi kehidupan masyarakat secara kultural juga mengalami kemunduran, seperti yang kita lihat bagaimana masyarakat Indonesia yang kita lihat sekarang ini kebanyakan menjadi konsumen dunia Barat, banyak juga yang sampai saat ini melupakan kultur yang ada di negeri ini. Dari segi etika, bahasa, gaya hidup, berpakaian, dan lain sebagainya. Dan sedikit sekali masyarakat Indonesia khususnya Muslim Indonesia yang mengkontribusikan pemikiranya di era modern ini. Hal ini memang sangat menghawatirkan bagi masyarakat Indonesia. Disini kedudukan agama sering kali mengalah, yakni menyesuaikan dengan kondisi masyarakat yang ada agar tetap diterima ditengah-tengah kehidupan masyarakat Indonesia. Era modern ini, masyarakat Muslim Indonesia juga terbawa-bawa oleh hidup ala Barat. Dan sering kali tidak mempertimbangkan tentang ajaran agama. Menurut penulis boleh saja kita mengambil pelajaran dari apa yang telah dikontribusikan oleh dunia Barat asal itu tidak keluar dari koridor syariat Islam.
Dari masa ke masa, kehidupan masyarakat pasti akan mengalami perubahan baik itu proses perubahannya secara cepat ataupun secara lambat, direncanakan atau tidak. Perubahan sosial pada intinya adalah faktor dinamika manusianya yang kreatif dan anggota masyarakatnya bersikap terbuka, secara kreatif menciptakan kondisi perubahan terutama dalam bidang ekonomi dan politik hidup sehari-hari. Di dalam proses perubahan terkadang diselingi konflik yang terjadi di kehidupan masyarakat. Kemudian di era modern, syarat umum modernisasi dalam kehidupan masyarakat meliputi: cara berfifkir yang ilmiah, sistem analisa data atau fakta yang metodik, sistem administrasi yang efisien, ada iklim yang mendukung perubahan baru, disiplin yang tinggi pada waktu dan aturan main, inovasi dan modifikasi dalam segala bidang.
Perubahan masyarakat Islam yang positif diantaranya:
Ilmu pengetahuan dalam kehidupan masyarakat semakin mendukung perkembangan dunia Islam.
Dengan adanya modernisasi, umat Islam mampu mengaplikasikan ajaran Islam dalam konsep ilmu umum.
Dengan adanya teknologi sebagai salah satu produk modernisasi, masyarakat Islam bisa dengan mudah memperluas dakwahnya lewat media dan juga memperluas jaringannya.
Perubahan masyarakat Islam yang negatif diantaranya:
Moralitas semakin menurun.
Ketergantungan terhadap teknologi.
Lebih mengutamakan urusan duniawi daripada ukhrowi.
Hubungan silaturrahni secara face to face menurun.
Problematika Kehidupan Umat Islam Di Era Modern
Kondisi umat Islam belumlah seperti yang diharapkan sebagai sesuatu yang benar-benar bangkit. Umat Islam dunia masih saja dalam kondisi keterpurukan. Mekipun telah beberapa orang, kelompok dan organisasi yang mulai bangkit dan menyerukan hal yang sama sambil menyadarkan umat Islam dan berkarya untuk membuktikan hal itu. Hingga saat ini praktis bisa dikatakan bahwa umat Islam memang masih sebagai sesuatu yang belum berarti (secara politis) bagi dunia. Kebanggaan yang dapat ditampilkan bagi umat Islam saat ini masih sangat sedikit sekali. Paling-paling negara Arab yang kaya dengan minyak, itu pun karena keberuntungan takdir saja bahwa cadangan minyak terbesar dunia ada disana. Tentang hal yang lain sangat sulit untuk mencarinya. Di bidang ekonomi, masyarakat Muslim dunia sama sekali tidak bisa diandalkan. Sampai sekarang sistem yang dipakai tetap saja kapitalisme dengan segala konsekuensinya.negara-negara Muslim yang memang sudah miskin semakin miskin saja dengan kapitalisme yang dibanggakan Amerika. Sistem perekonomian Islam yanng menjanjikan keadilan itu tidak muncul sama sekali. Padahal beberapa abad sistem ini dipakai dan pernah terbukti keampuhannya. Sistem bank konvensional (riba) masih menjadi pilihan utama masyarakat dunia. Belum lagi dengan kemiskinan negara-negara Muslim yang menyebabkan mereka harus berhutang pada negara-negara kapitalis. Pada gilirannya juga akan mempersulit mereka bahkan untuk sekedar membayar bunga hutang.
Dari segi politik juga demikian. Amerika dengan PBB sebagai tunggangannya praktis menguasai seluruh negara di dunia tidak terkecuali negara Muslim. Dengan kekuatan persenjataan dan teknologi tinggi, secara politis Amerika telah menjadi polisi dunia. Begitu pula kelompok-kelompok pertahanan dan politik seperti NATO yang lumayan represif terhadap Islam. Dipentas dunia, negara-negara Muslim sendiri tidak punya kekuatan jika dibanding mereka. Organisasi negara-negara Islam seperti OKI tidak bisa berbuat banyak menghadapi PBB dan NATO. Bahkan sekedar turun berperan serta dalam menentukan harga dan kuota minyak -negara-negara Arab sangat berkepentingan terhadap hal itu- tidak mampu dilakukan. Fakta-fakta masih terpingirkannya peran Islam dalam dunia internasional ditambah lagi dengan intervensi yang berlebihan terhadap negara-negara Muslim Arab dan ketidakjelasan sikap mengenai Palestina, Kashmir, Bosnia, Cechnya, dan Pakistan. Campur tangan pihak luar yang bisanya sangat ditentukan oleh berbagai kepentingan politik dan ekonomi selalu saja membersamainya.
Saat ini kondisi umat Islam terpecah belah ke dalam 50-an negara. Kolonialisme telah berhasil melakukan hal itu dan selalu saja memunculkan friksi antar umat Islam sendiri mengenai batas wilayah yang lebih sering menimbulkan peperangan berkepanjangan daripada kepahaman dan persaudaraan. Bagaimanapun umat Islam telah berhasil dikelabui oleh berbagai gerakan pembaratan yang berakibat ada semacam trend di kalangan umat Islam untuk meniru Barat dan merasa asing serta phobi pada Islam sendiri. Dari segi sosial budaya umat Islam lebih menyukai meniru Barat dalam banyak hal seperti model berpakaian, cara bergaulan, bahasa, dan simbol-simbol budaya lainnya. Kemudian ini juga berlanjut dengan menganggap baik segala apa yang berasal dari Barat dan sebaliknya menganggap yang dari Islam itu jelek dan ketinggalan zaman. Hal ini cukup lama dirasakan sehingga keagungan Islam sendiri semakin tidak dirasakan bahkan oleh umat Islam sendiri.
Ada banyak faktor yang menyebabkan permasalahan yang begitu kompleks terjadi dengan umat Islam. Secara garis besar berupa faktor eksternal dan internal. Adapun faktor-faktor eksternal yaitu:
Invasi Pemikiran (Ghazwul Fikri)
Adalah usaha suatu bangsa untuk menguasai pemikiran bangsa lain (kaum yang diinvasi), lalu menjadikan mereka (kaum yang diinvasi) sebagai pengikut setia terhadap setiap pemikiran, idealisme, way of life, metode pendidikan, kebudayaan, bahasa, etika, serta norma-norma kehidupan yang ditawarkan kaum penginvasi. Invasi pemikiran jelas-jelas bermaksud merusak tatanan masyarakat Islam, mengganti norma dan budaya Islam dengan Barat dan menjauhkan umat Islam dengan diennya sendiri.
Sekulerisme
Pemisahan dengan sangat dikotomis antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu non-agama memang merupakan bagian dari upaya untuk menghilangkan peran agama dalam masyarakat dan memunculkan keraguan akan kebenaran agama. Sekulerisme menjadi sesuatu yang dianggap baik oleh Barat karena secara historis ia terlahir dari perlawanan atas kejumudan pemikiran gereja di abad pertengahan.
Kapitalisme, Materialisme, Metode Ilmiah-Positifisme dan Modernisasi
Sebagai salah satu produk ghazwul fikri. dimana berawal dari temuan metode ilmiah dan pengembangan iptek yang bersumberkan pada paradigma material, kemudian berlanjut dengan kapitalisme yang merasuki sistem pembangunan dan ekonomi umat Islam. Hal ini tidak menyebabkan kecuali semakin terpuruknya umat Islam secara ekonomi dan politik. Maka yang terjadi sekarang adalah imperialisme epistemologi oleh Barat kepada umat Islam. Keterbelakangan pada banyak hal menyebabkan umat Islam terpaksa mengikuti pola ini sadar atau tidak untuk tetap bisa bertahan hidup.
Ancaman Sanksi Ekonomi maupun Politik (Hubungan Luar Negari).
Mengarah kepada menimbulkan rasa ketakutan yang berlebihan kepada pihak Barat, khususnya Amerika dengan PBB nya. Sehingga banyak menghalangi tindakan ataupun sikap umat Islam menanggapi sebuah permasalahan maupun isu. Karena apabila macam-macam saja dengan Amerika dan cs-nya, alamat negara tidak akan tentram dalam waktu yang lama. Secara psikologis bangsa-bangsa Muslim memang masih terjajah.
Sedangkan faktor-faktor internal yaitu
Runtuhnya Khilafah
Keruntuhan Daulah Islamiyah melalui pembubaran Khalifah oleh Mustapa Kamal tanggal 3 Maret 1924, kemudian diikuti oleh pemisahan agama dan negara dan model-model sekuler lainnya telah merusakkan dan mencabik-cabik umat Islam. Setelah itu seolah-olah Islam benar-benar telah hancur dan tidak akan pernah seperti itu lagi. Dan langkah ini malangnya kemudian seolah menjadi preseden bagi umat Islam untuk mulai meninggalkan ajarannya.
Perpecahan Umat Islam dan Kurang Ukhuwah
Dijadikannya negara Muslim menjadi banyak dan kecil-kecil menjadikan umat Islam selalu dalam keadaan berpecah belah. Sehingga negara Muslim lebih banyak disibukkan dengan perebutan batas negara dan munculnya paham sukuisme dan nasionalisme sempit.
Fanatisme Madzhab
Bahkan hingga sekarang pun umat Islam masih sering terjebak dengan pembahasan permasalah Mazhab yang notabene adalah permasalahan furu' (cabang).Yang lebih sering perbedaan ini menimbulkan perpecahan, walau banyak yang mengikuti mazhab dengan taklid bukan 'ala bashira. Pada kajian-kajian keIslaman kemudian juga lebih membahas permasalahan perbedaan mazhab dan seringnya mengarah pada menjelekkan mazhab yang lain seolah syurga hanya untuk mazhabnya sendiri.
Pluralisme Gerakan
Sebenarnya banyaknya gerakan Islam bisa menjadi suatu sinergi dakwah jika saja semua elemen itu memiki visi bersama dan melakukan gerakan dengan landasan kebersamaan, profesionalisme, dan spesifikasi gerakan. Namun karena tidak ada misi bersama, yang terjadi saat ini adalah masing-masing gerakan bekerja nafsi-nafsi yang kadang-kadang overleap sehingga tidak optimal. Bahkan banyak yang bertentangan secara diametral sehingga justru malah menghasilkan resultan yang lebih kecil karena saling melemahkan. Dan malangnya, kadang bukannya fastabiqul khairat malah saling menyikut, saling menyalahkan dan mengkafirkan. Lihatlah bagaimana Salafy begitu sering menghujat Hizbut Tahrir, Tabligh dan Ikhwanul Muslimin, begitu juga sebaliknya. Atau kalau di Indonesia bagaimana NU, Muhammadiyah, dan Persis. Boro-boro untuk maju bersama, malah sibuk dengan mencari kesalahan orang lain.
Tingkat Intelektualitas
Keterpurukan ekonomi bisaanya bersamaan dengan kurangnya intelektual di sana. Kepengarangan ilmiah dari negara-negara Muslim tidak ada yang mencapai 0.3% dari seluruh karya ilmiah dunia. Bahkan jika digabungkan pun jumlahnya juga tidak mencapai 0.5%. dari seluruh dunia yang menghasilkan 352.000 karya ilmiah, negara-negara Muslim hanya 3.300, sedangkan Israel 6.100 buah.
Salah Persepsi Terhadap Ajaran Islam
Dampak lain dari keberhasilan sekulerisasi dan keminderan dengan identitas Islam adalah merosotnya pemahaman Muslim terhadap konsep Islam sendiri. Kesempurnaan (syamil mutakammil) Islam tidak dikenal lagi.Sehingga terjadi kerancuan dan kekaburan makna dan persepsi terhadap ajaran Islam.
Kurangnya Komitmen Melaksanakan Ajaran Islam
Integritas kultur Islam dan kesatuan way of life Islam terpecah-pecah di dalam diri mereka, di dalam pemikiran dan aksi mereka, di dalam rumah dan keluarga mereka. Jauhnya umat Islam dari kehidupan Islami menyebabkan ajaran-ajaran Islam menjadi sesatu yang aneh justru bagi kaum Muslimin sendiri.
Gap Antara Kaum Terpelajar dan Kelas Bawah.
Munculnya kaum intelektual Muslim adalah sebuah kemajuan bagi aset pengembalian peradaban. Namun sayangnya orang-orang intelektual ini masih terlalu melangit. Hanya sibuk dengan diri dan intelektualitasnya saja tanpa memandang kepada permasalahan konkrit yang dihadapi umat saat ini.
Model Tasawuf Yang Relevan Dan Applicable Di Era Modern
Di kritisi bahwa Tasawuf merupakan pemikiran yang bernilai spritulialitas mulai berkembang sesuai dengan perkembangan pola pikir dan paradigma manusia dalam menjalani kehidupan di dunia yang penuh tantangan dan dilrema. Dalam perkembangan terakhir telah muncul beberapa model tasawuf yang dianggap bisa menyesuaikan diri dengan kondisi social masa kini. Tiga model tasawuf di antaranya yang akan dideskripsikan sebagai berikut:
Tasawuf Modern
Tasawuf modern adalah model tasawuf yang diperkenalkan oleh Hamka. Hamka dalam bukunya yang berjudul Tasawuf Moderen. Dalam bukunya itu, Hamka mengatakan bahwa Zuhud (membenci kemegahan dunia) bukan merupakan ajaran Islam. Semangat Islam merupakan semangat berjuang, berkorban dan bekerja. Islam selalu menyeru umatnya mencari rezeki dan mengambil hal-hal yang bisa mengantar manusia mencapai kemuliaan. Ketinggian dan keagungan dalam perjuangan hidup. Dengan pengaruh zuhud menjadikan kaum Muslimin membenci dunia dan tidak menggunakan kesempatan sebagai penganut agama lain. Akibatnya, mereka lemah dan tidak bisa bersaing dalam kehidupan ini. Dia mau berkorban tetapi tidak ada yang bisa dikorbankan karena harta telah dibenci. Dia mau berzakat, tetapi tidak ada yang bisa dizakati karena mengutuk orang yang mencari harta.
Yang dimaksud istilah tasawuf oleh Hamka, bukan merumuskan sebuah metode tasawuf yang baru, tetapi hanya bermaksud mengembalikan pemahaman tasawuf kepada sumber aslinya. Yaitu keluar dari budi pekerti yang tercela dan masuk kepada budi pekerti yang terpuji, dengan keterangan modern. Maka semula dari tasawuf harus ditegakkan kembali, yaitu membersihkan jiwa, mendidik, mempertinggi budi pekerti, menekankan segala kelobaan dan kerakusan, serta memerangi syahwat yang melebihi keperluan individu.
Neo-Sufisme
Neo-Sufisme adalah sebuah model tasawuf yang diperkenalkan oleh Fazlur Rahman da;lam bukunya yang berjudul Islam. Menurutnya, Neo-Sufisme adalah sufisme yang diperbaharui. Kalau sufisme yang konvensional lebih menekankan pada aspek mistis-filosofis, maka dalam sufisme baru ini digantikan dengan prinsip-prinsip Islam ortodoks. Kalau dalam sufisme terdahulu terkesan lebih bersifat individual dan tidak melibatkan diri dalam hal kemasyarakatan, maka sufisme baru ini mengalihkan pusat pengamatan kepada sosio-masyarakat Muslim. Oleh karena itu karakter keseluruhan neo-sufisme adalah puritanis dan aktivis.
A. Rivay Siregar mengatakan bahwa gambaran secara singkat Neo-Sufisme adalah upaya penegakkan kembali nilai-nilai Islam yang utuh, yakni kehidupan yang seimbang dalam segala aspek kehidupan dan dari segi expresi kemanusiaan. Artinya Neo-Sufisme tidak membawa ajaran baru secara mutlak, tetapi merupakan sufisme yang diaktualisasikan dalam kehidupan pribadi dan masyarakat sesuai dengan kondisi kekinian.
Tasawuf Positif
Tasawuf positif dimaksudkan sebagai kebalikan dari persepsi negative terhadap tasawuf selama ini. Sebenarnya selama ini pun tasawuf lebih bersifat positif terhadap kehidupan dunia, tetapi ada persepsi yang negatif terhadap tasawuf. Seperti menganggap tasawuf menjauhkan umat Islam dari kehidupan duniawi. Pada hal tasawuf ini pada hakikatnya tidak demikian.
Tasawuf positif adalah metode cinta, ia adalah metode tasawuf yang dipopulerkan oleh IIMan (Indonesia Islamic Media Network). Sebuah lembaga kajian tasawuf di Jakarta dibawah pimpinan Haidar Bagir. Dalam mendefinisikan tasawuf positif, Haidar Bagir meringkasnya yaitu:
Allah sebagai perwujudan jalal dan jamal;
Menghendaki manusia taat beribadah kepada Allah, tetapi aktif pula dalam berbagai kegiatan duniawi;
Tidak mengabaikan syariah;
Tidak anti intelektual;
Tidak menolak ilmu-ilmu alam, ia menpromosikan akal dan sains;
Akhlak merupakan sasaran menjalani kehidupan sufistik;
Insan kamil sebagai wujud multi dimensi;
Lebih lanjut, Haidar Bagir mengatakan bahwa tasawuf positif ingin meyakinkan bahwa seorang sufi yang baik adalah orang yang mementingkan amal saleh, yakni amal-amal untuk memperbaiki kualitas lingkungan masyarakat. Seorang sufi yang benar adalah sufi yang giat bekerja untuk kepentingan kehidupan dunianya. Jika ada kelebihan hartanya, dialokasikan untuk kegiatan masyarakat yang "mustad'afin"
Jika dikaji lebih jauh tiga model tasawuf di atas, dapat dikatakan bahwa pada prinsipnya, baik tasawuf modern, neo-sufisme, maupun tasawuf positif memiliki tujuan yang sama yaitu mengembalikan ajaran tasawuf secara proporsional sesuai dengan yang dipraktekan oleh Rasulullah SAW. Segala bentuk penyelewengan yang telah merusak citra tasawuf berusaha disingkirkan. Dengan begitu, tasawuf tidak ketinggalan dan tetap aktual dalam kehidupan kontemporer.
BAB III
PENUTUP
Demikianlah, bahwa dengan kondisi yang terjadi dengan umat Islam saat ini, permasalahannya yang kompleks tidak boleh menjadikan umat berputus asa, malah hal ini menjadi tantangan besar bagi umat, khususnya intelektual muslim untuk mengupayakan tercipanya kesadaran bersama dan usaha-usaha perbaikan yang sinergi antar seluruh elemen muslim. Dengan bersungguh-sungguh menjalani kehidupan dunia tanpa mengabaikan urusan akhirat merupakan benteng konstruksi psikologis yang sangat kuat dari serangan krisis spiritual.
DAFTAR PUSTAKA
Kertanegara, Mulyadi. 2006. Menyelami Lubuk Tasawuf. Erlangga: Jakarta
Mulkan, Abdul Munir. 2007. Sufi Pinggiran Menembus Batas-Batas. IMPULSE: Yogyakarta
Tebba, Sudirman. 2003. Tasawuf Positif. Kencana: Bogor
Idris, Ja'far Syah dkk. 2004. Persfektif Muslim Tentang Perubahan Sosial. Pustaka: Bandung
Tahir, Munir Nahrawi. 2007. Menjalani Eksistensi Tasawuf, Jalan Menuju Tuhan. PT Assalam: Jakarta
Website:
http://www.hermawaneriadi.com
http://www.sosbud.kompasiana.com