REFERAT Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) In Children Following Natural Disasters
Disusun Oleh Set!a"ella I#a Putri $%&%%'&%%$
Diau#an *e+ada dr, -arih -arih Andan. S+,*
DEPARTE/EN I0/1 *ESE2ATAN 3I-A FA*10T FA*10TAS AS *EDO*TERAN *EDO* TERAN DAN I0/1 *ESE2ATAN *ESE2ATAN 1NI4ERSITAS /12A//ADI5A2 5O65A*ARTA 5O65A*ARTA 5O65A*ARTA $%&7
8A8 I PENDA2101AN
Post traumatic stress disorder atau gangguan stres pasca trauma adalah suatu gangguan kecemasan yang timbul setelah mengalami atau menyaksikan suatu ancaman kehidupan atau peristiwa-peristiwa trauma seperti perang militer, bencana alam, serangan dengan kekerasan atau suatu kecelakaan yang serius peristiwa trauma ini menyebabkan reaksi ketakutan. Gejala-gejala umum tersebut antara lain kenangan yang muncul pertama kali berulang-ulang sangat mendalam dan mengganggu akibat peristiwa tersebut berusaha menghindari keadaan- keadaan yang mengingatkan pada peristiwa tersebut menjadi mati rasa secara emosional dan suka menyendiri, sulit tidur, dan konsentrasi, ketakutan. Bila gejala-gejala gangguan stres pasca trauma menjadi parah gangguan tersebut berkembang menjadi gangguan stres pasca trauma setelah mengalami peristiwa yang sama. Resiko akan mengalami gangguan stres pasca trauma meningkat oleh karena banyak faktor, termasuk intensitas beratnya peristiwa yang dialami, sejauh mana anda terlibat didalamnya, dan seberapa hebatnya reaksi. Sementara itu penyebab sebenarnya dari gangguan stres pasca trauma tidak diketahui. Kemungkinan lain adalah dilepaskannya hormon- hormon tertentu oleh otak seperti kortisol dan at-at kimia lainnya sebagai respon terhadap rasa takut, hormon!hormon dan at kimia ini akan membangkitkan kenangan- kenangan tersebut. ",#,$ %enurut penelitian yang dilakukan &aolo, dkk , "# sampai "' bulan setelah gempa ()*+uila, jumlah anak yang berisiko mengalami gangguan kejiwaan relatif rendah dan mirip dengan prealensi yang ditemukan di kebanyakan studi. amun, anak-anak berusia -"/ tahun yang tinggal di pusat gempa memiliki risiko tinggi mengalami gangguan kejiwaan, konsisten dengan penelitian yang dilakukan di keadaan darurat
yang
kompleks.
&enelitian
&aolo
ini
menegaskan
kebutuhan
untuk
memberdayakan sistem untuk meningkatkan skrining, monitoring, manajemen dan rujukan yang bertujuan menilai dan memenuhi kesehatan mental anak-anak perlu sebagai bagian dari interensi pasca bencana 0nterensi. '
8A8 $ TIN3A1AN P1STA*A
De9inisi
&1S2 atau Post Traumatic Stress Disorder adalah Gangguan kejiwaan pada seseorang yang dialami dan berkembang setelah pengalaman traumatik, atau menyaksikan suatu kejadian yang mengancam jiwa, mencederai luka, atau ancaman terhadap integritas dari tubuh, biasanya diiringi dengan ketidakmampuan seseorang untuk beradaptasi. &engertian lain dari &1S2 3 Post Traumatic Stress Disorder 4 adalah kecemasan patologis yang umumnya terjadi setelah seseorang mengalami atau menyaksikan trauma berat yang mengancam secara fisik dan jiwa orang tersebut. &engalaman traumatik ini dapat berupa5 ",# ". 1rauma yang disebabkan oleh bencana seperti bencana alam 3gempa bumi, banjir, topan4, kecelakan, kebakaran, menyaksikan kecelakaan atau bunuh diri, kematian anggota keluarga atau sahabat secara mendadak. #. 1rauma yang disebabkan indiidu menjadi korban dari interperpersonal attack seperti5 korban dari penyimpangan atau pelecehan seksual, penyerangan atau penyiksaan
fisik,
peristiwa
kriminal
3perampokan
dengan kekerasan4,
penculikan, menyaksikan perisiwa penembakan atau tertembak oleh orang lain. $. 1rauma yang terjadi akibat perang atau konflik bersenjata seperti5 tentara yang mengalami kondisi perang, warga sipil yang menjadi korban perang atau yang diserang, korban terorisme atau pengeboman, korban penyiksaan 3tawanan perang4, sandera, orang yang menyaksikan atau mengalami kekerasan. 6. 1rauma yang disebabkan oleh penyakit berat yang diderita indiidu seperti kanker, rheumatoid arthritis, jantung, diabetes, renal failure, multiple sclerosis, *02S dan penyakit lain yang mengancam jiwa penderitanya.
Fa#tor Resi#o PTSD
6
". 7enis kelamin perempuan, # hingga 6 kali lipat dibandingkan pada laki-laki meskipun laki-laki lebih cenderung mengalami kejadian traumatik. #. Gangguan jiwa sebelumnya 3 preexisting anxiety disorder atau preexisting major depression4 beresiko # kali lipat dibandingkan mereka yang tidak mengalami gangguan jiwa.
$. *danya gangguan psikiatrik sebelum trauma baik pada indiidu yang bersangkutaan maupun keluarganya. 6. *danya trauma masa kanak, seperti kekerasan fisik maupun seksual. 8. 9iri kepribadian ambang, paranoid, dependent , atau antisosial. . %empunyai karakter yang bersifat introvert atau isolasi sosial: adanya problem menyesuaikan diri. '. *danya kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi secara bermakna. ;. 1erpapar oleh kejadian-kejadian dalam kehidupan yang luar biasa sebelumnya baik tunggal maupun ganda dan dirasakan secara subjektif oleh suatu kondisi atau peristiwa yang menimbulkan penderitaan bagi dirinya.
E+idemiologi
&realensi seumur hidup &1S2 diperkirakan sekitar ;< populasi umum walaupun tambahan 8 hingga "8< dapat mengalami bentuk subklinis gangguan ini. 2i antara kelompok risiko tinggi yang anggotanya mengalami peristiwa traumatik, angka prealensi seumur hidupnya berkisar hingga 8-'<. &realensi seumur hidup perempuan lebih tinggi dibandingkan pada laki-laki. &1S2 dapat timbul pada usia berapapun, tetapi gangguan ini paling sering dialami oleh dewasa muda. *nak juga dapat mengalami gangguan ini. " Etiologi Stresor
%enurut
definisinya,
stressor
adalah
faktor
penyebab
utama
dalam
perkembangan gangguan stres pasca traumatik. 1etapi tidak setiap orang mengalami gangguan stres pasca traumatik setelah suatu peristiwa traumatik: walaupun stressor diperlukan, stressor tidak cukup untuk menyebabkan gangguan. Klinisi harus mempertimbangkan juga factor biologis indiidual yang telah ada sebelumnya, faktor psikososial sebelumnya, dan peristiwa yang terjadi setelah trauma.# &enelitian terakhir pada gangguan stres pasca trauma telah sangat menekankan pada respons subjektif seseorang terhadap trauma ketimbang beratnya stresor itu sendiri. =alaupun gejala gangguan stres pasca traumatik pernah dianggap secara langsung sebanding dengan beratnya stressor, penelitian empiris telah membuktikan sebliknya. Sebagai akibatnya, consensus yang tumbuh adalah bahwa gangguan memiliki pengaruh pada arti subjektif stresor bagi pasien.#
Bahkan jika dihadapkan dengan trauma yang berat, sebagian besar orang tidak mengalami gejala gangguan stres pascatraumatik. 2emikian juga peristiwa yang tampaknya biasa atau kurang berbahaya bagi kebanyakan orang mungkin menyebabkan gangguan stress pasca traumatik pada beberapa orang karena arti subjektif dari peristiwa tersebut. >aktor kerentanan yang merupakan predisposisi yang tampaknya memainkan peranan penting dalam menentukan apakah gangguan berkembang adalah5 ". *danya trauma masa anak-anak. #. Sifat gangguan kepribadian ambang, paranoid, dependen, atau anti sosial. $. Sistem pendukung yang tidak adekuat. 6. Kerentanan kontitusional genetika pada penyakit psikiatrik. 8. &erubahan hidup penuh stres yang baru terjadi. . &ersepsi lokus kontrol eksternal, bukannya internal. '. &enggunaan alkohol yang baru. # &enelitian psikodinamika terhadap orang yang dapat bertahan hidup dari trauma psikis yang parah telah menemukan aleksitimia, yaitu ketidak mampuan untuk mengidentifikasi atau mengungkapkan keadaan perasaan sebagai ciri yang umum. 7ika trauma psikis terjadi pada anak-anak, biasanya dihasilkan perhentian perkembangan emosional. 7ika trauma terjadi pada masa dewasa, regresi emosional seringkali terjadi. ?rang yang selamat dari trauma biasanya tidak dapat menggunakan keadaan emosional internal sebagai tanda dan mungkin mengalami gejala psikosomatik. %ereka juga tidak mampu menenangkan dirinya jika dalam stres. #
Fa#tor Psi#odinami#a
%odel kognitif dari gangguan stres pascatrauma menyatakan bahwa orang yang terkena adalah tidak mampu untuk memproses atau merasionalisasikan trauma yang mencetuskan gangguan. %ereka terus mengalami stress dan berusaha untuk tidak mengalami stress dengan teknik menghindar. Sesuai dengan kemampuan parsial mereka untuk mengatasi peristiwa secara kognitif, pasien mengalami periode mengakui peristiwa dan menghambatnya secara berganti-ganti.# %odel perilaku dari gangguan stress pascatraumatik menyatakan bahwa gangguan memiliki dua fase dalam perkembangannya. &ertama, trauma 3stimulus yang tidak dibiasakan4 adalah dipasangkan, malalui pembiasaan klasik, dengan stimulus yang
dibiasakan 3pengingat fisik atau mental terhadap trauma4. Kedua, melalui pelajaran instrumental, pasien mengembangkan pola penghindaran terhadap stimulus yang dibiasakan maupun stimulus yang tidak dibiasakan. # %odel psikoanalitik dari gangguan menghipotesiskan bahwa trauma telah mereaktiasi konflik psikologis yang sebelumnya diam dan belum terpecahkan. &enghidupan kembali trauma masa anak-anak menyebabkan regresi dan mekanisme pertahanan represi, penyangkalan, dan meruntuhkan 3undoing 4. @go hidup kembali dan dengan demikian berusaha menguasai dan menurunkan
kecemasan. &asien juga
mendapatkan tujuan sekunder dari dunia luar, peningkatan perhatian atau simpati, dan pemuasan kebutuhan ketergantungan. 1ujuan tersebut mendorong gangguan dan persistensinya. Suatu pandangan kognitif tentang gangguan stress adalah bahwa otak mencoba untuk memproses sejumlah besar informasi yang dicetuskan oleh trauma dengan periode menerima dan menghambat peristiwa secara berganti-ganti. #
Fa#tor 8iologis
%odel praklinik pada binatang tentang ketidakberdayaan, pembangkitan, dan sensitisasi yang dipelajari telah menimbulkan teori tentang norepinefrin, dopamin, opiate-endogen, dan reseptor benodiaepine dan sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal. &ada populasi klinis, data telah mendukung hipotesis bahwa system noradrenergik dan opiate endogen, dan juga sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal, adalah hiperaktif pada sekurangnya beberapa pasien dengan gangguan stress pascatraumatik. # 1emuan biologis utama lainnya adalah peningkatan aktiitas dan responsiitas sistem saraf otonom, seperti yang dibuktikan oleh peniggian kecepatan denyut jantung dan pembacaan tekanan darah, dan arsitektur tidur yang abnormal. Bebrapa peneliti telah menyatakan adanya kemiripan antara gangguan stress pascatraumatik dan dua gangguan psikiatrik lain, gangguan depresif bera t dan gangguan panik. # 6eala
Klien dengan &1S2 dapat saja tidak menunjukkan gejala-gejala khas &1S2 secara kontinu dan dalam kurun waktu yang tentu. Gejala dapat timbul sewaktu-waktu bergantung pada stimuli yang diterima klien. Gejala &1S2, meskipun tidak spesifik, meliputi indikasi yang khas. 1erdapat tiga tipe gejala, flight, fight, dan freeze. *nsietas dan penghindaran merupakan gejala flight . %eningkatnya amarah dan perilaku
kekerasan merupakan gelaja fight, sedangkan kekebasan, disasosiasi, dan alterasi dalam persepsi diri merupakan karakteristik freeze 3*&*, #///4. 1iga tipe gejala yang sering terjadi pada &1S2 adalah5 ",#,$ ". &engulangan pengalaman trauma, ditunjukkan dengan5 •
selalu teringat akan peristiwa yang menyedihkan yang telah dialami
flashback 3merasa seolah-olah peristiwa yang menyedihkan terulang kembali4
•
•
nightmares 3mimpi buruk tentang kejadian-kejadian yang membuatnya s edih4
•
reaksi emosional dan fisik yang berlebihan karena dipicu oleh kenangan akan
peristiwa yang menyedihkan. #. &enghindaran dan emosional yang dangkal, ditunjukkan dengan5 •
menghindari aktiitas, tempat, berpikir, merasakan, atau percakapan yang
berhubungan dengan trauma. •
kehilangan minat terhadap semua hal
perasaan terasing dari orang lain
•
•
emosi yang dangkal.
$. Sensitifitas yang meningkat, ditunjukkan dengan5 •
susah tidur
•
mudah marahAtidak dapat mengendalikan marah
•
susah berkonsentrasi
•
kewaspadaan yang berlebih
•
respon yang berlebihan atas segala sesuatu
%eskipun kriteria &1S2 awalnya dikembangkan berdasarkan pengetahuan dari sampel orang dewasa, beberapa gejala yang berkaitan dengan usia yang ditambahkan dalam ersi berikutnya 32S%-000-R, 2S%-0, dan 2S%-4. *da beberapa ulasan yang komprehensif mengenai penelitian pasca bencana pada anak-anak. Clasan ini menunjukkan bahwa anak-anak menunjukkan gejala yang pada tahun pertama pasca bencana, dan gejala-gejala sebagian besar menurun dengan cepat setelah sembilan sampai "6 bulan pasca bencana. %eskipun sebagian besar anak-anak dapat pulih tak lama setelah bencana tersebut, tetapi ada pula &1S2 yang bertahan lebih lama untuk beberapa anak-anak.
&enelitian yang dilakukan oleh 1akeo >ujiwara, dkk , yang berjudul Association beteen facial expression and PTSD symptoms among young children exposed to the !reat "ast #apan "arth$uake % a pilot study menunjukkan adanya gejala mati rasa emosional pada anak yang mengalami &1S2, hal ini ditandai dengan hilangnya minat dalam kegiatan yang biasanya menyenangkan, merasa terpisah dari orang lain, dan ketidakmampuan untuk mengekspresikan berbagai emosi . ; &enelitian ini dilakukan dengan cara memperlihatkan ideo lucu kepada anakanak, dan peneliti menemukan bahwa ekspresi wajah netral yang ditunjukkan oleh peserta selama ideo )komedi) berhubungan positif dengan gejala &1S2 pada anak-anak. Selain itu, ada kecenderungan yang signifikan menunjukkan bahwa anak-anak dengan skor &1S2 yang lebih tinggi sangat mungkin untuk menampilkan ekspresi wajah sedih saat menonton ideo )komedi) . ;
Diagnosis
Berikut adalah kriteria diagnostic untuk Gangguan Stres &ascatraumatik menurut 2S%-05 *. ?rang telah terpapar dengan suatu kejadian traumatik dimana kedua dari berikut ini terdapat5 "4 ?rang mengalami, menyaksikan, atau dihadapkan dengan suatu kejadian atau kejadian-kejadian yang berupa ancaman kematian atau kematian yang sesungguhnya atau cedera yang serius, atau ancaman kepada integritas fisik diri sendiri atau orang lain. #4 Respon orang tersebut berupa takut yang kuat, rasa tidak berdaya, atau horror. Catatan pada anak-anak hal ini dapat diekspresikan dengan perilaku yang
kacau atau teragitasi. B. Kejadian traumatik secara menetap dialami kembali dalam satu 3atau lebih4 cara berikut5 "4 Rekoleksi yang menderitakan, rekuren, dan mengganggu tentang kejadian, termasuk bayangan, pikiran, atau persepsi. Catatan pada anak kecil, dapat menunjukkan permainan berulang dengan tema atau aspek trauma. #4 %impi menakutkan yang berulang tentang kejadian. Catatan pada anakanak, mungkin terdapat mimpi menakutkan tanpa isi yang dapat dikenali.
$4 Berkelakuan atau merasa seakan-akan kejadian traumatik terjadi kembali 3termasuk perasaan penghidupan kembali pengalaman, ilusi, halusinasi, dan episode kilas balik disosiatif, termasuk yang terjadi selama terbangun atau saat terintoksikasi4. Catatan pada anak kecil, dapat terjadi penghidupan kembali yang spesifik dengan trauma. 64 &enderitaan psikologis yang kuat saat terpapar dengan tanda internak atau eksternal yang menyimbolkan atau menyerupai suatu aspek kejadian traumatik. 84 Reaktiitas psikologis saat terpapar dengan tanda internal atau eksternal yang menyimbolkan atau menyerupai suatu aspek kejadian traumatik. 9. &enghindaran stimulus yang persisten yang berhubungan dengan trauma dan kaku karena responsiitas umum 3tidak ditemukan sebelum trauma4, seperti yang ditujukan oleh tiga 3atau lebih4 berikut ini5 "4 Csaha untuk menghindari pikiran, perasaan, atau percakapan yang berhubungan dengan trauma. #4 Csaha untuk menghndari aktiitas, tempat, atau orang yang menyadarkan rekoleksi dengan trauma. $4 1idak mampu untuk mengingat aspek penting dari trauma. 64 Dilangnya minat atau peran serta yang jelas dalam aktiitas yang bermakna. 84 &erasaan terlepas atau asing dari orang lain. 4 Rentang afek yang terbatas 3misalnya, tidak mampu untuk memiliki perasaan cinta4 '4 &erasaan bahwa masa depan menjadi pendek 3misalnya, tidak berharap memiliki karir, menikah, anak-anak, atau panjang kehidupan normal4 2. Gejala menetap adanya peningkatan kesadaran 3tidak ditemukan sebelum trauma4, seperti yang ditunjukkan oleh dua 3atau lebih4 berikut5 "4 Kesulitan untuk tidur atau tetap tertidur. #4 0ritabilitas atau ledakan kemarahan. $4 Sulit berkonsentrasi. 64 Kewaspadaan berlebihan. 84 Respon kejut yang berlebihan. @. (ama gangguan 3gejala dalam kriteria *, B, 9, dan 24 adalah lebih dari satu bulan.
>. Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi social, pekerjaan, atau fungsi penting lain. # Sementara itu kriteria diagnostik untuk gangguan stres pascatraumatik menurut &&2G7 000 3> 6$."4 adalah sebagai berikut5 ". 2iagnosis baru ditegakkan bilamana gangguan ini timbul dalam kurun waktu bulan setelah kejadian traumatik berat 3masa laten yang berkisar antara beberapa minggu sampai beberapa bulan, jarang sampai melampaui
bulan4.
Kemungkinan diagnosis masih dapat ditegakkan apabila tertundanya waktu mulai saat kejadian dan onset gangguan melebihi waktu bulan, asal saja manifestasi klinisnya adalah khas dan tidak didapat alternatif kategori gangguan lainnya. #. Sebagai bukti tambahan selain trauma, harus didapatkan bayang-bayang atau mimpi-mimpi dari kejadian traumatik tersebut secara berulang-ulang kembali 3flashbacks4. $. Gangguan otonomik, gangguan afek dan kelainan tingkah laku semuanya dapat mewarnai diagnosis tetapi tidak khas. 6. Suatu Ese+uelaeF menahun yang terjadi lambat setelah stres yang luar biasa, misalnya saja beberapa puluh tahun setelah trauma, diklasifikasikan dalam kategori >#./ 3perubahan kepribadian yang berlangsung lama setelah mengalami katastrofa4.$
Diagnosis "anding
&ertimbangan utama dalam diagnosis banding gangguan stress pascatraumatik adalah kemungkinan bahwa pasien juga mengalami cedera kepala selam trauma. &ertimbangan organik lainnya yang dapat menyebabkan atau mengeksaserbasi gejala adalah epilepsi, gangguan penggunaan alkohol, dan gangguan berhubungan at lainnya. 0ntoksikasi akut atau putus dari suatu at mungkin juga menunjukkan gambaran klinis yang sulit dibedakan dari gangguan stres pascatraumatik sampai efek at menghilang. # &ada umumnya, gangguan stres pascatraumatik dapat dibedakan dari gangguan mental lain dengan mewancarai pasien tentang peristiwa traumatik sebelumnya dan melalui sifat gejala sekarang ini. Gangguan kepribadian ambang, gangguan disosiatif, gangguna buatan, dan berpura-pura juga harus dipertimbangkan. Gangguan kepribadian ambang mungkin sulit dibedakan dengan gangguan stress pascatraumatik. 2ua
gangguan tersebut dapat terjadi bersama-sama atau bahkan saling berhubungan sebab akibat. &asien dengan gangguan disosiatif biasanya tidak memilikiderajat perilaku menghindar, kesadaran berlebih 3hiperaurosal4 otonomik, atau riwayat trauma yang dilaporkan oleh pasien gangguan stress pascatraumatik. Sebagian karena publisitas yang telah diterima gangguan stress pascatraumatik dalam berita popular, klinisi harus juga mempertimbangkan kemungkinan suatu gangguan buatan dan berpura-pura. #
Tatala#sana
Berbagai teknik untuk meredakan kecemasan seperti relaksasi, teknik-teknik mengatur pernafasan serta mengontrol pikiran-pikiran perlu dilatih dan terbukti bermanfaat untuk indiidu dengan gangguan stress pascatraumatik. %odifikasi pola hidup seperti diet yang sehat, mengatur konsumsi kafein, alkohol, rokok dan obatobatan lainnya, perlunya olahraga yang teratur, dll. %edikasi yang terbukti bermanfaat untuk mengatasi kasus ini adalah pemberian antidepresan golongan SSR0 3penghambat selektif ambilan serotonin4 seperti >luoetin "/-/ mgAhr, Sertralin 8/-#//mgAhr atau >luoamine 8/-$//mgAhr. *ntidepresan lain yang juga dapat digunakan adalah *miltriptilin 8/-$//mgAhr dan juga imipramin 8/-$//mgAhr.8 Berdasarkan rekomendasi dari The "xpert &onsensus Panels for PTSD, tatalaksana gangguan stress pascatraumatik sebaiknya mempertimbangkan beberapa aspek di bawah ini5 ". Gangguan stress pascatraumatik merupakan suatu gangguan yang kronik dan berulang serta sering berkormobiditas dengan gangguan-gangguan jiwa serius lainnya. #. *ntidepresan golongan penghambat selektif dari ambilan serotoninASSR0 merupakan obat pilihan pertama untuk kasus ini. $. 1erapi yang efektif harus dilanjutkan paling sedikit "# bulan. 6. "xposure therapy 3terapi pemaparan4 merupakan terapi dengan pendekatan psikososial terbaik yang dianjurkan dan sebaiknya dilanjutkan selama bulan. 8
Prognosis
&rognosis yang baik diramalkan oleh onset gejala yang cepat, durasi gejala yang singkat 3kurang dari enam bulan4, dukungan sosial yang kuat, dan tidak adanya gangguan psikiatrik, medis, atau berhubungan at lainnya. #
&ada umumnya, orang yang sangat muda atau sangat tua memiliki lebih banyak kesulitan dengan peristiwa traumatik dibandingkan mereka yang dalam usia paruh baya. Kemungkinan, anak-anak belum memiliki mekanisme mengatasi kerugian fisik dan emosional akibat trauma. 2emikian juga dengan orang lanjut usia, jika dibandingkan dengan orang dewasa yang lebih muda, kemungkinan memiliki mekanisme mengatasi yang lebih kaku dan kurang mampu melakukan pendekatan fleksibel untuk mengatasi efek trauma. Kecacatan psikiatrik yang ada sebelumnya, apakah suatu gangguan kepribadian atau suatu kondisi yang lebih serius, juga meningkatkan efek stresor tertentu. 1ersedianya dukungan sosial juga mempengaruhi perkembangan, keparahan, dan durasi gangguan stres pascatraumatik. &ada umumnya, pasien yang memiliki jaringan dukungan sosial yang baik, kemungkinan tidak menderita gangguan atau tidak mengalami gangguan dalam bentuk yang parahnya. #
8A8 ' PEN1T1P *esim+ulan
Post Traumatic Stress Disorder 3&1S24 adalah gangguan kecemasan yang dapat terjadi setelah mengalami atau menyaksikan suatu peristiwa traumatik. Statistik pada anak-anak dan remaja menunjukkan bahwa hampir 6/< muncul paling tidak satu peristiwa traumatik, yang berkembang menjadi &1S2 pada hampir "8< anak perempuan dan < pada anak laki-laki. Dampir "//< dari anak-anak yang
menyaksikan orangtuanya dibunuh atau mengalami kekerasan seksual atau kekerasan rumah tangga mengarah untuk berkembang menjadi &1S2, dan lebih dari sepertiga anak muda yang terpapar pada kekerasan akan mengalami gangguan ini. Secara garis besar terdapat $ faktor penyebab terjadinya gangguan stres pasca traumatik, yaitu5 stresor, faktor psikodinamika, faktor biologis. Kriteria diagnosis terdapat pada 2S%-0 dan &&2G7 000. 2S%-0 menyebutkan bahwa gejala pengalaman ulang 3re'experiencing 4, menghindar, dan kesadaran yang berlebihan 3hyperarousal 4 harus berlangsung lebih dari " bulan. Bagi pasien yang gejalanya ditemukan kurang dari satu bulan, diagnosis yang tepat mungkin adalah gangguan stres akut. Kriteria diagnostik 2S%-0 untuk gangguan stres pascatraumatik memungkinkan klinisi menentukan apakah gangguan adalah akut atau kronis. 2S%-0 juga memungkinkan klinisi menentukan bahwa gangguan adalah dengan onset lambat jika onset gejala adlah enam bulan atau lebih setelah peristiwa stres. %edikasi yang terbukti bermanfaat untuk mengatasi kasus ini adalah pemberian anti depresan golongan SSR0 3&enghambat selektif ambila serotonin4 seperti >luoetin "/-/ mgAhr, Sertralin 8/-#//mgAhr atau >luoamine 8/-$//mgAhr. *ntidepresan lain yang juga dapat digunakan adalah *miltriptilin 8/-$//mgAhr dan juga imipramin 8/$//mgAhr. Kira-kira $/< pasien pulih secara lengkap, 6/< pasien terus menderita gejala ringan, #/< pasien terus menderita gejala sedang, dan "/< pasien tetap tidak berubah atau menjadi memburuk. &rognosis yang baik diramalkan oleh onset gejala yang cepat, durasi gejala yang singkat 3kurang dari enam bulan4, fungsi pramorbid yang baik, dukungan social yang kuat, dan tidak adanya gangguan psikiatrik, medis, atau berhubungan at lainnya. DAFTAR P1STA*A
". Kaplan, Sadock. 3#/"/4. (uku Ajar Psikiatri )linis* 7ilid ke-#, @G9, 7akarta5 #8#-#8H. #. Kaplan, Sadock, Grebb, %2. 3#/"/4. Sinopsis Psikiatri* 7ilid ke-#, Binapura *ngkasa, 7akarta5 ;-'8. $. %aslim, Rusdi. 3#//$4. Diagnosis !angguan #ia% +ujukan +ingkas PPD!#' * Bagian 0lmu Kedokteran 7iwa >K-Cnika *tmajaya, 7akarta5 'H 6. @lira, Sylia 2, Dadisukanto G. 3#/"/4. Gangguan Stres &asca 1rauma 2alam5 @lira, Sylia 2, Dadisukanto G. (uku Ajar Psikiatri* 7akarta5 >akultas Kedokteran Cniersitas 0ndonesia5 #86-#6
8. Ctama, Dendra. 3#/"/4. (uku Ajar Psikiatri. Badan &enerbit >akultas Kedokteran Cniersitas 0ndonesia, 7akarta5 #86-#6. . 1erasaka, *., 1achibana, I., ?kuyama, %., J 0garashi, 1. 3#/"84. &?S11R*C%*109 S1R@SS 20S?R2@R 0 9D0(2R@ >?((?=0G *1CR*( 20S*S1@RS5 * SIS1@%*109 R@0@= ?> 1D@ (?G-1@R% >?((?=-C& S1C20@S. nternational #ournal of &hild, -outh and .amily Studies, / 3"4, """-"$$. '. >eo, &., 2i Gioia, S., 9arloni, @., itiello, B., 1oi, *. @., J icari, S. 3#/"64. &realence of psychiatric symptoms in children and adolescents one year after the #//H (*+uila earth+uake. (0& psychiatry, 123"4, ". ;. >ujiwara, 1., %iuki, R., %iki, 1., J 9hemtob, 9. 3#/"84. *ssociation between facial epression and &1S2 symptoms among young children eposed to the Great @ast 7apan @arth+uake5 a pilot study. .rontiers in psychology, / .