BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Syok merupakan suatu keadaan patofisiologik dinamik yang t e r j a d i b i l a oxygen delivery ke mitokondria sel di seluruh tubuh tidak mampu memenuhi kebutuhan oxygen consumption. Sebagai respon terhadap pasokan oksigen yang tidak c u k u p i n i , metabolisme energi sel menjadi anaerobik. Keadaan ini hanya dapatditoleransi tubuh untuk waktu yang terbatas, selanjutnya dapat timbul kerusakan irreversible pada organ vital.1 P a d a tingkat multiseluler, tidak semua jaringan dan organ secara klinis terganggu akibat kurangnya oksigen pada saat syok. Alfred Blalock membagi jenis syok menjadi 4 antara lain syok hipovolemik, syok kardiogenik, syok septik, syok neurogenik. 2,3
Diseluruh dunia terdapat 6-20 juta kematian akibat syok tiap tahun, meskipun penyebabnya berbeda tiap-tiap negara.4 Diagnosa adanya
syok
harus didasarkan pada data-data baik klinis maupun laboratorium yang jelas, yang merupakan akibat dari kurangnya perfusi jaringan. S y o k bersifat
progresif
dan
terus
memburuk
jika
tidak
segera
ditangani.5 Penatalaksanaan syok dilakukan seperti pada penderita t r a u m a umumnya
yaitu primary
survey
ABCDE.
Tatalaksana
syok
bertujuan
memperbaiki gangguan fisiologik dan menghilangkan faktor
penyebab.4 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana definisi klasifikasi, mekanisme, dan penatalaksanaan syok? 1.3 Tujuan Untuk mengetahui definisi, klasifikasi, mekanisme, dan penatalaksanaan syok. 1.4 Manfaat 1. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran. 2. Untuk memenuhi tugas kepaniteraan di bagian Anestesi RSD Mardi Waluyo Blitar.
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Definisi Syok Syok merupakan keadaan darurat yang disebabkan oleh kegagalan perfusi
darah
ke
jaringan,
sehingga
mengakibatkan
gangguan
metabolisme sel. Kematian karena syok terjadi bila keadaan ini menyebabkan gangguan nutrisi dan metabolism sel. Terapi syok bertujuan memperbaiki gangguan fisiologik dan menghilangkan faktor penyebab. Syok sirkulasi dianggap sebagai rangsang paling hebat dari hipofisis adrenalin sehingga menimbulkan akibat fisiologi dan metabolism yang besar. Syok didefinisikan juga sebagai volume darah sirkulasi tidak adekuat yang mengurangi p e r f u s i , p e r t a m a p a d a j a r i n g a n n o n v i t a l ( k u l i t , j a r i n g a n i k a t , t u l a n g , o t o t ) d a n kemudian ke organ vital (otak, jantung, paru- paru, dan ginjal). Syok atau renjatan m e r u p a k a n s u a t u keadaan
patofisiologis
dinamik
yang
mengakibatkan
h i p o k s i a jaringan dan sel.5 II.2 Etiologi dan klasifikasi 1. Syok hipovolemik, syok yang disebabkan karena tubuh kehilangan darah/syok hemoragik. Hemoragik eksternal : trauma, perdarahan gastrointestinal. Hemoragik internal : hematoma, hematotoraks Kehilangan plasma : luka bakar Kehilangan cairan dan elektrolit. Eksternal : muntah, diare, keringat yang berlebih. Internal : asites, obstruksi usus 2. Syok kardiogenik, kegagalan kerja jantung. Gangguan perfusi jaringan yang disebabkan karena disfungsi jantung misalnya : aritmia, AMI (Infark MiokardAkut) 3. Syok septik, terjadi karena penyebaran atau invasi kuman dan toksinnya didalam tubuh yang berakibat vasodilatasi. 4. Syok anafilaktif, gangguan perfusi jaringan akibat adanya reaksi antigen antibody yang mengeluarkan histamine dengan akibat peningkatan permeabilitas
2
membrane kapiler dan terjadi dilates arteriola sehingga venous return menurun. Misalnya: reaksi tranfusi, sengatan serangga, gigitan ular berbisa. 5. Syok neurogenik, terjadi gangguan perfusi jaringan yang disebabkn karena disfungsi sistem saraf simpatis sehingga terjadi vasodilatasi. Misalnya : trauma pada tulang belakang, spinal syok.
II.3 Patofisiologi Syok menunjukkan perfusi jaringan yang tidak adekuat. Hasil akhirnya berupa l e m a h n y a petunjuk
yang
aliran
umum,
darah
walaupun
yang
merupakan
a d a bermacam-macam
penyebab. Syok dihasilkan oleh disfungsi tiga system yang t e r p i s a h namun saling berkaitan yaitu: jantung, pembuluh darah, dan d a r a h . Jika salah satu faktor ini bermasalah dan faktor lain tidak dapat melakukan kompensasi maka akan terjadi syok. Awalnya tekanan darah arteri mungkin normal sebagai kompensasi peningkatan isi sekuncup dan curah jantung. Jika syok berlanjut, curah jantung menurun
dan
vasokontriksi
p e r i f e r meningkat.
Menurut
patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu:5 Fase Kompensasi Penurunan curah jantung (cardiac output ) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme
kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk
menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah
ke
tempat
yang
kurang
vital.
Faktor
humoral
dilepaskan
untuk menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen didaerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan frekuensi dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke
ginjal
menurun,
tetapi
ginjal
mempunyai
cara
regulasi
sendiri
3
untuk mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun. Fase Progresif Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat
tekanan
darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia
jaringan bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, venous return menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah kejaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat
menyebabkan
trombosis
luas
(DIC
=Disseminated
Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan r e s p i r a s i
di
otak.
Keadaan
ini
m e n a m b a h h i p o k s i a jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bridikinin)
yang
ikut
memperburuk
syok (vasodilatasi
dan
memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksifikasi hepar memperburuk keadaan. Timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas system
retikulo
endotelial
rusak,
integritas
mikrosirkulasi
juga
rusak.
Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik.
Akibatnya
terjadi
asidosis
metabolik,
terjadi
peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.
4
Fase Irrevesibel/Refrakter Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat diperbaiki.
Kekurangan
oksigen
mempercepat
timbulnya
irreversibilitas
syok.Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun,dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea.1. II.4 Syok Hipovolemik II.4.1 Definisi Syok hipovolemik yang paling umum disebabkan oleh perdarahan mukosa saluran pencernaan dan trauma berat. Penyebab perdarahan terselubung
antara
lain
adalah
trauma
abdomen
dengan
ruptur
aneurisma aorta, ruptur limpa atau ileus obstruksi, dan peritonitis. II.4.2 Gejala Klinis Secara klinis syok hipovolemik ditandai oleh volume cairan intravaskuler yang berkurang bersama-sama penurunan tekanan vena sentral, hipotensi arterial, dan peningkatan tahanan vaskular sistemik. Respon jantung yang umum adalah berupa takikardia, Respon ini dapat minimal pada orang tua atau karena pengaruh obat-obatan. Gejala yang ditimbulkan bergantung pada tingkat kegawatan syok.2 II.4.3 Diagnosis Syok hipovolemik dapat didiagnosis dari anamnesa berupa riwayat penyakit penting untuk menentukan penyebab yang mungkin dan untuk penanganan lansung. Syok hipovolemik akibat kehilangan darah dari luar biasanya nyata dan mudah di diagnosis. Perdarahan dalam kemungkinan tidak nyata, seperti pasien hanyamengeluhkan kelemahan, letargi, atau perubahan status mental.7 Gejala-gejala syok seperti kelemahan, penglihatan kebingungan,sebaiknya dinilai pada semua pasien. Pada
kabur, dan pasien trauma,
menentukan mekanisme cedera dan beberapa informasi lain akan memperkuat kecurigaan terhadap cederatertentu (misalnya, cedera akibat tertumbuk kemudi
5
kendaraan, gangguan kompartemen pada pengemudi akibat kecelakaan kendaraan bermotor). Jika sadar, pasien mungkin dapat menunjukkan lokasi nyeri. Tanda vital, sebelum dibawa ke unit gawat darurat sebaiknya dicatat. Nyeri dada, perut, atau punggung mungkin menunjukkan gangguan pada pembuluh darah. Tanda klasik pada aneurisma arteri torakalis adalah nyeri yang menjalar ke punggung. Aneurisma aorta abdominalis biasanya menyebabkan nyeri perut, nyeri punggung, atau nyeri panggul.7,8 Pemeriksaan fisis seharusnya selalu dimulai dengan penanganan jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi. Ketiganya dievaluasi dan distabilkan secara bersamaan,sistem sirkulasi harus dievaluasi untuk tanda-tanda dan gejala-gejala syok. Jangan hanya berpatokan pada tekanan darah sistolik sebagai indikator utama syok; hal ini m e n y e b a b k a n d i a g n o s i s l a m b a t . M e k a n i s m e kompensasi
mencegah
penurunan
tekanan darah sistolik secara
signifikan hingga pasien kehilangan 30% dari volume darah. Sebaiknya nadi, frekuensi pernapasan, dan perfusi kulit lebih diperhatikan. Juga, pasien yang mengkonsumsi beta bloker mungkin tidak mengalami takikardi, tanpa memperhatikan derajat syoknya.10 Klasifikasi perdarahan telah ditetapkan, berdasarkan persentase volume darah yang hilang. Namun, perbedaan antara klasifikasi tersebut pada pasien hipovolemik sering tidak nyata. Penanganan sebaiknya agresif dan langsung lebih berkaitan pada respon terapi dibandingkan klasifikasi awal. 10 Pada pasien dengan trauma, perdarahan biasanya dicurigai sebagai penyebab dari syok. Namun, hal ini harus dibedakan dengan penyebab syok yang lain. Diantaranya tamponade jantung (bunyi jantung melemah, distensi vena leher), tension pneumothorax (deviasi trakea, suara napas melemah unilateral), dan trauma medulla spinalis (kulit hangat, jarang takikardi, dan defisit neurologis).8 Ada empat daerah perdarahan yang mengancam jiwa meliputi: dada, perut, paha, dan bagian luar tubuh.7,8
6
1. Dada sebaiknya diauskultasi untuk mendengar bunyi pernapasan yang melemah, karena perdarahan yang mengancam hidup dapat berasal dari miokard, pembuluh darah, atau laserasi paru. 2. Abdomen seharusnya diperiksa untuk menemukan jika ada nyeri atau distensi, yang menunjukkan cedera intraabdominal. 3. Kedua paha harus diperiksa jika terjadi deformitas atau pembesaran (tandatanda fraktur femur dan perdarahan dalam paha). 4. Seluruh tubuh pasien seharusnya diperiksa untuk melihat jika ada perdarahan luar. Pada pasien tanpa trauma, sebagian besar perdarahan berasal dari abdomen. Abdomen harus diperiksa untuk mengetahui adanya nyeri, distensi, atau bruit. Mencari bukti adanya aneurisma aorta, ulkus peptikum, atau kongesti hepar. Juga periksa tanda-tanda memar atau perdarahan.7 Pada pasien hamil, dilakukan pemeriksaan dengan speculum steril. Meskipun, pada perdarahan trimester ketiga, pemeriksaan harus dilakukan sebagai double set up di ruang operasi. Periksa abdomen, uterus, atau adneksa.7 Penyebab-penyebab syok hemoragik adalah trauma, pembuluh darah, gastrointestinal, atau berhubungan dengan kehamilan.11 1. Penyebab trauma dapat terjadi oleh karena trauma tembus atau trauma bendatumpul. Trauma yang sering menyebabkan syok hemoragik adalah sebagai berikut: laserasi dan ruptur miokard, laserasi pembuluh darah besar, dan perlukaan organ padat abdomen, fraktur pelvis dan femur, dan laserasi pada tengkorak. 2. Kelainan
pada
pembuluh
darah
yang
mengakibatkan
banyak
kehilangan darah antara lain aneurisma, diseksi, dan malformasi arteri vena. 3. Kelainan
pada
gastrointestinal
yang
dapat
menyebabkan
syok
hemoragik antara lain: perdarahan varises oesofagus, perdarahan ulkus peptikum, Mallory Weiss tears, dan fistula aorta intestinal. 4. Kelainan
yang
berhubungan
dengan
kehamilan,
yaitu
kehamilan
ektopik terganggu, plasenta previa, dan solutio plasenta. Syok hipovolemik
7
akibat kehamilan ektopik umum terjadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada pasien dengan tes kehamilan negatif jarang terjadi, tetapi pernahdilaporkan.16 Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisis dilakukan, langkah diagnosis selanjutnya tergantung dari penyebab yang mungkin pada hipovolemik, dan stabilitas dari kondisi pasien.7 Pemeriksaan penunjang awal yang sebaiknya dilakukan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi antara lain:8,10 1. Hemoglobin dan hematokrit. Pada fase awal renjatan syok karena perdarahan kadar Hb dan hematokrit masih tidak berubah, kadar Hb dan hematokrit akan menurun sesudah perdarahan berlangsung lama, karena proses autotransfusi. Hal ini tergantung dari kecepatan hilangnya darah yang terjadi. Pada syok karena kehilangan plasma atau cairan tubuh seperti pada dengue fever atau diare dengan dehidrasi akan terjadi haemokonsentrasi. 2. Urin. Produksi urin akan menurun, lebih gelap dan pekat. Berat jenis urinmenigkat >1,020. Sering didapat adanya proteinuria. 3. Pemeriksaan analisa gas darah pH, PaO2, PaCO2 dan HCO3 darah menurun. Bila proses berlangsung terus maka proses kompensasi tidak mampu lagi dan akan mulai tampak tanda-tanda kegagalan dengan makin menurunnya pH dan PaO2 dan meningkatnya PaCO2 dan HCO3. Terdapat perbedaan yang jelas antara PO2 dan PCO2 arterial dan vena. 4. Pemeriksaan elektrolit serum. Pada renjatan sering kali didapat adanya gangguan keseimbangan elektrolit seperti hiponatremi, hiperkalemia, dan hipokalsemia terutama pada penderita dengan asidosis. 5. Pemeriksaan fungsi ginjal pemeriksaan BUN (Blood urea nitrogen) dan serum kreatinin penting pada renjatan terutama bila ada tanda-tanda gagal ginjal. 6. Pemeriksaan faal hemostasis. 7. Pemeriksaan Radiologi, foto rontgen, ultrasonografi dan CT-scane. II.4.4 Penatalaksanaan Keadaan syok hipovolemia biasanya terjadi bersamaan dengan kecelakaan sehingga diperlukan tatalaksana prehospital untuk mencegah timbulnya
8
komplikasi, transfer pasien ke rumah sakit harus cepat, tatalaksana awal di tempat kejadian harus segera dikerjakan. Pada perdarahan eksternal yang jelas, dapat dilakukan penekanan langsung untuk mencegah kehilangan darah yang lebih banyak lagi. 12 Prinsip pengelolaan dasar adalah menghentikan perdarahan dan mengganti kehilangan volume.13 I.
Penatalaksanaan awal A. Pemeriksaan jasmani 13,14 Meliputi penilaian ABCDE, serta respon penderita terhadap terapi, yakni melalui tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat kesadaran. 1. Airway dan Breathing Tujuan: membebaskan jalan nafas dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi >95%. Pada pasien cedera servikal
p e r l u dilakukan imobilisasi. Pada pasien dengan syok
hipovolemik memberikan ventilasi tekanan positif dapat mengakibatkan terjadinya
penurunan
aliran balik
vena,
cardiac
output,
dan
memperburuk syok. Untuk memfasilitasi ventilasi maka dapat diberikan oksigen yang sifat alirannya high flow. Dapat diberikan dengan menggunakan non rebreathing mask sebanyak 10-12 L/menit.12 2. Sirkulasi Kontrol pendarahan dengan, mengendalikan pendarahan dan memperoleh akses intravena yang cukup, kemudian menilai perfusi jaringan. Pengendalian pendarahan, dari luka luar tekanan langsung pada tempat pendarahan (bebat tekan). Pada pasien dengan hipotensi dengan menaikkan kakinya lebih tinggi dari kepala dan badannya akan meningkatkan venous return. Pada pasien hipotensi yang hamil dengan cara memiringkan posisinya ke sebelah kiri juga meningkatkan aliran darah balik ke jantung. 3. Disability
9
Pemeriksaan neurologi. Menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik. Manfaat: menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan. 4. Exposure Pemeriksaan lengkap terhadap cedera lain yang mengancam jiwa serta pencegahan terjadi hipotermi pada penderita. 5. Dilatasi Lambung: dekompresi Dilatasi lambung pada penderita trauma, terutama anak-anak mengakibatkan terjadinya hipotensi dan disritmia jantung yang tidak dapatditerangkan. Distensi lambung menyebabkan terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang tidak sadar, distensi lambung menyebabkan resiko aspirasi isi lambung. Dekompresi dilakukan dengan memasukkan selang melalui mulut atau hidung dan memasangnya untuk mengeluarkan isi lambung. 6. Pemasangan kateter urin memudahkan penilaian adanya hematuria dan evaluasi perfusi ginjal dengan memantau produksi urin. Kontraindikasi: darah pada uretra, prostat letak tinggi, mudah bergerak. B. Akses pembuluh darah Harus segera didapatkan akses ke pembuluh darah. Paling baik dengan 2 kateter intravena ukuran besar, sebelum jalur vena sentral. Kateter yang digunakan adalah kateter pendek dan kaliber besar agar dapat memasukkan cairan dalam jumlah besar. Tempat terbaik jalur intravena orang
dewasa
adalah
lengan
bawah.
Bila
tidak
m e m u n g k i n k a n d i g u n a k a n a k s e s pembuluh sentral atau melakukan venaseksi. Pada anak-anak < 6 tahun, teknik penempatan jarum intraosseus harus dicoba sebelum menggunakan jalur vena sentral. Selain itu, teknik intraoseus juga dapat dilakukan pada pasien dewasa dengan hipotensi. 12 Jika kateter vena telah terpasang, diambil darah untuk crossmatc, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan toksikologi, serta tes kehamilan pada wanita subur serta analisis gas darah arteri.13
10
C. Terapi Awal Cairan Larutan elektrolit isotonik digunakan sebagai terapi cairan awal. Jenis cairan ini mengisi intravaskuler dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume vaskuler dengan mengganti volume darah yang hilang berikutnya kedalam ruang intersisial dan intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama sedangkan NaCl fisologis adalah pilihan kedua. Jumlah cairan yang diberikan adalah berdasarkan hukum 3 untuk 1, yaitu memerlukan sebanyak 300 ml larutan elektrolit untuk 100 ml darah yang hilang. Sebagai contoh, pasien dewasa dengan berat badan 70 kg dengan derajat perdarahan III membutuhkan jumlah cairan sebanyak 4.410 cairan kristaloid. Hal ini didapat dari perhitungan
[(BB
x
%
darah
untuk
masing-masing
usia
x
% perdarahan) x 3], yaitu [70 x 7% x 30% x 3]. 13 Jumlah darah pada dewasa adalah sekitar 7% dari berat badan, anak-anak sekitar 8-9% dari berat badan. Bayi sekitar 9-10% dari berat badan. 16 Pemberian cairan ini tidak bersifat mutlak, sehingga perlu dinilai respon penderita untuk mencegah kelebihan atau kekurangan cairan. 13,17 B i l a s e w a k t u r e s u s i t a s i , j u m l a h c a i r a n y a n g diperlukan melebihi perkiraan, maka diperlukan penilaian ulang yang teliti dan perlu mencari cedera yang belum diketahui atau penyebab syok yang lain. Singkatnya untuk bolus cairan inisial dapat diberikan 1-2 L cairan kristaloid, pada pasien anak diberikan 20 cc/kg BB II. Evaluasi Resusitasi Cairan dan Perfusi Organ.13,15
11
Gambar 1. Bagan Penatalaksanaan Syok Hipovolemik. Keberhasilan manajemen syok hemoragik atau lebih khusus lagi resusitasi cairan bisa dinilai dari parameter-parameter berikut: Capilary refill time < 2 detik, MAP 65-70 mmHg, saturasi O2 >95%, Urine output >0.5 ml/kg/jam (dewasa) ; > 1 ml/kg/jam (anak), Shock index = HR/SBP (normal 0.5-0.7),CVP 8 to12 mm Hg, ScvO2 > 70%IV.
12
Tabel 1. Klasifikasi syok hemoragik % Blood Volume loss
< 15%
15 – 30%
30 – 40%
>40%
HR
<100
>100
>120
>140
SBP
N
N, ↓ DBP, ↓ postural drop
↓
Pulse Pressure
N or
↓
↓
↓
Cap Refill
< 3 sec
> 3 sec
Resp
14 - 20
20 - 30
>3 sec or absent absent 30 - 40 >35
CNS
anxious
v. anxious
confused
Treatment
1 – 2 L 2 L crystalloid, 2 L crystalloid, recrystalloid, + re-evaluate evaluate, replace blood maintenance loss 1:3 crystalloid, 1:1 colloid or blood products. Urine output >0.5 mL/kg/hr
lethargic
TTransfusi Da Tranfusi Darah Tujuan utama transfusi darah adalah memperbaiki kemampuan mengangkut oksigen dari volume darah. Pemberian darah juga tergantung respon penderita terhadap pemberian cairan.13 a. Pemberian darah packed cell vs darah biasa. Tujuan utama transfusi darah: memperbaiki kemampuan mengangkut oksigen dari volume darah. Dapat diberikan darah biasa maupun packed cell. Pemberian cairan adekuat dapat
memperbaiki
cardiac
output tetapi
tidak
memperbaiki
oksigensi sebab tidak ada penambahan jumlah dari media transport oksigen yaitu hemoglobin. Pada keadaan tersebut perlu dilakukan tranfusi. Beberapa indikasi pemberian tranfusi PRC adalah:16 1. Jumlah perdarahan diperkirakan >30% dari volume total a t a u p e r d a r a h a n derajat III 2. Pasien hipotensi yang tidak berespon terhadap 2 L kristaloid 3. Memperbaiki delivery oksigen
13
4. Pasien
kritis
dengan
kadar
hemoglobin
6-8
g r / d l . Fresh
frozen plasma diberikan apabila terjadi kehilangan darah lebih dari 20-25% atau terdapat koagulopati dan dianjurkan pada pasien yang telahm e n d a p a t
5-10
unit
PRC.
Tranfusi
platelet
d i b e r i k a n a p a b i l a k e a d a a n trombositopenia (trombosit <20.00050.000/mm 15) dan perdarahan yang terus menerus. Berikut indikasi dan unit pemberian:18 Komplikasi paling umum pada syok hemoragik adalah penggantian volume yang tidak adekuat. 1. Pendarahan yang berlanjut, perdarahan yang tidak terlihat adalah penyebab paling umum dari respon buruk penderita terhadap cairan, dan termasuk kategori respon sementara. 2. Kebanyakan
cairan
(overload )
dan
pemantauan
CVP
(central
venous pressure). Setelah penilaian penderita dan pengelolaan awal, resiko kebanyakan cairan diperkecil dengan memantau respon penderita terhadap resusitasi, salah satunya dengan CVP. CVP merupakan pedoman standar untuk menilai kemampuan sisi kanan jantung untuk menerima beban cairan. 3. Menilai masalah lain. Jika penderita tidak memberi respon terhadap terapi, maka perlu dipertimbangkan adanya tamponade jantung, penumothoraks, masalah ventilator, kehilangan cairan yang tidak diketahui, distensi akut lambung, infark miokard, asidosis diabetikum, hipoadrenalisme dan syok neurogenik. Beberapa medikasi lain yang diperlukan adalah pemberian antibiotik dan antasida atau H2 blocker. Pasien syok perdarahan memiliki resiko terjadinya sepsis akibat iskemi pada sistem saluran cerna. Pemberi anantasida atau H2 blocker bertujuan untuk mengurangi stress ulcer 18 4. Sekuele neurologis 5. Kematian
14
II.5 Syok Anafilaktik II.5.1 Definisi Syok anafilaktik merupakan suatu reaksi anafilaksis berat yang disertai dengan insufisiensi sirkulasi. Anafilaksis merupakan kondisi alergi dimana curah jantung dan tekanan arteri menurun dengan hebat. II.6.2 Etiologi 1. Makanan : kacang, telur, susu, ikan laut, buah. 2. Allergen immunotherapy 3. Gigitan atau sengatan serangga 4. Obat-obat : penicillin, sulpha, immunoglobin (IVIG), serum, NSAID 5. Latex 6. Vaksin 7. Exercise induce 8.
Anafilaksis idiopatik: anafilaksis yang terjadi berulang tapa diketahui penyebabnya meskipun sudah dilakukan evaluasi/observasi dan challenge test, diduga karena kelainan pada sel mast yang menyebabkan pengeluaran histamine.
II.5.3 Patofisiologi Anafilaksis adalah reaksi sistemik yang disebabkan oleh antigen khusus yang bereaksi dengan molekul IgE pada permukaan sel mast dan basofil yang menyebabkan pengeluaran segera beberapa mediator yang kuat. Salah satu efek utamanya adalah menyebabkan basofil dalam darah dan sel mast dalam jaringan prekapiler melepaskan histamin atau bahan seperti histamin. Histamin selanjutnya menyebabkan: (1) Kenaikan kapasitas vaskular akibat dilatasi vena, (2) Dilatasi arteriol yang mengakibatkan tekanan arteri menjadi sangat menurun, dan (3) Kenaikan luar biasa pada permeabilitas kapiler dengan hilangnya cairan dan protein kedalam ruang jaringan secara cepat. Hasil akhirnya merupakan suatu penurunan yang luar biasa pada aliran balik vena dan
15
seringkali menimbulkan syok serius sehingga pasien meninggal dalam beberapa menit. Mediator ini menyebabkan timbulnya gejala-gejala urtikaria, angioedema, spasme bronkus, spasme laring, meningkatnya permeabilitas pembuluh darah, vasodilatasi, dan nyeri/ kolik abdomen. Jika seseorang sensitif terhadap suatu antigen dan kemudian terjadi kontak lagi terhadap antigen tersebut, akan timbul reaksi hipersensitivitas. Antigen yang bersangkutan terikat pada antibodi dipermukaan sel mast sehingga terjadi degranulasi, pengeluaran histamin, dan zat vasoaktif lain. Keadaan ini menyebabkan peningkatan permeabilitas dan dilatasi kapiler menyeluruh. Terjadi hipovolemia relatif karena vasodilatasi yang mengakibatkan syok, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan edem. Pada syok anafilaktik, bisa terjadi bronkospasme yang menurunkan ventilasi. Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase : a. Fase Sensitisasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di tangkap oleh makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen tersebut pada Limfosit T, dimana akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadisel Plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi Immunoglobulin E (Ig E) spesifik untuk antigen tersebut. Ig E ini kemudian terikat pada receptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil. b. Fase Aktivasi, yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan
16
istilah
preformed
mediators.
Ikatan
antigen-antibodi
merangsang
degradasi asam arakidonat dari membran sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan Prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut Newly formed mediators. c. Fase Efektor adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ- organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mukus dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan bradikinin menyebabkan kontraksi
otot
polos.
Platelet
activating
factor
(PAF)
berefek
bronchospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan bronchokonstriksi, demikian juga dengan Leukotrien.
Gambar 2. Fase- fase Mekanisme Syok Anafilaktik
17
Gambar 3. Bagan Patogenesis Syok Anafilaktik II.5.4 Manifestasi Klinis Reaksi timbul dalam beberapa detik atau menit sesudah paparan allergen. Gejala kardiovaskular
:hipotensi/renjatan
Gejala saluran nafas
:sekret hidung enter, hidung gatal, udema hipopharing/laring, gejala asma.
Kulit
: pruritus, erithema, urtikaria dan angioedema.
Gejala Intestinal
:kolik abdomen, kadang-kadang disertai muntah dan diare.
18
Gejala SSP
:pusing, sincope, gangguan kesadaran sampai koma.
II.5.5 Diagnosis a. Anamnesis: mencari zat penyebab anafilaksis (injeksi, minum obat, disengat hewan, makan sesuatu atau setelah test kulit ), timbul biduran mendadak, gatal dikulit, suara parau sesak ,sukar nafas, lemas, pusing, mual, muntah sakit perut setelah terpapar sesuatu. b. Fisik diagnostik • Keadaan umum
: baik sampai buruk
• Kesadaran
: Composmentis sampai Koma
• Tensi
: Hipotensi,
• Nadi
:Tachycardi,
• Kepala dan leher
:cyanosis, dispneu, conjunctivitis, lacrimasi, edema periorbita, perioral, rhinitis
• Thorax aritmia sampai arrest Pulmo Bronkospasme, stridor, rhonki dan wheezing,Abdomen: Nyeri tekan, BU meningkat • Ekstremitas
: Urticaria, edema
d. Pemeriksaan Tambahan Hematologi: Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah putih yang banyak atau sedikit, dan jumlah faktor pembekuan yang menurun. Jika terjadigagal ginjal, kadar hasil buangan metabolik (seperti urea nitrogen) dalam darah akanmeningkat. Hitung sel meningkat hemokonsentrasi, trombositopenia eosinophilia naik/normal / turun. Biakan darah dibuat untuk menentukan bakteri penyebab infeksi. e. Foto rontgen: Hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis karena mukus plug. f. EKG: Gangguan konduksi, atrial dan ventrikular disritmia atau menunjukkanketidakteraturan irama jantung, menunjukkan suplai darah yang tidak memadai ke otot jantung.
19
g. Analisa gas darah menunjukkan adanyaasidosis
dan rendahnya
konsentrasi oksigen II.5.6 Penatalaksanaan Penanggulangan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab penderita berada
pada
keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan syok
anafilaktik tidaklah sulit, asal tersedia obat-obat emergensi dan alat bantu resusitasi gawat darurat serta. 1. Resusitasi (A B C) 2. Adrenalin 1%: 0,01m1/kgBB diberikan intramuskular. Bila tidak ada perbaikan, diulang10-15 menit kemudian (maksimal 3 kali). 3. Infus RL/NaCL 0,9% atau cairan kolloid 20 ml/kg/10 menit bila dengan adrenalin belum menunjukkan perbaikan perfusi jaringan. 4. Bronkodilator pada penderita yang menunjukkan gejala seperti asma. Aminophylline intravena atau α adrenergic bronkodilator (albuterol, terbutalin) parenteral atau nebulizer. 5. Antihistamin : •
Diphenhydramine 2 mg/kg BB i.m atau i.v atau 5 mg/kgBB per oral.
•
Chlortrimeton untuk gejala-gejala kulit seperti urtikaria, angioedema pruritus.
6. Kortikosteroid : Hydrocortisone 6- 8 mg/kg BB/ 6-8 jamKortikosteroid hanya diberikan pada renjatan refrakter, urtikaria persisten, atauangioedema yang masih menetap setelah fase akut teratasi.
20
Gambar 4. Prinsip Penanganan Syok Anafilaktik II.6 Syok Kardiogenik II.6.1 Definisi dan Etiologi Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya tanda-tanda syok dan dijumpai adanya penyakit jantung, seperti infark miokard yang luas,gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli p a r u , tamponade jantung, kelainan katub atau sekat jantung.10 II.6.2 Patogenesis Patofisiologi yang mendasari syok kardiogenik adalah depresi kontraktilitas miokard yang mengakibatkan lingkaran setan penurunan curah jantung, tekanan darah rendah, insufisiensi koroner, dan selanjutnya terjadi penurunan kontraktilitas dan curah jantung. Syok kardiogenik ditandai dengan gangguan fungsi ventrikel kiri, yang mengakibatkan gangguan berat pada pefusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan. Yang khas pada syok kardiogenik oleh
21
infark miokardium akut adalah hilangnya 40% atau lebih jaringan otot pada ventrikel kiri. Selain dari kehilangan masif jaringan otot ventrikel kiri juga ditemukan daerah-daerah nekrosis fokal diseluruh ventrikel. Nekrosis fokal diduga merupakan kibat dari ketidak seimbangan yang terus-menerus antara kebutuhan dan suplai oksigen miokardium. Pembuluh koroner yang terserang juga tidak mampu meningkatkan alira darah secara memadai sebagai respon terhadap peningkatan beban kerja dan kebutuhan oksigen jantung olehaktivitas respon kompensatorik seperti perangsangan simpatik. Sebagai akibat dari proses infark, kontraktilitas ventrikel kiri dan kinerjanya menjadi sangat terganggu.Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu menyediakancurah jantung yang memadai untuk mempertahankan perfusi jaringan. M a k a dimulailah siklus berulang. Siklus dimulai dengan terjadinya infark yang berlanjut dengan gangguan fungsi miokardium. Gangguan fungsi miokardium yang berat akan menyebabkan menurunnya curah jantung dan hipotensi arteria. Akibatnya terjadinya asidosis metabolik dan menurunnya perfusi koroner, yang lebih lanjut mengganggu fungsi ventrikel dan menyebabkan terjadinya aritmia.3. II.6.3 Gejala Klinis Syok kardiogenik ditandai dengan tekanan sistolik rendah (kurang dari 90mmHg), diikuti menurunnya aliran darah ke organ vital :8,10 1. Produksi urin kurang dari 20 ml/jam 2. Gangguan mental, gelisah, sopourus 3. Akral dingin 4. Aritmia yang serius, berkurangnya aliran darah koroner, meningkatnya laktat kardial. 5. Meningkatnya adrenalin, glukosa, free fatty acid cortisol , rennin, angiotensin plasma serta menurunnya kadar insulin plasma. Pada keadaan lanjut akan diikuti hipoksemia primer ataupun sekunder, terjadi karena ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi,
hipovolemia,
dan
asidosis
metabolic. Hipovolemia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada
22
syok kardiogenik, disebabkan oleh meningkatnya redistribusi cairan dari intravaskular ke interstitiel, stres akut, ataupun penggunaan diuretika.10 Kriteria hemodiamik syok kardiogenik adalah hipotensi terus menerus (tekanan darah sistolik < 90 mmHg lebih dari 90 menit) dan bekurangnya cardiac index (<2,2/menit per m2) dan meningginya tekanan kapiler paru (>15 mmHg).10 Diagnosis dapat juga ditegakkan sebagai berikut: 10 1. Tensi turun: sistolik < 90 mmHg atau menurun lebih dari 30-60 mmHg darisemula, sedangkan tekanan nadi < 30 mmHg. 2. Curah jantung, indeks jantung < 2,1 liter/menit/m2. 3. Tekanan di atrium kanan (tekanan vena sentral) biasanya tidak turun, normal,rendah sampai meninggi. 4. Tekanan di atrium kiri (tekanan kapiler baji paru) rendah sampai meninggi. 5. Resistensi sistemis. 6. Asidosis. II.6.4 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan yang segera dilakukan :10 1. Serum elektrolit, fungsi ginjal dan fungsi hepar. 2. Jumlah sel darah merah, leukosit (infeksi), trombosit (koagulopati) 3. Enzim Jantung (Creatinine Kinase, troponin, myoglobin, LDH) 4. Analisa gas darah arteri, dapat menggambarkan keseimbangan asambasa dan k a d a r o k s i g e n . 5. .Pemeriksaan serial kadar laktat, menggambarkan hipoperfusi dan prognosis. 6. Pemeriksaan yang harus direncanakan adalah EKG, ekokardiografi. foto polos dada. II.6.5 Penatalaksanaan Prehospital care: bertujuan untuk meminimalisir iskemik d a n s y o k y a n g sedang terjadi. Pasien dipasang akses intravena,
23
oksigen h i g h f l o w , d a n m o n i t o r jantung/ EKG. Dengan EKG dapat segera dideteksi terjadinya ST elevasi yang terjadi pada infark miokard. Obat-obatan inortropik sebaiknya dipersiapkan. Bila perlu, dapat dilakukan pemberian ventilasi tekanan positif dan intubasi. Pemasangan CPAP (Continuous positive airway pressure) atau BIPAP (bilevel positive airway pressure) dapat dipertimbangkan. Berdasarkan
penelitian
yang
terdahulu,
terapi
pilihan
u n t u k s y o k t i p e i n i adalah percutaneus coronary intervention (PCI) atau bypass arteri koroner. Dengan t e r a p i i n i m a k a a n g k a k e m a t i a n d a p a t t u r u n d a l a m 1 t a h u n p e r t a m a . P C I t e r b a i k dilakukan saat onset dengan kejadian infark sekitar 90 menit sampai 12 jam pertama. Jika fasilitas seperti ini tidak ada, maka terapi dengan trombolitik dapat dipertimbangkan. Beberapa penelitian menunjukkan pemberian trombolitik pada tekanan darah yang rendah tidak dapat mengakibatkan lisis thrombus di pembuluh darah. Tatalaksana dimulai dengan manajemen ABC. Pada pasien yang sangat sesak dapat dipertimbangkan intubasi dan ventilasi mekanik. P e m b e r i a n vasopresor intravena baik untuk meningkatkan inortropik dan m e m a k s i m a l k a n p e r f u s i k e miokardium yang iskemik. Yang perlu diperhatikan, pemberian vasopresor itu sendiri dapat berakibat peningkatan denyut jantung yang pada akhirnya akan memperluas infark yang telah terjadi. Sehingga penggunaan vasopresor disini harus digunakan secara hati-hati. Beberapa vasopresor yang dapat diberikan seperti:20, 21 1. Dopamin, dengan dosis tinggi mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen miokard, dosis yang digunakan 5-10 mcg/kg/min. 2. Dobutamin selain memiliki sifat inortropik tetapi juga memiliki efek vasodilatasi sehingga dapat mengurangi preload dan afterload. 3. Norepinefrin per infus dapat diberikan pada syok kardiogenik yang refrakter, obat ini dapat mengakibatkan peningkatan afterload, dosis yang dapat digunakan 0.5 mcg/kg/min. Preparat nitrat atau morfin digunakan
24
untuk
analgetik,
tetapi
perlu
diingat bahwa
keduanya
dapat
mengakibatkan hipotensi sehingga jangan sampai memperparah keadaan syok pasien dengan pemberian preparat ini. Alat yang dapat membantu pasien dalam syok kardiogenik secara mekanis yakni intraaortic balloon pump (IABP) bermanfaat terutama pada syok kardiogenik yang sudah tidak dapat ditangani dengan obat-obatan.20 Anti agregasi trombosit seperti aspirin tersedia dalam 81 mg, 325 mg, 500 mg, dapat menurunkan mortalitas akibat infark miokard. Vasodilator yang juga dapatdigunakan adalah nitrogliserin IV yang bekerja dengan merelaksasikan otot polos pembuluh darah sehingga menurunkan resistensi perifer.20 II.6.6 Beberapa komplikasi syok kardiogenik: -Henti jantung -Disritmia -Gagal ginjal -Kegagalan multiorgan -Aneurisma ventrikel -Sekuele tromboembolik -Stroke -Kematian.20 II.7 Syok Neurogenik II.7.1 Definisi Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik terdapat cedera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cideraspinal, atau anestesi umum yang dalam). Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok distributif. 7 II.7.2 Etiologi dan Patogenesis Syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh sehingga terjadi
25
hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh darah pada capacitance vessels. Hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik ini diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti : trauma kepala, cedera spinal atau anestesi umum yangdalam). Syok neurogenik juga disebut sinkop. Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan terjadinya vasodilatasi menyeluruh di daerah splangnikus sehingga aliran darah ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut, atau nyeri hebat. Pasien merasa pusing dan biasanya jatuh pingsan. Setelah pasien dibaringkan, umumnya keadaan berubah menjadi baik kembali secara spontan. Trauma kepaa yang terisolasi tidak akanmenyebabkan syok. Adanya syok pada trauma kepala harus dicari penyebab yang lain. Trauma pada medulla spinalis akan menyebabkan hipotensi akibat hilangnyatonus simpatis. Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi perifer.5. II.7.3 Gejala klinis Pada pemeriksaan fisik terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia.7 II.7.4 Diagnosis Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain:7,21 1. Darah (Hb, Ht, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar ureum, kreatinin, glukosa darah. 2. Analisa gas darah 3. EKG II.7.5 Penatalaksanaan Konsep dasar
untuk syok distributif adalah dengan pemberian
vasoaktif seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitansfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat tersebut. 4,9
26
1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi Trendelenburg). 2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jikaterjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi.13 3. Untuk keseimbangan
hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan
resusitasi cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilairespon terhadap terapi 4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obatvasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang kontra indikasi bila ada perdarahan seperti ruptur lien) :3,14,15 Dopamin Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek serupa
dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.· Norepinefrin
efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan,diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali. Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi otot-otot uterus. Epinefrin pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus
27
diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok neurogenik. Dobutamin Berguna jika tekanan darah rendah yang
diakibatkan
oleh
menurunnya
cardiacoutput.
Dobutamin
dapat
menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer. II.8 Syok septik II.8.1 Definisi Syok septik adalah bentuk paling umum syok distributif dan disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas. Insiden syok septik dapat dikurangi dengan mengendalikan infeksi, melakukan tehnik aseptik yang cermat, melakukan debridement luka untuk membuang jaringan nekrotik, pemeliharaan dan pembersihan peralatan secara tepat dan mencuci tangan secara menyeluruh. II.8.2 Etiologi dan Patogenesis Pada umumnya penyebab syok septik adalah infeksi kuman gram negatif yang berada dalam darah/endotoksin. Jamur dan jenis bakteri juga dapat menjadi penyebab septicemia. Syok septik sering diikuti dengan hipovolemia dan hipotensi. Hal ini dapat disebabkan karena penimbunan cairan disirkulasi mikro, pembentukan pintasan arterio venus dan penurunan tahanan vaskuler sistemik, kebocoran kapiler menyeluruh, depresi fungsi miokardium. Beberapa faktor predisposisi syok septik adalah trauma, diabetes, leukemia, granulositopenia berat, penyakit saluran kemih,terapi kortikosteroid jangka panjang, imunosupresan atau radiasi. Syok septik sering terjadi pada bayi baru lahir, usia di atas 50 tahun, dan penderita gangguan system kekebalan.4. II.8.3 Diagnosis Pada
anamnesis
sering
didapatkan
riwayat
demam
tinggi
yang berkepanjangan, sering berkeringat dan menggigil, menilai faktor resiko menderita 23 penyakit menahun, mengkonsumsi antibiotik jangka panjang, pernah mendapatkan tindakan medis/pemebedahan.11
28
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan demam tinggi, akral dingin, tekanandarah turun < 80 mmHg dan disertai penurunan kesadaran. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah putih yang banyak atau sedikit, dan jumlah faktor pembekuan yang menurun. Jika terjadi gagal ginjal, kadar hasil buangan metabolik (seperti urea nitrogen) dalam darah akan meningkat. Analisa gas darah menunjukkan adanya asidosis dan rendahnya konsentrasi oksigen.Pemeriksaan EKG jantung menunjukkan ketidakteraturan irama jantung, menunjukkan suplai darah yang tidak memadai ke otot jantung. Biakan darah dibuat untuk menentukan bakteri penyebab infeksi.11 II.8.4 Penatalaksanaan Pada SIRS ( systemic inflammation response syndrome) dan sepsis, bila terjadi syok ini karena toksin atau mediator penyebab vasodilatasi. Prinsip utama semua s y o k
tetap
ABC.
Pengobatan
berupa
r e s u s i t a s i c a i r a n s e g e r a d a n s e t e l a h k o n d i s i cairan terkoreksi, dapat diberikan vasopressor untuk mencapai MAP optimal. Perfusi jaringan dan oksigenasi sel tidak akan optimal kecuali bila ada perbaikan preload. Dapat dipakai dopamin, norepinephrine dan vasopressin. Untuk menurunkan
suhu
tubuh
yang
hiperpireksia
dapat
diberikan
antipiretik. Pengobatan lainnya bersifat simtomatik. Pengobatan kausal dari sepsis.22 Pemilihan antibiotik untuk sepsis biasanya secara empiris dapat digunakan :vankomisin, ceftazidim, cefepime, ticarcilin, pipercilin, imipenem, meropenem, cefotaxim, klindamisin, metronidazol. II.9 Prognosis Prognosis syok hipovolemik tergantung derajat kehilangan cairan. Bila keadaan klinis pasien dengan syok anafilaktik masih ringan dan penanganan cepat dilakukan
maka
hasilnya
akan
memuaskan.
Prognosis
pada
syok
neurogenik tergantung penyebab syok tersebut. Sedangkan pada syok sepsis baik
29
apabila penatalaksaan hemodinamik cepat dan segera mengetahui bakteri/virus penyebab infeksi. 11
30
BAB III PENUTUP III.1 Kesimpulan Syok bukan merupakan suatu diagnosis, syok merupakan suatu sindrom klinis yang mencakup sekelompok keadaan dengan manifestasi hemodinamik yang bervariasi tetapi petunjuk yang umum adalah tidak adekuatnya perfusi jaringan. Syok terdiri dari beberapa tahapan, diantaranya tahapan kompensasi, tahapan dekompensasi, dan tahapan irreversible.
Berdasarkan
etiologinya,
syok
terdiri
dari,
syok
hipovolemik, syok kardiogenik, dan syok distributif. Syok distributif meliputi
syok
anafilaktik,
syok
neurogenik,
dan
syok
sepsis.
Penanganan syok berbeda-beda sesuai dengan kelainan atau penyebab syok tersebut. Adapun gejala dari syok adalah pucat (pallor ),hipotensi (tekanan sistol < 90 mmHg), kadang- kadang tekanan darah tidak terdeteksi, takikardi (frekuensi jantung > 100x/menit), takipneu (nafas cepat), berkeringat, Akral dingin, dan Oliguria.
31
DAFTAR PUSTAKA 1. Sjamsuhidayat, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC;
2005. 119-24. 2. Udeani J. Shock, Hemorrhagic. 2008 [cited November 26 Th 2011].http://emedicine.medscape.com/article/432650-overview 3. Krausz. Initial Resuscitation Of Hemorrhagic Shock. World Jurnal of Emergency Surgery. 2006. 1-144. 4. American College of Surgeons Committe On Trauma. Advanced
Trauma LifeSupport Untuk Dokter. 1997. 89-1155 . 5. Anderson SP, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit jilid 1, edisi 4.1995. Jakarta: EGC. 6. Stern SA. Low-volume fluid resuscitation for presumed hemorrhagic shock:Helpful or harmful Curr Opin Crit Care 7:422, 2001 7. Japardi,Iskandar.2002.ManifestasiNeurologikShock Sepsis. http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi20.pdf 8. Franklin C M, Darovic G O, Dan B B. Monitoring the Patient in Shock.Dalam buku:
Darovic
G
O,
ed,Hemodynamic
Monitoring:
Invasive
and Noninvasive Clinical Application. USA : EB. Saunders Co. 1995 ; 441 499.9 . 9. SchwarzA,
Hilfiker
ML.Shock.
update
October
2004http:/www/emedicine.com/ped/topic30471 0 10. Patrick D. At a Glance Medicine, Norththampon : Blackwell Science
Ltd,2003 11. Bartholomeusz L, Shock, dalam buku:Safe Anaesthesia, 1996 ; 408-413
12. Kolecki
P,
author.
Hypovolemic
shock
[monograph
on
the
Internet].Washington:Medscape reference;2010[cited2011Nov29]. Available from:http://emedicine.medscape.com/article/760145-treatment 13. American College of Surgeons Committe On Trauma. Advanced Trauma
LifeSupport Untuk Dokter. 1997. 89-11543
32
14. Rifki. Syok dan penanggulangannya. FKUA. Padang.1999
15. Krausz. Initial Resuscitation Of Hemorrhagic Shock. World Jurnal of Emergency Surgery. 2006. 1-141 6 . 16. Martel MJ. Hemorrhagic shock. J Obstet Gynaecol Can. Vol 24 (6).
2002.504-11 17. Stern
SA.
Low-volume
fluid
resuscitation
for
presumed
hemorrhagic shock:Helpful or harmful? Curr Opin Crit Care 7:422, 2001 18. Bozeman
P
WShock,
Hemorrhagic.
2007
[cited
Mei
10
th2011].http://www.emedicine.com 19. Demling RH, Wilson RF. Decision making in surgical care. B.C.
Decker Inc.1988.64 20. Brandler ES, editor. Cardiogenic shock in emergency medicine
[monographon the Internet]. Washington:Medscape reference; 2010 [cited 2011 Nov 29].Available from:http://emedicine.medscape.com/article/759992treatment 21. Lenneman A, Ooi HH, editors. Cardiogenic shock. [monograph on theInternet]. Washington:Medscape reference; 2010 [cited 2011 Nov 29].Available from:http://emedicine.medscape.com/article/152191-treatment 22. Suryono B. Diagnosis dan pengelolaan syok pada dewasa. [Clinical
updatesemergency case]. FK UGM: RSUP dr. Sadjito, 2008
33