Striknin atau Strychnine (baca : striknain) adalah alkaloid yang melumpuhkan korban dan menyebabkan kematian oleh kegagalan pernafasan. Strychnine Strychnine terbuat terbuat dari biji dari tanaman Strychnos nux vomica, ditemukan di Asia dan Australia. Racun pertama kali diambil dari tanaman pada tahun 1818 oleh dua ahli kimia Perancis, Pierre-Joseph Pelletier Pelletier dan Joseph-Bienaimé Caventou. Striknin telah digunakan sebagai obat homeopati (dalam bentuk yang sangat sangat diencerkan), diencerkan), kinerjaenhacing obat bagi para atlet, sedikit halusinogen digunakan untuk memotong jalan narkoba, dan paling sering sebagai racun tikus. Gejala keracunan striknin yang mula-mula mula-mula timbul ialah kaku ototmuka dan leher. Setiap rangsangan sensorik dapat menimbulkan menimbulkan gerakan motorik hebat.Pada stadium awal terjadi gerakan ekstensi yang masih terkoordinasi,akhirnya terkoordinasi,akhirnya terjadi konvulsi tetanik. Episode kejang ini terjadi berulang,frekue berulang,frekuensi nsi dan hebatnya kejang bertambah dengan adanya perangsangan perangsangan sensorik. Kontraksi otot ini menimbulkan menimbulkan nyeri hebat,dan penderita takut mati dalam serangan berikutnya. 3.
dapat diberikan pada pasien yang tidak sadar atau tidak dapat menelan. Kebanyakan Kebanyakan obat diberikan melalui jalur ini, selain alasan diatas juga alsan kepraktisan kepraktisan dan tidak menimbulkan rasa sakit. Bahkan dianjurkan jika obat dapat diberikan melalui jalur ini dan tidak untuk kepentingan emergensi (obat segera berefek), obat harus diberikan secara enteral. 2.
Jalur Parenteral
Parenteral berarti tidak melalui enteral. Termasuk jalur parenteral adalah transdermal (topikal), injeksi, endotrakeal (pemberian obat kedalam trakea menggunakan endotrakeal (pemberian obat kedalam trakea menggunakan endotrakeal tube), dan inhalasi. Pemberian obat melalui jalur ini dapat menimbulkan efek sistemik atau lokal. Tabel 1 merupakan deskripsi cara pemberian obat, keuntungan, adn kerugiannya.
Rute Pemberian Pemberian Obat
Rute pemberian obat menentukan jumlah dan kecepatan obat obat yang masuk kedalam kedalam tubuh, sehingga merupakan penentu keberhasilan terapi atau kemungkinan timbulnya efek yang merugikan. Rute pemberian obat dibagi 2, yaitu enteral dan parenteral.
Tabel 1. Keuntungan dan Kerugian dari Jalur
Pemberian Obat 1.
Jalur Enteral
Jalur Enteral berarti pemberian Deskripsiobat
Keuntungan
Keru
melalui saluran gastrointestinal (GI), seperti pemberian obat melalui melalui sublingual, Aerosolbukal, rektal, dan oral. Pemberian melaui halus melaui oral merupakan mer upakan Partikel atau tetesan
Langsung masuk ke paru-paru
jalur pemberian obat paling banyak digunakan yang dihirup
Iritasi pada mukosa pa pernapasan, memerl pasien har
karena paling murah, paling mudah, dan paling aman. Kerugian dari pemberian obat melalui Bukal jalur enteral adalah adalahObat absorpsinya lambat, lambat, tidak pipi diletakkan diantara
Tidak sukar, tidak perlu steril dan efeknya cepat
Tidak dapat untuk obat enak, dapat terjadi irita
absorpsi ne nhalasi
edalam
edalam
bsorpsi s halus
ibawah
ah lidah
harus sadar, dan hanya bermanfaat untuk yang sensitif terhadap rangsang disebut obat yang sangat nonpolar Pemberian dapat terus-menerus walaupun pasien tidak sadar Absorpsi cepat, dapat diberikan kepada pasien sadar dan tidak sadar Obat cepat masuk dan bioavaibilitas 100%
Mudah, ekonomis, tidak perlu sterol
Pasien dapata dalam keadaan sadar atau tiadk sadar Mudah, tidak perlu steril dan obat cepat masuk ke sirkulasi sistemik
an awah
Obat dapat menembus kulit secara kontinyu, tiadk perlu steril, obat dapat langsung ke pembuluh darah
Hanya berguna untuk obat yang dapat neuron epileptic. Neuron inilah yang berbentuk gas pada suhu kamar, dapat terjadi iritasi pada saluran pernapasan menjadi sumber bangkitan epilepsi. Perlu prosedur steril, sakit, dapat terjadi iritasi pada tempat (Utama injeksi dan Gan, 2007) Pada dasarnya, epilepsi dapat dibagi Perlu prosedur steril, sakit, dapat terjadi iritasi pada tempat injeksi, resiko terjadi menjadi 3 golongan yaitu : kadar obat yang tinggi kalau diberikan terlalu cepat 1. Bangkitan umum primer (epilepsi Rasa yang tidak enak dapat mengurangi umum) dapat kepatuhan, kemungkinan menimbulkan iritasi lambung dan usus, · dan Bangkitan (epilepsi menginduksi mual pasien harustonik-konik dalam keadaan sadar. Obat dapat mengalami grand mall) metabolisme lintas pertama dan absorpsi dapat terganggu dengan adanya makanan · Bangkitan lena (epilepsi petit mal Perlu prosedur steril, sakit, dapat terjadi iritasi lokal ditempat injeksi atau absences) · Bangkitan lena yang tidak khas Tidak dapat untuk obat yang rasanya tidak enak, dapat terjadi iritasi dimulut, pasienbangkitan tonik, (atypical absences, harus sadar, dan hanya bermanfaat untuk obat yang sangat larut lemak bangkitan klonik, bangkitan infantile Hanya efektif untuk zat yang larut lemak, 2. Bangkitan pasrsial atau fokal atau iritasi lokal dapat terjadi lokal (epilepsy parsial atau fokal) ·
Bangkitan parsial sederhana
·
bangkitan parsial kompleks
·
Bangkitan parsial yang berkembang
Bangkitan epilepsi merupakan fenomena menjadi bangkitan umum klinis yang berkaitan dengan letupan listrik 3.
Bangkitan lain-lain (tidak termasuk
atau depolarisasi abnormal yang eksesif, golongan I atau II) terjadi di suatu focus dalam otak yang (Utama dan Gan, 2007) menyebabkan
bangkitan
paroksismal.
Fokus ini merupakan neuron epileptic
Mekanisme dasar terjadinya bangkitan
inisiasi terdiri atas letupan potensial aksi
umum
frekuensi tinggi yang melibatkan peranan
primer
adalah
karena
adanya
cetusan listrik di fokal korteks. Cetusan
kanal
listrik tersebut akan melampaui ambang
hiperpolarisasi/hipersinkronisasi
inhibisi neuron disekitarnya., kemudian
dimediasi oleh reseptor GABA atau ion
menyebar
sinaps
K+. Fase propagasi terjadi peningkatan K+
cetusan
intrasel (yang mendepolarisasi neuron di
korteks tersebut menyebar ke korteks
sekitarnya), akumulasi Ca++ pada ujung
kontralateral melalui jalur hemisfer dan
akhir pre sinaps (meningkatkan pelepasan
jalur nukleus subkorteks. Timbul gejala
neurotransmitter),
klinis,
melalui
kortiko-kortikal.
hubungan
Kemudian,
tergantung
bagian
ion
Ca++
dan
serta
serta yang
menginduksi
otak
yang
reseptor
subkorteks
akan
meningkatkan ion Ca++ sehingga tidak
korteks
terjadi inhibisi oleh neuron-neuron di
meningkatkan
sekitarnya. Kemudian akan dilanjutkan
aktivitas eksitasi dan terjadi penyebaran
dengan penyebaran dari korteks hingga
cetusan listrik ke neuron-neuron spinal
spinal,
melalui
epilepsy umum/epilepsy sekunder. (Utama
tereksitasi.
Aktivitas
diteruskan
kembali
asalnya
sehingga
jalur
retikulospinal
ke akan
focus
kortikospinal sehingga
dan
menyebabkan
kejang tonik-klonik umum. Setelah itu terjadi diensefalon. (Utama dan Gan, 2007)
Sedangkan mekanisme dasar terjadinya bangkitan parsial meliputi eua fase, yakni fase inisiasi dan fase propagasi. Fase
eksitasi
Na+
sehingga
dan Gan, 2007)
NMDA
dapat
dan
menyebabkan
B.
Striknin
Striknin tidak bermanfaat untuk terapi, tetapi untuk menjelaskan fisiologi dan farmakologi susunan saraf, obat ini menduduki tempat utama diantara obat yang bekerja secara sentral. (Louisa dan Dewoto, 2007) Striknin bekerja dengan cara mengadakan antagonisme kompetitif terhadap transmiter penghambatan yaitu glisin di daerah penghambatan pascasinaps, dimana glisin juga bertindak sebagai transmiter penghambat pascasinaps yang terletak pada pusat yanng lebih tinggi di SSP. (Louisa dan Dewoto, 2007) Striknin menyebabkan perangsangan pada semua bagian SSP. Obat ini merupakan obat konvulsan kuat dengan sifat kejang yang khas. Pada hewan coba konvulsi ini berupa ekstensif tonik dari badan dan semua anggota gerak. Gambaran konvulsi oleh striknin ini berbeda dengan konvulsi oleh obat yang merangsang langsung neuron pusat. Sifat khas lainnya dari kejang striknin ialah kontraksi ekstensor yang simetris yang diperkuat oleh rangsangan sensorik yaitu pendengaran, penglihatan dan perabaan. Konvulsi seperti ini juga terjadi pada hewan yang hanya mempunyai medula spinalis. Striknin ternyata juga merangsang medula spinalis secara langsung. Atas dasar ini efek striknin dianggap berdasarkan kerjanya pada medula spinalis dan konvulsinya disebut konvulsi spinal. (Louisa dan Dewoto, 2007) Medula oblongota hanya dipengaruhi striknin pada dosis yang menimbulkan hipereksitabilitas seluruh SSP. Striknin tidak langsung mempengaruhi sistem kardiovaskuler, tetapi bila terjadi konvulsi akan terjadi
perubahan tekanan darah berdasarkan efek sentral striknin pada pusat vasomotor. Bertambahnya tonus otot rangka juga berdasarkan efek sentral striknin.pada hewan coba dan manusia tidak terbukti adanya stimulasi saluran cerna. Striknin digunakan sebagai perangsanmg nafsu makan secara irasional berdasarkan rasanya yang pahit. (Louisa dan Dewoto, 2007) Striknin mudah diserap dari saluran cerna dan tempat suntikan, segera meninggalkan sirkulasi masuk ke jaringan. Kadar striknin di SSP tidak lebih daripada di jaringan lain. Stirknin segera di metabolisme oleh enzim mikrosom sel hati dan Necel 4 diekskresi melalui urin. Ekskresi lengkap dalam waktu 10 jam, sebagian dalam bentuk asal. (Louisa dan Dewoto, 2007) Gejala keracunan striknin yang mula-mula timbul ialah kaku otot muka dan leher. Setiap rangsangan sensorik dapat menimbulkan gerakan motorik hebat. Pada stadium awal terjadi gerakan ekstensi yang masih terkoordinasi, akhirnya terjadi konvulsi tetanik. Pada stadium ini badan berada dalam sikap hiperekstensi (opistotonus), sehingga hanya occiput dan tumit saja yang menyentuh alas tidur. Semua otot lurik dalam keadaan kontraksi penuh. Napas terhenti karena kontraksi otot diafragma, dada dan perut. Episode kejang ini terjadi berulang; frekuensi dan hebatnya kejang bertambah dengan adanya perangsangan sensorik. Kontraksi otot ini menimbulkan nyeri hebat, dan pesien takut mati dalam serangan berikutnya. Kematian biasanya disebabkan oleh paralisis batang otak karena hipoksia akibat gangguan napas. Kombinasi dari adanya gangguan napas dan kontraksi otot yang hebat dapat menimbulkan asidosis respirasi maupun
asidosis metabolik hebat; yang terakhir ini mungkin akibat adanya peningkatan kadar laktat dalam plasma. (Louisa dan Dewoto, 2007) Obat yang penting untuk mengatasi hal ini ialah diazepam 10 mg IV, sebab diazepam dapat melawan kejang tanpa menimbulkan potensial terhadap depresi post ictal, seperti yang umum terjadi pada penggunaan barbiturat atau obat penekan ssp non-selektif lain. Kadang-kadang diperlukan tindakan anastesia atau pemberian obat penghambat neuromuskular pada keracunan yang hebat. (Louisa dan Dewoto, 2007) Pengobatan keracunan striknin ialah mencegah terjadinya kejang dan membantu pernapasan. Intubasi pernapasan endotrakeal berguna untuk memperbaiki pernapasan. Dapat pula diberikan obat golongan kurariform untuk mengurangi derajat kontraksi otot. Bilas lambung dikerjakan bila diduga masih ada striknin dalam lambung yang belum diserap. Untuk bilas lambung digunakan larutan KMnO4 0,5 ‰ atau campuran yodium tingtur dan air (1:250) atau larutan asam tanat. Pada perawatan ini harus dihindarkan adanya rangsangan sensorik. (Louisa dan Dewoto, 2007)