BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Latar Belakan Belakang g Masalah Masalah
Sebag ebagia ian n
bes besar
masya asyarrak akat at
Ind Indonesi nesia a
mer merupak upakan an
masyar masyaraka akatt yang yang bertem bertempat pat tingga tinggall di pedesa pedesaan an yang yang masih masih memegang tradisi lokal yang kuat. Setiap anggota masyarakat di pedesa pedesaan an pada pada umumny umumnya a sangat sangat mengho menghorma rmati ti adat adat istiad istiadat at yang yang diwa diwari risk skan an oleh oleh nene nenek k moya moyang ng seca secara ra turu turun n temu temuru run. n. Bahkan adat istiadat merupakan dasar utama hubungan antar personal atau kelompok.1 Adat Adat-i -ist stia iad dat
atau atau
kebia ebias saa aan n
masya asyarrak akat at
ter erse seb but
kemu ke mudi dian an berk berkem emba bang ng menj menjad adii huku hukum m adat adat dima dimana na haru harus s dipatuhi oleh segenap anggota masyarakat. Hukum adat dalam masyarakat adat, masih dianggap sebagai aturan hidup untuk mencapai kedamaian dalam masyarakat.2 Akan tetapi, sebagai hukum hukum yang yang hidup hidup (living hukum adat adat tidak tidak selama selamanya nya (living law), law), hukum memberi rasa adil kepada masyarakatnya. Hal itu dikarenakan, pemberlakuan hukum adat dipaksakan oleh penguasa adat dan kelompok sosialnya.3 Huku Hukum m adat adat juga juga tida tidak k bisa bisa dipi dipisa sahk hkan an deng dengan an agam agama. a. Meskip Meskipun un merupa merupakan kan hal yang yang masing masing-ma -masin sing g berdir berdirii sendir sendiri, i, hukum adat dan agama yang dalam hal ini adalah hukum Islam, mempunyai
hubungan
yang
sangat
erat.
Hukum
adat
bera berasi simi mila lasi si deng dengan an huku hukum m Isla Islam m atau atau huku hukum m Isla Islam m yang yang diterapkan dalam masyarakat menjadi hukum adat. 1
Bahreint Bahreint Sugihen, Sugihen, Sosiol Jakarta: ta: PT Sosiologi ogi Pedesa Pedesaan an (Suatu (Suatu Penga Penganta ntar). r). Jakar RajaGrafindo Persada. 2007. Hal. 26 2 Beni Ahmad Saebani, Sosiologi Hukum. Bandung: Pustaka Setia. 2007. Hal. 156 3 Ibid. hal. 155
Kepentinga Kepentingan n sosial sosial akan hukum dipengaru dipengaruhi hi oleh ajaran agama agama yang yang dianut dianut oleh oleh masyar masyaraka akatt sehing sehingga ga nilainilai-nil nilai ai yang yang terkandun terkandung g dalam ajaran agama agama diterapkan diterapkan dalam kehidupan kehidupan masyar masyaraka akatt yang yang kemudi kemudian an berpro berproses ses menjad menjadii norma norma sosia sosiall yang ang
menc mencit itra rak kan
mor moralit alitas as
masy asyar ara aka katn tnya ya..4
Sebagai
contohnya, slametan pada adat Jawa banyak dipengaruhi oleh Islam dan didasarkan pada Al Qur’an dan Hadits. 5 Hal itu senada senada dengan dengan teori teori receptio receptio in complexu complexu yang dicetu dicetuska skan n oleh oleh LWC. LWC. Van Den Berg. Berg. Menur Menurut ut teori teori terseb tersebut, ut, huku hukum m prib pribum umii haru harus s meng mengik ikut utii agam agama a yang yang dipe dipelu luk k oleh oleh masyarakat. Oleh karena itu jika memeluk suatu agama, maka harus mengikuti hukum-hukum agama itu dengan sebenarnya. 6 Dengan Dengan demikian, demikian, apabila apabila masyaraka masyarakatt memeluk memeluk agama agama Islam, Islam, maka maka hukumhukum-huk hukum um lokal lokal juga juga harus harus mengik mengikuti uti agama agama Islam Islam yang dipeluk oleh masyarakat. Namun Namun pada pada perkem perkemban bangan gan selanj selanjutn utnya, ya, teori teori terseb tersebut ut berhasil dipatahkan oleh teori receptie yang diusung oleh Snouck Hurgr Hurgronj onje. e. Teori Teori ini yang yang oleh oleh Hazair Hazairin in disebu disebutt sebaga sebagaii ‘teor ‘teorii iblis’,7 sangat sangat berlaw berlawana anan n dengan dengan teori teori sebelu sebelumny mnya, a, dimana dimana menurut teori ini, sebenarnya yang berlaku di Indonesia adalah hukum hukum adat adat asli asli meskip meskipun un ada pengar pengaruh uh dari dari hukum hukum Islam Islam.. 8 Lebih Lebih lanjut lanjut teori teori ini menyeb menyebut utkan kan bahwa bahwa hukum hukum Islam Islam baru baru mempun mempunyai yai kek kekuat uatan an hukum hukum jika jika sudah sudah diteri diterima ma oleh oleh hukum hukum adat dan produk hukum yang keluar berupa hukum adat. 9 4
Ibid. hal. 153 Mark Ma rk R. Woodwa Woodward. rd. Islam Islam Jawa: Jawa: Kesaleha Kesalehan n Normatif Normatif Versus Versus Kebatinan. Kebatinan. Yogyakarta: LKis. 2004. Hal. 136 6 Soekanto, Meni Meninj njau au Huku Hukum m Ad Adat at Indo Indone nesi sia: a: Suat Suatu u Peng Pengan anta tarr Untu Untuk k Mempelajari Hukum Adat. Cet. 3. Jakarta: Rajawali Pers. 1996. Hal. 53 7 Hazairin, Hukum Kekeluargaan Nasional. cet. 2. Jakarta: Tintamas. 1968. Hal. 28. 8 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana. 2006. Hal. 297 9 Ibid, hal. 298 5
2
Isi teori ini sangat menyimpang dari kenyataan yang ada dalam dalam masyar masyaraka akat. t. Namun, Namun, penyim penyimpan pangan gan terseb tersebut ut memang memang disengaja disengaja dengan tujuan tujuan untuk melemahkan melemahkan pengaruh pengaruh hukum hukum Islam Islam dan member memberlak lakuka ukan n hukum hukum adat adat secara secara utuh. utuh. Dengan Dengan demikian demikian nasionalism nasionalisme e masyarak masyarakat at Indonesia Indonesia akan luntur, dan sebaliknya sebaliknya kolonialism kolonialisme e akan semakin semakin berkembang berkembang.. Sehingga Sehingga tida idak
her eran an jik jika sete setellah itu itu banya anyak k
teo teori-te i-teo ori lain lain yan yang
menentang menentang teori teori receptie ini, diantaran diantaranya ya teori teori receptie receptie exit, receptie a contrario, dan teori eksistensi.
Terlepas dari berbagai teori tersebut, adat istiadat yang kemudi kemudian an menjad menjadii hukum hukum adat, adat, bukanl bukanlah ah suatu suatu regula regulasi si yang yang tert tertul ulis is sepe sepert rtii haln halnya ya unda undang ng-u -und ndan ang. g. Akan Akan teta tetapi pi,, huku hukum m tersebut tidak pernah tertulis, meskipun memang ada beberapa hukum hukum adat adat yang yang sudah sudah tertul tertulis is10, dan hidup ditengah-tenga ditengah-tengah h masyarakat sebagai kaidah atau norma. 11 Sebagai contoh adalah hukum waris adat. Waris Waris yang yang merupa merupakan kan saran sarana a untuk untuk melanj melanjutk utkan an suatu suatu kepemilikan harta benda, merupakan salah satu bentuk hukum adat adat yang yang sampai sampai sekara sekarang ng masih masih dipega dipegang ng teguh, teguh, teruta terutama ma oleh masyarakat pedesaan. Mereka lebih memilih menyelesaikan perk perkar ara a wari waris s meng menggu guna naka kan n huku hukum m adat adat dari daripa pada da huku hukum m konvensional, karena menganggap hukum waris adat lebih bisa memberikan keadilan bagi ahli waris. Di sinilah yang kemudian menjadi akar masalah. Negara telah telah member memberikan ikan aturan aturan baku baku dalam dalam penyel penyelesa esaian ian masalah masalah waris waris ini. ini. Namun, Namun, masyar masyaraka akatt agakny agaknya a lebih lebih tertar tertarik ik kepada kepada hukum adat masing-masing daerah. Memang, hukum adat pada 10
Contoh Contohnya nya adalah adalah hukum hukum Tawan Tawan Ka Karan rang g yang yang ditera diterapka pkan n di Keraja Kerajaan an Buleleng, Bali. Dalam hukum tersebut dengan jelas disebutkan bahwa kapal asing yang terdampar dan masuk wilayah perairan kerajaan Buleleng akan menjadi hak kerajaan. 11 Soekanto, Meninjau Hukum Adat Indonesia... Hal. 61
3
masing masing-ma -masin sing g daerah daerah cender cenderung ung berbed berbeda a meskip meskipun un banyak banyak memp mempun unya yaii ke kesa sama maan an.. Huku Hukum m wari waris s adat adat di Jawa Jawa berb berbed eda a dengan di Batak, begitu juga berbeda dengan di Minangkabau. Selanjutny Selanjutnya, a, yang menjadi menjadi pertanyaa pertanyaan n adalah, adalah, mengapa mengapa undang-undang hanya menjadi pilihan kedua atau bahkan tidak dipilih dipilih oleh masyaraka masyarakatt dalam penyelesaian penyelesaian kasus kasus pewarisan. pewarisan. Apakah Apakah undang undang-un -undan dang g memang memang belum belum bisa bisa mengak mengakomo omodas dasii seluruh sistem kewarisan adat yang notabene sangat berbeda substansinya antara satu daerah dengan daerah lainya. Dalam
makalah
ini
penulis
secara
khusus
akan
memaparkan tentang sistem kewarisan masyarakat adat yang berl berlak aku u di Jawa Jawa serta serta
rele releva vans nsin inya ya dengan dengan hukum hukum Isla Islam m di
Indonesia yang secara khusus menangani masalah kewarisan. B. Rumusa Rumusan n Masalah Masalah
Berd Berdas asar arka kan n lata latarr bela belaka kang ng masa masala lah h di atas atas dan dan demi demi memu memuda dahk hkan an
pemb pembah ahas asan anny nya, a,
maka maka
penu penuli lis s
memb membat atas asii
masalah sebagai berikut: 1. Baga Bagaim iman ana a pros proses es pewa pewari risa san n dala dalam m masy masyar arak akat at adat adat Jawa? 2. Bagaim Bagaimana ana persam persamaan aan dan perbed perbedaan aan proses proses pewari pewarisan san masyarakat adat Jawa dengan hukum Islam di Indonesia? 3. Bagaim Bagaimana ana releva relevansi nsi proses proses pewari pewarisan san masyar masyaraka akatt adat adat Jawa dengan dengan hukum hukum Islam di Indonesia? Indonesia? C. Tujuan Tujuan Penuli Penulisan san
Adapun tujuan penulisan ini adalah: 1. Me Menj njela elask skan an pros proses es pewa pewari risa san n dala dalam m masy masyar arak akat at adat adat Jawa
4
2. Menjelaska Menjelaskan n persamaan persamaan dan perbedaan proses proses pewarisan pewarisan masyarakat adat Jawa dengan hukum Islam di Indonesia 3. Menjelaska Menjelaskan n relevansi relevansi proses pewarisan pewarisan masyarakat masyarakat adat Jawa dengan hukum Islam di Indonesia
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEWARISAN MASYARAKAT ADAT JAWA
A. Peng Penger erti tian an Wari Waris s Adat Adat
Penggunaan
istilah
waris
adat
ini
adalah
untuk
membed membedaka akan n dengan dengan istila istilah h hukum hukum waris waris barat, barat, hukum hukum waris waris Islam,
dan
hukum
waris
Indonesia.
Karena
substansi
pembahasan dari ketiga istilah tersebut sangat berbeda meski dalam satu bidang yang sama. Istilah waris sebena sebenarny rnya a berasa berasall dari dari bahasa bahasa Arab Arab yang yang kemudian diadopsi langsung ke dalam bahasa Indonesia. Hukum waris waris adat adat merupa merupakan kan hukum hukum adat adat yang yang memuat memuat garisgaris-gar garis is ketent ketentuan uan tentan tentang g sistem sistem dan asas-a asas-asas sas hukum hukum waris, waris, harta harta waris, pewaris, dan ahli waris serta prosedur bagaimana harta waris waris terseb tersebut ut dialih dialihkan kan pemili pemilikan kan dan pengua penguasaa saanny nnya a dari dari pewaris kepada ahli waris.12 Menurut Ter Haar, hukum waris adat adalah aturan-aturan huku hukum m yang yang meng mengat atur ur cara cara pene peneru rusa san n dan dan pera perali liha han n hart harta a
12
Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat. Cet. 4. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. 1990. Hal. 7
5
kekayaan baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dari generasi ke generasi.13 Sedangkan menurut Soepomo, hukum adat waris memuat bebe bebera rapa pa
atur aturan an
yang yang
meng mengat atur ur
pros proses es
pene peneru rusa san n
sert serta a
pengoperan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tida tidak k berw berwuj ujud ud bend benda a dari dari suat suatu u angk angkat atan an manu manusi sia a ke kepa pada da turunannya.14 Dari beberapa pengertian tersebut kiranya dapat diambil kesimpulan bahwa hukum waris adat adalah serangkaian kaidah yang mengatur tata cara peralihan dan penerusan harta baik yang ang ber eru upa benda enda ber erwu wuju jud d maup maupun un bend benda a yang yang tid tidak berwujud dari pewaris kepada ahli warisnya. Selain Selain itu, itu, dari dari berbag berbagai ai term term penger pengertia tian n diatas diatas,, dapat dapat disimpulkan pula bahwa hukum waris adat memuat tiga unsur pokok, pokok, yaitu: yaitu: pertam pertama, a, mengen mengenai ai subyek subyek hukum hukum waris, waris, yaitu yaitu siapa yang menjadi pewaris dan siapa yang menjadi ahli waris. Kedu edua, menge engen nai ka kap pan suatu uatu war aris isan an itu itu
dial dialih ihka kan n dan dan
bagaimana cara yang dilakukan dalam pengalihan harta waris terseb tersebut, ut, serta serta bagaim bagaimana ana bagian bagian masing masing-ma -masin sing g ahli ahli waris. waris. Ketiga, mengenai obyek hukum waris itu sendiri, yaitu tentang hart harta a apa apa saja saja yang yang dina dinama maka kan n hart harta a wari warisa san n sert serta a apak apakah ah harta-harta tersebut semua dapat diwariskan.15
B. Sistem Sistem Kekeraba Kekerabatan tan Masya Masyarakat rakat adat Jawa
Menget Mengetahu ahuii sistem sistem kekera kekerabat batan an
dalam dalam hal kewari kewarisan san
meru merupa paka kan n sesu sesuat atu u yang yang sang sangat at urge urgen. n. Ka Kare rena na pemb pembag agian ian warisan dalam masyarakat adat sangat bergantung pada sistem 13
Ibid Ibid, hal. 8 15 Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia. Cet. 4. Jakarta: Rajawali. 1990. Hal. 287-288 14
6
kekera kek erabat batan an ini. ini. Dan agakn agaknya ya tidak tidak berleb berlebiha ihan n jika jika Hazair Hazairin in mengatakan bahwa dari seluruh hukum yang ada, maka hukum per erk kawinan
dan
kew ewa arisan
lah
yang
menentukan
dan
mencermin mencerminkan kan sistem sistem kekerabata kekerabatan n yang berlaku berlaku dalam suatu masyarakat.16 Di dala dalam m masy masyar arak akat at Indo Indone nesi sia a seca secara ra teor teorit itis is sist sistem em kekerabatan dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu sistem patrilineal, matrilineal, dan parental atau bilateral. Sistem Sistem patril patriline ineal al merupa merupakan kan sistem sistem kek kekera erabat batan an yang yang ditari ditarik k menur menurut ut garis garis bapak, bapak, maksud maksudnya nya dalam dalam hal ini setiap setiap orang hanya menarik garis keturunannya kepada ayahnya saja. 17 Hal
ini
meng engakibatkan
kedu edudukan
pria
lebih
menonjol
pengaruhnya dari pada wanita dalam pewarisan. Sistem ini di anut oleh masyarakat Gayo, Alas, Batak, Nias, Lampung, Buru, Seram, Nusa Tenggara, dan Irian. 18 Sistem matrilineal adalah sistem kekerabatan yang ditarik menuru menurutt garis garis ibu, ibu, sehing sehingga ga dalam dalam hal kewari kewarisan san kedudu kedudukan kan wani wanita ta lebi lebih h meno menonj njol ol peng pengar aruh uhny nya a dari dari pada pada pria pria.. Sist Sistem em kekerabatan ini dianut oleh masyarakat Minangkabau, Enggano, dan Timor.19 Sedangkan Sedangkan masyaraka masyarakatt Jawa, seperti seperti halnya halnya masyarakat masyarakat Aceh Aceh,, Suma Sumatr tra a Timu Timur, r, Suma Sumatr tra a Selat Selatan an,, Riau Riau,, Ka Kali lima mant ntan an,, selu seluru ruh h Sula Sulawe wesi si,, Ma Madu dura ra,, Te Tern rnat ate, e, dan dan Lomb Lombok ok meng mengan anut ut sistem kekerabatan parental atau bilateral. Sistem ini ditarik dari dua garis keturunan yaitu keturunan bapak dan ibu. Sehingga memberikan implikasi bahwa kedudukan laki-laki dan perempuan dalam hal waris adalah seimbang dan sama. 16
Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Al Qur’an dan Hadits. Cet. 5. Jakarta: Tintamas. 1981. Hal 11 17 Sudarsono, Hukum Waris dan Sistem Bilateral. Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 175 18 Hilman..., Hukum Waris... hal. 23 19 Ibid
7
Deng Dengan an tida tidak k adan adanya ya perb perbed edaa aan n anta antarra laki laki-l -lak akii dan dan peremp perempuan uan,, maka maka masyar masyaraka akatt Jawa Jawa merupa merupakan kan masyar masyaraka akatt yang yang terbuk terbuka. a. Artiny Artinya, a, suami suami secara secara otomat otomatis is telah telah menjad menjadii bagian keluarga perempuan dan sebaliknya perempuan menjadi keluarga keluarga pihak laki-laki, laki-laki,20 sehing sehingga ga dengan dengan kea keadaa daan n terseb tersebut ut dimungkink dimungkinkan an akan menimbulkan menimbulkan kesatuan-k kesatuan-kesatu esatuan an keluarga keluarga yang besar seperti tribe dan rumpun. 21 C. Asas Asas Pewaris Pewarisan an Masya Masyarak rakat at Adat Adat Jawa Jawa
Secar ecara a
umum mum,
asas sas
pew ewar aris isan an
yang yang
dipa dipak kai
dalam alam
masyarakat adat tergantung dari jenis sistem kekerabatan yang dianut. Namun, menurut Hazairin, hal itu bukan suatu hal yang paten. paten. Artinya, Artinya, asas tersebut tidak pasti pasti menunjukk menunjukkan an bentuk bentuk masyarakat dimana hukum warisan itu berlaku. Seperti misalnya, asas individual tidak hanya ditemukan pada masyarakat yang meng mengan anut ut asas asas bila bilate tera ral, l, teta tetapi pi juga juga bisa bisa dite ditemu muka kan n pada pada masyarakat yang menganut asas patrilineal. 22 Seperti misalnya, masyarakat Batak yang notabene menganut sistem kekerabatan patriline patrilineal al dalam asas pewarisan pewarisannya nya menganut menganut asas individual individual seperti masyarakat Jawa dan Sulawesi. 23 Masyarakat
Minangkabau
yang
menganut
sistem
kekera kek erabat batan an matril matriline ineal, al, dalam dalam asas asas pewari pewarisan sannya nya mengan menganut ut asas asas kolekt kolektif, if, yaitu yaitu para para ahli ahli waris waris secara secara kolekt kolektif if (bers (bersama ama-sama) sama) mewarisi mewarisi harta peninggalan peninggalan yang tidak dapat dibagi-bagi dibagi-bagi pemili pemilikan kannya nya kepada kepada ahli ahli waris waris masing masing-ma -masin sing. g.24 Setiap Setiap ahli ahli war aris is
ber erha hak k
untu ntuk
men mengus gusahak ahakan an,,
20
mengg enggun unak akan an,,
dan
Oemarsalim, Dasar-Da Dasar-Dasar sar Hukum Waris Di Indonesia Indonesia.. Cet 2. Jakarta: PT Rineka Cipta. 1991. Hal.7 21 Idris Idris Ramuly Ramulyo, o, Hukum Hukum Perkaw Perkawina inan, n, Hukum Hukum Kewari Kewarisan san,, Hukum Hukum Acara Acara Jakarta: a: Sinar Sinar Peradi Peradilan lan Agama Agama,, dan Zakat Zakat Menuru Menurutt Hukum Hukum Islam Islam.. Cet 4. Jakart Grafika. 2006. Hal.81 22 Soerjono..., Hukum Adat... hal. 286 23 Ibid, hal. 285 24 Ibid
8
mendapatkan hasil dari harta peninggalan tersebut berdasarkan musyawarah mufakat di antara para ahli warisnya. 25 Sela Selain in itu, itu, masi masih h ada ada lagi lagi asas asas mayo mayora ratt yang yang diba dibagi gi menj menjad adii mayo mayora ratt laki laki-la -laki ki dan dan pere peremp mpua uan. n. Asas Asas mayo mayora ratt ini ini sebenarnya sama dengan asas kolektif. Bedanya adalah bahwa peneru penerusan san harta harta waris waris disera diserahka hkan n kepada kepada anak anak laki-l laki-laki aki atau atau perempuan perempuan yang paling paling tua. Hal ini mengandun mengandung g konsekuen konsekuensi si bahwa bahwa anak anak tertua tertua terseb tersebut ut harus harus mengga mengganti ntikan kan ayah ayah yang yang meninggal dalam memelihara, memberi nafkah, menyekolahkan, mendidik mendidik saudara-s saudara-saudar audaranya anya dan dalam segala hal bertindak bertindak atas nama ayahnya.26 Seda Sedang ngka kan n pada pada masy masyar arak akat at adat adat Jawa Jawa,, sepe sepert rtii yang yang sedi sediki kitt tela telah h dijel dijelas aska kan n di muka muka,, meng mengan anut ut asas asas indi indivi vidu dual al karena pada sistem kekerabatannya menganut sistem parental atau atau bila bilate tera ral. l. Sist Sistem em ini ini meng mengha haru rusk skan an seti setiap ap ahli ahli wari waris s mendapatkan pembagian untuk dapat menguasai dan memiliki haknya masing-masing. Faktor yang menyebabkan perlu dilaksanakan pembagian waris warisan an secara secara indivi individua duall adalah adalah dikare dikarenak nakan an tidak tidak ada ada lagi lagi keinginan keinginan untuk memiliki harta harta waris tersebut tersebut secara secara kolektif. kolektif. Hal itu disebabkan para ahli waris tidak lagi pada satu rumah kerabat atau rumah orang tuanya serta telah tersebar sendirisendiri mengikuti para istri atau suaminya (mencar).27 Kebaikan dari sistem individual ini adalah bahwa para ahli waris yang telah memiliki secara pribadi dapat dengan leluasa untuk menguasai dan mengembangkan harta tersebut sebagai bekal bekal kehidu kehidupan pannya nya yang yang selanj selanjutn utnya ya tanpa tanpa dipeng dipengaru aruhi hi oleh oleh saudara yang lain. 25
Hilman..., Hukum Waris... hal. 26 Bushar Bushar Muhammad, Muhammad, Pokok-Po Jakarta: a: Pradny Pradnya a Pokok-Pokok kok Hukum Adat. Adat. Cet 4. Jakart Paramita. 1988. Hal.43 27 Hilman..., Hukum Waris... hal. 25 26
9
Namun, sistem ini juga meninggalkan celah yang negatif. Kelemahan dari sistem ini adalah bahwa pecahnya harta warisan dan mereng merenggan gangny gnya a tali tali kek keker eraba abatan tan dapat dapat mengak mengakiba ibatka tkan n timbul timbulnya nya hasrat hasrat untuk untuk mengua menguasai sai harta harta secara secara priba pribadi di dan mementingkan diri sendiri. Pada perkembangan selanjutnya, hal ini bisa bisa mengak mengakiba ibatk tkan an persel perselisi isihan han-pe -perse rselis lisiha ihan n antara antara ahli ahli waris itu sendiri. 28 D. Harta Harta Waris Waris dalam dalam Masyar Masyarakat akat Adat Jawa
Berbicara mengenai harta waris berarti membahas tentang obyek dari hukum waris itu sendiri, yaitu harta-harta yang bisa diwa diwari risk skan an..
Seca Secara ra
umum umum,,
hart harta a
wari warisa san n
ters terseb ebut ut
dapa dapatt
diklasifikasikan sebagai berikut:29 1. Harta Harta pusaka, yaitu suatu benda yang tergolong tergolong kekayaan di mana benda tersebut mempunyai kekuatan magis. 2. Harta bawaan, bawaan, yaitu sejumlah harta harta kekayaan yang dibawa oleh oleh
(calo calon) n)
ist istri
atau tau
suami uami
pada ada
saa aatt
pel pelak aksa san naa aan n
perkawinan. 3. Harta Harta pencaharian, pencaharian, yaitu harta yang diperoleh diperoleh oleh suamisuamiistri istri dalam dalam ikatan ikatan perkaw perkawina inan, n, baik baik secara secara bersam bersama-s a-sama ama maupun sendiri-sendiri. 4. Hart Harta a yang yang bera berasa sall dari dari pemb pember eria ian n sese seseor oran ang g ke kepa pada da suami atau istri maupun kedua-duanya. Pada Pada masy masyar arak akat at adat adat Jaw Jawa
hart harta a
wari waris s
dikl diklas asif ifik ikan an
menjadi dua macam, yang mana kedua macam harta warisan yang akan dijelaskan kemudian dirasa telah merepresentasikan keempat klasifikasi harta waris di atas. Adapun harta-harta yang menjadi harta waris pada masyarakat adat Jawa adalah: a. Gawan (Harta Bawaan) 28 29
Ibid, hal. 25-26 Soerjono..., Hukum Adat... hal. 305
10
Harta ini merupakan harta asal yang dibawa oleh suami atau istri pada saat akan melaksanakan perkawinan. Termasuk ke dalam dalam penger pengertia tian n harta harta bawaan bawaan,, harta harta bawaan bawaan lain lain yang yang bera berasa sall dari dari hasi hasill usah usaha a send sendir irii (har (harta ta peng pengha hasi sila lan) n),, hart harta a pemberian atau hibah wasiat, baik yang diterima dari kerabat atau orang lain sebelum atau selama perkawinan. 30 Apabil Apabila a dalam dalam perjal perjalana anan n perkaw perkawina inan n seseor seseorang ang terjad terjadii perc percer erai aian an,, maka maka hart harta a bawa bawaan an ters terseb ebut ut ke kemb mbal alii ke kepa pada da masing-masing pihak suami dan istri. Seperti yang dinyatakan oleh orang Jawa, “tetep dadi duwekke dewe-dewe, bali menyang asale.” 31 Kecuali dalam perkawinan antara istri rendah (miskin)
dengan suami tinggi (kaya) atau yang disebut dengan manggih koyo, maka semua harta menjadi milik suami dan dikuasai oleh
suami.32 b. Gono-gini (Harta Bersama)
Harta ini merupakan harta yang diperoleh selama dalam ikatan perkawinan, yang diperoleh dalam usaha bersama-sama. Di Jawa, Jawa, harta harta gono-g gono-gini ini itu adalah adalah “s “sra raya ya ne wong wong loro loro lan lan duwekke wong loro”.33
Namun, hal itu agak berbeda dengan putusan Mahkamah Agun Agung g tang tangga gall 7 Sept Septem embe berr 1956 1956 No. No. 51/K 51/K/S /Sip ip/1 /195 956 6 yang yang menyat menyataka akan n bahwa, bahwa, menur menurut ut hukum hukum adat adat semua semua harta harta yang yang diperoleh selama berlangsungnya perkawinan, termasuk dalam gono-gini, meskipun hasil kegiatan suami sendiri.34 Kedua Kedua jenis jenis harta harta diatas diatas,, pada pada dasarn dasarnya ya belum belum menjad menjadii harta harta waris. waris. Akan Akan tetapi tetapi,, harta harta terseb tersebut ut masih masih bersif bersifat at harta harta 30
Hilman... Hukum Waris... hal. 46 Ungkapan Jawa yang berarti “tetap menjadi kepunyaan masing-masing dan kembali pada asalnya.” 32 Ibid, hal. 48 33 Ungk Ungkap apan an Jawa Jawa yang yang bera berart rtii ”has ”hasil il kerj kerja a dua dua oran orang g (sua (suami mi dan dan istr istri) i) sahingga menjadi hartanya dua orang (harta bersama) 34 Ibid, hal. 60 31
11
pening peninggal galan. an. Oleh Oleh kar karena ena itu harus harus dikura dikurangi ngi terleb terlebih ih dahulu dahulu dengan hutang si pewaris. Sisa setelah dikurangi hutang itulah yang kemudian menjadi harta waris dan dibagi-bagi. 35 E. Ahli Ahli War Waris is dan dan Bagi Bagian anny nya a
Pada dasarnya yang menjadi ahli waris adalah para warga pada generasi berikutnya yang paling karib dengan pewaris atau diseb isebu ut
deng engan ahli ahli
war aris is
utam utama, a, yaitu aitu anak anak--anak anak
yang ang
dibesarkan dalam keluarga/brayat si pewaris dan yang pertama mewaris adalah anak kandung. 36 Menurut adat tradisional Jawa, semua anak baik laki-laki maup maupun un pere peremp mpua uan, n,
lahi lahirr
lebi lebih h
dahu dahulu lu
atau atau bela belaka kang ngan an,,
mempunyai hak sama atas harta peninggalan orang tuanya. 37 Namun, di beberapa daerah terutama di Jawa Tengah, berlaku sistem sepikul mana anak anak laki-l laki-laki aki mendap mendapat at sepikul segendong segendong38 di mana bagi bagian an dua dua ka kali li lipa lipatt lebi lebih h bany banyak ak dari dari pada pada bagi bagian an anak anak perempuan.39 Jika pewaris tidak mempunyai anak sama sekali, tidak pula mempunyai anak pupon atau anak anak angkat angkat dari dari anak anak saudar saudara a pupon atau atau dari anak orang lain, maka harta akan diwarisi berturutturut turut oleh, oleh, pertam pertama, a, orang orang tua, tua, bapak bapak atau atau ibu pewari pewaris, s, dan apabila tidak ada baru saudara-saudara kandung pewaris atau keturunannya, dan jika ini tidak ada pula barulah kakek atau nenek pewaris. Dan apabila kakek/nenek pewaris juga tidak ada maka maka diberi diberikan kan kepada kepada paman paman atau atau bibi bibi baik baik dari dari garis garis ayah ayah
35
Soerjono... hukum Adat... hal. 306 Imam Sudiyat, Hukum Adat: Sketsa Asas. Cet 2. Yogyakarta: Liberty. 1981. Hal. 162 37 Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat. Cet 14. Jakarta: Pradnya Paramita. 1996. Hal. 80 38 Ungkapan Jawa yang berarti “laki-laki memikul dan wanita menjunjung”. 39 Hilman..., Hukum Waris... hal. 72 36
12
maupun dari garis ibu pewaris. Jika sampai tingkat ini tidak ada, maka akan diwarisi oleh anggota keluarga lainnya. 40 Mengen Mengenai ai anak anak angkat angkat,, dia mendap mendapatk atkan an waris waris dengan dengan sistem ngang artinya a mempun mempunyai yai dua sumber sumber ngangsu su sumur sumur loro, loro, artiny war aris isan an,, yait yaitu u dar arii or oran ang g tua tua ang angka katt dan dar arii orang ang tua tua kandungny kandungnya a sendiri. sendiri.41 Meskip Meskipun un begitu begitu,, seoran seorang g anak anak angkat angkat dala dalam m memp memper erol oleh eh wasi wasiat at tida tidak k bole boleh h mele melebi bihi hi dari dari anak anak kandung jika masih ada.42 Sedangkan mengenai kedudukan janda atau duda 43 dalam sist sistem em
keke ke kera raba bata tan n
bila bilate tera rall
atau atau
pare parent ntal al
masi masih h
sedi sediki kitt
menimbulkan masalah. Hal itu berkisar tentang apakah ia dapat mewari mewarisi si suami suami yang yang wafat wafat atauka ataukah h hanya hanya berhak berhak menikm menikmati ati warisan itu saja. Pada asasnya menurut hukum adat Jawa, janda atau duda buka bukan n ahli ahli wari waris s dari dari suam suamii atau atau istr istrii yang yang meni mening ngga gal. l. Akan Akan tetap etapii,
mereka
berhak
mendapa apatkan
bagian
dari
harta
peninggalan suami atau istri bersama-sama dengan ahli waris lain atau menahan pembagian harta peninggalan itu bagi biaya hidup seterusny seterusnya. a.44 Namu Namun, n, huku hukum m yang yang meny menyat atak akan an jand janda a bukan ahli waris suaminya, hanya ada sebelum kemerdekaan. Sedangkan Sedangkan setelah setelah kemerdekaa kemerdekaan, n, janda janda merupakan merupakan ahli waris dari suaminya.45 Ada banyak yurisprudensi yang menyatakan bahwa janda adal adalah ah ahli ahli wari waris s suam suamin inya ya.. Dian Dianta tara rany nya a adal adalah ah keput keputus usan an Mahkamah Agung tanggal 25 Februari 1959 No. 387 K/Sip/1958 yang menyatakan bahwa menurut hukum adat yang berlaku di 40
Ibid Ibid 42 Ibid, hal. 81 43 Jand Janda a atau atau duda duda yang yang dima dimaks ksud ud disi disini ni adal adalah ah jand janda a atau atau duda duda yang yang diakibatkan oleh putusnya perkawinan karena kematian bukan karena cerai talak, disebut juga dengan istilah balu. 44 Ibid, hal. 87-88 45 Ibid 41
13
Jawa Tengah seorang janda mendapat separoh dari harta gonogini. Selain itu juga keputusan MA tanggal 29 Oktober 1958 No. 298 K/Sip/1958 menyatakan bahwa menurut hukum adat yang berlak berlaku u di pulau pulau Jawa Jawa apabil apabila a dalam dalam suatu suatu perkaw perkawina inan n tidak tidak dilahirkan seorang anak pun, maka janda dapat tetap menguasai barang-barang gono-gini sampai ia meninggal atau kawin lagi. 46 Selain Selain itu menuru menurutt hasil hasil peneli penelitia tian n yang yang dilaku dilakukan kan oleh oleh Wirjono di Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur pada tahun 1937 (T. 149-14 149-148) 8) berkes berkesimp impula ulan n bahwa bahwa janda janda peremp perempuan uan mendap mendapat at bagian yang sama dengan bagian anak keturunan pewaris. 47 F. Kewari Kewarisan san dalam dalam Hukum Hukum Islam Islam di Indon Indonesi esia a
Sebelum Sebelum melangkah melangkah lebih jauh, perlu dijelaskan dijelaskan terlebih dahulu dahulu,, yang yang dimaks dimaksud ud oleh oleh penuli penulis s tentan tentang g hukum hukum Islam Islam di Indonesia adalah Kompilasi Hukum Islam (KHI). Hukum kewarisan yang yang terdap terdapat at dalam dalam kompil kompilasi asi ini bersum bersumber ber dari dari kitabkitab-kit kitab ab fiqh, BW yang sampai sekarang masih berlaku, serta kenyataan yang
berlaku
dalam
masyarakat
yang
tertuang
dala alam
jurispru jurisprudensi densi Pengadilan Pengadilan Agama. Agama.48 Kewarisan Kewarisan dalam Kompilasi Kompilasi Hukum Islam ini diatur dalam buku II tentang hukum kewarisan sebanyak 23 pasal, yaitu pasal 171 sampai dengan pasal 193. Dalam Dalam kompil kompilasi asi ini, ini, yang yang dimaks dimaksud ud dengan dengan kewari kewarisan san adala dalah h
huku ukum
yang ang
meng mengat atur ur
ten tentang tang
pemi pemin ndaha dahan n
hak
pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapasiapa siapa yang yang berhak berhak menjad menjadii ahli ahli waris waris dan berapa berapa bagian bagiannya nya masing-masing.49 Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau dinya inyattak akan an 46 47 48 49
meni menin nggal ggal
ber erd dasar asarka kan n
putu utusan san
Peng engadil adilan an
Ibid, hal 89 Ibid Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam. Jakarta: Kencana. 2004. Hal. 327 Pasal 171 poin a Kompilasi Hukum Islam
14
beragama
Islam,
meninggalkan
ahli
waris
dan
harta
peninggalan.50 Seda Sedang ngka kan n ahli ahli wari waris s adal adalah ah oran orang g pada pada saat saat meninggal meninggal dunia mempunyai mempunyai hubungan hubungan darah atau hubungan hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris. 51 Komp Ko mpil ilas asii Huku Hukum m Isla Islam m ini ini memb membed edak akan an anta antara ra hart harta a peninggalan dan harta warisan. Adapun yang dimaksud dengan harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya.52 Sedang Sedangkan kan harta harta warisa warisan n adalah adalah harta harta bawaan bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperl keperluan uan pewari pewaris s selama selama sakit sakit sampai sampai mening meninggal galnya nya,, biaya biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat.53 Mengenai para ahli waris, KHI mengklasifikasikan menjadi dua klasif klasifika ikasi, si, yaitu yaitu menuru menurutt hubung hubungan an darah darah dan menuru menurutt hubungan perkawinan. Menurut hubungan darah golongan lakilaki laki adalah adalah ayah, ayah, anak anak laki-l laki-laki aki,, sauda saudara ra laki-l laki-laki aki,, paman paman dan kakek. Sedangkan dari golongan perempuan terdiri dari ibu, anak peremp perempuan uan,, dan nenek. nenek. Sedang Sedangkan kan yang yang menuru menurutt hubung hubungan an perkawinan adalah duda atau janda. Apabila semua ahli waris tersebut ada, maka yang mendapatkan bagian warisan adalah anak, ayah, ibu, dan janda atau duda. 54 Selanjutny Selanjutnya a mengenai mengenai bagian masing-masing masing-masing ahli waris, waris, KHI juga telah menjelaskan secara panjang lebar. Secara ringkas adalah sebagai berikut: 1. Anak Perempuan Perempuan 50 51 52 53 54
Pasal 171 poin b Kompilasi Hukum Islam Pasal 171 poin c Kompilasi Hukum Islam I slam Pasal 171 poin d Kompilasi Hukum Islam Pasal 171 poin e Kompilasi Hukum Islam Pasal 174 ayat (1) dan (2) KHI
15
Anak Anak pere peremp mpua uan n apab apabil ila a dia dia mewa mewari ris s send sendir iria ian, n, maka maka bagian bagiannya nya adalah adalah separo separoh h dan apabil apabila a dua orang orang atau atau lebih lebih bersam bersama-s a-sama ama mendap mendapat at dua pertig pertiga a bagian bagian.. Sedang Sedangkan kan bila bila bersam bersama a anak anak laki-l laki-laki aki mendap mendapatk atkan an ashabah (bagia (bagian n sisa) sisa) dengan formulasi pembagian dua dibanding satu. 2. Ayah
Ayah Ayah
ashabah
mend mendap apat atka kan n
jika
pewaris
tidak
meninggalkan anak. Sedangkan apabila pewaris meninggalkan anak, ayah mendapatkan bagian seperenam. 3. Ibu
Ibu mendapatkan sepertiga apabila tidak ada anak atau dua saudara atau lebih. Sedangkan apabila ada anak atau dua saudara atau lebih, maka ibu mendapat bagian seperenam. Selai Selain n itu itu apab apabila ila ibu ibu mewa mewari ris s hany hanya a bers bersam ama a deng dengan an ayah ayah,, dan dan istr istrii (jan (janda da)) atau atau suam suamii (dud (duda) a),, maka maka bagi bagian anny nya a adalah sepertiga bagian dari sisa setelah diambil oleh janda atau duda. uda.
Kew ewar aris isan an
sep seper erti ti
ini ini
lebi lebih h
diken ikenal al
den dengan gan
istil stilah ah
gharawain, umariyatain, umariyatain, atau gharibatain.55 4. Duda Duda (suami (suami))
Duda (suami) mendapat separoh bagian apabila pewaris tidak tidak mening meninggal galkan kan anak. anak. Sedang Sedangkan kan apabil apabila a ada anak anak maka maka mendapat seperempat bagian. 5. Janda Janda (istri) (istri)
Bagian Bagian janda janda (istri (istri)) adalah adalah sepere seperempa mpatt apabil apabila a pewari pewaris s tidak tidak meninggalka meninggalkan n
anak. Dan Dan apabila apabila pewaris pewaris meninggalka meninggalkan n
anak, maka bagiannya adalah seperdelapan. 6. Saudara laki-laki laki-laki atau saudara perempuan perempuan seibu
Apab Apabil ila a pewa pewari ris s tida tidak k memi memili liki ki anak anak dan dan ayah ayah,, maka maka saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu masing-masing 55
Hasbiyallah, Belajar Mudah Ilmu Waris. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hal. 107
16
mendap mendapat at sepere seperenam nam bagian bagian.. Dan jika jika mereka mereka itu dua orang orang atau lebih, maka mendapat sepertiga bagian. 7. Saudara perempuan kandung atau atau seayah
Apabila pewaris tidak memiliki anak dan ayah, sedangkan ia mempun mempunyai yai seoran seorang g saudar saudara a peremp perempuan uan sekand sekandung ung atau atau seayah, maka ia mendapat separoh bagian. Apabila dua orang atau atau lebi lebih, h, maka maka bers bersam amaa-sa sama ma mere mereka ka mend mendap apat atka kan n dua dua pertiga bagian. Dan jika saudara perempuan tersebut bersama saudar saudara a laki-l laki-laki aki maka maka pembag pembagian iannya nya dengan dengan formul formulasi asi dua dibanding satu. Pada pasal 184 juga dijelaskan bahwa jika ada ahli waris yang belum dewasa atau tidak mampu melaksanakan hak dan kewajibannya, maka akan diangkat wali berdasarkan keputusan hakim atas usul anggota keluarga. Apabila ada ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada si pewaris maka dapat digantikan oleh anaknya dengan catatan tidak ada penghalang untuk mewarisi, 56 bagiannya pun tida tidak k bole boleh h meleb melebih ihii dari dari bagi bagian an ahli ahli wari waris s yang yang sede sedera raja jatt dengan yang digantikan.57 Kewarisan semacam ini lebih dikenal dengan istilah munasakhah.58
56
Menurut pasal 173 KHI, seseorang teerhalang menjadi ahli waris apabila dia dihukum karena: a) dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya menganiaya berat pada pewaris, pewaris, b) dipersalahk dipersalahkan an secara secara memfitnah memfitnah tela telah h meng mengaj ajuk ukan an peng pengad adua uan n bahw bahwa a pewa pewari ris s tela telah h mela melaku kuka kan n suat suatu u kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat. 57 Pasal 185 ayat (1) dan (2) 58 Munasakhat terjadi apabila ada ahli waris yang mati sebelum harta warisan dari pewaris terdahulu dibagikan.
17
BAB III PROSES PEWARISAN DALAM MASYARAKAT ADAT JAWA
Proses pewarisan yang dimaksud pada bab ini merupakan suatu atu
cara
bagaimana
seorang
pew ewa aris
berbuat
untuk
men menerus eruska kan n atau atau meng mengal alih ihka kan n hart harta a ke keka kaya yaan an yang yang ak akan an diting ditinggal galkan kannya nya kepada kepada para para ahli ahli waris waris ketika ketika pewari pewaris s masih masih hidu hidup p
sert serta a
peng enguasaan
baga bagaim iman ana a dan
car cara
waris arisan an
pemakaiannya.
Selain
ters terseb ebut ut itu
dite diteru rusk skan an
juga
tentang
bagima bagimana na pelaks pelaksana anaan an pembag pembagian ian warisa warisan n kepada kepada para para ahli ahli waris setelah pewaris wafat. Dan Dan mema memang ng,, dalam dalam masy masyar arak akat at adat adat,, tak tak terk terkec ecua uali li masyar masyaraka akatt Jawa, Jawa, proses proses pewari pewarisan san terbag terbagii dua, dua, yaitu yaitu prose proses s pewa pewari risa san n sebe sebelu lum m pewa pewari ris s meni mening ngga gall dan dan sete setela lah h pewa pewari ris s mening meninggal gal.. Prose Proses s pewari pewarisan san pada pada saat saat pewari pewaris s masih masih hidup hidup pada masyarakat Jawa dapat dilaksanakan dengan cara lintiran (penerusan atau pengalihan), cungan (penunjukan), atau dengan cara weling atau wekas (berpesan, berwasiat). 59 Pada Pada bab bab ini ini yang yang ak akan an lebi lebih h bany banyak ak diba dibaha has s adal adalah ah meng mengen enai ai
pros proses es
pewa pewari risa san n
keti ke tika ka
pewa pewari ris s
masi masih h
hidu hidup, p,
sedangkan pewarisan setelah pewaris wafat tidak akan banyak dibahas karena banyak kesamaan dengan hukum konvensional. A. Pewarisan Pewarisan Sebelum Sebelum Pewaris Pewaris Meninggal Meninggal
Sepe Sepert rtii tela telah h disi dising nggu gung ng di muka muka,, pros proses es pewa pewari risa san n sebelu sebelum m pewari pewaris s mening meninggal gal ada berbag berbagai ai jenis jenis yang yang masing masing-masing masing berbed berbeda a namun namun secara secara substa substansi nsi tetap tetap sama. sama. Adapun Adapun lebih rinci akan dijelaskan sebagai berikut.
59
Hilman… Hukum Waris… hal. 95
18
1. Penerusan atau Pengalihan (Lintiran)
Ketika pewaris masih hidup, adakalanya telah melakukan penerusan atau pengalihan kedudukan atau jabatan adat, hak dan kewajiban dan harta kekayaan kepada ahli waris. Akibat dari penerusan atau pengalihan ini adalah harta pewaris berpindah pemilikan dan penguasaannya kepada ahli waris sejak penerusan atu pengalihan diucapkan. Terma Termasuk suk dalam dalam arti arti peneru penerusan san atau atau pengal pengaliha ihan n harta harta kekayaan pada saat pewaris masih hidup adalah diberikannya harta kekayaan tertentu sebagai dasar kebendaan sebagai bekal untu untuk k mela melanj njut utka kan n hidu hidup p bagi bagi anak anak-a -ana nak k yang yang ak akan an ka kawi win n mendirikan rumah tangga baru, atau dalam istilah Jawa disebut mencar atau mentas.60
Biasanya anak laki-laki atau perempuan yang akan kawin dibeka dibekali li tanah tanah perta pertania nian, n, pekara pekaranga ngan n dengan dengan rumahn rumahnya ya atau atau tern ternak ak.. Bend Bendaa-be bend nda a ters terseb ebut ut meru merupa paka kan n bagi bagian anny nya a dalam dalam harta keluarga yang akan diperhitungkan pada pembagian harta waris sesudah orang tuanya meninggal. 61 Selain untuk anak kandung, penerusan atau pengalihan ini juga biasa diberikan kepada anak angkat, karena telah banyak meng mengab abdi di,, memb member erik ikan an jasa jasa-j -jas asa a baik baikny nya a untu untuk k ke kehi hidu dupa pan n rumah tangga. Pewarisan secara penerusan ini dilakukan karena adanya kekhawatiran dari pewaris kalau anak angkat tersebut ter ers singk ingkir ir
oleh leh
anak anak
kand ka ndun ungn gny ya
apab apabil ila a
pem pembagi bagian anny nya a
dilakukan setelah wafatnya.62 Sebagai contoh pewarisan dengan cara penerusan adalah kelu ke luar arga ga yang yang terd terdir irii dari dari dua dua anak anak laki laki-l -lak akii dan dan dua dua anak anak perempuan. Karena anak laki-laki tertua telah dewasa dan dan ayahnya a memberikan memberikan sebidang sebidang kuat gawe, maka ayahny 60 61 62
Ibid, hal. 96 Sudiyat, Hukum Adat: Sketsa… hal. 158 Oemar… Dasar-Dasar Hukum… hal. 80
19
tanah. tanah. Anak
kedu ke dua, a, pere peremp mpua uan, n, pada pada saat saat dini dinika kahk hkan an ia dibe diberi ri sebu sebuah ah rumah.63 2. Penunjukan (Cungan)
Berbed Berbeda a dengan dengan peneru penerusan san atau atau pengal pengaliha ihan, n, pewari pewarisan san secara penunjukan oleh pewaris kepada ahli warisnya membawa akibat hukum, yaitu berpindahnya hak pemilikan dan pengusaan hart harta a baru baru berl berlak aku u
sepe sepenu nuhn hnya ya ke kepa pada da ahli wari waris s sete setela lah h
pewaris meninggal. Adapun sebelum pewaris meninggal, pewaris masih berhak dan berwenang menguasai harta yang ditunjukkan itu, itu, teta tetapi pi peng pengur urus usan an dan dan pema pemanf nfaa aata tan, n, sert serta a peni penikm kmat atan an hasilnya sudah ada pada ahli waris yang ditunjuk. 64 Kemu emudian dian disebabkan
apab apabil ila a
adanya
dala dalam m
kebutuhan
kead ke ada aan
yang yang
mendada adak
men mendes desak
yang
harus
diselesaikan, pewaris masih bisa merubah maksudnya tersebut. Atau dengan kata lain, pewaris masih bisa menarik kembali atau ment mentra rans nsak aksi sika kan n
hart harta a
ters terseb ebut ut ke kepa pada da oran orang g
lain lain.. 65
Dan
tentunya hal itu harus ada musyawarah dengan ahli waris yang sudah ditunjuk. Penunjukan tersebut bukan hanya berlaku untuk barangbarang bergerak saja, tetapi juga berlaku pada barang-barang yang tidak bergerak seperti tanah lading, sawah, atau kebun. Pad Pada masy masyar arak akat at Jawa Jawa hal hal itu itu lebi lebih h dike dikena nall deng dengan an isti istila lah h kare rena na pew pewaris aris menu menunj njuk uk gari garis s bata batas s tanah anah yang yang garisan, ka diberikan kepada ahli waris.66 Sebagai contoh, misalnya pewaris menyatakan, tanah dari pohon aren sampai pohon nangka itu adalah untuk si A, sedangkan dari pohon nangka sampai tepi sungai adalah untuk si B. 63 64 65 66
Soepomo, Bab-Bab Tentang… hal. 82 Hilman… Hukum Waris… hal. 97 Ibid Ibid, hal. 98
20
Dikalangan orang Jawa, adakalanya setelah bidang-bidang tanah tanah pertan pertanian ian ditunj ditunjukk ukkan an atau atau diteru diteruska skan n pengus pengusaan aannya nya kepad epada a
anak nak
lela lelaki ki
atau atau
per erem empu puan an
yang ang
tel telah mencar
(berpisah) dan hidup mandiri diharuskan memberi punjungan.67 Cara itu berlaku juga meskipun telah diteruskan atau dioperkan. Sebagian dari tanah itu masih ada yang dikuasai dan dikerjakan oleh orang tua untuk kepentingan orang tua. Baru setelah orang tua wafat, akan sepenuhnya menjadi milik ahli waris.68 3. Pesan atau Wasiat (Welingan, Wekasan)
Pesan (welingan) ini biasanya dilakukan pada saat pewaris sakit yang tidak bisa diharapkan kesembuhannya, atau ketika akan ak an bepe beperg rgia ian n jauh jauh sepe sepert rtii naik naik haji haji.. Ca Cara ra ini ini baru baru berl berlak aku u setelah pewaris tidak pulang atau benar-benar meninggal. Jika pewa pewari ris s masi masih h pula pulang ng atau atau belu belum m meni mening ngga gal, l, pesa pesan n ini ini bisa bisa dicabut kembali.69 Tujua Tujuan n dilaku dilakukan kan pewari pewarisan san secara secara welingan ini ini pada pada dasarnya adalah untuk mewajibkan kepada para ahli waris untuk membagi-bagi harta warisan dengan cara yang layak menurut angga nggapa pan n
pew pewar aris is..
Sela Selain in
itu itu
juga juga
sup supaya aya
tida tidak k
ter terjadi jadi
persel perselisi isihan han.. Dan tujuan tujuan ketiga ketiga,, pewari pewaris s menyat menyataka akan n secara secara mengikat sifat-sifat barang/harta yang ditingggalkannya. 70 B. Pewarisan Pewarisan Setelah Setelah Pewaris Pewaris Meninggal Meninggal
Secara umum pewarisan setelah pewaris meninggal dunia sama sama deng dengan an pewa pewari risa san n pada pada huku hukum m 67
konv ko nven ensi sion onal al..
Pada Pada
Yaitu kewajiban bagi seiap anak yang telah diberi tanah itu untuk tetap member bagian hasil tertentu kepada orang tuanya selama ia masih hidup. 68 juga bisa bisa dikata dikatakan kan sebaga sebagaii tanah tanah gantun gantungan gan,, yang yang mana mana Ibid. Hal ini juga kepemilikan kepemilikan baru beralih beralih sepenuhnya sepenuhnya kepada ahli waris setelah setelah orang orang tua meninggal. 69 Ibid, hal. 99 70 Soejono… Hukum Adat… hal. 297
21
masyarak masyarakat at adat Jawa yang sistem sistem kekerabata kekerabatannnya nnnya parental atau atau bilate bilateral ral dan mengan menganut ut asas asas pewari pewarisan san indivi individua dual, l, maka maka harta warisan tidak dikuasai oleh anggota keluarga tertentu atau tetua adat, tetapi dibagi kepada para ahli waris yang ada. Adap Adapun un yang yang lebi lebih h meno menonj njol ol pada pada pewa pewari risa san n sete setela lah h pewaris meninggal adalah mengenai bagaimana cara pembagian waris arisan an ters terseb ebut ut ke kepa pada da ahli ahli wari warisn snya ya,, dan dan ka kapa pan n wakt waktu u pembagiannya. C. Pembag Pembagian ian Wari Warisan san
Pada sub bab ini akan banyak diterangkan mengenai waktu pembagian harta warisan setelah pewaris meninggal dan juga bagaimana cara pembagiannya. 1. Waktu Waktu Pembagia Pembagian n dan Juru Bagi
Pada umumnya hukum adat tidak mengatur secara baku kapan waktu pembagian warisan harus dilakukan. Begitu juga mengenai juru bagi juga tidak ada ketentuan. Pada masyarakat Jawa pembagian warisan tersebut dapat dilaks dilaksana anakan kan setela setelah h
slametan
(sela (selama mata tan) n)..
Sela Selama mata tan n
itu itu
sendiri ada berbagai macam dan dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu setelah meninggalnya seseorang. Misalnya, mitung dino (sete (setelah lah tujuh tujuh hari hari pasca pasca mening meninggal galnya nya seseor seseorang ang), ), matang setelah 40 hari), nyatus (setelah seratus hari), dan nyewu puluh ( setelah (setelah seribu hari). 71 Namu Namun, n, ke keba bany nyak akan an pemb pembag agia ian n wari warisa san n dila dilaks ksan anak akan an pada waktu nyewu atau dengan istilah lain nemu tahun wafat, yaitu pada hari ulang tahun meninggalnya pewaris. Karena pada hari hari itu itu diha dihara rapk pkan an semu semua a angg anggot ota a ke kelu luar arga ga dan dan ahli ahli wari waris s
71
Himan… Hukum Waris… hal. 104
22
berkum berkumpul pul di tempat tempat pewari pewaris s almarh almarhum. um.72 Dengan Dengan demikian, demikian, ketika semua pewaris telah berkumpul akan lebih memudahkan pembagian harta waris dan sosialisainya kepada seluruh anggota keluarga. Adapun mengenai juru bagi juga tidak ada ketentuan pasti. Akan Akan teta tetapi pi,, yang yang dapa dapatt menj menjad adii juru juru bagi bagi adal adalah ah seba sebaga gaii berikut:73 a. Orang Orang tua yang yang masih masih hidup hidup (janda (janda atau duda duda pewaris) pewaris),, b. Anak tertua tertua lelaki lelaki atau perempuan perempuan,, c. Angg Anggot ota a ke kelu luar arga ga tert tertua ua yang yang dipa dipand ndan ang g juju jujur, r, adil adil,, dan dan bijaksana, d. Anggota kerabat tetangga, pemuka masyarakat adat atau
pemuka agama yang diminta, ditunjuk atau dipilih oleh para ahli waris.74 2. Cara Cara Pemb Pembag agia ian n
Hukum adat dalam tata cara pembagian warisan tidak lah mengenal pembagian secara matematis. Tetapi pembagian pada masyar masyaraka akatt adat adat selalu selalu didasa didasark rkan an atas atas pertim pertimban bangan gan wujud wujud bend benda a dan dan ke kebu butu tuha han n ahli ahli waris aris yang yang ber bersang sangku kuttan. an. Jadi Jadi meskip meskipun un dikena dikenall adanya adanya persam persamaan aan hak dan keseim keseimban bangan gan,, tidak berarti setiap ahli waris mendapatkan bagian yang sama, dengan nilai harga yang sama atau menurut banyaknya bagian tertentu. Pada masyarakat adat Jawa mengenal dua cara pembagian harta harta warisa warisan, n, yaitu yaitu dengan dengan cara cara segendong segendong sepikul, sepikul, dimana pada cara pembagian ini bagian anak laki-laki dua kali lipat anak 72
Ibid Ibid, hal. 105 74 Sebenarnya Sebenarnya tetua adat atau pemuka pemuka agama agama tidak terlalu dipentingka dipentingkan. n. Mereka Mereka dipang dipanggil gil untuk untuk meneng menengahi ahi para para ahli ahli waris waris pada pada saat saat pembag pembagian ian warisan warisan hanya hanya ketika jalannya jalannya musyawarah musyawarah pembagian ada masalah masalah atau perselisihan. 73
23
perempuan. Kedua, dengan cara dundum kupat,75 dimana bagian anak laki-laki dan perempuan sama dan seimbang. 76 Sebagai contoh pembagian waris secara berimbang antara laki-laki dan perempuan adalah sebagai berikut: ”Setroidjojo bertempat tinggal di kelurahan Tandjunghardjo, Kapanewon Nanggulan, Kabupaten KulonProgo Progo,, mening meninggal gal dunia dunia dengan dengan mening meninggal galkan kan seoran seorang g anak lelaki dan dua orang anak perempuan. Ketiga anak tersebut telah kawin. Setahun kemudian anak lelaki yaitu Setr Setrow owag agij ijo o meni mening ngga gall duni dunia a deng dengan an meni mening ngga galk lkan an seorang istri dan seorang anak perempuan. Warisan yang berwujud tanah pekarangan seluas 1000 m 2 dan 2000 m2 dari dari Setrod Setrodidjo idjojo jo dibagi dibagi tiga. tiga. Harta Harta lain lain sudah sudah tidak tidak ada karena kar ena telah telah dipaka dipakaii untuk untuk membia membiayai yai pengub pengubura uran n dan selamatan. Pemabagian itu adalah seperti berikut: 1) Anak perempuan perempuan tertua tertua tanah tanah pekarangan pekarangan tabon (pekarang (pekarangan an 2 temp tempat at ruma rumah h oran orang g tua tua berd berdir irii 1000 1000 m seharg seharga a Rp 1000,-), 2) Anak perempuan kedua tanah pekarangan 1000 m2 seharga Rp 1000,- dan 3) Tjutju, anak dari anak laki-laki tanah pekarangan 1000 m2 berharga Rp 800,-“77
75
Istilah Jawa, secara bahasa berarti membagi ketupat Sama seimbang seimbang tersebut tersebut tidak diukur secara matematis, matematis, tetapi tetapi dengan dengan perkiraan dan iktikad baik. 77 Soedarso, Hukum Adat Waris. 1961 dalam Hilman… Hukum Adat… hal. 106 76
24
BAB IV ANALISA PROSES PEWARISAN DALAM MASYARAKAT ADAT JAWA
Secara umum, sistem kewarisan yang biasa digunakan di dalam dalam masyar masyaraka akatt adat adat Jawa Jawa banyak banyak mempun mempunyai yai kesama kesamaan an dengan dengan sistem sistem kewarisan kewarisan dalam hukum hukum Islam di Indonesia Indonesia yang dalam hal ini adalah Kompilasi Hukum Islam. Persamaan tersebut terutama terletak pada sistem kekerabatan dan asas kewarisan yang digunakan dan melekat pada keduanya. Kewarisan adat Jawa maupun kewarisan dalam Kompilasi Hukum Hukum Islam Islam sama-s sama-sama ama menggu menggunak nakan an sistem sistem kek kekera erabat batan an bilateral atau parental, dimana pada sistem kekerabatan ini tidak berlaku penarikan garis keturunan dari jalur ayah atau jalur ibu. Akan Akan tetapi tetapi,, penari penarikan kan garis garis ketur keturuna unan n pada pada sistem sistem bilate bilateral ral atau parental parental diambil dari kedua kedua orang orang tua (bapak (bapak dan ibu). Hal ini berakibat dalam masalah kewarisan, dimana ahli waris tidak didominasi oleh anggota keluarga garis keturunan bapak atau ibu, ibu,
tet tetapi api
oleh oleh
kedua edua--duan duany ya,
per erem empu puan an
mem mempun punyai
kesempatan yang sama dengan laki-laki. Mengenai asas kewarisannya pun, mempunyai kesamaan, yait yaitu u sama sama-s -sam ama a meng menggu guna naka kan n asas asas ke kewa wari risa san n indi indivi vidu dual al.. Artinya, harta warisan tidak dikuasi hanya oleh anggota keluarga tertentu dan tidak pula digunakan secara bersama-sama dengan hany hanya a meng mengam ambi bill manf manfaa aatn tnya ya.. Akan Akan teta tetapi pi,, hart harta a wari warisa san n tersebut dibagi-bagi kepada masing-masing ahli waris menurut bagiannya masing-masing dan setiap ahli waris berhak memiliki dan menguasainya, menguasainya, karena harta pada asas kewarisan individual individual bersifat ‘bisa dibagi-bagi’.
25
Sist Sistem em ke kewa wari risa san n adat adat Jawa Jawa deng dengan an Ko Komp mpil ilas asii Huku Hukum m Isla Islam m
juga juga
memp mempun unya yaii
perb perbed edaa aann-pe perb rbed edaa aan n
yang yang
cuku cukup p
signifikan signifikan.. Perbedaan Perbedaan tersebut tersebut terutama terutama terletak terletak pada proses proses pewarisanya, ahli waris, dan cara pembagian hartanya. Adapun secara singkat akan dijelaskan pada sub bab berikut. A. Mengen Mengenai ai Prose Proses s Pewar Pewarisa isan n
Proses pewarisan dalam sistem adat Jawa dan Kompilasi Huku Hukum m Islam Islam sang sangat at berb berbed eda. a. Perb Perbed edaa aan n ini ini ak akib ibat at adan adanya ya perbedaan salah satu asas kewarisannya. Selain asas individual, dalam waris sistem KHI juga menganut asas kematian semata, sehingga ahli waris baru bisa mendapatkan harta warisan ketika pew ewa aris
meninggal.
Demikian
juga
pew ewa aris,
baru
bisa
mewariskan hartanya kepada para ahli warisnya ketika ia sudah meninggal. Berbeda dengan sistem kewarisan adat Jawa yang tidak menganut
asas
kematian
semata.
Sehingga
hal
ini
mengak mengakiba ibatka tkan n harta harta warisa warisan n bisa bisa diwari diwariska skan n ketika ketika pewari pewaris s masih hidup. Dengan kata lain, pada kewarisan adat Jawa, harta waris warisan an selain selain diwari diwaris s setela setelah h pewari pewaris s mening meninggal gal,, juga juga bisa bisa diwari diwariska skan n pada pada saat saat pewari pewaris s masih masih hidup. hidup. Cara Cara yang yang biasa biasa ditempuh ada tiga macam, yaitu dengan cara penerusan atau pengal pengaliha ihan, n, penunj penunjuka ukan, n, dan weling atau wekas (berpesan, berwasiat). B. Mengenai Ahli Waris dan Cara Pembagian
Dalam
hal
ahli
waris
kedua
sistem
tersebut
juga
mempunyai mempunyai perbedaan perbedaan yang sangat sangat mencolok. mencolok. Yang pertama, pertama, mengenai ahli waris anak angkat. Dalam Kompilasi Hukum Islam, yang menjadi ahli waris adalah orang-orang yang mempunyai
26
hubung hubungan an darah darah atau atau hubung hubungan an perkaw perkawina inan n dengan dengan pewari pewaris. s. Dengan demikian, anak angkat bukan merupakan ahli waris dari pewa pewari ris s ka kare rena na tida tidak k memp mempun unya yaii hubu hubung ngan an dara darah h deng dengan an pewaris. Seda Sedang ngka kan n dala dalam m sist sistem em ke kewa wari risa san n adat adat Jawa Jawa,, anak anak angkat
merupakan
ahli
waris
dari
pewaris.
Bahkan,
kedudukannya sangat isimewa dan bisa saja mengalahkan anak kandun kandung. g. Biasan Biasanya, ya, anak anak angkat angkat akan akan mendap mendapatk atkan an warisa warisan n sebelum
orang
peng pengal alih ihan an
tua
atau atau
angkatnya
pene peneru rusa san. n.
Hal Hal
meninggal itu itu
dengan
dika dikare rena naka kan n
cara
adan adanya ya
kekh ke khaw awat atir iran an oran orang g tua tua angk angkat at,, apab apabil ila a wari warisa san n dibe diberi rikan kan setelah wafatnya, anak angkat tersebut akan kalah dengan anak kandung. Yang kedua mengenai ahli waris utama. Di dalam sistem kewarisan adat Jawa, dikenal dengan adanya ahli waris utama, yait yaitu u oran orangg-or oran ang g yang yang dibe dibesa sark rkan an dala dalam m ke kelu luar arga ga pewa pewari ris s (anak kandung atau anak angkat). Hal ini mengakibatkan yang akan mendapa mendapatkan tkan harta harta waris waris utama.
Karena
adat
Jawa
pertama pertama kali adalah adalah ahli waris waris meng enganut
sistem
pembagian
bert bertin ingk gkat at,, yait yaitu u apab apabil ila a ahli ahli wari waris s utam utama a tida tidak k ada ada maka maka warisan akan diberikan kepada orang tua pewaris, dan jika tidak ada kepada kepada saudar saudara a kandun kandung g pewari pewaris s dan begitu begitu seteru seterusny snya. a. Namun
apabila
ada
ahli
waris
utama,
maka
gugurlah
kesemp kesempata atan n anggot anggota a keluar keluarga ga yang yang lain lain untuk untuk mendap mendapatk atkan an warisan. Berbed Berbeda a dengan dengan KHI yang yang tidak tidak mengan menganut ut adanya adanya ahli ahli waris waris utama. utama. Harta Harta warisa warisan n dibagi dibagikan kan kepada kepada para para ahli ahli waris waris yang memang tidak terhalang untuk mewaris (karena mahjub atau tau
seb sebab lain lain)).
Sehi Sehin ngga gga
seti setiap ap ahli ahli war aris is mempu empuny nyai ai
27
kese ke semp mpat atan an yang yang sama sama untu untuk k mend mendap apat atka kan n hart harta a wari warisa san n sesuai dengan bagiannya masing-masing. Selanjutnya dalam hal pembagian, sistem kewarisan adat Jawa Jawa tidak berdasarkan berdasarkan perhitung perhitungan an matematis matematis seperti seperti dalam sistem sistem KHI. KHI. Perhit Perhitung ungann annya ya dilaku dilakukan kan secara secara dundum dundum kupat, kupat, yaitu harta warisan dibagi sama antara para ahli waris baik lakilaki dan perempuan. Hal ini didasarkan pada suatu perkiraan dan iktikad iktikad baik bahwa dengan pembagian pembagian yang seperti seperti itu keadilan dan keseimbangan antara para ahli waris dapat tercapai. BAB V PENUTUP
A. Kesi Kesimp mpul ula an
Demiki Demikian an pembah pembahasa asan n tentan tentang g sistem sistem kewari kewarisan san pada pada masyar masyaraka akatt adat adat Jawa. Jawa. Dari Dari pembah pembahasa asan n di atas atas maka maka dapat dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Antara sistem kewarisan adat Jawa dan hukum Islam di
Indonesia (KHI) terdapat suatu kesamaan, yaitu dalam hal sistem sistem kek kekera erabat batan an dan asas asas kewari kewarisan sannya nya.. Keduan Keduanya ya menganut sistem kekerabatan bilateral atau parental dan menggunakan asas kewarisan individual. Antara ra sist sistem em ke kewa wari risa san n adat adat Jawa Jawa dan dan KHI KHI terd terdap apat at 2. Anta perbedaan yang sangat kontras, diantaranya: a. Pad Pada adat adat Jawa awa pro proses ses pew pewar aris isan an dap dapat dilak ilaku uka kan n sebelum dan sesudah kematian, sedangkan dalam KHI hanya dapat dilakukan setelah adanya kematian. b. Pada adat Jawa anak angkat diakui sebagai ahli waris,
sedangkan dalam KHI tidak diakui, karena anak angkat tidak mempunyai hubungan darah dengan pewaris.
28
Dalam m c. Dala
adat adat Jawa awa ter erda dap pat ahli ahli war aris is utam tama dan
menggunakan sistem pembagian bertingkat, sehingga apabila ahli waris utama ada, maka ahli waris lain akan terhalang. Sedangan dalam KHI tidak menganut adanya ahli waris utama. Semua ahli waris yang memang tidak berh berhal alan anga gan n
mewa mewari ris s
mend mendap apat at
kese ke semp mpat atan an
yang yang
sama sesuai dengan bagiannya. d. Cara Cara pembag pembagian ian dalam dalam kewari kewarisan san adat Jawa Jawa dilaku dilakukan kan dengan cara pembagian yang sama besar, sehingga ahli wari waris s pere peremp mpua uan n mend mendap apat atka kan n bagi bagian an yang yang sama sama deng dengan an ahli ahli wari waris s laki laki-l -lak aki. i. Seda Sedang ngka kan n dala dalam m KHI, KHI, pembag pembagian iannya nya sesuai sesuai dengan dengan bagian bagian masing masing-ma -masin sing g ahli waris yang telah ditentukan dengan formulasi dua banding satu, sehingga laki-laki mendapatkan dua kali lipat dari pada perempuan. 3. Sistem kewarisan adat Jawa tidak relevan dengan hukum
Isla slam
di
mempu empun nyai yai
Indo ndonesia esia
(KH (KHI).
per erbe beda daan an
Karrena Ka ena
dalam alam
antar ntara a
hal-h al-hal al
kedu ke duan anya ya
yang yang
sanga angatt
mendasar dan prinsipil. B. Saran
Masala Masalah h kewari kewarisan san adalah adalah masala masalah h yang yang sangat sangat urgen. urgen. Kesalahan sedikit saja dalam pembagiannya akan menimbulkan suatu perselisihan yang besar diantara para ahli waris karena dian diangg ggap ap tida tidak k meme memenu nuhi hi aspe aspek k ke kead adil ilan an.. Ol Oleh eh ka kare rena na itu, itu, pembagian warisan harus dilakukan dengan tepat dan cermat sehingga hak-hak masing-masing ahli waris dapat terpenuhi.
29
DAFTAR PUSTAKA
Hadikusuma, Hilman. Hukum Waris Adat. Cet. 4. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. 1990. Hasbiyallah. Bela Belaja jarr
Muda Mudah h
Ilmu Ilmu Wari Waris. s.
Bandun Bandung: g: Remaja Remaja
Rosdakarya. Hazairin.
Huku Hukum m
Keke Kekelu luar arga gaan an
Nasi Nasion onal al..
cet.
2.
Jakarta:
Tintamas. 1968. ________. Huku Hukum m Kewa Kewari risa san n Bila Bilate tera rall Menu Menuru rutt Al Qur’ Qur’an an dan dan Hadits. Cet. 5. Jakarta: Tintamas. 1981.
Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam Manan, Abdul. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana. 2006. Muhammad, Bushar. Pokok-Pokok Hukum Adat. Cet 4. Jakarta: Pradnya Paramita. 1988. Oemarsalim. DasarCett 2. Dasar-Da Dasar sar Hukum Hukum Waris Waris Di Indone Indonesia sia.. Ce Jakarta: PT Rineka Cipta. 1991. Ramulyo, Idris. Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan Agama, dan Zakat Menurut Hukum Islam.
Cet 4. Jakarta: Sinar Grafika. 2006. Saebani, Beni Ahmad. Sosiologi Hukum. Bandung: Pustaka Setia. 2007. Soekanto, Soerjono. Hukum Cet. t. 4. Jaka Jakart rta: a: Hukum Ad Adat at Indone Indonesia sia.. Ce Rajawali. 1990. Soekanto. Menin Meninjau jau Hukum Hukum Ad Adat at Indone Indonesia sia:: Suatu Suatu Pengan Pengantar tar Cet. 3. Jakart Jakarta: a: Rajawa Rajawali li Untuk Mempelaj Mempelajari ari Hukum Hukum Adat. Adat. Cet. Pers. 1996. Soepomo. BabCett 14. 14. Jaka Jakart rta: a: Bab-Ba Bab b Tent Tentan ang g Huku Hukum m Ad Adat at.. Ce Pradnya Paramita. 1996.
30
Sudarsono. Hukum Waris dan Sistem Bilateral. Jakarta: Rineka Cipta. Sudiyat, Sudiyat, Imam. Hukum Adat: Sketsa Asas. Cet 2. Yogyakart Yogyakarta: a: Liberty. 1981. Sugihe Sugihen, n,
Bahrei Bahreint. nt.
Sosi Sosiol olog ogii
Pede Pedesa saan an
(Sua (Suatu tu
Peng Pengan anta tar) r)..
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2007. Syarifudin, Amir. Hukum Jakarta: Kencana. Kencana. Hukum Kewari Kewarisan san Islam. Islam. Jakarta: 2004. Wood Wo odwa ward rd,, Ma Mark rk R. Islam Islam Jawa: Jawa: Kesale Kesalehan han Norm Normati atiff Versu Versus s Kebatinan. Yogyakarta: LKis. 2004.
31