TUGAS RESUME SEJARAH HUKUM PERIODISASI & ERA PASCA YUSTINIANUS
Oleh: Lisda Damayanti (110110060194)
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2009
PERIODISASI Dalam seminar sejarah yang diadakan di Yogyakarta dalam bulan Desember 1957, telah dibentuk sebuah komisi yang diberi tugas menyusun periodisasi sejarah Indonesia. Komisi ini dipimpin oleh Prof. Anwar Sanusi. Di dalam rapat pembukaan nampaknya Prof. Moh. Yamin telah mengajukan semacam usul yang disebutnya sebagai Pancawarsa.
Kesimpulan untuk menerima empat periodisasi sebagai berikut . A. Periodisasi dengan sudut pandang politik yang dikerjakan oleh Sukanto sebagai berikut : 1.
Era awal sejarah (sampai tahun 0)
2. Era awal Kutai dan trauma (0 – 600) 3. Era Sriwijaya, Medang Singosari (600 – 1300) 4. Era Majapahit (1300 – 1500) 5. Era kerajaan-kerajaan Islam (1500 – 1600) 6. Era Aceh, Mataram, dan Makassar (1600 – 1700) a.
V.O.C (1700 – 1945)
b.
Era Daendels (1800 – 1811)
c.
Era pemerintahan Inggris (interregning) (1811 – 1816)
d.
Era Pemerintahan Inggris (Nederlands Indie) (1816 –
1942) e.
B.
Era pemerintahan jepang (1945 – sekarang)
Periodisasi dari sudut pandang kebudayaan.
Istilah kebudayaan dipergunakan selain dalam arti luas maupun dalam arti yang sempit. Dalam arti luas kebudayaan disini mencakup seluruh kegiatan manusia (termasuk hasil-hasil yang diraihnya), sebagai lawan dari apa yang dihasilkan alam kodrati. Dalam arti sempit, hal ini meliputi seni rupa, kesastraan dan sejenisnya. Selain unsur asimilasi kebudayaan disini dipengaruhi oleh proses akumulasi, terutama unsur-unsur asing yang dianggap tantangan bagi kebudayaan asli. Secara global dibedakan adanya beberapa era yang sedikit banyak telah mempengaruhi budaya asli dalam arti luas. Pertama-tama adalah periode prasejarah yakni sampai tahun 0, kedua adalah periode dengan cirri-ciri khas
tatanan Hinduisme. Periode ketiga adalah pengaruh Islam. Dan periode keempat adalah pengaruh kebudayaan barat, yang pada gilirannya dibagi lagi dalam tiga periode, sebagai berikut : 1. Era pengaruh tidak langsung (1700 – 1800) 2. Era pengaruh secara langsung (1800 – 1900) 3. Era pengaruh yang bersifat aktif
dibarengi dengan modernisasi yang
ekslusif.
I.
Nugroho Notosoesanto Sebuah periodisasi cultural lainnya ialah apa yang dikemukakan oleh
Nugroho Notosoesanto yang menaruh keberatan terhadap periodisasi bersudut pandang politik yang mengandalkan “POWER”. titik tolak dari periodisasinya yakni hal-ikhwal yang bertalian dengan segenap ungkapan gaya dan daya hidup bangsa Indonesia (the way and style of life).
Inilah periodisasinya sebagai berikut : 1. Periode adat, era sebelum abad V. 2. Periode unsur-unsur Hindu abad V sampai dengan XV. 3. Periode unsur-unsur Islam abad XVI dan XVII. 4. Periode dominasi pengaruh budaya barat abad XVIII dan IXX. 5. periode kebangkitan dan kesadaran nasional yang menuju ke kesatuan politik abad XX. Periode pertama diakraktisir oleh kebudayaan murni Indonesia (lihat buku penulis “Profil Etnologi Indonesia”). Periode-periode dua sampai dengan empat untuk sementara berbicara untuk diri sendiri. Periode kelima nampaknya oleh komisi dikatakan tidak serasa dengan periode-periode yang mendahuluinya. Di dalam periodisasi ini nampaknya yang mencolok sesuai dengan pandangan umum kalangan dan khalayak ada susunan yang diajukan oleh dua anggota partai Komunis ilah D.N. Aidit dan Tan Malaka yang banyak mendapat sorotan kaum wartawan. Tan Malaka yang pada saat itu merupakan pengurus Partai Murba mengedapkan bahwa sejarah Indonesia adalah sejarah kalangan rakyat yang senantiasa berada dalam tekanan yang sejak zaman Belanda (tahun 1928) senantiasa berada dalam tekanan.
Di dalam kaitan ini Tan Malaka mengusulkan lima periodisasi sbb. 1. Era tatkala rakyat asli Indonesia ini meninggalkan Indo Cina dan pindah ke Nusantara dan menetap di sana. 2. Era pada saat dominasi raja-raja Hindu dan semi Hindu. 3. Era pada kerajaan-kerajaan islam. 4. Era colonial
Belanda
yang
sendiri dari
Imperialisme
lama
dan
Imperialisme modern. 5. Era yang di dalamnya kaum jembel berjuang melawan Imperiallisme untuk merebut kekuasaan.
Santono menghendaki terutama memperhitungkan tingkat dimana bangsa Indonesia mengintegrasi sejarah dalam jalannya fakta-fakta dan peristiwaperistiwa untuk tiba pada periodisasi sebagai berikut : 1. Pra sejarah 2. Era lama yang terbagi dalam : a. Era kerajaan-kerajaan pertama. b. Era Sriwijaya abad VII s/d abad XII atau abad XIV. c. Era Majapahit abad XIV s/d XV, yang sekaligus era peralihan 3. Era baru yang terdiri atas : a. Era Aceh, Mataram dan ternate Tidore pada abad XVI b. Era perlawanan terhadap Imperialisme barat pada abad XX c. Era gerakan perlawanan terhadap Emperialisme Bara abad XX d. Era Republik Indonesia (sejak tahun 1945)
II.
PENDIDIKAN SEJARAH DI INDONESIA Bilamana kita ingin memperoleh pesan dan kesan pandangan yang
menguasai pendidikan di Indonesia sejak kemerdekaan pertama-tama dari peraturan-peraturan penguasa dapat ditarik kesimpulan, bahwa betapa besar dan penting tempat yang diberikan kepada sejarah sebagai mata pelajaran pada satu sisi dan bagaimana sikap jiwa tenaga pengajar untuk menyampaikan ilmu pengetahuan sejarah ini kepada siswa dan mahasiswa, pada sisi lain. Kedua, buku-buku pelajaran untuk sekolah dasar dan sekolah lanjutan merupakan refleksi pandangan-pandangan masa lalu yang dilegalisasi.
III.
SIMPOSIUM SEJARAH HUKUM Dalam sejarah, di Jakarta pada tanggal 3 April 1975, ialah katakan saja 18
tahun setelah seminar sejarah yang diadakan di Yogyakarta. Menteri Kehakiman republic Indonesia menggaris bawahi maksud dan tujuan seminar ini, tidak lain ialah untuk memperbincangkan hukum nasional dalam rangka pembinaan hukum masa kini. Definisi sejarah hukum adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tatanantatanan
dan
instuisi-instuisi
hukum
masa
lalu
yang
telah
membantu
terselengaranya pembentukan hukum kita kini dan disini. Dengan adanya seminar hukum pada tahun 1957 dan disusul oleh symposium sejarah hukum pada tahun 1975, pada umumnya sejarah itu sendiri pada satu sisi, dan sejarah hukum (Indonesia) khususnya pada sisi lain mempunyai suatu peranan yang penting bagi bangsa Indonesia. Sejarah sebagai sebuah sarana untuk menyelenggarakan “nation building” merupakan syarat mutlak. Pada sisi lain sejarah hukum merupakan penggerak dinamina “character building” pelaksana hukum dan keadilan.
IV.
PERIODISASI SEJARAH HUKUM Sejarah Hukum termasuk ilmu pengetahuan umum yang berjudul dikhotomis
sama halnya dengan sosiologi hukum. Mata kuliah sejarah hukum pada tahun 2007 telah diminati oleh 29 mahasiswa semester V, pada tahun 2008 jumlah ini menjadi 78 pengikutnya serta pada tahun 2009 sudah diatas 100 mahasiswa yang ingin meneliti lebih lanjut lembaga-lembaga hukum yang pernah berlaku di Negara kita yang secara ukuran umumnya masih dikategorikan muda belia dengan sejarah yang memiliki periodisasi sebanyak enam zaman yang usianya hamper satu millennium itu. Duet Sejarah Hukum dan terminology Hukum yang menjadikan kita bukan lagi sebagai objek, melainkan sebagai subyek untuk meneliti dan menulis sendiri Sejarah Hukum Indonesia dengan saran terminology hukum sebgai ujung tombak reformasi Hukum sendiri kini dan disini dengan semboyan : “Lebih baik mulai dari kecil dari pada berakhir dengan kecil” “Perjalanan kita untuk menelusuri tujuan memang panjang dan langkah pertama kesana memang pendek.”
“ langkah subyektif ke langkah yang obyektif”
II. ERA PASCA YUSTINIANUS A.
Satu Abad Pasca Yustinianus
Sesuai yang tidak dapat tiada yang harus ada untuk menerapkap legislasi Yustinianus adalah terjemahan dalam bahasa Yunani, khusunya untuk Negara Bizantium.
Untuk
membuat
dan
menyelenggarakan
penerjemahan-
penerjemahan pembuatan kutipan-kutipan dan paraphrase jasa-jasa kaum yuris yang berasal dari abad pertama dirampungkannya Corpus Juris. Pada abad VI telah ada pada kita terjemahan dalam bahasa yunani dari naskah-naskah institutionis lengkap dengan sebuah penjelasan yang karena jasa-jasanya merampungkan tejemahan-terjemahan ini, tidak salah gerangannya naskah-naskah
tersebut
dijuluki
“Theophili
Parapharus”.
Dari
berbagai
terjemahan dalam bahasa yunani ini, perlu disebutkan indeks Teophilus, untuk sebagian kecil, sedangkan untuk bagian terbesar adalah indeks Dorotheus. Secara berangsur-angsur naskah-naskah terjemahan dalam bahasa yunani ini mulai mendesak kesamping karya-karya asli Yustinianus, terutama perundangundangannya. Sebuah pukulan berat bagi legislasi Yustinianus adalah terbitnya sekitar tahun 892, karya kaisar Leo Philosophos yang berjudul “Balizikan” yang terdiri dari 60 buku, yang didalamnya komponen-komponen perundang-undangan Yustinianus digabungkan menjadi satu unit. Dari naskah-naskah yang ada kita sebutkan disini Glose Institution Turino, yang kemungkinan besar terbit zaman Yustinianus dan setelah mana hal itu telah mengalami perluasan berikut dua buah buku pelajaran, yakni Petri Exceptionis dan Legum Romaniorum dan Brachilogus Juris Curtis, yang kedua-duanya berasal dari abad XI dimana hukum Romawi mulai bangkit kembali.
B.
Kaum Glosator dan Pasca Glosator
Sekitar tahun 1100 hukum Romawi
kembali tumbuh dan berkembang
dengan pesat, disertai dengan pemahaman dan penerapannya. Filolog Imersum Warner menemukan sebuah kutipan dari pisana sebuah naskah Corpus Juris, yang kemudian ia dalami dengan sungguh-sungguh, bahkan membangkitkan
gairah baru di Perguruan Tinggi Bologna. Dan perguruan tinggi hukum ini memperoleh ketenaran terutama di benua Eropa sendiri. Dan perguruan tinggi ini telah berjasa dalam hal para peneliti tersebut mempergunakan metode pemberian komentar atasnya sehingga mereka dijuluki kaum glossator, yang seakan-akan telah menemukan kembali Corpus Juris tersebut. Pengaruh kaum glossator tersebut pada hakikatnya sanagat besar, malahan mereka telah menyebarkan hukum Romawi ini untuk seluruh benua Eropa. Bahkan di beberapa kota glossal-glossal mereka diberi kekuatan sebagai undang-undang. Dan kalangan yang mempunyai tujuan yang sangat lain adalah kaum pasca glossator atau disebut juga kaum komentator ilurni. Tujuan mereka bukan lah untuk menerangkan Corpus Juris, melainkan penerapan secara praktik hukum yustinianus. Mereka telah menciptakan sebuah hukum Italia yang baru dan terdiri dari hukum Romawi yang dicampur dengan hukum longorbardia dan hukum kanonik. Metode mereka adalah apa yang disebut “scholastika”.
C.
Resepsi Hukum Romawi
Di dalam abad XV dan abad XVI hukum Romawi melangkah memasuki kebanyakan Negara Eropa, gejala ini disebut Resepsi Hukum Romawi. Hukum gereja yakni hukum kanonik ini sebagian besar diturunkan dari hukum Romawi, sehingga hukum Romawi tersebut tetap dipelajari dan dikembangkan, yang akibatnya hukum Romawi tersebut tetap dipelajari dan dikembangkan, yang akibatnya hukum Romawi ini mulai diterapkan dalam kalangan dan oleh khalayak yang semakin luas saja. Akibat lain dari penguasaan Italia oleh yustinianus ialah bahwa kaum glossator dapat mempelajari Corpus Juris ini disana dank arena glosa-glosa mereka khalayak dapat memperluas materi yang perlu di pelajari. Seperti kita baca di berbagai Negara nasional di Eropa pada zaman yang lalu, nampaknya justru sebelum resepsi hukum Romawi ini, terkenal terdiri dari ketentuan-ketentuan yang satu dengan yang lainnya bertentangan. Hal tersebut terutama disebabkan satu dan lain karena tidak ditemukan sebuah pembuat undang-undang pusat (Central Legislator ). Nampaknya, hukum rasional beberapa Negara pada saat itu berbentuk jamak ( Multiform), mau tidak
mau referensi ada pada hukum Romawi. Pada awalnya tim keseganan rakyat untuk mengikuti contoh para doctores alias ahli hukum Romawi ini, namun lama kelamaan kalangan dan khalayak menerima metode baru ini yang dalam pelaksanaanya lebih praktis dan tidak banyak menyita waktu. Mengandalkan hukum Romawi di dalam literature hukum disebut resepsi Teoritis, sedangkan pengandalan hukum Romawi ini di pengadilan adalah Resepsi Praktis hukum Romawi.
D.
Hukum Romawi di dalam Abad XVI dan XVII
Pada abad XVI di Perancis sebuah mazhab baru, yakni mazhab Perancis. Dan mazhab ini tidak lagi mengikuti dogma kaum pasca glossator, dan kembali lagi ke sumber-sumber hukum Romawi. Sumber-sumber hukum ditemukan dan bahkan sumber-sumber lam digali lebih dalam lagi. Yuris terbesar mazhab ini adalah Cuasius, yang telah berikhtiar untuk menetapkan naskah yang benar kaum yuris klasik. Di dalam hubungan ini terkenal pula Donellius (antara lain menjabat guru besar di Leiden). Selain itu disebutkan pula Djorusius dan Jacobus Gothofredius. Pada mazhab Perancis ini telah bergabung mazhab Belanda.
E.
Di dalam Pangkuan Hukum Alam
Untuk memerangi ketidakpastian hukum tesebut dengan cara menghilangkan ketentuan-ketentuan yang saling bertentangan tersebut dengan mencari hukum yang tidak berubah-ubah dari asas-asas filsafat yang berlaku terlepas dari waktu dan tempat. Pokok pemikiran telah diolah di zaman dahulu (Aristoteles) dan di abad pertengah oleh Thomas Aquinas, dan ditempatkan pada sebuah basis yang baru oleh Hugo de Groot alias Grotius dalam prolegomena (mukadimah) bukunya “de iure belli ac pacis” (1625). Ia menjabarkannya dari kodrat manusia melalui jalan pikiran (logical reasoning). Dalam hal mazhab hukum ala mini tidak menyumbang sesuatu untuk perkembangan ilmu pengetahuan hukum Romawi. Namun betapapun juga bagi pemekaran pemikiran yuridis, tidak sedikit sumbangsihnya yang luar biasa maknanya.
F.
Mazhab Sejarah
Aliran baru ini yang berdiri dengan nama Mazhab Sejarah mengambil sebagai titik tolak hukum yang diwarnai cirri khas bahwa dijumpai didalamnya sebuah jiwa kerakyatan (volksgeist) tertentu, yang mengejewantahkan dirinya dalam hukum. “Das Recht Wird nicht gemacht, es ist und wird mit dem volke”. Para penganutnya menempatkan pertumbuhan dan perkembangan histories hukum tersebut dalam poros studi mereka, malahan telah pula kembai menyelenggarakan penerapan hukum Romawi ini sampai pada sumbersumbernya.
G.
Penyelenggaraan Hukum Romawi Kini dan Di sini
Patut dikemukakan disini bahwa sampai sekarang di beberapa Negara di Eropa terutama di Italia masih banyak kalangan dan khalayak yang masih tetap menggeluti studi hukum Romawi, sebagai bagian sejarah hukum pada umumnya. Problema atau bahkan pseudo. Dalam ikhtiar kalangan yang disebut diatas menggeluti studi hukum Romawi ini dengan penuh semangat dan dengan “con amore” secara sukarela mengabdikan diri pada hukum yang telah menguasai pandangan para ahli hukum selama satu millennium itu, serta dalam perbandingannya dengan common law Inggris yang juga selama jangka waktu yang sama diterapkan di belahan dunia sekarang ini.
KOMENTAR
Sejarah Hukum adalah bidang studi tentang bagaimana hukum berkembang dan apa yang menyebabkan perubahannya. Sejarah hukum erat terkait dengan perkembangan peradaban dan ditempatkan dalam konteks yang lebih luas dari sejarah sosial. Di antara sejumlah ahli hukum dan pakar sejarah tentang proses hukum, sejarah hukum dipandang sebagai catatan mengenai evolusi hukum dan penjelasan teknis tentang bagaimana hukum-hukum ini berkembang dengan pandangan tentang pemahaman yang lebih baik mengenai asal-usul dari berbagai konsep hukum. Sebagian orang menganggapnya sebagai bagian dari sejarah intelektual. Para sejarawan abad ke-20 telah memandang sejarah hukum dalam cara yang lebih kontekstual, lebih sejalan dengan pemikiran para sejarawan sosial. Mereka meninjau lembaga-lembaga hukum sebagai sistem aturan, pelaku dan lambang yang kompleks, dan melihat unsur-unsur ini berinteraksi dengan masyarakat untuk mengubah, mengadaptasi, menolak atau memperkenalkan aspek-aspek tertentu dari masyarakat sipil. Para sejarawan hukum seperti itu cenderung menganalisis sejarah kasus dari parameter penelitian ilmu sosial, dengan menggunakan metode-metode statistik, menganalisis perbedaan kelas antara pihak-pihak yang mengadukan kasusnya, mereka yang mengajukan permohonan, dan para pelaku lainnya dalam berbagai proses hukum. Dengan menganalisis hasil-hasil kasus, biaya transaksi, jumlah kasuskasus yang diselesaikan, mereka telah memulai analisis terhadap lembagalembaga
hukum,
praktik-praktik,
prosedur
dan
amaran-amarannya yang
memberikan kita gambaran yang lebih kompleks tentang hukum dan masyarakat daripada yang dapat dicapai oleh studi tentang yurisprudensi, hukum dan aturan sipil. Maka, menurut saya periodisasilah yang sesuai dengan perkembangan sejarah hukum di Indonesia.