REHABILITASI MEDIK PADA STROKE
Rehabilitasi medik pada stroke dapat dimulai sedini mungkin. Tetapi harus dibedakan antara rehabilitasi dengan mobilisasi. Program mobilisasi merupakan bagian dari program rehabilitasi. Early rehabilitation tidak rehabilitation tidak sama dengan early mobilitation. mobilitation. Early rehabilitation dapat diberikan diberikan sedini sedini mungkin mungkin untuk mencegah komplikasi lebih lanjut, sedangkan sedangkan early mobilitation mobilitation harus menunggu sampai kondisi stabil. Adapun tingkatan waktu dari stroke dibagi menjadi : - fase hiperakut
: waktu 6 jam pertama dari dimulaina onset serangan stroke
- fase akut
: waktu 6 jam sampai ! minggu serangan stroke.
Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien belum stabil, umumna dalam perawatan di rumah sakit, bisa di ruang rawat biasa ataupun di unit stroke. "ibandingkan dengan perawatan di ruang rawat biasa, pasien ang di rawat di unit stroke memberikan outcome ang lebih baik. Pasien menjadi lebih mandiri, lebih mudah kembali dala m kehidupan sosialna di masarakat dan mempunai kualitas hidup ang lebih baik. - fase subakut
: waktu ! minggu sampai #-6 bulan.
Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien umumna sudah stabil dan diperbolehkan kembali ke rumah, kecuali bagi pasien ang memerlukan penanganan rehabilitasi ang intensif. $ebagian kecil %sekitar &'() pasien pulang dengan gejala sisa ang sangat ringan, dan sebagian kecil lainna %sekitar &'() pasien pulang dengan gejala sisa ang sangat berat dan memerlukan perawatan orang lain sepenuhna. *amun sekitar +'( pasien pulang dengan gejala sisa ang berariasi beratna dan sangat memerlukan interensi rehabilitasi agar dapat kembali mencapai kemandirian ang optimal. Rehabilitasi pasien stroke fase subakut dan kronis mungkin dapat ditangani oleh pelaanan kesehatan primer. Pada fase subakut pasien diharapkan mulai kembali untuk belajar melakukan aktiitas dasar merawat diri dan berjalan. "engan atau tanpa rehabilitasi, sistim saraf otak akan melakukan reorganisasi setelah stroke. Reorganisasi otak ang terbentuk tergantung sirkuit jaras otak ang paling sering digunakan atau tidak digunakan. elalui rehabilitasi, reorganisasi otak ang terbentuk diarahkan agar mencapai kemampuan fungsional optimal ang dapat dicapai oleh pasien, melalui sirkuit ang memungkinkan gerak ang lebih terarah dengan menggunakan energitenaga seefisien mungkin. /al tersebut dapat tercapai melalui terapi latihan ang terstruktur, dengan pengulangan secara kontinu serta mempertimbangkan kinesiologi dan biomekanik gerak.
- fase kronik
: waktu lebih dari 6 bulan
Program latihan untuk stroke fase kronis tidak banak berbeda dengan fase sebelumna. /ana dalam fase ini sirkuit-sirkuit gerakaktiitas sudah terbentuk, membuat pembentukan sirkuit baru menjadi lebih sulit dan lambat. /asil latihan masih tetap dapat berkembang bila ditujukan untuk memperlancar sirkuit ang telah terbentuk sebelumna, membuat gerakan semakin baik dan penggunaan tenaga semakin efisien. 0atihan endurans dan penguatan otot secara bertahap terus ditingkatkan, sampai pasien dapat mencapai aktiitas aktif ang optimal. Tergantung pada beratna stroke, hasil luaran rehabilitasi dapat mencapai berbagai tingkat seperti mandiri penuh dan kembali ke tempat kerja seperti sebelum sakit, mandiri penuh dan bekerja namun alih pekerjaan ang lebih ringan sesuai kondisi, mandiri penuh namun tidak bekerja, aktiitas sehari-hari perlu bantuan minimal dari orang lain, atau aktiitas sehari-hari sebagian besar atau sepenuhna dibantu orang lain.
Tujuan dari rehabilitasi medik pada stroke akut adalah untuk meminimalkan disabilitas serta untuk memfasilitasi pemulihan fungsional ang optimal, memelihara fungsi ital dan mengoptimalkan hemostatis fisiologi dan mengidentifikasi serta mencegah komplikasi dini karena impairment akibat stroke dan tirah baring %deconditioning ) serta membantu penderita kembali berintegrasi dengan lingkunganna. Prinsip dari manajemen rehabilitasi medik pada stroke fase akut adalah mengetahui diagnosis dan tipe stroke dengan pasti antara stroke hemoragik dan non hemoragik, mengetahui dampak impaiment, disabilitas, dan handicap, menentukan prognosis,mengoptimalkan kesembuhan dengan membuat perfusi ulang ke otak dengan segera pada pasien dengan stroke non hemoragik, mengantisipasi dan menjaga komplikasi stroke, memulai rehabilitasi dengan segera dan melanjutkan rehabilitasi jangka panjang. "ampak dari tirah baring dan stroke dapat menebabkan ital kapasitas, residual olume, dan konsumsi oksigen rendah, ang berakibat gangguan entilasi perfusi dan disfungsi pernafasan. "ampak lebih lanjut mengakibatkan perfusi ke otak menurun dan meningkatkan impairment. Pemulihan neurologis dan fungsional stroke dipengaruhi oleh dampak dari stroke dan tirah baring. "engan rehabilitasi dan mobilisasi dini ang baik akan dapat memperbaiki pemulihan neurologis dan fungsional serta mencegah impairment ang berat. Rehabilitasi medik tidak diberikan pada stroke fase hiperakut %waktu 6 jam pertama dari dimulaina onset serangan stroke). Rehabilitasi medik berupa proper bed positioning , penanganan disfagia untuk mencegah aspirasi dan penanganan problem respirasi dapat diberikan sedini mungkin setelah fase hiperakut. Rehabilitasi medik pada stroke dapat dibagi menjadi dua fase akni fase awal dimana Rehabilitasi ditujukan untuk mencegah komplikasi tirah baring lama. Penempatan posisi ang benar-benar penting untuk mencegah kontraktur dan ulkus dekubitus dan fase lanjut dimana penderita dilatih untuk lebih aktif dengan cara melatih anggota gerak dan melakukan latihan ambulasi. 1ntuk mobilisasi % early mobilitation) belum dapat diberikan. Pada $troke *on /emoragik mobilisasi baru boleh diberikan setelah ! 2 !3 jam, dengan kondisi hemodinamik stabil. Pada $troke /emoragik harus lebih hati-hati mengingat dapat terjadina stroke in eolution. Pada progressing stroke menunggu sampai completed stroke. obilisasi dini dapat diberikan jika keadaan hemodinamik stabil, pada hari ke 4 % lewat hari keempat 56 jam ) dengan tetap memberikan monitor terhadap tanda ital. Tilt bed #'' dapat memperbaiki sirkulasi dan respirasi %irawan, !''5).
Panduan program rehabilitasi medik paska stroke iskemik, stabil tanpa komplikasi meliputi %$ubadi, !''+) : /ari &-# : - Posisi di tempat tidur ang benar (proper bed positioning) - encegah dekubitus pada tempat-tempat ang menonjol - 7aluasi awal tentang refleks-refleks, tonus dan kekuatan otot - ulai latihan pasif luas gerak sendi ataupun latihan aktif asistif luas gerak sendi - 0atihan pernafasan - 0atihan duduk bertahap /ari #-8 : - 0atihan pindah tempat %transfer) : kursi roda ke tempat tidur, kursi roda ke kasur latihan - 0atihan ambulasi secara bertahap, selalu dimulai dalam parallel bars %palang sejajar) - 0atihan aktifitas hidup sehari-hari di bagian Terapi 9kupasi - 7aluasi psikologik inggu !-# : - 0atihan ambulasi di luar parallel bars dengan alat bantu : walker atau cane - 0atihan naik dan turun tangga - 0atiihan aktifitas hidup sehari-hari diteruskan inggu #-6 : - Persiapan program latihan di rumah dengan mengikut sertakan keluarga - 0atihan aktifitas hidup sehari-hari secara mandiri - 0atihan ambulasi mandiri
A. Proper Bed Positioningdan Reedukasi motorik
$etiap posisi atau gerak dari pasien harus selalu berada dalam lingkup pola penembuhan atau berlawanan dengan pola spastisitas ang timbul kemudian, posisi dan latihan gerak dalam pola penembuhan harus sejak dini dilaksanakan. Pengaturan posisi ang benar dengan posisi anatomis, ini bermanfaat untuk menghambat pola sinergis dan spastisitas ketika adana peningkatan tonus. Penderita post stroke umumna memberikan gejala hemiplegia, sedangkan gejala tetraplegia %hemiplegia bilateral) ataupun monoplegi amat jarang. aka pola rehabilitasi post stroke terarah kepada kondisi hemiplegia post stroke. Rehabilitasi di tempat tidur dimulai dengan pengaturan posisi baring % positioning ) aitu penderita diletakkan dalam posisi melawan pola spastisitas ang nantina timbul.
Pola $pastisitas /emiplegia post stroke dalam posisi : 7ktremitas $uperior -
bahu tertarik ke belakang dan ke bawah
-
lengan atas endorotasi
-
siku fleksi
-
lengan bawah pronasi
-
pergelangan-tangan fleksi
7kstremitas nferior -
panggul retraksi
-
paha eksorotasi
-
sendi paha ekstensi
-
lutut ekstensi
-
pergelangan kaki ekstensi % kaki : plantar fleksi dan inersi)
Pola Anti $pastisitas /emiplegia post stroke diberikan diposisikan : 7kstremitas $uperior : -
bahu protraksi % beri ganjal di bawah bahu jika tidur terlentang)
-
lengan atas eksorotasi
-
siku ekstensi
-
lengan bawah supinasi
-
pergelangan tangan dan jari-jari ekstensi, dengan ibu jari abduksi
-
leher sedikit ekstensi %merangsang timbulna Simetrical Tonic Neck Reflex dan ekstensi dapat mencegah timbulna ;leksi $inergi Pattern pada ekstremitas atas )
7kstremitas nferior -
panggul protraksi % memberi ganjal dibawah panggul jika tidur terlentang)
-
paha agak endorotasi
-
sendi paha dan lutut fleksi
-
pergelangan kaki dorsofleksi
1ntuk positioning tersebut, penderita dapat baring telentang, atau miring ke sisi ang sehat maupun ke sisi ang sakit, dengan tetap mempertahankan pola anti spastik tersebut. Posisi = posisi ini harus sudah dikerjakan sejak dini. Posisi tetap dipertahankan meskipun spastisitas mulai nampak. eskipun penderita tidak sadar positioning tetap dikerjakan. erubah posisi ang satu dengan ang lain, dikerjakan dengan merotasi tubuh penderita, semula secara pasif, secara segmental, dimulai dari bagian bahu kemudian kepinggang, seterusna panggul, atau sebalikna dimulai dari panggul kemudian pinggang dan selanjutna bahu dan kepala. Tidak boleh secara log rolling artina seperti mengguling balok, pelis dan bahu bergerak bersamaan. Tujuanna untuk menginhibisi Neck Righting Reaction, ang normal ada sampai usia bai 6 bulan dan memfasilitasi ody Righting !cting on the body reaction ang normal ada pada bai usia 6 bulan sampai seumur hidup. >emudian perlu dilakukan latihan aktif dan pasif otot ang lumpuh ang harus dimulai sejak fase awal dan berlanjut hingga fase lanjut, ang dimulai dari sendi-sendi proksimal ke distal. $elanjutna perlu dilakukan perbaikan righting reaction, e?uilibrium reaction, menumpu pada sisi ang sakit, adaptasi postural sisi ang sakit melawan graitasi ang dilakukan secara aktif maupun pasif, hal ini bertujuan untuk menimbulkan gerakan ang bertujuan sampai terjadi gerakan ang permanen. 0atihan anggota gerak sebaikna segera dimulai. 0atihan penguatan pada otot ang mengalami penembuhan, latihan
luas gerak sendi dan latihan koordinasi akan
meningkatkan fungsi tangan. $edangkan latihan ambulasi dimulai setelah keseimbangan duduk tercapai dan dilanjutkan ke latihan berdiri dan berjalan B. Penilaian dan manajemen disfagia
"isfagia didefinisikan sebagai kesulitan menelan ang dapat terjadi karena kondisi medis. >esulitan ini dapat berupa terhambatna aliran makanan dalam mulut, faring, oesophagus. Pada penderita stroke disfagia terjadi karena gangguan sistem saraf ang dapat terjadi pada sistem saraf pusat. "isfagia merupakan problem serius pada penanganan rehabilitasi penderita stroke karena angka kejadian, komplikasi dan dampak psikologis bagi penderitana. "isfagia ang tidak terdeteksi sejak dini dan tidak tertangani secara adekuat dapat menebabkan komplikasi berupa tidak tercukupina nutrisi peroral ataupun pemberian peroral tidak aman karena aspirasi, ang pada akhirna mengancam kehidupan penderita. Prinsip dasar penilaian dan penanganan disfagia harus memperhatikan penentuan tingkat resiko dan mendeteksi awal dari indikasi resiko untuk meningkatkan o"tcome, menurunkan mortilitas, penanganan terpadu dari resiko aspirasi, malnutrisi dan dehidrasi %ahuni, !''5).
cara pemberian makanan % oral, *
-
jenis makanan % konsistensi, tekstur, olume, frekuensi pemberian)
-
jenis manuer, latihan dan fasilitas ang diperlukan
-
posisi % postur) pemberian makanan
Ada ! model pendekatan terapi disfagia :
&. terapi direct %langsung) adalah terapi menelan makanan atau cairan secara langsung melalui tekhnik kompensasi dan perubahan postur, penesuaian tekstur, konsistensi, rasa makanan dan waktu pemberian makan. !. terapi indirect %tidak langsung) adalah terapi restorasi neuromuskuler % latihan) dan atau sensitisasi reflek menelan. Pada pelaksanaanna, dikotomi ini tidak dapat dijalankan secara tegas. >adang kala permasalahan disfagia dapat diselesaikan dengan optimal hana dengan merubah tekstur atau konsistensi makanan. Tabel Aplikasi Tehnik anueer untuk "isfagia orofaring Tehnik anueer
>eterangan embutuhkan konsentrasi menelan ang sungguh-
&. S"praglottic s#allo#
sungguh dari pasien enutup jalan nafas secara olunter. Aplikasi berbagai
!. Effortf"l s#allo#
ariasi, termasuk menehan nafas dan menelan ! kali erangsang reflek menelan dengan gerakan lidah
#. endelsohn anueer
ang kuat enelan dua kali sementara laring dalam posisi eleasi
Tehnik Terapi penesuaian Postur untuk "isfagia 9rofaring Tehnik Penesuaian Postur &. $hin t"ck % fleksi leher) !. Rotasi kepala
>eterangan elebarkan pembukaan jalan nafas Rotasi kepala kesisi faring ang lemah,
#. Angkat kepala
aliran bolus kesisi ang kuat "iangkat kesisi ang sehat menghindari
3. Tidur miring
bolus mengalir kesisi ang sakit enurunkan kemungkinan pengumpulan bolus di hipofaring untuk pasien ang terseleksi
"isfagia dapat menebabkan mortalitas dan morbiditas serius. /endakna rehabilitasi medik terlibat sejak dini sehingga tujuan pencapaian kualitas hidup ang optimal dapat tercapai.
C. Manajemen prolem respirasi
empertahankan oksigenasi jaringan dalam stroke fase akut merupakan hal ang penting. $alah satu ang harus dicegah adalah penderita dalam keadaan hipoksia. Penebab hipoksia ang paling sering pada penderita stroke aitu : sumbatan jalan nafas, hipoentilasi, pneumonia % biasana karena aspirasi ), atelektasis.
Positioning Posisi upright #'' diberikan seawal mungkin pada hari pertama. Posisi miring kekiri dan ke kanan, $ecara bertahap posisi dinaikkan sampai posisi 5' ' diberikan apabila stroke sudah dalam keadaan stabil.
-
$hest physical therapy untuk mencegah retensi sputum Pada kondisi penderita tidak sadar diberikan passi&e exercise, chest ekspansi, bantuan pernafasan dan gentle &ibration. Pada pasien sadar, diberikan latihan passi&e, acti&e assisted, acti&e tergantung kestabilan kondisi hemodinamik dan neurologi. 7kspansi dada dan mobilisasi, latihan pernafasan, ibrasi dan latihan batuk efektif.
%
Reconditioning exercise "iberikan stimulasi elektrik neuromuskuler untuk memfasilitasi pergerakan aktif dan mencegah atropi otot. 0atihan aktif ditempat tidur, mobilisasi aktif bertahap sesuai kondisi penderita. asalah respirasi ang memerlukan pencegahan dan penanganan serius adalah
pneumonia dan emboli paru. aktu ang paling tepat untuk penanganan rehabilitasi intensif dan optimal adalah kondisi medis ang stabil. Program rehabilitasi tergantung pada toleransi
pasien dan penakit penerta. $hest therapy dan rekondisi awal adalah kunci penanganan rehabilitasi awal dan perawatan intensif penderita stroke dengan problem respirasi %Ratnawati, !''5).
". Penilaian dan manajemen afasia pada s!ro"e Afasia pada orang dewasa terjadi sebagai akibat dari kerusakan otak pada hemisfer dominan, biasana sebelah kiri, dan menimbulkan gejala neurofisiologis ang sama dengan konsekuensi stroke lainna. Afasia merupakan kelainan neurologis fokal ang didapat ang menebabkan kerusakan pada pengolahan bahasa reseptif atau bahasa ekspresif atau keduana %Catson, !'&&). Cahasa merupakan bentuk kompleks komunikasi ang ditulis atau diucapkan melalui kata-kata ang melambangkan obek dan bertujuan untuk menampaikan ide-ide. Ada dua aspek komunikasi: pertama, aspek sensorik %input bahasa), ang melibatkan telinga dan mata, dan, kedua, aspek motorik %output bahasa), ang melibatkan okalisasi dan pengendalianna. Area primer dari kortikal ang fungsina khusus untuk berbahasa adalah area Croca dan area ernicke. Area Croca, ang mengontrol kemampuan berbicara, terletak di regio fasial premotor dan prefrontal dari korteks serebral - sekitar 54 persen dari indiidu terletak di hemisfer kiri ang berhubungan erat dengan area motorik dari korteks ang mengontrol otot-otot ang diperlukan untuk artikulasi. 0esi pada area Croca menebabkan afasia motorik. >adangkadang seseorang mampu memutuskan apa ang dia ingin katakan tetapi tidak dapat membuat sistem okal mengeluarkan kata-kata. 9leh karena itu, pola motorik terampil untuk mengendalikan laring, bibir, mulut, sistem pernapasan, dan otot-otot aksesoris lainna untuk berbicara, semuana dimulai dari daerah ini %Catson, !'&&).
Area ernicke, terletak pada korteks kiri di bagian posterior dari lobus temporal superior pada daerah pertemuan dari lobus parietal, temporal, dan oksipital, berfungsi untuk mengatur pemahaman berbahasa. /al ini memainkan peran penting dalam memahami suatu pesan, baik itu pesan lisan maupun tulisan. 0ebih jauh lagi, area ini bertanggung jawab untuk merumuskan pola koheren berbicara ang ditransfer melalui serabut saraf ke area Croca, ang nantina akan mengontrol artikulasi pada saat berbicara.
anajemen Afasia TA"R %Tes Afasia untuk "iagnosis, nformasi, Rehabilitasi) merupakan tes afasia berbahasa ndonesia ang dikembangkan pada sebuah akademi terapi wicara di Dakarta. Tes ini dikembangkan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman pengarang ang mendalam mengenai bahasakomunikasi dan afasia, baik dari segi ilmiah maupun penanganan pada pasien-pasien afasia %"harmaperwira-Prins, !''!). Ada dua tahapan pemulihan bahasa: %&) penembuhan awal ang spontan ang dimulai dalam beberapa hari dari onset dan berakhir sekitar & bulan %mungkin lebih) setelah onsetE dan %!) pemulihan jangka panjang, ang berlangsung berbulan-bulan atau bahkan tahunan. dealna, terapi intensif afasia harus dimulai dan dipertahankan secepat-cepatna saat pasien dinatakan stabil secara medis dan neurologis %meskipun dengan penundaan sampai 6 bulan post onset, terapi masih menunjukkan manfaat). Terapi wicara harus ditujukan kepada pasien dan keluarga pasien atau pihak lain ang terkait. Terapi biasa diberikan #-4 kali perminggu untuk !-# bulan, selama itu pasien direealuasi pada bulan pertama dan setelah bulan kedua atau ketiga. $aat kemajuan terapi mencapai hasil ang tinggi, maka pemberian terapi secara bertahap dihentikan %penghentian mendadak akan membahaakan secara psikologis) dengan mengurangi terapi &-! kali perminggu, kemudian tiap & sampai ! bulan dengan reealuasi pada bulan keenam dan kesepuluh %"harmaperwira-Prins, !''!). Adana bermacam-macam tipe dari afasia mungkin memerlukan pendekatan terapi serta cara komunikasi ang berbeda %"harmaperwira-Prins, !''!):
&)
Afasia
enggunakan suara dan ekspresi wajah.
G
enunjuk benda-benda tertentu di lingkunganna untuk memberi masukan isual
G
enggunakan
gerak-isarat
ang
sederhana
untuk
suatu
ide
%misalna:
menganggukkan kepala untuk HaI, menggelengkan kepala untuk HtidakI). G
!)
Afasia
Croca
F
penanganan
ditekankan
kepada
pengembangan
kemampuan
mengeluarkan suara %HsesukanaI) sebagai alat untuk mengekspresikan maksudna %dapat dengan bantuan gambar-gambar, foto-foto maupun cermin). #)
Afasia ernicke G
Pada permulaan ditekankan kepada peningkatan komprehensi pendengaran dan umpan balikna.
3)
G
engembangkan kesadaran bahwa ada gangguan komunikasi.
G
emperbaiki kualitas keluaran.
Afasia >onduksi F ciri utamana repetisi kata-kata ang berat gangguanna. Penangananna dengan tehnik mengurangi kecepatan bicara, memperpanjang durasi fonem, belajar mengawali bicara dengan mudah. Pasien dengan afasia konduksi sadar akan kekeliruanna dan berusaha membetulkanna.
4)
Afasia Anomik F penangananna ditekankan pada membangun kembali asosiasi di antara kata-kata dengan cara : #
engindiidualkan kata-kata ang menjadi target.
#
0atihan memisualkan kata-kata target.
#
elatih memikirkan ciri-ciri fisik dari kata-kata target.
#
elatih mencari sinonim kata dan definisi kata-kata target.
irawan RP %!''5). Rehabilitasi medik pada pelaanan kesehatan primer. 'a edokt *ndon., 45%!): 6&-8&. ahuni 0> %!''5). The Assessment and anagement of "sphagia in Acute $troke. >umpulan akalah lmiah *asional Perdosri., !!%!): 3'-4&. Ratnawati A %!''5). Respirator Problems in acute stroke, Preention and anagement. >umpulan akalah lmiah *asional Perdosri. #'%&): &&-!#.
$ubadi , $ubago, Andriana %!''+). edua. !:34-6'. Catson ", Aent D %!'&&). Adult *eurogenic Bommunication "isorders. n: Craddom R0. Phsical edicine and Rehabilitation. 3: 43-48.