BAB I PENDAHULUAN
1.1. Maksud
1.1.1. Menghitung harga RMR dan SMR pada suatu massa batuan. 1.1.2. Menentukan kelas batuan berdasarkan RMR dan SMR. 1.2. Tujuan
1.2.1. Mengetahui kondisi geoteknik massa batuan berdasarkan nilai RMR-nya. 1.2.2. Mengetahui
nilai
SMR
sebagai
dasar
menentukan
rekomendasi perkuatan lereng suatu massa batuan.
BAB II DASAR TEORI Klasifikasi
massa batuan digunakan sebagai alat dalam menganalisis
kemantapan lereng yang menghubungkan antara pengalaman di bidang massa batuan dengan kebutuhan pemantapan di berbagai kondisi lapangan yang dibutuhkan. Namun demikian, penggunaan klasifikasi massa batuan tidak digunakan sebagai pengganti perancangan rinci. Pada dasarnya pembuatan klasifikasi massa batuan bertujuan untuk ( Bieniawski, 1989 ) : 1. Mengidentifikasi parameter ± parameter yang mempengaruhi perilaku massa batuan. 2. Membagi formasi massa batan ke dalam grup yang mempunyai perilaku sama menjadi kelas massa batuanh. 3. Memberikan dasar ± dasar untuk pengertian karakteristik dari setiap kelas massa batuan. 4. Menghubungkan pengalaman dari kondisi massa batuan di suatu lokasi dengan lokasi lainnya. 5. Mengambil data kuantitatif dan pedoman untuk rancangan rekayasa. 6. Memberikan dasar umum untuk kemudahan komunikasi diantara para insinyur dan geologist. Agar dapat digunakan dengan baik dan cepat maka klasifikasi massa batuan
harus
mempunyai
beberapa
sifat
seperti
(Bieniawski, 1989 ) : 1. Sederhana, mudah diingat, dan dimengerti 2. Sifat ± sifat massa batuan yang penting harus disertikan. 3. Parameter dapat diukur dengan mudah dan murah. 4. Pembobotan dilakukan secara relatif. 5. Menyediakan data ± data kuantitatif.
berikut
Dengan
menggunakan klasifikasi massa batuan akan diperoleh paling
tidak tiga keuntungan bagi perancangan kemantapan lereng yaitu ( Bieniawski, 1989 ) : 1. Meningkatkan kualitas hasil penyelidikan lapangan dengan data masukan minimum sebagai parameter klasifikasi. 2. Memberikan informasi / data kuantitatif untuk tujuan rancangan. 3. Penilaian rekayasa dapat lebih baik dan komunikasi lebih efektif pada suatu proyek. Saat ini telah berkembang berbagai metode klasifikasi massa batuan. Diantara
metode klasifikasi tersbut ada yang digunakan untuk kepentingan
perancangan empiris dan ada pula yang digunakan hanya untuk data masukan untuk klasfifikasi massa batuan yang lain. 2.1 Rock Mass Rating ( RMR )
Bieniawski ( 1976 ) dalam Manik ( 2007 ) mempublikasikan suatu metode klasifikasi massa batuan yang dikenal dengan Geomechanics Classification atau Rock Mass Wasting ( RMR ). Metode rating digunakan pada klasifikasi ini. Besaran rating tersebut didasarkan pada pengalaman Bieniawski dalam mengerjakan proyek ± proyek terowongan dangkal. Metode ini telah dikenal luas dan banyak diaplikasikan pada keadaan dan lokasi yang berbeda ± beda seperti tambang pada batuan kuat, terowongan, tambang batubara, kestabilan lereng, dan kestabilan pondasi.
Klasifikasi
ini juga sudah dimodifi kasi beberapa kali sesuai
dengan adanya data baru agar dapat digunakan untuk berbagai kepentingan dan sesuai dengan standar internasional. 2.1.1 Parameter ± parameter Rock Mass Rating ( RMR )
Sistem klasifikasi massa batuan Rock Mass Rating ( RMR ) menggunakan enam parameter berikut ini dimana rating setiap parameter dijumlahkan untuk memperoleh nilai total dari RMR : 1. Kuat tekan batuan utuh ( Strength of intact rock material ) 2. Rock Quality Desi gn ( RQD ) 3. Jarak antar diskontinuitas ( Spacing of discontinuities )
4. Kondisi diskontinuitas (
C onditon
of discontinuities )
5. Kondisi air tanah ( groundwater condition ) 6. Orientasi diskontinuitas ( Orientation of discontinuities ) Berikut dijelaskan mengenai keenam parameter yang digunakan dalam memperoleh klasifikasi massa batuan Rock Mass Rating ( RMR ) tersebut :
1. Kuat tekan batuan utuh ( Strength of intact rock material ) Kuat
tekan batuan utuh dapat diperoleh dari uji kuat tekan
uniaksial ( Uniaxial Compressive Strength, UCS ) d an uji point load ( point Load Test, PLI ). UCS mengguanakn mesin tekan untuk menekan sampel batuan dari satu arah ( uniaxial ). Sampel batuan yang diuji dalam bentuk silinder ( tabung ) dengan perbandingan antara tinggi dan diameter tertentu. Perbandingan
ini sangat
berpengaruh pada nilai UCS yang dihasilkan. Semakin besar perbandingan panjang terhadap diameter, kuat tekan akan semakin kecil. Pada perhitungan nilai RMR, parameter kekuatan batuan utuh diberi bobot berdasarkan nilai UCS atau nilai PLI -nya seperti tertera pada Tabel 1. Tabel 2.1 Pembobotn kekuatan material batuan utuh ( Bieniawski,1989 ) Deskripsi Kualitatif
PLI ( MPa )
Rating
>10
15
100 ± 250
4 ± 10
12
50 ± 100
2±4
7
Sedang ( average )
25 ± 50
1±2
4
Lemah ( weak )
5 ± 25
Penggunaan
2
Sangat lemah
1±5
UCS lebih
1
Sangat kuat sekali
UCS ( MPa ) >250
( exceptionally strong ) Sangat kuat ( very strong ) Kuat
( strong )
( very weak )
dianjurkan
Sangat lemah sekali
<1
0
( extremely weak )
2. Rock Quality Design ( RQD ) Pada tahun 1967 Design
D.U.Deere
memperkenalkan Rock Quality
( RQ D ) sebagai sebuah petunjuk untuk memperkirakan
kualitas dari massa batuan secara kuantitatif. RQ D didefinisikan sebagai presentasi dari perolehan inti bor ( core ) yang secara tidak langsung didasarkan pada jumlah bidang lemah dan jumlah bagian yang lunak dari massa batuan yang diamati dari inti bor ( core ). Hanya bagian yang utuh dengan panjang lebih besar dari 100 mm ( 4 inchi ) yang dijumlahkan keudian dibagi panjang total pengeboran ( core run ). RQD =
Dalam
menghitung nilai RQ D, metode langsung digunakan
apabila core los tersedia. Tata cara untuk menghitung RQ D menurut
Deere
diilustrasikan pada gambar 1. Call & Nicholas, Inc
( CNI ), konsultan geoteknik asal Amerika, mengembangkan koreksi perhitungan RQ D untuk panjang total pengeboran yang lebih dari 1,5 m. CNI mengusulkan nilai RQ D diperoleh dari persentase total panjang inti bor utuh yang lebih dari 2 k ali diameter inti ( core ) terhadap panjang total pengeboran ( core run ). Metode pengukuran RQD menurut CNI diilustrasikan pada gambar 2.1.2. Panjang total pengeboran ( core run ) = 100 cm Diameter
RQD = RQD =
core = 61.11 cm
RQD = 84 % Panjang total pengeboran ( core run ) = 100 cm Diameter
core = 61.11 cm
RQD = RQD =
RQD = 73 % Hubungan antara nilai RQ D dan kualitas dari suatu massa batuan diperkenalkan oleh Barton, 1975 dalam Bell, 1992 seperti Tabel 2.
RQD ( % )
Kualitas Batuan
<25
Sangat jelek ( v ery poor )
25-50
Jelek ( poor )
50-75
Sedang ( fair )
75-90
Baik ( good )
90-100
Sangat baik ( excellent )
Pada perhitnugan nilai RMR, parameter Rock Quality Designation
( RQ D diberi bobot berdasarkan nilai RQ D -nya seperti
tertera pada tabel 3. RQD ( % )
Kualitas Batuan
Rating
<25
Sangat jelek ( very poor )
20
25-50
Jelek ( poor )
15
50-75
Sedang ( fair )
10
75-90
Baik ( good )
8
90-100
Sangat Baik ( excellent )
5
3. Jarak antar diskontinuitas ( Spacing of discontinuities ) Jarak antar diskontinuitas didefinisikan sebagai jarak tegak lurus
antara
dua
diskontinuitas
berurutan
sepanjang
garis
pengukuran yang dibuat sembarang. Pada perhitungan nilai RMR, parameter jarak antar ( spasi ) diskontinuitas diberi bobot
berdasarkan nilai spasi diskontinuitasnya seperti tertera pada tabel 4. Deskripsi
Spasi diskontinuitas (m)
Rating
Sangat lebar ( very wide )
>2
20
Lebar ( wide )
0.6-2
15
Sedang ( moderate )
0.2-0.6
10
Rapat ( close )
0.006-0.2
8
Sangat rapat ( very close )
<0.006
5
4. Kondisi diskontinuitas ( Condition of discontinuities ) Ada lima karakteristik diskontinuitas yang masuk dalam pengertian
kondisi
diskontinuitas,
meliputi
kemenerusan
( persistence ), jarak antar permukaan diskontinuitas atau celah ( separation / aperture ), kekasaran diskontinuitas ( roughness ), material pengisi ( infillinf / gouge ) dan tingkat kelapukan ( weathering ). a. Kemenerusan ( persistence / continuity ) Panjang dari suatu diskontinuitas dapat dikuantifikasi secara kasar dengan mengamati panjang jejak kekar pada suatu bukaan. Pengukuran ini masih sangat kasar dan belum
mencerminkan
kondisi
kemenerusan
kekar
sesungguhnya hanya dapat ditebak. Jika jejak sebuah diskontinuitas pada suatu bukaan berhenti atau terpotong oleh solid / massive rock ini menunjukkan adanya kemenerusan.
b.
Jarak
antar
permukaan
diskontinuitas
atau
celah
( separation / aperture ) Merupakan jarak tegak lurus antar dinding batuan yang berdekatan pada bidang diskontinu. Celah tersebut dapat berisi material pengisi ( infilling ) atau tidak.
c. Kekasaran diskontinuitas ( roughness ) Tingkat kekasaran permukaan diskontinuitas dapat dilihat dari bentuk gelombang permukaannya. Gelombang ini diukur relatif dari permukaan datar dari diskontinuitas. Semakin besar kekasaran dapat menambah kuat geser diskontinuitas dan dapat juga mengubah kemiringan pada bagian tertentu dari diskontinuitas tersebut. . d. Material pengisi ( infilling / gouge ) Material pengisi berada pada celah ant ara dua dinding bidang diskontinuitas yang berdekatan. Sifat material pengisi biasanya lebih lemah dari sifat batuan induknya. Beberapa material yang dapat mengisi celah di antaranya breksi, lempung, silt, mylonite, gouge, sand, kuarsa dan kalsit. e. Tingkat Kelapukan ( weathering ) Penentuan
tingkat
kelapukan
diskontinuitas
didasarkan pada perubahan warna pada batuannya dan terdekomposisinya batuan atau tidak. Semakin besar tingkat perubahan warna dan tingkat terdekomposisi, batuan semakin lapuk. Dalam
perhitungan RMR, parameter ± parameter di atas
diberi bobot masing ± masing dan kemudian dijumlahkan sebagai bobot total kondisi diskontinuitas. Pemerian bobot berdsarkan pada tabel 5.
Parameter
Rating
Panjang
<1m
1-3 m
3-10 m
10-20m
>20m
diskontinuitas
6
4
2
1
0
( P ersistence / continuity )
Jarak antar
-
permukaan
<0.1m
0.1-
m
1.0mm
1-5mm
>5mm
diskontinuitas
6
5
4
1
0
Kekasaran
Sangat
Kasar
Sedikit
Halus
Slicken-
diskontinuitas
kasar
( roughness )
6
Material Pengisi
Tidak
( infilling / gouge )
ada
kasar 5
side
3
1
0
Keras
Lunak
6
4
2
2
0
Kelapukan
Tidak
Sedikit
Lapuk
Sangat
hancur
( weathering )
lapuk
Lapuk
6
5
lapuk 3
1
0
5. Kondisi Air Tanah ( Groundwater conditions ) Kondisi
air
diskontinuitas
tanah
yang
diidentifikasikan
ditemukan sebagai
pada salah
pengukuran satu
kondisi
berikut : kering ( completely dry ), lembab ( damp ), basah ( wet ), terdapat tetesan air ( dripping ), atau terdapat aliran air ( flowing ). Pada perhitungan nilai RMR, parameter kondisi air tanah ( groundwater conditions ) diberi bobot berdasarkan tabel 6.
Tabel 6. Pembobotan kondisi air tanah ( Bieniawski,1989 ) Kondisi
Kering
Lembab
Basah
Terdapat
Terdapat
Umum
( completely
( damp )
( wet )
tetesan air
aliran air
( dripping )
( flowing )
25-125
>125
dry ) Debit
air tiap
10 m panjang terowongan ( ltr / menit )
Tidak ada
<10
10-25
Tekanan air
0
<0.1
0.1-0.2
0.1-0.2
>0.5
15
10
7
4
0
pada diskontinuitas / tegangan principal mayor Rating
2.1.2 Orientasi diskontinuitas ( Or ientation of discontinuities )
Parameter ini merupakan penambahan terhadap kelima parameter sebelumnya. Bobot yang diberikan untuk parameter ini sangat tergantung pada hubungan antara orientasi diskontinuitas yang ada dengan metode penggalian yang dilakukan.
Oleh
karena
itu
dalam
perhitungan,
bobot
parameter ini biasanya diperlakukan terpisah dari lima parameter lainnya. RMR
=
RMRbasic
+
penyesuaian
terhadap
orientasi
diskontinuitas dimana : RMRbasic = § parameter ( a+b+c+d+e ) RMRbasic adalah nilai RMR dengan tidak memasukkan parameter orientasi diskontinuitas dalam perhitungannya. Untuk keperluan analisis kemantapan suatu lereng, Bieniawski ( 1989 ) merekomendasikan untuk memakai sistem Slope Mass Rating ( SMR ) sebagai metode koreksi untuk parameter orientasi diskontinuitas. 2.1.3 Penggunaan Rock Mass Rating ( RMR )
Setelah nilai bobot masing ± masing parameter ± parameter diatas diperoleh, maka jumlah keseluruhan bobot tersebut menjadi nilai total RMR. nilai RMR ini dapat dipergunakan untuk mengetahui kelas dari massa batuan,
memperkirakan kohesi dan sudut geser dalam untuk tiap kelas massa batuan seperti terihat pada tabel 7. dibwah ini . Profil massa
Deskripsi
batuan
Rating Kelas
massa
100-81
80-61
60-41
40-21
20-0
Sangat
Baik
Sedang
Jelek
Sangat
batuan
baik
Kohesi
>400kPa
Jelek 300-
200-300
100-
400
kPa
200
kPa Sudut geser
<100 kPa
kPa
>45°
35°-45°
25°-35°
15°-25°
<15°
Sangat
Stabil
Agak
Tidak
Sangat
Stabil
stabil
tidak stabil
dalam Kestabilan
stabil Keruntuhan
Tidak
Sedikit
Rekahan,
Planar,
Bidang
ada
blok
beberapa
baji
planar
membaji
besar
besar atau seperti tanah
Support
Tidak
Kadang
perlu
-
Sistematis
Koreksi
Penggalian
penting
ulang
kadang
2.2 Sl ope Mass Rating ( SMR )
Romana ( 1985 ) dalam Manik ( 2007 ) mengembangkan suatu sistem klasifikasi Slope Mass Rating ( SMR ) yang memungkinkan sistem RMR
diaplikasikan
untuk
menganalisis
kemantapan
lereng.
SMR
menyertakan bobot parameter pengaruh orientasi diskontinuitas terhadap metode penggalian lereng yang diterapkan. Hubungan antara Slope mass Rating ( SMR ) dengan Rock Mass Rating ( RMR ) ditunjukkan pada persamaan di bawah ini :
SMR = RMRbasic + ( F1 x F2 x F3 ) + F4 Besar bobot untuk F1, F2 , dan F3 masing ± masing dijelaskan pada tabel 8. berikut ini Tabel.2.8Bobot pengatur diskontinuitas F1,F2 dan F3 ( Romana, 1985 ) Kasu
Kriteria
Sangat
s
faktor
menguntungkan
menguntungkan
Sedang
Tak
Sangat tak
menguntungkan
menguntungkan
koreksi P
Aj-as
T
Aj-as-
>30
30-20
20-10
10-5
<5
180 P/T
F1
0.15
0.4
0.7
0.85
1
P
Bj
<20
20-30
30.35
35-45
>45
P
F2
0.15
0.4
0.7
0.85
1
T
F2
1
1
1
1
1
P
bj-bs
>10
10-0
0
0-(-10)
<-10
T
bj+bs
<100
110-120
>120
P/T
F3
0
-6
-25
-50
-60
Keterangan
:
aj = dip dir. diskontinuitas bj = dip diskontinuitas as = dip dir. lereng
bs = dip lereng
P = longsoran bidang
T = longsoran guling ( toppling )
Besar bobot untuk metode penggalian F4 dijelaskan pada tabel 2.9 dibawah ini : Metode
F4
Lereng
Peledakan
Peledakan
Peledakan
Peledakan
alamiah
presplitting
smooth
mekanis
buruk
+15
+10
+8
0
-8
Besar bobot ± bobot F1, F2, F3 dan F4 masing ± masing menggambarkan : F1 : Menggambarkan keparalelan antara strike lereng dengan strike diskontinuitas F2 : Menerangkan hubungan sudut dip diskontinuitas sesuai dengan model longsoran F3 : Menggambarkan hubungan sudut dip lereng dengan dip diskontinuitas F4 :
Faktor
penyesuaian
untuk
metode
penggalian
yang
tergantung pada metode yang digunakan pada waktu membentuk lereng Untuk memilih jenis perkuatan lereng yang sesuai dalam mencegah terjadinya keruntuhan pada lereng batuan, digunakan sistem Slope Mass Rating ( SMR ). jenis ± jenis perkuatan yang dapat digunakan untuk usaha stabilisasi lereng batuan dapat dibag i menjadi sembilan kelas yang berbeda ( Romana, 1985 ) Tabel 2.10 Rekomendasi jenis perkuatan lereng untuk setiap kelas Slope Mass Rating ( SMR ) ( Romana, 1985 ) Kelas
Nilai SMR
Support
Ia
91-100
N one
Ib
81-90
IIa
71-80
( N one.Toe ditch atau fence ), spot bolting
IIb
61-70
Toe ditch atau fence, nets, spot atau
N one
atau scaling
systematic bolting
IIIa
51-60
Toe ditch dan atau net s, spot atau systematic bolting, spot shotcrete
IIIb
41-50
( Toe ditch dan atau nets ), systematic bolting . Anchors, systematic shotcrete toe wall dan
atau dental concrete Iva
31-40
Anchors, systematic shotcrete, toewall dan
atau concrete, ( reexcav ation ) drainage IVb
21-30
Systematic reinforced shotcrete, toewall dan
atau concrete, reexcav ation , deep drainage Va
11-20
Grav ity atau anchored wall atau reexcav ation
BAB III METODOLOGI 3.1. Alat dan Bahan y
Alat tulis
y
Kalkulator
y
Data
core
3.2. Langkah kerja a. Analis core pemboran, hitung panjang pemboran, panjang core yg >10 cm, dan hitung RQ D -nya. b. Analisi hasil dari RQ D dengan parameter UCS, Space disc, Persistance, Apperture, Roughness, Infilling, Weathering, dan GW condition. c. Setelah itu hitung RMR basic dan cari F1, F2, dan F3 . d. Setelah itu tentukan nilai RMR dan SMR.
BAB IV PENGOLAHAN DATA Lereng B
To (m)
Panjang pemboran (m)
Panjang core terambil (m)
Core Recovery (%)
Jumlah core > 10 cm (m)
RQD (%)
50.10
51.30
1.20
1.20
100
0.99
82.50
19
51.30
52.50
1.20
1.20
100
1.20
100.00
20
52.50
53.70
1.20
1.20
100
0.96
80.00
21
53.70
54.90
1.20
1.20
100
0.89
74.17
22
54.90
56.10
1.20
1.20
100
1.17
97.50
23
56.10
57.30
1.20
1.20
100
1.20
100.00
24
57.30
58.50
1.20
1.20
100
0.91
75.83
25
58.50
59.70
1.20
1.20
100
1.20
100.00
26
59.70
60.60
0.90
0.90
100
0.90
100.00
27
60.60
61.80
1.20
1.20
100
1.20
100.00
28
61.80
63.00
1.20
1.20
100
1.15
95.83
29
63.00
64.20
1.20
1.20
100
1.20
100.00
30
64.20
65.40
1.20
1.20
100
1.15
95.83
31
65.40
66.50
1.10
1.10
100
0.16
14.55
32
66.50
67.70
1.20
1.20
100
0.61
50.83
33
67.70
68.90
1.20
1.20
100
0.87
72.50
34
68.90
70.10
1.20
1.20
100
1.05
87.50
Run
From (m)
18
p Lereng B pada suatu open pit mining, kedalaman 50 ± 70 m, tersusun
oleh litologi lava andesit. p Diskontinuitas memiliki orientasi arah N 294 p Lereng / slope memiliki arah N 270
0
0
E dan
E dan Dip 43 0. Dip
40 0, jenis longsoran
planar, metode penggalian dengan peledakan presplitting.
PARAME ER
1
¦
2
3
4 Discontinuiti s Condition
No. Run
£
§
¡
om m
¤
£
¦
o m
¤
£
UCS Mpa
¤
Ratin
¢
RQD
Ratin
¢
Spac disc
Ratin
¢
P
¡
sist nc
¢
¡
£
¤
mm
¡
Ratin
¢
Rou n ss ¢
Ratin
¢
Infillin
1 2 3 4 5
50 10 51 30 52 50 53 70 54 90
51 30 52 50 53 70 54 90 56 10
58 80 58 80 58 80 58 80 58 80
7 7 7 7 7
82 50 100 00 80 00 74 17 97 50
17 20 17 13 20
0 05 0 62 0 15 0 16 0 31
8 15 8 8 10
3 - 10 m 3 - 10 m 3 - 10 m 3 - 10 m 3 - 10 m
2 2 2 2 2
1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
ROUGH ROUGH ROUGH ROUGH ROUGH
5 5 5 5 5
Hard <5 m
6 7 8
56 10 57 30 58 50
57 30 58 50 59 70
58 80 58 80 58 80
7 7 7
100 00 75 83 100 00
20 17 20
0 26 0 14 0 19
10 8 8
3 - 10 m 3 - 10 m 3 - 10 m
2 2 2
1 1 1
1 1 1
ROUGH ROUGH ROUGH
5 5 5
Hard <5 m
Hard <5 m
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
Hard <5 m Hard <5 m Hard <5 m Hard <5 m
Soft <5 m Hard <5 m
9
59 70
60 60
58 80
7
100 00
20
0 16
8
3 - 10 m
2
1
1
ROUGH
5
10
60 60
61 80
58 80
7
100 00
20
0 51
10
3 - 10 m
2
1
1
ROUGH
5
Soft <5 m
11 12 13 14
61 80 63 00 64 20 65 40
63 00 64 20 65 40 66 50
58 80 58 80 58 80 58 80
7 7 7 7
95 83 100 00 95 83 14 55
20 20 20 3
0 13 0 33 0 19 0 00
8 10 8 5
3 - 10 m 3 - 10 m 3 - 10 m 3 - 10 m
2 2 2 2
1 1 1 1
1 1 1 1
ROUGH ROUGH ROUGH ROUGH
5 5 5 5
Hard <5 m
15 16
66 50 67 70
67 70 68 90
58 80 58 80
7 7
50 83 72 50
13 13
0 07 0 17
8 8
10 - 20 m 3 - 10 m
1 2
4 1
1 1
ROUGH ROUGH
5 5
Hard <5 m
17
68 90
70 10
58 80
7
87 50
17
0 22
10
3 - 10 m
2
1
1
ROUGH
5
Soft <5 m
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
RMR =
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
¥
F1 = aj ± as = 43 0 - 400 = 30 (sangat tidak menguntungkan 1 )
F3 = bj ± bs = 294 0 - 2700 = 240 (Sangat menguntungkan 0 )
F2 = bj = 43 0 (Tak menguntungkan 0,85 )
F4 = Peledakan presplitting +10
4
5
Discontinuities Condition g
App tu
Ratin
Weatheri
GW Condition
Total RMR Rating
Basic
Rougness
Rating
Infilling
Rating
ROUGH
5
Hard <5 mm
4
FRESH
6
18
DRIPPING
4
54
ROUGH
5
Hard <5 mm
4
FRESH
6
18
DRIPPING
4
64
ROUGH
5
Hard <5 mm
4
FRESH
6
18
DRIPPING
4
54
ROUGH
5
Hard <5 mm
4
FRESH
6
18
DRIPPING
4
50
ROUGH
5
Hard <5 mm
4
FRESH
6
18
DRIPPING
4
59
ROUGH
5
Hard <5 mm
4
FRESH
6
18
DRIPPING
4
59
ROUGH
5
Soft <5 mm
2
FRESH
6
16
DRIPPING
4
52
ROUGH
5
Hard <5 mm
4
FRESH
6
18
DRIPPING
4
57
ROUGH
5
Hard <5 mm
4
FRESH
6
18
DRIPPING
4
57
ROUGH
5
Soft <5 mm
2
FRESH
6
16
DRIPPING
4
57
ROUGH
5
Hard <5 mm
4
FRESH
6
18
DRIPPING
4
57
ROUGH
5
Hard <5 mm
4
FRESH
6
18
DRIPPING
4
59
ROUGH
5
Hard <5 mm
4
FRESH
6
18
DRIPPING
4
57
ROUGH
5
Soft <5 mm
2
FRESH
6
16
DRIPPING
4
35
ROUGH
5
Hard <5 mm
4
FRESH
6
17
DRIPPING
4
49
ROUGH
5
Hard <5 mm
4
FRESH
6
18
DRIPPING
4
50
ROUGH
5
Soft <5 mm
2
FRESH
6
16
DRIPPING
4
54
ng
Rating
Rating
Hard <5 m Hard <5 m
Soft <5 m Hard <5 m
¢
4
5
Discontinuities Condition g
Weatheri
Rating
Rating
GW Condition
Total RMR Rating
Basic
Rougness
Rating
Infilling
Rating
ROUGH
5
Hard <5 mm
4
FRESH
6
18
DRIPPING
4
54
ROUGH
5
Hard <5 mm
4
FRESH
6
18
DRIPPING
4
64
ROUGH
5
Hard <5 mm
4
FRESH
6
18
DRIPPING
4
54
ROUGH
5
Hard <5 mm
4
FRESH
6
18
DRIPPING
4
50
ROUGH
5
Hard <5 mm
4
FRESH
6
18
DRIPPING
4
59
ROUGH
5
Hard <5 mm
4
FRESH
6
18
DRIPPING
4
59
ROUGH
5
Soft <5 mm
2
FRESH
6
16
DRIPPING
4
52
ROUGH
5
Hard <5 mm
4
FRESH
6
18
DRIPPING
4
57
ROUGH
5
Hard <5 mm
4
FRESH
6
18
DRIPPING
4
57
ROUGH
5
Soft <5 mm
2
FRESH
6
16
DRIPPING
4
57
ROUGH
5
Hard <5 mm
4
FRESH
6
18
DRIPPING
4
57
ROUGH
5
Hard <5 mm
4
FRESH
6
18
DRIPPING
4
59
ROUGH
5
Hard <5 mm
4
FRESH
6
18
DRIPPING
4
57
ROUGH
5
Soft <5 mm
2
FRESH
6
16
DRIPPING
4
35
ROUGH
5
Hard <5 mm
4
FRESH
6
17
DRIPPING
4
49
ROUGH
5
Hard <5 mm
4
FRESH
6
18
DRIPPING
4
50
ROUGH
5
Soft <5 mm
2
FRESH
6
16
DRIPPING
4
54
ng
SMR = RMR basic + (F1 . F2 . F3) + F4 = = 64,35
Kelas
IIb
BAB V PEMBAHASAN Setelah dilakukan penghitungan data diatas, diketahui nilai RMR sebesar 54,35 Setelah dilakukan perhitungan terhadap data yang ada, untuk menghasilkan nilai RMR dan SMR, maka setelah itu akan dilakukan analisis pembahasan untuk hasil yang didap atkan. Pada langkah pertama dilakukan perhitungan Core Recovery dan RQD.
Dalam
perhitungan ini menggunakan data perhitungan panjang core
BAB V PEMBAHASAN Setelah dilakukan penghitungan data diatas, diketahui nilai RMR sebesar 54,35 Setelah dilakukan perhitungan terhadap data yang ada, untuk menghasilkan nilai RMR dan SMR, maka setelah itu akan dilakukan analisis pembahasan untuk hasil yang didap atkan. Pada langkah pertama dilakukan perhitungan Core Recovery dan RQD.
Dalam
perhitungan ini menggunakan data perhitungan panjang core
dan panjang core yang terambil. Lalu hasil ini dimasukkan pada parameter ± parameter perhitungan untuk selanjutnya dit entukan RMR dan SMR nya. Kuat
tekan batuan utuh (Strength of Intact Rock Material) dapat
diperoleh dari uji kuat tekan uniaksial (UCS) yang menggunakan mesin tekan untuk memperoleh kuat tekan ini dengan cara menekan sampel batuan dari satu arah. Pada nilai UCS yang diperoleh pada 17 titik kedalaman, didapatkan kesemuanya mempunyai kuat tekan batuan utuh 54,35 Mpa dengan rating yang diperoleh 4 dan mempunyai deskripsi kualitatif sedang (average).
Dapat
diketahui bahwa kuat tekan batu an utuh
pada open pit mining ini memiliki kelas massa batuan sedang, dengan daya kohesi 200- 300 kPa, sudut gser dalam mencapai 25Û -35Û, kestabilan yang agak stabil, dengan keruntuhannya berupa rekahan, beberapa membaji,dengan support sistematis yang menandakan batuan penyusun dalam open pit mining ini masih rawan terhadap amblesan , sehingga perlu diadakan penguatan lapisan batuan, dengan cara grouting misalnya.
Pada analisis selanjutya yaitu RQD yang merupakan persentasi dari perolehan inti bor (core) yang secara tidak langsung didasarkan pada jumlah bidang lemah dan jumlah bagian yang lunak dari massa batuan yang diamati dari inti bor (core). Pada perhitungan data yang telah dilakukan, didapat rata ² rata nilai RQD sebesar 83,71 dengan rating rata ² rata 17. Menurut Bieniawski,1989 maka RQD pada daerah ini tergolong mempunyai kualitas batuan yang baik (good). Hal ini dapat dilihat dari batuan penyusunnya yang merupakan jenis batuan
yang massif (intrusi diorite) sehingga kualitasnya lebih baik daripada batuan ² batuan yang tersusun dari hasil erosi. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap Jarak Antar Diskontinuitas (Spacing of Diskontinuities). Hal ini didefinisikan sebagai jarak tegak lurus antara dua diskoninuitas berurutan sepanjang garis pengukuran yang dibuat sembarang. Dari data yang ada dapat ditentukan rating dari rata ² rata Jarak Antar Diskontinuitas yang didapat adalah 8 dengan rata ² rata spasi diskontinuitas sebesar 0,2. Dapat dideskripsikan bahwa open pit mining ini mempunyai Jarak Antar Diskontinuitas yang rapat (close). Pada analisis terhadap kondisi diskontinuitas, terdapat lima karakteristik diskontinuitas yang masuk dalam pengertian kondisi diskontinutas seperti telah didefinisikan pada tabel perhitungan bab sebelumnya. Jumlah rata ² rata rating 17,29. Terakhir dilakukan analisis terhadap kondisi air tanah (Grounwater Condition). Pada daerah ini didapat kondisi air tanah yang kering (dry). Dapat didefinisikan bahwa tidak terdapat debit air tiap 10 m panjang terowongan dan tegangan air pada diskontinuitasnya 0. Hal ini dapat diketahui dari litologi batuan penyusunnya yang tidak permeable dan tidak memiliki porositas. Batuan ini merupakan jenis dari batuan yang tidak bias menyimpan dan mengalirkan air. Un uk mengaplikasikan sys em RMR, Romana (1985) dalam Manik (2007) ¨
¨
mengembangkan sua u sys em klasi ikasi SMR yang menyer akan bobo ¨
¨
¨
¨
©
parame er pengaruh orien asi diskon inui as erhadap me ode penggalian lereng ¨
¨
¨
¨
¨
¨
berdasar rumus SMR = RMR basic + ( F1 x F2 x F3 ) + F4 Dari
perhi ungan dia as, didapa hasil 64,35 yang direkomendasikan oleh
Romana kedalam kelas IIb dengan suppor
a au jenis perkua an lereng yang
sesuai dalam mencegah erjadinya kerun uhan pada lereng ba uan agar s abil
yai u dengan Toe ditch a au fence, nets, spot a au systematic bolting
Pada prinsipnya sistem klasifikasi batuan di atas berkaitan dengan cacat - atau cacat potensial - batu dan massa tidak melekat sifat batu. Materi Untuk batuan yang lemah, kontribusi dari sistem klasifikasi batuan ini lebih terbatas karena perilaku batuan akan tergantung sebagai banyak, atau lebih, pada material batu dari atas diskontinuitas. Attempts to base support requirements for weak ground on rock classifi cation figures have been notably unsuccessful. Upaya untuk dasar persyaratan dukungan
untuk tanah yang lemah pada angka-angka klasifikasi terutama batu telah berhasil. Generally, the evaluation of support needs for weak rock is more difficult that for strong rock. Secara umum, evaluasi mendukung kebutuhan untuk batuan yang lemah lebih sulit sehingga untuk batuan yang kuat. F1 : Menggambarkan keparalelan antara strike lereng dengan strike diskontinuitas F2 : Menerangkan hubungan sudut dip diskontinuitas sesu ai dengan model longsoran F3 : Menggambarkan hubungan sudut dip lereng dengan dip diskontinuitas F4 :
Faktor
penyesuaian
untuk
metode
penggalian
yang
tergantung pada metode yang digunakan pada waktu membentuk lereng Ini sis em klasi ikasi massa ba uan secara in egral merupakan bagian empiris yang
digunakan dalam rekayasa erowongan baik di indus ri per ambangan dan eknik sipil,
seper i kere a bawah anah di divisi ranspor asi dan erowongan pengalihan sumber
daya air. The classi ica ion is used o classi y he region ha has he same charac eris ic
in geomechnical proper ies, o prepare he baseline da a o be used in s abili y analysis
o
unnel s ruc ure and o selec
he ype o suppor
or he unnel. Klasi ikasi ini
digunakan un uk mengklasi ikasikan wilayah yang memiliki karak eris ik yang sama
dalam proper i geomechnical, un uk mempersiapkan da a dasar yang akan digunakan
dalam analisis s abili as s ruk ur erowongan dan un uk memilih jenis dukungan un uk
erowongan. In he developmen , he classi ica ion sys em is deriving correla ion o
ma erial proper ies such as modulus o elas ici y (Em), m and s or ailure cri erion (Hoek
& Brown, 1980), e c. Dalam perkembangannya, sis em klasi ikasi adalah berasal korelasi
si a ma erial seper i modulus elas isi as (Em), m dan s un uk kri eria kegagalan (Hoek &
Brown, 1980), dll
To complete the required data for the rock mass analysis, site investigation is a
need to obtain the rock structure map, plotting of joint orientation, infilling material measurement, strike/dip joint, rock bedding, and geological structure that developed in the region to confirm rock deformation stage that controlled by geodynamical process in the region. Untuk melengkapi data yang dibutuhkan untuk analisis massa batuan, penyelidikan situs adalah kebutuhan untuk mendapatkan peta struktur batuan, merencanaka n orientasi bersama, infilling pengukuran material, strike / dip bersama, tidur batu, dan struktur geologi yang berkembang di wilayah ini untuk mengkonfirmasi deformasi batuan tahap yang dikendalikan oleh proses geodynamical di wilayah tersebut. The investigation consist of survey and mapping work, in-situ rock mass sampling by drilling, excavation, and outcrops measurement then to be continued with the rock mechanical laboratory analysis work. penyelidikan terdiri dari survei dan pemetaan kerja, in-situ sampling massa batuan ole h pengeboran, penggalian, dan pengukuran singkapan kemudian dilanjutkan dengan karya rock laboratorium analisis mekanik. Furthermore, the field measurement data is processed in studio assisted by computer software (if any) to make easy in geological reconstruction and geological scenario that enables occurred in the coming period such as possibility of fault, failure, ruptures, etc. Selain itu, data lapangan pengukuran diproses di studio dibantu oleh perangkat lunak komputer (jika ada) untuk memudahkan dalam rekonstruksi geologi dan skenario geologi yang memungkinkan terjadi pada periode mendatang seperti kemungkinan kesalahan, kegagalan, pecah, dll To reconstruct the stress orientation, the analyzed data constitutes a result of strike/dip measurement of rock bedding that run by DIPSTRESS software; meanwhile to reconstruct the rock mass (blocky) failures, the analyzed data is the data that obtained in major joint strike/dip measurement of t he rock bedding with UNWEDGE software (Rock Science, 1992). Untuk merekonstruksi orientasi stres, data dianalisis merupakan akibat dari aksi mogok / pengukuran kemiringan batuan tempat tidur yang dijalankan oleh perangkat lunak DIPSTRESS, sedangkan untuk merekonstruksi massa batuan (gumpal) kegagalan, data yang dianalisis adalah data yang diperoleh dalam pemogokan bersama utama / pengukuran dip batuan tempat tidur dengan software UNWEDGE (Rock Ilmu, 1992). When the software is unavailable, the analysis can be performed manually by stereo-net. Ketika perangkat lunak tidak tersedia, analisis dapat dilakukan secara manual dengan stereo-net. The whole strike/dip data of major joint and rock bedding are plotted in the chart to obtain a principal major stress (s1), and principal minor stress (s2 and s3 ), also rock mass (block) rupture orientation in 3D direction. Pemogokan seluruh / dip data bersama besar dan selimut batuan diplot dalam grafik untuk mendapatkan stres utama utama (s1), dan stres minor pokok (S2 dan S3), juga massa batuan (blok) pecah orientasi dalam arah 3D. Based on the block rupture orientation, type and r equirement of the support and other recommendation of engineering treatment can be determined clearly. Berdasarkan blok pecah jenis orientasi, dan kebutuhan dukungan dan rekomendasi lain dari perawatan rekayasa dapat ditentukan dengan jelas.
III. III. ROCK MASS CLASSIFICATION SYSTEM ROCK SISTEM KLASIFIKASI MASSA 3.1 Terzaghi's Rock Mass Classification 3.1 Terzaghi's Rock Massa Klasifikasi
Rock mass refer to Terzaghi (1946) is classified based on physical properties as follows: massa Rock lihat Terzaghi (1946) diklasifikasikan berdasarkan sifat fisik sebagai berikut: § Intact rock contains neither joints nor hair cracks. § batuan utuh tidak berisi sendi atau retak ra mbut. Hence, if it breaks, it breaks across sound rock. Oleh karena itu, kalau rusak, rusak di batu suara. On account of the injury to the rock due to blasting, spalls may drop off the roof several hours or days after blasting. Pada rekening cedera pada batu karena peledakan, spalls mungkin drop off atap beberapa jam atau hari setelah peledakan. This is known as a spalling condition. Ini dikenal sebagai kondisi spalling. Hard, intact rock may also be encountered in the popping condition involving the spontaneous and violent detachment of rock slabs from the sides or roof. Keras, rock utuh juga mungkin ditemui dalam kondisi muncul melibatkan detasemen spontan dan kekerasan dari lempengan batu dari sisi atau atap. § Stratified rock consists of individual strata with little or no resistance against separation along the boundaries between the strata. § rock stratified terdiri dari strata individu dengan sedikit atau tanpa perlawanan terhadap pemisahan di sepanjang batas-batas antara strata tersebut. The strata may or may not be weakened by transverse joints. Strata mungkin atau mungkin tidak menjadi lemah oleh sendi melintang. In such rock t he spalling condition is quite common. Dalam batuan seperti kondisi spalling cukup umum. § Moderately jointed rock contains joints and hair cracks, but the blocks between joints are locally grown together or so intimately interlocked that vertical walls do not require lateral support. § Cukup jointed rock berisi sendi dan retak rambut, tapi blok antara sendi secara lokal tumbuh bersama-sama atau lebih intim saling bertautan sehingga dinding vertikal tidak memerlukan dukungan latera l. In rocks of this type, both spalling and popping conditions may be encountered. Pada batuan jenis ini, baik kondisi spalling dan muncul mungkin ditemui. § Blocky and seamy rock consists of chemically intact or almost intact rock fragments which are entirely separated from each other a nd imperfectly interlocked. § gumpal dan rock berkelim terdiri dari atau ha mpir utuh fragmen batuan utuh kimia yang sepenuhnya terpisah satu sama lain dan saling bertautan sempurna. In such rock, vertical walls may require lateral support. Di batu tersebut, tembok vertikal mungkin memerlukan dukungan lateral. § Crushed but chemically intact r ock has the character of crusher run. § Hancur tapi kimia batuan utuh bersifat pecah. If most or all of the fragments ar e as small as fine sand grains and no recementation has taken place, crushed rock below the
water table exhibits the properties of water-bearing sand. Jika s ebagian atau seluruh fragmen yang sekecil butir pasir halus dan tidak recementation telah terjadi, batu hancur di bawah meja pameran air sifat pasir air-bearing. § Squeezing rock slowly advances into the tunnel without perceptible volume increase. § pemerah muka batu perlahan ke dalam terowongan tanpa meningkatkan volume jelas. A prerequisite for squeeze is a high percentage of microscopic and sub-microscopic particles of micaceous minerals or clay minerals with a low swelling capacity. Sebuah prasyarat untuk memeras adalah persentase yang tinggi partikel mikroskopis dan sub-mikroskopis mineral mengandung mika atau mineral lempung dengan kapasitas pembengkakan rendah. § Swelling rock advances into the tunnel chiefly on account of expansion. § uang muka batu Pembengkakan ke dalam terowongan terutama pada rekening ekspansi. The capacity to swell seems to be limited to those rocks that contain clay minerals such as montmorillonite, with a high swelling capacity. Kapasitas membengkak tampaknya terbatas pada batu-batu yang mengandung mineral lempung seperti montmorilonit, dengan kapasitas pembengkakan yang tinggi. 3.2 Rock Quality Designation (RQD) 3.2 Rock Kualitas Penandaan (RQD)
The Rock Quality Designation index (RQD) was developed by Deere (Deere et al 1967) to provide a quantitative estimate of rock mass quality from drill core logs. The Rock Kualitas Penandaan indeks (RQD) dikembangkan oleh Deere (Deere 1967 et al) untuk menyediakan perkiraan kuantitatif kualitas massa batuan dari inti bor log. RQD is defined as the percentage of intact core pieces longer than 100 mm (4 inches) in the total length of core. RQD didefinisikan sebagai persentase potongan inti utuh yang lebih panjang dari 100 mm (4 inci) dalam total panjang inti. The core should be at least NW size (54.7 mm or 2.15 inches in diameter) and should be drilled with a double-tube core barrel. inti harus setidaknya NW ukuran (54,7 mm atau 2,15 inci diameter) dan harus dibor dengan laras inti tabung ganda. In reality, the high RQD value is not always reflecting a high quality of the rock mass. Pada kenyataannya, nilai RQD tinggi tidak selalu mencerminkan kualitas tinggi dari massa batuan. It is usually found in intact clay-stone which is presenting the RQD value almost 100%. Hal ini biasanya ditemukan di utuh-batu tanah liat yang menyajikan nilai RQD ha mpir 100%. To avoid the mistake, we should make a field test by breaking the core into small fragments, twist, and bends without device and significant effort. Untuk menghindari kesalahan, kita harus melakukan uji lapangan dengan melanggar inti menjadi fragmen kecil, twist, dan tikungan tanpa perangkat dan upaya yang signifikan. When the core remolded, hence the RQD value of the r ock mass is not reflecting the high quality of the rock mass. Ketika inti terbentuk kembali, maka nilai RQD dari massa batuan tersebut tidak mencerminkan kualitas tinggi dari massa batuan. RQD value estimation in the region is usually needed to support the geotechnical works. RQD nilai estimasi di wilayah ini biasanya diperlukan untuk mendukung
pekerjaan geoteknik. But, the requirement is not only depend on core data when the rock mass overviewed briefly and mapped in the region. Tapi, kebutuhan tidak hanya tergantung pada data core ketika massa batuan tinjau sebentar dan dipetakan di wilayah t ersebut. There are two methods to estimate the RQD value as follows: Ada dua metode untuk memperkirakan nilai RQD sebagai berikut: (a). (A). Line Mapping, joint spacing average can be resulted from the features number per the length of tracking. Line Pemetaan, jara k rata-rata bersama dapat dihasilkan dari nomor fitur per panjang pelacakan. Bieniawski (1989) has presented a correlation between joint spacing versus RQD, wherein the RQD values can be estimated from the joint spacing average according to the derived equation from Priest and Hudson (1976) as follows: Bieniawski (1989) telah menyajikan korelasi antara jarak bersama versus RQD, dimana nilai-nilai RQD dapat diestimasi dari rata-rata jarak bersama sesuai dengan persamaan yang berasal dari Imam dan Hudson (1976) sebagai berikut: RQD = 100 e±1 l (1l + 1) RQD = 100 e-1 l (1l + 1)
(b). (B). Region Mapping, picturing of joint spacing 3D is usually available. Pemetaan Daerah, membayangkan 3D jarak bersama a dalah biasanya tersedia. Palmström (1982) has defined that Jv is a number of joint in cubic meter unit of rock. Palmström (1982) telah ditetapkan bahwa Jv adalah sejumlah bersama dalam unit meter kubik batu. Correlation between RQD versus Jv is formulated in the following equation: Korelasi antara RQD versus Jv dirumuskan dalam persamaan berikut: RQD = 115 ± 3.3 Jv RQD = 115-3,3 Jv
Where the Jv is number of joint per cubic meter of rock mass for whole discontinuity (or the other term is volumetric joint count). Dimana Jv adalah jumlah patungan per meter kubik untuk diskontinuitas massa batuan keseluruhan (atau istilah lainnya adalah menghitung bersama volumetrik). RQD = 100% for Jv £ 4.5. RQD = 100% untuk Jv £ 4,5. RQD is pointed to define the in situ of rock mass quality. RQD adalah menunjuk untuk menentukan di situ kualitas massa batuan. Carefulness of drilling process is needed to ensure that t he fracture due to drilling will be identified and neglected in RQD value determination as well as when using the Palmström's equation for outcrop mapping, blasting which is produce the fracture would not be involved in Jv value estimation. Kejelian proses pengeboran diperlukan untuk memastikan bahwa fraktur karena pengeboran akan diidentifikasi dan diabaikan dala m penentuan nilai RQD serta ketika menggunakan persamaan Pal mström untuk pemetaan singkapan, peledakan yang menghasilkan fraktur tidak akan terlibat dalam estimasi nilai Jv