RETENSIO PLASENTA
OLEH Rizka Khaerunnisa
(011.06.0002)
Suwandi Rahman
(011.06.0059) (011.06.0 059)
Putu Bagus Ananta Y
(011.06.0003)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM 2013
RETENSIO PLASENTA A. PENDAHULUAN Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 sampai 20 cm dan tebal lebih kurang 2,5 cm. Beratnya rata rata 500 gr. Tali pusat berhubungan langsung dengan plasenta biasanya ditengah keadaan ini disebut insersio sentralis. Bila hubungan ini agak kepeinggir, disebut insersio lateralis, dan bila dipinggir plasenta, disebut insersio marginalis. Kadang kadang tali pusat berada diluar plasenta, dan hubungan dengan plasenta melalui selaput janin jika demikian disebut insersio velamentosa. Umumnya plasenta mulai terbentuk lengkap pada Kehamilan lebih kurang 16 minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kapum uteri. Meskipun
ruang
amnion membesar sehingga amnion tertekan kearah korion, namun amnion hanya menempel saja, tidak samapi melekat pada korion. Letak plasenta umunya di depan atau belakang dinding uterus, agak ke atas kearah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena permukaan bagian atas korpus uteri lebih luas, sehingga lebih banyak tempat untuk berimplantasi. Bila diteliti benar, maka plasenta sebenarnya berasal dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu vili korioles yang berasal dari korion, dan sebagian kecil berasal dari bagian ibu yang bersal dari desidua basalis. Darah ibu yang berada diruang interviller dari spiral arteri yang berada di desidua basalis. Pada systole darah di semprotkan dengan tekanan 70-80 mmHg seperti air mancur ke dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic plate, pangkal dari kotiledon kotiledon janin. Darah tersebut membasahi semua villi korioles dan kembali perlahan lahan dengan tekanan 8 mmHg ke vena v ena di desidua. Ditempat tempat tertentu pada implantasi plasenta terdapat vena vena yang lebar (sinus) untuk menampung darah kembali. Pada pinggir placenta di beberapa tempat terdapat pula suatu ruang vena yang luas untuk menampung darah yang berasal dari ruang interviller diatas. Ruang ini di sebut sinus marginalis Darah ibu yang mengalir diseluruh plasenta diperkirakan menaik dari 300 ml menit pada kehamilan 20 minggu sampai 600 ml setiap menit pada kehamilan 40
minggu. Seluruh ruang interviller tanpa villi korioles mempunyai volume lebih kurang 2
150-250 ml. permukaan semua villi korioles diperkirakan seluas kurang 11 m . Dengan demikian, pertukaran zat zat makanan terjamin benar. Perubahan perubahan terjadi pula pada jonjot jonjot selama kehamilan berlangsung. Pada 24 minggu lapisan sinsitium dari villi tidak berubah, akan tetapi dari lapisan sititripoblas sel sel berkurang dan hanya ditemukan sebagai fagosit fagosit, dan pembuluh pembuluh darahnya menjadi lebih besar dan lebih mendekati lapisan tropoblas. Pada kehamilan 36 minggu sebagian besar sel sel tropoblas tidak ada lagi, akan tetapi antara sirkulasi ibu dan janin selalu ada lapisan tropoblash. Lagi pula terjadi kalsifikasi PD dalam jonjot jonjot dan pembentukan fibrin dipermukaan dibeberapa jonjot. Kedua hal terakhir ini mengakibatkan pertukaran zat zat makanan, zat asam, dan sebagainya antara ibu dan janin mulai terganggu. Deposit fibrin ini dapat terjadi sepanjang masa kehamilan, sedangkan banyaknya juga berbeda beda. Jika banyak, maka deposit ini dapat menutup villi dan villi itu kehilangan hubungan dengan darah ibu, lalu berdegenerasi. Dengan demikian, timbullah infark. Disamping itu, spiral arteries yang member darah ke ruang interviller dapat mengadakan spasme oleh salah satu sebab, sehingga darah mengalir perlahan lahan sehingga timbul pembekuan setempat. Dapat dimengerti bahwa villi di sekitar tempat tersebut dapat menglami proses degenerasi dengan deposit fibrin dan kalsifikasi. Timbul pulalah dsini apa yang dinamakan infark. Peredaran darah antara uterus dan plasenta dewasa ini dapat di ukur secara dopler ultrasound hingga dapat diperkirakan kemungkiana adanya kelainan pada janin dengan mengukur flow velocity wafeforms (FVM) bentuk kecepatan gelombang sirkulasi darah.
Fungsi plasenta bagi janin : a) Organ respirasi Vaskularisasi yang luas didalam villi dan perjalanan darah ibu dalam ruang intervilus yang relatif pelan memungkinkan pertukaran oksigen dan CO2 antara darah ibu dan janin melalui difusi pasif . Pertukaran diperkuat dengan saturasi dalam ruang intervilus sebesar 90 – 100% dan PO2 sebesar 90 – 100 mmHg. Setelah kebutuhan plasenta terpenuhi, eritrosit janin mengambil oksigen dengan saturasi 70% dan PO2 30 – 40 mmHg, sudah memadai untuk memenuhi kebutuhan janin. CO2 melewati plasenta dengan difusi pasif. Ion Hidrogen, bicarbonate dan asam laktat dapat menembus plasenta melalui difusi sederhana sehingga status keseimbangan asam-basa antara ibu dan anak sangat berkaitan erat. Oleh karena transfer berlangsung perlahan, janin dapat melakukan “buffer” pada kejadian penurunan pH, kecuali bila asidosis maternal diperberat dengan dehidrasi atau ketoasidosis sebagaimana yang terjadi pada partus lanjut dimana janin dapat mengalami asidosis. Efisiensi pertukaran ini tergantung pada pasokan darah ibu melalui arteri spiralis dan fungsi plasenta. Bila pasokan darah ibu terbatas seperti yang terjadi pada penyakit hipertensi dalam kehamilan, penuaan plasenta sebelum saatnya , kehamilan postmatur, hiperaktivitas uterus atau tekanan talipusat, maka ketoasidosis pada janin dapat terjadi secara terpisah dari asidosis maternal.
b) Organ transfer nutrisi dan ekskresi Sebagian besar nutrien mengalami transfer dari ibu ke janin melalui metode transfer aktif yang melibatkan proses enzymatik. Nutrien yang komplek akan dipecah menjadi
komponen sederhana sebelum di transfer dan mengalami rekonstruksi ulang pada villi chorialis janin. Glukosa sebagai sumber energi utama bagi pertumbuhan janin (90%), 10% sisanya diperoleh dari asam amino. Jumlah glukosa yang mengalami transfer meningkat setelah minggu ke 30. Sampai akhir kehamilan, kebutuhan glukosa kira-kira 10 gram per kilogram berat janin, kelebihan glukosa dikonversi menjadi glikogen dan lemak . Glikogen disimpan di hepar dan lemak ditimbun disekitar jantung, belakang skapula. Pada trimester akhir, terjadi sintesa lemak 2 gram perhari sehingga pada kehamilan 40 minggu 15% dari berat janin berupa lemak. Hal ini menyebabkan adanya cadangan energi sebesar 21.000 KJ dan diperlukan untuk fungsi metabolisme dalam regulasi suhu tubuh janin pada hari-hari pertama setelah lahir. Pada bayi preterm atau dismatur, cadangan energi lebih rendah
sehingga akan menimbulkan permasalahan. Lemak dalam bentuk asam lemak bebas sulit untuk di transfer. Lemak yang mengalami proses transfer di resintesa kedalam bentuk fosfat dan lemak lain dan disimpan dalam jaringan lemak sampai minggu ke 30. Setelah itu, hepar janin memiliki kemampuan untuk sintesa lemak dan mengambil alih fungsi metabolisme. c) Transfer obat Transper obat melalui plasenta tidak berbeda dengan nutrien lain pada umumnya. Kecepatan transfer dipengaruhi oleh kelarutan dari molekul ion didalam lemak dan ketebalan trofoblas. Pada paruh kedua kehamilan, trofoblas menjadi tipis dan area plasenta bertambah luas sehingga transfer obat dapat berlangsung lebih mudah. Obat ilegal (narkotika, cocain dan marihuana) yang dikonsumsi oleh ibu hamil dapat melewati plasenta dan dapat mengganggu perkembangan janin. Dampak dari hal ini sulit ditentukan oleh karena selain obat ilegal, pasien biasanya juga adalah perokok atau peminum alkohol. Pertumbuhan janin cenderung terhambat dan mengalami kelainan kongenital tertentu, Seringkali mengakibatkan terjadinya persalinan preterm dan anak yang dilahirkan dapat menunjukkan sindroma withdrawal. d) Fungsi endokrin plasenta Sejumlah besar hormon dihasilkan oleh plasenta. Termasuk diantaranya hormon yang analog dengan hormon hipotalamus dan hipofisis serta hormon steroid. Sejumlah produk juga dihasilkan oleh plasenta. Beberapa diantaranya adalah glikoprotein seperti misalnya Pregnancy Associated Protein A B C dan D, Pregnancy Specific Glycoprotein (SP1) dan Placental Protein 5 (PP5) . Peran dari bahan ini dalam kehamilan masih belum jelas. Hormone yang berperan adalah:
Diamin oksidase yang berfungsi menginaktifkan pressor amine,
Oksitosinase yang berfungsi menetralisir oksitosin dan,
Pospolipase A2 yang mensintesa asam arakhidonat. Dari segi fungsi hormonal, Plasenta menghasilkan hormon korionik gonadotropin, korionik somatomammotropin (placenta llactogen), korionik tirotropin, estrogen dan progesteron. Fetal membrane pada plasenta dianggap sebagai protective barrier bagi janin terhadap zat-zat berbahaya yang beredar dalam darah ibu. Substansi dengan berat molekul lebih dari 500 daltondicegah memasuki
darah janin. Sebaliknya antibodi dan antigen dapat melewati plasenta darikedua arah. Infeksi
dalam
kehamilan
karena
virus
(rubella,
chicken
pox,
measke,
mump, poliomielitis), bakteri (treponema pallidum, tbc) atau protozoa (toksoplasma, malaria) dapat melewati plasenta dan mengenai janin. Demikian juga dengan obatobatan, dimana sebagian besar obat-obatan yang dipakai dalam kehamilan dapat melewati barrier plasenta dan mungkin mempunyai efek yang tidak baik terhadap janin.Janin dan plasenta mengandung penentu antigen yang diturunkan dari bapak dan merupakansesuatu yang asing bagi ibu. Namun tidak terjadi reaksi penolakan dari ibu. Mekanisme yang pasti untuk menerangkan hal ini belum jelas, tapi teori yang dikemukakan adalah bahwa : fibrinoid dan sialomusin yang menutupi trophoblas menekan antigen trophoblas, hormon-hormon plasenta, protein, steroid dan korionik gonadotropin
mungkin
berperan
dalam
produksisialomusin,
lapisan
Nitabuch
kemungkinan menginaktifkan antigen jaringan, hanya sedikit sekali human leucpcyte antigen (HLA) pada permukaan trophoblas, sehingga reaksinya kecilsekali, umumnya terdapat maternal-paternal immuno-incompatibility pada derajad tertentu, sehingga ada blocking antibody yang dihasilkan ibu dan melindungi janin dari reaksi penolakan.
B. PENGERTIAN Retensio plasenta (placental retention) merupakan plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta (rest placenta) merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini (early postpartum hemorrhage) atau perdarahan post partum lambat (late postpartum hemorrhage) yang biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan. Menurut Sarwono Prawirohardjo : Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir.
C. ETIOLOGI Penyebab dari retensio plasenta ini adalah 1. Plasenta sudah lepas tapi belum dilahirkan yang menghalangi keluarnya plasenta di sebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan
kala III sehingga terjadi lingkaran kontriksi pada bagian bawah uterus (ingkarserasio plasenta) 2. Plasenta belum lepas dari dinding uterus, hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu: a. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (Plasenta adhesiva ) yaitu, implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis. b. Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai sebagian lapisan miometrium, perlekatan plasenta sebagian atau total pada dinding uterus. Pada plasenta akreta vilii chorialis menanamkan diri lebih dalam kedalam dinding rahim daripada biasa adalah sampai kebatas atas lapisan otot rahim. Plasenta akreta ada yang kompleta, yaitu jika seluruh permukannya melekat dengan erat pada dinding rahim. Plasenta akreta yang parsialis, yaitu jika hanya beberapa bagian dari permukaannya lebih erat berhubungan dengan dinding rahim dari biasa. Plasenta akreta yang kompleta, inkreta, dan precreta jarang terjadi. Penyebab plasenta akreta adalah kelainan desidua, misalnya desisua yang terlalu tipis. c. Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai / melewati lapisan miometrium. d.
Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion yang menembus lapisan miometrium hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
e. Plasenta inkar serata adalah tertahannya plasenta didalam kavum uteri, disebabkan oleh kontriksi ostium uteri Namun ada beberapa factor predisposisi untuk terjadinya retensio plasenta diantaranya beberapa predisposisi terjadinya retensio plasenta yaitu: Grandemultipara, Kehamilan ganda, sehingga memerlukan implantasi plasenta yang agak luas, Kasus infertilitas, karena lapisan endometriumnya tipis, Plasenta previa, karena dibagian ishmus uterus pembuluh darah sedikit sehingga perlu masuk jauh kedalam, Bekas operasi pada uterus.
D. PATOFISIOLOGI Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta. Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat oto miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retraksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti. Namun dapat juga terjadi perdarahan bila serabut ketuban belum terlepas, plasenta belum terlepas seluruhnya dan bekuan darah dalam rongga rahim bisa menghalangi proses retraksi yang normal dan menyebabkan banyak darah hilang. Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam
rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya. Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah yang mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang. Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan interabdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala tinggi. Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan menekan dan mengklovasi uterus, bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat
E. MANIFESTASI KLINIK Gejala yang selalu ada adalah plasenta belum lahir dalam 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik. Gejala yang kadang-kadang timbul yaitu tali pusat putus akibat
retraksi
berlebihan,
inversi
uteri
akibat
tarikan,
perdarahan
lanjutan.
Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta), gejala yang selalu ada yaitu plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap dan perdarahan segera. Gejala yang kadang-kadang timbul uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang. Penilaian retensio plasenta harus dilakukan dengan benar karena ini menentukan sikap pada saat bidan akan mengambil keputusan untuk melakukan manual plasenta. F. DIAGNOSIS Anamnesis:
meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi
mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di d alam uterus
G. PENATALAKSANAAN Apabila plasenta belum lahir 30 menit setelah anak lahir, harus diusahakan untuk mengeluarkannya. Dapat di coba dulu prasat menurut Crede. Tindakan ini sekarang tidak banyak dilakukan karena memungkinkan terjadinya inversion uteri, tekanan yang kuat pada uterus dapat juga menyebabkan perlukaan yang kuat pada otot uterus dan rasa nyeri yang keras dengan kemungkinan syok. Akan tetapi dengan teknik yang sempurna hal ini dapat dihindari. Salah satu cara untuk membantu pengeluaran plasenta adalah cara brandt. Dengan salah satu tangan, penolong memegang tali pusat didekat vulva. Tangan yang lain diletakkan didepan dinding perut di atas simfisis sehingga permukaan palmar jari jari tanagan terletak dipermukaan depan rahim, kira kira pada oerbatasan segmen bawah dan badan rahim. Dengan melakukan tekanan ke bawah ke atas belakang maka badan rahim akan terangkat. Apabila plasenta telah lepas, maka tali pusat tidak tertarik ke atas. Kemudian tekanan di atas simfisis di arahkan ke bawah belakang , kea rah vulva. Pada saat ini dilakukan tarikan ringan pada tali pusat untuk membantu mengeluarkan plasenta. Yang selalu tidak dapat dicegah ialah bahwa plasenta selalu tidak dapat dilahirkan seluruhnya, melainkan sebagian masih ketinggalan yang harus dikeluarkan dengan tangan. Pengeluaran plasenta dengan tangan kini di anggap cara yang paling baik. Denga tangan kiri menahan fundus uteri supaya fundus jangan naik ke atas, tangan kanan di masukkan ke dalam kavum uteri. Dengan mengikuti tali pusat, tangan itu sampai pada plasenta dan mencari pinggir plasenta. Kemudian jari jari tangan itu dimasukkan antara pinggir pplasenta dan dinding uterus. Biasanya tanpa kesulitan plasenta sedikit demi sedikit dapat dilepaskan dari dinding uterus untuk kemudian dilahirkan. Banyak kesulitan dialami dalam pelepasan plasenta pada plasenta akreta. Plasenta hanya dapat dikeluarkan sepotong demi sepotong bahaya perdarahan serta perforasi mengancam. Apabila berhubungan dengan kesulitan kesulitan tersebut akhirnya diagnosis plasenta ingkreta dibuat, sebaiknya usaha untuk mengelurkan plasenta bimanual dihentikan, lalu dilakukan histerektomi.
Pada plasenta yang sudah lepas, akan tetapi terhalang untuk dilahirkan karena lingkaran kontriksi (inkarserasio plasenta) tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam vagina dan kebagian bawah uterus denagn dibantu oleh anastesia umum untuk melonggarkan kontriksi. Dengan tangan tersebut sebagai petunjuk di masukkan cunam ovum melalui lingkaran kontriks untuk memegang plasenta, dan perlahan lahan plasenta sedikit sedikit demi sedikit di tarik ke bawah melalui tempat semp it tersebut.
Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder.
H.
KOMPLIKASI Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya : Perdarahan Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit pelepasan hingga kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak menutup.
Infeksi Karena sebagai benda mati yang tertinggal didalam rahim meingkatkan pertumbuhan bakteri dibantu dengan pot d’entre dari tempat perlekatan plasenta. Terjadi polip plasenta sebagai masa proliferative yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis. Terjadi degenerasi (keganasan) koriokarsinoma. Dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik (displastik-dikariotik) dan akhirnya menjadi karsinoma invasive, proses keganasan akan berjalan terus. Sel ini tampak abnormal tetapi tidak ganas. Para ilmuwan yakin bahwa beberapa perubahan abnormal pada sel-sel ini merupakan langkah awal dari serangkaian perubahan yang berjalan lambat, yang beberapa tahun kemudian bisa menyebabkan kanker. Karena itu beberapa perubahan abnormal merupakan keadaan pre kanker, yang bisa berubah menjadi kanker (Manuaba, IGB. 1998:300)
KESIMPULAN Retensio plasenta adalah belum lahirnya plasenta setelah bayi lahir selama 30 menit, hal ini disebkan karena plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus namun belum dilahirkan dan belum lepasnya plasenta karena kurangnya His. Jika terjadi hal ini biasanya pasien akan mengeluh terjadinya perdarahan setelah beberapa hari melahirkan, atau
kurang lengkapnya plasenta saat melahirkan, untuk penatalaksanaanya pasien
diberikan oksitosin, ataupun dilakukan plasenta manual. Penanganan lebih dini akan mencegah terjadinya komplikasi seperti polip plasenta dan keganasan.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, Gary. 2006. Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta: EGC. Rustam, Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jakarta: EGC. Prawirohardjo, Sarwono.2010.Pelayanan Kesehatan Maternal.Edisi 1. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Varney, Helen. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4 Vol 2. Jakarta : EGC. http://khairul-anas.blogspot.com/2012/04/jenis-retensio-plasenta.html#ixzz2PPF8Xso3