RESUME BUKU ASPEK HUKUM DALAM BISNISPage i
RESUME BUKU
ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI & BISNIS
DISUSUN OLEH:
HERI SUANTOSA
NIM: 14622290
MATA KULIAH: ASPEK HUKUM DALAM BISNIS
DOSEN PENGASUH: AGUSTINUS SIHOMBING, S.H., M.H., M.A., M.Th.
KELAS P2
JURUSAN AKUNTANSI
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PEMBANGUNAN
TANJUNGPINANG
TAHUN AJARAN 2015/2016 GANJIL
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat rahmat dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah RESUME ASPEK HUKUM DALAM BISNIS dengan baik.
Dalam penulisan resume ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan resume ini berkat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
Bapak Agustinus Sihombing, S.H., M.H., M.A., M.Th. selaku dosen pengasuh mata kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis yang telah memberikan masukan dan sarannya yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Orang tua yang selalu memberikan dukungan dan dorongannya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Teman-teman mahasiswa yang juga telah memberi kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis juga menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya referensi yang ada sehingga penulis berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi penyempurnaan makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya dan para pembaca pada umumnya. Semoga materi yang disampaikan dalam makalah ini dapat menjadi sumbangan pemikiran dan tambahan pengetahuan bagi kita semua.
Tanjungpinang, Desember 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENGANTAR HUKUM BISNIS 1
Pengertian Ilmu Hukum, Hukum, dan Hukum Bisnis 1
Sistematika Hukum 1
Subyek dan Obyek Hukum 1
BAB II HUKUM PERIKATAN DAN PERJANJIAN 3
Perikatan dan Perjanjian 3
Asas Perjanjian 3
Syarat Sahnya Perjanjian serta Batal dan Pembatalan Perjanjian 4
Prestasi dan Wan Prestasi 4
Risiko dan Keadaan Memaksa (Overmatch) 5
BAB III ASPEK HUKUM BISNIS 6
Aspek Hukum Leasing 6
Aspek Hukum Waralaba 7
Aspek Hukum Asuransi 8
Aspek Hukum Perbankan 9
Aspek Hukum Penjaminan dan Pengikatannya 11
BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS MELALUI ARBITRASE
DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA 13
Sengketa Bisnis dan Cara Penyelesaian Sengketa Bisnis 13
Lembaga Penyelesaian Sengketa Bisnis 14
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa 14
Jenis Arbitrase 15
BAB V PERSEROAN TERBATAS 17
Pengertian dan Bentuk Hukum 17
Pendirian Perseroan Terbatas 17
Modal dan Saham 18
Organ Perseroan Terbatas 18
Tugas, Kewenangan, dan Tanggung Jawab Direksi 19
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan 20
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Pemisahan 20
Pemeriksaan Terhadap Perseroan 21
Pembubaran, Likuidasi, dan Berakhirnya Badan Hukum Perseroan 21
BAB VI KEPAILITAN DAN PENYUSUN KEWAJIBAN PEMBAYARAN
UTANG (PKPU) 23
Kepailitan 23
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) 26
BAB VII HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL 27
Pengertian Hak Kekayaan Intelektual 27
Cabang-cabang Hak Kekayaan Intelektual 27
IDENTITAS BUKU
PENGANTAR HUKUM BISNIS
Pengertian Ilmu Hukum, Hukum, dan Hukum Bisnis
Ilmu hukum adalah sebuah ilmu pengetahuan yang objeknya adalah hukum. Sedangkan hukum itu sendiri merupakan kumpulan kaidah atau norma tingkah laku yang dibuat oleh badan yang berwenang, berisi perintah dan larangan, bersifat memaksa dan terdapat sanksi yang tegas, serta berlaku untuk wilayah tertentu saja. Hukum bisnis (business law) adalah keseluruhan hukum positif yang mengatur hak dan kewajiban yang timbul dari berbagai perikatan dalam aktivitas bisnis.
Sistematika Hukum
Secara umum, hukum dibagi ke dalam dua kelompok yaitu hukum privat dan hukum publik. Apabila mempelajari aspek hukum yang mengatur aktivitas bisnis, maka hukum bisnis berada di kedua wilayah hukum, baik hukum privat maupun hukum publik. Namun demikian, hukum bisnis banyak berpedoman kepada ketentuan-ketentuan Hukum Perdata dalam kelompok hukum publik, terutama dalam aspek perjanjian atau perikatan.
Subyek dan Obyek Hukum
Subyek hukum menurut Abdul R. Saliman dalam Silondae (2010: 4-5) adalah sesuatu yang bertindak sebagai pendukung hak dan kewajiban, dan yang dapat menjadi subyek hukum antara lain:
Manusia atau orang pribadi (naturlijke persoon)
Subyek hukum orang berkaitan dengan persoalan kedewasaan seseorang. Sejak berlakunya Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, maka batasan kedewasaan seseorang adalah 18 tahun, namun jika telah menikah sebelum usia 18 tahun, maka dianggap telah dewasa.
Badan hukum (rechts persoon)
Badan hukum dianggap sebagai subyek hukum dan boleh melakukan perbuatan hukum sesuai dengan Undang-undang tentang badan hukum tersebut. Apabila ditinjau dari segi sifatnya, badan hukum terbagi menjadi:
Badan hukum publik, memiliki ruang lingkup wewenang dan tanggung jawab untuk kepentingan masyarakat luas. Contohnya Bank Indonesia dan Perum Pegadaian.
Badan hukum privat, memiliki lingkup wewenang dan tata cara pendirian khusus, serta untuk kepentingan pihak tertentu. Contohnya Perseroan Terbatas dalam berbagai aktivitas bisnis.
Sedangkan yang menjadi obyek hukum adalah segala sesuatu yang dapat di hak-i oleh subyek hukum, di mana obyek hukum dapat berupa benda dan/atau hak, serta dapat dikuasai atau dimiliki atau mempunyai hubungan hukum dengan subyek hukum.
HUKUM PERIKATAN DAN PERJANJIAN
Perikatan dan Perjanjian
Perikatan dan perjanjian merupakan dua hal yang berbeda. Secara umum, perbedaan yang dimaksud dapat dilihat dari sumber lahirnya sebuah perikatan. Perjanjian yang dibuat menerbitkan suatu perikatan antara orang yang membuat perjanjian. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.
Perikatan merupakan sesuatu yang sifatnya abstrak sedangkan perjanjian mengandung pengertian yang konkret. Hal ini karena kita tidak dapat melihat dengan panca indera suatu perikatan, sedangkan perjanjian dapat dilihat atau dibaca suatu bentuk perjanjian ataupun didengar perkataan yang berupa janji.
Asas Perjanjian
Ada tujuh jenis asas-asas umum hukum perjanjian yang harus diperhatikan oleh setiap pihak yang terlibat di dalamnya:
Asas sistem terbukanya hukum perjanjian—Setiap pihak yang membuat perjanjian memiliki kebebasan yang seluas-luasnya untuk membuat berbagai macam bentuk perjanjian sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-nilai sosial dan memiliki itikad baik.
Asas konsensualitas—Setiap perjanjian ada sejak adanya kesepakatan antara para pihak yang membuat perjanjian.
Asas personalitas—Tidak seorang pun dapat membuat perjanjian untuk kepentingan pihak lain.
Asas itikad baik—Semua perjanjian haruslah dibuat didasari oleh suasana batin yang memiliki itikad baik.
Asas Pacta sunt Servanda—Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Siapapun selain para pihak yang membuat perjanjian dilarang mencampuri isi perjanjian yang telah dibuat.
Asas Force majeur—Suatu sebab yang memaksa untuk membayar ganti rugi akibat tidak terlaksananya perjanjian.
Asas Exeptio non adiempleti contractus—Suatu pembelaan untuk dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi akibat tidak dipenuhinya perjanjian, dengan alasan pihak lain dalam perjanjian itu juga melakukan suatu kelalaian.
Syarat Sahnya Perjanjian serta Batal dan Pembatalan Perjanjian
Agar suatu perjanjian sah, maka diperlukan syarat sebagai berikut:
Syarat subyektif, terdiri dari adanya kesepakatan dan kecakapan para pihak yang membuat perjanjian.
Syarat obyektif, terdiri dari adanya obyek yang jelas dan adanya sebab yang dibenarkan oleh hukum.
Kesepakatan yang merupakan salah satu syarat subyektif dianggap tidak ada apabila perjanjian tersebut mengandung unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan. Sedangkan apabila perjanjian tidak memuat syarat obyektif, maka perjanjian tersebut batal demi hukum, artinya sejak perjanjian tersebut dibuat sudah dianggap tidak pernah ada tanpa proses pembatalan terlebih dahulu.
Prestasi dan Wan Prestasi
Suatu hubungan hukum yang lahir karena perjanjian melibatkan minimal dua pihak. Dalam hal ini, debitur wajib melakukan suatu prestasi, yang dikenal sebagai objek dari perikatan. Wan prestasi adalah suatu kondisi di mana seseorang tidak memenuhi, terlambat memenuhi, atau memenuhi kewajibannya tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan. Apabila seorang debitur melakukan wan prestasi, maka ada empat cara yang dapat dipilih oleh kreditur, yaitu:
Meminta pelaksanaan perjanjian walaupun sudah terlambat.
Meminta ganti kerugian saja.
Meminta perjanjian tetap dilaksanakan disertai permintaan ganti rugi.
Meminta kepada hakim untuk membatalkan perjanjian disertai tuntutan ganti rugi.
Risiko dan Keadaan Memaksa (Overmatch)
Yang dimaksud risiko dalam hukum perjanjian adalah kewajiban untuk memikul kerugian yang merupakan akibat dari peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak. Di dalam prakteknya dapat dikatakan, apabila terjadi kerugian, maka beban kerugian berada pada pihak sebagaimana isi perjanjian dibuat antara kreditur dan debitur.
Sedangkan Overmacht atau keadaan memaksa yaitu suatu keadaan di luar kekuasaan pihak debitur, yang tidak diketahui pada waktu perjanjian dibuat, yang menjadi dasar hukum untuk memaafkan kesalahan pihak debitur. Apabila terbukti adanya keadaan overmacht, maka pihak debitur akan bebas dari kewajiban menanggung risiko. Keadaan yang termasuk overmacht antara lain kebakaran, bencana alam, huru hara atau kondisi pribadi seperti jatuh miskin, sakit, dan keadaan yang membahayakan jiwa.
ASPEK HUKUM BISNIS
Aspek Hukum Leasing
Leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih (optie) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama.
Tidak ada peraturan yang secara khusus mengatur tentang leasing. Namun, peraturan mengenai leasing yang dapat dijadikan pedoman adalah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 dan berbagai peraturan lainnya sepanjang substansinya belum diatur dalam SK tersebut.
Di dalam kegiatan sewa guna usaha terdapat empat pihak, yaitu:
Lessor, adalah perusahaan leasing yang menyediakan barang modal atau fasilitas pembiayaan.
Lessee, adalah pihak atau nasabah yang membutuhkan barang modal atau memerlukan pembiayaan.
Supplier, adalah pihak yang memiliki atau bisa juga memproduksi barang modal yang diperlukan antara lessee dengan perantaraan lessor. Dalam hal tertentu, supplier dapat pula bertindak sebagai lessor.
Asuransi, adalah pihak perusahaan yang akan menanggung risiko apabila terjadi kerugian terhadap barang yang dijadikan obyek leasing.
Secara mendasar kegiatan leasing dibedakan menjadi dua, yaitu:
Finance leasing, merupakan bentuk sewa guna usaha yang kontraknya memiliki jangka waktu cukup panjang, dengan kontrak yang tidak dapat dibatalkan secara sepihak. Biaya pemeliharaan dan kerusakan ditanggung oleh lessee, dan pada akhir kontrak lessee diberikan hak opsi untuk membeli aset-aset yang disewanya dengan harga yang telah ditetapkan atau memperpanjang kontrak.
Operating lease, merupakan suatu bentuk leasing yang jangka waktu kontraknya relatif singkat, dan setiap saat dapat dibatalkan oleh lessee dengan pemberitahuan terlebih dahulu kepada lessor. Biaya pemeliharaan dan kerusakan ditanggung oleh lessor dan pada akhir kontrak lessee tidak diberikan hak opsi.
Aspek Hukum Waralaba
Waralaba adalah suatu istilah yang dipergunakan sebagai pengganti kata franchise. Dalam Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2007, waralaba adalah perikatan di mana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut, dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan atau jasa.
Di dalam perjanjian waralaba, terdapat dua pihak yang merupakan pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian yang dibuat. Pihak tersebut adalah pemberi waralaba atau franchisor dan penerima waralaba atau franchisee. Waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba.
Di dalam perjanjian waralaba selalu harus disebutkan masa perjanjian yaitu minimal 5 (lima) tahun, dan setiap penerima waralaba, baik penerima waralaba utama atau penerima waralaba lanjutan wajib mendaftarkan perjanjian waralabanya beserta keterangan tertulis kepada Departemen Perindustrian dan Perdagangan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung mulai tanggal berlakunya perjanjian waralaba.
Adapun beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari sistem waralaba, antara lain:
Pemberi waralaba tidak perlu mempersiapkan dana sebagai modal untuk meningkatkan kecepatan pertumbuhan usahanya.
Organisasi pewaralaba mampu memperluas jaringan usahanya secara lebih cepat, tanpa memerlukan modal yang besar.
Pewaralaba tidak perlu menyiapkan sumber daya yang banyak karena sumber daya manusia merupakan tanggung jawab masing-masing outlet.
Aspek Hukum Asuransi
Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, di mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti. Perjanjian asuransi akan dituangkan di dalam surat perjanjian yang disebut polis.
Asuransi semula diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD), namun dalam perkembangannya dikeluarkanlah Undang-undang Nomor 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian dan Peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun 1992 tentang penyelenggaraan usaha perasuransian.
Beberapa jenis asuransi antara lain:
Dilihat dari segi fungsinya, asuransi terdiri dari asuransi kerugian, asuransi jiwa (life insurance), dan reasuransi (reinsurance).
Dilihat dari segi kepemilikannya, bentuk asuransi antara lain asuransi milik pemerintah, asuransi milik swasta nasional, asuransi milik perusahaan asing, serta asuransi milik campuran.
Dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 1992, menyebutkan bentuk-bentuk usaha penunjang usaha asuransi, seperti:
Usaha pialang asuransi, yang memberikan jasa keperantaraan dalam penutupan asuransi dan penyelesaian ganti rugi asuransi dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung.
Usaha pialang reasuransi, yang memberikan jasa keperantaraan dalam penempatan asuransi dan penyelesaian ganti rugi reasuransi dengan bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi.
Usaha penilai kerugian asuransi, yang memberikan jasa penilaian terhadap kerugian pada obyek asuransi yang dipertanggungkan.
Usaha konsultan aktuaria, yang memberikan jasa konsultasi aktuaria.
Usaha agen asuransi, yang memberikan jasa keperantaraan dalam rangka pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama tertanggung.
Aspek Hukum Perbankan
Di dalam Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 pengertian bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Hukum perbankan adalah hukum positif yang bersumber dari ketentuan tertulis dan tidak tertulis yang mengatur segala sesuatu yang menyangkut ketatalaksanaan kelembagaan bank.
Secara umum, aktivitas bank meliputi tiga bidang, yaitu:
Menghimpun dana dari masyarakat, dalam bentuk simpanan giro, deposito, dan simpanan tabungan, kecuali bagi Bank Perkreditan Rakyat tidak boleh melakukan aktivitas menghimpun dana dalam bentuk giro.
Menyalurkan dana ke masyarakat dalam bentuk kredit investasi, modal kerja, dan kredit lainnya.
Memberikan jasa bank, seperti transfer, inkaso, kliring, safe deposit box, letter of credit, menerima setoran pembayaran pajak, dan sebagainya.
Selain asas demokrasi ekonomi, beberapa asas-asas dalam perbankan antara lain:
Asas kepercayaan (fiduciary principle), yaitu asas yang menyatakan usaha bank dilandasi hubungan kepercayaan antara bank dengan nasabah.
Asas kerahasiaan (confidential principle), yaitu asas yang mengharuskan bank merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan nasabah menurut kelaziman dunia perbankan.
Asas kehati-hatian (prudential principle), yaitu asas yang menyatakan bahwa bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya.
Jenis-jenis bank dapat dibedakan sebagai berikut:
Berdasarkan fungsinya, bank terdiri dari Bank Sentral, Bank Umum, dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Berdasarkan jenis usaha, bank terdiri dari Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Berdasarkan kepemilikannya, bank terdiri dari Bank Umum Milik Negara, Bank Swasta, Bank Campuran, dan Bank Milik Pemerintah Daerah.
Berdasarkan bentuk hukumnya, bank dapat berbentuk Perseroan Terbatas, Koperasi, dan Perusahaan Daerah.
Penggabungan adalah upaya yang biasa dilakukan oleh bank untuk memelihara tingkat kesehatan bank, atau bahkan lebih bertujuan untuk menguasai pasar. Beberapa jenis penggabungan yang biasa dilakukan, yaitu:
Merger, adalah penggabungan dua bank atau lebih dengan cara mempertahankan berdirinya salah satu bank dan membubarkan bank lainnya tanpa melikuidasi terlebih dahulu.
Konsolidasi, adalah penggabungan dari dua bank atau lebih dengan cara mendirikan bank baru dan membubarkan bank-bank tersebut.
Akuisisi, adalah pengambilalihan kepemilikan suatu bank yang berakibat pada beralihnya pengendalian terhadap bank.
Kerahasiaan bank tidak berlaku bagi nasabah dalam kasus berikut:
Untuk kepentingan perpajakan terkait keuangan nasabahnya.
Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada BUPN (Badan Urusan Piutang Negara).
Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana.
Dalam rangka tukar menukar informasi antar bank.
Untuk kepentingan pihak lain yang ditunjuk oleh nasabah untuk kepentingan penyelesaian kewarisan.
Kredit merupakan pinjaman yang diberikan oleh bank kepada nasabah sebagai pinjaman, dan dengan demikian berarti dana tersebut harus dikembalikan kepada bank sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Di sini jelas adanya hubungan kontraktual antara bank dengan nasabah. Dalam memberikan kredit, bank perlu memperhatikan dan melakukan penilaian terhadap 5C, antara lain character, capacity, capital, collateral dan condition of economy.
Hapusnya perikatan dalam perjanjian kredit dapat disebabkan oleh sepuluh hal, atara lain pembayaran, penawaran pembayaran tunai diikuti penyimpanan atau penitipan, pembaharuan hutang (novasi), penjumlahan hutang (kompensasi), pencampuran hutang, pembebasan hutang, musnahnya barang yang terutang, pembatalan, berlakunya syarat batal, dan lewat waktu.
Aspek Hukum Penjaminan dan Pengikatannya
Kredit tanpa jaminan sangat membahayakan posisi bank, mengingat apabila nasabah mengalami suatu kemacetan, maka akan sulit bagi bank untuk menutupi kerugian terhadap kredit yang disalurkan. Oleh karena itu, agar kredit sebaiknya diberikan dengan adanya jaminan. Agar jaminan tersebut secured, maka harus diadakan perjanjian pengikatan. Secara garis besar, lembaga jaminan yang ada di Indonesia dapat dikenali menurut:
Cara terjadinya, yaitu yang lahir karena Undang-undang dan perjanjian.
Sifatnya, yaitu yang termasuk jaminan umum jaminan khusus maupun yang bersifat kebendaan perorangan.
Obyeknya, yaitu benda bergerak dan benda tidak bergerak.
Kewenangan menguasai benda jaminan, terdiri dari yang menguasai bendanya, dan yang menguasai benda jaminannya.
Ada tiga jenis pengikatan dalam perihal jaminan, antara lain:
Fiducia. Fiducia adalah pengalihan hak kepada kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Perjanjiannya bersifat accessoir, yang akan dihapus jika perjanjian pokoknya yaitu peminjaman uang hapus atau dilunasi.
Hak tanggungan atas tanah. Hak tanggungan merupakan hak jaminan di mana obyeknya adalah tanah beserta benda-benda yang ada di atasnya atau tidak untuk pelunasan hutang tertentu, bersifat accesoir, memberikan kedudukan didahulukan atau diutamakan untuk kreditor tertentu dan pemberian hak tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Gadai. Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seseorang atas suatu benda bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seseorang yang berhutang, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan. Saat ini gadai sudah sedemikian berkembang, yaitu dengan berkembangnya lembaga keuangan pegadaian, yang merupakan lembaga keuangan yang menerima gadai dengan jaminan dalam bentuk benda bergerak.
PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS MELALUI ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA
Sengketa Bisnis dan Cara Penyelesaian Sengketa Bisnis
Mengingat kegiatan bisnis semakin meningkat dari hari ke hari, maka tidak mungkin dihindari terjadinya sengketa (dispute) di antara pihak yang terlibat. Sengketa bisnis merupakan sengketa yang timbul di antara pihak-pihak yang terlibat dalam berbagai macam kegiatan bisnis atau perdagangan.
Cara penyelesaian sengketa bisnis, dapat dipandang dari dua sudut, antara lain:
Dari sudut pandang pembuat keputusan:
Adjudikatif—Mekanisme penyelesaian yang ditandai di mana kewenangan pengambilan keputusan dilakukan oleh pihak ketiga dalam sengketa di antara para pihak.
Konsensual (kompromi)—Cara penyelesaian sengketa secara kooperatif untuk mencapai penyelesaian bersifat win-win solution.
Quasi adjudikatif—Merupakan kombinasi antara unsur konsensual dan adjudikatif.
Dari sudut prosesnya:
Litigasi (ordinary court/court settlement)—Merupakan mekanisme penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan dengan menggunakan pendekatan hukum (law approach).
Non litigasi (extra ordinary court/ out of court settlement)—Merupakan mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan dan tidak menggunakan pendekatan hukum formal.
Lembaga Penyelesaian Sengketa Bisnis
Adapun lembaga penyelesaian sengketa bisnis di Indonesia antara lain Pengadilan Umum, Pengadilan Niaga, Arbitrase, serta penyelesaian sengketa alternatif melalui mekanisme negosiasi, mediasi, konsiliasi, konsultasi, dan penilaian ahli.
Pengadilan Umum
Pengadilan Umum merupakan lembaga pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia yang bertugas dan berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat pertama.
Pengadilan Niaga
Pengadilan Niaga adalah pengadilan khusus yang berada di lingkungan pengadilan umum yang mempunyai kompetensi untuk memeriksa dan memutuskan Permohonan Pernyataan Pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), serta sengketa Hak Kekayaan Intelektual (Hak Cipta, Merek, dan Paten).
Terdapat persamaan karakteristik antara Pengadilan Umum (litigasi) dan Pengadilan Niaga, antara lain:
Prosesnya sangat formal.
Keputusan dibuat pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara (majelis hakim).
Para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan.
Sifat keputusan memaksa dan mengikat (coercive and binding).
Orientasi pada fakta hukum (fact orientation).
Proses persidangan bersifat terbuka
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
Arbitrase berasal dari kata arbiter yang berarti wasit, sehingga menurut Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh pihak yang bersengketa.
Beberapa prinsip di dalam arbitrase antara lain:
Penyelesaian sengketa dilakukan di luar pengadilan.
Keinginan untuk menyelesaikan sengketa harus didasarkan atas kesepakatan tertulis yang dibuat pihak yang bersengketa.
Sengketa yang dapat diselesaikan hanyalah sengketa dalam bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
Para pihak yang bersengketa mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam mengemukakan pendapat masing-masing.
Arbiter atau majelis arbitrase mengambil putusan berdasarkan ketentuan hukum, atau berdasarkan keadilan dan kepatutan.
Putusan diucapkan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak pemeriksaan ditutup.
Putusan arbitrase bersifat final and binding artinya final dan mempunyai kekuatan hukum tetap serta mengikat.
Dalam hal para pihak tidak melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela, putusan dilaksanakan berdasarkan perintah Ketua Pengadilan Negeri atas permohonan salah satu pihak yang bersengketa.
Ada dua bentuk klausula arbitrase, antara lain:
Pactum de compromittendo, yang maksudnya adalah adanya kesepakatan bagi para pihak yang membuat perjanjian untuk di kemudian hari apabila terjadi sengketa akan diselesaikan melalui arbitrase.
Acta compromise adalah adanya kesepakatan bagi kedua pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya melalui arbitrase, namun kesepakatan muncul setelah terjadinya sengketa.
Jenis Arbitrase
Jenis arbitrase dibedakan menjadi dua yaitu:
Arbitrase ad hoc atau arbitrase volunteer yaitu arbitrase yang dibentuk secara khusus untuk menyelesaikan atau memutus perselisihan tertentu. Apabila sengketa telah diputus, arbitrase akan lenyap dengan sendirinya.
Arbitrase institusional, yaitu merupakan lembaga atau badan arbitrase yang bersifat permanen, yang sengaja didirikan untuk menyelesaikan sengketa bagi mereka yang ingin menyelesaikan sengketa di luar pengadilan.
Selain itu, terdapat pula beberapa alternatif penyelesaian sengketa lainnya (Alternative Dispute Resolution/ADR):
Negosiasi (negotiation)
Negosiasi berasal dari kata latin negotium yang berarti kegiatan atau usaha yang dapat didefinisikan sebagai kegiatan atau usaha yang merujuk pada bentuk tawar menawar atau berunding dengan sudut pandang untuk mencapai kesepakatan. Dalam mekanisme negosiasi, penyelesaian sengketa dilakukan dalam bentuk pertemuan langsung oleh dan di antara para pihak yang bersengketa tanpa melibatkan orang ketiga dengan jangka waktu yang diberikan selama 14 (empat belas) hari.
Mediasi (mediation)
Mediasi adalah salah satu mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui perundingan yang melibatkan pihak ketiga yang bersifat netral dan tidak memihak. Pihak ketiga (mediator) membantu para pihak yang bersengketa untuk mengidentifikasi isu-isu yang diperdebatkan mencapai suatu kesepakatan.
Konsiliasi (conciliation)
Konsiliasi adalah suatu proses di mana para pihak dalam suatu konflik, dengan bantuan suatu pihak ketiga netral (konsiliator), mengidentifikasi masalah, menciptakan pilihan-pilihan, dan mempertimbangkan pilihan penyelesaian.
Penilaian ahli (expert appraisal)
Penilaian ahli adalah suatu proses yang menghasilkan suatu pendapat objektif, independen, dan tidak memihak atas fakta-fakta atau isu-isu yang dipersengketakan, oleh seorang ahli yang ditunjuk oleh para pihak yang bersengketa.
PERSEROAN TERBATAS
Pengertian dan Bentuk Hukum
Menurut Undang-undang No. 40 tahun 2007, yang dimaksud Perseroan Terbatas (PT) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Dalam pasal 1 ayat 1 Undang-undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ditegaskan bahwa bentuk hukum PT adalah badan hukum. Sebagai suatu badan hukum, maka tanggung jawab pemilik atau pemegang saham adalah terbatas, maksudnya pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar setoran atas seluruh saham yang dimilikinya dan tidak meliputi harta kekayaan pribadinya.
Pendirian Perseroan Terbatas
Adapun prosedur pendirian Perseroan Terbatas antara lain:
Pembuatan akte pendirian oleh notaris. Para pendiri menghadap notaris untuk membuat akte otentik pendirian suatu Perseroan Terbatas.
Pengesahan oleh Menteri di bidang Hukum dan HAM. Akte pendirian diajukan kepada Menteri Hukum dan HAM untuk mendapat pengesahan dari pemerintah paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak ditandatangani akta pendirian.
Pendaftaran Perseroan, diselenggarakan oleh Menteri Hukum dan HAM, yang memuat data-data tentang Perseroan.
Pengumuman di dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, paling lambat 14 (empat belas) hari sejak diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan sebagai badan hukum.
Modal dan Saham
Modal dasar Perseroan Terbatas terdiri atas seluruh nilai nominal saham, dengan modal paling sedikit adalah Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah). Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya. Dalam hal penyetoran modal saham dilakukan dalam bentuk lain, penilaian setoran modal saham ditentukan berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan sesuai dengan harga pasar oleh ahli yang tidak terafiliasi dengan Perseroan.
Penambahan modal Perseroan dilakukan berdasarkan persetujuan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Keputusan RUPS untuk penambahan modal dasar adalah adalah sah apabila dilakukan dengan memperhatikan persyaratan kuorum dan jumlah suara setuju untuk perubahan anggaran dasar sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang PT.
Saham dalam Perseroan Terbatas memberikan hak kepada pemiliknya antara lain:
Hak untuk dicatat dalam daftar pemegang saham.
Hak untuk menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS.
Hak untuk menerima dividen yang dibagikan.
Hak untuk menerima sisa kekayaan hasil likuidasi.
Organ Perseroan Terbatas
Organ Perseroan Terbatas terdiri dari:
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), adalah organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-undang atau anggaran dasar, di mana wewenang tersebut antara lain:
Mengangkat dan memberhentikan anggota Direksi dan Komisaris.
Menyetujui penggabungan, peleburan, pengambilalihan, serta pemisahan.
Menyetujui pengajuan permohonan pailit.
Menyetujui perpanjangan jangka waktu berdirinya Perseroan.
Mengubah anggaran dasar.
Membubarkan Perseroan.
Dewan Komisaris, adalah organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi. Pengawasan dan pemberian nasihat dilakukan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Dalam menjalankan tugas pengawasan, Dewan Komisaris dapat membentuk komite, yang anggotanya seorang atau lebih adalah anggota Dewan Komisaris.
Direksi, adalah organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
Tugas, Kewenangan, dan Tanggung Jawab Direksi
Direksi jika dilihat dari tugas dan wewenangnya, maka direksi mempunyai fungsi ganda, yaitu fungsi kepengurusan dan fungsi perwakilan. Prinsip Fiduciary Duties, yaitu prinsip yang lahir karena tugas dan kedudukan yang dipercayakan kepadanya oleh Perseroan. Ada tiga unsur penting dalam prinsip Fiduciary Duties:
Duty of skills and care, adalah prinsip yang merujuk kepada kemampuan serta kehati-hatian tindakan direksi.
Duty of loyalty, adalah prinsip yang merujuk kepada itikad baik dari direksi untuk bertindak hanya demi kepentingan dan tujuan Perseroan.
Corporate opportunity, adalah prinsip untuk tidak mengambil keuntungan pribadi atas suatu kesempatan yang sebenarnya menjadi peluang bagi perusahaan.
Setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya. Namun, direksi yang dipersalahkan melanggar prinsip kehati-hatian, loyalitas, dan untuk kepentingan Perseroan dapat mengajukan pembelaan menurut Business Judgment Principle (keputusan bisnis yang tulus dan dibuat berdasarkan itikad baik).
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
Pasal 74 ayat (1) Undang-undang PT mewajibkan Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Corporate Social Responsibility).
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Pemisahan
Penggabungan (merger) adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum. Beberapa alasan dan tujuan dilakukan penggabungan antara lain memperluas pangsa pasar, menghemat biaya distribusi, diversifikasi (penganekaragaman jenis usaha), mengurangi biaya Research and Development (R&D), pertimbangan finansial, dan pertimbangan sumber daya manusia.
Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua Perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan yang meleburkan diri dan status badan hukum Perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum.
Pengambilalihan (akuisisi) adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut.
Sedangkan pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perseroan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada dua Perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada satu Perseroan atau lebih.
Pemeriksaan Terhadap Perseroan
Pemeriksaan terhadap Perseroan dapat dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data atau keterangan dalamhal terdapat dugaan bahwa:
Perseroan melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan pemegang saham atau pihak ketiga.
Anggota Direksi atau Dewan Komisaris melakukan perbuatan melanggar hukum yang merugikan Perseroan atau pemegang saham atau pihak ketiga.
Pemeriksaan dilakukan dengan mengajukan permohonan secara tertulis beserta alasannya ke Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan.
Pembubaran, Likuidasi, dan Berakhirnya Badan Hukum Perseroan
Pembubaran Perseroan terjadi ketika:
Berdasarkan keputusan RUPS.
Karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir.
Berdasarkan penetapan pengadilan.
Dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi.
Karena dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kewajiban likuidator dalam melakukan pemberesan harta kekayaan Perseroan dalam proses likuidasi meliputi pelaksanaan:
Pencatatan dan pengumpulan kekayaan dan utang Perseroan.
Pengumuman dalam Surat Kabar dan Berita Negara mengenai rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi.
Pembayaran kepada para kreditur.
Pembayaran sisa kekayaan hasil likuidasi kepada pemegang saham.
Tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan.
KEPAILITAN DAN PENYUSUN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (KPPU)
Kepailitan
Kepailitan diartikan sebagai sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas. Dasar hukum berlakunya Hukum Kepailitan di Indonesia terdapat di dalam Undang-undang No.37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Ada beberapa tujuan hukum kepailitan (bankruptcy law), antara lain:
Menjamin pembagian yang sama terhadap harta kekayaan debitur di antara para krediturnya.
Mencegah agar para debitur tidak melakukan perbuatan yang dapat merugikan kepentingan para kreditur.
Memberikan perlindungan kepada debitur yang beritikad dari pada krediturnya, dengan cara memperoleh pembebasan hutang.
Ada beberapa asas yang sejalan dengan yang seharusnya dianut oleh suatu Undang-undang kepailitan yang baik:
Asas keseimbangan. Di satu pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitur yang tidak jujur dan kreditur yang tidak beritikad baik.
Asas kelangsungan usaha. Terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan debitur yang prospektif tetap dilangsungkan.
Asas keadilan. Ketentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang berkepentingan.
Asas integrasi. Sistem hukum formil dan materiilnya merupakan kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional.
Permohonan pailit seorang debitur harus memenuhi syarat-syarat:
Debitur mempunyai sedikitnya dua hutang dari dua atau lebih kreditur.
Debitur tidak melunasi sedikitnya satu hutang kepada salah satu krediturnya.
Utang yang tidak dibayar lunas itu haruslah hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih (due/expired and payable).
Sedangkan pihak-pihak yang berhak mengajukan permohonan pailit, antara lain:
Kreditur. Kreditur dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta debitur dan haknya untuk didahulukan.
Debitur sendiri. Seorang debitur dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap dirinya (voluntary petition) apabila memenuhi syarat-syarat permohonan pailit seorang debitur.
Kejaksaan untuk kepentingan umum. Kejaksaan dapat mengajukan permohonan pailit dengan alasan untuk kepentingan negara dan/atau masyarakat luas telah dipenuhi.
Bank Indonesia. Dalam hal debitur adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia, didasarkan pada penilaian kondisi keuangan dan perbankan secara keseluruhan.
Badan Pengawas Pasar Modal—LK (BAPEPAM-LK). Dalam hal debitur adalah perusahaan efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal.
Putusan atas Permohonan Pernyataan Pailit dan hal-hal lain yang berkaitan ditetapkan oleh Pengadilan Niaga, yaitu yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum debitur. Upaya hukum yang dapat diajukan terhadap putusan atas pernyataan permohonan pailit adalah kasasi ke Mahkamah Agung, paling lambat 8 (delapan) hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan, dengan mendaftarkan kepada Panitera Pengadilan yang telah memutuskan permohonan pernyataan pailit.
Putusan pailit mengakibatkan harta kekayaan debitur sejak putusan itu dikeluarkan oleh hakim, dimasukkan ke dalam harta pailit. Kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitur pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan.
Dalam hukum kepailitan berlaku suatu asas hukum perdata, yaitu Actio Pauliana yaitu hak yang diberikan Undang-undang kepada seorang kreditur untuk mengajukan permohonan pembatalan segala perbuatan yang tidak diwajibkan untuk dilakukan debitur terhadap harta kekayaannya yang diketahui oleh debitur perbuatan tersebut merugikan kreditur, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.
Tugas untuk melakukan pengurusan harta pailit dilakukan oleh kurator, di mana kurator yang dimaksud adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitur pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas.
Dalam melaksanakan tugasnya, kurator:
Tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitur, meskipun dalam keadaan di luar kepailitan persetujuan atau pemberitahuan demikian disyaratkan.
Dalam melakukan pinjaman dari pihak ketiga, hanya dalam rangka meningkatkan harta pailit.
Segera setelah kepada kreditur yang telah dicocokkan piutangnya, dibayarkan dalam jumlah penuh piutang mereka, atau segera setelah daftar pembagian penutup menjadi pengikat maka berakhirlah kepailitan. Kurator selanjutnya wajib untuk:
Membuat pengumuman berakhirnya kepailitan dalma Berita Negara.
Memberikan pertanggungjawaban kepada Hakim Pengawas paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya kepailitan.
Menyerahkan bukti dokumen kepada debitur dengan tanda bukti penerimaan yang sah.
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (KPPU)
Ada dua cara yang disediakan Undang-undang Kepailitan dan PKPU agar debitur terhindar dari ancaman harta kekayaannya:
Mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Suspension of Payment and Surseance van Betalingen). Tujuan PKPU adalah untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditur. Pengajuan PKPU dapat dilakukan sebelum atau pada waktu pengajuan permohonan pailit.
Mengadakan perdamaian antara debitur dengan para krediturnya setelah debitur dinyatakan pailit oleh pengadilan. Apabila perdamaian tercapai, maka kepailitan debitur yang telah diputuskan oleh pengadilan berakhir.
Pihak-pihak yang berhak mengajukan PKPU antara lain:
Debitur. Debitur yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar hutang-hutangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utangnya kepada kreditur.
Kreditur. Kreditur yang memperkirakan bahwa debiturnya tidak dapat melanjutkan membayar hutangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon agar kepada debitur diberi Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, untuk memungkinkan debitur mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utangnya kepada kreditur.
Apabila Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang telah disetujui, penundaan tersebut dan perpanjangannya tidak boleh melebihi 270 (dua ratus tujuh puluh) hari setelah putusan PKPU sementara diucapkan. Selama Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang berlangsung, terhadap debitur tidak dapat diajukan permohonan pailit. Debitur tidak dapat dipaksa membayar utang dan semua tindakan eksekusi yang telah mulai untuk memperoleh pelunasan hutang, harus ditangguhkan.
HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Pengertian Hak Kekayaan Intelektual
Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Right) menurut Abdrew Steward adalah sekumpulan hak yang diberikan oleh hukum untuk melindungi investasi ekonomi dan usaha-usaha kreatif. Adapun Hak Kekayaan Intelektual (HKI) selalu mengandung tiga unsur:
Mengandung hak eksklusif yang diberikan oleh hukum.
Hal tersebut berkaitan dengan usaha manusia yang didasarkan pada kemampuan intelektual.
Kemampuan intelektual tersebut memiliki nilai ekonomi.
Cabang-cabang Hak Kekayaan Intelektual
Hak kekayaan intelektual yang dianut di Indonesia mengenal tujuh cabang, yaitu:
Hak Cipta (Copyright)
Pengaturan Hak Cipta di Indonesia diatur dalam Undang-undang No.19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Adapun yang dimaksud Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan yang berlaku.
Dalam pasal 12 ayat 1 Undang-undang Hak Cipta, disebutkan berbagai ciptaan yang dilindungi mencakup:
Buku, program komputer, pamflet, layout karya tulis yang diterbitkan.
Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan yang sejenis dengan itu.
Alat peraga yang dibuat untuk pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Lagu atau musik dengan atau tanpa teks.
Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomin.
Seni rupa dalam segala bentuk, seperti seni lukis, kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase dan seni terapan.
Arsitektur dan peta.
Fotografi dan sinematografi.
Terjemahan, tafsir saduran, dan karya lain hasil pengalihwujudan.
Terdapat juga pembatasan atas hak cipta, di mana tidak ada hak cipta atas hasil rapat terbuka lembaga-lembaga negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pejabat pemerintah, serta keputusan arbitrase atau keputusan badan sejenis lainnya.
Beberapa perbuatan yang tidak dapat dituntut melanggar hak cipta:
Mengumumkan dan/atau memperbanyak lambang negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli.
Mengumumkan dan/atau memperbanyak segala sesuatu yang diumumkan dan/atau diperbanyak oleh pemerintah, kecuali apabila Hak Cipta itu dinyatakan dilindungi.
Pengambilan berita aktual baik sebagian atau seluruhnya dari kantor berita atau sumber sejenis lainnya dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.
Tidak dianggap pelanggaran Hak Cipta dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau diumumkan adalah:
Penggunaan ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, laporan atau kritik dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya.
Pengambilan ciptaan pihak lain guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar pengadilan.
Pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian guna keperluan pertunjukkan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan tidak merugikan kepentingan wajar dari penciptanya.
Perbanyakan suatu ciptaan selain program konputer secara terbatas, hanya untuk keperluan aktivitasnya.
Perubahan yang dilakukan atas pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur.
Pembuatan salinan cadangan suatu program komputer yang dilakukan hanya untuk digunakan sendiri.
Dalam hal adanya ciptaan yang tidak dikenal penciptanya, maka berlaku:
Negara memegang hak cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya.
Negara memegang hak cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, kaligrafi, dan karya lainnya.
Untuk hak cipta atas ciptaan seperti buku dan karya tulis, segala bentuk seni rupa, lagu atau musik, ceramah dan pidato, serta terjemahan dan saduran berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia. Sedangkan, hak cipta atas ciptaan program komputer, sinematografi, fotografi dan pengalihwujudan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan. Adapun Sanksi pidana bagi pelanggaran hak cipta:
Barang siapa memperbanyak atau mengumumkan suatu ciptaan tanpa izin pencipta atau pemegang hak ciptanya dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000 (lima miliar rupiah).
Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyakRp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
Ada 7 prinsip utama di dalam Undang-undang Hak Cipta:
Hak Cipta melindungi perwujudan ide, bukan ide itu sendiri.
Hak Cipta tidak memerlukan pendaftaran untuk mendapatkan perlindungan hukum.
Hak Cipta bersifat original dan pribadi.
Ada pemisahan antara kepemilikan fisik dengan hak yang terkandung dalam suatu benda.
Jangka waktu perlindungan Hak Cipta bersifat terbatas.
Pasal-pasal pidana dalam Undang-undang Hak Cipta bersifat delik biasa.
Perlindungan Hak Cipta berlaku terhadap warga negara asing yang terlibat dalam perjanjian yang sama.
Hak Paten (Patent)
Dasar hukum berlakunya hukum Paten di Indonesia terletak pada Undang-undang No.14 tahun 2001 tentang Paten. Yang dimaksud Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Paten tidak diberikan untuk invensi tentang:
Proses atau produk yang penggunaan dan pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, moralitas agama, ketertiban umum atau kesusilaan.
Metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan, dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan.
Teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika.
Semua makhluk hidup, kecuali jasad renik dan proses biologis yang esensial untuk tanaman dan hewan.
Suatu invensi atau penemuan dapat diberi Paten apabila invensi tersebut mengandung unsur novalty (kebaruan), inventive steps (langkah-langkah inventif), dan industrial applicable (dapat diterapkan dalam industri). Setiap invensi berupa produk atau alat yang baru dan mempunyai nilai kegunaan praktis disebabkan oleh bentuk, konfigurasi, atau komponennya dapat memperoleh perlindungan hukum dalam bentuk Paten Sederhana.
Paten diberikan jangka waktu selama 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang. Sedangkan paten sederhana diberikan jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang.
Adapun sanksi pidana bagi pelanggaran hak paten:
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak pemegang Paten dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak pemegang Paten Sederhana dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Secara garis besar, ada beberapa prinsip dalam Undang-undang Paten:
Paten hanya terkait invensi di bidang teknologi yang berisikan pemecahan masalah.
Perlindungan hukum terhadap invensi di bidang teknologi ini didasarkan atas permohonan.
Pendaftaran Paten bersifat teritorial.
Sistem pendaftaran Paten yang dianut Undang-undang Paten adalah sistem pendaftar pertama.
Paten dapat dialihkan kepemilikannya melalui berbagai cara seperti pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab-sebab lain yang dibenarkan peraturan perundang-undangan.
Pengadilan Niaga mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan perkara pelanggaran Paten di bidang perdata.
Tindak pidana dalam Undang-undang Paten adalah delik aduan.
Merek (Trademark)
Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Merek dirumuskan bahwa Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda yang digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa.
Pemilik suatu Merek akan mendapatkan perlindungan hukum sebagai pemilik hak atas Merek apabila Merek tersebut didaftarkan di Direktorat Jenderal HKI Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia:
Suatu Merek dapat didaftarkan apabila memenuhi syarat adanya Substantial Distinctiveness (Daya Pembeda) dan Originality.
Suatu Merek tidak dapat didaftarkan apabila permohonan diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik, Merek mengandung unsur yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, moralitas agama, kesusilaan, dan ketertiban umum; tidak memiliki daya pembeda; telah menjadi milik umum; dan merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohon pendaftarannya.
Suatu Merek harus ditolak pendaftarannya apabila mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek pihak lain sejenis yang sudah terdaftar dahulu, merek yang sudah terkenal, dan indikasi geografis.
Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal penerimaan pendaftaran dan jangka waktu perlindungan tersebut dapat diperpanjang.
Adapun sanksi pidana bagi pelanggaran Merek adalah:
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000 (delapan ratus juta rupiah).
Ada beberapa prinsip dalam Undang-undang Merek Indonesia:
Merek merupakan sebuah tanda yang membedakan sebuah produk barang atau jasa dengan produk barang atau jasa lain yang sejenis.
Perlindungan Merek diberikan dengan pendaftaran.
Pihak yang mengajukan permohonan pendaftaran Merek dapat orang maupun badan hukum.
Permohonan merek dapat diperpanjang asalkan permohonan dilakukan dua belas bulan sebelum jangka waktu berakhir.
Undang-undang Merek menganut asas pendaftar pertama.
Undang-undang Merek menganut prinsip pemohon Merek yang beritikad baik.
Untuk mempercepat penyelesaian perkara Merek, putusan Pengadilan Niaga hanya data diajukan kasasi.
Undang-undang Merek menyandarkan proses tuntutan pidana berdasarkan prinsip delik aduan.
IDENTITAS BUKU
JUDUL BUKU : ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI & BISNIS
EDISI : REVISI
PENULIS : ARUS AKBAR SILONDAE, S.H., LL.M.
ANDI FARIANA FATHOEDDIN, S.H., M.H.
TAHUN TERBIT : 2010
KOTA TERBIT : JAKARTA
PENERBIT : MITRA WACANA MEDIA
WARNA SAMPUL : HIJAU
TEBAL HALAMAN : 228 HALAMAN
RESUME BUKU ASPEK HUKUM DALAM BISNISPage 33