TEORI METODE PERANCANGAN ARSITEKTUR “REGIONALISME ARSITEKTUR”
NAMA KELOMPOK :
TRI ADI BAYU PERMANA PUTRA
1319251046
I GUSTI NGURAH AGUNG PRABU NARENDRA
1504205005
DEWA NGAKAN MADE ENDY ARINATA
1504205007
GDE HANDIKA EKA PUTRA
1504205018
COK MITALIA ADNYANI
1504205028
JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA APRIL 2017
Tradisionalisme dalam Arsitektur Arsitektur tradisional di Indonesia berasal dari dua sumber yaitu tradisi Hindu besar dibawa ke Indonesia dari India melalui Jawa dan arsitektur pribumi asli. Rumah-rumah tradisional/vernakular yang kebanyakan ditemukan di daerah pedesaan dibangun dengan menggunakan bahan-bahan alami contohnya atap ilalang, bambu, anyaman bambu, kayu kelapa, dan batu. Rumah-rumah di pedalaman di Indonesia masih banyak yang menggunakan bambu, namun seiring dengan proses modernisasi, bangunan-bangunan bambu ini sedikit demi sedikit diganti dengan bangunan dinding bata. Norma merupakan pedoman dalam membangun rumah adat, balok dan palang yang merupakan sistem struktural yang mengambil beban langsung ke tanah dengan dinding kayu atau bahan bambu yang baik dan mempunyai beban ringan. Tempat tinggal tradisional telah dikembangkan untuk menanggapi iklim musim panas dan basah di Indonesia. Seperti umumnya di seluruh Asia Tenggara dan Pasifik Barat, sebagian Rumah adat yang dibangun di atas panggung, dengan pengecualian Jawa dan Bali membangun rumah di atas tanah langsung yang menyesuaikan dengan suhu tropis yang panas. Rumah adat yang dibangunan dengan bentuk panggung, tentunya mempunyai tujuan, seperti menghindari dari bahaya hewan buas, para musuh, dan menghindari kelembaban barang, makanan, mengurangi resiko bahan bangunan cepat rusak dan rayap. Bentuk atap dengan kemiringan yang cukup tajam yang memungkinkan air hujan cepat turun, dan atap menjorok keluar untuk melindungi dinding rumah dari air hujan serta memberikan keteduhan dalam panas. Di daerah pesisir dataran rendah yang panas dan lembab, rumah
memiliki banyak jendela untuk sirkulasi udara, sedangkan di daerah
pedalaman pegunungan dingin, rumah sering memiliki atap yang luas dan beberapa jendela.
Kolonialisme Dalam Arsitektur
Arsitektur kolonial merupakan arsitektur yang memadukan antara budaya Barat dan Timur. Arsitektur ini hadir melalui karya arsitek Belanda dan diperuntukkan bagi bangsa Belanda yang tinggal di Indonesia, pada masa sebelum kemerdekaan. Arsitektur yang hadir pada awal masa setelah kemerdekaan sedikit banyak dipengaruhi oleh arsitektur kolonial disamping itu juga adanya pengaruh dari keinginan para arsitek untuk berbeda dari arsitektur kolonial yang sudah ada. Safeyah ( 2006). Arsitektur kolonial lebih banyak mengadopsi gaya neo-klasik, yakni gaya yang berorientasi pada gaya arsitektur klasik Yunani dan Romawi. Ciri yang menonjol terletak pada bentuk dasar bangunan dengan trap-trap tangga naik (cripedoma). Kolom-kolom dorik, ionik dan corinthian dengan berbagai bentuk ornamen pada kapitalnya. Bentuk pedimen, yakni bentuk segi tiga berisi relife mitos Yunani atau Romawi di atas deretan kolom. Bentuk-bentuk tympanum (konstruksi dinding berbentuk segi tiga atau setengah lingkaran) diletakkan di atas pintu dan jendela berfungsi sebagai hiasan.
Regionalisme Dalam Arsitektur
Bermula
dari
munculnya
Arsitektur
Modern
yang
berusaha
meninggalkan masa lampaunya, meninggalkan ciri serta sifat-sifatnya. Pada periode berikutnya mulai timbul usaha untuk mempertautkan antara yang lama dan yang baru akibat adanya krisis identitas pada arsitektur. Aliran-aliran tersebut antara lain adalah tradisionalisme, regionalisme, dan post-modernisme.
Regionalisme diperkirakan berkembang sekitar tahun 1960 (Jenks, 1977). Sebagai salah satu perkembangan Arsitektur Modern yang mempunyai perhatian besar pada ciri kedaerahan, aliran ini tumbuh terutama di negara berkembang. Ciri
kedaerahan yang dimaksud berkaitan erat dengan budaya setempat, iklim, dan teknologi pada saatnya (Ozkan, 1985). Timbulnya usaha untuk memperkuat antara arsitektur tradisional dan arsitektur yang baru diakibatkan munculnya gaya arsitektur modern yang biasa disebut international style yang berusaha meninggalkan masa lampaunya dan meninggalkan ciri serta sifat-sifatnya. Salah satu aliran tersebut adalah regionalisme (Dharma, 2006).
Secara prinsip, tradisionalisme timbul sebagai reaksi terhadap adanya tidak adanya kesinambungan antara yang lama dan yang baru (Curtis, 1985). Regionalsime merupakan peleburan/ penyatuan antara yang lama dan yang baru (Curtis,1985). Sedangkan Post-modern berusaha menghadirkan yang lama dalam bentuk universal (Jenks, 1977)
Menurut William Curtis, Regionalisme diharapkan dapat menghasilkan bangunan yang bersifat abadi, melebur atau menyatu antara yang lama dan yang baru, antara regional dan universal. Kenzo Tange menjelaskan bahwa Regionalisme selalu melihat ke belakang, tetapi tidak sekedar menggunakan karakteristik regional untuk mendekor tampak bangunan.
Arsitektur Tradisional mempunyai lingkup regional sedangkan Arsitektur Modern mempunyai lingkup universal. Dengan demikian maka yang menjadi ciri utama regionalisme adalah menyatunya Arsitektur Tradisional dan Arsitektur Modern.
Pengertian
Region adalah daerah dan Isme adalah paham, jadi faham bersifat kedaerahan
Ideologi
Menciptakan arsitektur yang kontekstual yang tanggap terhadap kondisi lokal dan senantiasa mengacu pada tradisi, warisan sejarah serta makna ruang dan tempat Mengarah pada pemenuhan kepuasan dan ekspresi jati diri yang mengacu pada
Prinsip
Neo berarti baru, masa peralihan dan vernakular adalah Native/asli/bahasa setempat, jadi peralihan dari bentuk setempat Fokus kepada penerapan elemen arsitektur yang sudah ada dari hasil vernakular dan kemudian sedikit atau banyaknya mengalami pembaruan menuju suatu karya yang modern. Arsitektur yang bertujuan melestarikan unsur-unsur lokal yang telah terbentuk secara empiris oleh
Konsep Desain
Kriteria
masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang dan masih tergantung padavernakularisme Masih cenderung hanya meniru bentuk fisik, ragam dan gaya-gaya tradisional yang sudah dimiliki oleh masyarakat setempat. Menggunakan bahan bangunan lokal deengan teknologi modern. Tanggap dalam mengatasi pada kondisi iklim setempat Mengacu pada tradisi, warisan sejarah serta makna ruang dan tempat. Mencari makna dan substansi cultural, bukan gaya/style sebagai produk akhir
tradisi dan mengembangkannya menjadi suatu langgam yang modern dan kelanjutan dari arsitektur vernakular. Bentuk desain lebih modern dan mencoba menampilkan karya baru.
Bentuk-bentuk menerapkan unsur budaya, lingkungan termasuk iklim setempat diuungkapkan dalam bentuk fisik arsitektural (tata letak denah, detail, struktur dan ornamen) Tidak elemen fisik yang diterapkan dalam bentuk modern, tetapi juga elemen nonfisik yaitu budaya pola pikir, kepercayaan, tata letak yang mengacu pada makro kosmos, religius dan lainnya menjadi konsep dan kriteria perancangan. Produk pada bangunan ini tidak murni menerapkan prinsip-prinsip bangunan vernakular melainkan karya baru (mengutamakan penampilaan visualnya
Jenis dan Taksonomi Regionalisme Arsitektur Suha Ozkan membagi Regionalisme menjadi dua bagian yaitu : 1.
Concrete Regionalism Meliputi semua pendekatan kepada ekspresi daerah/regional dengan mencontoh kehebatannya, bagian-bagiannya, atau seluruh bangunan di daerah tersebut. Apabila bangunan-bangunan tadi sarat dengan nilai spiritual maupun perlambang yang sesuai, bangunan tersebut akan lebih dapat diterima di dalam bentuknya yang baru dengan memperlihatkan nilainilai yang melekat pada bentuk aslinya. Hal lain yang penting adalah
mempertahankan kenyamanan pada bangunan baru, ditunjang oleh kwalitas bangunan lama.
2.
Abstract Regionalism Hal yang utama adalah menggabungkan unsur-unsur kwalitas abstrak bangunan, misalnya massa, solid dan void, proporsi , sense of space, pencahayaan, dan prinsip-prinsip struktur dalam bentuk yang diolah kembali. Regionalisme menurut Budiharjo (1997) dikelompokkan menjadi 2
bagian, yaitu :
1.
Pola Derivatif Meniru atau memelihara bentuk arsitektur tradisi atau vernakular,
untuk fungsi bangunan baru atau modern. Dalam hal ini kita dapat melihat tiga kecenderungan − Tipologis, mengelompokkan bangunan vernakular, kemudian memilih dan membangun salah satu tipe yang dianggap baik untuk kepentingan baru. − Interpretif atau interpretasi, menafsirkan bangunan vernaakular kemudian membangunnya untuk kepentingan baru. − Konservasi, mempertahankan bangunan lama yang masih ada, kemudian menyesuaikannya dengan kepentingan baru. Contohnya :
Bangunan legislatif pemerintah Karnataka di Bangalore, India Selatan (1954)
Disebut sebagai pola derivatife - Tipologi, itu karena bangunan ini mengambil gaya arsitektur tradisi atau vernakular yaitu gaya dravida baru yang kemudian di kelompokkan menjadi satu tipe yang dianggap baik untuk kepetingan baru.
2. Pola transformatif Gagasan arsitektur regional yang bersifat transformatif, tidak lagi sekedar meniru bangunan lama. Tetapi berusaha mencari bentuk-bentuk baru, dengan titik tolak ekspresi bangunan lama baik yang visual maupun abstrak.
Gagasan arsitekur yang bersifat visual dapat dilihat dari usaha pengambilan elemen-elemen bangunan lama yang yang dianggap baik, menonjol atau ekspresif untuk di ungkapkan kepada bangunan baru. Pemilihan elemen yang dianggap baik ini disebut eklektik. Kemudian pastiche, atau mencampur-baurkan beberapa elemen bangunan baik modern maupun tradisional, beberapa diantara desain bangunan seperti ini juga dapat menimbulkan kesan ketidakserasian. Sedangkan reinterpretatif, adalah menafsirkan kembali bangunan lokal itu dalam versi baru.
Regionalisme, yang harus dilihat bukan sebagai suatu ragam atau gaya melainkan sebagai cara berfikir tentang arsitektur, tidaklah berjalur tunggal tetapi
menyebar dalam berbagai jalur (Budihardjo, 1997). Taksonomi Regionalisme selengkapnya adalah seperti gambar dibawah. Vernakularisme (derivatif)
Tipologis Interpretif Konservasi
Regionalisme Arsitektur Regionalisme Modern (transformatif)
Replikatif
Eklektik Pastiche Reinterpretif
Regionalisme Abstrak Gambar 1. Taksonomi Regionalisme
Iklim Pola Kultural Iconografis
Pola turunan atau derivatif yang oleh Broadbent sebagai Typologic Design mungkin merupakan tahapan yang harus dilalui untuk kemudian melangkah ke pola transformatif. Arus Regionalisme yang transformatif akan merangsang kreativitas dan inovasi arsitek agar bisa menciptakan karya arsitektur yang modern bila perlu dengan teknologi canggih dan bahan bangunan kontemporer, tetapi sekaligus juga menimbulkan getar-getar budaya (cultural resonances) yang menyiratkan kesinambungan dengan keadiluhungan warisan masa silam (Budihardjo, 1997).
Penerapan Regionalisme dalam Desain Arsitektur
Menurut Wondoamiseno (1991) penerapan regionalisme dalam desain arsitektur sebagai berikut, yaitu pengkaitan Arsitektur Masa Lampau (AML) dan Arsitektur Masa Kini (AMK) menjadi satu kesatuan adalah :
a. Tempelan elemen AML pada AMK Bangunan moderen yang memperlihatkan tempelan AML pada AMK banyak terdapat di Sumatera Barat, misalnya di kota Padang dan Bukittinggi. Hal ini terjadi karena pada awalnya desain bangunan ini di rancang sebagai bangunan moderen, kemudian ada paksaan dari Pemda untuk memberi unsur tambahan atap yang berbentuk gonjong. Akibatnya
terjadi ketidakharmonisan bentuk desain yang terjadi. Diantara tempelan gonjong ini misalnya bangunan Bank Bumi Daya di Kota Padang, dan kantor Gubernur Sumatera Barat. Bangunan kantor Gubernur. Bangunan ini dibangun tahun 1968.
memperlihatkan bagaimanaRancangan awal
bangunan tanpa gonjong atau desain arsitektur moderen dari kantor gubernur Sumatera Barat.
Tempelan unsur arsitektur lama ke bangunan moderen (desain arsitektur moderen dan tradisi)Tahun 1968 sebelum di rubah seperti keadaan sekarang, gambar bawah adalah kantor Gubernur Sumatera Barat (keadaan sekarang), beberapa jendela mulai ditutup. (Sumber: http://visualheritageblog.blogspot.co.id/2011/04/3masalah-regionalisme-dalamdesain.html
Jam gadang Bukit tinggi, Dahulunya puncak jam gadang dirancang dengan membuat patung ayam berkokok, setelah kemerdekaan kemudian di ganti dengan gonjong. Bangunanbangunan seperti ini sering di kritik dengan “orang Barat berkopiah”. Aspek tempelan yang paling menonjol pada bangunan moderen adalah “gonjong cula badak”, bentuk ini secara latah dipakai pada supermarket, kantor dsb. Gambar kiri atas jam gadang seabad yang lalu, kanan adalah jam gadang sekarang.
b.
Elemen fisik AML menyatu di dalam AMK Elemen fisik AML akan dapat menyatu dengan AMK apabila sejak awal bangunan itu dirancang, dengan menafsirkan bentuk-bentuk AML. Hal ini terlihat misalnya pada bangunan Hotel Bumi Minang di kota Padang. Namun tetap ada masalah sebab model bangunan tradisi yang diterapkan adalah yang berasal di daerah (bagian 1.5). Hal ini dapat dipahami sebab tiap daerah di Minangkabau dahulunya memiliki ciri khas tersendiri, yang kadang-kadang tidak mewakili keseluruhan daerah di Minangkabau.
Tempelan usnur arsitektur masa lmpau (AML) menyatu ke bangunan masa kini (dibangun pada zaman kolonial) bahan bangunan maupun dekorasinya menunjukkan bangunan jaman kolonial,kemudian elemen bentuk atap dari arsitektur lama di tempelkan , sekarang bangunan ini memiliki dua menara pada kedua sudut kiri dan kanan. ( Mesjid di Padang Ganting, kota Padang). (Sumber: museum, Aditiawarman, Padang)
Transformasi bentuk arsitektur regional (kasus Minangkabau) sebenarnya sudah berlangsung sejak jaman kolonial contoh bangunan mesjid di Sungai Puar Bukittinggi, dan beberapa tempat lainnya di Sumatera Barat memperlihatkan hal itu. (Sumber: Museum, Aditiawarman , Padang)
c. Elemen fisik AML tidak terlihat jelas dalam AMK
Beach Walk Bali
Contoh AML yang tidak terlihat jelas dalam AMK di Bali yaitu : Beach Walk Shopping Centre, yang berlokasi di Jalan Pantai Kuta, Kab. Badung. Sepintas Mall ini terlihat megah dan mewah jika dilihat oleh kebanyakan orang awam, sedangkan jika dilihat lebih teliti Mall ini
sesungguhnya memliki ciri khas Arsitektur Tradisional, yaitu pada bagian atap yang terbuat dari bahan alang-alang.
d. Wujud AML mendominasi AMK Wujud AML mendominasi AMK, jika bangunan itu mencoba mentransformasikan bentuk-bentuk AML ke AMK, berapa desain bangunan seperti ini misalnya Bank BPD di jalan pemuda dengan mengambil kemiringan bentuk badan bangunan AML. Contoh lain adalah Bank Mandiri di Imam Bonjol Padang, yang mencoba mentransformasikan model bangunan beranjung, ke AMK.
Bangunan Bank BPD, jalan Pemuda Padang, hanya meniru badan bangunan tradisional (sumber: Couto, 2008)
e. Ekspresi ujud AML menyatu di dalam AML Ekspresi ujud AML akan dapat menyatu dengan AMK bila skala, proporsi serta komposisi bangunan AMK mendekati bangunan AML. Contoh bangunan seperti ini misalnya bangunan Bank Indonesia di jalan jendral Sudirman kota Padang, adalah usaha maksimal arsitek untuk mentransformasikan bentuk-bentuk arsitektur AML ke AMK. Namun masih memiliki kelemahan, karena ekspresi bentuk yang terjadi bukanlah sebuah arsitektur “baru”, hal ini disebabkan karakter bentuk atap bangunan gonjong pada dasarnya sangat kuat mengandung karakter AML. Jadi efek
yang ditimbulkan mirip dengan tempelan AML pada AMK. Usaha untuk merubah karakter ini nampak dengan merubah material dan warna. Tetapi tetap saja karakter AML yang sangat kuat itu tidak bisa dieliminir dengan perubahan material dan warna. Contoh lain adalah Museum Aditiawarman Kota Padang, pada bangunan ini unsur arsitektur baru menyatu dengan arsitektur lama.
Bank Indonesia di jalan jendral Sudirman kota Padang Sumber : www.panoramio.com
Museum Adityawarman Kota Padang Sumber : tempatwisataunik.com
Untuk dapat mengatakan bahwa AML menyatu di dalam AMK, maka AML dan AMK secara visual harus merupakan kesatuan (unity). Kesatuan yang dimaksud adalah kesatuan dalam komposisi arsitektur. Apabila yang dimaksud menyatu bukan menyatu secara visual, misalnya kwalitas abstrak bangunan yang berhubungan dengan perilaku manusia, maka secara penilaian dapat dengan menggunakan observasi langsung maupun tidak langsung. Untuk mendapatkan kesatuan dalam komposisi arsitektur ada tiga syarat utama yaitu adanya :
a. Dominasi Dominasi yaitu ada satu yang menguasai keseluruhan komposisi. Dominasi dapat dicapai dengan menggunakan warna, material, maupun obyekobyek pembentuk komposisi itu sendiri.
b. Pengulangan Pengulangan di dalam komposisi dapat dilakukan dengan mengulang bentuk, warna, tekstur, maupun proporsi. Didalam pengulangan dapat dilakukan dengan berbagai irama atau repetisi agar tidak terjadi kesenadaan (monotone)
c. Kesinambungan dalam komposisi Kesinambungan atau kemenerusan adalah adanya garis penghubung maya (imaginer) yang menghubungkan perletakan obyek-obyek pembentuk komposisi.
Contoh – contoh Regionalisme di dunia :
1. ) Eropa Utara
Balai Kota Saynatsalo
Sumber : www. google.co.id Profile Arsitek
Nama Warga Negara Lahir Wafat
: Alvar Aalto : Finnish : 3 Februari 1898, Kuortane Finlandia : 11 Mei 1976
Latar Belakang
Masyarakat Saynatsalo menginginkan balai kota yang baik pada kota Saynatsalo yang merupakan kota baru, terletak di pusat kota pertanian kecil, Finlandia, maka kemudian diadakannya kompetisi arsitektur untuk menemukan desain balai kota yang sesuai dengan keinginan masyarakat. Dalam balai kota yang dibuat terdiri dari ruang dewan, kantor pemerintah daerah, perpustakaan, staf, dan ruang ritel yang akan memperluas fungsi balai kota aslinya. Alvar Aalto yang merupakan arsitek terkenal terpilih sebagai arsitek dalam membuat balai kota Saynatsalo. Dirancang oleh Alvar Aalto pada tahun 1949 dan selesai pada Desember 1951. Balai kota ini dibuat dengan pencampuran secara monumental antara modern dan tradisional yang membentuk desain baru yang kontroversi pada saat itu. Yang menekankan bangunan regionalism pada Balai Kota Saynatsalo adalah desain balai kota yang dipengruhi arsitektur vernacular Finlandia seperti terdapat beberapa ukiran atau pahatan pada batu granit, memiliki ornamentornament pada batu bata yang khas, memiliki struktur kayu yang unik, yang desain tersebut mengambil dari arsitektur local yang sudah hampir jarang terlihat. kemudian adanya perbedaan ketinggian, kemiringan dengan penahan papan kayu. Bangunan memiliki orientasi ke taman seperti alun-alun yang berada pada tengah bangunan dengan mengambil gaya dari alun-alun Piazza Vecchia Bergamo, Itali yang juga berfungsi sebagai sirkulasi pengunjung. Ciri khas lain adalah tangga rumput yang melengkapi satu set tangga yang berdekatan dengan ruang dewan. Tangga rumput juga membangkitkan gagasan arsitektur Yunani dan Italia kuno melalui pembentukan bentuk menyerupai kondisi amfiteater sederhana. Material bahan pada bangunan juga menggunakan bahan local, seperti batu bata, pada hampir sebagian besar bangunan, batu granit, dan kayu. Desain alto juga sangat erat dengan filosofi-filosofi arsitektur tradisional seperti arsitektur vernacular Karelia, dalam fisik terlihat dari sudut atap bangunan yang tidak konstan.
Beberapa lampiran foto :
Sumber : www. google.co.id
Gereja Bagsværd
Sumber : www. google.co.id
Profile Arsitek Nama
: Jørn Utzon Oberg
Lahir
: 9 April 1918, Copenhagen,
Denmark Wafat
: 29 November 2008
Pendidikan
: Royal Danish Academy of
Fine Arts Karya
: Sydney Opera House, Gereja
Bagsværd , Gedung Majelis Nasional Kuwait
Latar Belakang Gereja Bagsværd adalah Lutheran gereja di Bagsværd di pinggiran utara Kopenhagen, Denmark. Dirancang pada tahun 1968 oleh Jørn Utzon dan selesai pada tahun 1976. Memiliki façade keras yang membungkus berbagai ruangan dan sejumlah halaman kecil. Dikelilingi oleh pohon-pohon birch, dinding eksterior dihadapkan dengan panel beton prefabrikasi putih dan ubin mengkilap putih. Atap aluminium memberikan gereja tampilan agak industri. bagian kaca memberikan pencahayaan lebih koridor yang menghubungkan. Seluas 1.700 meter persegi. Bentuk bujursangkar, struktur modular bangunan dan halaman terpadu, serta koridor penghubung, yang dikatakan terinspirasi oleh desain kuil Buddha di Cina.
Sumber : www. google.co.id
Kritikus arsitektur Kenneth Frampton menganggap Gereja Bagsværd sebuah contoh luar biasa dari regionalisme kritis karena sintesis itu mencapai antara budaya universal dan regional. Ia percaya desain yang sangat configurated beton shell lemari besi, unik dalam arsitektur religius Barat, terinspirasi oleh atap Cina pagoda dikutip oleh Utzon dalam bukunya esai "Platform dan Plato" (1963). Selain itu, penataan rencana interior gereja mengingatkan biara Cina Buddha seperti dijelaskan dalam sebuah buku oleh Johannes Prip-Moller Dari luar, dibangun beton bertulang dan aluminium dengan bagian kaca tertutup, bangunan tampak lebih seperti sebuah pabrik daripada sebuah gereja tradisional tetapi di dalamnya menawarkan kombinasi yang mengesankan lembut, bentuk bulat dan tajam.
2.) Asia
Kyoto International Conference Center (ICC Kyoto)
Sumber : www. google.co.id
Profile Arsitek Nama
: Sachio Otani
Lahir
: Kyoto (1924-2013)
Lulusan
: Universitas Tokyo tahun 1946
Mendapatkan gelar master pada tahun 1951.
Sachio Otani memulai karirnya di studio Kenzo Tange, dimana ia membantu merancang banyak proyek pasca-perang penting termasuk Museum Memoreal Hiroshima Peace dan mantan Metropolitan Tokyo Gedung Pemerintah. Pada tahun 1960 Ia mulai praktek sendiri dan kemudian merancang sejumlah bangunan yang mengesankan termasuk Kanazawa Institute of Technology (1969), Okinawa Convention Center (1987), dan Chiba City Museum of Art & Chiba City Ward Kantor Pusat (1994). Latar Belakang Latar belakang didirikan ICC Kyoto adalah sebagai wadah pusat kegiatan pertemuan internasional juga sebagai symbol baru kota Kyoto, maka diadakan saymbara. Dari 195 entri karya yang bersaing, Sachio Otani terpilih sebagai desain yang paling baik. Pembangunannya dimulai pada 24 Januari 1964 dan selesai pada tanggal 20 Maret 1966, dan 21 Mei mulai dibuka.Bangunan terletak pada Tokyo, yang berada pada tepi Danau Takaragaike dan dasar Gunung Hiei. Gaya yang diambil dari arsitektur ini merupakan gaya regionalism, dan brutalism. Gaya Regionalism terlihat dari site dan tampilan bangunan. Bangunan yang terletak pada sekitaran ruang hijau dengan memadukan antara gunung, danau dan sturktur dengan menekankan desain pada penyatuan alam, yang terkait erat dengan harmoni alam sebagai ciri khas arsitektur tradisional Jepang. Pada bangunan menekankan pada Japanese lanskap yang menyelaraskan lingkungan alam dengan suasana ibukota kuno Jepang, Kyoto. Dengan luas 156.000 meter persegi dengan bentuk dari serangkaian tumpang tindih segitiga yang saling melengkapi baik secara visual dan konseptual, merupakan interpretasi modern dari bentuk-bentuk tradisional (segitiga dengan lebar dasar mengambil bentuk
alam yaitu pegunungan sekitar (Gunung Hei), sementara atasnya yaitu segitiga terbalik mengambil bentuk kuil tradisional Shinto, Ise, yang di sebut Chigi.
Sumber : www. google.co.id
Sachio Otani menjelaskan alasan sebenarnya mengapa memilih trapesium untuk mengatur potongan melintang bentuk bangunan,
bagian bawah untuk mewadahi kegiatan-kegiatan yang membutuhkan ruang lebar, sedangkan bagian atas untuk ruang yang lebih sempit.
sesuai dengan tuntutan bentuk auditorium, bagian bawah dimana banyak orang dituntuk ruang lebih besar, sedangkan dinding yang tidak sejajar baik bagi akustik.
secara struktural dengan adanya bentuk tersbut, dapat mengatur susunan letak lantai, melebar ke bawah atau menyempit ke atas.
3.) Amerika
Portland Building
Sumber : www. google.co.id
Profile Arsitek Nama
: Michael Graves
Lahir
:9
Juli
1934, Indianapolis,
Indiana,
Amerika Meninggal
: 12 Maret 2015, Princeton, New Jersey,
Amerika Buku
: Complete
Guide
to
Servers
and
Server+, Pendidikan High
: Universitas
School, Harvard
Harvard, Broad Graduate
Ripple
School
of
Design, Universitas Cincinnati Latar Belakang Pada tahun 1979 Kota Portland membuat kompetisi untuk desain kantor pemerintah Kota Portland. Pada akhirnya menunjuk Michael Graves sebagai arsiteknya. Portland Building merupakan kantor permerintahan kota Portland yang terletak di pusat kota Portland, Amerika Serikat dengan tinggi bangunan 15 lantai. Portland Building selesi dan mulai dibuka pada agustus tahun 1982. Gaya Regionalsm terlihat dari beberapa desain bangunan, seperti penggunaan dari berbagai bahan dengan warna yang mencolok dengan filosofi yang melekat pada tiap warna yang digunakan, bangunan yang simetris, memiliki
3 bagian unsur dasar bangunan, badan, dan atas layaknya arsitektur klasik, dan penyertaan dekoratif yang menonjol yang sangat kontras dengan gaya arsitektur bangunan kantor besar pada saat itu dan membuat bangunan ikon arsitektur postmodern. Graves menjelaskan arsitektur nya itu “sikap simbolis, upaya untuk membangun kembali bahasa arsitektur dan nilai-nilai yang bukan merupakan bagian dari homogenitas modernis.”
Sumber : www. google.co.id
Namun kelememahan-kelemahan bangunan banyak muncul setelah bangunan dibuka atau diselesaikan, dikarenakan factor fungsional yang kurang baik dan murah, membuat pns sulit untuk bekerja. Hanya butuh 8 tahun yaitu pada tahun 1990 diadakan renovasi dikarenakan beberapa permasalahan tersebut yang juga menambahkan fungsi bangunan. Namun demikian, Portland Building dianggap sebagai kunci-titik utama dalam sejarah arsitektur, membawa Postmodernisme dari akademi dan ke ranah publik. Ini membuka jalan untuk nanti, bangunan postmodernis lebih matang, seperti Walt Disney World Swan dan Dolphin Resort.
Regionalisme termasuk ke dalam Spesifikasi Khusus, Studi Instansional, Tema & Langgam, serta Analisis Site karena ciri utama regionalisme adalah menyatunya Arsitektur Tradisional dan Arsitektur Modern. Dimana saat akan medesign bangunan menggunakan konsep ini maka harus mengetahui spesifikai khusu dari Arsitektur Tradisional, Arsitektur Modern, karena pada dasarnya konsep regionalisme ini merupakan ide dari pemerintah / permintaan dari pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
Tohjiwa, Agus Darma . 2014. APLIKASI REGIONALISME DALAM DESAIN ARSITEKTUR. DKI Jakarta : Universitas Gunadarma. Wardani, Rahma. 2012. Kajian regionalisme arsitektur melayu pada kantor DPRD Langkat. Darma, Agus. 2011. Masalah Regionalisme dalam Desain Arsitektur. http://visualheritageblog.blogspot.co.id/2011/04/3masalah-regionalismedalam-desain.html
Anonim.TT.
Arsitektur
Regionalisme.
Diakses
pada
15
Maret
http://beta.lecture.ub.ac.id/files/2014/06/MINGU-13-REFERENSI-BACAANARSITEKTUR-REGIONALISME.pdf
Ridona Meduk.2013. Regionalisme Arsitektur. Diakses pada 15 Maret 2017 https://id.scribd.com/doc/128326159/Regionalisme-ASITEKTUR-docx
2017