SURAT KONTRAK PERJANJIAN SUPPLIER
18
HUKUM PERJANJIAN
Pengertian Perjanjian
Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/lebih (Pasal 1313 BW). Pengertian perjanjian ini mengandung unsur :
Perbuatan,
Penggunaan kata "Perbuatan" pada perumusan tentang Perjanjian ini lebih tepat jika diganti dengan kata perbuatan hukum atau tindakan hukum, karena perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak yang memperjanjikan;
Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih,
Untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang cocok/pas satu sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum.
Mengikatkan dirinya,
Di dalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain. Dalam perjanjian ini orang terikat kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.
DEFINISI PEMASOK (SUPPLIER)
Pemasok yang biasanya disebut juga dengan supplier atau vendor adalah individu atau perusahaan (baik dalam skala besar atau kecil) yang memiliki kemampuan untuk menyediakan kebutuhan individu atau perusahaan lain.
Contoh:
Petani kapas, menghasilkan kapas yang dibutuhkan sebagai bahan baku kain.
Pabrik kain, menghasilkan kain yang dibutuhkan sebagai bahan baku pakaian.
Penjahit, menghasilkan pakaian yang dibutuhkan oleh konsumen.
Pada contoh diatas, untuk menghasilkan pakaian, bahan baku dasar yang dibutuhkan oleh penjahit adalah kain. Darimana kain diperoleh? Tentu saja dari pabrik kain. Sehingga pabrik kain dapat dikatakan sebagai pemasok bahan baku kain bagi penjahit. Begitu pula pabrik kain, tidak dapat menghasilkan kain apabila tidak memiliki bahan baku berupa kapas, oleh karena itu petani kapas dapat dikatakan sebagai pemasok bagi pabrik kain. Saling membutuhkan antara satu dan lainnya dapat terlihat pada contoh diatas. Sama halnya dengan rantai makanan, situasi ini dapat disebut dengan rantai pasok. Apabila terdapat satu mata rantai yang tidak berfungsi maka akan sangat mempengaruhi keberadaan industri tersebut secara keseluruhan.
Kategori Pemasok
Dalam dunia usaha, pemasok dapat dikategorikan dalam 2 jenis:
Pemasok Barang
Individu atau perusahaan yang menghasilkan produk jadi berupa barang.
Contoh: Pabrik kain, akan membutuhkan mesin yang dapat
menghasilkan kain. Untuk itu, diperlukan perusahaan lain
yang dapat menghasilkan mesin penghasil kain sebagai
pemasok.
Pemasok Jasa
Individu atau perusahaan yang memberikan bantuan tidak dalam bentuk barang jadi, tetapi dalam bentuk keahlian yang dimiliki.
Contoh: Untuk mengirimkan kain kepada penjahit maka dibutuhkan
jasa pengiriman barang. Individu atau perusahaan yang
memiliki keahlian dalam mengirimkan barang tersebut
merupakan pemasok jasa.
Berlakunya Perjanjian
Pada prinsipnya, hukum perjanjian menganut asas konsensualisme. Artinya bahwa perikatan timbul sejak terjadi kesepakatan para pihak.
Misal: Pada saat terjadi musyawarah penanganan masalah, pelaku menyatakan bahwa ia akan mengembalikan dana tersebut bulan depan. Maka, sejak ia menyatakan kesediaannya, sejak itulah perikatan terjadi atau berlaku. Bahkan bila pada saat itu tidak dilengkapi dengan adanya pernyataan tertulis.
Satu persoalan terkait dengan hukum perjanjian adalah bagaimana jika salah satu pihak tidak melaksanakan perjanjian atau wan prestasi ?
Ada 4 akibat yang dapat terjadi jika salah satu pihak melakukan wan prestasi yaitu:
Membayar kerugian yang diderita oleh pihak lain berupa ganti-rugi
Dilakukan pembatalan perjanjian
Peralihan resiko
Membayar biaya perkara jika sampai berperkara dimuka hakim
Mencari pengakuan akan kelalaian atau wan prestasi tidaklah mudah. Sehingga apabila yang bersangkutan menyangkal telah dilakukannya wan prestasi dapat dilakukan pembuktian di depan pengadilan. Sebelum kita melangkah pada proses pembuktian di pengadilan, terdapat langkah-langkah yang dapat kita tempuh yaitu dengan membuat surat peringatan atau teguran, yang biasa dikenal dengan istilah SOMASI.
No.
Pedoman penting dalam menafsirkan suatu perjanjian:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Jika kata-kata dalam perjanjian jelas, maka tidak diperkenankan menyimpangkan dengan penafsiran.
Jika mengandung banyak penafsiran, maka harus diselidiki maksud perjanjian oleh kedua pihak, dari pada memegang teguh arti kata-kata
Jika janji berisi dua pengertian, maka harus dipilih pengertian yang memungkinkan janji dilaksanakan
Jika kata-kata mengandung dua pengertian, maka dipilih pengertian yang selaras dengan sifat perjanjian
Apa yang meragukan, harus ditafsirkan menurut apa yang menjadi kebiasaan
Tiap janji harus ditafsirkan dalam rangka perjanjian seluruhnya
Subjek Hukum Dalam Perjanjian
Aturan mengenai subyek perjanjian terdapat dalam pasal 1315, 1317, 1318 dan pasal 1340 KUHPdt.KUHPdt membedakan 3 golongan subyek perjanjian ( pihak-pihak yang terikat dengan diadakannya suatu perjanjian ) yaitu :
Para pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri;
Para ahli waris dan mereka yang mendapat hak dari padanya;
Pihak ketiga.
Objek Hukum Dalam Perjanjian
Obyek hukum menurut pasal 499 KUH Perdata, yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subyek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hak milik.
Jenis Obyek Hukum
Berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen), dan benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan).
Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda berubah / berwujud, meliputi:
Benda bergerak/tidak tetap . Berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan. Dibedakan menjadi sebagai berikut :
Benda bergerak karena sifatnya, menurut pasal 509 KUH Perdata adalah benda yang dapat dipindahkan, misalnya meja, kursi, dan yang dapat berpindah sendiri contohnya ternak.
Benda bergerak karena ketentuan undang-undang, menurut pasal 511 KUH Perdata adalah hak-hak atas benda bergerak, misalnya hak memungut hasil (Uruchtgebruik) atas benda-benda bergerak, hak pakai (Gebruik) atas benda bergerak, dan saham-saham perseroan terbatas.
Benda tidak bergerak . Benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :
Benda tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala sesuatu yang melekat diatasnya, misalnya pohon, tumbuh-tumbuhan, area, dan patung.
Benda tidak bergerak karena tujuannya yakni mesin alat-alat yang dipakai dalam pabrik. Mesin senebar benda bergerak, tetapi yang oleh pemakainya dihubungkan atau dikaitkan pada bergerak yang merupakan benda pokok.
Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang, ini berwujud hak-hak atas benda-benda yang tidak bergerak misalnya hak memungut hasil atas benda yang tidak dapat bergerak, hak pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.
Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderen)
Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriegoderen) adalah suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merk perusahaan, paten, dan ciptaan musik / lagu.
Azas-azas Hukum Perjanjian
Ada beberapa azas yang dapat ditemukan dalam Hukum Perjanjian, namun ada dua diantaranya yang merupakan azas terpenting dan karenanya perlu untuk diketahui, yaitu:
Azas Konsensualitas, yaitu bahwa suatu perjanjian dan perikatan yang timbul telah lahir sejak detik tercapainya kesepakatan, selama para pihak dalam perjanjian tidak menentukan lain. Azas ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian.
Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract), yaitu Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPer, yang berbunyi: "Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya." Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
Membuat atau tidak membuat perjanjian;
Mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;
Menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.
Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak adalah adanya paham individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, yang diteruskan oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat dalam zaman renaissance melalui antara lain ajaran-ajaran Hugo de Grecht, Thomas Hobbes, John Locke dan J.J. Rosseau. Menurut paham individualisme, setiap orang bebas untuk memperoleh apa saja yang dikehendakinya.
Dalam hukum kontrak, asas ini diwujudkan dalam "kebebasan berkontrak". Teori leisbet fair in menganggap bahwa the invisible hand akan menjamin kelangsungan jalannya persaingan bebas. Karena pemerintah sama sekali tidak boleh mengadakan intervensi didalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Paham individualisme memberikan peluang yang luas kepada golongan kuat ekonomi untuk menguasai golongan lemah ekonomi. Pihak yang kuat menentukan kedudukan pihak yang lemah. Pihak yang lemah berada dalam cengkeraman pihak yang kuat seperti yang diungkap dalam exploitation de homme par l'homme.
Asas Konsensualisme (Concensualism) , yaitu Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPer. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman.
Didalam hukum Jerman tidak dikenal istilah asas konsensualisme, tetapi lebih dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan perjanjian formal. Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata (dalam hukum adat disebut secara kontan). Sedangkan perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta otentik maupun akta bawah tangan). Dalam hukum Romawi dikenal istilah contractus verbis literis dan contractus innominat. Yang artinya bahwa terjadinya perjanjian apabila memenuhi bentuk yang telah ditetapkan. Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUHPer adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian.
Asas Kepastian Hukum (Pacta Sunt Servanda) , yaitu Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.
Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPer. Asas ini pada mulanya dikenal dalam hukum gereja. Dalam hukum gereja itu disebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian bila ada kesepakatan antar pihak yang melakukannya dan dikuatkan dengan sumpah. Hal ini mengandung makna bahwa setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua pihak merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan dengan unsur keagamaan. Namun, dalam perkembangan selanjutnya asas pacta sunt servanda diberi arti sebagai pactum, yang berarti sepakat yang tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan tindakan formalitas lainnya. Sedangkan istilah nudus pactum sudah cukup dengan kata sepakat saja.
Asas Itikad Baik (Good Faith) , yaitu Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPer yang berbunyi: "Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik." Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif.Berbagai putusan Hoge Raad (HR) yang erat kaitannya dengan penerapan asas itikad baik dapat diperhatikan dalam kasus-kasus posisi berikut ini.
Asas Kepribadian (Personality) , yaitu Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPer. Pasal 1315 KUHPer menegaskan: "Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri." Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri.
Pasal 1340 KUHPer berbunyi: "Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya." Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian, ketentuan itu terdapat pengecualiannya sebagaimana dalam Pasal 1317 KUHPer yang menyatakan: "Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu." Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian/kontrak untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUHPer, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya.
Jika dibandingkan kedua pasal itu maka Pasal 1317 KUHPer mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUHPer untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari yang membuatnya. Dengan demikian, Pasal 1317 KUHPer mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUHPer memiliki ruang lingkup yang luas
Syarat – Syarat Sahnya Perjanjian
Perjanjian dalam bahasa Belanda disebut overeenkomst, sedangkan hukum perjanjian disebut overeenkomstenrecht. Suatu perjanjian dinyatakan sah, apabila memenuhi 4 (empat) syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu sebagai berikut :
Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri.
Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri terjadi secara bebas atau dengan kebebasan. Kebebasan bersepakat tersebut dapat terjadi secara tegas (mengucapkan kata/tertulis) atau secara diam (dengan suatu sikap/isyarat). Suatu perjanjian dikatakan tidak memenuhi unsur kebebasan apabila mengandung salah satu dari 3 (tiga) unsur di bawah ini, yaitu :
Unsur paksaan (dwang)
Paksaan ialah paksaan terhadap badan, paksaan terhadap jiwa, serta paksaan lain yang dilarang oleh undang-undang.
Unsur kekeliruan (dwaling)
Kekeliruan terjadi dalam 2 (dua) kemungkinan yaitu kekeliruan terhadap orang (subjek hukum) dan kekeliruan terhadap barang (objek hukum).
Unsur penipuan (bedrog)
Apabila suatu pihak dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar.
Suatu perjanjian yang tidak mengandung kebebasan bersepakat sebab terdapat unsur paksaan dan/atau unsur kekeliruan, dan/atau unsur penipuan dapat dituntut pembatalannya sampai batas waktu 5 tahun sebagaimana dimaksud Pasal 1454 KUHPerdata.
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
Seseorang dikatakan cakap hukum apabila telah berumur minimal 21 tahun, atau apabila belum berumur 21 tahun namun telah melangsungkan perkawinan. Selain itu seseorang itu tidaklah boleh sedang ditaruh dalam pengampuan (curatele), yaitu orang yang telah dewasa tetapi dianggap tidak mampu sebab pemabuk, gila, atau boros. Untuk lebh jelasnya dapat dilihat ketentuan Pasal 1330 KUHPerdata yang perlu pula dihubungkan dengan Pasal 330 KUHPerdata.
Suatu hal tertentu.
Ketentuan mengenai hal tertentu menyangkut objek hukum atau mengenai bendanya. Dalam membuat perjanjian antara para subjek hukum itu menyangkut mengenai objeknya, apakah menyangkut benda berwujud, tidak berwujud, benda bergerak, atau benda tidak bergerak. Hal tertentu mengenai objek benda oleh para pihak biasanya ditegaskan dalam perjanjian mengenai jenis barang, kualitas dan mutu barang, buatan pabrik dan dari negara mana, jumlah barang, warna barang, dan lain sebagainya.
Suatu sebab yang halal (causa yang halal).
Sebab yang halal/causa yang halal mengandung pengertian bahwa pada benda (objek hukum) yang menjadi pokok perjanjian itu harus melekat hak yang pasti dan diperbolehkan menurut hukum sehingga perjanjian itu kuat.Syarat kesepakatan mereka yang mengikatkan diri dan syarat kecakapan untuk membuat suatu perikatan disebut sebagai syarat subjektif, yaitu syarat untuk subjek hukum atau orangnya. Syarat suatu hal tertentu dan syarat suatu sebab yang halal merupakan syarat objektif, yaitu syarat untuk objek hukum atau bendanya.
Bentuk Bentuk Perjanjian
Bentuk perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: tertulis dan lisan. Perjanjian tertulis adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan, sedangkan perjanjian lisan adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan (cukup kesepakatan para pihak). Ada tiga jenis perjanjian tertulis: Perjanjian dibawah tangan yang ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan saja. Perjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan para pihak. Perjanjian ynag dibuat di hadapan dan oleh notaris dalam bentuk akta notariel. Akta notariel adalah akta yang dibuat di hdapan dan di muka pejabat yang berwenang untuk itu.
Perjanjian Tertulis , Suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan. Ada 2 macam perjanjian tertulis:
Akta dibawah tangan :
Tanpa keterlibatan pejabat umum;
Waarmerken (didaftar);
Dilegalisasi.
Akta autentik (notariil).
Perjanjian Tidak Tertulis (Lisan).
Anatomi Perjanjian atau Kontrak
Setiap badan usaha dan perorangan yang membuat dan/atau merancang suatu perjanjian/kontrak dengan itikad baik di Indonesia berdasarkan pada buku III Pasal 1338 KUHPerdata yang menyebutkan semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang - undang bagi mereka yang membuatnya (asas kebebasan berkontrak). Dalam membuat perjanjian/kontrak harus mempunyai anatomi perjanjian/kontrak yang jelas agar dapat dipahami oleh para pihak yang membuat, anatomi perjanjian/kontrak yang digunakan dalam bisnis, yaitu memuat:
Kepala Perjanjian/Kontrak
Judul dari suatu perjanjian/kontrak.
Komparasi/Preamble
Hari, Tanggal, Tahun pembuatan perjanjian/kontrak dan data para pihak yang melakukan perjanjian/kontrak.
Latar belakang/Recital
Latar belakang di adakannya suatu perjanjian/kontrak antara para pihak dan kedudukan para pihak.
Kalimat Penghubung
Kalimat berupa pernyataan kesepakatan para pihak sebelum memuat pasal - pasal tentang isi atau muatan perjanjian.
Substansi Perjanjian/Kontrak
Definisi, obyek perjanjian/kontrak, jangka waktu perjanjian/kontrak, cara pembayaran, hak dan kewajiban para pihak.
Klausul Penunjang
Force majeur/keadaan kahar, addendum, pilihan penyelesaian sengketa, notice/pemberitahuan, pengakhiran perjanjian/kontrak, dan bahasa yang digunakan.
Penutup/Testimonium
Memuat pernyataan tegas kekuatan hukum dalam perjanjian/kontrak yang dibuat para pihak yang berlaku sama dan tanda tangan para pihak.
Lampiran
Lampiran yang memuat hal - hal detail atau penjelasan lebih lanjut dari klausul - klausul dalam kontrak.
Kelalaian/Wanprestasi
Wanprestasi dapat diartikan sebagai tidak terlaksananya prestasi karena kesalahan debitur baik karena kesengajaan atau kelalaian.
Menurut J Satrio: "Suatu keadaan di mana debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya".
Yahya Harahap: "Wanprestasi sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya, sehingga menimbulkan keharusan bagi pihak debitur untuk memberikan atau membayar ganti rugi (schadevergoeding), atau dengan adanya wanprestasi oleh salah satu pihak, pihak yang lainnya dapat menuntut pembatalan perjanjian.
Bentuk-bentuk Wanprestasi:
Tidak melaksanakan prestasi sama sekali;
Melaksanakan tetapi tidak tepat waktu (terlambat);
Melaksanakan tetapi tidak seperti yang diperjanjikan; dan
Debitur melaksanakan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Hapusnya Perjanjian
Hapusnya suatu perjanjian yaitu dengan cara-cara sebagai berikut:
Pembayaran
Adalah setiap pemenuhan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian secara sukarela. Berdasarkan pasal 1382 KUH Perdata dimungkinkan menggantikan hak-hak seorang kreditur/berpiutang. Menggantikan hak-hak seorang kreditur/berpiutang dinamakan subrogatie. Mengenai subrogatie diatur dalam pasal 1400 sampai dengan 1403 KUH Perdata. Subrogatie dapat terjadi karena pasal 1401 KUH Perdata dan karena Undang-undang (Pasal 1402 KUH Perdata).
Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan atau penitipan uang atau barang pada Panitera Pengadilan Negeri
Adalah suatu cara pembayaran yang harus dilakukan apabila si berpiutang (kreditur) menolak pembayaran utang dari debitur, setelah kreditur menolak pembayaran, debitur dapat memohon kepada Pengadilan Negeri untuk mengesahkan penawaran pembayaran itu yang diikuti dengan penyerahan uang atau barang sebagai tanda pelunasan atas utang debitur kepada Panitera Pengadilan Negeri.Setelah penawaran pembayaran itu disahkan oleh Pengadilan Negeri, maka barang atau uang yang akan dibayarkan itu, disimpan atau dititipkan kepada Panitera Pengadilan Negeri, dengan demikian hapuslah utang piutang itu.
Pembaharuan utang atau novasi
Adalah suatu pembuatan perjanjian baru yang menggantikan suatu perjanjian lama. Menurut Pasal 1413 KUH Perdata ada 3 macam cara melaksanakan suatu pembaharuan utang atau novasi, yaitu yang diganti debitur, krediturnya (subyeknya) atau obyek dari perjanjian itu.
Perjumpaan utang atau Kompensasi
Adalah suatu cara penghapusan/pelunasan utang dengan jalan memperjumpakan atau memperhitungkan utang piutang secara timbal-balik antara kreditur dan debitur. Jika debitur mempunyai suatu piutang pada kreditur, sehingga antara debitur dan kreditur itu sama-sama berhak untuk menagih piutang satu dengan lainnya.Menurut pasal 1429 KUH Perdata, perjumpaan utang ini dapat terjadi dengan tidak membedakan darimana sumber utang-piutang antara kedua belah pihak itu telah terjadi, kecuali:
Apabila penghapusan/pelunasan itu dilakukan dengan cara yang berlawanan dengan hukum.
Apabila dituntutnya pengembalian barang sesuatu yang dititipkan atau dipinjamkan.
Terdapat sesuatu utang yang bersumber pada tunjangan nafkah yang telah dinyatakan tak dapat disita (alimentasi).
Percampuran utang
Adalah apabila kedudukan sebagai orang berpiutang (kreditur) dan orang berutang (debitur) berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu percampuran utang dengan mana utang-piutang itu dihapuskan, misalnya: debitur menikah dengan krediturnya, atau debitur ditunjuk sebagai ahli waris tunggal oleh krediturnya.
Pembebasan utang
Menurut pasal 1439 KUH Perdata, Pembebasan utang adalah suatu perjanjian yang berisi kreditur dengan sukarela membebaskan debitur dari segala kewajibannya.
Musnahnya barang yang terutang
Adalah jika barang tertentu yang menjadi obyek perjanjian musnah, tak lagi dapat diperdagangkan, atau hilang, hingga sama sekali tak diketahui apakah barang itu masih ada, maka hapuslah perikatannya, jika barang tadi musnah atau hilang di luar kesalahan si berutang dan sebelum ia lalai menyerahkannya.
Batal/Pembatalan
Menurut pasal 1446 KUH Perdata adalah, pembatalan atas perjanjian yang telah dibuat antara kedua belah pihak yang melakukan perjanjian, dapat dimintakan pembatalannya kepada Hakim, bila salah satu pihak yang melakukan perjanjian itu tidak memenuhi syarat subyektif yang tercantum pada syarat sahnya perjanjian.Menurut Prof. Subekti permintaan pembatalan perjanjian yang tidak memenuhi syarat subyektif dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
Secara aktif menuntut pembatalan perjanjian tersebut di depan hakim;
Secara pembelaan maksudnya adalah menunggu sampai digugat di depan hakim untuk memenuhi perjanjian dan baru mengajukan kekurangan dari perjanjian itu.
Berlakunya suatu syarat batal
Menurut pasal 1265 KUH Perdata, syarat batal adalah suatu syarat yang apabila terpenuhi, menghentikan perjanjian dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula seolah-olah tidak penah terjadi perjanjian.
Lewat waktu
Menurut pasal 1946 KUH Perdata, daluwarsa atau lewat waktu adalah suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perjanjian dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.Dalam pasal 1967 KUH Perdata disebutkan bahwa segala tuntutan hukum, baik yang bersifat kebendaan, maupun yang bersifat perseorangan hapus karena daluwarsa dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun. Dengan lewatnya waktu tersebut, maka perjanjian yang telah dibuat tersebut menjadi hapus
Contoh Surat Perjanjian Pengadaan Barang (Kotrak Supplier)
Pada hari Senin, 23 April 2015 yang bertanda tangan di bawah ini.
Nama :
Perusahaan :
Jabatan :
Alamat :
Phone/fax :
Mobile :
Email :
Bertindak atas dan untuk [nama perusahaan] untuk selanjutnya disebut sebagai pihak kesatu atau sebagai fo (factory outlet).
Nama :
Perusahaan :
Jabatan :
Alamat :
Phone/fax :
Mobile :
Email :
Bertindak atas dan untuk [nama perusahaan] untuk selanjutnya disebut sebagai pihak kedua atau sebagai supplier barang.
Kedua belah pihak sepakat untuk mengadakan suatu perjanjian kerjasama dalam bidang penjualan dan pendistribusian produk berupa (_____Jenis produk atau barang____) dan untuk mewujudkan kelancaran kerjasama tersebut, maka kedua belah pihak sepakat untuk dan mentaati pasal-pasal sebagai berikut:
Pasal I
Pihak-pihak
Pihak kesatu dalam perjanjian ini bertindak sebagai outlet atau dealer di mana pihak kesatu berhak menerima serta menjual produk yang di keluarkan pihak kedua.
Pihak kedua dalam perjanjian ini bertindak sebagai suplier yang menyedikan dan menyuplai t-shirt,jaket, sweater, sandal, sepatu, topi dll kepada pihak kesatu.
Pasal II
Konsinyasi
Pihak kedua memberikan konsigmen sebesar 25 % untuk penjualan di pihak kesatu yang merupakan share/discount yg diberikan kepada pihak kesatu.
Pasal III
Pengiriman dan Penarikan
Pengiriman barang dari pihak kedua (suplier) kepada pihak kesatu, biaya pengiriman di tanggung oleh pihak kedua.
Apabila ada peraturan barang bisa langsung di kirim ke alamat yang tertera di atas yang di tanggung oleh pihak kesatu.
Pihak kedua berhak atas kehendak sendiri untuk menarik kembali ( me-retur) produk yg dikirimkan/dititipkan pada pihak kesatu bila suatu waktu di perlukan.
Apabila pihak kedua meminta retur barang dari pihak pertama, maka pihak pertama harus menyetujui dan menanggung biaya kirim barang yang diretur tersebut.
Pasal IV
Hak dan Kewajiban
Pihak kesatu bertanggung jawab tehadap keberadaan/kondisi barang-barang yang dititipkan,serta akan memberi laporan administrasi secara rutin dan professional kepada pihak kedua.
Pihak kesatu tidak merubah,menghilangkan,menutupi,merusak atau membuat cacat tanda-tanda termasuk merek dagang atau nama dagang yang tertera pada setiap barang yang dititipkan oleh pihak kedua.
Pembayaran terhadap penjulan produk pihak kedua dilakukan pihak kesatu berupa pembayaran tunai atau via transfer berdasarkan realisasi penjualan sebenarnya pada tanggal 1-5 setiap bulannya
Sale report bisa dikirim via email
Pihak kedua berhak meminta bukti/nota pembayaran untuk produk yang terjual di pihak kesatu.
Pasal V
Perselisihan dan Penyelesaian
Apabila terjadi perselisihan di kemudian hari,maka kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan dengan musyawarah untuk mufakat
Apabila ada hal-hal yang tidak atau belum diatur dalam Perjanjian ini dan juga jika terjadi perbedaan penafsiran atas seluruh atau sebagian dari Perjanjian ini, maka kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah untuk mufakat.
Jika penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat juga ternyata tidak menyelesaikan perselisihan tersebut, maka perselisihan tersebut akan diselesai-kan secara hukum yang berlaku di Indonesia, dan oleh karena itu kedua belah pihak memilih tempat tinggal yang tetap dan seumumnya di Kepaniteraan Pengadilan Negeri _____ .
.
Pasal VI
Ketentuan
Pihak pertama dan pihak kedua tunduk pada ketentuan dan pasal-pasal yang ada.
Perjanjian ini berlaku sejak di tandatangani oleh kedua belah pihak sampai adanya perubahan atau pertimbangan dari salah satu pihak,dan berakhir sampai kerja sama selesai.
Demikian Perjanjian ini dibuat dan ditandatangani oleh kedua belah pihak pada hari dan tanggal tersebut di atas, dibuat rangkap dua bermeterai cukup untuk masing-masing pihak yang mempunyai kekuatan hukum yang sama.
Surabaya, 19 Juli 2010
Pihak Pertama Pihak Kedua
Sumber:
http://legalbanking.wordpress.com/materi-hukum/dasar-dasar-hukum-perjanjian/http://lista.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/19365/Hukum+Perjanjian.pdf
http://fadhilhadzamimuhammad.blogspot.com/2013/04/hukum-perjanjian.html
http://aryanhanantolegal.blogspot.com/2013/01/anatomi-perjnjiankontrak.html
http://sciencebooth.com/2013/05/27/jenis-jenis-perjanjian-dari-berbagai-segi/
http://deanazcupcup.blogspot.com/2011/04/bentuk-bentuk-perjanjian-dan-fungsi.html
[Author]