16
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi salah satu indikator penting dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. Salah satu prioritas utama dalam pembangunan sektor kesehatan sebagaimana tercantum dalam Propenas serta strategi Making Pregnancy Safer (MPS) atau kehamilan yang aman sebagai kelanjutan dari program Safe Motherhood dengan tujuan untuk mempercepat penurunan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir (MDG's, 2010), dalam pernyataan yang diterbitkan di situs resmi WHO dijelaskan bahwa untuk mencapai target Millennium Development Goal's, penurunan angka kematian ibu dari tahun 1990 sampai dengan 2015 haruslah mencapai 5,5 persen pertahun (antaranews, 2007).
Perdarahan bertanggung jawab atas 28 persen kematian ibu, salah satu penyebab kematian ibu sebagian besar kasus perdarahan dalam masa nifas yang terjadi karena retensio plasenta, sehingga perlu dilakukan upaya penanganan yang baik dan benar yang dapat diwujudkan dengan upaya peningkatan ketrampilan tenaga kesehatan khususnya dalam pertolongan persalinan, peningkatan manajemen Pelayanan Obstetric Neonatal Emergensi Dasar dan Pelayanan Obstetric Neonatal Emergensi Komprehensif, ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas kesehatan yang merupakan prioritas dalam pembangunan sektor kesehatan guna pencapaian target MDG's tersebut.
Rentensio plasenta dapat menyebabkan perdarahan, perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%-60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Berdasarkan data kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan di Indonesia adalah sebesar 43%. Menurut WHO dilaporkan bahwa 15-20% kematian ibu karena retensio plasenta dan insidennya adalah 0,8-1,2% untuk setiap kelahiran. Dibandingkan dengan resiko-resiko lain dari ibu bersalin, perdarahan post partum dimana retensio plasenta salah satu penyebabnya dapat mengancam jiwa dimana ibu dengan perdarahan yang hebat akan cepat meninggal jika tidak mendapat perawatan medis yang tepat (PATH, 2002).
Data WHO menunjukkan sebanyak 99 persen kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara berkembang. Rasio kematian ibu di negara-negara berkembang merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100 ribu kelahiran bayi hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di sembilan negara maju dan 51 negara persemakmuran (WHO, 2010).
Angka Kematian Ibu di Indonesia masih relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN. Berdasarkan data WHO untuk tahun 2010 Rasio kematian ibu (MMR) selama kehamilan dan melahirkan atau dalam 42 hari setelah melahirkan, per 100.000 kelahiran hidup untuk negara Indonesia sebesar berkisar antara 140-380/100.000 kelahiran hidup sedangkan untuk sesama negara ASEAN seperti Thailand berkisar antara 32-36/100.000 Kelahiran Hidup dan Malaysia 14-68/100.000 kelahiran hidup. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2007 menyebutkan bahwa AKI di Indonesia untuk periode lima tahun sebelum survei (2003-2007) sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2009).
Rumusan Masalah
Apa Definisi retensio plasenta ?
Apa saja Jenis retensio plasenta ?
Apa Etiologi/penyebab retensio plasenta?
Apa saja Tanda dan gejala retensio plasenta?
Bagaimana cara Penegakan diagnosis?
Bagaimana Patogenesis retensio placenta?
Bagaimana Penatalaksanaan retensio plasenta?
Bagaimana Prognosis Retensio plasenta ?
Apa saja Komplikasi retensio plasenta ?
Bagaimana membuat SOAP retensio plasenta?
Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui Definisi retensio plasenta
Untuk mengetahui Jenis retensio plasenta
Untuk mengetahui Etiologi/penyebab retensio plasenta
Untuk mengetahui Tanda dan gejala retensio plasenta
Untuk mengetahui cara Penegakan diagnosis
Untuk mengetahui Patogenesis retensio plasenta
Untuk mengetahui cara Penatalaksanaan retensio plasenta
Untuk mengetahui Prognosis retensio plasenta
Untuk mengetahui Komplikasi retensio plasenta
Untuk mengetahui cara membuat soap retensio plasenta
Manfaat Penulisan
Manfaat dari penyusunan makalah ini yaitu memberikan informasi kepada mahasiswa tentang retensio plasenta sampai asuhan keperawatan pasien dengan retensio plasenta sehingga memungkinkan mahasiswa mampu mengaplikasikannya pada pasien dengan kasus retensio plasenta.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI RETENSIO PLASENTA
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau lebih dari 30 menit setelah bayi lahir.Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus.
Retensio plasenta adalah lepas plasenta tidak bersamaan sehingga sebagian masih melekat pada tempat implantasi, menyebabkan terganggunya retraksi dan kontraksi otot uterus, sehingga sebagian pembuluh darah tetap terbuka serta menimbulkan perdarahan. (Manuaba,2002).
Retensio plasenta yaitu plasenta dianggap retensi bila belum dilahirkan dalam batas waktu tertentu setelah bayi lahir (dalam waktu 30 menit setelah penatalaksanaan aktif).
Retensio plasenta adalah tertahan atau belum lahirnya palsenta hingga melebihi 30 menit setelah bayi lahir (Sarwanto, 2002).
2.2 JENIS RETENSIO PLASENTA
Plasenta adhesiva : implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
Plasenta akreta : implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan myometrium
Plasenta inkreta : implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai /memasuki myometrium
Plasenta perkreta : implantasi jonjot korion plasenta menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
Plasenta inkarserata : tertahannya plasenta di cavum uteri disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.
2.3 ETIOLOGI/PENYEBAB RETENSIO PLASENTA
SEBAB FUNGSIONIL
Kontraksi uterus/His kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva )
Plasenta sukar terlepas karena
Tempatnya : insersi di sudut tuba
Bentuknya : plasenta membranacea , plasenta amularis
Ukurannya plasenta sangat kecil
Plasenta yang sukar terlepas karna hal di atas disebut plasenta adhesive
SEBAB PATOLOG-ANATOMIS
Plasenta accrete
Plasenta increta
Plasenta percreta
Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus desidua sampai myometrium sampai di bawah peritoneum ( plasenta akreta-percreta)
Jika plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III ,akibatnya terjadi lingkaran kontriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta ( inkarserasio plasenta )
1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium (basalis) lebih dalam dan Nitabuch layer.
Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua endometrium sampai ke miometrium.
Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa.
Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum dinding rahim atau perimetrium.
2. Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat kesalahan penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).
3. Faktor maternal
Gravida berusia lanjut
Multiparitas
4. Faktor uterus
Bekas sectio caesaria, sering plasenta tertanam pada jaringan cicatrix uterus
Bekas pembedahan uterus
Anomali uterus
Tidak efektif kontraksi uterus
Pembentukan contraction ring
Bekas curetage uterus, yang terutama dilakukan setelah abortus
Bekas pengeluaran plasenta secara manual
Bekas ondometritis
Faktor placenta
Plasenta previa
Implantasi cornual
Plasenta akreta
Kelainan bentuk plasenta
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya.
Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.
2.4 TANDA DAN GEJALA RETENSIO PLASENTA
Gejala
Separasi/akreta parsial
Plasenta inkarserata
Plasenta akreta
Konsistensi uterus
Kenyal
Keras
Cukup
Tinggi fundus
Sepusat
2 jari bawah pusat
Sepusat
Bentuk uterus
Discoid
Agak globuler
Discoid
Perdarahan
Sedang-banyak
Sedang
Sedikit/tidak ada
Tali pusat
Terjulur sebagian
Terjulur
Tidak terjulur
Ostium uteri
Terbuka
Konstriksi
Terbuka
Separasi plasenta
Lepas sebagian
Sudah lepas
Melekat seluruhnya
Syok
Sering
Jarang
Jarang sekali ,kecuali akibat inversio oleh tarikan kuat pada tali pusat
Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
Waktu hamil
Kebanyakan pasien memiliki kehamilan yang normal
Insiden perdarahan antepartum meningkat, tetapi keadaan ini biasanya menyertai plasenta previa
Terjadi persainan prematur, tetapi kalau hanya ditimbulkan oleh perdarahan
Kadang terjadi ruptur uteri
Persalinan kala I dan II
Hampir pada semua kasus proses ini berjalan normal
Persalinan kala III
Retresio plasenta menjadi ciri utama
Perdarahan post partum, jumlahnya perdarahan tergantung pada derajat perlekatan plasenta, seringkali perdarahan ditimbulkan oleh Dokter kebidanan ketika ia mencoba untuk mengeluarkan plasenta secara manual
Komplikasi yang serius tetapi jarang dijumpai yaitu invertio uteri, keadaan ini dapat tejadi spontan, tapi biasanya diakibatkan oleh usaha-usaha untuk mengeluarkan plasenta
Ruptura uteri, biasanya terjadi saat berusaha mengeluarkan plasenta
2.5 PENEGAKAN DIAGNOSIS
1. Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
2. Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
b. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin time (PT) dan activated Partial Tromboplastin Time (aPTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain
Faktor Risiko
1. Plasenta akreta : plasenta previa, bekas SC, pernah kuret berulang, dan multiparitas.
2. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction ring.
3. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa; implantasi di cornu; dan adanya plasenta akreta.
4. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan , seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.
2.6 PATOGENESIS
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecian mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat oto miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.
Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya duding uterus yang bebas tempat plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya.
Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah yang mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang.
Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala tinggi. Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan menekan dan mengklovasi uterus, bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat.
Pada kondisi retensio plasenta,lepasnya plasenta tidak terjadi secra bersamaan dengan janin, karena melekat pada tempat implantasinya.menyebabkan terganggunya retraksi dan kontraksi otot uterus sehingga sebagian pembuluh darah tetap terbuka serta menimbulkan pendarahan
2.7 PENATALAKSANAAN
PENANGANAN RETENSIO PLASENTA
Penanganan retensio plasenta berupa pengeluaran plasenta dilakukan apabila plasenta belum lahir dalam 1/2-1 jam setelah bayi lahir terlebih lagi apabila disertai perdarahan.
Tindakan penanganan retensio plasenta :
Bila placenta tidak lahir dalam 30 menit sesudah lahir, atau terjadi perdarahan sementara placenta belum lahir, lakukan :
a. Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
b. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
c. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus. Pastikan bahwa kandung kencing kosong dan tunggu terjadi kontraksi, kemudian coba melahirkan plasenta dengan menggunakan peregangan tali pusat terkendali
d. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta.
Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
Manual plasenta :
1) Memasang infus cairan dekstrose 5%.
2) Ibu posisi litotomi dengan narkosa dengan segala sesuatunya dalam keadaan suci hama.
3) Teknik : tangan kiri diletakkan di fundus uteri, tangan kanan dimasukkan dalam rongga rahim dengan menyusuri tali pusat sebagai penuntun. Tepi plasenta dilepas - disisihkan dengan tepi jari-jari tangan - bila sudah lepas ditarik keluar. Lakukan eksplorasi apakah ada luka-luka atau sisa-sisa plasenta dan bersihkanlah. Manual plasenta berbahaya karena dapat terjadi robekan jalan lahir (uterus) dan membawa infeksi
e. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
f. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
g. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder.
Atau :
1. Coba 1-2 kali dengan perasat Crede.
2. Mengeluarkan plasenta dengan tangan (manual plasenta).
3. Memberikan transfusi darah bila perdarahan banyak.
4. Memberikan obat-obatan misalnya uterotonika dan antibiotik.
RETENSIO PLASENTA DENGAN SEPARASI PARSIAL
Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan di ambil
Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi tidak terjadi ,coba traksi terkontrol tali pusat .
Pasang infus oksitosin 20 IU dalam 500 ML NS/RL dengan 40 tetes per menit. Bila perlu,kombinasikan dengan misoprostol 400 mg per rektal ( sebaiknya tidak menggunakan ergometrin karena kontraksi tonik yang timbul dapat menyebabkan plasenta terperngkap dalam cavum uteri)
Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta ,lakukan manual plasenta secara hati-hati dan halus untuk menghindari terjadinya perforasi dan perdarahan
Lakukan transfuse darah apabila diperlukan
Beri antibiotika profilaksis ( ampisilin 2 g IV/oral + metronidazole 1 g supositoria/oral)
Segera atasi bila terjadi komplikasiperdarahan hebat ,infeksi, syok neurogenic.
PLASENTA INKARSERATA
Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis ,gejala klinik dan pemeriksaan
Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan kontriksi serviks dan melahirkan plasenta
Pilih fluethane atau eter untuk kontriksi serviks yang kuat ,siapkan infus oksitosin 20 IU dalam 500 mL NS/RL dengan 40 tetes per menit untuk mengantisipasi gangguan kontraksi yang di akibatkan bahan anastesi tersebut.
Bila prosedur anastesi tidak tersedia dan serviks dapat dilalui cunam ovum, lakukan maneuver sekrup untuk melahirkan plasenta.untuk prosedur ini lakukan analgesic (tramadol 100 mg IV atau pethidine 50 mg IV ) dan sedative ( diazepam 5 mg IV) pada tabung suntik yang terpisah.
Maneuver sekrup
Pasang speculum sims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak dengan jelas.
Jepit porsio dengan klem ovarium pada jam 12,4 dan 8 kemudian lepaskan speculum
Tarik ketiga klem ovarium agar ostium, tali pusat dan plasenta tampak jelas
Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta di sisi berlawanan agar dapatdijepit sebanyak mungkin, minta asisten untuk memegang klem tersebut
Lakukan hal yang sama untuk plasenta pada sisi yang berlawanan
Satukan kedua klem tersebut kemudian sambil di putar searah jarum jam ,taril plasenta keluar perlahan-;ahan melalui pembukaan ostium
Pengamatan dan perawatan lanjutan meliputi pemantauan tanda vital ,kontraksi uterus tinggi fundus uteri danperdarahan pasca tindakan tambahan pemantauan yang diperlukan adalah pemantauan efek samping atau komplikasidari bahan-bahan sedative .analgentika atau anastesi umum missal :mual.muntah ,hipo/atoniauteri ,pusing vertigo ,halusinasi,mengantuk.
PLASENTA AKRETA
Tanda penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya fundus atau korpus bila tali pusat ditarik.Pada pemeriksaan dalam sulit ditentukan tepi plasenta karena implantasi yang dalam.
Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan dasar adalah menentukan diagnosis ,stabilisasi pasien dan rujuk ke rumah sakit rujukan karena kasus ini memerlukan tindakan operatif.
SISA PLASENTA
Penemuan secaradini ,hanya dimungkinkan dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan.Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut,sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan setelah beberapa hari pulang ke rumah dan subinvolusi uterus
Berikan antibiotika karena perdarahan juga meruakan gejala metritis .antibiotika yang dipilih adalah ampisilin dosis awal 1 g IV dilanjutkan 3 x 1 g oral dikombinasi dengan metronidazole 1 g supositoria dilanjutkan 3 x 500 mg oral
Lakukan eksplorasi digital ( bila seviks terbuka ) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan .bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument ,lakukan evakuasi plasenta dengan dilatasi dan kuratase.
Bila kadar HB <8 g/dL berikan transfuse darah .bila kadar Hb =8 g/dL berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama10 hari.
2.8 PROGNOSIS
Prognosis tergantung dari lamanya, jumlah darah yang hilang, keadaan sebelumnya serta efektifitas terapi. Diagnosa dan penatalaksanaan yang tepat sangat penting.
2.9 KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi meliputi:
1. Komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan.
2. Multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi organ.
3. Sepsis
4. Kebutuhan terhadap histerektomi dan hilangnya potensi untuk memiliki anak selanjutnya.
5. Perdarahan menyebabkan syok hemoragik yang berakibat pada kematian.
NB :
Anatomi
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 sampai 20 cm dan tebal lebih kurang 2.5 cm. beratnya rata-rata 500 gram. Tali-pusat berhubungan dengan plasenta biasanya di tengah (insertio sentralis). Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 16 minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Bila diteliti benar, maka plasenta sebenarnya berasal dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu vili koriales yang berasal dari korion, dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal dari desidua basalis.
Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang berada di desidua basalis. Pada sistole darah disemprotkan dengan tekanan 70-80 mmHg seperti air mancur ke dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic plate, pangkal dari kotiledon-kotiledon janin. Darah tersebut membasahi semua vili koriales dan kembali perlahan-lahan dengan tekanan 8 mmHg ke vena-vena di desidua. Plasenta berfungsi: sebagai alat yang memberi makanan pada janin, mengeluarkan sisa metabolisme janin, memberi zat asam dan mengeluarkan CO2, membentuk hormon, serta penyalur berbagai antibodi ke janin
2.10 SOAP RETENSIO PLASENTA
Pengkajian data fokus :
SUBJEKTIF
Biodata klien dan suami
meliputi(Nama,umur,agama,pendidikan,pekerjaan,alamat no hp yg dapat dihubungi)
Alasan datang/keluhan utama
(plasenta belum lahir 30 menit yang lalu)
Riwayat menstruasi
(HPHT)
Riwayat kehamilan sekarang
kehamilan keberapa(paritas),usia kehamilan,kunjungan/ANC.
Riwayat kehamilan,persalinan,nifas yang lalu
Usia kehamilan,penyulit kehamilan,penolong persalinan,jenis persalinan,penyulit persalinan(perdarahan postpartum,multipel fetus dan polihidramnion),BB anak
Riwayat persalinan saat ini
Tempat persalinan,penolong,lama persalinan,jam bayi lahir,keadaan bayi,BB/PB
Riwayat kesehatan yang lalu
penyakit ibu
Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit keluarga menurun
Ditnyakan setelah penanganan sebagai data tambahan
Pemenuhan kbutuhan ibu
Pola nutrisi
Jenis makanan yang terakhir dikonsumsi, banyaknya,
Pola eliminasi
Terakhir BAB, BAK, sebelum bersalin, banyaknya,warna
Pola istirahat
Terakhir tidur sebelum bersalin, pola tidur dalam sehari berapa jam.
Pola aktivitas
Kegiatan yang dilakukan sebelum bersalin.
OBJEKTIF
Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan umum : Biasanya Lemah
Kesadaran : Composmentis, Apatis dan Tidak Sadar
TTV : Umumnya normal sampai menunjukkan tanda syok
TD : Menurun
Nadi : Meningkat
Penafasan : Meningkat
Suhu : Meningkat
Pemeriksaan Fisik Khusus
Wajah : odem,pucat
Mata : simetris,conjungtiva pucat
Abdomen : tidak ada luka operasi,adanya striae lividae,TFU setinggi pusat,kontraksi uterus lemah,uterus tidak teraba bulat dan keras
Genetalia : tampak tali pusat menjulur,tidak disertai perdarahan.perdarahan sedikit / perdarahan >500 cc
PD : plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus
Ekstremitas
Atas : kapiler revil pucat
Bawah : tidak odem,tidak varises,akral dingin
Pemeriksaan penunjang
Hb
Darah lengkap
Hematokrit
Leokosit
ASSASMENT
Diagnosa
P3A0 hamil aterm dengan retensio plasenta
Diagnosa potensial
Syok,anemi berat,infeksi
Kebutuhan kolaborasi segera dengan Dokter pelaksanaan plasenta manual
PLANNING
Penanganan Awal/Mandiri
Menjelaskan pada ibu dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan
Evaluasi : ibu dan keluarga mengerti dengan tujuan tindakan
Memberikan inform concent pada ibu dan keluarga
Evaluasi : ibu dan keluarga setuju dilakukan tindakan
Melakukan observasi keadaan umum dan ttv ibu
Evaluasi : dilakukannya observasi KU dan TTV dengan catatan hasil.
Melakukan resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan iv-line dengan kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
Evaluasi : setelah dilakukan resusitasi keadaan ibu mulai membaik
Memasang infuse nacl atau RL 40 tetes/menit
Evaluasi :setelah pemasangan infus membantu stabilisasi keadaan umum ibu mulai membaik.
Memberikan drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan ringer laktat atau nacl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
Evaluasi : uterus ibu kembali berkontraksi dengan baik
Memastikan kandung kencing kosong dan tunggu terjadi kontraksi, kemudian coba melahirkan plasenta dengan menggunakan peregangan tali pusat terkendali
Evaluasi : sudah dilakukan pengosongan kandung kemih dan PTT kembali
Penanganan Kolaborasi
Melakukan tindakan manual plasenta jika plasenta tidak lepas dengan indikasi manual plasenta adalah: perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus. Evaluasi : sudah dilakukan plasenta manual dengan benar sesuai indikasi
Manual plasenta :
Memasang infus cairan dekstrose 5%.
Ibu posisi litotomi dengan narkosa dengan segala sesuatunya dalam keadaan suci hama.
Teknik : tangan kiri diletakkan di fundus uteri, tangan kanan dimasukkan dalam rongga rahim dengan menyusuri tali pusat sebagai penuntun. Tepi plasenta dilepas - disisihkan dengan tepi jari-jari tangan - bila sudah lepas ditarik keluar. Lakukan eksplorasi apakah ada luka-luka atau sisa-sisa plasenta dan bersihkanlah. Manual plasenta berbahaya karena dapat terjadi robekan jalan lahir (uterus) dan membawa infeksi
Memberikan obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
Pemberian antibiotika sebagai obat profilaks infeksi sekunder pasca manual plasenta.
Penanganan Rujukan
Mempersiapkan rujukan bila keadaan ibu belum membaik untuk dilakukan kuratase ke fasilitas yang lebih lengkap
Mempersiapkan rujukan apabila terjadi perlekatan plasenta dan perdarahan terus menerus untuk dilakukan histerektomi ke fasilitas yang lebih lengkap.
Memantau keadaan umum,kesadaran dan TTV selama perjalanan Rujukan,
Diagram tatalaksana Retensio Plasenta
Retensio PlasentaRetensio Plasenta
Retensio Plasenta
Retensio Plasenta
Penanganan umum :Infus transfuse darahPertimbangan untuk referral RSU CPenanganan umum :Infus transfuse darahPertimbangan untuk referral RSU C
Penanganan umum :
Infus transfuse darah
Pertimbangan untuk referral RSU C
Penanganan umum :
Infus transfuse darah
Pertimbangan untuk referral RSU C
HisterektomiPertimbangan :Keadaan umum Umur penderitaParitas penderitaLigase art hipogastrikaHisterektomiPertimbangan :Keadaan umum Umur penderitaParitas penderitaLigase art hipogastrikaPerdarahan terus:Tampon basahAtonia uteriPerdarahan terus:Tampon basahAtonia uteriPlasenta melekat :AkretaInkretaPerkretaadhesivaPlasenta melekat :AkretaInkretaPerkretaadhesivaPlasenta rest Kuratase tumpulUtero vaginal tamponmasasePlasenta rest Kuratase tumpulUtero vaginal tamponmasaseBerhasil baik ObservasiKeadaan umumPerdarahanObat profilak :VitaminFe preparatAntibiotikaUteritonikaBerhasil baik ObservasiKeadaan umumPerdarahanObat profilak :VitaminFe preparatAntibiotikaUteritonikaPlasenta manual :IndikasiPerdarahan 400 ccPasca operasi vaginalPascanarkoseHabitual HPPTeknik:Telusuri tali pusatDengan ulner tanganMasase intrauterineUteritonika IM-IVPlasenta manual :IndikasiPerdarahan 400 ccPasca operasi vaginalPascanarkoseHabitual HPPTeknik:Telusuri tali pusatDengan ulner tanganMasase intrauterineUteritonika IM-IVPerdarahan sedikit:Anemia dan syokPerlekatan plasentaPerdarahan sedikit:Anemia dan syokPerlekatan plasentaPerdarahan banyak 300-400 ccPerdarahan banyak 300-400 cc
Histerektomi
Pertimbangan :
Keadaan umum
Umur penderita
Paritas penderita
Ligase art hipogastrika
Histerektomi
Pertimbangan :
Keadaan umum
Umur penderita
Paritas penderita
Ligase art hipogastrika
Perdarahan terus:
Tampon basah
Atonia uteri
Perdarahan terus:
Tampon basah
Atonia uteri
Plasenta melekat :
Akreta
Inkreta
Perkreta
adhesiva
Plasenta melekat :
Akreta
Inkreta
Perkreta
adhesiva
Plasenta rest
Kuratase tumpul
Utero vaginal tampon
masase
Plasenta rest
Kuratase tumpul
Utero vaginal tampon
masase
Berhasil baik
Observasi
Keadaan umum
Perdarahan
Obat profilak :
Vitamin
Fe preparat
Antibiotika
Uteritonika
Berhasil baik
Observasi
Keadaan umum
Perdarahan
Obat profilak :
Vitamin
Fe preparat
Antibiotika
Uteritonika
Plasenta manual :
Indikasi
Perdarahan 400 cc
Pasca operasi vaginal
Pascanarkose
Habitual HPP
Teknik:
Telusuri tali pusat
Dengan ulner tangan
Masase intrauterine
Uteritonika IM-IV
Plasenta manual :
Indikasi
Perdarahan 400 cc
Pasca operasi vaginal
Pascanarkose
Habitual HPP
Teknik:
Telusuri tali pusat
Dengan ulner tangan
Masase intrauterine
Uteritonika IM-IV
Perdarahan sedikit:
Anemia dan syok
Perlekatan plasenta
Perdarahan sedikit:
Anemia dan syok
Perlekatan plasenta
Perdarahan banyak 300-400 cc
Perdarahan banyak 300-400 cc
BAB III
PENUTUPAN
Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut maka ada beberapa hal yang dapat di simpulkan yaitu sebagai berikut. Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta tidak lahir selama dalam waktu atau lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. Ada dua keadaan yang menyebabkan terjadinya retensio placenta yaitu :
Placenta belum lepas dari dinding rahim dikarenakan placenta tumbuh melekat lebih dalam dan.
Placenta telah terlepas akan tetapi belum dapat dikeluarkan. (masih ada sisa-sisa potongan plasenta di rahim)
Masalah yang terjadi akibat dari retensio plasenta adalah perdarahan berakibat syok,anemia berat dan infeksi bahkan kematian.
Saran
Penyebab utama kematian ibu sendiri menurut (WHO) adalah perdarahan, semoga dalam makalah ini dapat menambah wawasan kita dan menerapkannya dalam melakukan tindakan sehingga dapat mencegah terjadinya kematian karena perdarahan akibat dari retensio plasenta.
DAFTAR PUSTAKA
Marmi .2012. Intranatal Care.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Medicaldokter.blogspot.com.2012.Retensio plasenta.diakses pada tanggal 3 Maret 2015
Prawiharjo, Sarwono.2009.pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal..jakarta:PT.Bina Pustaka
Sumarah,dkk.2009.perawatan ibu bersalin.Yogyakarta:fitramaya