SOAL KASUS-1 KONFLIK KEPENTINGAN DALAM KASUS PT MEARES SOPUTAN MINING (MSM) PENDAHULUAN Kasus-kasus pelanggaran etika bisnis seringkali terjadi, baik regional maupun internasional. Kasus pelanggaran etika yang terjadi pada dunia bisnis di Indonesia juga telah banyak terjadi. Etika bisnis di sini, tidak hanya meliputi dalam proses produksi dan pemasaranya, dan aktivitas lain terkait dengan aktivitas operasional. Kasus pelanggaran etika lingkungan seringkali dilakukan. Global warming yang terjadi saat ini salah satunya adalah kontribusi dari dunia bisnis yang semakin apatis dan tidak mengindahkan kondisi lingkungan di sekitarnya. Penebangan liar, mining exploration, emisi gas, dan lain sebagainya menyebabkan kondisi lingkungan di sekitar kita menjadi semakin buruk dan semakin tidak bersahabat. Akibat dari operasional bisnis yang tidak bersahabat dengan lingkungan ini bukanlah akibat yang kecil, justru karena perilaku itulah bahkan bisa membuat makhluk hidup kehilangan hidupnya. Untuk meminimalisir itu, telah diberlakukan keharusan bagi usaha bisnis untuk membuat sustainability report yang di merupakan perwujudan dari Corporate Social Responsibility (CSR). Dalam CSR ini tanggung jawab sosial yang diungkapkan adalah meliputi lingkungan hidup dan kehidupan sosial masyarakat di s ekitarnya. Walaupun hal ini mungkin sudah agak terlambat namun lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Di Indonesia, untuk memutuskan penyelenggaraan suatu usaha atau kegiatan yang memberikan dampak pada lingkungan hidup telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL). Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan (KLH, 1999). AMDAL di sini diterapkan untuk terus menjaga kondisi lingkungan hidup di sekitar usaha. RINGKASAN KASUS Profil PT Meares Soputan Mining (MSM) PT Meares Soputan Mining (MSM) merupakan perusahaan tambang yang yang mengoperasikan tambang emas Toka Tindung di kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Sulawesi Utara. PT. Meares Soputan Mining (MSM) beroperasi berdasarkan persetujuan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) pada tahun 1998 tetapi perusahaan ini tidak melakukan kegiatan produksi sampai tahun 2003. Perusahaan yang 85 persen sahamnya sahamnya dimiliki Archipelago Archipelago Resources, Australia ini diketahui baru didirikan ketika Kontrak Karyanya Karyanya telah ditandatangani oleh oleh Presiden RI waktu itu, Suharto. Ini diketahui diketahui berdasarkan tanggal akta pendirian perusahaan perusahaan dan tanggal KK ditandatangani (WALHI, 2006). Pemegang saham penting PT MSM berasal dari Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Jerman dan Canada, di antaranya adalah Citigroup, Société Générale dan Deutsche Bank. Setelah, WestLB dari Jerman membatalkan pinjamannya, perusahaan hanya mendapatkan pinjaman dari ANZ Australia, Société Générale Perancis dan NM Rothschild & Sons JATAM, 2008). Gambaran Kasus Secara garis besar, kasus MSM ini terkait dengan konflik perizinan operasional MSM yang tidak lepas dari persetujuan AMDAL. MSM itu sendiri melakukan penambangan emas di Toka Tindung, Minahasa Utara, Sulawesi Utara berdasarkan Kontrak Karya (KK) yang termuat dalam surat persetujuan Presiden RI No.B-43/Pres/11/1986. MSM ini diizinkan untuk beroperasi berdasarkan persetujuan AMDAL tahun 1998, namun MSM tidak beroperasi sampai tahun 2003. Oleh karena itu AMDAL tersebut telah kadaluarsa karena melewati masa kadaluarsa persetujuan AMDAL yang diatur dalam pasal 24 ayat (1) Perma 1
No. 27 Tahun 1999, di mana dinyatakan bahwa keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan dinyatakan kadaluwarsa atas kekuatan Peraturan Pemerintah ini, apabila rencana usaha dan/atau kegiatan tidak dilaksanakan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak ditertibkannya keputusan kelayakan tersebut (KLH, 1999). Oleh karena adanya kadaluarsanya persetujuan AMDAL tersebut maka pada bulan Agustus 2004 Gubernur Sulut meminta MSM untuk melakukan revisi AMDAL, namun revisi itu tidak dilakukan. Kemudian pada bulan Desember 2005, Menteri Lingkungan Hidup (LH) menyatakan bahwa AMDAL kadaluarsa dan harus menyusun AMDAL baru, serta merekomendasikan untuk menghentikan operasi PT. MSM dan PT. TTN. Kemudian Gubernur Sulut mengusulkan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk menghentikan sementara aktivitas MSM (Zhahir, 2008). Gubernur Sulut mengusulkan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk menghentikan sementara aktivitas PT. MSM. Tanggal 2 Februari 2007 Gubernur Sulut tidak menyetujui dokumen AMDAL, dengan alasan sebagai berikut: Sampai saat ini masih terjadi penolakan masyarakat terhadap rencana kegiatan pertambangan emas PT. MSM dan PT. TTN. Teknologi pengolahan limbah pertambangan yang akan digunakan belum dapat menjamin perlindungan terhadap kesehatan lingkungan dan masyarakat. Berdasarkan tata ruang Propinsi Sulawesi Utara, di sekitar lokasi kegiatan pertambangan terdapat kawasan pengembangan pariwisata, budidaya perikanan laut, dan World Heritage Site sepanjang perairan mulai dari Taman Nasional Bunaken sampai Pulau Lembeh yang telah diusulkan ke UNESCO. Penolakan ini didukung oleh masyarakat. Masyarakat di sekitar lokasi penambangan menolak operasional MSM ini karena limbah yang ditimbulkan dari aktivitas penambangan tersebut. Penolakan ini nampak pada aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh lebih dari 3000 warga Kabupaten Minahasa Utara dan Kota Bitung yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Menolak Limbah Tambang (AMMALTA) pada tanggal 13 Juli 2006 untuk memprotes revisi dokumen AMDAL PT Meares Soputan Mining (MSM). Mereka menyampaikan penolakan terhadap PT MSM (didukung 15.000 tanda tangan warga) kepada Bupati dan DPRD Minahasa Utara, Walikota dan DPRD Bitung, serta Gubernur dan DPRD Sulawesi Utara. Aksi tersebut merupakan respon atas iklan PT MSM di surat kabar yang mengundang pendapat masyarakat untuk terlibat dalam revisi AMDAL, yakni (Jatam, 2006): 1. Iklan ini dipandang sebagai penyelewengan atas beberapa rekomendasi dan putusan yang mengharuskan PT MSM menyusun ulang dokumen AMDAL yang dinyatakan kadaluarsa oleh beberapa instansi pusat dan daerah. 2. Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) Sulut telah menyatakan bahwa Amdal PT MSM kedaluarsa, namun ditentang oleh Distamben dan Gubernur lama Sulut yang bersikukuh bahwa AMDAL tahun 1998 tersebut masih berlaku. Kehadiran PT MSM telah lama memicu keresahan warga dua kabupaten kota tersebut dengan rencananya membuang limbah (tailing) ke teluk Rinondoran. Jika rencana itu dijalankan maka kehidupan puluhan ribu nelayan Sulut hancur sekaligus mengancam PAD Sulut dari sektor perikanan yang jumlahnya berkisar Rp500 miliar - Rp 900 miliar pertahun. 3. Mengancam kelangsungan 50 perusahaan yang berinvestasi di sektor pariwisata mengancam mata pencaharian puluhan ribu buruh perusahan perikanan dan pariwisata. Tragedi teluk Buyat akan terjadi lagi di Sulawesi Utara karena pembuangan tailing ke laut. Operasi tambang PT MSM akan membunuh sektor-sektor ekonomi yang strategis di Sulawesi Utara. Padahal, perusahaan ini hanya akan beroperasi selama 7 tahun dan tidak akan banyak menyerap tenaga kerja setempat. Belum lagi tata air yang akan dirusaknya dengan metode penambangan terbuka di kawasan Cagar Alam Tangkoko Dua Saudara. Saat ini pun, kehadiran PT MSM telah memecah belah masyarakat dalam pro kontra yang tidak sehat. Mereka menciptakan pihak yang pro perusahaan dengan memberi imingiming bantuan uang dan barang, bukannya menjelaskan dengan jujur apa saja resiko dan dampak pertambangannya.
2
Penolakan ini juga nampak pada aksi pengusiran kapal tongkang Bangka Karina milik PT Meares Soputan Mining (MSM) yang bersandar di Pantai Rinondoran oleh nelayan pada tanggal 11 November 2006. Penolakan masyarakat ini pun didukung oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang dituangkan dalam keputusan DPR No.160/DPRD/84 tahun 2007, bahwa DPRD memberikan dukungan sikap Gubernur Sulut, mengenai penolakan dokumen Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) MSM. Selain alasan-alasan penolakan yang telah disebutkan di atas, beberapa alasan lain yang menjadi alasan penolakan terhadap pengoperasionalan MSM ini. Beberapa alasan itu antara lain: 1. Lokasi pertambangan yang akan dikelola MSM sangat bertentang dengan Peraturan Daerah (Perda) No.3 Tahun 1991 tentang Rencana Umum Tata Ruang Sulut. Dalam Perda tersebut disebutkan bahwa lokasi yang saat ini ditempati MSM bukan untuk kegiatan pertambangan, melainkan kawasan perkebunan, pengairan dan pariwisata. Berdasarkan UU Nomor 24 tahun 1992 tentang Tata Ruang yang menyatakan bahwa jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan tata ruang tidak dapat diproses AMDALnya. 2. Rencana pembuangan limbah tailing ke laut maupun darat beresiko besar dan tidak ada yang menjamin bahwa praktek pembuangan limbah aman terhadap lingkungan dan kehidupan mahluk hidup di sekitarnya. 3. Tidak adanya pengelolaan pasca tambang (mine closure) dalam dokumen Andal MSM. MSM sendiri selama ini telah melakukan beberapa pelanggaran. Aktivitas konstruksi yang selama ini dilakukan oleh MSM telah mulai memberikan dampak buruk terhadap lingkungan. Dampak negatif yang diakibatkan aktivitas MSM selama ini yaitu bencana banjir di bulan Maret yang disertai lumpur sekalipun membunuh ikan-ikan, termasuk belut hingga mengapung di permukaan air karena berubahnya wilayah resapan yang membuatnya tak lagi mampu menampung hujan dalam jumlah yang sama. Banjir ini disebabkan oleh beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh MSM di antaranya belum disahkannya AMDAL MSM tetapi usaha konstruksi seperti pembangunan jalan, pembangunan pabrik, dan pembuatan dam-dam penampung air. Salah satu dam menurut warga luasnya 2 hektar dan dalamnya 20 meter tetap dilkakukan, padahal untuk ekstraksi mineral di daerah tambang tersebut perlu ada persetujuan AMDAL. Pelanggaran lain yang dilakukan adalah terhadap Tata Ruang. Dalam Tata Ruang Wilayah Kota Bitung, Toka Tindung adalah kawasan lindung sehingga tidak boleh ada kegiatan yang mengubah bentang alam dan mengancam keselamatan manusia, hal ini mengakibatkan datangnya bencana. MSM telah melanggar Perda Nomor 3 Tahun 1991 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi Sulut di mana dalam perda tersebut disebutkan bahwa lokasi yang saat ini ditempati PT MSM adalah kawasan untuk perkebunan, pengairan dan pariwisata. Dalam tata ruang tersebut mengatur kawasan pengembangan pariwisata, budidaya perikanan laut, cagar alam yang tidak boleh dimasuki areal pertambangan emas dan sebagainya, juga bertentangan dengan Perda No.38 tahun 2003 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Terpadu Berbasis Masyarakat Pelanggaran lain yang dilakukan adalah pada kegiatan konstruksi MSM yang mengalihkan aliran sungai Maen untuk mendapatkan airnya guna mengolah bijih emas dan perak. Pemindahan aliran sungai berkemungkinan besar bertentangan dengan arah aliran air sehingga saat hujan besar dan volume air meningkat terjadi luapan yang tidak terkendali. Proyek Toka Tindung akan mengkonsumsi lebih dari 1 juta liter air per hari untuk mengolah emas sebanyak 140.000 ons tiap tahun. sungai-sungai di kawasan Toka Tindung akan dijadikan pemasok kebutuhan air. Ini akan mengurangi secara drastis pasokan air bagi wilayah hilir. Warga di Kecamatan Likupang akan mengalami krisis air untuk kebutuhan domestik dan irigasi. Selain itu MSM juga akan memasang “bom waktu” dengan menempatkan tailing dam dan timbunan limbah batuan yang mencapai volume 20 juta ton di perbukitan Toka Tindung. Padahal, Sulawesi Utara rawan sekali gempa. Akhir Januari lalu gempa 5,7 skala Richter mengguncang Manado dan sekitarnya (PPWI, 2008). Area MSM itu sendiri ternyata juga menggunakan tanah yang bukan haknya. Denny Lolong, sebagai ahli waris pemilik tanah tersebut telah memenangkan sengketa atas tanah tersebut dan berhak untuk mengeksekusi MSM. Hal ini diperkuat dengan putusan MA No 19 3
K/Pdt/ 2004/28 April 2005 yang telah memutuskan keluarganya sebagai pemilik sah tanah yang terletak di area pertambangan MSM. Putusan ini ditindaklanjuti Pengadilan Negeri (PN) Manado yang membuat surat penetapan eksekusi No 91/ Pdt.6/2002/PN Manado tanggal 10 Oktober 2006 harus dieksekusi. Pada saat akan dieksekusi ternyata pihak Pengadilan Tinggi Manado menghalangi proses eksekusi tersebut, hal ini menimbulkan dugaan adanya penyuapan yang dilakukan oleh MSM kepada Pengadilan Tinggi Manado. Namun ternyata apa yang dilakukan olah Departemen Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) kontradiktif penolakan-penolakan yang dilakukan, dengan terbitnya keputusan Menteri Negara ESDM Nomor 42.K/30.00/DJB/2008 yang memperpanjang ijin konstruksi MSM. Hal ini memberikan kesan bahwa ESDM tidak menginginkan kegiatan MSM untuk dihalangi. Tambang Toka Tindung termasuk 1 dari 10 proyek yang didorong oleh Departemen ESDM agar segera berproduksi pada 2007. Dengan keputusan politik seperti ini maka proses AMDAL tak lebih dari sekedar prosedur untuk memuluskan beroperasinya MSM. Ke depan, hal ini pasti menjadi potensi konflik tinggi antara masyarakat dengan perusahaan. Sekelompok masyarakat juga tidak setuju dengan penolakan pengoperasian MSM ini. Anggota DPRD Sulut, Jemmy Rembet, berpendapat bahwa sejumlah investor akan menjadi risih dengan sikap pemerintah daerah yang seenaknya menolak investasi tanpa ada pemberian solusi, padahal daerah itu giat mempromosikan potensi dan sumber daya alam kepada dunia usaha hingga ke mancanegara. Diminta: Analisislah kasus tersebut, meliputi: 1. Penjelasan mengenai pelanggaran etika lingkungan yang dilakukannya 2. Dampak pelanggaran etika lingkungan yang dilakukan 3. Alternatif pemecahan masalah pelanggaran etika tersebut Jawaban:
1.
2.
Adapun bentuk pelanggaran etika yang dilakukan oleh perusahaan itu adalah sudah jelas yaitu perusahaan dalam melaksanakan operasi pabrik tidak mengindahkan nilai- nilai etika bisnis yaitu menyebabkan terjadinya pencemaran sungai atau perusakan lingkngan, dan lebih jauh telah menimbulkan kerugian bagi pihak lain. Adapun bentuk solusi yang harus dilakukan oleh perusahaan sebaiknya tempat pengolahan limbah pabrik harus dibuat dan perusahaan harus menyediakan anggaran khusus untuk penanganan persoalan limbah pabrik baik untuk yang bersifat jangka pendek maupun yang jangka panjang. Dampak: Perusakan lingkungan saat ini dirasa sangat tinggi dan dunia industri telah ikut serta menyumbang terjadinya perusakan lingkungan tersebut. Peraturan yang berhubungan dengan penegakan aturan agar pihak manajemen perusahaan memperhatikan setiap efek dari bisnis yang dijalankan sampai saat ini belum berjalan dengan baik. Suatu dari kalangan LSM dan lembaga kepedulian lainnya baik ditingkat nasional dan internasional belum mampu mengubah konsep bisnis yang bersifat ramah lingkungan. Perusakan lingkungan pada saat ini sama pentingnya dengan persoalan HAM (hak asasi manusia). Penghancuran lingkungan artinya mampu merusak hak lingkungan sebagai bagian pranata pendukung kehidupan manusia. Hukum harus mampu ditegakkan, dengan penegakan hukum yang kuat serta sungguh- sungguh bisnis akan berjalan dengan berdasarkan konsep yang beretika. Risiko lingkungan (environment risk) adalah risiko yang terjadi pada lingkungan akibat dari tindakan yang disengaja atau tidak dan telah menimbulkan kerusakan atau kehancuran pada lingkungan. Dampak penghancuran lingkungan yang dilakukan disengaja terjadi akibat ekspansi suatu perusahaan. Bagi perusahaan yang telah menimbulkan perusakan lingkungan, maka ada bentuk risiko yang harus ditanggung sebagai akibat dari terjadinya environment risk tersebut, yaitu: 4
3.
a. Pihak manajemen perusahaan akan menghadapi sanksi hukum karena telah melakukan perusakan lingkungan. b. Pihak manajemen perusahaan harus menghadapi NGO (Non Government Organization) baik dari dalam maupun internasional. c. Pihak manajemen perusahaan harus siap menghadapi sikap protes dari masyarakat sekitar yang selama ini telah dirugikan akibat beroperasinya perusahaan. d. Para mitra bisnis yang selama ini begitu dekat dan mendukung perusahaan akan mengambil tindakan prudent (hati- hati). Terutama mengantisipasi jangan sampai perusahaannya juga ikut terlibat dalam risiko lingkungan yang telah ditimbulkan perusahaan tersebut. SOLUSI: Berdasarkan kasus di atas maka solusi yang dapat kita berikan ada beberapa hal: Pertama, bagi pihak manajemen PT. MSM harus bisa menyediakan alat penetralisir limbah pabrik yang berteknologi modern dan bersifat ramah lingkungan. Kedua, pihak manajemen PT. MSM harus melakukan pendataan terhadap berbagai bentuk kerusakan yang telah ditimbulkan selama ini dan itu berakibat kerugian finansial ke masyarakat sekitar. Selanjutnya hasil pendataan tersebut dijadikan sebagai rujukan untuk mengganti kerugian secara finansial. Dengan kata lain pihak manajemen MSM harus bisa mengalokasikan sejumlah dana demi membagun citra positif di mata masyarakat. Ketiga, menyangkut dengan perubahan konsep manajemen yang telah diterapkan selama ini, yaitu jika dianggap salah maka harus secepatnya untuk dilakukan perubahan. Perubahan itu dibuat dalam rangka keinginan menempatkan perusahaan sebagai perusahaan yang bernilai bonafid di mata konsumen dan masyarakat. Keempat bagi sebuah perusahaan menempatkan satu divisi khusus yang bertugas menyelesaikan berbagai urusan yang berhubungan dengan envoronment risk. Kelima pihak lembaga terkait memberikan penghargaan dalam bidang lingkungan. Keenam menentukan dengan jelas dan tegas pada setiap perusahaan yang ingin ikut tender penggarapan proyek harus memiliki sertifikat ISO bidang lingkungan dan berbagai persyaratan lain yang berhubungan dengan lingkungan.
5