Apr
2
EMPAT PILAR STANDAR AKUNTANSI
Standar Akuntansi di Indonesia kini berkembang menjadi 4 (empat) seturut dengan perkembangan dunia usaha. Empat pilar standar itu adalah :
1. STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN (SAK)
SAK digunakan untuk entitas yang memiliki akuntanbilitas publik, yaitu entitas terdaftar atau dalam proses pendaftaran di pasar modal atau entitas fidusia (entitas yang menggunakan dana masyarakat, seperti asuransi, perbankan dan dana pensiun)
2. STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN ENTITAS TANPA AKUNTABILITAS PUBLIK (SAK ETAP)
SAK ETAP digunakan untuk entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan dalam menyusun laporan keuangan untuk tujuan umum.
Beberapa penyederhanaan yang terdapat dalam SAK ETAP adalah:
Tidak ada Laporan Laba / Rugi Komprehensif. Pengaruh laba komprehensif disajikan dalam laporan perubahan ekuitas atau komponen ekuitas dalam neraca
Penilaian untuk aset tetap, aset tak berwujud dan propersi investasi setelah tanggal perolehan hanya menggunakan harga perolehan, tidak ada pilihan menggunakan nilai revaluasi atau nilai wajar
Tidak ada pengakuan liabilitas dan aset pajak tangguhan. Beban pajak diakui sebesar jumlah pajak menurut ketentuan pajak.
Entitas yang menggunakan SAK ETAP dalam laporan auditnya menyebutkan laporan keuangan entitas telah sesuai dengan SAK ETAP. Standar ini efektif dapat digunakan untuk laporan keuangan mulai tahun 2009. Entitas yang telah memenuhi kriteria untuk menggunakan SAK ETAP pada tahun 2011 harus memilih menggunakan SAK ETAP atau PSAK. Jika pada tahun 2011 tetap memakai PSAK maka di atahun berikutnya harus konsisten menggunakan PSAK dan tidak boleh berubah memakai SAK ETAP.
3. STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN SYARIAH (SAK SYARIAH)
Standar ini digunakan untuk entitas yang memiliki transaksi syariah atau berbasis syariah. Standar ini terdiri atas keraengka konseptual penyusunan dan pengungkapan laporan, standar penyajian laporan keuangan dan standar khusus transaksi syariah seperti mudharabah, murabahah, salam, ijarah dan istishna.
Bank syariah menggunakan dua standar dalam menyusun laporan keuangan. Sebagai entitas yang memiliki akuntabilitas publik signifikan, bank syariah menggunakan PSAK, sedangkan untuk transaksi syariahnya menggunakan PSAK Syariah.
4. STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAH (SAP)
Standar ini digunakan untuk menyusun laporan keuangan instansi pemerintahan, baik pusat ataupun daerah. SAP berbasis akrual ditetapkan dalam PP No. 71 Tahun 2010. Instansi masih diperkenankan menggunakan PP No. 24 Tahun 2005, SAP berbasis kas menuju akrual sampai tahun 2014.
SAP berbasis kas menuju akrual menggunakan basis kas untuk penyusunan laporan realisasi anggaran dan menggunakan basis akrual untuk penyusunan neraca.
Pada SAP berbasis akrual, laporan realisasi anggaran tetap menggunakan basis kas karena akan dibandingkan dengan anggaran yang disusun dengan menggunakan basis kas, sedangkan laporan operasional yang melaporkan kinerja entitas disusun dengan menggunakan basis akrual.
KAJIAN TEORI DAN PEMBAHASAN
A. Sejarah, perkembangan, dan pengadopsian Standar Akuntansi Internasional di Indonesia
Berikut adalah perkembangan standar akuntansi Indonesia mulai dari awal sampai dengan saat ini yang menuju konvergensi dengan IFRS (Sumber: Ikatan Akuntan Indonesia, 2008).
di Indonesia selama dalam penjajahan Belanda, tidak ada standar Akuntansi yang dipakai. Indonesia memakai standar (Sound Business Practices) gaya Belanda.
sampai Thn. 1955 : Indonesia belum mempunyai undang – undang resmi / peraturan tentang standar keuangan.
Tahun. 1974 : Indonesia mengikuti standar Akuntansi Amerika yang dibuat oleh IAI yang disebut dengan prinsip Akuntansi.
Tahun. 1984 : Prinsip Akuntansi di Indonesia ditetapkan menjadi standar Akuntansi.
Akhir Tahun 1984 : Standar Akuntansi di Indonesia mengikuti standar yang bersumber dari IASC (International Accounting Standart Committee)
Sejak Tahun. 1994 : IAI sudah committed mengikuti IASC / IFRS.
Tahun 2008 : diharapkan perbedaan PSAK dengan IFRS akan dapat diselesaikan.
Tahun. 2012 : Ikut IFRS sepenuhnya?
B. Pengadopsian Standar Akuntansi Internasional di Indonesia
Saat ini standar akuntansi keuangan nasional sedang dalam proses konvergensi secara penuh dengan International Financial Reporting Standards (IFRS) yang dikeluarkan oleh IASB (International Accounting Standards Board. Oleh karena itu, arah penyusunan dan pengembangan standar akuntansi keuangan ke depan akan selalu mengacu pada standar akuntansi internasional (IFRS) tersebut.
Untuk hal-hal yang tidak diatur standar akuntansi internasional, DSAK akan terus mengembangkan standar akuntansi keuangan untuk memenuhi kebutuhan nyata di Indonesia, terutama standar akuntansi keuangan untuk transaksi syariah, dengan semakin berkembangnya usaha berbasis syariah di tanah air. Landasan konseptual untuk akuntansi transaksi syariah telah disusun oleh DSAK dalam bentuk Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Hal ini diperlukan karena transaksi syariah mempunyai karakteristik yang berbeda dengan transaksi usaha umumnya sehingga ada beberapa prinsip akuntansi umum yang tidak dapat diterapkan dan diperlukan suatu penambahan prinsip akuntansi yang dapat dijadikan landasan konseptual.
C. Revisi terbaru PSAK yang mengacu pada IFRS
Sejak Desember 2006 sampai dengan pertengahan tahun 2007 kemarin, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah merevisi dan mengesahkan lima Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Revisi tersebut dilakukan dalam rangka konvergensi dengan International Accounting Standards (IAS) dan International financial reporting standards (IFRS). 5 butir PSAK yang telah direvisi tersebut antara lain: PSAK No. 13, No. 16, No. 30 (ketiganya revisi tahun 2007, yang berlaku efektif sejak 1 Januari 2008), PSAK No. 50 dan No. 55 (keduanya revisi tahun 2006 yang berlaku efektif sejak 1 Januari 2009).
PSAK No. 13 (revisi 2007) tentang Properti Investasi yang menggantikan PSAK No. 13 tentang Akuntansi untuk Investasi (disahkan 1994),
PSAK No. 16 (revisi 2007) tentang Aset Tetap yang menggantikan PSAK 16 (1994) : Aktiva Tetap dan Aktiva Lain-lain dan PSAK 17 (1994) Akuntansi Penyusutan,
PSAK No. 30 (revisi 2007) tentang Sewa menggantikan PSAK 30 (1994) tentang Sewa Guna Usaha.
PSAK No. 50 (revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan : Penyajian dan Pengungkapan yang menggantikan Akuntansi Investasi Efek Tertentu
PSAK No. 55 (revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan : Pengakuan dan Pengukuran yang menggantikan Akuntansi Instrumen Derivatif dan Aktivitas Lindung Nilai.
Kelima PSAK tersebut dalam revisi terakhirnya sebagian besar sudah mengacu ke IAS/IFRS, walaupun terdapat sedikit perbedaan terkait dengan belum diadopsinya PSAK lain yang terkait dengan kelima PSAK tersebut. Dengan adanya penyempurnaan dan pengembangan PSAK secara berkelanjutan dari tahun ke tahun, saat ini terdapat tiga PSAK yang pengaturannya sudah disatukan dengan PSAK terkait yang terbaru sehingga nomor PSAK tersebut tidak berlaku lagi, yaitu :
PSAK No. 9 (Revisi 1994) tentang Penyajian Aktiva Lancar dan Kewajiban Jangka Pendek pengaturannya disatukan dalam PSAK No. 1 (Revisi 1998) tentang Penyajian Laporan Keuangan;
PSAK No. 17 (Revisi 1994) tentang Akuntansi Penyusutan pengaturannya disatukan dalam PSAK No. 16 (Revisi 2007) tentang Aset Tetap;
PSAK No. 20 tentang Biaya Riset dan Pengembangan (1994) pengaturannya disatukan dalam PSAK No. 19 (Revisi 2000) tentang Aset Tidak Berwujud.
PSAK yang sedang dalam proses revisi
Ikatan Akuntan Indonesia merencanakan untuk konvergensi dengan IFRS mulai tahun 2012, untuk itu Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) sedang dalam proses merevisi 3 PSAK berikut (Sumber: Deloitte News Letter, 2007):
ü PSAK 22 : Accounting for Business Combination, which is revised by reference to IFRS 3 : Business Combination;
ü PSAK 58 : Discontinued Operations, which is revised by reference to IFRS 5 : Non-current Assets Held for Sale and Discontinued Operations;
ü PSAK 48 : Impairment of Assets, which is revised by reference to IAS 36 : Impairment of Assets
Berikut adalah program pengembangan standar akuntansi nasional oleh DSAK dalam rangka konvergensi dengan IFRS (Sumber: Ikatan Akuntan Indonesia, 2008):
Pada akhir 2010 diharapkan seluruh IFRS sudah diadopsi dalam PSAK;
Tahun 2011 merupakan tahun penyiapan seluruh infrastruktur pendukung untuk implementasi PSAK yang sudah mengadopsi seluruh IFRS;
Tahun 2012 merupakan tahun implementasi dimana PSAK yang berbasis IFRS wajib diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik. Namun IFRS tidak wajib diterapkan oleh perusahaan-perusahaan lokal yang tidak memiliki akuntabilitas publik. Pengembangan PSAK untuk UKM dan kebutuhan spesifik nasional didahulukan.
Efek penerapan International Accounting Standard (IAS) terhadap Laporan Keuangan
Beberapa penelitian di luar negeri telah dilakukan untuk menganalisa dan membuktikan efek penerapan IAS (IFRS) dalam laporan keuangan perusahaan domestik. Penelitian itu antara lain dilakukan oleh Barth, Landsman, Lang (2005), yang melakukan pengujian untuk membuktikan pengaruh Standar Akuntansi Internasional (SAI) terhadap kualitas akuntansi. Penelitian lain dilakukan oleh Marjan Petreski (2005), menguji efek adopsi SAI terhadap manajemen perusahaan dan laporan keuangan.
Hung & Subramanyan (2004) menguji efek adopsi SAI terhadap laporan keuangan perusahaan di Jerman. Hasil penelitian ini memberikan bukti bahwa total aktiva, total kewajiban dan nilai buku ekuitas, lebih tinggi yang menerapkan IAS dibanding standar akuntansi Jerman, dan tidak ada perbedaan yang signifikan pada pendapatan dan laba bersih yang didasarkan atas Standar Akuntansi Internasional dan Standar Akuntansi Jerman. Adopsi SAI juga berdampak pada rasio keuangan, antaralain rasio ROE, RAO, ATO, rasio LEV dan PM, rasio nilai buku terhadap nilai pasar ekuitas, rasio Earning to Price.
Pricewaterhouse Coopers (2005) menyatakan bahwa perubahan standar akuntansi tersebut akan berdampak pada berbagai area antara lain: Product viability, Capital Instruments, Derivatives dan hedging, Employee benefits, fair valuations, capital allocation, leasing, segment reporting, revenue recognition, impairment reviews, deferred taxation, cash flows, disclosures, borrowing arrangements and banking covenants.
Peranan dan keuntungan harmonisasi atau adopsi IFRS sebagai standar akuntansi domestik
Keuntungan harmonisasi menurut Lecturer Ph. Diaconu Paul (2002) adalah: (1) Informasi keuangan yang dapat diperbandingkan, (2) Harmonisasi dapat menghemat waktu dan uang, (3) Mempermudah transfer informasi kepada karyawan serta mempermudah dalam melakukan training pada karyawan, (4) Meningkatkan perkembangan pasar modal domestik menuju pasar modal internasional, (5) Mempermudah dalam melakukan analisis kompetitif dan operasional yang berguna untuk menjalankan bisnis serta mempermudah dalam pengelolaan hubungan baik dengan pelanggan, supplier, dan pihak lain.
Pricewaterhouse Coopers (2005) dalam publikasinya "Making A change To IFRS" mengatakan: "Financial reporting that is not easily understood by global users is unlikely to bring new business or capital to a company. This is why so many are either voluntarily changing to IFRS, or being required to by their governments. Communicating in one language to global stakeholders enhances confidence in the business and improves finance-raising capabilities. It also allows multinational groups to apply common accounting across their subsidiaries, which can improve internal communications, and the quality of management reporting and group decision-making. At the same time, IFRS can ease acquisitions and divestments through greater certainty and consistency of accounting interpretation. In increasingly competitive markets, IFRS allows companies to benchmark themselves against their peers worldwide, and allows investors and others to compare the company's performance with competitors globally. Those companies that do not make themselves comparable (or can't, because national laws stand in the way) will be at a disadvantage and their ability to attract capital and create value going forward will be undermined"
Dalam publikasi tersebut, Pricewaterhouse Coopers sebagai perusahaan jasa professional atau kantor akuntan terbesar di dunia saat ini, menyatakan bahwa laporan keuangan dituntut untuk dapat memberikan informasi yang lebih dapat dipahami oleh pemakai global, dengan demikian dapat menarik modal ke dalam perusahaan. Hal inilah yang mendorong atau menuntut perubahan peraturan akuntansi domestik ke arah IFRS. Dengan mengadopsi IFRS berarti laporan keuangan berbicara dengan bahasa akuntansi yang sama, hal ini akan memudahkan perusahaan multinasional dalam berkomunikasi dengan cabang-cabang perusahaannya yang berada dalam negara yang berbeda, meningkatkan kualitas pelaporan manajemen dan pengambilan keputusan. Dengan mengadopsi IFRS juga berarti meningkatkan kepastian dan konsistensi dalam interpretasi akuntansi, sehingga memudahkan proses akuisisi dan divestasi. Dengan mengadopsi IFRS kinerja perusahaan dapat diperbandingkan dengan pesaing lainnya secara global, apalagi dengan semakin meningkatnya persaingan global saat ini. Akan menjadi suatu kelemahan bagi suatu perusahaan jika tidak dapat diperbandingkan secara global, yang berarti kurang mampu dalam menarik modal dan menghasilkan keuntungan di masa depan.
Perlunya Harmonisasi Standar Akuntansi Internasional di Indonesia
Indonesia perlu mengadopsi standar akuntansi internasional untuk memudahkan perusahaan asing yang akan menjual saham di negara ini atau sebaliknya. Namun demikian, untuk mengadopsi standar internasional itu bukan perkara mudah karena memerlukan pemahaman dan biaya sosialisasi yang mahal. Indonesia sudah melakukannya namun sifatnya baru harmonisasi, dan selanjutnya akan dilakukan full adoption atas standar internasional tersebut. Adopsi standar akuntansi internasional tersebut terutama untuk perusahaan publik. Hal ini dikarenakan perusahaan publik merupakan perusahaan yang melakukan transaksi bukan hanya nasional tetapi juga secara internasional. Jika ada perusahaan dari luar negeri ingin menjual saham di Indonesia atau sebaliknya, tidak akan lagi dipersoalkan perbedaan standar akuntansi yang dipergunakan dalam menyusun laporan.
Ada beberapa pilihan untuk melakukan adopsi, menggunakan IAS apa adanya, atau harmonisasi. Harmonisasi adalah, kita yang menentukan mana saja yang harus diadopsi, sesuai dengan kebutuhan. Contohnya adalah PSAK (pernyataan standar akuntansi keuangan) nomor 24, itu mengadopsi sepenuhnya IAS nomor 19. Standar ini berhubungan dengan imbalan kerja atau employee benefit.
Kerugian apa yang akan kita hadapi bila kita tidak melakukan harmonisasi, kerugian kita berkaitan dengan kegiatan pasar modal baik modal yang masuk ke Indonesia, maupun perusahaan Indonesia yang listing di bursa efek di Negara lain. Perusahaan asing yang ingin listing di BEI akan kesulitan untuk menerjemahkan laporan keuangannya dulu sesuai standart nasional kita, sedangkan perusahaan Indonesia yang akan listing di Negara lain, juga cukup kesulitan untuk menerjemahkan atau membandingkan laporan keuangan sesuai standart di negara tersebut. Hal ini jelas akan menghambat perekonomian dunia, dan aliran modal akan berkurang dan tidak mengglobal.
Perkembangan Standar Akuntansi di Indonesia.
Adanya perubahan lingkungan global yang semakin menyatukan hampir seluruh negara di dunia dalam komunitas tunggal, yang dijembatani perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang semakin murah, menuntut adanya transparansi di segala bidang. Standar akuntansi keuangan yang berkualitas merupakan salah satu prasarana penting untuk mewujudkan transparasi tersebut. Standar akuntansi keuangan dapat diibaratkan sebagai sebuah cermin, di mana cermin yang baik akan mampu menggambarkan kondisi praktis bisnis yang sebenarnya. Oleh karena itu, pengembangan standar akuntansi keuangan yang baik, sangat relevan dan mutlak diperlukan pada masa sekarang ini.
Terkait hal tersebut, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai wadah profesi akuntansi di Indonesia selalu tanggap terhadap perkembangan yang terjadi, khususnya dalam hal-hal yang memengaruhi dunia usaha dan profesi akuntan. Hal ini dapat dilihat dari dinamika kegiatan pengembangan standar akuntansi sejak berdirinya IAI pada tahun 1957 hingga kini. Setidaknya, terdapat tiga tonggak sejarah dalam pengembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia.
Tonggak sejarah pertama, menjelang diaktifkannya pasar modal di Indonesia pada tahun 1973. Pada masa itu merupakan pertama kalinya IAI melakukan kodifikasi prinsip dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia dalam suatu buku "Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI)."
Kemudian, tonggak sejarah kedua terjadi pada tahun 1984. Pada masa itu, komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian mengkondifikasikannya dalam buku "Prinsip Akuntansi Indonesia 1984" dengan tujuan untuk menyesuaikan ketentuan akuntansi dengan perkembangan dunia usaha.
Berikutnya pada tahun 1994, IAI kembali melakukan revisi total terhadap PAI 1984 dan melakukan kodifikasi dalam buku "Standar Akuntansi Keuangan (SAK) per 1 Oktober 1994." Sejak tahun 1994, IAI juga telah memutuskan untuk melakukan harmonisasi dengan standar akuntansi internasional dalam pengembangan standarnya. Dalam perkembangan selanjutnya, terjadi perubahan dari harmonisasi ke adaptasi, kemudian menjadi adopsi dalam rangka konvergensi dengan International Financial Reporting Standards (IFRS). Program adopsi penuh dalam rangka mencapai konvergensi dengan IFRS direncanakan dapat terlaksana dalam beberapa tahun ke depan.
Dalam perkembangannya, standar akuntansi keuangan terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa berupa penyempurnaan maupun penambahan standar baru sejak tahun 1994. Proses revisi telah dilakukan enam kali, yaitu pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1996, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, dan 1 September 2007. Buku "Standar Akuntansi Keuangan per 1 September 2007" ini di dalamnya sudah bertambah dibandingkan revisi sebelumnya yaitu tambahan KDPPLK Syariah, 6 PSAK baru, dan 5 PSAK revisi. Secara garis besar, sekarang ini terdapat 2 KDPPLK, 62 PSAK, dan 7 ISAK.
Untuk dapat menghasilkan standar akuntansi keuangan yang baik, maka badan penyusunnya terus dikembangkan dan disempurnakan sesuai dengan kebutuhan. Awalnya, cikal bakal badan penyusun standar akuntansi adalah Panitia Penghimpunan Bahan-bahan dan Struktur dari GAAP dan GAAS yang dibentuk pada tahun 1973. Pada tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) yang bertugas menyusun dan mengembangkan standar akuntansi keuangan. Komite PAI telah bertugas selama empat periode kepengurusan IAI sejak tahun 1974 hingga 1994 dengan susunan personel yang terus diperbarui. Selanjutnya, pada periode kepengurusan IAI tahun 1994-1998 nama Komite PAI diubah menjadi Komite Standar Akuntansi Keuangan (Komite SAK).
Kemudian, pada Kongres VIII IAI tanggal 23-24 September 1998 di Jakarta, Komite SAK diubah kembali menjadi Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dengan diberikan otonomi untuk menyusun dan mengesahkan PSAK dan ISAK. Selain itu, juga telah dibentuk Komite Akuntansi Syariah (KAS) dan Dewan Konsultatif Standar Akuntansi Keuangan (DKSAK). Komite Akuntansi Syariah (KAS) dibentuk tanggal 18 Oktober 2005 untuk menopang kelancaran kegiatan penyusunan PSAK yang terkait dengan perlakuan akuntansi transaksi syariah yang dilakukan oleh DSAK. Sedangkan DKSAK yang anggotanya terdiri atas profesi akuntan dan luar profesi akuntan, yang mewakili para pengguna, merupakan mitra DSAK dalam merumuskan arah dan pengembangan SAK di Indonesia.
Ada juga pendapat yang lain mengtakan bahwa perkembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia yang terbaru mengadopsi IFRS ke PSAK, kronologis kejadian dari tahun ke tahun adalah sebagai berikut :
Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) telah membentuk Komite Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia untuk menetapkan standar-standar akuntansi, yang kemudian dikenal dengan Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia (PAI). (Terjadi pada periode 1973-1984)
Komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian menerbitkan Prinsip Akuntansi Indonesia 1984 (PAI 1984). Menjelang akhir 1994, Komite standar akuntansi memulai suatu revisi besar atas prinsip-prinsip akuntansi Indonesia dengan mengumumkan pernyataan-pernyataan standar akuntansi tambahan dan menerbitkan interpretasi atas standar tersebut. Revisi tersebut menghasilkan 35 pernyataan standar akuntansi keuangan, yang sebagian besar harmonis dengan IAS yang dikeluarkan oleh IASB. (Terjadi pada periode 1984-1994)
Ada perubahan Kiblat dari US GAAP ke IFRS, hal ini ditunjukkan Sejak tahun 1994, telah menjadi kebijakan dari Komite Standar Akuntansi Keuangan untuk menggunakan International Accounting Standards sebagai dasar untuk membangun standar akuntansi keuangan Indonesia. Dan pada tahun 1995, IAI melakukan revisi besar untuk menerapkan standar-standar akuntansi baru, yang kebanyakan konsisten dengan IAS. Beberapa standar diadopsi dari US GAAP dan lainnya dibuat sendiri. (Terjadi pada periode 1994-2004).
Merupakan konvergensi IFRS Tahap 1, Sejak tahun 1995 sampai tahun 2010, buku Standar Akuntansi Keuangan (SAK) terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa penyempurnaan maupun penambahan standar baru. Proses revisi dilakukan sebanyak enam kali yakni pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, 1 Juni 2006, 1 September 2007, dan versi 1 Juli 2009. Pada tahun 2006 dalam kongres IAI (Cek Lagi nanti) X di Jakarta ditetapkan bahwa konvergensi penuh IFRS akan diselesaikan pada tahun 2008. Target ketika itu adalah taat penuh dengan semua standar IFRS pada tahun 2008. Namun dalam perjalanannya ternyata tidak mudah. Sampai akhir tahun 2008 jumlah IFRS yang diadopsi baru mencapai 10 standar IFRS dari total 33 standar. (terjadi pada periode 2006-2008)
Sejarah berdirinya Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
Pada waktu Indonesia merdeka, hanya ada satu orang akuntan pribumi, yaitu Prof. Dr. Abutari, sedangkan Prof. Soemardjo lulus pendidikan akuntan di negeri Belanda pada tahun 1956.
Akuntan-akuntan Indonesia pertama lulusan dalam negeri adalah Basuki Siddharta, Hendra Darmawan, Tan Tong Djoe dan Go Tie Siem, mereka lulus pertengahan tahun 1957. Keempat akuntan ini bersama dengan Prof. Soemardjo mengambil prakarsa mendirikan perkumpulan akuntan untuk bangsa Indonesia saja.
Alasan mereka membentuk perkumpulan ini, karena mereka berpikir tidak mungkin mereka menjadi anggota
NIVA
(Nederlands Institute Van Accountants) atau VAGA (Vereniging Academisch Gevormde Accountants). Mereka menyadari keindonesiaannya dan berpendapat tidak mungkin kedua lembaga itu akan memikirkan perkembangan dan pembinaan akuntan di Indonesia.
Pada hari Kamis, 17 Oktober 1957, kelima akuntan tadi mengadakan pertemuan di aula Universitas Indonesia (UI) dan sepakat untuk mendirikan perkumpulan akuntan Indonesia. Karena pertemuan tersebut tidak dihadiri oleh semua akuntan yang ada, maka diputuskan membentuk Panitia Persiapan Pendirian Perkumpulan Akuntan Indonesia. Panitia diminta menghubungi akuntan lainnya untuk menanyakan pendapat mereka.
Dalam panitia itu, Prof. Soemardjo duduk sebagai ketua, Go Tie Siem sebagai penulis, Basuki Siddharta sebagai bendahara sedangkan Hendra Darmawan dan Tan Tong Djoe sebagai komisaris.
Surat yang dikirim oleh panitia kepada enam akuntan yang lainnya memperoleh jawaban setuju.
Perkumpulan akhirnya diberi nama Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang berdiri pada tanggal 23 Desember 1957, yaitu pada pertemuan ketiga yang diadakan di aula UI pada pukul 19.30.
Susunan pengurus pertama IAI terdiri dari :
1. Ketua : Proft. Dr. Soemardjo Tjitrosidojo
2. Panitera : Drs. Mr. Go Tie Siem
3. Bendahara : Drs. Sie Bing Tat (Basuki Siddharta)
4. Komisaris : Dr. Tan Tong Djoe dan Drs. Oey Kwie Tek (Hendra Darmawan)
Keenam akuntan lainnya sebagai pendiri IAI adalah : (1) Prof. Dr. Abutari, (2) Tio Po Tjiang, (3) Tan Eng Oen, (4) Tang Siu Tjhan, (5) Liem Kwie Liang, (6) The Tik Him
Konsep Anggaran Dasar IAi yang pertama diselesaikan pada 15 Mei 1958 dan naskah finalnya diselesaikan pada 19 Oktober 1958. Menteri Kehakiman mengesahkannya pada 11 Pebruari 1959. Namun demikian, tanggal pendirian IAI ditetapkan pada 23 Desember 1957.
Tujuan pendirian IAI pada waktu itu adalah :
1. Membimbing perkembangan akuntansi serta mempertinggi mutu pendidikan akuntan
2. Mempertinggi mutu pekerjaan akuntan
Misi IAI adalah :
1. Memelihara integritas, komitmen, dan kompetensi anggota dalam pengembangan manajemen bisnis dan publik yang berorientasi pada etika, tanggungjawab dan lingkungan hidup;
2. Mengembangkan pengetahuan dan praktek bisnis, keuangan, atestasi, non-atestasi, dan akuntansi bagi masyarakat; dan
3. Berpartisipasi aktif di dalam mewujudkan good governance melalui upaya organisasi yang sah dan dalam perspektif nasional dan internasional.
Visi IAI adalah menjadi organisasi profesi terdepan dalam pengembangan pengetahuan dan praktek akuntansi, manajemen bisnis dan public, yang berorientasi pada etika dan tanggung jawab sosial, serta lingkungan hidup dalam perspektif nasional dan internasional.
Pada saat didirikannya, hanya ada 11 akuntan yang menjadi anggota IAI, yaitu para pendirinya. Seiring dengan berjalannya waktu, anggota IAI terus bertambah.
Terdapat 4 kompartemen dalam badan organisasi IAI yaitu :
1. Kompartemen Akuntan Manajemen
2. Kompartemen Akuntan Publik
3. Kompartemen Akuntan Pendidik
4. Kompartemen Akuntan Sektor Publik
Kompartemen adalah merupakan bagian integral organisasi IAi yang menjadi pilar pendukung berdirinya organisasi IAI secara keseluruhan, yang mewadahi Anggota yang berspesialisasi khusus untuk meningkatkan profesionalisme dan menjalankan kegiatan profesi serta fungsi ilmiah sesuai bidang kerjanya, sebagai pengejawantahan azas dekonsentrasi organisasi IAI.
Pengertian Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
Pengertian Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) merupakan pedoman dalam melakukan praktek akuntansi dimana uraian materi di dalamnya mencakup hampir semua aspek yang berkaitan dengan akuntansi, yang dalam penyusunannya melibatkan sekumpulan orang dengan kemampuan dalam bidang akuntansi yang tergabung dalam suatu lembaga yang dinamakan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Dengan kata lain, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) adalah buku petunjuk bagi pelaku akuntansi yang berisi pedoman tentang segala hal yang ada hubungannya dengan akuntansi.
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) mencakup konvensi, peraturan dan prosedur yang sudah disusun dan disahkan oleh lembaga resmi (standard setting body) pada saat tertentu.
Pernyataan di atas memberikan pemahaman bahwa Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) merupakan buku petunjuk tentang akuntansi yang berisi konvensi atau kesepakatan, peraturan dan prosedur yang telah disahkan oleh suatu lembaga atau institut resmi. Dengan kata lain Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)merupakan sebuah peraturan tentang prosedur akuntansi yang telah disepakati dan telah disahkan oleh sebuah lembaga atau institut resmi.
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang disusun oleh lembaga Ikatan Akuntan Indonesia selalu mengacu pada teori-teori yang berlaku dan memberikan tafsiran dan penalaran yang telah mendalam dalam hal praktek terutama dalam pembuatan laporan keuangan dalam memperolah informasi yang akurat sehubungan data ekonomi.
Berdasarkan pernyataan di atas dapat dipahami bahwa Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) mengacu pada penafsiran dan penalaran teori-teori yang "berlaku" dalam hal praktek "pembuatan laporan keuangan" guna memperoleh inforamsi tentang kondisi ekonomi.
Pemahaman di atas memberikan gambaran bahwa Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) berisi "tata cara penyusunan laporan keuangan" yang selalu mengacu pada teori yang berlaku, atau dengan kata lain didasarkan pada kondisi yang sedang berlangsung.
Hal ini menyebabkan tidak menutup kemungkinan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dapat mengalami perubahan/penyesuaian dari waktu ke waktu sejalan dengan perubahan kebutuhan informasi ekonomi.
Dari keseluruhan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) merupakan suatu buku petunjuk dari prosedur akuntansi yang berisi peraturan tentang perlakuan, pencatatan, penyusunan dan penyajian laporan keuangan yang disusun oleh lembaga IAI yang didasarkan pada kondisi yang sedang berlangsung dan telah disepakati (konvensi) serta telah disahkan oleh lembaga atau institut resmi.
Sebagai suatu pedoman, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) bukan merupakan suatu kemutlakan bagi setiap perusahasan dalam membuat laporann keuangan. Namun paling tidak dapat memastikan bahwa penempatan unsur-unsur atau elemen data ekonomi harus ditempatkan pada posisi yang tepat agar semua dat ekonomi dapat tersaji dengan baik, sehingga dapat memudahkan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam menginterpretasikan dan megevaluasi suatu laporan keuangan guna mengambil keputusan ekonomi yang baik bagi tiap-tiap pihak.
Pengertian SAK
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) adalah suatu kerangka dalam prosedur pembuatan laporan keuangan agar terjadi keseragaman dalam penyajian laporan keuangan. Standar Akuntansi Keuangan (SAK) merupakan hasil perumusan Komite Prinsipil Akuntansi Indonesia pada tahun 1994 menggantikan Prinsip Akuntansi Indonesia tahun 1984. SAK di Indonesia menrupakan terapan dari beberapa standard akuntansi yang ada seperti, IAS,IFRS,ETAP,GAAP. Selain itu ada juga PSAK syariah dan juga SAP.
Selain untuk keseragaman laporan keuangan, Standar akuntansi juga diperlukan untuk memudahkan penyusunan laporan keuangan, memudahkan auditor serta Memudahkan pembaca laporan keuangan untuk menginterpretasikan dan membandingkan laporan keuangan entitas yang berbeda. Di Indonesia SAK yang diterapkan akan berdasarkan IFRS pada tahun 2012 mendatang.
Pada PSAK-IFRS, SAK ETAP ditetapkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia. PSAK Syariah diterbitkan oleh Dewan Akuntansi Syariah sedangkan SAP oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintah.
Berikut ini penjelasan dari macam-macam SAK tersebut :
PSAK-IFRS
PSAK-IFRS akan diterapkan secara utuh pada tahun 2012. Saat ini masih dalam proses konvergensi. Proses ini melalui tahap adopsi pada tahun 2008-2010 kemudian tahun ini memasuki tahap persiapan akhir sebelum tahap implementasi di tahun 2012.Pada PSAK ini wajib diterapkan untuk entitas dengan akuntabilitas public seperti : Emiten, perusahaan publik, perbankan, asuransi, dan BUMN. Tujuan dari PSAK ini adalah memberikan informasi yang relevan bagi user laporan keuangan.
Lalu Kenapa Indonesia mengadopsi IFRS ?
Indonesia mengadopsi IFRS karena Indonesia adalah bagian dari IFAC yang sudah pasti harus mematuhi SMO(Statement Membership Obligation) yang menjadikan IFRS sebagai accounting standard. Selain itu konvergensi IFRS adalah kesepakatan pemerintah Indonesia sebagai anggota G20 Forum. Pada pertemuan pemimpin G20 di Wahington DC, pada 15 November 2008 didapati hasil : "Strengthening Transparency and Accountability" yang kemudian pada 2 April 2009 di London pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan untuk : Strengthening Financial Supervision and Regulation "to call on the accounting standard setters to work urgently with supervisors and regulators to improve standards on valuation and provisioning and achieve a single set of high quality global accounting standards."
MANFAAT IFRS
Manfaat dari penerapan IFRS sebagai berikut :
Meningkatkan daya banding laporan keuangan
Memberikan informasi yang berkualitas di pasar modal Internasional
Menghilangkan hambatan arus modal Internasional dengan mengurangi perbedaan dalam ketentuan pelaporan keuangan
Mengurangi biaya pelaporan keuangan perusahaan multinasional dan biaya untuk analisis keuangan bagi para analis
Meningkatkan kualitas pelaporan keuangan menuju best practice
Jadi walaupun Indonesia harus menyesuaikan standard keuangan dengan IFRS namun hal ini akan mempermudah untuk pelaporan keuangan meskipun aka nada perubahan-perubahan dalam penyusunan laporan keuangan itu sendiri yang bersifat menyuluruh.
Karakter IFRS
IFRS menggunakan "Principles Base" yaitu :
Lebih menekankan Interpretasi dan aplikasi atas standar sehingga harus berfokus pada spirit penerapan prinsip tersebut
Standard membutuhkan penilaian atas substansi transaksi dan evaluasi apakah presentasi akuntansi mencerminkan realitas ekonomi
Membutuhkan professional judgement pada penerapan standard akuntansi.
IFRS juga menggunakan fair value dalam penilaian, jika tidak ada nilai pasar aktif harus melakukan penilaian sendiri atau menggunakan jasa penilai. Selain itu IFRS mengharuskan pengungkapan(disclosure) yang lebih banyak baik kwantitatif maupun kualitatif.
2. SAK-ETAP
SAK ETAP adalah Standard akuntansi keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik. ETAP yaitu Entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik yang signifikan serta menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum bagi pengguna eksternal.
ETAP menggunakan acuan IFRS untuk Small Medium Enterprises. SAK-ETAP diterbitkan pada tahun 2009 dan berlaku efektif 1 Januari 2011 dan dapat diterapkan pada 1 Januari 2010. SAK ini diterapkan secara retrospektif namun jika tidak praktis dapat diterapkan secara prospektif yang berarti mengakui semua asset dan kewajiban sesuai SAK ETAP juga tidak mengakui asset dan kewajiban jika tidak diizinkan oleh SAK-ETAP, selain itu Mereklasifikasi pos-pos yang sebelumnya menggunakan PSAK lama menjadi pos-pos sesuai SAK-ETAP juga menerapkan pengukuran asset dan kewajiban yang diakui SAK ETAP.
Manfaat SAK ETAP
Dengan adanya SAK ETAP diharapkan perusahaan kecil dan menangah dapat untuk menyusun laporan keuangannya sendiri juga dapat diaudit dan mendapatkan opini audit, sehingga perusahaan dapat menggunakan laporan keuangannya untuk mendapatkan dana untuk pengembangan usahanya.
Manfaat lain dari SAK ETAP antara lain :
Lebih mudah implementasinya dibandingkan PSAK-IFRS karena lebih sederhana
Walaupun sederhana namun tetap dapat memberikan informasi yang handal dalam penyajian laporan keuangan
Disusun dengan mengadopsi IFRS for SME dengan modifikasi sesuai dengan kondisi di Indonesia serta dibuat lebih ringkas
SAK ETAP masih memerlukan profesional judgement namun tidak sebanyak untuk PSAK-IFRS
Tidak ada perubahan signifikan dibandingkan dengan PSAK lama, namun ada beberapa hal yang diadopsi/modifikasi dari IFRS/IAS
SAK ETAP terdiri dari 30 Bab dan daftar istilah yang mempermudah untuk memahami SAK ini.
3. PSAK Syariah
PSAK Syariah digunakan oleh entitas yang melakukan transaksi syariah baik entitas lembaga syariah maupun lembaga non syariah. Dalam PSAK Syariah ini pengembangan dilakukan dengan model PSAK umum namun psak ini berbasis syariah dengan acuan fatwa MUI.
PSAK Syariah berada dalam PSAK 100-106 yang terdiri dari :
Kerangka Konseptual
Penyajian Laporan Keuangan Syariah
Akuntansi Murabahah
Musyarakah
Mudharabah
Salam
Istishna
4. SAP
SAP adalah Standar Akuntansi Pemerintah yang diterbitkan oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan. SAP ini ditetapkan sebagai PP(Peraturan Pemerintah) yang diterapkan untuk entetitas pemerintah dalam menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD).
SAP diterapkan dengan PP Nomor 24 Tahun 2005 tanggal 13 Juni 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (PP SAP). Penyusunan SAP melalui tahapan-tahapan seperti :
Identifikasi Topik untuk Dikembangkan Menjadi Standar
Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) di dalam KSAP
Riset Terbatas oleh Kelompok Kerja
Penulisan draf SAP oleh Kelompok Kerja
Pembahasan Draf oleh Komite Kerja
Pengambilan Keputusan Draf untuk Dipublikasikan
Peluncuran Draf Publikasian SAP (Exposure Draft)
Dengar Pendapat Terbatas (Limited Hearing) dan Dengar Pendapat Publik (Public Hearings)
Pembahasan Tanggapan dan Masukan Terhadap Draf Publikasian
Finalisasi Standar
Jadi SAP disusun hanya untuk instalasi kepemerintahan baik pusat maupun daerah untuk menyusun laporan keuangan dalam pemerintahan. Dan diharapkan dengan adanya SAP maka akan ada transparansi, parisipaso dan akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara sehingga dapat mewujudkan pemerintahan yang baik.
http://staff.blog.ui.ac.id/martani/files/2011/03/Standar-Akuntansi-Keuanan-Entitas-Tanpa-Akuntanbilitas-Publik-SAK-ETAP.pdf
pengertian laporan keuangan menurut psak
pengertian laporan keuangan menurut psak adalah sbb :
PSAK adalah standar yang digunakan untuk pelaporan keuangan di Indonesia. PSAK digunakan sebagai pedoman akuntan untuk membuat laporan keuangan.
PENDAHULUAN
Tujuan
01. Pernyataan ini menetapkan dasar-dasar bagi penyajian laporan keuangan bertujuan umum (general purpose financial statements) yang selanjutnya disebut 'laporan keuangan' agar dapat dibandingkan baik dengan laporan keuangan periode sebelumnya maupun dengan laporan keuangan entitas lain. Pernyataan ini mengatur persyaratan bagi penyajian laporan keuangan, struktur laporan keuangan, dan persyaratan minimum isi laporan keuangan.
Ruang Lingkup
02. Entitas menerapkan Pernyataan ini dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan bertujuan umum sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan. Pernyataan ini tidak berlaku bagi penyusunan dan penyajian laporan keuangan entitas syariah.
03. PSAK lainnya mengatur persyaratan pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan transaksi tertentu dan peristiwa lainnya.
04. Pernyataan ini tidak diterapkan bagi struktur dan isi laporan keuangan interim ringkas yang disusun sesuai dengan PSAK 3: Laporan Keuangan Interim. Namun, paragraf 13- 33 diterapkan bagi laporan keuangan interim tersebut. Pernyataan ini berlaku bagi seluruh entitas, termasuk entitas yang menyajikan laporan keuangan konsolidasian dan laporan keuangan terpisah sebagaimana diatur dalam PSAK 4: Laporan Keuangan Konsolidasi.
Definisi
05. Berikut adalah istilah yang digunakan dalam Pernyataan ini:
Laporan keuangan bertujuan umum (selanjutnya disebut sebagai 'laporan keuangan') adalah laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna laporan.
Ketidakpraktisan. Penerapan suatu persyaratan dianggap tidak praktis jika entitas tidak dapat menerapkannya setelah melakukan usaha yang memadai.
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) adalah Pernyataan dan Interpretasi yang disusun oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia, yang terdiri dari:
(a) Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK);
(b) Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK).
Material. Kelalaian dalam mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat pos-pos laporan keuangan adalah material jika, baik secara sendiri-sendiri maupun bersamasama, dapat memengaruhi keputusan ekonomi pengguna laporan keuangan. Materialitas tergantung pada ukuran dan sifat dari kelalaian dalam mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat tersebut dengan memerhatikan kondisi terkait. Ukuran atau sifat dari pos laporan keuangan tersebut, atau gabungan dari keduanya, dapat menjadi faktor penentu. Penilaian apakah suatu kelalaian dalam mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat dapat memengaruhi keputusan ekonomi dari pengguna laporan, dan dengan demikian menjadi material, membutuhkan pertimbangan mengenai karakteristik dari masing-masing pengguna laporan tersebut. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan paragraf 25 menyatakan bahwa 'pengguna laporan keuangan diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar.' Oleh karena itu, penilaian tersebut perlu memerhatikan bagaimana pengguna laporan dengan karakteristik tersebut diharapkan terpengaruh dalam membuat keputusan ekonomi.
Catatan atas laporan keuangan. Catatan atas laporan keuangan berisi informasi tambahan atas apa yang disajikan dalam laporan posisi keuangan, laporan pendaptan komprehensif, laporan laba rugi terpisah (jika disajikan), laporan perubahan ekuitas dan laporan arus kas.
Catatan atas laporan keuangan memberikan penjelasan atau rincian dari pos-pos yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut dan informasi mengenai pospos yang tidak memenuhi kriteria pengakuan dalam laporan keuangan.
Pendapatan komprehensif lain berisi pos-pos pendapatan dan beban (termasuk penyesuaian reklasifikasi) yang tidak diakui dalam laba rugi dari laporan pendapatan komprehensif sebagaimana dipersyaratkan oleh SAK lainnya.
Pemilik adalah pemegang instrumen yang diklasifikasikan sebagai ekuitas.
Laba rugi adalah total pendapatan dikurangi beban, tidak termasuk komponen-komponen pendapatan komprehensif lain.
Penyesuaian reklasifikasi adalah jumlah yang direklasifikasi ke bagian laba rugi periode berjalan yang sebelumnya diakui dalam pendapatan komprehensif lain pada periode berjalan atau periode sebelumnya.
Total laba rugi komprehensif adalah perubahan ekuitas selama satu periode yang dihasilkan dari transaksi dan peristiwa lainnya, selain perubahan yang dihasilkan dari transaksi dengan pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik
Komponen pendapatan komprehensif lain meliputi:
(a) perubahan dalam surplus revaluasi (lihat PSAK 16: Aset Tetap dan PSAK 19: Aset Tidak Berwujud);
(b) keuntungan dan kerugian aktuarial atas program manfaat pasti yang diakui sesuai dengan paragraf 94 PSAK 24: Imbalan Kerja;
(c) keuntungan dan kerugian yang timbul dari penjabaran laporan keuangan dari entitas asing (lihat PSAK 11: Penjabaran Laporan Keuangan dalam Mata Uang Asing);
(d) keuntungan dan kerugian dari pengukuran kembali asset keuangan yang dikategorikan sebagai 'tersedia untuk dijual' (lihat PSAK 55: Instrumen Keuangan: Pengakuan danPengukuran);
(e) Bagian efektif dari keuntungan dan kerugian instrument lindung nilai dalam rangka lindung nilai arus kas (lihat PSAK 55: Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran)
Tujuan Laporan Keuangan
07. Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.(psak 2009,terbaru) Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas yang meliputi:
a) aset;
b) laibilitas;
c) ekuitas;
d) pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian;
e) kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik;dan
f) arus kas. Informasi tersebut, beserta informasi lainnya yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan, membantu pengguna laporan dalam memprediksi arus kas masa depan dan, khususnya, dalam hal waktu dan kepastian diperolehnya kas dan setara kas.
Jika seorang investor ingin mengambil keputusan bisnis, maka salah satu pertimbangannya adalah dengan melihat dan menganalisis laporan keuangan perusahaan. Kenapa laporan keuangan? Laporan keuangan merupakan salah satu media utama yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk mengkomunikasikan informasi keuangannya kepada pihak luar. Laporan ini juga merekam peristiwa kejadian bisnis dalam bentuk unit moneter. Dengan disediakannya laporan keuangan maka keadaan ekonomi perusahan (yang dituangkan ke dalam bentuk angka-angka moneter) tercermin dalam laporan keuangan tersebut. Untuk menganalisis laporan keuangan perusahaan, tentu saja diperlukan komponen-komponen laporan keuangan yang lengkap.
Dalam kaitannya dengan komponen laporan keuangan, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) telah mensahkan PSAK 1 (Revisi 2009) tentang penyajian laporan keuangan pada tanggal 15 Desember 2009 yang merupakan revisi dari PSAK 1 tahun 1998. Pada kesempatan ini, akan dipaparkan tentang beberapa perubahan-perubahan yang terkait dengan PSAK 1 tantang penyajian laporan keuangan yang akan dimulai dari istilah-istilah apa saja yang berubah, disusul dengan komponen laporan keuangan yang lengkap, dan bagaimana bentuk penyajian laporan keuangan, dan alasan mengapa pos luar biasa (extraordinary items) tidak diperbolehkan lagi disajikan dalam laporan keuangan.
2. Istilah dan Perubahan Istilah
Dalam PSAK 1 (Revisi 2009) terdapat beberapa istilah baru yang diungkap dan terdapat juga beberapa istilah yang telah berubah jika dibandingkan dengan PSAK 1 tahun 1998. Istilah-istilah baru yang diungkap dalam PSAK 1 (Revisi 2009), yang sebelumnya tidak diungkap dalam PSAK 1 (Revisi 1998), adalah:
catatan atas laporan keuangan
laba atau rugi
laporan keuangan bertujuan umum
material
pemilik
pendapatan komprehensif lain
penyesuaian reklasifikais
standar akuntansi keuangan
tidak praktis
Total Laba rugi komprehansif
Beberapa perubahan istilah diantaranya adalah
Penggantian istilah "kewajiban" pada PSAK 1 (Revisi 1998) menjadi "liabilitas" pada PSAK 1 (Revisi 2009).
Penggantian istilah "aktiva" pada PSAK 1 (Revisi 1998) menjadi "aset" pada PSAK 1 (Revisi 2009).
Penggantian istilah "neraca" pada PSAK 1 (Revisi 1998) menjadi "laporan posisi keuangan" pada PSAK 1 (Revisi 2009)
Satu hal penting dalam kaitannya dengan istilah, PSAK 1 (Revisi 2009) tidak lagi memperkenankan penggunaan istilah "Pos Luar Biasa", sedangkan PSAK 1 (1998) masih memperkenankan penggunaan istilah tersebut. Pertanyaannya adalah, mengapa pos luar biasa tidak diperkenankan lagi ada? Sayangnya, PSAK 1 (Revisi 2009) tidak menjelaskan alasan mengapa pos luar biasa dihilangkan. Alasan akan hal ini berdasar pandangan penulis akan dibahas pada bagian 5.
3. Komponen Laporan Keuangan Lengkap
Berdasar pada PSAK 1 (Revisi 2009), komponen laporan keuangan lengkap mengalami perubahan dari yang tadinya hanya mencakup lima item, sekarang mencakup enam item. Berdasar PSAK 1 (Revisi 1998), komponen laporan keuangan lengkap meliputi:
1 neraca,
2 laporan laba rugi,
3 laporan perubahan ekuitas,
4 laporan arus kas, dan
5 catatan atas laporan keuangan.
Sedangkan menurut PSAK No. 1 (Revisi 2009) yang disahkan pada tanggal 15 Desember 2009 dan mulai yang efektif berlaku untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2011, laporan keuangan yang lengkap harus meliputi komponen-komponen berikut ini :
1 laporan posisi keuangan pada akhir periode
2 laporan laba rugi komprehensif selama periode
3 laporan perubahan ekuitas selama periode
4 laporan arus kas selama periode
5 catatan atas laporan keuangan, berisi ringkasan kebijakan akuntansi penting dan informasi penjelasan lain; dan
6 laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara restrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya.
Jika kita bandingkan antara PSAK 1 (Revisi 1998) dengan PSAK No. 1 (Revisi 2009), terkait komponen laporan keuangan, maka terdapat dua perbedaan utama yaitu:
perubahan pada laporan laba rugi, dimana sebelumnya hanya mensyaratkan laporan laba rugi, sekarang harus menyajikan laporan laba rugi komprehensif
PSAK 1 (Revisi 1998) tidak mensyaratkan adanya laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara restrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya.
Perlu ditekankan bahwa antara laporan laba rugi dengan laporan laba rugi komprehensif memiliki perbedaan. Laporan laba rugi adalah total pendapatan dikurangi beban, tidak termasuk komponen-komponen pendapatan komprehensif lain. Sedangkan laporan laba rugi komprehensif termasuk didalamnya laporan laba rugi dan pendapatan komprehensif. Pendapatan komprehensif mencakup (paragraf 7):
perubahan dalam surplus revaluasi (lihat PSAK 16 (Revisi 2007): Aset Tetap dan PSAK 19 (Revisi 2009): Aset Tidak Berwujud)
keuntungan dan kerugian aktuarial atas program manfaat pasti yang diakui sesuai dengan PSAK 24: Imbalan Kerja
keuntungan dan kerugian yang timbul dari penjabaran laporan keuangan dari entitas asing (lihat PSAK 10 (Revisi 2009): Pengaruh Perubahan Nilai Tukar Valuta Asing)
keuntungan dan kerugian dari pengukuran kembali aset keuangan yang dikategorikan sebagai 'tersedia untuk dijual' (lihat PSAK 55 (Revisi 2006) : Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran)
bagian efektif dari keuntungan dan kerugian instrumen lindung nilai dalam rangka lindung nilai arus kas (lihat PSAK 55 (Revisi 2006) : Instrumen Keuangan : Pengakuan dan Pengukuran)
4. Penyajian Laporan Keuangan
Penyajian laporan keuangan yang dituangkan dalam PSAK No.1 merupakan adopsi dari IAS 1 Presentation of Financial Statements (2009). Terdapat beberapa perbedaan berdasar PSAK 1 (Revisi 2009) dengan PSAK 1 (Revisi 1998). Beberapa perbedaan terkait penyajian laporan keuangan di antaranya:
Dalam paragraf 9 PSAK 1 (Revisi 2009), laporan keuangan menyajikan beberapa informasi mengenai entitas yang meliputi: aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian, kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik, serta arus kas sedangkan menurut PSAK 1 (1998), informasi yang disajikan dalam laporan keuangan meliputi: aset, kewajiban, ekuitas, pendapatan dan beban, serta arus kas.
PSAK 1 (Revisi 2009) tidak mengatur kapan entitas sebaiknya mengeluarkan laporan keuangan, sedangkan PSAK 1 (1998) mengatur bahwa entitas sebaiknya mengeluarkan laporan keuangan paling lama 4 bulan setelah tanggal neraca.
Paragraf 84 PSAK 1 (Revisi 2009) tidak memperkenankan penyajian "pos luar biasa" dalam laporan laba rugi komprehensif (akan dibahas spada bagian berikutnya).
Dalam paragraf 78 PSAK 1 (Revisi 2009) mensyaratkan bahwa seluruh pos penghasilan dan beban yang diakui dalam satu periode dapat disajikan dengan dengan memilih salah satu format berikut:
Dalam bentuk satu laporan laba rugi komprehensif, atau
Dalam bentuk dua laporan, yaitu:
i. Laporan yang menunjukkan komponen laba rugi (laporan laba rugi terpisah), dan
ii. Laporan yang dimulai dengan laba rugi dan menunjukkan komponen pendapatan komprehensif lain (laporan laba rugi komprehensif)
5. Mengapa Pos Luar Biasa (Extraordinary Items) Dihilangkan?
Tidak kita pungkiri bahwa sudah menjadi perdebatan sejak lama tentang apa yang harus dimasukkan dalam net income, apakah hanya kegiatan yang berasal dari aktivitas operasi ataukah juga memasukkan kegiatan yang berasal dari aktivitas tidak biasa (irregular items). Isu ini sangat penting mengingat tidak sedikit jumlah irregular item yang dilaporkan oleh entitas.[1] Berdasarkan pendekatan modified all inclusive concept, perusahaan dapat melaporkan irregular items sebagai bagian dari net income-nya. Salah satu irregular items adalah pos luar biasa (extraordinary items)
Secara konsep, pos luar biasa merupakan transaksi dan kejadian yang tidak berulang yang berbeda secara signifikan dari kegiatan normal perusahaan. Untuk menentukan apakah suatu kejadian dikatakan luar biasa harus dikaitkan dengan kegiatan normal perusahaan atau dikaitkan dengan karakteristik perusahaan. Sebagai contoh, kerugian akibat terjadinya gempa bagi perusahaan yang terletak di negara Jepang (sering dilanda gempa) akan menjadi kejadian yang biasa saja, tetapi kerugian yang diderita oleh perusahaan di Indonesia (yang jarang terjadi gempa) dapat dikatakan sebagai kejadian yang luar biasa. Ini mengandung makna kriteria "luar biasa" akan berbeda antara satu perusahaan dengan perusahana lainnya sehingga perlu menetapkan suatu kriteria untuk dapat mengkategorikan suatu kejadian masuk dalam "pos luar biasa".
Suatu aktivitas dikategorikan sebagai pos luar biasa jika memenuhi 2 persyaratan berikut:
Bersifat tidak normal; kejadian atau transaksi yang bersangkutan memiliki tingkat abnormalitas yang tinggi dan tidak mempunyai hubungan dengan kegiatan normal perusahaan.
Tidak sering terjadi; kejadian atau transaksi yang bersangkutan tidak sering terjadi dalam kegiatan normal perusahaan.
Sebagai pertimbangan lain, untuk menentukan apakah peristiwa atau transaksi dikatagorikan sebagai pos luar biasa maka entitas perlu mempertimbangkan lingkungan tempat entitas tersebut beroperasi. Sebagai contoh Weyerhaeuser Company (forest and lumber) memasukan pos luar biasa atas terjadinya aktivitas volkanik pada gunung St. Helens sejumlah $36 juta. Erupsi volkanik ini menghancurkan logistik, bangunan, equipment, sistem transportasi, dan kayu. Bagi Weyerhaeuser Company kerugian yang ditimbukan oleh aktivitas volkanik tersebut sangat jarang terjadi dan bersifat tidak normal sehingga dapat diklasifikasikan sebagai extraordinary items, tetapi mungkin saja bagi perusahaan lain yang terletak didaerah rawan terjadinya aktivitas volkanik, kerugian sebagai akibat adanya aktivitas volkanik tidak dapat dikatagorikan sebagai extraordinary items.
Dalam kaitannya dengan pos luar biasa, Paragraf 84 PSAK 1 (Revisi 2009) Tidak diperkenankan lagi penyajian pos-pos penghasilan dan beban sebagai "pos luar biasa" dalam laporan laba rugi komprehensif, laporan laba rugi terpisah (jika disajikan), atau catatan atas laporan keuangan. Aturan ini menunjukkan bahwa memang standar kita sudah tidak lagi memperkenankan disajikannya pos luar biasa dalam laporan keuangan. sebelumnya, penyajian pos luar biasa dalam laporan laba rugi perusahaan diatur berdasarkan PSAK No. 25 mengenai 'Laba atau Rugi Bersih untuk Periode Berjalan, Kesalahan Mendasar, dan Perubahan Kebijakan Akuntansi', paragraf 10 – 14.
Pertanyaan yang timbul adalah mengapa pos luar biasa tidak diperkenankan lagi disajikan dalam laporan keuangan? Jika melihat ke belakang ketika terjadi tragedi serangan teroris di Amerika tanggal 11 september 2001 dan peristiwa terjadinya badai Katrina tahun 2005, seluruh media di Amerika mengkatagorikan dua peristiwa tersebut sebagai "extraordinary." Namun FASB's Emerging Issues Task Forces (EITF) menyatakan bahwa melampirkan kerugian yang berasal dari kejadian tanggal 11 September akan menjadi tidak efektif dalam mengkomunikasikan akibat dari adanya serangan tanggal 11 September sehingga hal ini bertentangan dengan tujuan luas dari disediakannya laporan keuangan yaitu mengkomunikasikan secara efektif dan jelas (informasi laporan keuangan). Alasan lain yang dikemukakan oleh EITF adalah sulitnya "menangkap" akibat-akibat finansial dari serangan teroris pada satu item laporan keuangan. Sementara menurut IAS, dikeluarkannya extraordinary items dari laporan keuangan karena terdapat kesulitan dalam memisahkan efek-efek finansial dari satu kejadian dengan kejadian lain secara objektif.
Secara umum, alasan eliminasi extraordinary items dari laporan keuangan dapat dirangkum sebagai berikut:
1) Terdapat kesuliatan untuk menentukan apakah suatu peristiwa/transaksi dapat dikatagorkan sebagai pos luar biasa. Hal ini disebabkan karena kriteria penentuan pos luar biasa masih membutuhkan judgement.
2) Terdapat kesulitan untuk memisahkan efek finansial yang terjadi karena adanya serangan teroris dengan efek finansial yang terjadi karena adanya kegiatan ekonomi yang lemah sebelum terjadinya serangan teroris. Dengan kata lain, terdapat kesulitan untuk memisahkan efek finansial akibat adanya kejadian yang diduga sebagai extraordinary dengan kejadian lain sebelum adanya extraordinary.
3) Memisahkan kos yang termasuk dalam extraordinary item dengan yang tidak termasuk dalam extraordinary items bukan saja merupakan hal yang tidak praktis[2] , tetapi juga merupakan hal yang tdak berguna bagi pengguna laporan keuangan yang berfokus pada informasi yang dapat membantu prediksi
future
earnings dan akibat cash flow dari adanya kejadian–kejadian tersebut. Sehingga udaha untuk memisahkan kos dalam ordinary atau extraordinary akan menghalangi (bukan meningkatkan) komunikasi informasi keuangan
4) Salah satu katagori extraordinary items adalah tidak sering terjadi (infrequently in practice) sehingga karena tidak sering terjadi makan sebaiknya dieliminasi.
Secara umum penulis sependapat dengan Massoud et al. (2007) bahwa memang sudah saatnya extraordinary items dihilangkan karena telah cukup lama manfaat dari disajikannya extraordinary item menjadi tidak jelas. Mengapa? Dengan mengklasifikasikan suatu kejadian dalam extraordinary items tidak akan mengubah efek bottom-line atas kejadian tersebut terhadap organisasi, karena extraordinary items hanya sebagian kecil dari semua pos yang ada dalam kaporan keuangan yang bisa dijadikan pertimbangan organisasi.
PSAK NO. 1 TENTANG PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN
BAB 1
Pengertian
PSAK adalah standar yang digunakan untuk pelaporan keuangan di Indonesia. PSAK digunakan sebagai pedoman akuntan untuk membuat laporan keuangan.
PENDAHULUAN
Tujuan
01. Pernyataan ini menetapkan dasar-dasar bagi penyajian laporan keuangan bertujuan umum (general purpose financial statements) yang selanjutnya disebut 'laporan keuangan' agar dapat dibandingkan baik dengan laporan keuangan periode sebelumnya maupun dengan laporan keuangan entitas lain. Pernyataan ini mengatur persyaratan bagi penyajian laporan keuangan, struktur laporan keuangan, dan persyaratan minimum isi laporan keuangan.
Ruang Lingkup
02. Entitas menerapkan Pernyataan ini dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan bertujuan umum sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan. Pernyataan ini tidak berlaku bagi penyusunan dan penyajian laporan keuangan entitas syariah.
03. PSAK lainnya mengatur persyaratan pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan transaksi tertentu dan peristiwa lainnya.
04. Pernyataan ini tidak diterapkan bagi struktur dan isi laporan keuangan interim ringkas yang disusun sesuai dengan PSAK 3: Laporan Keuangan Interim. Namun, paragraf 13- 33 diterapkan bagi laporan keuangan interim tersebut. Pernyataan ini berlaku bagi seluruh entitas, termasuk entitas yang menyajikan laporan keuangan konsolidasian dan laporan keuangan terpisah sebagaimana diatur dalam PSAK 4: Laporan Keuangan Konsolidasi.
Definisi
05. Berikut adalah istilah yang digunakan dalam Pernyataan ini:
Laporan keuangan bertujuan umum (selanjutnya disebut sebagai 'laporan keuangan') adalah laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna laporan.
Ketidakpraktisan. Penerapan suatu persyaratan dianggap tidak praktis jika entitas tidak dapat menerapkannya setelah melakukan usaha yang memadai.
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) adalah Pernyataan dan Interpretasi yang disusun oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia, yang terdiri dari:
(a) Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK);
(b) Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK).
Material. Kelalaian dalam mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat pos-pos laporan keuangan adalah material jika, baik secara sendiri-sendiri maupun bersamasama, dapat memengaruhi keputusan ekonomi pengguna laporan keuangan. Materialitas tergantung pada ukuran dan sifat dari kelalaian dalam mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat tersebut dengan memerhatikan kondisi terkait. Ukuran atau sifat dari pos laporan keuangan tersebut, atau gabungan dari keduanya, dapat menjadi faktor penentu. Penilaian apakah suatu kelalaian dalam mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat dapat memengaruhi keputusan ekonomi dari pengguna laporan, dan dengan demikian menjadi material, membutuhkan pertimbangan mengenai karakteristik dari masing-masing pengguna laporan tersebut. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan paragraf 25 menyatakan bahwa 'pengguna laporan keuangan diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar.' Oleh karena itu, penilaian tersebut perlu memerhatikan bagaimana pengguna laporan dengan karakteristik tersebut diharapkan terpengaruh dalam membuat keputusan ekonomi.
Catatan atas laporan keuangan. Catatan atas laporan keuangan berisi informasi tambahan atas apa yang disajikan dalam laporan posisi keuangan, laporan pendaptan komprehensif, laporan laba rugi terpisah (jika disajikan), laporan perubahan ekuitas dan laporan arus kas.
Catatan atas laporan keuangan memberikan penjelasan atau rincian dari pos-pos yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut dan informasi mengenai pospos yang tidak memenuhi kriteria pengakuan dalam laporan keuangan.
Pendapatan komprehensif lain berisi pos-pos pendapatan dan beban (termasuk penyesuaian reklasifikasi) yang tidak diakui dalam laba rugi dari laporan pendapatan komprehensif sebagaimana dipersyaratkan oleh SAK lainnya.
Pemilik adalah pemegang instrumen yang diklasifikasikan sebagai ekuitas.
Laba rugi adalah total pendapatan dikurangi beban, tidak termasuk komponen-komponen pendapatan komprehensif lain.
Penyesuaian reklasifikasi adalah jumlah yang direklasifikasi ke bagian laba rugi periode berjalan yang sebelumnya diakui dalam pendapatan komprehensif lain pada periode berjalan atau periode sebelumnya.
Total laba rugi komprehensif adalah perubahan ekuitas selama satu periode yang dihasilkan dari transaksi dan peristiwa lainnya, selain perubahan yang dihasilkan dari transaksi dengan pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik
Komponen pendapatan komprehensif lain meliputi:
(a) perubahan dalam surplus revaluasi (lihat PSAK 16: Aset Tetap dan PSAK 19: Aset Tidak Berwujud);
(b) keuntungan dan kerugian aktuarial atas program manfaat pasti yang diakui sesuai dengan paragraf 94 PSAK 24: Imbalan Kerja;
(c) keuntungan dan kerugian yang timbul dari penjabaran laporan keuangan dari entitas asing (lihat PSAK 11: Penjabaran Laporan Keuangan dalam Mata Uang Asing);
(d) keuntungan dan kerugian dari pengukuran kembali asset keuangan yang dikategorikan sebagai 'tersedia untuk dijual' (lihat PSAK 55: Instrumen Keuangan: Pengakuan danPengukuran);
(e) Bagian efektif dari keuntungan dan kerugian instrument lindung nilai dalam rangka lindung nilai arus kas (lihat PSAK 55: Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran)
Tujuan Laporan Keuangan
07. Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas yang meliputi:
a) aset;
b) laibilitas;
c) ekuitas;
d) pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian;
e) kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik;dan
f) arus kas. Informasi tersebut, beserta informasi lainnya yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan, membantu pengguna laporan dalam memprediksi arus kas masa depan dan, khususnya, dalam hal waktu dan kepastian diperolehnya kas dan setara kas.
Komponen Laporan Keuangan Lengkap
08. Laporan keuangan yang lengkap terdiri dari komponen-komponen berikut ini:
(a) laporan posisi keuangan pada akhir periode
(b) laporan laba rugi komprehensif selama periode
(c) laporan perubahan ekuitas selama periode
(d) laporan arus kas selama periode
(e) catatan atas laporan keuangan, berisi ringkasan kebijakan akuntansi penting dan informasi penjelasan lainnya; dan
(f) laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya. Entitas diperkenankan menggunakan judul laporan selain yang digunakan dalam Pernyataan ini
Karakteristik Umum
Penyajian Secara Wajar dan Kepatuhan terhadap SAK
13. Laporan keuangan menyajikan secara wajar posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas suatu entitas. Penyajian yang wajar mensyaratkan penyajian secara jujur dampak dari transaksi, peristiwa dan kondisi lain sesuai dengan definisi dan kriteria pengakuan aset, laibilitas, pendapatan dan beban yang diatur dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan. Penerapan SAK, dengan pengungkapan tambahan jika diperlukan, dianggap menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar.
14. Entitas yang laporan keuangannya telah patuh terhadap SAK membuat pernyataan secara eksplisit dan tanpa kecuali tentang kepatuhan terhadap SAK tersebut dalam catatan atas laporan keuangan. Entitas tidak boleh menyebutkan bahwa laporan keuangan telah patuh terhadap SAK kecuali laporan keuangan tersebut telah patuh terhadap semua yang dipersyaratkan dalam SAK.
Dasar Akrual
25. Entitas menyusun laporan keuangan atas dasar akrual, kecuali laporan arus kas.
26. Ketika akuntansi berbasis akrual digunakan, entitas mengakui pos-pos sebagai aset, laibilitas, ekuitas, pendapatan dan beban (unsur-unsur laporan keuangan) ketika pos-pos tersebut memenuhi definisi dan kriteria pengakuan untuk unsurunsur tersebut dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan.
Materialitas dan Agregasi
27. Entitas menyajikan secara terpisah kelompok pos sejenis yang material. Entitas menyajikan secara terpisah pos yang mempunyai sifat atau fungsi berbeda kecuali pos tersebut tidak material.
28. Laporan keuangan merupakan hasil dari pemrosesan sejumlah transaksi atau peristiwa lain yang diklasifikasikan sesuai sifat atau fungsinya. Tahap akhir dari proses penggabungan dan pengklasifikasian adalah penyajian dalam laporan keuangan. Jika suatu klasifikasi pos tidak material, maka dapat digabungkan dengan pos lain yang sejenis dalam laporan keuangan atau dalam catatan atas laporan keuangan. Suatu pos mungkin tidak cukup material untuk disajikan terpisah dalam laporan keuangan tetapi cukup material untuk disajikan terpisah dalam catatan atas laporan keuangan.
Saling Hapus
30. Entitas tidak boleh melakukan saling hapus atas aset dan laibilitas atau pendapatan dan beban, kecuali disyaratkan atau diijinkan oleh suatu PSAK
Frekuensi Pelaporan
34. Entitas menyajikan laporan keuangan lengkap (termasuk informasi komparatif) setidaknya secara
tahunan. Jika akhir periode pelaporan entitas berubah dan laporan keuangan tahunan disajikan untuk periode yang lebih panjang atau lebih pendek dari periode satu tahun, sebagai tambahan terhadap periode cakupan laporan keuangan, maka entitas mengungkapkan:
(a) alasan penggunaan periode pelaporan yang lebih panjang atau lebih pendek; dan
(b) fakta bahwa jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan tidak dapat diperbandingkan secara keseluruhan
Informasi Komparatif
36. Informasi kuantitatif diungkapkan secara komparatif dengan periode sebelumnya untuk seluruh jumlah yang dilaporkan dalam laporan keuangan periode berjalan, kecuali dinyatakan lain oleh SAK. Informasi komparatif yang bersifat naratif dan deskriptif dari laporan ke uangan periode sebelumnya diungkapkan kembali jika relevan untuk pemahaman laporan keuangan periode berjalan.
Konsistensi Penyajian
43. Penyajian dan klasifikasi pos-pos dalam laporanvkeuangan antar periode harus konsisten kecuali:
(a) setelah terjadi perubahan yang signifikan terhadap sifat operasi entitas atau review atas laporan keuangan, terlihat secara jelas bahwa penyajian atau pengklasifikasian yang lain akan lebih tepat untuk digunakan dengan mempertimbangkan kriteria untuk penentuan dan penerapan kebijakan akuntansi dalam PSAK 25; atau
(b) perubahan tersebut diperkenankan oleh suatu PSAK
STRUKTUR DAN ISI
Pendahuluan
45. Pernyataan ini mensyaratkan pengungkapan khusus dalam laporan posisi keuangan atau laporan laba rugi komprehensif, laporan laba rugi terpisah (jika disajikan), atau laporan perubahan ekuitas dan mensyaratkan pengungkapan dari pos-pos lainnya pada laporan keuangan tersebut atau catatan atas laporan keuangan. PSAK 2: Laporan Arus Kas mengatur persyaratan untuk penyajian informasi arus kas.
46. Pernyataan ini terkadang menggunakan istilah "pengungkapan" dalam arti luas, meliputi pos-pos yang disajikan di dalam laporan keuangan. Pengungkapan juga dipersyaratkan oleh SAK lain. Kecuali dinyatakan lain dalam Pernyataan ini atau SAK lainnya, pengungkapan tersebut dapat dilakukan dalam laporan keuangan.
Identifikasi Laporan Keuangan
47. Entitas mengidentifikasikan laporan keuangan secara jelas dan membedakannya dari informasi lain dalam dokumen publikasi yang sama.
49. Entitas mengidentifikasi secara jelas setiap laporan keuangan dan catatan atas laporan keuangan. Di samping itu, entitas menyajikan informasi berikut ini secara jelas, dan mengulangnya jika dibutuhkan sehingga dapat dipahami:
(a) nama entitas pembuat laporan keuangan atau identitas lain, dan setiap perubahan informasi dari akhir periode laporan sebelumnya;
(b) apakah merupakan laporan keuangan satu entitas atau suatu kelompok entitas;
(c) tanggal akhir periode pelaporan atau periode yang dicakup oleh laporan keuangan atau catatan atas laporan keuangan;
(d) mata uang pelaporan sebagaimana didefinisikan dalam PSAK 52; dan
(e) pembulatan yang digunakan dalam penyajian jumlah dalam laporan keuangan.
Catatan atas Laporan Keuangan
Struktur
110. Catatan atas laporan keuangan:
(a) menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi tertentu yang digunakan sesuai dengan paragraf 115 – 122;
(b) mengungkapkan informasi yang disyaratkan SAK yang tidak disajikan di bagian manapun dalam laporan keuangan; dan
(c) memberikan informasi yang tidak disajikan di bagian manapun dalam laporan keuangan, tetapi informasi tersebut relevan untuk memahami laporan keuangan.
Sumber Estimasi Ketidakpastian
123. Entitas mengungkapkan informasi tentang asumsi yang dibuat mengenai masa depan, dan sumber utama dari estimasi ketidakpastian lainnya pada akhir periode pelaporan, yang memiliki risiko signifikan yang mengakibatkan penyesuaian material terhadap jumlah tercatat aset dan laibilitas dalam periode pelaporan berikutnya. Berkaitan dengan aset dan laibilitas tersebut, catatan atas laporan keuangan memasukkan rincian atas:
(a) sifat; dan
(b) jumlah tercatat pada akhir periode pelaporan.
Modal
132. Entitas mengungkapkan informasi yang memungkinkan pengguna laporan keuangan untuk mengevaluasi tujuan, kebijakan dan proses entitas dalam mengelola permodalannya.
Instrumen Keuangan Puttable yang Diklasifikasikan sebagai Ekuitas
134A. Instrumen keuangan yang memberi hak kepada pemegangnya untuk menjual instrumen itu
kembali pada penerbitnya baik secara kas atau dengan aset keuangan lainnya (puttable financial instrument) yang diklasifikasi sebagai instrumen ekuitas diungkapkan (jika tidak diungkapkan dimanapun):
(a) ikhtisar data kuantitatif mengenai jumlah yang diklasifikasikan sebagai ekuitas;
(b) tujuan, kebijakan dan proses pengelolaan kewajiban untuk membeli kembali atau menarik instrument tersebut jika dipersyaratkan oleh pemegang instrumen, termasuk setiap perubahan dari periode sebelumnya;
(c) prakiraan arus kas keluar pada saat pembelian kembali atau penarikan instrumen tersebut; dan
(d) informasi tentang bagaimana penentuan prakiraan arus kas keluar pada saat pembelian kembali atau penarikan instrumen.
Pengungkapan Lain
135. Entitas mengungkapkan di dalam catatan atas laporan keuangan:
(a) jumlah dividen yang diusulkan atau diumumkan sebelum tanggal penyelesaian laporan keuangan tetapi tidak diakui sebagai distribusi kepada pemilik selama periode serta jumlah dividen per lembar sahamnya; dan
(b) jumlah dividen preferen kumulatif yang tidak diakui.
136. Entitas mengungkapkan hal-hal berikut ini, jika tidak diungkapkan di bagian manapun dalam informasi yang dipublikasikan bersama dengan laporan keuangan:
(a) domisili dan bentuk hukum, negara tempat pendirian, alamat kantor pusat entitas (atau lokasi utama kegiatan usaha, jika berbeda dari lokasi kantor);
(b) keterangan mengenai sifat operasi dan kegiatan utama;
(c) nama entitas induk dan nama entitas induk terakhir dalam kelompok usaha.
TANGGAL EFEKTIF
137. Entitas menerapkan Pernyataan ini untuk periode tahunan yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2011. Penerapan lebih dini dianjurkan. Jika entitas menerapkan Pernyataan ini untuk periode yang lebih dini, maka fakta tersebut harus diungkapkan.
PENARIKAN
138. Pernyataan ini menggantikan PSAK 1 (Revisi 1998):
Penyajian Laporan Keuangan.
ED PSAK No. 1 (revisi 2009) tentang Penyajian Laporan Keuangan
Eksposure Draft PSAK 1 (Revisi 2009) tentang Penyajian Laporan Keuangan telah diterbitkan. ED PSAK 1 merupakan adopsi IAS 1 Presentation Financial Statement, proses adopsi ini merupaka salah satu program konvergensi IFRS yang sedang dilakukan oleh Dewan Standar Akuntansi keuangan (DSAK IAI).
ED PSAK 1 ini menetapkan dasar-dasar bagi penyajian laporan keuangan bertujuan umum (general purpose financial statements) yang selanjutnya disebut 'laporan keuangan' agar dapat dibandingkan baik dengan laporan keuangan periode sebelumnya maupun dengan laporan keuangan entitas lain. Pernyataan ini mengatur persyaratan bagi penyajian laporan keuangan, strukturlaporan keuangan, dan persyaratan minimum isi laporan keuangan. Ada beberapa perbedaan antara PSAK 1 (Revisi 2009) dan ED PSAK 1 (Revisi 2009).
Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) IAI pada tanggal 21 April 2009 kemarin telah menyetujui Exposure Draft (ED) PSAK 1 (revisi 2009) tentang Penyajian Laporan Keuangan untuk disebarluaskan dan ditanggapi oleh kalangan anggota IAI, Dewan Konsultatif SAK, Dewan Pengurus Nasional IAI, perguruan tinggi dan individu/organisasi/lembaga lain yang berminat.
ED PSAK 1 (Revisi 2009) : Penyajian Laporan Keuangan ini yang merupakan adopsi dari IAS 1 : Presentation of Financial Statements merevisi PSAK 1 (1998) : Penyajian Laporan Keuangan.
Secara umum perbedaan ED PSAK 1 (Revisi 2009) dengan PSAK 1 (Revisi 1998) diantaranya adalah sebagai berikut :
1. ED PSAK 1 (Revisi 2009) mengadopsi IAS 1 Presentation of Financial Statements (2009) sedangkan PSAK 1 (Revisi 1998) mengadopsi IAS 1
Disclosure
of Accounting Policies (1997).
2. Penggantian istilah "Kewajiban" pada PSAK 1 (Revisi 1998) menjadi "Liabilitas" pada ED PSAK 1 (Revisi 2009).
3. Pada ED PSAK 1 (revisi 2009) terdapat definisi istilah yang digunakan, yaitu laporan keuangan untuk tujuan umum, tidak praktis, standar akuntansi keuangan, material, catatan atas laporan keuangan, penghasilan komprehensif lain, pemilik, laba atau rugi sedangkan pada PSAK 1 (1998) tidak terdapat definisi istilah yang digunakan.
4. Menurut ED PSAK 1 (revisi 2009), informasi yang disajikan dalam laporan keuangan meliputi : Aset, Liabilitas, Ekuitas, Pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian, Kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik serta Arus kas sedangkan menurut PSAK 1 (1998), informasi yang disajikan dalam laporan keuangan meliputi : Aset, Kewajiban, Ekuitas, Pendapatan dan beban serta Arus Kas.
5. Mengenai tanggung jawab atas laporan keuangan, ED PSAK 1 (revisi 2009) tidak mengatur mengenai pihak yang bertanggung jawab atas laporan keuangan, sedangkan PSAK 1 (1998) mengatur bahwa manajemen bertanggung jawab atas laporan keuangan.
6. ED PSAK 1 (revisi 2009) mengatur mengenai komponen laporan keuangan yang lengkap yaitu : (a) Laporan posisi keuangan (neraca), (b) Laporan laba rugi komprehensif, (c) Laporan perubahan ekuitas, (d) Laporan arus kas, (e) Catatan atas laporan keuangan, (f) Laporan posisi keuangan awal periode komparatif sajian akibat penerapan retrospektif, penyajian kembali, atau reklasifikasi pos-pos laporan keuangan, sedangkan PSAK 1 (1998) mengatur mengenai komponen laporan keuangan yang lengkap meliputi : (a) Neraca, (b) Laporan laba rugi, (c) Laporan perubahan ekuitas, (d) Laporan arus kas serta (e) Catatan atas laporan keuangan.
7. Mengenai Kepatuhan terhadap SAK, ED PSAK 1 (revisi 2009) mengatur bahwa entitas membuat pernyataan kepatuhan atas SAK dalam laporan keuangan, sedangkan PSAK 1 (1998) tidak mengatur mengenai laporan keuangan yang harus memuat pernyataan kepatuhan entitas atas SAK.
8. ED PSAK 1 (revisi 2009) mengatur bahwa penyimpangan dari suatu PSAK diijinkan jika kepatuhan atas PSAK tersebut bertentangan dengan tujuan laporan keuangan dalam KDPPLK, sedangkan PSAK 1 (1998) tidak mengatur mengenai penyimpangan dari suatu PSAK.
9. ED PSAK 1 (revisi 2009) tidak mengatur mengenai bagaiman memilih dan menerapkan kebijakan akuntansi ketika tidak diatur dalam suatu PSAK. Hal tersebut akan diatur dalam PSAK 25, jika PSAK 25 sudah mengadopsi IAS 8 terkini. Sedangkan PSAK 1 (1998) mencantumkan pengaturan bagaimana memilih dan menerapkan kebijakan akuntansi ketika tidak diatur dalam suatu PSAK.
10. ED PSAK 1 (revisi 2009) tidak mengatur kapan entitas sebaiknya mengeluarkan laporan keuangan, sedangkan PSAK 1 (1998) mengatur bahwa entitas sebaiknya mengeluarkan laporan keuangan paling lama 4 bulan setelah tanggal neraca.
11. ED PSAK 1 (revisi 2009) tidak lagi memperkenankan penggunaan istilah "Pos Luar Biasa", sedangkan PSAK 1 (1998) masih memperkenankan penggunaan istilah tersebut.
Perbedaan ED PSAK 1 (revisi 2009) dengan PSAK 1 (revisi 1998) selengkapnya dapat dibaca pada ED PSAK 1 (revisi 2009) yang telah diterbitkan IAI dan dapat di-download melalui website resmi IAI
ETAP
(Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik )
A. Pengertian ETAP
SAK ETAP yang merupakan kepanjangan dari Standar akuntansi keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik ditetapkan oleh ikatan akuntansi indonesia untuk perusahaan kecil dan menengah. SAK ETAP ini dimaksudkan agar semua unit usaha menyusun laporan keuangan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Sesuai dengan ruang lingkup SAK ETAP maka Standar ini dimaksudkan untuk digunakan oleh entitas tanpa akuntabilitas publik. Entitas tanpa akuntabilitas publik yang dimaksud adalah entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan; dan tidak menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statement) bagi pengguna eksternal. Contoh pengguna eksternal adalah pemilik yang tidak terlibat langsung dalam pengelolaan usaha, kreditur, dan lembaga pemeringkat kredit.
Lebih lanjut ruang lingkup standar ini juga menjelaskan bahwa Entitas dikatakan memiliki akuntabilitas publik signifikan jika proses pengajuan pernyataan pendaftaran, pada otoritas pasar modal atau regulator lain untuk tujuan penerbitan efek di pasar modal; atau entitas menguasai aset dalam kapasitas sebagai fidusia untuk sekelompok besar masyarakat, seperti bank, entitas asuransi, pialang dan atau pedagang efek, dana pensiun, reksa dana dan bank investasi.
B. Ketentuan Transisi
SAK ETAP diterbitkan tahun 2009 berlaku efektif 1 Januari 2011 dan dapat diterapkan lebih awal yaitu 1 Januari 2010.
Diterapkan secara retrospektif, jika tidak praktis diperkenankan prospektif.
Prospektif: Mengakui semua aset dan kewajiban sesuai SAK ETAP, Tidak mengakui aset dan kewajiban jika tidak diijinkan oleh SAK ETAP, Mereklasifikasi pos-pos yang sebelumnya menggunakan PSAK lama menjadi pos-pos sesuai SAK ETAP ,Menerapkan pengukuran aset dan kewajiban yang diakui sesuai SAK ETAP.
ETAP dapat memilih tetap menggunakan PSAK – IFRS atau menggunakan SAK ETAP.
Seluruh entitas sampai dengan 31 Desember 2009 menggunakan satu PSAK yaitu PSAK yang berlaku per 31 Desember 2009.
ETAP yang tetap memilih menggunakan PSAK – IFRS tidak boleh dikemudian hari berubah menggunakan SAK ETAP.
Entitas dengan akuntabilitas publik yang kemudian telah memenuhi persyaratan sebagai ETAP dapat menggunakan SAK ETAP.
ETAP yang kemudian berubah menjadi bukan ETAP maka harus menggunakan PSAK – IFRS dan tidak boleh lagi menggunakan SAK ETAP.
C. Karakteristik ETAP
1. SAK ETAP: Standar akuntansi keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik
2. ETAP adalah entitas yang:
a. Tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan; dan
b. Menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statement) bagi pengguna eksternal.
3. Menggunakan acuan IFRS untuk Small Medium Enterprises.
4. Lebih sederhana antara lain:
a. Aset tetap, tidak berwujud menggunakan harga perolehan
b. Entitas anak tidak dikonsolidasi tetapi sebagai investasi dengan metode ekuitas.
c. Mengacu pada praktik akuntansi yang saat ini digunakan
5. Kualitatif Informasi Dlm Laporan Keuangan :
Dapat Dipahami,
Relevan,
Materialitas,
Keandalan,
Substansi Mengungguli Bentuk
Pertimbangan Sehat,
Kelengkapan,
Dapat Dibandingkan,
Tepat Waktu,
Keseimbangan antara Biaya dan Manfaat.
6. SAK ETAP tidak mengijinkan pengakuan pos-pos dalam neraca yang tidak memenuhi definisi aset atau kewajiban dengan mengabaikan apakah pos-pos tersebut merupakan hasil dari penerapan "matching concept".
7. Saling hapus tidak diperkenankan atas aset dengan kewajiban, atau penghasilan dengan beban, kecuali disyaratkan atau diijinkan oleh SAK ETAP.
1
D. Manfaat SAK-ETAP
1. Diharapkan dengan adanya SAK ETAP, perusahaan kecil, menengah, mampu untuk :
a. Menyusun laporan keuangannya sendiri.
b. Dapat diaudit dan mendapatkan opini audit.
Sehingga dapat menggunakan laporan keuangannya untuk mendapatkan dana (misalnya dariBank) untuk pengembangan usaha.
2. Lebih sederhana dibandingkan dengan PSAK – IFRS sehingga lebih mudah dalam implementasinya.
3. Tetap memberikan informasi yang handal dalam penyajian laporan keuangan.
E. Penyajian Laporan Keuangan
1. Penyajian Wajar, Laporan keuangan menyajikan dengan wajar posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas suatu entitas. Penyajian wajar mensyaratkan penyajian jujur atas pengaruh transaksi, peristiwa dan kondisi lain yang sesuai dengan definisi dan kriteria pengakuan aset, kewajiban, penghasilan dan beban.
2. Kepatuhan Terhadap SAK ETAP, Entitas yang laporan keuangannya mematuhi SAK ETAP harus membuat suatu pernyataan eksplisit dan secara penuh atas kepatuhan tersebut dalam catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan tidak boleh menyatakan mematuhi SAK ETAP kecuali jika mematuhi semua persyaratan dalam SAK ETAP.
3. Kelangsungan Usaha, Pada saat menyusun laporan keuangan, manajemen entitas yang menggunakan SAK ETAP membuat penilaian atas kemampuan entitas menlanjutkan kelangsungan usaha.
4. Frekuensi Pelaporan, Entitas menyajikan secara lengkap laporan keuangan (termasuk informasi komparatif) minimum satu tahun sekali.
5. Penyajian Yang Konsisten, Penyajian dan klasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan antar periode harus konsisten dan Jika penyajian atau pengklasifikasian pos-pos dalam laporan keuangan diubah, maka entitas harus mereklasifikasi jumlah komparatif kecuali jika reklasifikasi tidak praktis.
6. Informasi Komparatif, Informasi harus diungkapkan secara komparatif dengan periode sebelumnya kecuali dinyatakan lain oleh SAK ETAP.
7. Materialitas dan Agregasi Pos-pos yang material disajikan terpisah dalam laporan keuangan sedangkan yang tidak material digabungkan dengan jumlah yang memiliki sifat atau fungsi yang sejenis, Kelalaian dalam mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat suatu pos dianggap material jika, baik secara individual maupun bersama-sama, dapat mempengaruhi pengguna laporan dalam pengambilan keputusan ekonomi.
8. Laporan Keuangan Lengkap,
Laporan Keuangan Entitas Meliputi:
a. Neraca
b. Laporan Laba Rugi
c. Laporan Perubahan Ekuitas
d. Laporan Arus Kas
e. Catatan atas Laporan Keuangan
9. Identifikasi Laporan Keuangan
a) Entitas harus mengidentifikasikan secara jelas setiap komponen laporan keuangan termasuk catatan atas laporan keuangan.
b) Entitias harus mengungkapkan hal berikut ini dalam catatan atas laporan keuangan: domisili dan bentuk hukum entitas serta alamat kantornya yang terdaftar, penjelasan sifat operasi dan aktivitas utamanya.
1
F. Perbedaan SAK ETAP VS PSAK – IFRS
1) Materi SAK ETAP lebih sederhana sedangkan PSAK – IFRS complicated dan rumit.
2) SAK ETAP cenderung menggunakan basis stewardship sebagai pertanggungjawaban pengelola kepada stakeholder sehingga cenderung menggunakan prinsip reliability, sedangkan PSAK – IFRS telah bergeser untuk pemenuhan user dalam pengambilan keputusan sehingga cenderung menggunakan prinsip relevan.
3) SAK ETAP tidak mengatur pajak tangguhan
4) SAK ETAP hanya menggunakan metode tidak langsung untuk laporan arus kas.
5) SAK ETAP menggunakan cost model untuk investasi ke asosiasi dan menggunakan metode ekuitas untuk anak perusahaan.
6) SAK ETAP tidak secara penuh menggunakan PSAK 50/55.
7) SAK ETAP hanya menggunakan model cost untuk aset tetap, aset tidak berwujud dan properti investasi. PSAK-IFRS boleh memilih cost model atau model reavaluasi.
Tujuan laporan keuangan SAK-ETAP adalah menyediakan informasi keuangan, kinerja keuangan, dan laporan arus kas suatu entitas yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi oleh siapa pun yang tidak dalam posisi dapat meminta khusus untuk memenuhi kebutuhan informasi tertentu. Sedangkan tujuan laporan keuangan IFRS memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang berguna untuk berbagai penhhuna dalam membuat keputusan ekonomi.
Tetapi antara IFRS dan SAK-ETAP memiliki persamaan yaitu ama-sama bertujuan untuk menyediakan/memberikan informasi bagi pengguna yang nantinya digunakan untuk membuat keputusan ekonomi.
KESIMPULAN
IFRS merupakan standar akuntansi internasional yang diterbitkan oleh International Accounting Standard Board (IASB). Standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standards/IAS) disusun oleh empat organisasi utama dunia yaitu Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB), Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal (IOSOC), dan Federasi Akuntansi Internasioanal (IFAC).
Tujuan IFRS adalah :memastikan bahwa laporan keungan interim perusahaan untuk periode-periode yang dimaksukan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang :
1. Transparansi bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang peiode yang disajikan.
2. Menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS.
3. Dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna.
SAK ETAP yang merupakan kepanjangan dari Standar akuntansi keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik ditetapkan oleh ikatan akuntansi indonesia untuk perusahaan kecil dan menengah. SAK ETAP ini dimaksudkan agar semua unit usaha menyusun laporan keuangan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
PERBEDAAN SAK ETAP VS PSAK – IFRS
Materi SAK ETAP lebih sederhana sedangkan PSAK – IFRS complicated dan rumit.
SAK ETAP cenderung menggunakan basis stewardship sebagai pertanggungjawaban pengelola kepada stakeholder sehingga cenderung menggunakan prinsip reliability, sedangkan PSAK – IFRS telah bergeser untuk pemenuhan user dalam pengambilan keputusan sehingga cenderung menggunakan prinsip relevan.
SAK ETAP tidak mengatur pajak tangguhan
SAK ETAP hanya menggunakan metode tidak langsung untuk laporan arus kas.
SAK ETAP menggunakan cost model untuk investasi ke asosiasi dan menggunakan metode ekuitas untuk anak perusahaan.
SAK ETAP tidak secara penuh menggunakan PSAK 50/55.
SAK ETAP hanya menggunakan model cost untuk aset tetap, aset tidak berwujud dan properti investasi. PSAK-IFRS boleh memilih cost model atau model reavaluasi.
Tujuan laporan keuangan SAK-ETAP adalah menyediakan informasi keuangan, kinerja keuangan, dan laporan arus kas suatu entitas yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi oleh siapa pun yang tidak dalam posisi dapat meminta khusus untuk memenuhi kebutuhan informasi tertentu. Sedangkan tujuan laporan keuangan IFRS memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang berguna untuk berbagai penhhuna dalam membuat keputusan ekonomi.
Tetapi antara IFRS dan SAK-ETAP memiliki persamaan yaitu ama-sama bertujuan untuk menyediakan/memberikan informasi bagi pengguna yang nantinya digunakan untuk membuat keputusan ekonomi.
Diposkan oleh Wira Sagala di 22.44
SAK ETAP SIAPA, MENGAPA, DAN BAGAIMANA IMPLEMENTASINYA?
SAK ETAP yang merupakan kepanjangan dari Standar akuntansi keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik ditetapkan oleh ikatan akuntansi indonesia untuk perusahaan kecil dan menengah. SAK ETAP ini dimaksudkan agar semua unit usaha menyusun laporan keuangan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Standar ETAP ini cukup sederhana dan pasti tidak akan menyulitkan bagi penggunanya.
Kenapa ini harus dilakukan? karena ….. semua perusahaan tentunya menginginkan usahanya terus berkembang. Untuk mengembangkan usaha tentu berbagai upaya dilakukan. Salah satu upaya itu adalah perlunya meyakinkan publik bahwa usaha yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan.
Bagaimana cara mempertanggungjawabkannya? Ya… susun dan sajikanlah laporan keuangan sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Penyajian laporan keuangan yang sesuai dengan standar, akan membantu manajemen perusahaan untuk memperoleh berbagai kemudahan, misalnya saja: dapat untuk menentukan kebijakan perusahaan di masa yang datang; dapat memperoleh pinjaman dana dari pihak ketiga, dan lain-lain. Untuk perusahaan yang tergolong usaha kecil dan menengah dapat memilih standar yang akan digunakan dalam penyusunan laporan keuangan. Apakah akan menggunakan PSAK ETAP ataukah PSAK umum.
PSAK ETAP akan mulai diberlakukan pada akhir tahun 2011. Oleh sebab itu bagi perusahaan yang telah memutuskan akan menggunakan PSAK ETAP sudah harus mengadakan penyesuaian sejak tahun 2010. Penggunaan PSAK ini harus konsisten untuk tahun-tahun berikutnya. Apalagi yang sudah memutuskan untuk menggunakan PSAK umum dalam penyajian laporan keuangan, maka untuk selanjutnya tidak boleh merevisi kebijakannya ke PSAK ETAP.
Apakah sebenarnya yang dimaksud dengan ETAP?
ETAP sebagaimana kepanjangan yang telah diuraikan di atas merupakan unit kegiatan yang melakukan aktifitas tetapi sahamnya tidak dimiliki oleh masyarakat atau dengan kata lain unit usaha yang dimiliki oleh orang perorang atau sekelompok orang, dimana kegiatan dan modalnya masih terbatas. Jenis kegiatan seperti ini di Indonesia menempati angka sekitar 80 %. Oleh sebab itu perlu adanya perhatian khusus dari semua pihak yang berkepentingan dalam kegiatan ini.
Di dunia pendidikan hal ini merupakan hal yang perlu menjadi perhatian serius, karena sangat mungkin banyak perusahaan yang masih belum mengetahui dan menerapkan PSAK ETAP, yang akan diberlakukan mulai 31 Desember 2011. Oleh sebab itu dunia pendidikan tinggi harus sudah mulai menyosialisasikan hal tersebut kepada masyarakat UKM. Langkah yang dapat ditempuh untuk kegiatan ini antara lain:
1. ada tim khusus di perguruan tinggi yang serius ingin membantu UKM dalam menerapkan SAK ETAP;
2. tim yang dibentuk memikirkan strategi yang akan dilakukan;
3. tim melakukan survey terhadap UKM untuk melihat sejauhmana pemahaman dan penerapan SAK ETAP.
4. jika kondisi ukm sebagian besar ternyata masih belum mengetahui dan menerapkannya, maka tugas dari tim di perguruan tinggi untuk mengadakan sosialisasi, pelatihan, penyuluhan, dan lain-lain agar diperoleh masukan untuk melakukan kegiatan selanjutnya;
5. memberikan pendampingan dalam penyusunan laporan keuangan dengan SAK ETAP sebagai salah satu bentuk pengabdian kepada masyarakat.
Dari hasil penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang telah dilakukan di atas, perguruan tinggi dapat menyempurnakan kurikulum untuk pembelajaran akuntansi keuangan. Di samping itu masih banyak hal yang dapat dilakukan perguruan tinggi dalam membantu UKM, misalnya membuatkan software untuk menyusun laporan keuangan sesuai SAK ETAP yang akan dapat dimanfaatkan oleh UKM.
BAB I Ruang Lingkup
Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) dimaksudkan untuk digunakan entitas tanpa akuntabilitas publik. Entitas tanpa akuntabilitas publik adalah entitas yang memiliki dua kriteria yang menentukan apakah suatu entitas tergolong entitas tanpa akuntabilitas publik (ETAP) yaitu:
1. Tidak memiliki akuntabilitas publik yang signifikan
Suatu entitas dikatakan memiliki akuntabilitas yang signifikan jika:
Entitas telah mengajukan pernyataan pendaftaran atau entitas dalam proses pengajuan pernyataan pendaftaran pada otoritas pasar modal (BAPEPAM-LK) atau regulator lain untuk tujuan penerbitan efek di pasar modal. Oleh sebab itu Bapepam sendiri telah mengeluarkan surat edaran (SE) Bapepam-LK No. SE-06/BL/2010 tentang larangan penggunaan SAK ETAP bagi lembaga pasar modal, termasuk emiten, perusahaan publik, manajer investasi, sekuritas, asuransi, reksa dana, dan kontrak investasi kolektif.
Entitas menguasai aset dalam kapasitas sebaga fidusia untuk sekelompok besar masyarakat, seperti bank, entitas asuransi, pialang dan/atau pedagang efek, dana pensiun, reksa dana, dan bank investasi.
2. Tidak menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statements) bagi pengguna eksternal.
Contoh pengguna eksternal adalah:
Pemilik yang tidak terlibat langsung dalam pengelolaan usaha;
Kreditur;
Lembaga pemeringkat kredit.
Entitas yang memiliki akuntabilitas publik signifkan dapat menggunakan SAK ETAP jika otoritas berwenang membuat regulasi yang mengizinkan penggunaan SAK ETAP. Contohnya Bank Perkreditan Rakyat yang telah diijinkan oleh Bank Indonesia menggunakan SAK ETAP mulai 1 Januari 2010 sesuai dengan SE No. 11/37/DKBU tanggal 31 Desember 2009.
SAK-ETAP ini akan berlaku efektif per 1 January 2011 namun penerapan dini per 1 Januari 2010 diperbolehkan. Entitas yang laporan keuangannya mematuhi SAK ETAP harus membuat suatu pernyataan eksplisit dan secara penuh (explicit and unreserved statement) atas kepatuhan tersebut dalam catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan tidak boleh menyatakan mematuhi SAK ETAP kecuali jika mematuhi semua persyaratan dalam SAK ETAP. Apabila perusahaan memakai SAK-ETAP, maka auditor yang akan melakukan audit di perusahaan tersebut juga akan mengacu kepada SAK-ETAP.
Mengingat kebijakan akuntansi SAK-ETAP di beberapa aspek lebih ringan daripada PSAK, maka terdapat beberapa ketentuan transisi dalam SAK-ETAP yang cukup ketat:
Pada BAB 29 misalnya disebutkan bahwa pada tahun awal penerapan SAK-ETAP, yakni 1 January 2011
Entitas yang memenuhi persyaratan untuk menerapkan SAK ETAP dapat menyusun laporan keuangan tidak berdasarkan SAK-ETAP, tetapi berdasarkan PSAK non-ETAP sepanjang diterapkan secara konsisten. Entitas tersebut tidak diperkenankan untuk kemudian menerapkan SAK ETAP ini untuk penyusunan laporan keuangan berikutnya.
Per 1 Januari 2011, perusahaan yang memenuhi definisi Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik harus memilih apakah akan tetap menyusun laporan keuangan menggunakan PSAK atau beralih menggunakan SAK-ETAP.
Entitas yang menyusun laporan keuangan berdasarkan SAK ETAP kemudian tidak memenuhi persyaratan entitas yang boleh menggunakan SAK ETAP, maka entitas tersebut tidak diperkenankan untuk menyusun laporan keuangan berdasarkan SAK-ETAP. Hal ini misalnya ada perusahaan menengah yang memutuskan menggunakan SAK-ETAP pada tahun 2011, namun kemudian mendaftar menjadi perusahaan public di tahun berikutnya. Entitas tersebut wajib menyusun laporan keuangan berdasarkan PSAK non-ETAP dan tidak diperkenankan untuk menerapkan SAK ETAP ini kembali.
Entitas yang sebelumnya menggunakan PSAK non-ETAP dalam menyusun laporan keuangannya dan kemudian memenuhi persyaratan entitas yang dapat menggunakan SAK ETAP, maka entitas tersebut dapat menggunakan SAK ETAP ini dalam menyusun laporan keuangan.
BAB 2 Konsep Dan Prinsip Pervasif
Tujuan laporan keuangan
Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi posisi keuangan, kinerja keuangan, dan laporan arus kas suatu entitas yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi oleh siapapun yang tidak dalam posisi dapat meminta laporan keuangan khusus untuk memenuhi kebutuhan informasi tertentu. Dalam memenuhi tujuannya, laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen (stewardship) atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya.
Karakteristik kualitatif informasi dalam laporan keuangan
Posisi keuangan
Dapat Dipahami. Kualitas penting informasi yang disajikan dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh pengguna. Untuk maksud ini, pengguna diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi tersebut dengan ketekunan yang wajar.
Relevan. Informasi memiliki kualitas relevan jika dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna dengan cara membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini atau masa depan, menegaskan, atau mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu.
Materialitas. Informasi dipandang material jika kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna yang diambil atas dasar laporan keuangan.
Keandalan. Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari kesalahan material dan bias, dan penyajian secara jujur apa yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan. Substansi Mengungguli Bentuk Transaksi, peristiwa dan kondisi lain dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi dan bukan hanya bentuk hukumnya. Hal ini untuk meningkatkan keandalan laporan keuangan.
Pertimbangan Sehat. Pertimbangan sehat mengandung unsur kehati-hatian pada saat melakukan pertimbangan yang diperlukan dalam kondisi ketidakpastian, sehingga aset atau penghasilan tidak disajikan lebih tinggi dan kewajiban atau beban tidak disajikan lebih rendah.
Kelengkapan. Agar dapat diandalkan, informasi dalam laporan keuangan harus lengkap dalam batasan materialitas dan biaya. Kesengajaan untuk tidak mengungkapkan mengakibatkan informasi menjadi tidak benar atau menyesatkan dan karena itu tidak dapat diandalkan dan kurang mencukupi ditinjau dari segi relevansi.
Dapat Dibandingkan. Pengguna harus dapat membandingkan laporan keuangan entitas antar periode untuk mengidentifikasi kecenderungan posisi dan kinerja keuangan. Pengguna juga harus dapat membandingkan laporan keuangan antar entitas untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan secara relatif.
Tepat Waktu. Tepat waktu meliputi penyediaan informasi laporan keuangan dalam jangka waktu pengambilan keputusan. Jika terdapat penundaan yang tidak semestinya dalam pelaporan, maka informasi yang dihasilkan akan kehilangan relevansinya.
Keseimbangan antara Biaya dan Manfaat Manfaat informasi seharusnya melebihi biaya penyediannya.
Posisi keuangan suatu entitas terdiri dari aset, kewajiban, dan ekuitas pada suatu waktu tertentu. Unsur laporan keuangan yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah aset, kewajiban, dan ekuitas. Unsur-unsur ini didefinisikan sebagai berikut:
Aset adalah sumber daya yang dikuasai entitas sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan diperoleh entitas.
Kewajiban merupakan kewajiban masa kini entitas yang timbul dari peristiwa masa lalu, yang penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya entitas yang mengandung manfaat ekonomi.
Ekuitas adalah hak residual atas aset entitas setelah dikurangi semua kewajiban.
Kinerja keuangan
Kinerja keuangan adalah hubungan antara penghasilan dan beban dari entitas sebagaimana disajikan dalam laporan laba rugi. Laba sering digunakan sebagai ukuran kinerja atau sebagai dasar untuk pengukuran lain, seperti tingkat pengembalian investasi atau laba per saham. Unsur-unsur laporan keuangan yang secara langsung terkait dengan pengukuran laba adalah penghasilan dan beban. Penghasilan dan beban didefinisikan lebih lanjut sebagai berikut:
Penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama periode pelaporan dalam bentuk arus masuk atau peningkatan aset, atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal.
Beban (expenses) adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode pelaporan dalam bentuk arus keluar atau penurunan aset, atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak terkait dengan distribusi kepada penanam modal.
Pengakuan penghasilan dan beban dalam laporan laba rugi dihasilkan secara langsung dari pengakuan dan pengukuran aset dan kewajiban. Kriteria pengakuan penghasilan dan beban dibahas lebih lanjut dalam paragraf
Pengakuan unsur-unsur laporan keuangan
Pengakuan unsur laporan keuangan merupakan proses pembentukan suatu pos dalam neraca atau laporan laba rugi yang memenuhi definisi suatu unsur dan memenuhi kriteria sebagai berikut:
Ada kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang terkait dengan pos tersebut akan mengalir dari atau ke dalam entitas; dan
Pos tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal.
Kegagalan untuk mengakui pos yang memenuhi kriteria tersebut tidak dapat digantikan dengan pengungkapan kebijakan akuntansi yang digunakan atau catatan atau materi penjelasan.
Pengukuran unsur-unsur laporan keuangan
Pengukuran adalah proses penetapan jumlah uang yang digunakan entitas untuk mengukur aset, kewajiban, penghasilan dan beban dalam laporan keuangan. Proses ini termasuk pemilihan dasar pengukuran tertentu. Dasar pengukuran yang umum adalah biaya historis dan nilai wajar:
Biaya historis. Aset adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar dari pembayaran yang diberikan untuk memperoleh aset pada saat perolehan. Kewajiban dicatat sebesar kas atau setara kas yang diterima atau sebesar nilai wajar dari aset non-kas yang diterima sebagai penukar dari kewajiban pada saat terjadinya kewajiban.
Nilai wajar adalah jumlah yang dipakai untuk mempertukarkan suatu aset, atau untuk menyelesaikan suatu kewajiban, antara pihak-pihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai dalam suatu transaksi dengan wajar.
Prinsip pengakuan dan pengukuran berpengaruh luas (pervasif)
Persyaratan untuk pengakuan dan pengukuran aset, kewajiban, penghasilan dan beban dalam SAK ETAP didasarkan pada prinsip pervasif dari Kerangka Dasar Penyajian dan Pengukuran Laporan Keuangan.
Dasar akrual
Entitas harus menyusun laporan keuangan, kecuali laporan arus kas, dengan menggunakan dasar akrual. Dalam dasar akrual, pos-pos diakui sebagai aset, kewajiban, ekuitas, penghasilan, dan beban (unsur-unsur laporan keuangan) ketika memenuhi definisi dan kriteria pengakuan untuk pos-pos tersebut.
Pengakuan dalam laporan keuangan
Aset diakui dalam neraca jika kemungkinan manfaat ekonominya di masa depan akan mengalir ke entitas dan aset tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal. Aset tidak diakui dalam neraca jika pengeluaran telah terjadi dan manfaat ekonominya dipandang tidak mungkin mengalir ke dalam entitas setelah periode pelaporan berjalan. Sebagai alternatif transaksi tersebut menimbulkan pengakuan beban dalam laporan laba rugi.
Kewajiban diakui dalam neraca jika kemungkinan pengeluaran sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban masa kini dan jumlah yang harus diselesaikan dapat diukur dengan andal.
Pengakuan penghasilan merupakan akibat langsung dari pengakuan aset dan kewajiban. Penghasilan diakui dalam Laporan laba rugi jika kenaikan manfaat ekonomi di masa depan yang berkaitan dengan peningkatan aset atau penurunan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur secara andal.
Pengakuan beban merupakan akibat langsung dari pengakuan aset dan kewajiban. Beban diakui dalam laporan laba rugi jika penurunan manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan penurunan aset atau peningkatan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur secara andal.
Laba atau rugi merupakan selisih aritmatika antara penghasilan dan beban. Hal tersebut bukan merupakan suatu unsur terpisah dari laporan keuangan, dan prinsip pengakuan yang terpisah tidak diperlukan.
Saling hapus
Saling hapus tidak diperkenankan atas aset dengan kewajiban, atau penghasilan dengan beban, kecuali disyaratkan atau diijinkan oleh SAK ETAP.
BAB 3 Penyajian Laporan Keuangan
Penyajian wajar
Laporan keuangan menyajikan dengan wajar posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas suatu entitas. Penyajian wajar mensyaratkan penyajian jujur atas pengaruh transaksi, peristiwa dan kondisi lain yang sesuai dengan definisi dan kriteria pengakuan aset, kewajiban, penghasilan dan beban yang dijelaskan dalam Bab 2 Konsep dan Prinsip Pervasif.
Kepatuhan terhadap SAK ETAP
Entitas yang laporan keuangannya mematuhi SAK ETAP harus membuat suatu pernyataan eksplisit dan secara penuh (explicit and unreserved statement) atas kepatuhan tersebut dalam catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan tidak boleh menyatakan mematuhi SAK ETAP kecuali jika mematuhi semua persyaratan dalam SAK ETAP.
Kelangsungan usaha
Pada saat menyusun laporan keuangan, manajemen entitas yang menggunakan SAK ETAP membuat penilaian atas kemampuan entitas melanjutkan kelangsungan usaha. Entitas mempunyai kelangsungan usaha kecuali jika manajemen bermaksud melikuidasi entitas tersebut atau menghentikan operasi, atau tidak mempunyai alternatif realistis kecuali melakukan hal-hal tersebut.
Frekuensi pelaporan
Entitas menyajikan secara lengkap laporan keuangan (termasuk informasi komparatif) minimum satu tahun sekali. Ketika akhir periode pelaporan entitas berubah dan laporan keuangan tahunan telah disajikan untuk periode yang lebih panjang atau lebih pendek dari satu tahun, maka entitas mengungkapkan:
Fakta tersebut;
Alasan penggunaan untuk periode lebih panjang atau lebih pendek; dan
Fakta bahwa jumlah komparatif untuk laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan laba rugi dan saldo laba, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan yang terkait adalah tidak dapat seluruhnya diperbandingkan.
Penyajian yang konsisten
Penyajian dan klasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan antar periode harus konsisten kecuali:
Terjadi perubahan yang signifikan atas sifat operasi entitas atau perubahan penyajian atau pengklasifikasian bertujuan menghasilkan penyajian lebih baik sesuai kriteria pemilihan dan penerapan kebijakan akuntansi dalam Bab 9 Kebijakan Akuntansi, Estimasi, dan Kesalahan; atau
SAK ETAP mensyaratkan suatu perubahan penyajian.
Informasi komparatif
Informasi harus diungkapkan secara komparatif dengan periode sebelumnya kecuali dinyatakan lain oleh SAK ETAP (termasuk informasi dalam laporan keuangan dan catatan atas laporan keuangan). Entitas memasukkan informasi komparatif untuk informasi naratif dan deskriptif jika relevanuntuk pemahaman laporan keuangan periode berjalan.
Materialitas dan agregasi
Pos-pos yang material disajikan terpisah dalam laporan keuangan sedangkan yang tidak material digabungkan dengan jumlah yang memiliki sifat atau fungsi yang sejenis. Kelalaian dalam mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat suatu pos dianggap material jika, baik secara individual maupun bersama-sama, dapat mempengaruhi pengguna laporan dalam pengambilan keputusan ekonomi. Besaran dan sifat unsur tersebut dapat menjadi faktor penentu.
Laporan keuangan lengkap
Laporan keuangan entitas meliputi:
Neraca;
Laporan laba rugi;
Laporan perubahan ekuitas
Laporan arus kas; dan
Catatan atas laporan keuangan yang berisi ringkasan kebijakan akuntansi yang signifikan dan informasi penjelasan lainnya.
Identifikasi laporan keuangan
Entitas harus mengidentifikasikan secara jelas setiap komponen laporan keuangan termasuk catatan atas laporan keuangan. Jika laporan keuangan merupakan komponen dari laporan lain, maka laporan keuangan harus dibedakan dari informasi lain dalam laporan tersebut. Di samping itu, informasi berikut ini disajikan dan diulangi, bilamana perlu, pada setiap halaman laporan keuangan:
Nama entitas pelapor dan perubahan dalam nama tersebut sejak laporan periode terakhir;
Tanggal atau periode yang dicakup oleh laporan keuangan, mana yang lebih tepat bagi setiap komponen laporan keuangan;
Mata uang pelaporan, seperti didefinisikan dalam bab 25 mata uang pelaporan;
Pembulatan angka yang digunakan dalam penyajian laporan keuangan.
Entitas harus mengungkapkan hal berikut ini dalam catatan atas laporan keuangan:
Domisili dan bentuk hukum entitas serta alamat kantornya yang terdaftar;
Penjelasan sifat operasi dan aktivitas utamanya
BAB 4 Neraca
Informasi yang disajikan dalam neraca minimal mencakup pos-pos berikut:
kas dan setara kas;
piutang usaha dan piutang lainnya;
persediaan;
properti investasi;
aset tetap;
aset tidak berwujud;
utang usaha dan utang lainnya;
aset dan kewajiban pajak;
kewajiban diestimasi;
ekuitas.
Entitas menyajikan pos, judul dan sub jumlah lainnya dalam neraca jika penyajian seperti itu relevan dalam rangka pemahaman terhadap posisi keuangan entitas. SAK ETAP tidak menentukan format atau urutan terhadap pos-pos yang disajikan.
BAB 5 Laporan Laba Rugi
Laporan laba rugi memasukkan semua pos penghasilan dan beban yang diakui dalam suatu periode kecuali SAK ETAP mensyaratkan lain. SAK ETAP mengatur perlakuan berbeda terhadap dampak koreksi atas kesalahan dan perubahan kebijakan akuntansi yang disajikan sebagai penyesuaian terhadap periode yang lalu dan bukan sebagai bagian dari laba atau rugi dalam periode terjadinya perubahan (lihat Bab 9 Kebijakan Akuntansi, Estimasi, dan Kesalahan). Laporan laba rugi minimal mencakup pos-pos sebagai berikut:
Pendapatan;
Beban keuangan;
Bagian laba atau rugi dari investasi yang menggunakan metode ekuitas;
Beban pajak;
Laba atau rugi neto.
Entitas harus menyajikan pos, judul dan sub jumlah lainnya pada laporan laba rugi jika penyajian tersebut relevan untuk memahami kinerja keuangan entitas. Entitas tidak boleh menyajikan atau mengungkapkan pos pendapatan dan beban sebagai "pos luar biasa", baik dalam laporan laba rugi maupun dalam catatan atas laporan keuangan.
BAB 6 Laporan Perubahan Ekuitas Dan Laporan Laba Rugi Dan Saldo Laba
Laporan perubahan ekuitas menyajikan laba atau rugi entitas untuk suatu periode, pos pendapatan dan beban yang diakui secara langsung dalam ekuitas untuk periode tersebut, pengaruh perubahan kebijakan akuntansi dan koreksi kesalahan yang diakui dalam periode tersebut, dan (tergantung pada format laporan perubahan ekuitas yang dipilih oleh entitas) jumlah investasi oleh, dan dividen dan distribusi lain ke, pemilik ekuitas selama periode tersebut.
Entitas menyajikan laporan perubahan ekuitas yang menunjukkan:
Laba atau rugi untuk periode;
Pendapatan dan beban yang diakui langsung dalam ekuitas;
Untuk setiap komponen ekuitas, pengaruh perubahan kebijakan akuntansi dan koreksi kesalahan yang diakui sesuai bab 9 kebijakan akuntansi, estimasi, dan kesalahan;
Untuk setiap komponen ekuitas, suatu rekonsiliasi antara jumlah tercatat awal dan akhir periode, diungkapkan secara terpisah perubahan yang berasal dari:
Laba atau rugi;
Pendapatan dan beban yang diakui langsung dalam ekuitas;
Jumlah investasi, dividen dan distribusi lainnya ke pemilik ekuitas, yang menunjukkan secara terpisah modal saham, transaksi saham treasuri, dan dividen serta distribusi lainnya ke pemilik ekuitas, dan
Perubahan kepemilikan dalam entitas anak yang tidak mengakibatkan kehilangan pengendalian.
Laporan laba rugi dan saldo laba menyajikan laba atau rugi entitas dan perubahan saldo laba untuk suatu periode pelaporan. Paragraf 3.13 mengijinkan entitas untuk menyajikan laporan laba rugi dan saldo laba menggantikan laporan laba rugi dan laporan perubahan ekuitas jika perubahan pada ekuitas hanya berasal dari laba atau rugi, pembayaran dividen, koreksi kesalahan periode lalu, dan perubahan kebijakan akuntansi.
BAB 7 Laporan Arus Kas
Bab ini mengatur informasi yang disajikan dalam laporan arus kas dan bagaimana penyajiannya. Laporan arus kas menyajikan informasi perubahan historis atas kas dan setara kas entitas, yang menunjukkan secara terpisah perubahan yang terjadi selama satu periode dari aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan.
BAB 8 Catatan Atas Laporan Keuangan
Bab ini mengatur prinsip yang mendasari informasi yang disajikan dalam catatan atas laporan keuangan dan bagaimana penyajiannya. Catatan atas laporan keuangan berisi informasi sebagai tambahan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Catatan atas laporan keuangan memberikan penjelasan naratif atau rincian jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan dan informasi pos-pos yang tidak memenuhi kriteria pengakuan dalam laporan keuangan.
Catatan atas laporan keuangan harus:
Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi tertentu yang digunakan sesuai dengan paragraf 8.5 dan 8.6;
Mengungkapkan informasi yang disyaratkan dalam sak etap tetapi tidak disajikan dalam laporan keuangan; dan
Memberikan informasi tambahan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan, tetapi relevan untuk memahami laporan keuangan.
Catatan atas laporan keuangan disajikan secara sistematis sepanjang hal tersebut praktis. Setiap pos dalam laporan keuangan merujuk-silang ke informasi terkait dalam catatan atas laporan keuangan. Secara normal urutan penyajian catatan atas laporan keuangan adalah sebagai berikut:
Suatu pernyataan bahwa laporan keuangan telah disusun sesuai dengan SAK ETAP.
Ringkasan kebijakan akuntansi signifikan yang diterapkan.
Informasi yang mendukung pos-pos laporan keuangan, sesuai dengan urutan penyajian setiap komponen laporan keuangan dan urutan penyajian pos-pos tersebut.
Pengungkapan lain.
BAB 9 Kebijakan Dan Estimasi Akuntansi Dan Kesalahan
Bab ini memberikan panduan untuk memilih dan menerapkan kebijakan akuntansi yang digunakan dalam menyusun laporan keuangan. Bab ini juga mengatur perubahan estimasi akuntansi dan koreksi kesalahan periode lalu.
BAB 10 Investasi Pada Efek Tertentu
Bab ini mengatur penerapan akuntansi nilai wajar untuk efek utang dan efek ekuitas baik yang dimaksudkan oleh pemiliknya untuk diperdagangkan, efek utang yang dimaksudkan untuk dimiliki hingga jatuh waktu maupun tidak untuk keduanya. Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek.
Efek utang adalah efek yang menunjukkan hubungan hutang piutang antara kreditor dengan entitas yang menerbitkan efek.
Efek ekuitas adalah efek yang menunjukkan hak kepemilikan atas suatu ekuitas, atau hak untuk memperoleh (misalnya: waran, opsi beli) atau hak untuk menjual (misalnya opsi jual) kepemilikan tersebut dengan harga yang telah atau akan ditetapkan.
Bab ini harus diterapkan untuk akuntansi dan pelaporan investasi efek ekuitas yang nilai wajarnya tersedia dan untuk semua investasi efek utang, kecuali investasi pada entitas asosiasi, joint venture dan entitas ana
BAB 11 Persediaan
Bab ini mengatur prinsip-prinsip pengakuan dan pengukuran persediaan. Persediaan adalah aset:
Untuk dijual dalam kegiatan usaha normal;
Dalam proses produksi untuk kemudian dijual; atau
Dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.
Bab ini diterapkan untuk semua jenis persediaan, kecuali:
Persediaan dalam proses (work in progress) dalam kontrak konstruksi termasuk kontrak jasa yang terkait secara langsung (lihat Bab 20 Pendapatan);
Efek tertentu (lihat Bab 10 Investasi pada Efek Tertentu).
BAB 12 Investasi Pada Entitas Asosiasi Dan Entitas Anak
Bab ini harus diterapkan untuk investasi pada entitas asosiasi dan entitas anak. Bab ini tidak mengatur:
Investasi pada joint venture;
Hak paten, merek dagang, dan aset yang serupa;
Sewa pembiayaan
BAB 13 Investasi Pada Joint Venture
Bab ini diterapkan untuk investasi pada joint venture. Joint venture adalah perjanjian kontraktual dimana dua pihak atau lebih menjalankan aktivitas ekonomi yang menjadi subyek dari pengendalian bersama. Joint venture dapat berbentuk pengendalian bersama operasi, pengendalian bersama aset, dan pengendalian bersama entitas. Pengendalian bersama adalah kesepakatan kontraktual berbagi pengendalian atas suatu aktivitas ekonomi, dan ada hanya jika keputusan strategis keuangan dan operasi terkait dengan aktivitas tersebut mensyaratkan persetujuan pihak-pihak yang berbagi pengendalian (venturer).
BAB 14 Properti Investasi
Bab ini diterapkan untuk akuntansi untuk investasi pada tanah dan bangunan yang memenuhi definisi properti investasi dalam paragraf 14.2. Properti investasi adalah properti (tanah atau bangunan atau bagian dari suatu bangunan atau kedua-duanya) yang dikuasai (oleh pemilik atau lessee melalui sewa pembiayaan) untuk menghasilkan sewa atau untuk kenaikan nilai atau kedua-duanya, dan tidak untuk:
Digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa atau untuk tujuan administratif; atau
Dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari.
BAB 15 Aset Tetap
Bab ini diterapkan untuk akuntansi atas aset tetap. Aset tetap adalah aset berwujud yang:
Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk disewakan ke pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan
Diharapkan akan digunakan lebih dari satu periode. Aset tidak berwujud tidak termasuk hak atas mineral dan cadangan mineral, misalnya minyak, gas alam dan sumber daya yang tidak dapat diperbarui lainnya.
BAB 16 Aset Tidak Berwujud
Bab ini diterapkan untuk akuntansi untuk semua aset tidak berwujud kecuali aset tidak berwujud yang dimiliki untuk dijual dalam kegiatan usaha normal (lihat Bab 11 Persediaan dan Bab 20 Pendapatan) Aset tidak berwujud adalah aset nonmoneter yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik. Suatu aset dapat diidentifikasikan jika:
Dapat dipisahkan, yaitu kemampuannya untuk menjadi terpisah atau terbagi dari entitas dan dijual, dialihkan, dilisensikan, disewakan atau ditukarkan melalui suatu kontrak terkait aset atau kewajiban secara individual atau secara bersama; atau
Muncul dari hak kontraktual atau hak hukumnya lainnya, terlepas apakah hak tersebut dapat dialihkan atau dapat dipisahkan dari entitas atau dari hak dan kewajiban lainnya.
Aset tidak berwujud tidak termasuk:
Efek (surat berharga), atau
Hak atas mineral dan cadangan mineral, misalnya minyak, gas alam dan sumber daya yang tidak dapat diperbarui lainnya
BAB 17 Sewa
Bab ini mencakup akuntansi untuk semua sewa, kecuali:
Sewa untuk mengekplorasi atau menggunakan mineral, minyak bumi, gas alam dan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui lainnya;
Perjanjian lisensi seperti film, rekaman video, karya panggung, manuskrip (karya tulis), hak paten, dan hak cipta (lihat Bab 16 Aset Tidak Berwujud);
BAB 18 Kewajiban Diestimasi Dan Kontinjensi
Bab ini diterapkan untuk semua kewajiban diestimasi (kewajiban yang waktu atau jumlahnya belum pasti), kewajiban kontijensi dan aset kontijensi, kecuali kewajiban estimasi yang diatur dalam Bab lain, yaitu:
Sewa (Bab 17 Sewa);
Kontrak konstruksi (Bab 20 Pendapatan);
Kewajiban imbalan kerja (Bab 23 Imbalan Kerja);
Kewajiban pajak penghasilan (Bab 24 Pajak Penghasilan).
Persyaratan dalam Bab ini tidak berlaku untuk kontrak eksekutori kecuali kontrak tersebut merupakan kontrak memberatkan. Kontrak eksekutori adalah kontrak dalam hal tidak ada satu pihak telah melakukan kewajibannya atau kedua pihak secara sebagian telah melakukan kewajibannya secara seimbang. Istilah "penyisihan" seringkali digunakan dalam konteks seperti penyusutan, penurunan nilai aset, dan tagihan tidak tertagih. Hal tersebut merupakan penyesuaian atas nilai tercatat aset, bukan pengakuan kewajiban, sehingga tidak diatur dalam Bab ini.
BAB 19 Ekuitas
Bab ini mengatur akuntansi ekuitas untuk:
Entitas Perorangan;
Persekutuan Perdata;
Firma;
Commanditaire Vennootschap (CV);
Perseroan Terbatas;
Koperasi.
Ekuitas sebagai bagian hak pemilik dalam entitas harus dilaporkan sedemikian rupa sehingga memberikan informasi mengenai sumbernya secara jelas dan disajikan sesuai dengan peraturan perundangan dan akta pendirian yang berlaku.
BAB 20 Pendapatan
Bab ini diterapkan dalam akuntansi untuk pendapatan yang muncul sebagai akibat dari transaksi atau kejadian berikut:
Penjualan barang (baik diproduksi oleh entitas untuk tujuan produksi atau dibeli untuk dijual kembali);
Pemberian jasa;
Kontrak konstruksi;
Penggunaan aset entitas oleh pihak lain yang menghasilkan bunga, royalti atau dividen.
Pendapatan atau penghasilan lain yang muncul dari beberapa transaksi dan kejadian lain berikut ini diatur dalam Bab lain:
Perjanjian sewa (lihat Bab 17 Sewa);
Dividen yang timbul dari investasi yang dihitung dengan menggunakan metode ekuitas (lihat Bab 12 Investasi pada Entitas Asosiasi dan Entitas Anak);
Perubahan nilai wajar investasi pada efek tertentu, atau pelepasannya (lihat Bab 10 Investasi Pada Efek Tertentu).
BAB 21 Biaya Pinjaman
Bab ini mengatur akuntansi untuk biaya pinjaman. Biaya pinjaman adalah bunga dan biaya lainnya yang timbul dari kewajiban keuangan suatu entitas. Biaya pinjaman mencakup:
Bunga untuk cerukan bank dan pinjaman jangka pendek dan jangka panjang;
Amortisasi diskonto atau premium yang terkait dengan pinjaman;
Amortisasi biaya tambahan yang timbul sehubungan dengan proses perjanjian peminjaman;
Beban pembiayaan sesuai dengan sewa pembiayaan yang diakui sesuai dengan bab 17 sewa;
Perbedaan nilai tukar yang timbul dari pinjaman dalam mata uang asing dimana perbedaan ini dianggap sebagai penyesuaian terhadap biaya bunga.
BAB 22 Penurunan Nilai Aset
Kerugian penurunan nilai terjadi ketika nilai tercatat aset melebihi jumlah yang dapat diperoleh kembali. Bab ini harus diterapkan dalam akuntansi untuk penurunan nilai semua aset, kecuali aset yang muncul dari imbalan kerja (lihat Bab 23 Imbalan Kerja).
BAB 23 Imbalan Kerja
Imbalan kerja adalah semua bentuk imbalan yang diberikan oleh entitas sebagai pertukaran atas jasa yang diberikan oleh pekerja, termasuk direktur dan manajemen. Bab ini diterapkan untuk empat jenis imbalan kerja:
Imbalan kerja jangka pendek adalah imbalan kerja (selain pesangon pemutusan kerja) yang jatuh tempo seluruhnya dalam waktu 12 bulan setelah akhir periode pekerja memberikan jasanya.
Imbalan pascakerja adalah imbalan kerja (selain pesangon pemutusan kerja) yang terutang setelah pekerja menyelesaikan masa kerjanya.
Imbalan kerja jangka panjang lainnya adalah imbalan kerja (selain imbalan pascakerja dan pesangon pemutusan kerja) yang tidak seluruhnya jatuh tempo dalam waktu 12 bulan setelah pekerja memberikan jasanya; dan
Pesangon pemutusan kerja adalah imbalan kerja yang terutang akibat:
Keputusan entitas untuk memberhentikan pekerja sebelum usia pensiun normal, atau
Keputusan pekerja menerima tawaran untuk mengundurkan diri secara sukarela dengan imbalan tertentu.
BAB 24 Pajak Penghasilan
Bab ini mengatur akuntansi untuk pajak penghasilan. Untuk tujuan ini, pajak penghasilan termasuk seluruh pajak domestik dan luar negeri sebagai dasar penghasilan kena pajak. Pajak penghasilan juga termasuk pajak, misalnya pemungutan dan pemotongan pajak, yang terutang oleh entitas anak, entitas asosiasi atau joint venture atas distribusi ke entitas pelaporan.
BAB 25 Mata Uang Pelaporan
Bab ini diterapkan untuk semua entitas yang akan atau telah menggunakan mata uang selain rupiah sebagai mata uang pelaporan. Mata uang fungsional adalah mata uang utama dalam arti substansi ekonomi, yaitu mata uang utama yang dicerminkan dalam kegiatan operasi entitas. Mata uang pelaporan adalah mata uang yang digunakan dalam menyajikan laporan keuangan. Mata uang pencatatan adalah mata uang yang digunakan oleh entitas untuk membukukan transaksi.
BAB 26 Transaksi Dalam Mata Uang Asing
Bab ini diterapkan dalam akuntansi untuk transaksi dalam mata uang asing. Transaksi mata uang asing adalah transaksi yang didenominasi atau harus diselesaikan dalam mata uang asing, yang meliputi transaksi yang timbul ketika entitas:
Membeli atau menjual barang atau jasa yang harganya didenominasi dalam mata uang asing;
Meminjam atau meminjamkan dana atas sejumlah utang atau piutang yang didenominasi dalam mata uang asing;
Memperoleh atau melepas aset, atau terjadinya atau menyelesaikan kewajiban, yang didenominasi dalam mata uang asing.
BAB 27 Peristiwa Setelah Akhir Periode Pelaporan
Bab ini mendefinisikan peristiwa setelah akhir tanggal pelaporan dan menentukan prinsip-prinsip pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan peristiwa tersebut.Peristiwa setelah akhir periode pelaporan adalah peristiwa-peristiwa, baik menguntungkan maupun tidak menguntungkan, yang terjadi setelah akhir periode pelaporan sampai dengan tanggal penyelesaian laporan keuangan. Ada dua jenis peristiwa setelah akhir periode pelaporan, yaitu:
Peristiwa yang memberikan bukti atas suatu kondisi yang telah terjadi pada akhir periode pelaporan (peristiwa setelah akhir periode pelaporan yang memerlukan penyesuaian).
Peristiwa yang mengindikasikan timbulnya suatu kondisi setelah akhir periode pelaporan (peristiwa setelah akhir periode pelaporan yang tidak memerlukan penyesuaian).
BAB 28 Pengungkapan Pihak-Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa
Bab ini mensyaratkan entitas untuk memberikan pengungkapan yang diperlukan dalam laporan keuangannya untuk memberi perhatian pada kemungkinan posisi keuangan dan laba atau rugi entitas telah terpengaruh oleh adanya pihakpihak yang mempunyai hubungan istimewa serta transaksi dan saldo dengan pihak-pihak tersebut. Dalam mempertimbangkan setiap kemungkinan hubungan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, entitas harus menilai dari substansi hubungan dan bukan semata-mata dari bentuk hukum.
Dalam konteks SAK ETAP, pihak-pihak berikut tidak dianggap sebagai pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa:
Dua entitas yang memiliki satu direktur atau anggota personel manajemen kunci secara umum, tetapi tidak memenuhi ketentuan (d) dan (f) dalam definisi "pihak yang mempunyai hubungan istimewa" (lihat daftar istilah).
Dua venturer karena mereka berbagi pengendalian bersama atas joint venture.
Pihak-pihak berikut dalam pelaksanaan urusan normal dengan entitas (meskipun pihak-pihak tersebut dapat memengaruhi kebebasan entitas atau ikut serta dalam proses pengambilan keputusan):
Penyandang dana;
Serikat dagang;
Entitas pelayanan umum; dan
Departemen dan instansi pemerintah.
Pelanggan, pemasok, pemilik hak waralaba (franchisor), distributor atau agen umum yang mana entitas mengadakan transaksi usaha dengan volume signifikan, semata-mata berdasar atas akibat ketergantungan ekonomi.
BAB 29 Ketentuan Transisi
Entitas menerapkan SAK ETAP secara retrospektif, namun jika tidak praktis, maka entitas diperkenankan untuk menerapkan SAK ETAP secara prospektif. Entitas yang menerapkan secara prospektif dan sebelumnya telah menyusun laporan keuangan maka:
Mengakui semua aset dan kewajiban yang pengakuannya dipersyaratkan dalam SAK ETAP;
Tidak mengakui pos-pos sebagai aset atau kewajiban jika SAK ETAP tidak mengijinkan pengakuan tersebut;
Mereklasifikasikan pos-pos yang diakui sebagai suatu jenis aset, kewajiban atau komponen ekuitas berdasarkan kerangka pelaporan sebelumnya, tetapi merupakan jenis aset, kewajiban, atau komponen ekuitas yang berbeda berdasarkan SAK ETAP;
Menerapkan SAK ETAP dalam pengukuran seluruh aset dan kewajiban yang diakui.
Kebijakan akuntansi yang digunakan oleh entitas pada saldo awal neracanya berdasarkan SAK ETAP mungkin berbeda dari yang digunakan untuk tanggal yang sama dengan menggunakan kerangka pelaporan keuangan sebelumnya. Hasil penyesuaian yang muncul dari transaksi, kejadian atau kondisi lainnyasebelum tanggal efektif SAK ETAP diakui secara langsung pada saldo laba pada tanggal penerapan SAK ETAP.
Pada tahun awal penerapan SAK ETAP, entitas yang memenuhi persyaratan untuk menerapkan SAK ETAP dapat menyusun laporan keuangan tidak berdasarkan SAK ETAP, tetapi berdasarkan PSAK non-ETAP sepanjang diterapkan secara konsisten. Entitas tersebut tidak diperkenankan untuk kemudian menerapkan SAK ETAP ini untuk penyusunan laporan keuangan berikutnya. Entitas yang menyusun laporan keuangan berdasarkan SAK ETAP kemudian tidak memenuhi persyaratan entitas yang boleh menggunakan SAK ETAP, maka entitas tersebut tidak diperkenankan untuk menyusun laporan keuangan berdasarkan SAK ETAP. Entitas tersebut wajib menyusun laporan keuangan berdasarkan PSAK non- ETAP dan tidak diperkenankan untuk menerapkan SAK ETAP ini kembali sesuai dengan paragraf 29.4 di atas.
Entitas yang sebelumnya menggunakan PSAK non-ETAP dalam menyusun laporan keuangannya dan kemudian memenuhi persyaratan entitas yang dapat menggunakan SAK ETAP, maka entitas tersebut dapat menggunakan SAK ETA ini dalam menyusun laporan keuangan. Entitas tersebut menerapkan persyaratan dalam paragraf 29.1 – 29.3.
BAB 30 Tanggal Efektif
SAK ETAP diterapkan untuk penyusunan laporan keuangan yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2011. Penerapan dini diperkenankan. Jika SAK ETAP diterapkan dini, maka entitas harus menerapkan SAK ETAP untuk penyusunan laporan keuangan yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2010.
SAK SYARIAH
SAK SYARIAH merupakan Standar Akuntansi yang digunakan oleh usaha yang menggunakan syariah Islam. Beberapa Pernyataan Standar Akuntansi Syariah yang telah disusun dan diterbitkan diantaranya sebagai berikut:
Berikut Ini adalah PSAK(Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Syari'ah)
KDPPLK SYARIAH (Konsep Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan) Berisi Konsep dasar penyusunan laporan Keuangan berdasarkan Syariah
PSAK 101 Berisi Penyajian laporan Keuangan berdasarkan syariah
PSAK 102 Berisi Akuntansi dengan transaksi Murabahah
PSAK 103 Berisi Akuntansi dengan transaksi Salam
PSAK 104 Berisi Akuntansi dengan transaksi Istishna
PSAK 105 Berisi Akuntansi dengan transaksi Mudarabah
PSAK 106 Berisi Akuntansi dengan transaksi Musyarakah
PSAK 107 Berisi Akuntansi dengan transaksi Ijarah
PSAK 108 Berisi Akuntansi dengan transaksi Penyelesaian Utang Piutang
PSAK 109 Berisi Akuntansi dengan transaksi Zakat, Infak dan Sedekah
PSAK 110 Berisi Akuntansi dengan transaksi Hawalah
PSAK 111 Berisi Akuntansi dengan transaksi Asuransi Syariah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Standar Akuntansi Pemerintah (SAP)
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan Laporan Keuangan Pemerintah yang terdiri atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dan Laporan Keuangan Permerintah Daerah (LKPD).
Laporan keuangan pokok menurut SAP
adalah:
1. Laporan Realisasi Anggaran;
2. Neraca;
3. Laporan Arus Kas
4. Catatan Atas Laporan Keuangan
Laporan keuangan Pemerintah untuk tujuan umum juga mempunyai kemampuan prediktif dan prospektif dalam hal memprediksi besarnya sumber daya yang dibutuhkan untuk operasi berkelanjutan, sumber daya yang dihasilkan dari operasi yang berkelanjutan serta resiko dan ketidakpastian yang terkait.
Pengguna laporan keuangan pemerintah adalah:
Masyarakat.
Para wakil rakyat, lembaga pemeriksa dan lembaga pengawas.
Pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman.
Pemerintah.
SAP memiliki dua basis Penerapan yaitu :
1. SAP Berbasis Kas
Basis Akuntansi yang digunakan dengan laporan keuangan pemerintah adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja dan pembiayaan dalam Laporan Realisasi Anggaran dan basis akrual untuk pengakuan asset, kewajiban dan ekuitas dalam Neraca.
Basis kas untuk Laporan Realisasi Anggaran berarti bahwa pendapatan diakui pada saat kas di terima di Rekening Kas Umum Negara / Daerah atau oleh entitas pelaporan dan belanja diakui pada saat kas dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Negara / Daerah atau entitas pelaporan (PP No.71 tahun 2010).
SAP Berbasis Kas Menuju Akrual
Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) menyusun SAP berbasis akrual yang mecakup PSAP berbasis kas untuk pelaporan pelaksanaan anggaran ( budgetary reports), sebagaimana di cantumkan pada PSAP 2, dan PSAP berbasis akrual untuk pelaporan financial, yang pada PSAP 12 mempasilitasi pencatatan, pendapatan, dan beban dengan basis akrual.
Penerapan SAP Berbasis Akrual dilaksanakan secara bertahap dari penerapan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual menjadi penerapan SAP Berbasis Akrual. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual yaitu SAP yang mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan berbasis kas, serta mengakui aset, utang, dan ekuitas dana berbasis akrual. Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap pada pemerintah pusat diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap pada pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.
Perbedaan mendasar SAP berbasis kas menuju akrual dengan SAP berbasis akrual terletak pada PSAP 12 menganai laporan operasional. Entitas melaporkan secara transparan besarnya sumber daya ekonomi yang didapatkan, dan besarnya beban yang di tanggung untuk menjalankan kegiatan pemerintahan. Surplus / deficit operasional merupakan penambah atau pengurang ekuitas/ kekayaan bersih entitas pemerintahan bersangkutan ( PP NO 71 Tahun 2010)
2. SAP berbasis Akrual
SAP Berbasis Akrual, yaitu SAP yang mengakui pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam pelaporan finansial berbasis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalam APBN/APBD.
Basis Akrual untuk neraca berarti bahwa asset, kewajiban dan ekuitas dana diakui dan di catat pada saat terjadinya transaksi, atau pada saat kejadian atau kondisi lingkungan berpengaruh pada keuangan pemerintah, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas di terima atau di bayar (PP No.71 tahun 2010).
SAP berbasis akrual di terapkan dalam lingkungan pemerintah yaitu pemerintah pusat, pemerintah daerah dan satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/ daerah, jika menurut peraturan perundang – undangan satuan organisasi dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan (PP No.71 Tahun 2010).
SAP Berbasis Akrual tersebut dinyatakan dalam bentuk PSAP dan dilengkapi dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintah. PSAP dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan dalam rangka SAP Berbasis Akrual dimaksud tercantum dalam Lampiran I Peraturan Pemerintah nomor 71 Tahun 2010.
Penyusunan SAP Berbasis Akrual dilakukan oleh KSAP melalui proses baku penyusunan (due process). Proses baku penyusunan SAP tersebut merupakan pertanggungjawaban profesional KSAP yang secara lengkap terdapat dalam Lampiran III Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010.
Penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap dilakukan dengan memperhatikan urutan persiapan dan ruang lingkup laporan. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual dinyatakan dalam bentuk PSAP dan dilengkapi dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. PSAP dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan dalam rangka SAP Berbasis Kas Menuju Akrual tercantum dalam Lampiran II Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010.
2.1.1 Tahap - tahap penyiapan SAP yaitu (Supriyanto:2005):
a. Identifikasi Topik untuk Dikembangkan Menjadi Standar
b. Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) di dalam Komite
c. Riset Terbatas oleh Kelompok Kerja
d. Penulisan draf SAP oleh Kelompok Kerja
e. Pembahasan Draf oleh Komite Kerja
f. Pengambilan Keputusan Draf untuk Dipublikasikan
g. Peluncuran Draf Publikasian SAP (Exposure Draft)
h. Dengar Pendapat Terbatas (Limited Hearing) dan Dengar Pendapat Publik (Publik Hearings)
i. Pembahasan Tanggapan dan Masukan Terhadap Draf Publikasian
j. Finalisasi Standar
Sebelum dan setelah dilakukan publik hearing, Standar dibahas bersama dengan Tim Penelaah Standar Akuntansi Pemerintahan BPK. Setelah dilakukan pembahasan berdasarkan masukan-masukan KSAP melakukan finalisasi standar kemudian KSAP meminta pertimbangan kepada BPK melalui Menteri Keuangan. Namun draf SAP ini belum diterima oleh BPK karena komite belum ditetapkan dengan Keppres. Suhubungan dengan hal tersebut, melalui Keputusan Presiden, dibentuk Komite Standar Akuntansi Pemerintahan. Komite ini segera bekerja untuk menyempurnakan kembali draf SAP yang pernah diajukan kepada BPK agar dapat segera ditetapkan.
Draf SAP pun diajukan kembali kepada BPK dan mendapatkan pertimbangan dari BPK. BPK meminta langsung kepada Presiden RI untuk segera Menetapkan Standar Akuntansi Pemerintahan dengan Peraturan Pemerintah (PP). Proses penetapan PP SAP pun berjalan dengan Koordinasi antara Sekretariat Negara, Departemen Keuangan, dan Departemen Hukum dan HAM, serta pihak terkait lainnya hingga penandatanganan Peraturan Pemerintah.
2.1.2 Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan (KKAP) dan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (KDP-LK).
KKAP dan KDPP-LK sama-sama menujukan pada 4 (empat) pihak yaitu: komite penyusun standar, penyusun laporan keuangan, pemeriksa (auditor) dan para pemakainya. Ini agaknya memang suatu hal yang tak bisa dihindari, sebab keempat pihak tersebut telah menjadi fixed sebagai pengguna standar akuntansi.
Perbedaan baru mulai terlihat pada poin ruang lingkup. Sebab merupakan hal yang baru, cakupan ruang lingkup yang dibahas dalam KKAP memang terkesan lebih banyak pertimbangan adaptasi.
Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan, kerangka ini merumuskan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajiaan laporan keuangan pemerintah pusat dan daerah. Sebagai acuan bagi :
1. Penyusunan Standar Akuntansi pemerintah (KSAP)
Tujuan KSAP adalah untuk meningkatkan transparasi dan akubilitas penyelenggaraan akuntansi pemerintahan, melalui penyusunan dan pengembangan SAP.
2. Penyusun laporan keuangan
3. Pemeriksa
Adalah orang yang melakukan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara untuk dan atas nama BPK(Badan Pemeriksa Keuangan).
4. Para pengguna laporan keuangan
Pada KKAP ruang lingkupnya meliputi:
a) tujuan kerangka konseptual;
b) lingkungan akuntansi pemerintahan;
c) pengguna kebutuhan informasi para pengguna;
d) entitas pelaporan;
e) peranan dan tujuan pelaporan keuangan, serta dasar hukum;
f) asumsi dasar, karakteristik kualitatif yang menentukan manfat informasi dalam laporan keuangan, prinsip-prinsip, serta kendala informasi akuntansi; dan
g) defenisi, pengakuan, dan pengukuran unsur-unsur yang membentuk laporan keuangan.(KKAP Paragraf 4)
Sementara pada KDPP-LK, ruang lingkupnya meliputi:
a) tujuan laporan keuangan;
b) karakteristik kualitatif yang menentukan manfaat informasi dalam laporan keuangan;
c) defenisi, pengakuan dan pengukuran unsur-unsur yang membentuk laporan keuangan; dan
d) konsep modal serta pemeliharaan modal.(KDPP-LK, paragraf 05)
2.1.3 Kandungan PP SAP
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan terdiri dari:
SAP berbasis Akrual
Lampiran I.01 ; Kerangka konseptual akuntansi pemerintahan
Lampiran I.02 ; Penyajian laporan keuangan
Lampiran I.03 ; Laporan realisasi anggaran berbasis kas
Lampiran I.04 ; Laporan arus kas
Lampiran I.05 ; Catatan atas laporan keuangan
Lampiran I.06 ; Akuntansi persediaan
Lampiran I.07 ; Akuntansi investasi
Lampiran I.08 ; Akuntansi asset tetap
Lampiran I.09 ; Akuntansi kontruksi dalam pengerjaan
Lampiran I.10 ; Akuntansi kewajiban
Lampiran I.11; Koreksi kesalahan, perubahan kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi, dan operasi yang tidak di lanjutkan
Lampiran I.12 ; Laporan keuangan konsolidasi
Lampiran I.13 ; Laporan keuangan operasional
SAP berbasis Kas menuju Akrual
Lampiran II.01 ; Kerangka konseptual akuntansi pemerintahan
Lampiran II.02 ; Penyajian laporan keuangan
Lampiran II.03 ; Laporan realisasi anggaran
Lampiran II.04 ; Laporan arus kas
Lampiran II.05 ; Catatan atas laporan keuangan
Lampiran II.06 ; Akuntansi persediaan
Lampiran II.07 ; Akuntansi investasi
Lampiran II.08 ; Akuntansi asset tetap
Lampiran II.09 ; Akuntansi kontruksi dalam pengerjaan
Lampiran II.10 ; Akuntansi kewajiban
Lampiran III ; Proses penyusunan standar akuntansi pemerintahan berbasis akrual
2.2 Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) merupakan kerangka acuan dalam prosedur yang berkaitan dengan penyajian laporan keuangan. Standar Akuntansi Keuangan ini sendiri terdiri dari sebuah pernyataan kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan serta seperangkat standar akuntansi keuangan.
Laporan keuangan yang lengkap terdiri dari Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PASK) No. 1 paragraf 7 adalah :
Neraca;
Laporan laba-rugi;
Laporan perubahan ekuitas;
Laporan Arus Kas;
Catatan atas laporan keuangan.
Keberadaan SAK dibutuhkan untuk membentuk kesamaan prosedur dalam menjelaskan bagaimana laporan keuangan disusun dan disajikan, oleh karenanya ia sangat berarti dalam hal kesatuan bahasa dalam menganalisa laporan – laporan keuangan bagi perusahaan, dana pensiun dan unit ekonomi lainya.
Di Indonesia standar akuntansi keuangan tersebut dikenal dengan istilah Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang merupakan hasil perumusan Komite Prinsipil Akuntansi Indonesia pada tahun 1994 menggantikan Prinsip Akuntansi Indonesia tahun 1984.
Standar Akuntansi Keuangan ini sendiri terdiri dari sebuah pernyataan kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan serta seperangkat standar akuntansi keuangan dengan 35 pernyataan. SAK ini mulai berlaku efektif tanggal 1 januari 1995. Sebagai pedoman penyusunan dan penyajian laporan keuangan ia menjadi peraturan yang mengikat, sehingga pengertian yang bias terhadap suatu pos laporan keuangan dapat dihindari.
Perkembangan Standar Akuntansi Keuangan
Standar akuntansi merupakan salah satu cabang yang penting dalam mewujudkan suatu tranparansi di segala bidang, khusunsya dunia binis ataupun praktik-praktik akuntansi yang lain. Akuntansi berkembang dengan sangat cepat sejalan dengan adanya revolusi industri dunia, prosedur akuntansi selama ini sering dikembangkan tanpa perdebatan maupun diskusi yang berkepanjangan. Para akuntan mengembangkan metode-metode yang tampaknya akan memenuhi kebutuhan perusahaan mereka masing-masing, sehingga hal ini menimbulkan prosedur yang berbeda-beda di antara berbagai perusahaan dalam perlakukan akuntansi untuk aktivitas yang sama. Standar akuntansi dirancang untuk membantu para akuntan dalam menerapkan prinsip–prinsip yang konsisten dalam perusahan yang berbeda.
Standar akuntansi oleh profesi dianggap sebagai cerminan posisi profesi yang diterima umum, dan harus diikuti dengan penyusunan setiap laporan keuangan, kecuali jika keadaan membenarkan adanya pengecualian terhadap standar yang ada. Standar–standar ini sering disebut Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum (PABU). Proses pembentukan standar akuntansi atau sering disebut standar setting prosses merupakan proses yang cukup pelik karea melibatkan aspek politik, bisnis, sosial dan budaya. Aspek politik cukup dominan karena tarikan beberapa kepentingan, baik pihak pemerintah, swasta maupun profesi akuntan itu sendiri. Hal ini dapat dipahami karena standar akuntansi yang akan diberlakukan akan mengingat semua pihak.
Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam penetapan standar akuntansi, antara lain :
Standar memberikan pedoman tentang informasi yang harus disajikan dalam laporan posisi keuangan, kinerja, dan aktivitas sebuah organisasi bagi seluruh pengguna informasi.
Standar memberikan petunjuk dan aturan tindakan bagi auditor yang memungkinkan pengujian secara hati – hati dan independen saat menggunakan keahlian dan integritasnya dalam mengaudit laporan suatu organisasi serta saat membuktikan kewajarannya.
Standar memberikan petunjuk tentang kumpulan data yang perlu disajikan yang berkaitan dengan berbagai variable yang patut dipertimbangkan dalam bidang perpajakan, regulasi, perencanaan serta regulasi ekonomi dan peningkatan efisiensi ekonomi serta tujuan sosial lainnya.
Standar menghasilkan prinsip dan teori yang penting bagi seluruh pihak yang berkepentingan dalam disiplin ilmu akuntansi.
2.3 Perbedaan SAK dan SAP
Perbandingan Definisi Aktiva, Kewajiban dan Ekuitas
menurut PSAK dan SAP
SAK
SAP
Aktiva
sumber daya yang dikuasai
oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan diperoleh perusahaan.
sumber daya ekonomi yang
dikuasai dan/atau dimiliki oleh
pemerintah sebagai akibat dari
peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh,
baik oleh pemerintah maupun
masyarakat, serta dapat diukur
dalam satuan uang, termasuk
sumber daya non-keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi
masyarakat umum dan
sumber- sumber daya yang
dipelihara karena Balasan
sejarah dan budaya.
Kewajiban
hutang perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi.
utang yang timbul dari
peristiwa masa lalu yang
penyelesaiannya
mengakibatkan aliran keluar
sumber daya ekonomi
pemerintah
Ekuitas
hak residual atas aktiva
perusahaan setelah dikurangi
semua kewajiban. hak residual
atas aktiva perusahaan setelah
dikurangi semua kewajiban.
Dikenal dengan ekuitas dana
adalah kekayaan bersih
pemerintah yang merupakan
selisih antara aset dan
kewajiban pemerintah.
Sumber : SAK Kerangka Konseptual par 49 dan SAP No 1 Par 8
Bila dalam PSAK dengan tegas memakai istilah laporan keuangan, maka karena masih adaptasi, PSAP menggunakan istilah pelaporan keuangan. Pelaporan keuangan tidak mengacu secara tegas pada fisik laporan keuangan, melainkan pada proses penyusunannya.
BAB III
KESIMPULAN
Strategi adaptasi yang dipakai oleh KSAP dalam menyusun SAP merupakan langkah tepat dalam memperkenalkan akuntansi pemerintahan di Indonesia. Meski strategi itu akhirnya menimbulkan banyak kerancuan dan memiliki fleksibilitas yang tinggi, namun SAP terbukti mampu menciptakan paradigma baru dalam akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan negara.
Namun, membandingkan SAP dengan SAK hanya salah satu cara dalam rangka mengukur sejauh mana standar tersebut bisa memenuhi tujuan awal disusunnya. Dengan catatan, pembandingan itu tentu tidak bisa secara kaku, sebab sifat entitas pemakai keduanya berbeda.
Setelah membandingkan dengan SAK, dapat disimpulkan, SAP baru bisa menghasilkan laporan keuangan yang memiliki tingkat keterbandingan (comparability) yang memadai bila masing-masing entitas mempunyai pemahaman yang sama terhadap poin-poin SAP. Namun, hal itu sepertinya sulit dicapai, karena strategi adaptasi yang diterapkan KSAP telah menyebabkan SAP memiliki tingkat fleksibilitas yang tinggi. Artinya, uniformity atau keseragaman menjadi suatu hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan standar tersebut di kemudian hari.
Diposkan 2nd June 2013 oleh sur yani