v
2
http://www.kemenperin.go.id
http://ekanurdiyanto.com
Sadono Sukirno.2006."Makro Ekonomi:Pengantar Teori".Jakarta:Raja Grafindo Persada
Dumairy.1996."Perekonomian Indonesia".Jakarta : Erlangga
Weiss. 1988.
Tulus T.H Tambunan. 2012. Perekonomian Indonesia". Bogor: Ghalia Indonesia
Tulus T.H Tambunan. 2012. "Perekonomian Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia
Kusreni,Sri.2009."Pengaruh Perubahan Struktur Ekonomi Terhadap Spesialisasi Sektoral Dan Wilayah Serta Struktur Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral Untuk Daerah Perkotaan Di Jawa Timur".Majalah Ekonomi. FE Universitas Airlangga
Kentut. 2001. Perubahan Struktur Ekonomi dan Kesempatan Kerja Serta Kualitas Sumberdaya Manusia Di Indonesia. Bogor : Pusat analisis sosial ekonomi dan kebikan pertanian
Dumairy.1996."Perekonomian Indonesa".Jakarta:Erlangga
Universitas Sumatra Utara dalam Handuot peran pertanian di Indonesia
Utomo,Tri Widodo W._."Tansformasi Struktural Perekonomian Indonesia Pada Tahun 2020: Permasalahan Dan Tantangan".Jurnal Ekonomi
Tri Pambudi. Andi. 2009. Pergeseran Struktur Perekonomian Atas Dasar Penyerapan Tenaga Kerja Di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Ekonomi UNDIP
Kariyasa, Ketut. 2003. Perubahan Struktur Ekonomi dan Kesempatan Kerja Serta Kualitas Sumberdaya Manusia Di Indonesia. Pusat analisis sosial ekonomi dan kebikan pertanian: Bogor
22
20
Peran Per Sektor Terhadap PDB
Th. 1998-2013 (%)
Peran Per Sektor Terhadap PDB
Th. 1969-1988 (%)
MAKALAH
STRUKTUR EKONOMI INDONESIA
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Perekonomian Indonesia
Diampu oleh Bapak Dr. A. Jajang W. Mahri, M.Si
Oleh :
Mutia Farida 1100952
Catur Sagung Cahyani 1103624
Nur Asiah Jamil 1106450
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2014
ABSTRAK
"Sturuktur Ekonomi di Indonesia"
Penulis : Mutia Farida
Catur Sagung C
Nur Asiah Jamil
Pembimbing : Dr. A. Jajang W. Mahri, M.Si
Pertumbuhan ekonomi telah mengakibatkan perubahan struktur perekonomian. Transformasi struktural merupakan proses perubahan struktur perekonomian dari sektor primer ke sektor sekunder, seperti halnya yang terjadi di Indonesia. Perubahan struktur dari tradisional menjadi modern secara umum dapat dilihat sebagai suatu perubahan yang berkaitan dengan komposisi pergeseran penyerapan tenaga kerja dan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)Indonesia.
Makalah ini disusun untuk mengetahui bagaimana tarnsformasi struktur ekonomi Indonesia pada tiga periode yaitu periode orde lama periode orde baru dan periode reformasi hingga pemerintahan SBY. Data yang digunakan dalam makalah ini data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS). Penyajian materi struktur ekonomi Indonesia dalam makalah ini ditinjau dari aspek makro sektoral, aspek keruangan, aspek penyelenggaraan kenegaraan dan aspek birokrasi.
Hasil pembahasan makalah ini mendapatkan hasil 1) Struktur ekonomi pada era orde lama dari aspek makro sektoral masih bercorak pertanian, kemudian dari aspek keruangan bercorak tradisional, sedangkan aspek penyelenggaraan bercorak etatis dan aspek birokrasi struktur ekonomi Indonesia bercorak sentralis. 2) Struktur ekonomi pada era orde baru dari aspek makro sektoral struktur ekonomi Indonesia mengalami transformasi dari yang bercorak pertanian perlahan menuju industri, kemudian dari aspek keruangan mengalami transformasi dari bercorak tradisional menuju modern, sedangkan aspek penyelenggaraan juga mengalami transformasi dari semula bercorak etatis menuju borjuis dan aspek birokrasi struktur ekonomi Indonesia masih bercorak sentralis. 3) Struktur ekonomi pada era reformasi sampai SBY dari aspek makro sektoral struktur ekonomi Indonesia bercorak industri namun terkadang sektor pertanian unggul kembali, kemudian dari aspek keruangan bercorak modern, sedangkan aspek penyelenggaraan bercorak egaliter dan aspek birokrasi struktur ekonomi Indonesia mengalami perubahan dari semula bercorak sentralis berubah menuju desentralis.
Kata Kunci : Struktur Ekonomi, Transformasi Struktur Ekonomi, Makro
Sektoral, Etatis, Borjuis, Egaliter.
KATA PENGANTAR
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah yang berjudul "Struktur Ekonomi Indonesia".
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Perekonomian Indonesia. Dalam upaya penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat waktunya.
Alhamdulillah makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, baik ditinjau dari segi isi maupun penulisan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Akhir kata, tidak ada yang sempurna kecuali Allah SWT, semoga buah karya ini dengan segala kekurangannya dapat mengisi khazanah kepustakaan kita, Allahuma Amiiin.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.
Bandung, Oktober 2014
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GRAFIK v
1. Pendahuluan 1
2. Konsep Struktur Ekonomi 1
3. Perubahan Struktur Ekonomi 3
4. Struktur Ekonomi Indonesia Masa Orde Lama (1945-1966) 13
5. Struktur Ekonomi Indonesia Masa Orde Baru (1966-1998) 15
6. Struktur Ekonomi Indonesia Masa Reformasi sampai SBY (1998-2013) 23
6.1 Struktur Ekonomi Dari Tinjauan Makro-Sektoral 23
6.2 Struktur Ekonomi Dari Tinjauan Keruangan 26
6.3 Struktur Ekonomi dari Tinjauan Penyelenggaraan Kenegaraan 27
Struktur Ekonomi dari Tinjauan Birokrasi Pengambilan Keputusan 28
7. Kesimpulan 30
8. Saran 31
DAFTAR PUSTAKA vi
GLOSARIUM viii
LAMPIRAN xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perkembangan Masing-Masing Sektor Terhadap PDB 27
Tabel 2.2 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Masing-Masing Sektor 28
Tabel 2.3 Rasio Antara Penyerapan Tenaga Kerja Terhadap Pangsa dengan PDB pada Masing-Masing Sektor 29
DAFTAR GRAFIK
Grafik 2.1. Peran Per Sektor Terhadap PDB Th. 1969-1988 (%) 23
Grafik 2.2. Peran Per Sektor Terhadap PDB Th. 1988-2013 (%) 32
Grafik 2.3. Data Penyerapan Tenaga Kerja 33
Pendahuluan
Indonesia kini masih menjadi negara berkembang, dimana Struktur Perekonomian Indonesia masih belum adaptif dalam menghadapi perekonomian dunia yang tak stabil dan tak bisa diprediksi. Padahal, kelenturan struktur ekonomi nasional mutlak dibutuhkan agar Indonesia bisa bertahan hidup di tengah ketatnya persaingan global.
Selanjutnya menurut Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Suryo B Sulisto di era pasar bebas, pengertian perekonomian kuat di suatu negara bukan perekonomian dengan benteng-benteng kokoh untuk melindungi dirinya dari serangan eksternal.
Namun, perekonomian dengan struktur yang mudah bergerak dan mudah diubah setiap waktu dengan cepat. "Kemampuan Indonesia untuk cepat berubah setiap kali terjadi perubahan selama ini masih sangat lemah. Kemampuan dinamis menjadi prasyarat mutlak untuk bertahan hidup dalam kondisi perekonomian dunia yang tidak stabil dan tak bisa diprediksi," katanya.
Dengan kemampuan melakukan perubahan struktur perekonomian secara cepat, Masyarakat Ekonomi ASEAN ataupun globalisasi bukan merupakan ancaman, melainkan peluang besar bagi Indonesia.Tentu dengan strategi untuk meraihnya. Strategi yang diperlukan adalah strategi yang mampu mendinamisasi potensi unggulan yang dimiliki Indonesia. Hal itu misalnya potensi sumber daya alam menjadi sumber bahan baku industri. Faktor demografi menjadi pasar dengan skala besar yang kompetitif serta menjadi sumber tenaga kerja yang produktif.
Konsep Struktur Ekonomi
Struktur ekonomi secara sederhana dapat diartikan sebagi peran atau sumbangan sektor-sektor dalam perekonomian Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Kemudian menurut Eka Nurdiano Struktur ekonomi dapat diartikan sebagai komposisi peranan masing-masing sektor dalam perekonomian baik menurut lapangan usaha maupun pembagian sektoral ke dalam sektor primer, sekunder dan tersier.
Hal tersebut dijelaskan oleh Sadono Sukirno (2006) bahwa, berdasarkan lapangan usaha maka sektor-sektor ekonomi dalam perekonomian Indonesia dibedakan dalam tiga kelompok utama yaitu:
Sektor primer, yang terdiri dari sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan dan penggalian.
Sektor sekunder, terdiri dari industri pengolahan, listrik, gas dan air, bangunan.
Sektor tertier, terdiri dari perdagangan, hotel, restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, sewa dan jasa perusahaan, jasa-jasa lain (termasuk pemerintahan).
Menurut Dumairy (1996) Struktur ekonomi dapat dilihat setidak tidaknya berdasarkan empat sudut tinjauan yaitu:
Pertama, tinjauan makro-sektoral, sebuah perekonomian dapat berstruktur misalnya agraris, industrial atau niaga tergantung pada sektor produksi yang menjadi tulang punggung perekonomian yang bersangkutan.
Kedua, tinjauan keruangan, perekonomian dapat dinyatakan berstruktur tradisional dan berstruktur modern. Hal ini bergantung pada apakah wilayah pedesaan dengan teknologinya yang tradisional mewarnai kehidupan perekonomian itu, ataukah wilayah perkotaan dengan teknologinya yang sudah relative modern yang mewarnainya.
Ketiga, tinjauan penyelenggaraan kenegaraan, perekonomian yang berstruktur etatis, egaliter, atau borjuis. Etatis ialah struktur ekonomi dimana pemerintah yang berperan sebagai pelaku utama dalam perekonomian. Egaliter ialah struktur perekonomian dimana rakyatlah yang berperan lebih banyak dalam suatu perekonomian. Borjuis ialah dimana kalangan pemodal dan usahawan yang berperan lebih banyak dalam suatu perekonomian.Struktur ini bergantung pada siapa atau kalangan mana yang menjadi pemeran utama dalam perekonomian yang bersangkutan.
Keempat, tinjauan birokrasi pengambilan keputusan, pengambilan keputusan dapat dibedakan antara struktur ekonomi yang sentralistis dan yang desentralistis. Ekonomi sentralistis ialah suatu pengambilan keputusan ataupun kebijakan yang ditentukan dan dikeluarkan oleh pusat dalam hal ini yaitu pemerintah. Sedangkan desentralistis dalam pengambilan keputusan ataupun kebijakan ditentukan oleh pemerintah daerah ataupun regional.
Dua tinjauan pertama merupakan tinjauan ekonomi murni yaitu tinjauan makro sektoral dan tinjauan keruangan, sedangkan dua tinjauan yang terakhir merupakan tinjauan politik, yaitu tinjauan penyelenggaraan dan tinjauan birokrasi.
Perubahan Struktur Ekonomi
Menurut Weiss Pembangunan ekonomi jangka panjang dengan pertumbuhan PDB akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi tradisional dengan pertanian sebagai sector utama ke ekonomi modern yang didomonasi oleh sektor-sektor non-primer, khususnya industri manufaktur dengan increasing returns to scale (relasi positif antara pertumbuhan output dan pertumbuhan produktivitas) yang dinamis sebagai motor utama penggerang pertumbuhan ekonomi. Ada kecendeungan (dapat dilihat sebagai suatu hipotesis), bahwa semakin tinggi laju pertumbuhan ekonomi yang membuat semakin tinggi pendapatan masyarakat per kapita, maka semakin cepat perubahan struktur ekonomi, dengan asumsi faktor-faktor penentu lain yang mendukung proses tersebut, seperti manusia (tenaga kerja), bahan baku dan teknologi tersedia.
Meminjam istilah Kuznets, perubahan struktur ekonomi, pada umumnya disebut transformasi struktural dan dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian perubahan yang saling terkait satu dengan lainnya dalam komposisi permintaan agregat, perdagangan luar negeri (ekspor dan impor), penawaran agregat (produksi dan penggunaan faktor-faktor produksi yang diperlukan guna mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Teori perubahan struktur ekonomi:
Teori Arthur Lewis ( Teori Migrasi )
Teori ini membahas pembangunan di pedesaan (perekonomian tradisional dengan pertanian sebagai sector utama) dan perkotaaan (perekonomian modern dengan industry sebagai sector utama).
Di pedesaan tingkat pertumbuhan penduduk sangat tinggi, sehingga kelebihan supply tenaga kerja dan tingkat hidup yang subsistence, sehingga produk marjinalnya sama dengan nol dengan upah yang rendah. Produk marjinal = 0 berarti fungsi produksi sectok pertanian telah optimal. Jika jumlah TK > dari titik optimal, maka produktivitas menurun dan upah menurun. Dengan mengurangi jumlah tenaga kerja yang terlalu banyak dibandingkan tanah dan capital tidak merubah jumlah outputnya.
Diperkotaan, sektor industri kekurangan tenaga kerja, sehingga produktivitas tenaga kerja menjadi tinggi dan nilai produk marjinalnya positif yang menunjukkan fungsi produksinya belum mencapai titik optimal, sehingga upahnya juga tinggi. Perbedaan upah ini menyebabkan migrasi atau urbanisasi tenaga kerja dari desa ke kota, sehingga upah tenaga kerja meningkat dan akhirnya pendapatan negara meningkat.Pendapatan yang meningkat meningkatkan permintaan makanan (output meningkat) dan dalam jangka panjang pereonomian pedesaan tumbuh dan permintaan produk industry dan jasa meningkat yang menjadi motor utama pertumbuhan output dan diversifikasi produk non pertanian.
Relasi antara upah riil dan jumlah tenaga kerja di dalam perekonomian perdesaan (sektor pertanian) dapat dijelaskan dengan menggunakan sebuah model ekonometris sederhana mengenai dinamika pasar tenaga kerja yang terdiri atas tiga persamaan.
LPD = Fd(wp,YP)
(3.22)
+
LPS = FS(wP)
(3.23)
+
LPD = LPS = LP
(3.24)
Persamaan (3.22) adalah permintaan tenaga kerja (LPD) yang merupakan suatu fungsi negatif dan tingkat upah (wP ) (Fd'wP > 0), 49 dan positif dari volume produksi pertanian (YP) (Fd'YP > 0). 50 persamaan (3.23) adalah penawaran tenaga kerja (LPS) yang merupakan suatu fungsi positif dari tingkat upah (Fw'wP). Sedangkan persamaan (3.24) mencerminkan keseimbangan di pasar tenaga kerja, dan menghasilkan tingkat w (W setelah dikoreksi dengan inflasi dan jumlah tenaga kerja tertentu. Model ini juga bisa diterapkan untuk sektor industri di perkotaan.
Nilai MP nol artinya fungsi produksi sektor pertanian (disebut juga sektor perdesaan), seperti yang digambarkan di persamaan (3.25) telah sampai pada tingkat optimal, dan jika jumlah tenaga kerja lebih besar daripada di titik optimal tersebut maka berlaku hukum penghasilan menurun: semakin banyak orang bekerja di sektor pertanian, semakin rendah tingkat produktivitas tenaja kerja (YP/LP), atau total produksi yang dihasilkan di sektor tersebut (FY"<0).
YP = FYP (LP)
(3.25)
+
Dalam kondisi seperti ini, pengurangan jumlah tenaga kerja tidak akan mengurangi jumlah output di sektor tersebut, karena proporsi tenaga kerja terlalu banyak dibandingkan proporsi input lain seperti tanah dan capital. Akibat kelebihan pekerja ini, upah atau tingkat pendapatan di pertanian/ perdesaan menjadi sangat rendah. Sebaliknya, di perkotaan, sektor industri mengalami kekurangan pekerja (LiS
Perbedaan upah di pertanian atau perdesaan dengan di industri/perkotaan (WP
YP). Secara agregat, berpindahnya sebagian tenaga kerja dari sektor dengan upah rendah ke sektor dengan upah tinggi membuat pendapatan di Negara bersangkutan meningkat. Besamaan dengan peningkatan pendapatan tersebut, permintaan terhadap makanan (DP) meningkat, dan ini menjadi faktor pendorong utama pertumbuhan output di sektor tersebut dari sisi permintaan agregat; dan dalam jangka panjang perekonomian perdesaan mengalami pertumbuhan. Di pihak lain, terjadi pola perubahan permintaan konsumen, seperti masyarakat atau pekerja yang mengalami peningkatan pendapatan yang mengonsumsikan sebagian besar dari pendapatannya untuk berbagai macam produk-produk industri dan jasa (Di). Perubahan pola konsumsi ini menjadi motor utama pertumbuhan output dan diversifikasi produksi di sektor-sektor non-pertanian.
Teori Hollis Chenery (Teori transformasi structural atau pattern of development)
Kerangka pemikiran teori Chenery pada dasarnya sama seperti pada model Lewis. Teori Chenery, dikenal dengan teori pola pembangunan. Teori ini memfokuskan pada perubahan struktur ekonomi di negara berkembang yang mengalami transformasi dari pertanian tradisional ke sektor industri sebagai penggerak utama pertumbuhan. Penelitian Chenery menunjukkan peningkatan pendapatan perkapita merubah:
Pola konsumsi dari makanan dan kebutuhan pokok ke produk manufaktur dan jasa.
Akumulasi capital secara fisik dan SDM.
Perkambangan kota dan industri.
Penurunan laju pertumbuhan penduduk.
Ukuran keluarga yang kecil
Sektor ekonomi didominasi oleh sektor nonprimer terutama industry
Chenery menyatakan bahwa proses transformasi struktural dapat dipercepat jika pergeseran pola permintaan domestic kearah produk manufaktur dan diperkuat dengan ekspor.
Perubahan struktur ekonomi berbarengan dengan pertumbuhan PDB yang merupakan total pertumbuhan nilai tambah bruto (NTB) dari semua sektor ekonomi dapat dijelaskan sebagai berikut. Dengan memakai persamaan (3.7), dimisalkan di suatu ekonomi hanya ada dua sektor, yaitu industri dan pertanian dengan NTB masing-masing, yaitu NTBi dan NTBP yang membentuk PDB:
PDB = NTBi + NTBP
(3.7')
atau,
1 = [a(t)i+a(t)P]PDB
(3.26)
Dimana: a(t)i dan a(t)P adalah pangsa PDB masing-masing dari industri dan pertanian; t menunjukkan periode. Pada tahap 'awal' pembangunan (t=0), sebelum industrialisasi dimulai atau sektor industri belum berkembang: a(0)ia(1)P, dimana a(1)i>a(0)P dan a(1)P
Menurut Chenery (1992), proses transformasi struktural akan mencapai tarafnya yang paling cepat bila pergeseran pola permintaan domestik ke arah output industri manufaktur diperkuat oleh perubahan yang serupa dalam komposisi perdagangan luar negeri atau ekspor sebagaimana yang terjadi di kelompok NICS, seperti Korea Selatan, Taiwan, Singapura dan Hongkong-Cina. Dalam modal transformasi struktural, relasi antara pertumbuhan output di sektor industri manufaktur, pola perubahan permintaan domestik kea rah output industri dan pola perubahan perdagangan luar negeri dapat digambarkan dalam suatu persamaan sederhana sebagai berikut (Chenery, 1979, 1992).
Yi=Di+(Xi-Mi)+jYij
(3.27)
Di mana:
Yi = jumlah output bruto dari industri manufaktur,
Di = permintaan domestik terhadap produk akhir (konsumsi plus investasi) dan industri manufaktur,
(Xi-Mi) = volume perdagangan netto (ekspor minus impor produk kompetitif),
jYij = jaijYij = penggunaan produk industri manufaktur sebagai barang antara oleh sektor j,
aij = koefisien input-output, yang diasumsikan bervariasi sehubungan dengan variasi tingkat pendapatan per kapita.
Kenaikan produksi sector manufaktur merupakan kontribusi 4 faktor:
Kenaikan permintaan domestik, yang memuat permintaan langsung untuk produk industri manufaktur plus efek tidak langsung dari kenaikan permintaan domestik untuk produk sektor-sektor lainnya terhadap sektor industri manufaktur.
Perluasan ekspor (pertumbuhan dan diversivikasi), atau efek total dari kenaikan jumlah ekspor terhadap produk industri manufaktur.
Substitusi impor, atau efek total dari kenaikan proporsi permintaan di tiap sektor yang dipenuhi lewat produksi domestik terhadap output industri manufaktur.
Perubahan teknologi, atau efek total dari perubahan koefisien input-output (aij) di dalam perekonomian akibat kenaikan upah dan tingkat pendapatan terhadap sektor industri manufaktur.
Kelompok negara berkembang mengalami proses transisi ekonomi yang pesat dengan pola dan proses yang berbeda-beda sebagai akibat dari perbedaan antar negara:
Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri (basis ekonomi). Suatu Negara yang pada awal pembangunan ekonomi atau industrialisasinya sudah memiliki industri-industri dasar, seperti mesin, besi, dan baja yang relative kuat akan mengalami proses industrialisasi yang lebih pesat/cepat dibandingkan Negara yang hanya memiliki industri-industri ringan, seperti tekstil, pakaian jadi, alas kaki, makanan dan minuman.
Besarnya pasar dalam negeri. Besarnya pasar domestik ditentukan oleh kombinasi antar jumlah populasi dan tingkat pendapatan riil perkapita. Pasar dalam negeri yang besar, seperti Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta orang (walaupun tingkat pendapatan per kapita rendah), merupakan salah satu faktor insentif bagi pertumbuhan kegiatan ekonomi, termasuk industri, karena menjamin adanya skala ekonomis dan efisiensi dalam proses produksi (dengan asumsi bahwa faktor-faktor penentu lainnya mendukung).
Pola distribusi pendapatan. Faktor ini sangat mendukung faktor pasar di atas. Walaupun tingkat pendapatan rata-rata per kapita naik pesat, tetapi kalau distribusinya sangat pincang, kenaikan pendapatan tersebut tidak terlalu berarti bagi pertumbuhan industri-industri selain industri-industri yang membuat barang-barang sederhana, seperti makanan dan minuman, sepatu dan pakaian jadi (tekstil). Misalnya, kalau hanya 20% dari PDB atau PN dinikmati oleh 80% dari jumlah penduduk (berarti kelompok kaya 20% dari jumlah populasi), maka sesuai teori Engel mengenai perbedaan elastisitas pendapatan terhadap permintaan antara barang-barang dari kategori ferior dan inferior, maka permintaan efektif terhadap barang-barang dari kategori pertama tersebut kecil, dan ini tidak terlalu merangsang pertumbuhan industri-industri yang membuat barang-barang tersebut.
Karakteristik dari industrialisasi. Misalnya, cara pelaksanaan atau strategi pengembangan industri yang diterapkan, jenis industri yang diunggulkan, pola pembangunan industri, dan insentif yang diberikan. Aspek-aspek ini biasanya berbeda antarnegara yang menghasilkan pola industrialisasi yang juga berbeda antarnegara.
Keberadaan SDA. Ada kecenderungan bahwa Negara yang kaya SDA mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah atau terlambat melakukan industrialisasi, atau tidak berhasil melakukan diversivikasi ekonomi (perubahan struktur) dari pada Negara yang miskin SDA. Contoh, Indonesia yang awalnya sangat mengandalkan kekayaan DSA-nya terutama migas dapat dikatakan relatif terlambat melakukan industrialisasi dibandingkan Negara-negara kecil dan miskin SDA di Asia Tenggara dan Timur, seperti Jepang, Singapura, Korea Selatan, dan Taiwan.
Kebijakan perdagangan luar negeri. Fakta menunjukkan bahwa di Negara yang menerapkan kebijakan ekonomi ertutup (inward looking), pola dan hasil industrialisasinya berbeda dibandingkan di Negara-negara yang menerapkan kebijakan ekonomi terbuka (outward looking). Banyak negara berkembang, termasuk Indonesia, pada awal pembangunan menerapkan kebijakan protektif terhadap sektor industrinya, kebijakan yang umum disebut kebijakan substitusi impor. Hasilnya, sektor industri mereka berkembang tidak efisien, sangat tergantung pada tingkat diversivikasi rendah, khususnya lemah dikelompok industri-industri tengah, seperti industri barang modal, input perantara, dan komponen-komponen untuk kelompok industri-industri hilir, pada umumnya menerapkan sistem produksi assembling. Sedangkan Negara-negara berpendapatan di Asia Tenggara dan Timur, seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Singapura, dan Hong Kong-China yang menerapkan kebijakan ekonomi terbuka atau kebijakan promosi ekspor sangat berhasil dalam struktur ekonomi mereka dengan tingkat efisiensi dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam periode yang relative tidak terlalu lama.
Sebagai rangkuman dari pembahasan diatas, dalam perubahan struktur ekonomi atau proses transformasi ekonomi, berbarengan dengan peningkatan pendapatan nasional rata-rata per kapita yang selanjutnya merubah selera masyarakat atau konsumen, yang didorong oleh kemajuan teknologi dan peningkatan kualitas SDM, kontribusi sektor-sektor primer terhadap pembentukan PDB secara relatif berkurang sedangkan kontribusi sektor-sektor sekunder dan tersier meningkat terus.
Perubahan distribusi PDB menurut sektor atau pergeseran dari sektor-sektor primer ke sektor-sektor non-primer semakin cepat didorong oleh perpindahan atau realokasi faktor-faktor produksi seperti modal dan tenaga kerja dari kelompok sektor-sektor pertama tersebut ke kelompok sektor-sektor kedua itu.
Realokasi tersebut dipicu oleh perbedaan harga, profit dan upah riil antara sektor-sektor primer yang lebih rendah dengan sektor-sektor non-primer yang lebih tinggi. Karena profit di sektor-sektor non-primer lebih tinggi dibandingkan di sektor-sektor primer, maka terjadi akumulasi modal yang pesat di kelompok sektor kedua tersebut. Juga urbanisasi terjadi mengikuti perubahan struktur ekonomi dan terjadi migrasi yang pesat dari perdesaan yang merupakan lokasi dari sektor-sektor primer ke perkotaan yang menjadi pusat dari kegiatan-kegiatan ekonomi non-primer
Teori Clark
Aspek penting lain dari perubahan struktural adalah sisi ketenagakerjaan bahwa pertumbuhan ekonomi melalui 2 proses transformasi dapat dicapai melalui peningkatan produktivitas tenaga kerja di setiap sektor dan transfer tenaga kerja dari sektor yang produktivitas tenaga kerjanya rendah ke sektor yang produktivitas tenaga kerjanya lebih tinggi
Peningkatan kegiatan ekonomi di berbagai sektor akan memberikan dampak baik langsung maupun tidak langsung terhadap penciptaan lapangan kerja. Tanggung jawab ideal dari dunia kerja adalah bagaimana dapat menyerap sebesar-besarnya tambahan angkatan kerja yang terjadi setiap tahun, dengan tetap memperhatikan peningkatan produktivitas pekerja secara keseluruhan. Sebab dengan meningkatnya produktivitas, diharapkan upah juga meningkat sekaligus kesejahteraan pekerja dapat diperbaiki.
Perubahan struktural tersebut juga memberikan dampak tidak langsung terhadap perubahan struktur ketenagakerjaannya. Ketidakserasian antara perkembangan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, secara umum akan menimbulkan kelemahan pada sistem penawaran dan permintaan tenaga kerja. Untuk mengetahui secara lebih mendalam masalah-masalah ketenagakerjaan ini, perlu dikaji hubungan dan keterkaitan antara perkembangan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja dengan implikasinya pada perubahan struktur ekonomi.
Dalam pembahasan ini dasar teori yang kami gunakan adalah menggunakan dasar teori dari Dumairy, yang ia menyatakan bahwa struktur ekonomi dapat dilihat dari empat tijauan yaitu:
Tinjauan Makro Sektoral
Berdaasarkan tinjauan makro sektoral sebuah perekonomin dapat berstruktur, agraris, industrial atau niaga tergantung pada sektro produksi apa atau mana yang menjadi tulang punggung perekonomian yang bersangkutan.
Tinjauan Keruangan
Berdasarkan tinjauan keruangan (spasial) suatu perekonomian dapat dinyatakan berstruktur kedesaan atau tradisional dan berstruktur kekotaan atau moderen. Hal intu bergntung pada apakah wilaah pedesaan dengan teknologinya yag tradisional yang mewarnai perekonomian itu ataukan wilayah perkotaan dengan teknologinya yang sudah relatif moderen yang mewarnainya.
Tnjauan Penyelenggaraan
Dari tinjauan ini orang dapat pula melihatnya menjdi perekonomian yang berstruktur etatis, egaliter atau borjuis. Predikat struktur ni tergantung pada siapa atau kalangan mana yang menjadi pemeran utama dengan perekonomian yang bersangkutan. Apakah pemerintah ataua negara, ataukah rakyat kebanyakan, ataukah kalangan pemodal dan usahawan (kapitalis).
Tinjauan Birokrasi
Dengan sudut tinjauan in, dapat dibedakan antara struktur ekonomi yg sentralistis dan desentralistis.
Struktur Ekonomi Indonesia Masa Orde Lama (1945-1966)
Pada masa orde lama perekonomian Indonesia masih dalam keadaan terpuruk dikarenakan Indonesia baru memproklamasikan kemerdekaannya sehingga kondisi perekonomiannya masih mewarisi masalah-masalah ekonomi dari peninggalan penjajahan. Selama periode 1950-an, struktur ekonomi Indonesia masih peninggalan zaman kolonialisasi. Sektor formal seperti pertambangan, distribusi, transportasi, bank, dan pertanian komersil yang memiliki kontribusi lebih besar daripada sector informal terhadap output nasional atau PDB didominasi oleh perusahaan-perusahaan asing kebanyakan berorientasi ekspor. Pada umumnya kegiatan-kegiatan ekonomi yang masih dikuasai oleh pengusaha asing tersebut relatif lebih padat capital dibandingkan kegiatan-kegiatan ekonomi yang didominasi oleh pengusaha pribumi dan perusahaan-perusahaan asing tersebut beralokasi di kota-kota besar, seperti Jakarta dan Surabaya.
Disamping itu,kondisi politik keamanan yang belum mantap,menyebabkan tingkat perkembangan ekonomi menjadi terhambat. Inilah yang menjadikan kondisi perekonomian Indonesia pada pertengahan dasawarsa 1960-an sebagai suatu masa suram.
Tingkat produksi dan investasi di berbagai sektor utama menunjukkan kemunduran semenjak tahun 1950.Pendapatan riil perkapita dalam tahun 1966 lebih rendah dari pada tahun 1938. Sektor industri yang menyumbangkan hanya 10 %dari GDPdihadapkan padamasalah pengangguran kapasitas yang serius. Pada masa ini defisit anggaran belanja negara mencapai 50 % dari pengeluaran total negara, ditambah lagi dengan penerimaan ekspor yang sangat menurun serta hiperinflasi periode 1964-1966, menjadikan Indonesia mengalami kelumpuhan perekonomian.
Selain tu, selama periode orde lama, kegiatan paroduksi di sektor pertanian dan sektor industri manufaktur berada pada tingkat yang sangat rendah karena keterbatasan kapasitas produksi dan infrastruktur pendukung, baik fisik maupun nonfisik seperti pendanaan dari bank. Akibat rendahnya volume produksi dari sisi suplai dan tingginya permintaan akibat terlalu banyaknya uang beredar di masyarakat mengakibatkan tingginya tingkat inflasi yang sempat mencapai lebih dari 300% menjelang akhir periode orde lama.
4.1 Struktur Ekonomi Dari Tinjauan Makro-Sektoral
Dilihat dari tinjauan makro sektoral berdasarkan konstribusi sektor-sektor produksi(lapangan usaha) dalam membentuk produk domestik bruto Indonesia.Pada saat orde lama perekonomian Indonesia bercorak pertanian hal tersebut dapat dilihat dari peran nilai rata-rata yang diberikan sektor petanian terhadap PDB Indonesia pada tahun 1939 adalah sebesar 61% sedangkan peran atau kontribusi ketiga sektor lainnya (industri, perdagangan dan jasa) hanya berperan sebanyak 39%.
4.2 Struktur Ekonomi Dari Tinjauan Keruangan
Dilihat dari kacamata keruangan, perekonomian Indonesia memiliki struktur kedesaan atau tradisional, dikarenakan pada masa orde lama perekonomian Indonesia masih berada pada sistem agraris yang masih terbawa masa-masa kolonialisme.
Struktur Ekonomi Dari Tinjauan Penyelenggaraan
Dilihat dari tinjauan penyelenggaraan, sejak awal perekonomian indonesia pada tahun 1945-1966, perekonomian Indonesia masih berstruktur etatis, dimana pemerintah yang berperan dominan sebagai pelaku utama perekonomian.
Struktur Ekonomi Dari Tinjauan Birokrasi
Berdsarkan tinjauan birokrasi perekonomian Indonesia berstruktur sentralis.Dalam struktur ekonomi yang sentralistis pembuatan keputusannya lebih banyak ditetapkan oleh pemrintah pusat atau kalangan atas pemerintahan. Pemerintah daerah atau kalangan pemerintahan dibawah, beserta masyarakat dan mereka yang tidak memiliki akses ke pemrintahan pusat, cenderungnya mereka hanya menjadi pelaksana saja, dan dalam pembuatan perencanaan hanya sekedar sebagai pendengar.
Struktur Ekonomi Indonesia Masa Orde Baru (1966-1998)
Menjelang tahun 1977 perekonomian Indonesia telah mengalami perubahan struktural yang cukup menyolok,sebagai akibat kebijaksanaan pemerintah yang ditunjang oleh naiknya harga minyak bumi.Selama dasawarsa setelah tahun 1965,bagian GDP atau PDB yang berasal dari sektor pertanian turun dari 52 % menjadi 35 %, sedangkan bagian GDP yang berasal dari sektor pertambangan telah melonjak dari 3,7 % menjadi 12 %.
Selanjutnya dalam sektor pertambangan, sampai dengan tahun 1985 masih memegang peran yang penting dalam pemasukan PDB bagi negara, meskipun sudah mulai mengalami penurunan. Memudarnya oil boom di pasaran dunia ini, oleh karenanya harus dicara kompensasinya dari sektor lain, baik industri dan jasa-jasa. Dan memang kedua sektor terakhir ini menunjukkan kemajuan yang progresif, dalam arti tidak pernah mengalami penurunan sedikitpun.
Sektor industri disini diartikan sebagai industri pengolahan (manufaktur ringan, manufaktur padat pemrosesan dan manufaktur padat engineering) dan industri pertanian, yang dibedakan dengan industri pertambangan. Meskipun industrialisasi di Indonesia bisa dikatakan baru mulai (dibandingkan negara berkembang lainnya seperti India dan Cina), namun telah memperlihatkan kemajuan yang menggembirakan.
Jika tolok ukur proses industrialisasi adalah sumbangan sektor manufaktur terhadap PDB, maka Indonesia baru memasuki industrialisasi tahap kedua pada akhir Repelita I (1974-1978). Hal tersebut ditunjukkan oleh bagian nilai tambah sub sektor manufaktur terhadap PDB baru mampu melampaui ambang batas 10 %pada tahun 1974,yaitu 10,4 %.
Tetapi jika tolok ukurnya adalah sektor-sektor komoditi,maka indeks industrialisasi di Indonesia baru berhasil melampaui ambang batas 20 % pada tahun 1978. Yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa proses industrialisasi haruslah diikuti dengan penyiapan keterampilan dan keahlian bagi sumber daya manusia pendukungnya,serta diarahkan kepada perlakuan yang samaantara industri besar dengan industri kecil dan menengah.
Adapun pada sektor jasa, sudah menjadi kecenderungan global bahwa produk-produk jasa unggulan sangat dipengaruhi oleh revolusi yang mencakup bidang yakni transprotasi, telekomunikasi dan travel. Inilah yang disebut dengan triple T revolution. Dorodjatun Kuntjoro Jakti menjelaskan bahwa revolusi teknologi di tiga bidang itu telah menciptakan wahana bagi pergerakan barang,jasa (services), uang dan modal, teknologi, informasi dan pergerakan penduduk semakin cepat.
Grafik 5 Peran Per Sektor Terhadap PDB Th. 1969-1988 (%)
5.1 Struktur Ekonomi Dari Tinjauan Makro-Sektoral
Dilihat dari makro sektoral berdasarkan konstribusi sektor-sektor produksi(lapangan usaha) dalam membentuk produk domestik bruto Indonesia.Pada saat orde baru perekonomian Indonesia bercorak pertanian hal tersebut dapat dilihat dari sumbangan nilai rata-rata yang diberikan sektor petanian sebesar 12.725 milyar atau 26% terhadap PDB Indonesia. Hal ini di tunjang oleh kebijakan pemerintah yaitu tertuang dalam Repelita I (1969-1974)mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974. Repelita I ini merupakan landasan awal pembangunan pertanian di orde baru. Tujuan yang ingin dicapai adalah pertumbuhan ekonomi 5% per tahun dengan sasaran yang diutamakan adalah cukup pangan, cukup sandang, perbaikan prasarana terutama untuk menunjang pertanian. Tentunya akan diikuti oleh adanya perluasan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Titik berat Repelita I ini adalah pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian. Kemudian dalam Repelita II (1974-1979)mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979. Target pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 7,5% per tahun. Prioritas utamanya adalah sektor pertanian yang merupakan dasar untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dan merupakan dasar tumbuhnya industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku. Selain itu sasaran Repelita II ini juga perluasan lapangan kerja. Repelita II berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata penduduk 7% setahun. Perbaikan dalam hal irigasi. Di bidang industri juga terjadi kenaikna produksi. Lalu banyak jalan dan jembatan yang di rehabilitasi dan di bangun. Dan perlahan mulai melakukan pergeseran pada sektor industri hal ini diperkuat oleh kebijakan pemerintah yang tertuang pada Repelita III (1979-1984) mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 April 1979 – 31 Maret 1984. Repelita III lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan yang bertujuan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala bidang. Pedoman pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan. Dan Repelita IV (1984-1989)mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 April 1984 – 31 Maret 1989. Repelita IV adalah peningkatan dari Repelita III. Peningkatan usaha-usaha untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat, mendorong pembagian pendapatan yang lebih adil dan merata, memperluas kesempatan kerja. Prioritasnya untuk melanjutkan usaha memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri. Hasil yang dicapai pada Repelita IV antara lain swasembada pangan. Pada tahun 1984 Indonesia berhasil memproduksi beras sebanyak 25,8 ton. Hasilnya Indonesia berhasil swasembada beras. Kesuksesan ini mendapatkan penghargaan dari FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985. hal ini merupakan prestasi besar bagi Indonesia. Selain swasembada pangan, pada Pelita IV juga dilakukan Program KB dan Rumah untuk keluarga.
Perkembangan struktur perekonomian Indonesia pada masa orde baru ini. Memiliki aspek penting dari transformasi struktural yaitu dari sisi ketenagakerjaan. Nasoetion (1991) dalam Amir Hidayat dan Suahasil Nazara (2005) merumuskan bahwa pertumbuhan ekonomi melalui proses transformasi dapat dicapai melalui peningkatan produktivitas tenaga kerja di setiap sektor perekonomian dan transfer tenaga kerja dari sektor yang produktivitas tenaga kerjanya rendah ke sektor yang produktivitas tenaga kerjanya lebih tinggi. Proses perubahan struktur perekonomian ditandai dengan: (1) merosotnya pangsa sektor primer (pertanian), (2) meningkatnya pangsa sektor sekunder (industri), dan (3) pangsa sektor tersier (jasa) kurang lebih konstan, namun kontribusinya akan meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi.
Para pekerja yang mengikuti kegiatan Proyek Padat Karya mendapat imbalan jasa berupa bahan pangan. Sejak 1972/1973, disamping imbalan jasa berupa pangan tersebut, diberikan pula imbalan jasa berupa uang. Program-program ini cukup mampu menampung angkatan kerja yang saat itu menganggur.tahun 1972 misalnya, program ini mampu menampung 435 ribu tenaga kerja. Program ini cukup berperan untuk mengurangi pengangguran di Indonesia. Terlebih dalam proyek padat karya ini tidak dibatasi oleh pendidikan, proyekini lebih mengutamankan kemampuan, kemauan dan keterampilan.
Peraturan dan perundangan ketenagakerjaan yang disusun dan diundangkan sepanjang era ini adalah sebagai berikut:
Undang-undang No.14 tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja
Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja, undang-undang ini membebankan secara langsung kewajiban-kewajiban untuk usaha pencegahan kecelakaan (keselamatan kerja) padatempat-tempat kerja maupun para pekerjanya
Undang-undang No.2 tahun 1971 tentang Kecelakaan Kerja, jaminan kecelakaan kerja ikut diatur didalam undang-undang ini
Undang-undang No.3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).
Disamping pelaksanaan survei pengupahan pada 1971 telah dibentuk pula Dewan Penelitian Pengupahan Nasional. Tugas lembaga ini memberi pertimbangan-pertimbangan kepada pemerintah tentang kebijakan pengupahan yang sebaiknya ditempuh, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Sedang di daerah-daerah yang terdapat banyak usaha-usaha industri dibentuk pula, Dewan Penelitian Daerah.
Memasuki masa pembangunan Lima Tahun II, secara perlahan mulai terlihat ada perubahan cara pemerintah menangani sistem ketenagakerjaan. Ada beberapa hal yang menonjol seperti:
Kebijakan industrialisasi yang dijalankan pemerintah orde baru juga mengimbangi kebijakan yang menempatkan stabilitas nasional sebagai tujuan dengan menjalankan industrial peace khususnya sejak awal Pelita III (1979-1983). menggunakan sarana yang diistilahkan dengan HPP (Hubungan Perburuhan Pancasila)
Serikat pekerja ditunggalkan dalam SPSI. Kendati Indonesia telah menerbitkan Undang-undang No.18 tahun 1956 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No.98 tahun 1949 mengenai Pelaksaaan prinsip-prinsip dari Hak untuk Berorganisasi Dan Berunding Bersama seta Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan ko[erasi No.8/EDRN/1974 dan No.1/MEN/1975 perihal Pembentukan Serikat Pekerja/Buruh di Perusahaan Swasta dan Pendaftaran Organisasi Buruh, kebebasan berserikat tidak sepenuhnya dilaksanakan pemerintah pada saat itu. Peran militer dalam praktiknya sangat bear, misalnya dalam penyelesaian perselisihan perburuhan.
Tabel 5.1. Perkembangan Masing-Masing Sektor Terhadap PDB
Tahun
Sektor
Pertanian (P)
Industri (I)
Jasa (J)
Pola
1995
16.09
41.83
42.08
J – I – P
1996
15.38
42.86
41.76
J – I – P
1997
14.79
43.18
42.03
J – I – P
1998
16.90
42.71
40.35
J – I – P
Rataan
16.15
43.03
40.82
J – I – P
r (% th)
-0.29
0.72
-0.76
Berdasarkan harga konstan 1993, pada tahun 1995 sektor jasa mampu memberikan kontribusi yang paling besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dibandingkan sektor lainnya yaitu sebesar 42,08 persen, disusul oleh sektor industri sebesar 41,83 persen dan yang relatif paling kecil adalah sektor pertanian (Tabel 1). Sehingga pada tahun ini pola struktur produksi terhadap PDB dilihat dari aspek kontribusi menurut sektor adalah J – I – P dimana J adalah jasa, I adalah industri, dan P adalah pertanian.
Mulai tahun 1996, kontrubusi terhadap PDB terbesar telah beralih dari sektor jasa ke sektor industri, sementara itu sektor pertanian masih tetap berada pada urutan ketiga, sehingga mulai tahun 1996 struktur PDB telah berubah menjadi pola I-J-P. Pada Tabel 1 tampak juga bahwa selama tahun 1995-1998 rata-rata kontribusi sektor industri, jasa dan pertanian berturut-turut 43,03 persen; 40,82 persen; dan 16,15 persen.
Pada periode yang sama, pangsa sektor pertanian dan industri masing-masing cenderung meningkat 0,29 persen dan 0,72 persen, sebaliknya pangsa sektor jasa justru mengalami penurunan sebesar 0,76 persen. Walaupun pangsa sektor pertanian cenderung mengalami peningkatan terutama selama krisis ekonomi, akan tetapi dapat diduga bahwa sektor ini sangat sulit untuk memperbaiki posisinya, mengingat pangsanya yang relatif kecil dibandingkan dua sektor lainnya.
Tabel 5.2 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Masing-masing Sektor
Tahun
Sektor (%)
Pertanian (P)
Industri (I)
Jasa (J)
Pola
1995
47.0
18.1
34.9
P-J-I
1996
52.3
19.8
27.9
P-J-I
1997
50.6
20.0
29.4
P-J-I
1998
52.3
16.1
31.6
P-J-I
Rataan
49.3
18.0
32.7
P-J-I
R (% th)
-0.95
-0.09
2.35
Sumber : BPS 1997, 2001 (diolah)
Dari aspek kesempatan tenagakerja, selama periode 1995-2001 terlihat bahwa sektor pertanian menampung hampir separuhnya (49,3%) dari total jumlah pekerja Indonesia, disusul oleh sektor jasa sekitar 33 persen, sedangkan sektor industri baru hanya sekitar 18 persen (Tabel 2.2). Selama periode 1995-1998, yang cukup menarik bahwa disamping daya tampungnya yang relatif paling rendah, pangsa penyerapan sektor industri terhadap tenagakerja juga cenderung menurun sekitar 0,09 persen terutama terjadi pada awal-awal krisis ekonomi. Demikian juga pangsa penyerapan tenagakerja dari sektor pertanian cenderung menurun sekitar 0,95 persen, sebaliknya pangsa penyerapan tenagakerja dari sektor jasa justru mengalami peningkatan sebesar 2,35 persen. Informasi ini juga menunjukkan bahwa nampaknya tidak terjadi perubahan pola struktur penyerapan tenagakerja terutama periode 1995-1998.
Berubahnya struktur pangsa masing-masing sektor terhadap PDB yang tidak dibarengi dengan adanya perubahan struktur penyerapan tenagakerja, tentunya akan berdampak terhadap rasio dari dua aspek tersebut, seperti disajikan pada Tabel 2.3. Selama periode 1995-1998 rata-rata rasio penyerapan tenagakerja dengan pangsa terhadap PDB dari sektor pertanian sebesar 3,06 dengan kisaran 2,71 – 3,42, dan untuk sektor industri rata-rata 0,42 dengan kisaran 0,38– 0,46, sementara untuk sektor jasa rata-rata 0,80 dengan kisaran 0,67 – 0,96.
Tabel 5.3. Rasio Antara Penyerapan Tenaga Kerja terhadap Pangsa dengan PDB pada Masing-Masing Sektor
Tahun
Sektor
Pertanian (P)
Industri (I)
Jasa (J)
Pola
1995
2.92
0.43
0.83
P – J - I
1996
3.40
0.46
0.67
P – J - I
1997
3.42
0.46
0.70
P – J - I
1998
3.09
0.38
0.78
P – J - I
Rataan
3.06
0.42
0.80
P – J - I
Dari tabel di atas terlihat bahwa selama periode 1995-1998 sektor pertanian "dipaksa" menyerap tenagakerja yaitu tiga kali lipat dari kemampuannya dalam berkontribusi terhadap PDB, sebaliknya sektor industri hanya mampu menyerap tenagakerja sekitar 42 persen dari kontribusi terhadap PDB, sementara itu sektor jasa hanya mampu menyerap tenagakerja baru sekitar 80 persen.
Dari infromasi di atas menunjukkan bahwa telah terjadinya perubahan struktur pangsa produksi (PDB) yang tidak diikuti oleh terjadi perubahan struktur pangsa penyerapan tenagakerja secara proporsional dan bahkan cenderung struktur pangsa penyerapan tenagakerja tidak berubah akan menyebabkan terjadi penumpukan tenagakerja pada satu sektor. Sehingga fenomena ini akan menyebabkan semakin timpangnya produktivitas yang dihasilkan yang lebih lanjut berdampak pada semakin timpangnya juga pendapatan antara pekerja di sektor pertanian dan industri.
5.2 Struktur Ekonomi Dari Tinjauan Keruangan
Dilihat dari kacamata keruangan, perekonomian Indonesia telah bergeser dari semula berstruktur kedesaan atau tradisional perlahan mulai beralih pada struktur kekotaan atau modern.
5.3 Struktur Ekonomi Dari Tinjauan Penyelenggaraan
Dilihat dari tinjauan penyelenggaraan, sejak awal perekonomian indonesia pada masa orde baru hingga pertengahan dasawarsa 1988- perekonomian Indonesia masih berstruktur borjuis, belum mengarah ke struktur perekonomian yang egaliter, karena baru kalangan pemodal dan usahawanlah yang dapat cepat menanggapi undangan pemerintah untuk berperan lebih besar dalam perekonomian nasional.
5.4 Struktur Ekonomi Dari Tinjauan Birokrasi
Berdsarkan tinjauan birokrasi perekonomian Indonesia berstruktur etatis, yaitu pemerintah atau negarra merupakan pelaku utama ekonomi.pengambilan keputusannya,struktur perekonomian Indonesia selama era pembangunan jangka panjang tahap pertama sentralis. Pembuatan keputusan lebih banyak ditetapkan oleh pemerintah pusat atau kalangan atas pemerintahan. Namun sejak awal era pembangunan jangka panjang tahap ke dua struktur ekonomi sentralis mulai berkurang kadarnya. Keinginan untuk desentralisasi dan demokrasi ekonomi kian besar.
Struktur Ekonomi Indonesia Masa Reformasi sampai SBY (1998-2013)
Pada masa reformasi pemerintahan Indonesia dibawah kendali persiden BJ. Habibie, dan pada masa pemerintah B.J. Habibie Indonesia berhasil mengatasi permasalah ekonomi yang disebabkan karena krisis ekonomi dunia yang berimbas pula pada perekonomian Indonesia.
Kemudian pemerintahan dilanjutkan oleh presiden Abdurahman Wahid yang tidak lama diturunkan dari kursi jabatannya yang kemudian digantikan oleh Megawati Soekarno Putri, ia merupakan presiden pertama wanita Indonesia.
Dan kemudian dilanjutkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono. SBY nama panggikan akrabnya, memerintah Indonesia selama 10 tahun, perekonomian Indonesia dibawah kepemimpinan SBY dan berada pada masa keemasannya. Terbukti dengan saat terjadi krisis dunia pada tahun 2008 perekonomian Indonesia tetap tangguh, gemilangnya perekonomian Indonesia ini menyebabkan investor asing tertarik untuk berinvestasi di Indonesia.
6.1 Struktur Ekonomi Dari Tinjauan Makro-Sektoral
Berdasarkan tinjauan makro-sektoral perekonomian suatu negara dapat berstruktur agraris, industri, atau jasa. Hal ini tergantung pada sektor apa yang dapat menjadi tulang punggung perekonomian negara yang bersangkutan. Dilihat secara makro sektoral dalam bentuk produk domestik bruto pada tahun 1991 struktur perekonomian Indonesia bercorak industri dan pada tahun ini steruktur ekonomia industri Indonesia sudah mulai stabil. Hal ini diperkuat dengan kebijakan pemerintahan B.J Habibie yang memprioritaskan pengembangan industri berkeunggulan kompetitif dalam rangka memulihkan perekonomian yang pada tahun 1997 terkena krisis. Perubahan struktur ekonomi Indonesia dapat dilihat pada graik dibawah ini.
Grafik 6.1. Peran Per Sektor Terhadap PDB Th. 1998-2013 (%)
Dari grafik diatas dapat dianalisis bahwa pada periode 1998-2013 PDB Indonesia masih dominan disumbang oleh sektor industri, pada periode ini sektor industri sangat stabil dalam memberikan kontribusinya terhadap PDB Indonesia, namun pada tahun 2000 ada sedikit penurunan kontribusi sektor industri terhadap PDB Indonesia. Kemudian pada tahun tahun 2006 sumbangan sektor pertanian terhadap PDB hanya tinggal sekitar 12,9%. Sedangkan sumbangan output dari indurtri pengolahan (manufaktur) terhadap pembentukan PDB pada tahun 2006 tercatat sekitar 28%, jadi sudah lebih besar dari pada pertanian, dan ini jelas mencerminkan bahwa ekonomi nasional telah mengalami suatu perubahan secara struktural dalam 3 dekade belakangan ini. Sedangkan pada tahun 2008 hingga 2010 PDB Indonesia mengalami penurunan dari sektor pertanian peternakan kehutanan perikanan hanya 4,8%, 4,1%, dan 2,9%. Sedangakan tahun 2011 dan 2012 mengalami peningkatan 3,0% dan 3,97%.
Pada sektor pertambangan dan penggalian tahun 2008 hanya 0,5% dan meningkat kembali pada tahun 2009 yakni 4,4%. Kemudian pada triwulan II 2010 menunjukkan bahwa struktur PDB Indonesia masih didomonasi oleh sektor industri manufaktur, sektor pertanian, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran, dimana masing-masing memberikan kontribusi sebesar 24,9%, 15,9% dan 13,7 dan 2011 dengan nilai 3,5% dan 1,4 %. Sementara tahun 2012 meningkat kembali yakni 1,49%.krisis.
Struktur perekonomian Indonesia yang industrialisasi pada saat ini sesungguhnya belum mutlak, tetapi masih sangat dini. Industrialisasi di Indonesia barulah berdasarkan kontribusi sektoral dalam membentuk PDB atau pendapatan nasional. Industrialisasi yang ada belum didukung dengan kontribusi sektoral dalam penerapan tenaga dan angkatan kerja. Apabila kontribusi sektoral dalam menyumbang pendapatan dan dalam penerapan tenaga kerja diperbandingkan, maka struktur ekonomi Indonesia ternyata masih dualisme.
Boeke seoang ekonom Belanda mengatakan bahwa perekonomian Indonesia masih berstruktur dualistis. Sebab dari segi penyerapan tenaga kerja dan sumber kehidupan rakyat (53,69%) masih diserap oleh sektro pertanian, sedangkan sektor industri pengolahan hanya menyerap 10,51% tenaga kerja.
Hal ini diperkuat dengan data sebagai berikut:
Grafik 6.2. Data Penyerapan Tenaga Kerja
6.2 Struktur Ekonomi Dari Tinjauan Keruangan
Pergeseran sturktur ekonomi secara makro-sektoral senada dengan pergeserannya dengan keruangan, ditinjau dari sudut pandang keruangan, struktur perekonomian telah bergeser dari struktur pedesaan menjadi struktur perkotaan. Hal ini dapat kita lihat dan kita rasakan sejak Pelita III hingga era reformasi sekarang ini. Kemajuan perekonomian di kota-kota jauh lebih besar dibandingkan dengan di pedesaan, hal ini disebabkan pembangunan industri-industri pengolahan di daerah perkotaan dan juga makin berkembangnya sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi.
Dengan demikian jumlah penduduk yang tinggal di kawasan pedesaan menjadi lebih sedikit, hal ini bukan semata-mata karena perpindahan penduduk dari pedesaan ke kota untuk bekerja di pabrik-pabrik tetapi juga karena mekar dan berkembangnya kota-kota khusunya di pulau Jawa sehingga terjadi penumpukan penduduk disini. Disamping itu juga kehidupan masyarakat sehari-hari semakin modern yang tercermin dari perilaku konsumtif masyarakat dan juga penerapan teknologi modern untuk proses produksi oleh perusahaan-perusahaan.
6.3 Struktur Ekonomi dari Tinjauan Penyelenggaraan Kenegaraan
Struktur ekonomi dapat pula melihatnya dengan tinjauan penyelenggraan kenegaraan. Ditinjau dari sini maka struktur perekonomian dapat dibedakan menjadi struktur etatis, egaliter dan borjuis. Etatis ialah struktur ekonomi dimana pemerintah yang berperan sebagai pelaku utama dalam perekonomian. Egaliter ialah struktur perekonomian dimana rakyatlah yang berperan lebih banyak dalam suatu perekonomian. Borjuis ialah dimana kalangan pemodal dan usahawan yang berperan lebih banyak dalam suatu perekonomian. Predikat ini bergantung pada siapa atau kalangan mana yang menjadi pemeranm utama dalam perekonomian yang berangkutan, yaitu bisa pemerintah/negara, bisa rakyat kebanyakan atau kalangan pemodal dan usahawan.
Struktur ekonomi Indonesia sejak awal Orde Baru hingga pertengahan dasawarsa 1980-an berstruktur etatis dimana pemerintah atau negara dengan BUMN dan BUMD sebagai kepanjangan tangannya, merupakan pelaku utama perekonomian Indonesia. Baru mulai pertengahan dasawarsa 1990-an peran pemerintah dalam perekonomian berangsur-angsur dikurangi, yaitu sesudah secara eksplisit dituangkan melalui GBHN 1988/1989 mengundang kalangan swasta untuk berperan lebih besar dlam perekonomian nasional.
Struktur ekonomi ini arahnya untuk sementara adalah ke perekonomian yang berstruktur borjuis, dan belum mengarah ke struktur perekonomian yang egaliter, karena baru kalangan pemodal dan usahawan kuatlah yang dapat dengan cepat menanggapi undangan dari pemerintah tersebut. Maka akibatnya terjadi ekonomi konglomerasi dimana hanya beberapa orang pemodal kuat yang mengendalikan sektor-sektor ekonomi di Indonesia, yang dampaknya kita rasakan sekarang yaitu ambruknya perekonomian Indonesia karena tidak terkendalinya investasi-investasi yang dananya berupa pinjaman dari luar negeri.
Pada era reformasi ini struktur ekonomi Indonesia diarahkana pada struktur ekonomi egaliter dimana seluruh penggerak roda perekonomian dilibatkan dalam membangun perekonomian Indonesia. Misalnya dengan memperkuat peran usaha-usaha koperasi, pengusaha mikro, kecil dan menengah karena mereka dianggap pelaku-pelaku ekonomi yang tahan menghadapai krisis ekonomi, dan dianggap sebagai pelaku-pelaku ekonomi yang mampu menjadi penyangga perekonomian Indonesia.
Struktur Ekonomi dari Tinjauan Birokrasi Pengambilan Keputusan
Struktur ekonomi dapat pula dilihat berdasarkan tinjauan birokrasi pengambila keputusan. Dilihat dari sudut tinjauan ini, struktur ekonomi dapat dibedakan menjadi struktur ekonomi yang terpusat (sentralisasi) dan desentralisasi.
Berdasarkan tinjauan birokrasi pengambilan keputusan, dapat dikatakan bahwa struktur perekonomian Indonesia selama era pembangunan jangka panjang tahap pertama adalah sentralistis. Dalam struktur ekonomi yang sentralistis pembuatan keputusannya lebih banyak ditetapkan oleh pemrintah pusat atau kalangan atas pemerintahan. Pemerintah daerah atau kalangan pemerintahan dibawah, beserta masyarakat dan mereka yang tidak memiliki akses ke pemrintahan pusat, cenderungnya mereka hanya menjadi pelaksana saja, dan dalam pembuatan perencanaan hanya sekedar sebagai pendengar.
Struktur birokrasi pengambilan keputusan yang sentralistis ini terpelihara rapi selama pemerintahan orde baru, hal ini disebabkan oleh budaya atau kultur masyarakat Indonesia yang paternalistik. Walaupun Indonesia sudah merdeka stengah abad dan menuju era globalisasi namun budaya ini masih sulit untuk ditngalkan, dan bahkan cenderung dipertahankan.
Struktur perekonomian yang etatis dan sentralistis berkaitan erat. Pemerintah Pusat menganggap bahwa Pemerintah Daerah belum cukup mampu untuk diserahi tugas untuk melaksanakan pembangunan ekonomi. Argumentasi yang sering dijadikan legitimasi adalah karena sebagai negara sedang berkembang yang barau mulai melakukan proses pembangunan. Sehingga dalam kondisi yang demikian diperlukan peran sekaligus dukungan pemerintah sebagai agen pembangunan, sehingga menjadikannya etatis, dan sekaligus dibutuhkan pemerintahan yang kuat. Namun demikian sejak awal pembangunan jangka panjang tahap kedua (PJP II) struktur perekonomian yang etatis dan sentralistis tersebut secara berangsur mulai berkurang kadarnya.
Keinginan untuk melakukan desentralisasi dan demokratisasi ekonomi makin besar. Perubahan rezim pemerintahan dari orde baru ke rezim pemerintahan era reformasi telah membawa angin segar bagi pemerintahan di daerah untuk melaksanakan pembangunan ekonomi. Hal ini seiring dengan mulai diberlakukannya UU Nomor 22 tahun 1999 dan telah diubah menjadi UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah maka terjadi perubahan struktur perekonomian yang etatis menjadi egaliter, yang tadinya sentralistis menjadi desentralistis.
Struktur ekonomi yang sedang kita hadapi saat ini sesungguhnya merupakan suatu struktur yang tradisional. Kita sedang beralih dari struktur yang agraris ke industrial, dari struktur yang etatis ke borjuis, dari struktur yang kedesaan atau tradisional ke kekotaan atau modern. Sementara dalam hal birokrasi dan pengambilan keputusan mulai desentalistis.
Dampak positif dan negatif perubahan struktur ekonomi
Peningkatan produksi pertanian yang dirangsang oleh perubahan sistem pertanian ke sistem pertanian modern.
Penyerapan tenaga kerja di perkotaan pada industri-industri baru.
Percepatan arus uang dan barang yang merangsang percepatan pendapatan perkapita masyarakat pada gilirannya memperbaiki kesejahteraan masyarakat.
Dampak negatif
Hilangnya lahan pertanian mengakibatkan para petani dan buruh penggarap kehilangan mata pencahariaannya.
Munculnya pengangguran struktural yang mungkin tidak tertampung oeleh sektro industri dan jasa
Tingginya laju urbanisasi yang menjadikan beban kota semakin berat serta menimbulkan masalah sosial lainnya.
Kesimpulan
Struktur Perekonomian Indonesia masih belum adaptif dalam menghadapi perekonomian dunia yang tak stabil dan tak bisa diprediksi.Dalam makalah ini kami menyajikan perkembangan struktur ekonomi Indonesia yang terbagi menjadi tiga orde, yaitu masa orde lama tahun 1945-1966, orde baru 1966-1998, dan orde reformasi tahun 1998-2013.
Pada masa orde lama, struktur perekonomian Indonesia ditinjau dari makro sektoral memiliki corak pertanian, ditinjau dari keruangan memiliki struktur kedesaan atau tradisional, ditinjauan penyelenggaraan sejak awal perekonomian indonesia pada tahun 1945-1966, perekonomian Indonesia masih berstruktur etatis, dan ditinjaudari birokrasi perekonomian Indonesia berstruktur sentralis.
Pada masa orde baru, struktur perekonomian Indonesia ditinjau dari makro sektoral masih dominan berada di sektor pertanian. Ditinjau dari keruangan, perekonomian Indonesia telah bergeser dari semula berstruktur kedesaan atau tradisional perlahan mulai beralih pada struktur kekotaan atau modern. Ditinjau dari penyelenggaraan, sejak awal perekonomian indonesia pada masa orde baru hingga pertengahan dasawarsa 1988-an perekonomian Indonesia masih berstruktur borjuis, belum mengarah ke struktur perekonomian yang egaliter. Dan ditinjau dari birokrasi perekonomian Indonesia berstruktur etatis, yaitu pemerintah atau negara merupakan pelaku utama ekonomi.
Dan terakhir pada masa orde reformasi hingga pemerintahan pak SBY berdasarkan tinjauan makro-sektoral perekonomian suatu negara dapat berstruktur agraris, industri, atau niaga. Ditinjau dari sudut pandang keruangan, struktur perekonomian telah bergeser dari struktur pedesaan menjadi struktur perkotaan sejak Pelita III hingga era reformasi sekarang ini.Ditinjau dari penyelenggara kenegaraan struktur ekonomi menganut egaliter dimana seluruh penggerak roda perekonomian dilibatkan dalam membangun perekonomian Indonesia.Terakhir, ditinjauadari birokrasi pengambilan keputusan, dapat dikatakan bahwa struktur perekonomian Indonesia selama era pembangunan jangka panjang tahap pertama adalah sentralistis.
Saran
Struktur ekonomi Indonesia dari masa orde lama hingga kini secara garis besar mengalami peralihan dimana dampaknya terkadang positif dan negatif. Dan Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, yang sebenarnya apabila dalam pengelolaannya dapat dioptimalkan, kita dapat unggul baik di sektor pertanian maupun industri.
Indonesia saat ini, lebih menekankan pada perkembangan sektor Industri tanpa sadar sebenarnya meninggalkan sektor pertanian yang berakibat krisis pangan yang juga berdampak serius pada perekonomian. Untuk itu meski sektor industri kita kembangkan, sebagai negara yang berlimpah sumber daya, pemerintah dan para stakholder sudah sepatutnya memajukan sektor pertanian.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Conway.Edmund.2009.Gagasan Ekonomi Yang Perlu Anda Ketahui.Jakarta:Esensi Erlangga Group
Hasani, A. (2010). Analisis struktur perekonomian berdasarkan pendekatan shift share di provinsi Jawa Tengah periode tahun 2003 – 2008. Skripsi. Jurusan Ilmu Ekonomi, Universitas Dipenogoro, Semarang.
Laporan Tahunan Bank Indonesia Tahun 1966-1971
Laporan Tahunan Bank Indonesia Tahun 1980-1984
Laporan Tahunan Bank Indonesia Tahun 1985-1989
Putra, S G A. (2012). Analisis peran dan dampak investasi sektor industri pengolahan terhadap perekonomian Indonesia. Skripsi. Fakultas ekonomi dan Bisnis, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sadono sukirno. 2011. Makro ekonomi teori pengantar. Jakarta: PT Raja Gravindo Persada
Soesastro.Hadi,dkk.2005.Pemikiran Permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir.Yogyakarta:Kanisius
Sukirno, S. (2011). Makro ekonomi teori pengantar. Jakarta: PT Raja Gravindo Persada
Tambunan.Tulus T.H. 2012. Perekonomian Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia
Universitas Sumatra Utara. 2010. Peran pertanian di Indonesia. Tidak diterbitkan
Online :
Badan Pusat Statistik. 2011. Statistik Jawa Barat 2011. BPS, Jawa Barat. Tersedia : http://www.bps.go.id [Online] diakses pada 23 September 2014
http://www.bi.go.id
http://www.geocities.ws/mas_tri/TransformasiStruktural.pdf
http://www.kemenperin.go.id
Nurdiyanto.Eka.2013.Struktur Ketenagakerjaan Indonesia. Tersedia : http://ekanurdiyanto.blogspot.com [Online] diakses pada 1 oktober 2014
Onnaed.2013.Struktur Ekonomi Indonesia. Tersedia : http://onnaed.wordpress.com/2013/12/12/strukur-ekonomi-indonesia-dilihat-dari-penyelenggaraan-negara. [Online] diakses 26 September 2014
Jurnal :
Arkom Hasani. 2010.Analisis Struktur Perekonomian Berdasarkan Pendekatan Shift Share Di Provinsi Jawa Tengah Periode Tahun 2003 – 2008. Tidak diterbitkan
Kariyasa.Ketut.2009.Perubahan Struktur Ekonomi dan Kesempatan Kerja serta Kualitas Sumber Daya Manusia di Indonesia. Tersedia : eprints.undip.ac.id/26853/1/Jurnal_C2B_605_114.pdf. [Online] diakeses 19 September 2014
Prawira.Yudha dan Wahyu H.2013.Transformasi Struktur Ekonomi Kabupaten Siak Tahun 2001-2010. Volume 21,Nomor 1 Maret 2013. Tersedia : http://ejournal.unri.ac.id/index.php/JE/article/view/1767. [Online] diakses 19 September 2014
Suhartono.2009.Struktur Ekonomi Kesempatan Kerja dan Ketimpangan Pendapatan di Provinsi Jawa Tengah.Tersedia : lppm.ut.ac.id/.../02%20JOM%207(2)%202011%2086.. [Online] diakses 19 September 2014
Suselo.Sri Liani dan Tarsidin.2008.Kemiskinan Indonesia : Pengaruh Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Ekonomi. Tersedia : http://juriyahep.files.wordpress.com/2013/06/11208155194.pdf .[Online] Diakses 19 September 2014
GLOSARIUM
Adaptif
Mudah menyesuaikan diri dengan keadaan
Agraris
Mencakup bidang pertanian
Agregat
Keseluruhan
Akumulasi Kapital
Semua bentuk kekayaan yang dapat digunakan langsung maupun tidak langsung dalam proses produksi untuk menghasilkan output.
Association of Southeast Asia Nations (ASEAN)
Sebuah organisasi geo-politik dan ekonomi dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara
Asumsi
Dugaan yang diterima sebagai dasar; Landasan berpikir karena dianggap benar.
Barang Inferior
Barang yang jumlah permintaannya akan turun seiring dengan peningkatan pendapatan masyarakat.
Basis Ekonomi
Motor yang menggerakkan dan mengatur semua aktivitas real estate di suatu wilayah.
Birokrasi
Sebuah struktur organisasi yang memiliki ciri-ciri harus mengikuti tata prosedur pembagian tanggunga jawab, adanya jenjang (hierarki), serta adanya hubungan yang sifatnya impersonal .
Borjuis
Dimana kalangan pemodal dan usahawan yang berperan lebih banyak dalam suatu perekonomian.
Capital
Modal
Desentralistis
Penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka Negara Indonesia.
Dinamika Pasar
Perubahan yang terjadi dalam pasar (eksternal perusahaan) yang mempengaruhi pembuatan keputusan dan berdampak pada kinerja perusahaan.
Distribusi Pendapatan
suatu proses pembagian (sebagaian hasil penjualan produk) kepada faktor-faktor produksi yang ikut menentukan pendapatan.
Diversifikasi Ekonomi
Perubahan Struktur Ekonomi; Usaha penganekaragaman produk (bidang usaha) atau lokasi perusahaan yang dilakukan suatu perusahaan untuk memaksimalkan keuntungan sehingga arus kas perusahaan dapat lebih stabil, ini dilakukan perusahaan untuk mengatasi krisis ekonomi, sehingga apabila suatu perusahaan mengalami kemerosotan pendapatan di salah satu product atau negara/daerah, di product atau negara/daerah lain mendapatkan kelebihan pendapatan, sehingga kekurangan yang terjadi bisa tertutupi.
Diversifikasi Produk
upaya yang dilakukan pengusaha/produsen/perusahaan untuk mengusahakan atau memasarkan beberapa produk yang sejenis dengan produk yang sudah dipasarkan sebelumnya.
Efisiensi
Suatu ukuran keberhasilan yang dinilai dari segi besarnya sumber/biaya untuk mencapai hasil dari kegiatan yang dijalankan.
Egaliter
Struktur perekonomian dimana rakyatlah yang berperan lebih banyak dalam suatu perekonomian.
Ekonomi
Ilmu kekayaan atau ilmu yang khusus mempelajari sarana-sarana kekayaan suatu bangsa dengan memusatkan perhatian secara khusus terhadap sebab-sebab material dari kemakmuran, seperti hasil-hasil industri, pertanian dan sebagainya. (Adam Smith)
Ekspor
Penjualan barang ke luar negeri dengan menggunakan sistem pembayaran, kualitas, kuantitas dan syarat penjualan lainnya yang telah disetujui oleh pihak eksportir dan importir.
Elastisitas Pendapatan
Perubahan dalam permintaan sebagai akibat dari perubahan dalam pendapatan.
Etatis
Struktur ekonomi dimana pemerintah yang berperan sebagai pelaku utama dalam perekonomian.
Hukum
Sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan.
Implikasi
Keterlibatan atau keadaan terlibat
Impor
Proses pembelian barang atau jasa asing dari suatu negara ke negara lain.
increasing returns to scale
Relasi positif antara pertumbuhan output dan pertumbuhan produktivitas
Industri Barang Modal
Seperti mesin
Industri Hilir
Industri yang mengolah barang setengah jadi menjadi barang jadi sehingga barang yang dihasilkan dapat langsung dipakai atau dinikmati oleh konsumen. Misalnya: industri pesawat terbang, industri konveksi, industri otomotif, dan industri meubeler.
Industri Hulu
Industri yang hanya mengolah bahan mentah menjadi barang setengah jadi. Industri ini sifatnya hanya menyediakan bahan baku unt
Industri Tekstil
Industri yang mencakup pakaian
Industrialisasi
Suatu proses perubahan sosial ekonomi yang mengubah sistem pencaharian masyarakat agraris menjadi masyarakat industri.
Input
Masukan
Insentif
Suatu sarana memotivasi berupa materi, yang diberikan sebagai suatu perangsang ataupun pendorong dengan sengaja kepada para pekerja agar dalam diri mereka timbul semangat yang besar untuk meningkatkan produktivitas kerjanya dalam organisasi (Gorda, 2004:141)
Investasi
Mengeluarkan sejumlah uang atau menyimpan uang pada sesuatu dengan harapan suatu saat mendapat keuntungan financial.
Jasa
Aktivitas ekonomi yang melibatkan sejumlah interaksi dengan konsumen atau dengan barang-barang milik, tetapi tidak menghasilkan transfer kepemilikan.
Kebijakan Ekonomi
Mengacu pada tindakan sebuah kebijakan pemerintah dalam mengambil kebijakan atau keputusan di bidang ekonomi, kebijakan ini dapat pula mencakup didalamnya sistem untuk menetapkan sistem perpajakan, suku bunga dan anggaran pemerintah serta pasar tenaga kerja, kepemilikan nasional, dan otonomi daerah dari intervensi pemerintah ke dalam perekonomian.
Kebijakan Protektif
Kebijakan yang dimuat untuk melindungi msyarakat dan negara.
Kebijakan Substitusi Impor
Kebijakan untuk mengganti barang impor.
Kesejahteraan
Menunjuk ke keadaan yang baik, kondisi manusia di mana orang-orangnya dalam keadaan makmur, dalam keadaan sehat dan damai.
Koefisien
Faktor pengali dalam sebuah ekspresi (atau dari sebuah deret aritmetika).
Konsumsi
Suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa jasa.
Manufactur
Migrasi
Negara Berkembang
Negara Maju
Negara Miskin
Nilai Tambah Bruto (NTB)
Orde
Outpot
Pasar Tenaga Kerja
Pembangunan Ekonomi
Pendapatan
Pendapatan Nasional (PN)
Pendapatan Perkapita
Pendapatan Perkapita
Perdagangan Luar Negeri
Perekonomian Modern
Perekonomian Tradisional
Permintaan Agregat
Pertumbuhan
Pertumbuhan Ekonomi
Perubahan Struktur Ekonomi
Produk Domestik Bruto (PDB)
Produk Industri
Produk Jasa
Produk Marjinal
Produksi
Produktifitas
Profit
Relasi
Sektor
Sektor Agraris
Sektor Ekonomi
Sektor Formal
Sektor Industri
Sektor Informal
Sektor Primer
Sektor Sekunder
Sektor Tersier
Sentralistis
Sistem Produksi Assembling
Skala Ekonomis
Struktur Ekonomi
Subsistence
Supply
Tenaga Kerja
Teori
Transformasi Struktural
Upah
Upah Rill
Urbansasi
Zaman Kolonialisasi
Zaman Penjajahan
LAMPIRAN
Keterangan
1990
1991
1992
1993
1994
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
1
PRODUK DOMESTIK BRUTO
49958
51682
54865
54362
58937
61200
65067
64765
66641
68765
73473
73516
77582
80431
85524
86240
87979
92988
99810
2
1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
10351
10571
11169
8839
11293
11776
12522
10045
12915
13416
14490
11925
15710
15152
15225
12876
16330
16706
18312
3
Tanaman Bahan Makanan
7778
7059
6345
4566
8041
7573
6417
4430
9021
8360
7191
5133
10395
8923
7241
5535
10190
9649
8991
4
Tanaman Perkebunan
730
1337
2409
1333
864
1446
3111
1922
957
1611
3534
2202
1293
2172
3124
2425
1314
2412
3772
5
Peternakan dan Hasil Hasilnya
813
877
944
993
1046
1083
1123
1164
1237
1320
1376
1407
1367
1500
1608
1728
1598
1737
1845
6
Kehutanan
454
624
756
1158
585
810
970
1530
758
1046
1258
1930
1570
1190
1821
1686
1796
1262
1974
7
Perikanan
576
676
716
789
757
863
900
1000
942
1079
1130
1252
1085
1367
1431
1502
1433
1646
1729
8
2. Pertambangan dan Penggalian
6124
6363
6576
6572
7633
7930
8197
8194
7259
7555
7851
7922
7918
7922
8031
7626
7485
7958
8840
9
Minyak dan Gas Bumi
5111
5279
5369
5202
6382
6592
6705
6496
5712
5900
6001
5814
6057
6068
5843
5152
5227
5465
6251
10
Tanpa Migas
452
477
564
665
585
618
730
861
757
800
944
1114
879
848
1058
1181
1063
1106
1222
11
Penggalian
561
607
643
705
665
720
763
837
790
855
906
994
982
1006
1130
1293
1195
1387
1367
12
3. Industri Pengolahan
10077
10131
11417
11944
12353
12418
13983
14625
14630
14317
16162
16906
15697
16512
19924
21424
19543
21216
23550
13
Migas
1908
1694
1770
1924
2327
2064
2158
2350
2453
2106
2182
2364
2593
2330
2409
2462
2497
2570
2823
14
Industri Tanpa Migas
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
13105
14182
17515
18961
17046
18646
20727
15
4. Listrik, Gas dan Air Minum
341
364
384
400
434
464
489
510
565
605
637
665
735
818
853
884
1017
1110
1189
16
5. Bangunan
2630
2776
2986
3403
3069
3239
3483
3970
3764
3973
4272
4869
5093
5208
5785
6427
5917
6820
6687
17
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran
8241
8711
9209
9663
9651
10203
10796
11331
10841
11459
12122
12722
12774
13741
14023
14761
14518
15439
16692
18
Hotel
313
325
343
347
373
386
407
413
433
449
473
480
502
520
571
542
571
603
626
19
Restoran
1329
1403
1402
1450
1414
1492
1491
1543
1624
1714
1713
1772
2175
2251
2034
2097
2311
2521
2659
20
7. Pengangkutan dan Komunikasi
3139
3273
3391
3559
3986
4158
4305
4520
4632
4832
5000
5251
5435
5818
5841
6154
6119
6603
7141
21
Pengangkutan
2793
2896
3002
3130
3525
3654
3786
3948
4080
4229
4378
4565
4734
4997
5094
5276
5189
5610
6030
22
Komunikasi
346
378
389
429
461
504
519
572
552
603
622
685
701
822
747
878
930
993
1111
23
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
3947
4057
4186
4213
5013
5156
5314
5352
5763
5934
6126
6172
6597
6616
7402
7433
8653
8687
8487
24
Bank
1559
1620
1693
1658
1927
2003
2093
2049
2332
2424
2533
2480
2582
2573
3096
3031
3644
3740
3577
25
Lembaga Keuangan Bukan Bank
435
434
459
463
453
453
478
482
472
471
498
502
583
581
699
684
816
732
693
26
Jasa Penunjang Keuangan
21
17
19
29
25
21
24
35
29
24
27
40
46
23
33
75
61
51
46
27
Sewa Bangunan
1530
1565
1571
1596
2059
2106
2114
2147
2151
2201
2209
2244
2364
2413
2427
2490
2806
2810
2811
28
Jasa Perusahaan
402
420
444
468
549
574
606
639
779
814
860
907
1023
1026
1147
1152
1326
1355
1360
29
9. Jasa-Jasa
5109
5434
5548
5769
5505
5856
5978
6218
6273
6675
6813
7086
7623
8644
8439
8655
8398
8450
8913
30
Pemerintahan Umum
3328
3611
3634
3750
3535
3839
3861
3984
4041
4389
4415
4555
5083
5997
5658
5720
5436
5458
5829
31
Swasta
1782
1824
1913
2020
1971
2017
2117
2234
2232
2286
2398
2531
2540
2647
2781
2935
2962
2992
3084
Sumber: Badan Pusat Statistik Indoesia
1995
1996
1997
1998
1999
2000
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
101443
106543
111668
117120
119183
122530
128846
136940
144253
145801
149406
163237
169252
211575
222809
264263
257106
275227
271596
277558
275352
293416
305832
14724
19704
21501
19807
16884
22082
24597
22653
19460
26248
24947
28079
21736
33206
41021
52212
46388
62465
54943
54923
43356
58565
53802
6111
12386
13098
9438
7278
14150
14587
10681
8204
17019
13373
13249
8548
19165
23655
26646
21880
38408
29142
30039
18634
36738
27762
3089
1825
3160
4290
3392
2037
3425
4869
4104
2244
3882
5881
4441
4354
6522
12147
10266
8605
10303
8899
8159
5559
8799
1922
1806
1985
2085
2203
2102
2321
2458
2642
2575
2832
3017
3264
3122
3655
4213
4754
5768
5884
5903
6207
6738
6505
1866
2056
1384
2010
1941
1903
2015
2280
1972
2113
2221
2979
2494
2690
2330
3272
3410
3815
3207
3528
3254
3313
3698
1736
1632
1875
1985
2070
1891
2248
2364
2538
2297
2638
2954
2989
3876
4859
5935
6078
5870
6405
6555
7103
6216
7039
9225
9299
9919
10095
10882
10477
10898
11727
12986
12808
12166
13211
17377
29224
29566
36346
25192
24146
25587
28547
31646
34951
40313
6128
6218
6537
6173
6482
6560
6530
6962
8067
8210
7064
7814
10950
19499
18903
22714
137637
14637
16417
19231
22139
25122
29773
1550
1437
1727
2054
2499
1978
2342
2218
2561
2109
2564
2710
3809
7177
8358
11233
8692
7308
6781
6779
6828
7182
7786
1547
1644
1655
1868
1901
1940
2026
2547
2358
2489
2538
2687
2619
2548
2305
2399
2733
2200
2389
2537
2679
2646
2754
24932
24203
25049
29432
31005
29770
31136
36017
39504
38351
39708
43570
46549
51934
50843
66097
70024
69744
67685
71776
76669
71991
74954
2549
3030
2913
2690
2766
3270
3417
3577
3930
3781
3383
3509
4949
8862
7180
9773
7358
7511
7500
8991
11126
11725
11563
22383
21311
21836
27191
27660
25834
27141
34106
33896
34570
36325
40061
41600
43072
43663
56324
62666
62233
60185
62785
65543
60266
63391
1262
1295
1396
1477
1488
1575
1704
1791
1823
1784
1916
1999
2133
2127
2837
3085
3235
3092
3331
3444
3563
3469
3934
8594
8021
8051
8907
9473
8830
9231
11692
12272
10955
11469
12282
11974
16925
14004
15022
15810
15846
16284
17156
18330
17803
18134
17210
17563
18118
19362
20596
20238
20698
21973
24228
22168
23037
26431
27946
32750
33618
38260
42111
44111
43100
44175
44450
45622
47935
645
671
682
700
743
762
809
841
847
864
903
1048
1073
1341
1168
1407
1449
1461
1456
1527
1479
1599
1665
2790
2947
3067
3189
3262
3507
3622
3660
3715
4284
4352
4912
4604
5113
5682
6454
7437
7229
7322
7358
7415
7655
7938
7490
7631
7492
7642
8031
8220
8678
8735
9293
9483
9236
9579
10234
11806
12408
13411
14312
15522
13725
12646
13297
14087
14704
6362
6426
6242
6309
6546
6899
7320
7329
7699
7832
7555
7804
8307
9607
10010
10705
11516
12643
10699
9430
9964
10618
11154
1128
1216
1261
1345
1497
1322
1359
1406
1594
1651
1681
1775
1926
2199
2398
2707
2797
2879
3026
3216
3333
3469
3550
8678
9304
10084
10081
10041
10263
10557
10800
12362
11634
12502
13618
16607
17688
17609
17476
17118
17302
17755
17840
18322
19130
19686
3720
4181
4578
4466
4102
4107
4162
4197
5244
4176
4704
4894
6523
6302
6417
7143
5962
5828
6115
6153
6331
6730
6922
686
736
811
828
872
894
997
1045
881
1102
1129
1087
1217
1255
1342
1369
1439
1511
1515
1542
1570
1701
1754
51
61
69
72
77
77
76
88
85
83
91
99
101
107
117
124
135
125
128
132
139
150
153
2812
2851
2986
2999
3062
3278
3329
3287
3755
3984
4098
4492
5141
6057
5918
5350
5816
5904
6059
6136
6298
6419
6648
1409
1475
1640
1717
1926
1907
1994
2182
2397
2289
2480
3046
3625
3967
3816
3491
3768
3944
3939
3877
3984
4130
4210
9328
9524
10059
10318
10782
11073
11347
11553
12327
12370
14426
14468
14698
15916
20902
22354
22915
22998
29188
27050
25719
27800
32370
6032
6191
6653
6690
7021
7212
7763
7366
7412
7114
8806
8206
8003
7080
11415
10841
11304
11220
17185
14866
13474
15253
19548
3297
3333
3406
3627
3761
3862
3584
4186
4914
5256
5620
6263
6695
8836
9487
11513
11611
11778
12003
12185
12245
14546
12823
2001
2002
2003
Items
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
352266
372088
375472
367829
388572
396874
413534
411586
442735
438257
454169
451530
Gross Domestic Product
1
62733
60848
64307
56834
70382
70146
72671
62073
79314
74260
78153
64511
Agriculture, livestock, forestry and fishery
2
36904
31649
32123
25389
41977
37606
35207
26621
46012
38153
37554
24631
Farm food crops
3
6493
9194
12508
9177
7123
10446
14006
10435
8695
11237
14763
12355
Non-food crops
4
7391
7657
7116
8302
8503
8555
8828
9235
9747
9611
9559
10126
Livestock and products
5
3901
3892
4034
3771
3813
4217
4432
4491
4579
4643
4856
4924
Forestry
6
8044
8456
8526
10195
8965
9321
10198
11291
10281
10617
11422
12474
Fishery
7
48407
57013
46967
41154
41637
42785
46323
47453
48807
44736
46912
50721
Mining and quarrying
8
33534
39898
31992
26958
28328
28444
28730
31249
33358
28029
29375
32881
Crude petroleum and natiral gas
9
11624
13730
11335
10328
9396
10257
13265
11698
10794
11886
12462
12473
Non-oil and gas mining
10
3249
3386
3640
3869
3913
4084
4328
4506
4656
4821
5076
5367
Quarrying
11
87457
92417
95883
97159
99471
100747
103957
105491
110482
109035
110690
110246
Manufacturing industry
12
14067
14477
13877
13667
13613
14213
15472
16701
18419
16229
16571
16885
Oil and gas Manufacturing
13
73390
77941
82005
83492
85858
86534
88485
88790
92063
92805
94119
93362
Non-oil and gas industry
14
4737
5085
5880
6468
6797
7305
7913
8477
8800
9389
10360
11117
Electricity, Gas, and water supply
15
20969
21403
20851
22379
22961
23057
23282
24665
25730
26575
26698
28115
Constraction
16
56725
58867
59688
60458
63519
65639
67350
69027
71031
72094
73824
74641
Trade, Hotel and Restourant
17
1820
1874
1967
2027
2046
2056
2274
2258
2256
2237
2228
2223
Hotel
18
9262
9464
9631
10202
10683
10946
11171
11590
12056
12431
12675
13091
Restourant
19
17303
17709
19198
20037
20000
22541
24637
25619
25983
27198
28218
30329
Transport and Comunication
20
13405
13731
15066
15711
14884
16183
17959
18661
18932
19828
20367
21909
Transport
21
3898
3979
4131
4326
5116
6358
6678
6958
7050
7370
7851
8420
Comunication
22
22482
23414
24372
24552
26658
27015
27895
28590
30495
30490
30874
31141
Financial, Ownership, and Business Services
23
8060
8463
8888
8651
9635
9773
10260
10358
11046
10910
10983
10745
Bank
24
2053
2145
2149
2208
2310
2369
2388
2459
2540
2559
2610
2705
Non-bank financial Institutions
25
174
186
184
188
191
196
197
196
199
203
212
219
Service allied to financial
26
7479
7750
8045
8252
9173
9134
9342
9629
10668
10727
10846
11155
Building rental
27
4716
4871
5106
5252
5350
5543
5706
5949
6043
6091
6224
6317
Business service
28
31453
35331
38327
38790
37147
37639
39507
40190
42092
44480
48441
50709
Services
29
16799
20092
22404
22555
20125
20116
21392
21660
22041
23908
26973
28684
General Government
30
14653
15239
15922
16235
17022
17522
18115
18530
20051
20572
21468
22025
Private
31
Source: Statistics Indonesia
LAPANGAN USAHA
2.004
2.005
2.006
2.007
2.008
2.009
2.010
2.011
Q4
Q4
Q4
Q4
Q4
Q4
Q4
Q1
Q2
Q3
38.322
38.687
39.052
39.417
39.783
40.148
40.513
40.603
40.695
40.787
1
Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
72.125
84.497
100.838
126.025
167.002
197.449
224.884
272.239
277.718
299.292
2
Tanaman bahan makanan
31.121
36.197
41.859
52.548
67.753
83.286
95.858
151.703
135.418
141.557
3
Tanaman perkebunan
11.998
14.461
15.486
20.063
23.244
27.172
31.833
26.819
41.951
51.317
4
Peternakan dan hasil-hasilnya
10.096
11.618
13.980
17.036
24.903
28.513
32.061
30.795
30.908
32.739
5
Kehutanan
5.213
6.304
8.775
9.227
11.203
11.899
12.834
10.639
13.416
13.922
6
Perikanan
13.698
15.916
20.738
27.152
39.899
46.580
52.298
52.282
56.025
59.757
7
Pertambangan dan penggalian
59.473
92.089
100.476
117.765
138.983
163.503
190.393
209.162
210.188
221.798
8
Minyak dan gas bumi
33.737
50.472
51.436
64.295
66.820
71.342
71.834
89.009
94.315
96.970
9
Pertambangan bukan migas
19.994
33.774
39.116
40.636
54.735
70.037
92.821
94.918
89.146
96.949
10
Penggalian
5.743
7.843
9.923
12.835
17.428
22.124
25.737
25.235
26.727
27.879
11
Industri pengolahan
169.886
214.751
243.158
283.764
368.180
384.440
418.279
423.502
447.513
464.475
12
Industri Migas
26.056
44.491
44.612
49.805
64.601
57.110
54.825
58.449
66.701
66.705
13
Pengilangan minyak bumi
16.110
30.626
30.762
31.887
37.896
33.981
31.499
31.961
34.436
32.888
14
Gas alam cair
9.946
13.864
13.850
17.918
26.705
23.129
23.326
26.488
32.265
33.817
15
Industri Non Migas
143.830
170.261
198.546
233.959
303.580
327.330
363.453
365.053
380.813
397.770
16
Makanan, minuman dan tembakau
41.854
46.432
57.290
68.963
97.946
108.492
124.547
123.101
132.252
140.913
17
Tekstil, barang kulit dan alas kaki
18.243
21.376
23.383
22.871
26.925
29.243
33.108
34.500
35.289
36.435
18
Barang kayu dan barang dari kayu lainnya
8.075
10.017
11.927
14.705
20.215
21.086
20.854
20.733
20.954
21.384
19
Kertas dan barang cetakan
8.053
8.980
10.761
11.734
13.441
15.708
17.451
17.238
17.497
17.082
20
Pupuk, kimia dan barang dari karet
17.460
21.510
24.844
29.150
41.485
41.659
45.426
44.421
48.353
48.386
21
Semen dan barang galian bukan logam
5.690
6.768
7.805
8.437
10.610
11.649
11.666
11.902
12.434
12.792
22
Logam dasar besi dan baja
4.264
4.906
5.263
5.928
6.908
6.629
7.176
7.582
7.741
7.642
23
Alat angkutan, mesin dan peralatannya
38.867
48.585
55.439
70.292
83.572
90.340
100.521
102.881
103.350
110.169
24
Barang lainnya
1.325
1.688
1.834
1.878
2.477
2.526
2.706
2.696
2.943
2.967
25
Listrik, gas dan air bersih
6.117
7.098
7.801
9.209
10.658
12.014
12.856
13.176
13.881
14.472
26
Listrik
4.439
5.033
5.456
5.964
6.688
7.301
8.082
8.334
8.966
9.301
27
Gas kota
873
1.088
1.292
2.001
2.637
3.360
3.412
3.464
3.520
3.746
28
Air bersih
804
977
1.053
1.245
1.333
1.353
1.362
1.379
1.395
1.426
29
Konstruksi
40.602
56.205
67.204
84.957
116.056
148.970
177.269
173.777
181.637
194.735
30
Perdagangan, hotel & restoran
97.693
113.618
131.243
155.729
182.263
199.451
233.172
238.065
251.927
264.620
31
Perdagangan besar dan eceran
76.288
88.881
102.367
123.312
145.415
158.713
186.697
190.766
203.564
214.989
32
Hotel
3.262
3.697
4.139
4.430
4.843
5.310
6.366
5.974
6.377
6.727
33
Restoran
18.144
21.040
24.738
27.988
32.005
35.428
40.110
41.325
41.986
42.904
34
Pengangkutan dan komunikasi
38.551
52.942
61.973
71.235
85.045
92.975
116.412
117.108
119.505
125.488
35
Pengangkutan
23.355
33.805
37.104
40.003
46.500
48.178
60.382
60.197
61.876
65.438
36
Angkutan rel
315
339
358
383
429
503
579
576
609
592
37
Angkutan jalan raya
11.143
19.612
20.874
22.102
28.003
26.273
33.876
33.966
34.341
35.941
38
Angkutan laut
3.517
3.859
4.218
4.302
3.978
4.005
4.560
4.562
4.631
4.724
39
Angkutan sungai, danau dan penyeberangan
832
1.095
1.163
1.263
1.650
1.636
1.893
1.779
1.795
1.943
40
Angkutan udara
2.604
3.248
3.859
4.858
5.261
7.470
10.204
10.063
10.935
12.399
41
Jasa Penunjang Angkutan
4.943
5.652
6.632
7.095
7.179
8.291
9.271
9.252
9.564
9.840
42
Komunikasi
15.196
19.137
24.868
31.232
38.545
44.797
56.030
56.911
57.629
60.050
43
Keuangan, real estat & jasa perusahaan
51.328
62.692
70.491
80.972
97.395
104.094
124.040
128.732
131.353
136.021
44
Bank
20.636
22.863
24.714
27.022
32.845
33.458
37.739
40.404
40.854
42.342
45
Lembaga keuangan bukan bank
4.323
6.010
6.975
8.987
11.245
12.937
15.945
16.800
17.229
17.957
46
Jasa penunjang keuangan
335
442
531
673
699
776
933
960
1.014
1.040
47
Real estat
17.513
22.583
25.664
29.556
34.905
37.580
45.414
46.139
47.293
48.686
48
Jasa perusahaan
8.521
10.795
12.607
14.735
17.702
19.343
24.008
24.430
24.963
25.996
49
Jasa-jasa
63.705
74.583
90.221
105.762
124.958
148.420
184.276
174.865
186.428
208.713
50
Pemerintahan Umum
31.830
35.988
45.161
54.121
65.279
81.562
103.929
91.947
101.427
118.830
51
Administrasi pemerintahan dan pertahanan
19.741
22.301
27.782
32.775
40.066
49.975
63.714
56.384
62.189
73.197
52
Jasa pemerintah lainnya
12.090
13.687
17.379
21.346
25.213
31.587
40.214
35.563
39.238
45.632
53
Swasta
31.874
38.595
45.060
51.641
59.679
66.858
80.347
82.918
85.001
89.883
54
Sosial dan kemasyarakatan
11.055
13.132
15.733
18.966
22.519
25.861
30.084
31.282
32.028
35.202
55
Hiburan dan rekreasi
2.033
2.288
2.674
3.023
3.458
3.829
4.640
4.888
5.015
5.161
56
Perorangan dan rumah tangga
18.787
23.175
26.653
29.652
33.702
37.168
45.623
46.749
47.959
49.520
57
Produk Domestik Bruto
599.478
758.475
873.403
1.035.419
1.290.541
1.451.315
1.681.580
1.750.625
1.820.150
1.929.614
58
Tanpa Migas
539.686
663.513
777.355
921.320
1.159.120
1.322.863
1.554.920
1.603.167
1.659.135
1.765.939
60
Migas
59.792
94.962
96.048
114.099
131.421
128.452
126.660
147.458
161.016
163.675
2.011
2.012
2.012
2013*
INDUSTRIAL ORIGIN
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
40.878
40.969
41.061
41.153
41.244
41.334
41.426
41.518
41.609
242.199
301.058
305.215
328.968
258.212
324.287
332.932
363.920
289.898
Agriculture, livestock, Forestry and Fishery
1
101.290
166.771
149.297
156.200
102.648
175.974
160.792
174.056
111.011
Food crops
2
33.622
29.232
44.372
54.324
34.615
30.972
47.592
56.975
39.709
Estate crops
3
34.856
34.766
35.433
37.007
38.514
38.352
39.296
42.697
44.818
Livestock and its products
4
13.804
11.650
14.012
14.298
14.947
12.204
14.491
14.831
15.468
Forestry
5
58.627
58.639
62.101
67.139
67.489
66.785
70.761
75.361
78.892
Fishery
6
238.358
250.161
246.345
238.631
235.686
246.936
238.850
255.097
279.891
Mining and quarrying
7
91.529
100.013
97.688
94.316
94.543
98.681
92.392
99.462
110.605
Oil and gas mining
8
117.538
121.464
118.425
112.430
107.698
116.014
112.423
119.057
130.327
Non-oil and gas mining
9
29.291
28.684
30.233
31.885
33.446
32.241
34.036
36.578
38.959
Quarrying
10
470.650
467.197
484.350
506.080
514.898
507.479
525.253
549.343
570.518
Manufacturing industry
11
61.224
64.192
64.986
63.284
62.095
64.549
65.084
65.777
71.384
Oil and gas manufacturing
12
32.198
32.793
32.774
32.269
32.437
33.488
35.251
36.843
38.979
Petroleum Refinery
13
29.026
31.399
32.211
31.015
29.658
31.061
29.833
28.934
32.405
Liquefied Natural Gas
14
409.426
403.005
419.364
442.795
452.803
442.931
460.169
483.566
499.134
Non Oil-gas manufacturing
15
150.486
140.737
149.973
164.501
167.983
151.141
160.905
176.868
185.355
Food, beverages and tobacco
16
37.161
37.105
38.647
39.934
40.948
40.772
43.086
43.836
44.729
Textile, leather products and footwear
17
21.410
21.575
20.092
21.551
22.278
23.010
23.195
23.846
24.601
Wood and other wood products
18
17.522
17.277
16.361
16.226
17.246
18.481
18.273
18.081
17.946
Paper and printing products
19
48.541
50.397
51.518
56.921
58.028
57.983
56.101
57.588
58.565
Fertilizers, chemical and rubber products
20
13.663
13.493
14.450
15.036
15.017
15.124
15.656
16.518
16.676
Cement and non metalic quarrying products
21
8.136
8.151
8.006
8.505
8.551
8.885
8.872
8.806
9.182
Iron and steel basic metal
22
109.834
111.336
117.463
117.157
119.933
124.844
131.223
134.966
138.796
Transport equipment, machinery and apparatus
23
2.673
2.935
2.854
2.964
2.818
2.691
2.858
3.058
3.284
Other manufacturing products
24
15.260
14.681
15.461
15.747
16.346
16.981
17.117
17.266
18.712
Electricity, gas and water supply
25
9.885
9.227
9.822
9.888
10.403
10.796
11.159
11.693
12.609
Electricity
26
3.921
3.980
4.150
4.352
4.425
4.624
4.352
3.943
4.461
City gas
27
1.453
1.474
1.489
1.506
1.518
1.560
1.606
1.630
1.642
Water supply
28
204.335
195.576
206.478
216.951
225.087
212.278
222.199
230.494
242.296
Construction
29
269.397
268.417
283.601
293.499
303.173
303.800
318.764
334.356
344.587
Trade, hotel, and restaurant
30
218.606
216.293
230.040
237.959
245.417
244.592
258.175
271.370
279.070
Wholesale and retail trades
31
7.299
7.427
7.948
8.031
8.808
9.045
9.675
9.840
10.727
Hotels
32
43.492
44.698
45.613
47.509
48.949
50.163
50.914
53.146
54.790
Restaurants
33
129.182
129.984
132.597
141.694
144.830
145.480
151.522
167.414
172.473
Transport and Communication
34
67.009
67.065
68.742
75.101
76.437
75.436
79.660
93.165
96.225
Transport
35
590
587
602
643
647
620
695
684
688
Railways Transport
36
36.355
36.527
36.781
39.468
39.772
40.109
41.489
51.162
51.456
Road Transport
37
4.673
4.754
4.979
5.040
4.889
4.901
5.297
5.707
5.752
Sea Transport
38
2.130
2.092
2.105
2.270
2.299
2.333
2.409
2.916
3.018
River, lake and ferry transport
39
13.315
13.050
13.945
16.992
18.167
16.818
18.421
20.749
23.050
Air Transport
40
9.947
10.056
10.330
10.689
10.664
10.656
11.348
11.947
12.261
Service Allied to Transport
41
62.173
62.919
63.855
66.593
68.393
70.044
71.862
74.249
76.248
Communication
42
139.047
143.555
146.769
152.637
155.563
162.252
166.129
175.715
178.914
Finance, real estate and business services
43
42.890
45.529
47.194
48.873
49.499
52.711
54.357
58.655
59.250
Bank
44
18.590
19.314
19.352
20.422
20.808
21.567
21.891
23.333
24.119
Non-bank financial Institutions
45
1.062
1.102
1.129
1.168
1.183
1.231
1.244
1.299
1.341
Service Allied to finance
46
49.810
50.430
51.285
53.257
54.550
55.951
57.112
58.868
60.291
Real estate
47
26.695
27.180
27.808
28.916
29.523
30.793
31.524
33.561
33.913
Business services
48
213.965
202.310
226.933
222.167
238.584
224.179
239.959
266.044
270.640
Sevices
49
120.582
105.925
128.936
118.477
132.977
114.561
128.658
148.127
149.846
General Government
50
74.477
65.347
79.308
73.354
82.512
70.670
79.006
91.611
92.674
Government administration and defence
51
46.105
40.579
49.629
45.123
50.465
43.891
49.652
56.516
57.171
Other government services
52
93.383
96.385
97.997
103.690
105.607
109.618
111.301
117.918
120.795
Private
53
36.215
37.622
38.081
41.420
42.160
43.855
44.390
48.029
48.952
Social and community services
54
5.392
5.560
5.662
5.864
5.972
6.184
6.382
6.802
7.045
Amusement and recreation services
55
51.776
53.203
54.254
56.406
57.475
59.579
60.529
63.087
64.798
Personal and household services
56
1.922.392
1.972.939
2.047.748
2.116.374
2.092.379
2.143.672
2.212.724
2.359.648
2.367.929
Gross Domestic Product
57
1.769.639
1.808.734
1.885.074
1.958.773
1.935.742
1.980.442
2.055.248
2.194.409
2.185.940
Non Oil
58
152.753
164.205
162.674
157.601
156.638
163.229
157.475
165.239
181.989
Oil
60
Jawaban :
Pada awal kemerdekaan Indonesia berstruktur ekonomi pertanian, namun seiring dengan target yang dipasang untuk perekonomian Indonesia, maka pemerintah terus menggenjot perekonomiannya untuk mencapai target yang telah ditentukan. Salah satunya dengan mengeluarkan kebijakan untuk membangun sektor industri di Indonesia. Perubahan sektor ini bukan berarti digantikan seluruhnya namun sumbangan sektor industri lebih besar dibanding pertanian terhadap pendapatan Indonesia.
Perubahan struktur ini memeang sudah merupakan hal wajar yang memang akan selalu dilewati oleh setiap negara berkembang. Namun strategi untuk menyambut perubahan itulah yang harus kita siapkan. Karena perubahan struktur dari pertanian ke industri tidak serta merta meningkatkan pendapatan nasional namun juga meninggalkan masalah dalam bidang ekonomi khususnya seperti pengangguran yang timbul yang disebabkan penyerapan tenaga kerja di sektor industri tidak setinggi sektor pertanian, perubahan struktur juga menyebabkan perubahan teknologi yang pesat sehingga memerlukan SDM yang unggul.
Lalu apakanh struktur yang tepat untuk Indonesia, menurut kami struktur yang cocok untuk diunggulkan di Indonesia tentunya yang bersumber pada keunggulan yang dimiliki Indonesia dan penggunaan teknologi tinggi untuk pengolahannya. Indonesia merupakan negara kepulauan sehingga maritim merupakan keunggulan Indonesia maka sudah seharusnya Indoensia meningkatkan ekonominya dengan keunggulan yang dimilikinya agar indonsia bisa lebih mandiri dalam membangun ekonominya namun tidak cukup hanya sekktor maritim namun juga kita harus menguasai teknologi untuk meningkatkan perekonomian indonesia.