BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Besar dan luasnya permasalahan akibat TB mengharuskan kepada semua pihak
untuk dapat berkomitmen dan bekerjasama dalam melakukan penanggulangan TB. Kerugian yang diakibatkannya sangat besar, bukan hanya dari aspek kesehatan semata tetapi juga dari aspek sosial maupun ekonomi. Dengan demikian TB merupakan ancaman terhadap cita-cita pembangunan meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Karenanya perang terhadap TB berarti pula perang terhadap kemiskinan, ketidakproduktifan, dan kelemahan akibat TB. Di Indonesia TBC merupakan penyebab kematian utama dan angka kesakitan dengan urutan teratas setelah ISPA. Indonesia menduduki urutan ketiga setelah India dan China dalam jumlah penderita TBC di dunia. Jumlah penderita TBC paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat. Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua menit muncul satu penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu orang meninggal akibat TBC di Indonesia. Mengingat besarnya masalah TBC serta luasnya masalah semoga tulisan ini dapat bermanfaat.
1.2
Tujuan Referat ini disusun dalam rangka meningkatkan pengetahuan sekaligus memenuhi
tugas Kepaniteraan Klinik Stase INTERNA Rumah Sakit Islam Jakarta.
1.3
Rumusan Masalah a.
Apa definisi, epidemiologi, etiologi dan patomekanisme dari penyakit ini?
b.
Bagaimana
rencana
diagnostik,
rencana
terapi
medikamentosa
dan
nonmedikamentosa yang diberikan pada kasus ini berdasarkan literatur yang ada?
1.4
Batasan Masalah Dalam laporan ini penyusun membahas tentang Tuberkulosis Paru. 1
BAB II PEMBAHASAN TUBERCULOSIS PARU
2.1
Definisi
Penyakit Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri yang menular dan disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Penyakit tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan respon imun. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama beberapa tahun. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru/berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Kuman Tuberkulosis berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab.
2.2
Cara Penularan Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,
penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk Droplet (percikan Dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran linfe, saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh lainnya.
2
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
2.3
Epidemiologi Organisasi kesehatan dunia memperkirakan bahwa sepertiga populasi dunia (2
triliyun manusia ) terinfeksi dengan Mycobakterium tuberculosis. Angka infeksi tertinggi di Asia Tenggara, Cina, India, Afrika, dan Amerika Latin. Tuberculosis terutama menonjol di populasi yang mengalami stress, nutrisi jelek, penuh sesak, perawatan kesehatan yang kurang dan perpindahan penduduk. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasienTB baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB didunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Demikian juga, kematian wanita akibat TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas. Gambar 1
Insidens TB didunia
(WHO, 2004)
3
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50
tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu
kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar
15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan
dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah: Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara sedang berkembang. Kegagalan program TB selama ini Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur umur kependudukan Dampak pandemi HIV
Munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan TB. Koinfeksi dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB secara signifikan. Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (multidrug resistance = MDR) semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemi TB yang sulit ditangani.
2.4
Faktor Risiko
Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA (+). Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk). HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic), seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila 4
jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.
2.5
Etiologi Etiologi penyakit tuberculosis yaitu oleh kuman Mycobacterium tuberculosis.
2.6
Patogenesis Kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara
sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas 1 – 2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultaviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap, kuman apat tahan berhari – hari sampai berbulan – bulan. Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakkan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan trankeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya. Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Disini dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang atau afek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier. Tuberkulosis.Primer Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. Kuman akan menghadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru makrofag. Kebanyakan partikel ini
5
akan mati atau di bersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya. Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia akan terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru berbentuk sarang tuberkulosa pneumonia kecil dan di sebut sarang prime atau afek prime atau sarang (fokus) Ghon. Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi:
Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat, ini banyak terjadi
Sembuh dengan sedikit meninggalkan bekas berpa garis-garis fibrosis, kalsifikasi di hilus
Berkomplikasi dan menyebar secara : a). Per kontinuitatum, yakni menyebar ke skitarnya, b). Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun sebelahnya, c). Secara limfogen, d). Secara hematogen
Tuberkulosis Pasca Primer (Tuberkulosis Sekunder) : Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Tuberkulosis pasca primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (apikal-posterior lobus superior atau inferior). Invasinya ke daerah parenkhim dan tidak ke nodus hiler paru. Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.
6
2.7
Diagnosis
Gejala Klinik
Demam: biasanya subfebril menyerupai demam influenza, tetapi kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-410C, demam hilang timbul
Batuk, sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (sputum). Keadaan lanjut dapat terjadi batuk darah
Sesak napas, sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltratnya sudah meliputi setengah bagian paru-paru
Nyeri dada. Nyeri dada timbul bila infiltrate radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis
Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan
Pemeriksaan Fisik Dapat ditemukan konjungtiva anemis, demam, badan kurus, berat badan menurun. Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apex paru, bila dicurga adanya infiltrate yang luas, maka pada perkusi akan didapatkan suara redup, auskultasi bronchial dan suara tambahan ronki basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrate diliputi penebalan pleura maka suara nafas akan menjadi vesicular melemah. Bila terdapat kavitas yang luas akan ditemukan perkusi hipersonor atau tympani.
Pemeriksaan Radiologis Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka banyangn terlihat berupa bulatan dengan batas tegas, lesi dikenal sebagai tuberkuloma Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdiniding tipis. Lamalama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya terlihat sebagai bercak-bercak pada dengan densitas tinggi. 7
Gambaran radiologis lain yang sering menyertai TB paru adalah penebalan pleura, efusi pleura, empiema.
Diagnosis Tuberkulosis (TB) WHO tahun 1991 memberikan criteria : 1) Tuberkulosis paru BTA positif.
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif
Pasien yang pada pemeriksaan sputum tidak ditemukan BTA sedikitnya pada 2 x pemeriksaan tetapi gambaran radiologis sesuai TB aktif
Pasien yang pada pemeriksaan sputum tidak ditemukan BTA tetapi pada biakannya positif
ALUR DIAGNOSIS TUBERKULOSIS PARU PADA ORANG DEWASA
8
2.8
Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena: 1. Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus. 2. Tuberkulosis Ekstraparu Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru: 1. Tuberkulosis paru BTA positif. a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis. c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif. d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
2. Tuberkulosis paru BTA negatif Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi: o Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative o Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis. o Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. o Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
9
Klasifikasi berdasar tipe pasien : a. Kasus Baru Pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT < 1 bulan. b. Kasus Kambuh (relaps) Pasien yang pernah mendapat pengobatan Tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap. c. Kasus Drop Out Pasien yang telah menjalani pengobatan >1 bulan dan tidak meneruskan pengobatan sampai selesai. d. Kasus Gagal Therapi Pasien dengan BTA (+) yang masih tetap (+) atau kembali (+) pada akhir bulan ke V atau akhir pengobatan. e. Kasus Kronik Pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih (+) setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik. f. Kasus Bekas TB Pasien riwayat OAT (+) dan saat ini dinyatakan sudah sembuh.
2.9
Pengobatan
10
11
PENGOBATAN TB PADA KEADAAN KHUSUS a. Kehamilan Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya. Menurut
WHO, hampir semua OAT aman untuk
kehamilan, kecuali streptomisin. Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier placenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular TB.
b. Ibu menyusui dan bayinya Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu
menyusui tidak berbeda dengan
pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang ibu menyusui yang menderita TB harus mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian
12
OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman TB kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus disusui. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.
c. Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS Tatalaksanan pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama seperti pasien TB lainnya. Obat TB pada pasien HIV/AIDS sama efektifnya dengan pasien TB yang tidak disertai HIV/AIDS. Prinsip pengobatan pasien TB-HIV adalah dengan mendahulukan pengobatan TB. Pengobatan ARV (antiretroviral) dimulai berdasarkan stadium klinis HIV sesuai dengan standar WHO. Penggunaan suntikan Streptomisin harus memperhatikan Prinsip-prinsip Universal Precaution (Kewaspadaan Keamanan Universal) Pengobatan pasien TB-HIV sebaiknya diberikan secara terintegrasi dalam satu UPK untuk menjaga kepatuhan pengobatan secara teratur. Pasien TB yang berisiko tinggi terhadap infeksi HIV perlu dirujuk ke pelayanan VCT (Voluntary Counceling and Testing = Konsul sukarela dengan test HIV).
d. Pleuritis Tuberkulosa Permulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang sero-santokrom dan bersifat eksudat. Penyakit ini kebanyakan terjadi sebagai komplikasi tuberkulosa paru melalui focus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari robeknya perkijuan ke aras saluran getah bening yang menuju saluran pleura. Pengobatan dengan obat-obat anti tuberkulosa (rimfampisin, INH, pirazinamid, etambutol, streptomisin) memakan waktu 6 – 12 bulan. Dan cara pemberian obat obat sama seperti pengobatan tuberkulosa paru,pengobatan ini menyebabkan cairan efusi dapat diserab kembali, tapi untuk menghilangkannya eksudat ini dengan cepat dapat dilakukan torakosentesis. Umumnya cairan diresolusi sempurna, tapi kadan-kadang dapat di berikan kortikosteroid secara sistemik. (prednisone 1 mg/kg bb selama 2 minggu kemudian dosis di turunkan secara perlahan)
13
2.10 Komplikasi Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
Komplikasi dini pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, Pancet’s arthropathy
Komplikasi lanjut Obstruksi jalan napas SOFT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat SOPT/fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.
2.11 Prognosis Dubia et bonam
14
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan Penyakit Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri yang menular dan
disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Penyakit tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan respon imun. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama beberapa tahun. Laporan TB dunia oleh WHO yang terbaru (2006), masih menempatkan Indonesia sebagai penyumbang TB terbesar nomor 3 di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah kasus baru sekitar 539.000 dan jumlah kematian sekitar 101.000 pertahun. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, menempatkan TB sebagai penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan, dan merupakan nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi.
3.2
Saran Mengingat besar dan luasnya masalah TB, maka penyusun menyarankan dalam
penanggulangan TB harus dilakukan melalui kemitraan dengan berbagai sektor baik pemerintah, swasta maupun lembaga masyarakat. Hal ini sangat penting untuk mendukung keberhasilan program dalam melakukan ekspansi maupun kesinambungannya.
15
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff, Hood dan Abdul Mukty. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press. 2006.
Mubin, Halim. Buku Panduan Praktis : Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2007.
Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007.
Price, Sylvia A. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Pross Penyakit, Edisi 4. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1995.
Sudoyo, W. Aru. et. al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2007.
16