BAB I PENDAHULUAN
1.1. 1.1. Lata Latarr Be Bela laka kang ng
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang subyektif dan tidak menyenangkan terkait dengan kerusakan jaringan yang aktual maupun potensial, atau mengga menggamba mbarka rkan n kondisi kondisi terjadi terjadi terjadi terjadiny nyaa kerusa kerusakan kan.. Penyeb Penyebab ab utama utama absen sensi
peke ekerja rja
dan
siswa
di
sek sekolah
adal adalaah
nye nyeri
dan
gangguan
muskuloskeletal. Di Malaysia, prevalensi keluhan nyeri pada praktik dokter dan klinik adalah sebesar 31.!. "etiap tahunnya, terdapat penambahan individu baru yang didiagnosis nyeri kronik sebesar 1#!. $alters menemukan bahwa nyeri yang paling banyak dikeluhkan dikeluhkan pasien adalah nyeri kepala, yaitu sebanyak %#!, diikuti nyeri pada bagian punggung 3! dan nyeri di leher 31!. "ebanyak &&! pasien dengan nyeri kepala mengalami hal ini selama lebih dari tiga bulan dan mempengaruhi aktivitas sehari'hari sebesar 11!, sedangkan nyeri punggung dan leher sebanyak (1! bertahan lebih dari tiga bulan dan berdampak sebesar 3)! terhadap aktivitas hidup sehari'hari. Nyeri pada punggung dan leher seringkali dikaitkan dengan nyeri radikuler.1 Nyeri radikuler adalah nyeri yang diakibatkan oleh keadaan radikulopati yang berpangkal berpangkal pada radiks radiks saraf dan menjalar menjalar ke daerah persyarafan persyarafan radiks radiks yang terkena, dimana daerah ini sesuai dengan kawasan dermatom. "ebanyak (#! pendud penduduk uk di negara' negara'neg negara ara indust industri ri pernah pernah mengal mengalami ami nyeri nyeri punggu punggung ng bawah. Di *merika "erikat prevalensinya dalam satu tahun berkisar antara 1+!' )#! sedangkan insidensi berdasarkan kunjungan pasien baru ke dokter adalah 1%,3!.) Data epidemiologik mengenai nyeri punggung bawah di ndonesia belum ada. Diperkirakan %#! penduduk -awa engah berusia diatas &+ tahun pernah menderita nyeri pinggang dan prevalensinya pada laki'laki 1(,)! dan pada wanita 13,&!. 13,&!. /esarny /esarnyaa pengar pengaruh uh nyeri nyeri terhad terhadap ap produ produkti ktivit vitas as kerja kerja dan tinggi tingginy nyaa prevalensi nyeri ini menyebabkan penulis ingin membahas lebih lanjut la njut mengenai patofisiologi, 0ara mendiagnosis dan penatalaksanaan nyeri dan nyeri radikuler. radikuler.3
1
1.2. 1.2. Rumu Rumusa san n Mas Masal alah ah 1. *pa definisi nyeri dan nyeri radikuler 2. /agaimana patofisiologi nyeri dan nyeri radikuler 3. /agaimana 0ara menegakkan diagnosis nyeri dan nyeri radikuler 4. /agaimana tatalaksana nyeri 1.3. .3. Tuuan uan 1.3. 1.3.1. 1. Tuuan uan Umu Umum m
Memahami nyeri dan nyeri radikuler 1.3. 1.3.2. 2. Tuuan uan !h !hus usus us 1. Mengetahui definisi nyeri dan nyeri radikuler 2. Mengetahui patofisiologi nyeri dan nyeri radikuler 3. Mengetahui 0ara menegakkan diagnosis nyeri dan nyeri radikuler 4. Mengetahui tatalaksana nyeri 1.4. .4. Man" an"aat 1.4.1 .4.1 Bag Bag# Mah Maha as#s s#s$a 1. Melalui Melalui pemaparan pemaparan tinjauan tinjauan pustaka pustaka ini, ini, diharapkan diharapkan dapat dapat meningkat meningkatkan kan
kemampuan penulis dalam penulisan tinjauan pustaka. ). Menamb Menambah ah pengetah pengetahuan uan dan pemaham pemahaman an penulis penulis mengenai mengenai nyeri nyeri dan nyeri radikuler pada korban. 3. Mampu memahami memahami tentan tentang g nyeri nyeri dan dan nyeri nyeri radikuler radikuler pada pasien. pasien. 1.4. 1.4.2. 2. Bag# Bag# Inst Inst#t #tus us## "ebagai referensi mengenai nyeri dan nyeri radikuler pada pasien.
2
1.2. 1.2. Rumu Rumusa san n Mas Masal alah ah 1. *pa definisi nyeri dan nyeri radikuler 2. /agaimana patofisiologi nyeri dan nyeri radikuler 3. /agaimana 0ara menegakkan diagnosis nyeri dan nyeri radikuler 4. /agaimana tatalaksana nyeri 1.3. .3. Tuuan uan 1.3. 1.3.1. 1. Tuuan uan Umu Umum m
Memahami nyeri dan nyeri radikuler 1.3. 1.3.2. 2. Tuuan uan !h !hus usus us 1. Mengetahui definisi nyeri dan nyeri radikuler 2. Mengetahui patofisiologi nyeri dan nyeri radikuler 3. Mengetahui 0ara menegakkan diagnosis nyeri dan nyeri radikuler 4. Mengetahui tatalaksana nyeri 1.4. .4. Man" an"aat 1.4.1 .4.1 Bag Bag# Mah Maha as#s s#s$a 1. Melalui Melalui pemaparan pemaparan tinjauan tinjauan pustaka pustaka ini, ini, diharapkan diharapkan dapat dapat meningkat meningkatkan kan
kemampuan penulis dalam penulisan tinjauan pustaka. ). Menamb Menambah ah pengetah pengetahuan uan dan pemaham pemahaman an penulis penulis mengenai mengenai nyeri nyeri dan nyeri radikuler pada korban. 3. Mampu memahami memahami tentan tentang g nyeri nyeri dan dan nyeri nyeri radikuler radikuler pada pasien. pasien. 1.4. 1.4.2. 2. Bag# Bag# Inst Inst#t #tus us## "ebagai referensi mengenai nyeri dan nyeri radikuler pada pasien.
2
BAB II TIN%AUAN PU&TA!A 2.1. N'er# 2.1. 2.1.1. 1. De"# De"#n# n#s# s# N'er N'er##
Menurut International Menurut International Association for the Study Study of Pain 2*"P Pain 2*"P nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang subyektif dan tidak menyenangkan terk terkai aitt deng dengan an keru kerusa saka kan n jari jaring ngan an yang ang aktu aktual al maup maupun un pote potens nsia ial, l, atau atau menggambarkan kondisi terjadi terjadinya kerusakan. 1 Menu Menuru rutt British Pain Society nyeri adalah pengalaman pengalaman emosional emosional yang terjadi terjadi di otak otak tidak tidak seperti seperti sentuh sentuhan, an, rasa, rasa, pengli penglihat hatan, an, pen0iu pen0iuman man,, ataupun ataupun pendengaran, yang merupakan suatu pertanda adanya kerusakan potensial yang terjadi dalam tubuh. ) 2.1. 2.1.2. 2. !las !las#" #"#k #kas as## N'er N'er## 2.1.2.1. N'er# Ber(asarkan L)kas#
Nyeri sering diklasifikasikan berdasarkan berdas arkan lokasi dari tubuh. *da dua skema yang yang tumpan tumpang g tindih tindih mengen mengenai ai nyeri nyeri berdasa berdasarka rkan n sistem sistem atau anatom anatomii tubuh. tubuh. "kema yang pertama mengklasifikasikan nyeri dilihat dari perspektif regional 20ontoh, nyeri punggung, sakit kepala, nyeri panggul. "edangkan skema yang lain mengklasifik mengklasifikasikan asikan nyeri dilihat dilihat dari sistem tubuh tubuh 20ontoh 20ontoh muskuloskel muskuloskeletal, etal, neurologis, vaskular. Namun, dua skema ini hanya mengarahkan nyeri menjadi satu dimensi dimensi 2yaitu 2yaitu,, dimana dimana atau mengapa mengapa pasien pasien menjad menjadii sakit sakit dan hal ini mempers mempersuli ulitt dalam dalam hal penent penentuan uan masalah masalah neurofi neurofisio siolog logis is yang yang mendasa mendasari ri masalah tersebut.3 2.1.2.2.
N'er# Ber(asarkan Duras#
Nyeri diklasifikasi menjadi 3 jenis jika berdasarkan durasi nyeri, yaitu nyeri akut akut,, nyeri nyeri sub' sub'ak akut ut,, dan dan nyeri nyeri kron kronik ik.. Nyeri Nyeri akut akut meru merupa paka kan n nyeri nyeri yang yang durasinya terjadi kurang dari 1 bulan serta mempunyai tujuan protektif seperti untuk memperingatkan bahaya ataupun sebagai tanda batas menggunakan bagian tubuh yang terluka atau sakit, 0ontoh dari nyeri ini adalah nyeri pas0a operasi. "edangkan nyeri sub'akut didefinisikan sebagai nyeri yang durasinya terjadi lebih
3
dari 1 bulan dan kurang dari & bulan. "elanjutnya, nyeri kronik merupakan nyeri yang durasinya lebih dari & bulan dan berdasarkan etiologinya nyeri kronik dapat dibedakan menjadi nyeri yang tidak berhubungan dengan kanker 2 benign/nonmalignant pain pain dan nyeri yang berhubungan dengan kanker 2 malignant cancer . . *da satu klasifikasi nyeri lagi yaitu nyeri akut berulang, merupakan rasa nyeri yang memiliki pola dan menetap beberapa waktu yang terjadi karena episode nyeri yang terisolasi, 0ontoh dari tipe nyeri ini adalah sakit kepala, gangguan motilit motilitas as gastroi gastrointe ntestin stinal, al, penyaki penyakitt sendi sendi degene degenerati ratif, f, ganggu gangguan an vaskul vaskular ar dan kolagen.%,+ 2.1.2.3.
N'er# Ber(asarkan Pen'e*a*
Nyeri dibagi menjadi % berdasarkan penyebabnya yaitu nyeri somatik, viseral, viseral, neuropatik neuropatik 2yang sering disebut disebut deafferentation pain, pain, dan psikosomatik. Nyeri somatik dan viseral merupakan kelompok nyeri nosiseptik. Nyeri somatik biasanya perifer, bisa dilokalisasi dengan baik, konstan, dan sangat perih. Nyeri viseral viseral biasany biasanyaa sulit sulit diloka dilokalisi lisirr jika jika di intra'a intra'abdo bdomen men namun namun nyeri nyeri bersifa bersifatt konstant, sakit, dan nyerinya merujuk ke daerah kulit. Nyeri neuropatik bersifat seperti kesemutan, paroksismal tajam, dan terbakar. Nyeri psikosomatik ditandai dengan nyeri di satu atau lebih situs anatomi yang merupakan fokus utama dari klin klinis is pasie pasien n dan dan hal hal terse tersebu butt dapa dapatt meni menimb mbul ulka kan n perh perhat atian ian klin klinis. is. Nyeri Nyeri psikosomatik ini dipengaruhi oleh mood, depresi, dan motivasi. abel abel 1 memperlihatkan 0ontoh'0ontoh nyeri somatik, viseral, dan neuropatik. &,% /erdasarkan keterkaitan kanker, nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri yang berhubungan dengan kanker dan tidak berhubungan dengan kanker. 4oley mengklasifikasikan keadaan ini menjadi lima, yaitu pasien dengan nyeri akut yang berhubungan dengan kanker, pasien dengan nyeri kanker yang berhubungan dengan kanker yang disebabkan progresitifitas penyakit atau terapi, pasien dengan nyeri kronis yang sudah ada sebelumnya baik terkait a taupun tidak dengan kanker, pasien dengan riwayat riwa yat ketergantungan 5at kimia dan berhubungan dengan kanker, dan pasien yang sekarat yang membutuhkan kenyamanan dalam meringankan penyakitnya. Ta*el 1. T#+e N'er# Ber(asarkan Pen'e*a*n'a
4
&)mat#k 4raktur
7uka sayatan 7uka akibat suhu 7uka akibat trauma 2.1.2.4.
,#seral 6bstruksi usus
Neur)+at#k Neuropati akibat
8onstipasi
alkoholik dan nutrisi Poli atau mononeuropati
9ndometriosis Metastase
diabetik umor Pan0oast Neuralgia postherpes
N'er# Be Ber(asarkan In Intens#tas
8lasifi 8lasifikas kasii nyeri nyeri berdas berdasark arkan an intens intensitas itasnya nya merupa merupakan kan klasifi klasifikas kasii yang yang 0ukup rumit karena intensitas nyeri yang dialami pasien berbeda'beda dan sangat subyektif. subyektif. 8arena ada pasien yang merasakan nyeri dengan dengan angka 1# sedangkan sedangkan pasien lain merasakannya dengan angka + dalam suatu kondisi patologis yang sama 2lihat skala numeruk pada gambar ).. "ementara itu untuk nyeri yang tidak berhubungan dengan kanker biasanya dinyatakan se0ara continuum continuum 20ontoh ringan ringan,, sedang sedang,, sampai sampai berat. berat. /iasany /iasanyaa intens intensitas itas nyeri nyeri dinyat dinyatakan akan dengan dengan berbagai skala seperti gambar dibawah ini.:
-am*ar 1. &kala N'er# Deskr#+t#"
-am*ar 2. &kala N'er# Numer#k
-am*ar 3. &kala Anal)g ,#sual
5
-am*ar 4. &kala N'er# Menurut B)ur*an#s
!eterangan # ; idak nyeri 1'3 ; Nyeri ringan; se0ara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik. %'& ; Nyeri sedang; "e0ara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik. :' ; Nyeri berat; se0ara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi 1#
dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi ; Nyeri sangat berat; Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.%
2.1.3. Anat)m#/ 0#s#)l)g# (an Pat)"#s#)l)g# N'er#
"alah satu fungsi sistem saraf yang paling penting adalah menyampaikan informasi tentang an0aman kerusakan tubuh. "araf yang dapat mendeteksi nyeri tersebut dinamakan nociception. Nociception termasuk menyampaikan informasi perifer dari reseptor khusus pada jaringan 2nociseptors kepada struktur sentral pada otak. "istem nyeri mempunyai beberapa komponen % 2gambar +; a.
noxious ke =N". 8ornu dorsalis medulla spinalis adalah tempat dimana terjadi hubungan antara serat aferen primer dengan neuron kedua dan tempat kompleks hubungan antara lokal eksitasi dan inhibitor interneuron dan traktus desenden inhibitor dari otak. 6
d. raktus asending nosiseptik 2antara lain traktus spinothalamikus lateralis dan ventralis menyampaikan signal kepada area yang lebih tinggi pada e.
thalamus. 2orde ) raktus thalamo'kortikalis yang menghubungkan thalamus sebagai pusat
f.
relay sensibilitas ke korteks 0erebralis pada girus post sentralis. 2orde 3 8eterlibatan area yang lebih tinggi pada perasaan nyeri, komponen afektif nyeri,ingatan tentang nyeri dan nyeri yang dihubungkan dengan
respon motoris 2termasuk withdrawl respon. g. "istem inhibitor desenden mengubah impuls nosiseptik yang datang pada level medulla spinalis /ila terjadi kerusakan jaringan>an0aman kerusakan jaringan tubuh, seperti pembedahan akan menghasilkan sel'sel rusak dengan konsekuensi akan mengeluarkan 5at'5at kimia bersifat algesik yang berkumpul sekitarnya dan dapat menimbulkan nyeri. akan terjadi pelepasan beberapa jenis mediator seperti 5at'5at algesik, sitokin serta produk'produk seluler yang lain, seperti metabolit ei0osinoid, radikal bebas dan lain'lain 2tabel ). Mediator'mediator ini dapat menimbulkan efek melalui mekanisme spesifik.
7
-am*ar . L#ntasan s)mat)sens)r#s. Traktus s+#n)talam#k n'er#/ termal/ #n(ra/ (an s#stem )lumnal5lemn#us +)ster#)r ra*a/ tekanan/ +)s#s# sen(# 6 Ta*el 2. 7at58at 'ang t#m*ul ak#*at n'er# 7at
8alium "eroronin /radikinin ?istramin Prostaglandin 7ekotrien "ubstansi P
&um*er
"el'sel rusak rombosis 8ininogen plasma "el'sel mast *sam arakidonat dan sel rusak *sam arakidonat dan sel rusak *feren primer
Men#m*ulkan n'er# @@
@@ @@@ @ A A A
E"ek +a(a a"eren +r#mer Mengaktifkan Mengaktifkan Mengaktifkan Mengaktifkan "ensitisasi "ensitisasi "ensitisasi
8
-am*ar 6. 0#s#)l)g# n'er# 4
ransduksi adalah perubahan rangsang nyeri 2noxious stimuli menjadi aktifitas listrik pada ujung'ujung saraf sensoris. Bat'5at algesik seperti prostaglandin, serotonin, bradikinin, leukotrien, substans P, potassium, histamin, asam laktat, dan lain'lain akan mengaktifkan atau mensensitisasi reseptor'reseptor nyeri.
ransmisi adalah proses perambatan impuls nyeri melalui *'delta dan = serabut yang menyusul proses tranduksi. 6leh serat afferent *'delta dan = impuls nyeri diteruskan ke sentral, yaitu ke medulla spinalis, ke sel neuron di kornua
9
dorsalis. "erat aferent *'delta dan = yang berfungsi meneruskan impuls nyeri mempunyai perbedaan ukuran diameter. "erat *'delta mempunyai diameter lebih besar dibanding dengan serat =. "erat *'delta menghantarkan impuls lebih 0epat 21)'3# m>dtk dibandingkan dengan serat = 2#.+'+ m>dtk. "el'sel neuron di medulla spinalis kornua dorsalis yang berfungsi dalam fisiologi nyeri ini disebut sel'sel neuron nosisepsi. Pada nyeri akut, sebagian dari impuls nyeri tadi oleh serat aferent *'delta dan = diteruskan langsung ke sel'sel neuron yang berada di kornua antero'lateral dan sebagian lagi ke sel'sel neuron yang berada di kornua anterior medulla spinalis. *ktifasi sel'sel neuron di kornua antero'lateral akan menimbulkan peningkatan tonus sistem saraf otonum simpatis dengan segala efek yang dapat ditimbulkannya. "edangkan aktifasi sel'sel neuron di kornua anterior medulla spinalis akan menimbulkan peningkatan tonus otot skelet di daerah 0edera dengan segala akibatnya. 3. M)(ulas#
Merupakan interaksi antara sistem analgesik endogen 2endorfin, N*, +? dengan input nyeri yang masuk ke kornu posterior. mpuls nyeri yang diteruskan oleh serat'serat *'delta dan = ke sel'sel neuron nosisepsi di kornua dorsalis medulla
spinalis
tidak
semuanya
diteruskan
ke
sentral
lewat
traktus
spinotalamikus. Didaerah ini akan terjadi interaksi antara impuls yang masuk dengan sistem inhibisi, baik sistem inhibisi endogen maupun sistem inhibisi eksogen. ergantung mana yang lebih dominan. /ila impuls yang masuk lebih dominan, maka penderita akan merasakan sensibel nyeri. "edangkan bila efek sistem inhibisi yang lebih kuat, maka penderita tidak akan merasakan sensibel nyeri. 4. Perse+s#
mpuls yang diteruskan ke korteC sensorik akan mengalami proses yang sangat kompleks, termasuk proses interpretasi dan persepsi yang akhirnya menghasilkan sensibel nyeri.
10
PERCEPTION
MODULATION
TRANSMISSION
TRANSDUCTION
-am*ar 9. Pr)ses +eralanan n'er#
*da ) saraf yang peka terhadap suatu stimulus noksius yakni serabut saraf * yang bermielin 2konduksi 0epat dan serabut saraf = yang tidak bermielin 2konduksi lambat. "erat * delta mempunyai diameter lebih besar dibanding dengan serat =. "erat * delta menghantarkan impuls lebih 0epat 21)'3# m>dtk dibandingkan dengan serat = 2#.+'+ m>dtk. $alaupun keduanya peka terhadap rangsang noksius, namun keduanya memiliki perbedaan, baik reseptor maupun neurotransmiter yang dilepaskan pada presinaps di kornu posterior.
makrofag dan limfosit. 7ebih dari itu terjadi impuls balik dari saraf aferen yang melepaskan mediator kimia yang berakibat terjadinya vasodilatasi serta peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi ekstravasasi protein plasma
Tissue Damage
Infammation
Sympathetic Terminas
Sensiti!ing S"#$ %Soup& 'y(rogen ion 'istamine $urines )eucotrine *orepinephrine $otassium ion +yto,ines *er-e .ro/th actor ra(y,inin $rostagan(ins 5'T*europepti(es
High Treshold Nociceptor Transduction Sensitivity Pri$ary Hyperalgesia
o! Treshold "Nociceptor# -am*ar :. &kema &ens#tas# +er#"er
nteraksi ini akan menyebabkan terlepasnya mediator'mediator inflamasi seperti ion kalium, hidrogen, serotonin, bradikinin, substansi P, histamin dan produk'produk siklooksigenase dan lipoksigenase dari metabolisme asam arakidonat yang menghasilkan prostaglandin. Mediator kimia inilah yang menyebabkan sensitisasi dari kedua nosiseptor tersebut di atas. *kibat dari sensitisasi ini, rangsang lemah yang normal tidak menyebabkan nyeri sekarang terasa nyeri. Peristiwa ini disebut sebagai sensitisasi perifer yang ditandai dengan meningkatnya respon terhadap stimulasi termal>suhu pada daerah jaringan yang rusak. Dengan kata lain sensitisasi perifer diinduksi oleh adanya perubahan neurohumoral pada daerah jaringan yang rusak maupun sekitarnya. -ika kita ingin menekan fenomena sensitisasi perifer ini, maka dibutuhkan upaya menekan efek mediator kimia tersebut. paya demikian merupakan dasar penggunaan obat'obat anti inflamasi non'steroid 2*N" yang merupakan anti en5im siklooksigenase.
12
Pada sensitisasi sentral, suatu stimulus noksius yang berkepanjangan sebagai akibat pembedahan>inflamasi, akan mengubah respon saraf pada kornu dorsalis medulla spinalis. *ktivitas sel kornu dorsalis akan meningkat seirama dengan lamanya stimulus tersebut. Neuron kornu dorsalis berperan sangat penting dalam proses transmisi dan modulasi suatu stimulus noksius. Neuron kornu dorsalis terdiri atas first-order neuron yang merupakan akhir dari serabut aferen pertama dan second-order neuron sebagai neuron penerima dari nuron pertama. Second-order
neuron'lah yang
memainkan
peran
modulasi
yang
dapat
memfasilitasi atau menghambat suatu stimulus noksius. Nosiseptif second-order neuron di kornu dorsalis terdiri atas dua jenis, yakni pertama, nociceptive-specific neuron 2N" yang se0ara eksklusif responsif terhadap impuls dari serabut *E dan serabut =. Neuron kedua disebut ide-dynamic range neuron 2$D< yang responsif terhadap baik stimulus noksius maupun stimulus non'noksius yang menyebabkan menurunnya respon treshold serta meningkatnya reseptive field , sehingga terjadi peningkatan signal transmisi ke otak menyebabkan meningkatnya persepsi nyeri. Perubahan'perubahan ini diyakini sebagai akibat terjadinya perubahan pada kornu dorsalis menyusul suatu kerusakan jaringan>inflamasi. Perubahan ini disebut sebagai sensitisasi sentral atau wind up. !"ind-up# ini dapat menyebabkan neuron'neuron tersebut menjadi lebih sensitif terhadap stimulus lain dan menjadi bagian dari sensitisasi sentral. ni menunjukkan bahwa susunan saraf pusat tidak bisa diibaratkan sebagai !hard ired# yang kaku tetapi seperti plastik , artinya dapat berubah sifatnya akibat adanya kerusakan jaringan atau inflamasi.1# Penemuan ini telah memberikan banyak perubahan pada konsep nyeri. Dewasa ini telah diketahui bahwa suatu stimulus noksius yang berkepanjangan pada serabut = dari serabut aferen primer akan menyebabkan perubahan morfologi dan biokimia pada kornu dorsalis yang sulit untuk dipulihkan. ?al ini menjadi dasar terjadinya nyeri kronik yang sulit disembuhkan. Perubahan'perubahan yang terjadi pada kornu dorsalis sehubungan dengan sensitisasi sentral adalah; pertama, terjadi perluasan reseptor field si$e sehingga neuron spinalis akan berespon terhadap stimulus yang normalnya tidak
13
merupakan stimulus nosiseptif. 8edua, terjadi peningkatan besaran dan durasi respon terhadap stimulus yang lebih dari potensial ambang. Dan yang terakhir, terjadi pengurangan ambang batas sehingga stimulus yang se0ara normal tidak bersifat nosiseptif akan mentransmisikan informasi nosiseptif. Perubahan' perubahan ini penting pada keadaan nyeri akut seperti nyeri pas0abedah dan perkembangan terjadinya nyeri kronik. Perubahan ini bermanifestasi sebagai hyperalgesia% allodynia dan meluasnya daerah nyeri di sekitar perlukaan. "uatu jejas saraf akibat pembedahan juga akan mengakibatkan perubahan pada kornu dorsalis. elah dibuktikan bahwa setelah terjadi jejas saraf perifer pada ujung terminal aferen yang bermielin, terjadi perluasan perubahan pada daerah sekitar kornu dorsalis. ni berarti bahwa serabut saraf yang biasanya tidak menghantarkan nyeri ke daerah kornu dorsalis yang superfisial telah berfungsi sebagai relay pada transmisi nyeri.-ika se0ara fungsional dilakukan hubungan antara terminal'terminal yang normalnya menghantarkan informasi non-noxious dengan neuron'neuron yang se0ara normal menerima input nosiseptif maka akan terbentuk suatu pola nyeri dan hipersensitivitas terhadap sentuhan ringan sebagaimana yang terjadi pada kerusakan saraf.
-am*ar ;. &kema sens#tas# sentral
14
elah dikenal sejumlah besar tipe reseptor yang terlibat dalam transmisi nyeri.
15
/erbagai upaya telah di0oba untuk memanfaatkan informasi yang diperoleh dari hasil penelitian farmakologik dan fisiologik dalam penerapan strategi penanganan nyeri. Per0obaan difokuskan pada dua pendekatan. Pertama, penelitian tentang bahan'bahan yang pada tingkat spinal berefek terhadap opiat, adrenoreseptor alfa dan reseptor NMD*. 8edua, perhatian ditujukan pada usaha men0oba mengurangi fenomena sensitisasi sentral. 8onsep analgesia pre'emptif telah mendunia sebagai hasil dari penemuan ini dan menjadi sebuah usaha dalam men0egah atau mengurangi perubahan'perubahan yang terjadi pada proses nyeri. Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik nyeri trauma adalah terjadinya sensitisasi perifer dan sensitisasi sentral. 6leh karena itu prinsip dasar pengelolaan nyeri adalah men0egah atau meminimalisasi terjadinya sensitisasi perifer dengan pemberian obat'obat N"*D 2=6F, atau =6F), sedangkan untuk menekan atau men0egah terjadinya sensitisasi sentral dapat dilakukan dengan pemberian opiat atau anestetik lokal utamanya jika diberikan se0ara sentral. 2.1.4. stem #nh#*#s# terha(a+ N'er#
idak semua stimulus nyeri akan menghasilkan rasa nyeri. ?al ini dapat terjadi karena ada suatu proses modulasi di kornu dorsalis medulla spinalis. ni dimungkinkan karena ada sistem inhibisi. nhibisi terjadi melalui beberapa mekanisme, seperti yang akan dijelaskan pada bagian berikut. % 1.
&t#mulas# serat a""erent 'ang mem+un'a# (#ameter *esar. "timulasi serat afferent ini dapat menghasilkan suatu efek berupa aktifasi
interneuron inhibisi di kornu dorsalis. 2. &erat #nh#*#s# (esen(ens. *da 3 lintasan dari midbrain ke kornua dorsalis medulla spinalis, yaitu ; a. 7intasan ; /erawal dari nukleus raphe magnus. b. 7intasan ; /erawal dari nukleus lokus seruleus 0. 7intasan ; /erawal dari nu0leus 9dinger $esphal 8etiga lintasan ini turun menuju dan menimbulkan hambatan fungsi respon nyeri neuron nosisepsi di kornu dorsalis medulla spinalis. /ila diaktifkan, ketiga lintasan ini akan melepaskan serotonin, norepinefrin dan 0hole0ystokinin. Peria)uaductal gray 2P*G mempunyai hubungan dengan ketiga lintasan ini. P*G kaya dengan reseptor opioid. /ila reseptor ini diaktifkan, P*G akan
16
mengaktifkan ketiga lintasan ini.
Nyeri radikuler adalah nyeri yang diakibatkan oleh keadaan radikulopati yang berpangkal pada radiks saraf dan menjalar ke daerah persyarafan radiks yang terkena, dimana daerah ini sesuai dengan kawasan dermatom. 2.2.2. !las#"#kas# N'er# Ra(#kuler
Nyeri radikuler dibedakan menjadi 3 berdasarkan lokasi radiks saraf yang diserang yang dikenal dengan keadaan radikulopati, yaitu; 1. Ra(#kul)+at# lum*ar
17
-am*ar 1=. D#str#*us# sera*ut sens)r#s sara" +a(a +ermukaan tu*uh> Dermat)m.3
disebut s0iati0a. Gejala yang terjadi dapat disebabkan oleh beberapa sebab seperti bulging diskus 2disk bulges, spinal stenosis, deformitas vertebra atau herniasi nukleus pulposus.
18
sebanyak lumbal atau 0ervi0al. ?al ini menyebabkan area thoraks lebih jarang menyebabkan sakit pada spinal. Namun, kasus yang sering yang ditemukan pada bagian ini adalah nyeri pada infeksi herpes 5oster. Pengetahuan anatomi, pemeriksaan fisik diagnostik dan pengetahuan berbagai penyebab untuk radikulopati sangat diperlukan sehingga diagnosa dapat ditegakkan se0ara dini dan dapat diberikan terapi yang sesuai. + erdapat + ruas tulang vertebra lumbalis dan diantaranya dihubungkan dengan dis0us intervertebralis.Lertebra lumbalis ini menerima beban paling besar dari tulang belakang sehingga strukturnya sangat padat. iap vertebra lumbalis terdiri dari korpus dan arkus neuralis. 8orpus vertebra lumbal paling besar dibandingkan korpus vertebra torakal dan 0ervikal. *rkus neuralis terdiri dari ) pedikel, prosesus tranversus, faset artikularis 2prosesus artikularis superior dan inferior, lamina arkus vertebra dan prosesus spinosus. iap vertebra dihubungkan dengan diskus intervertebralis, beberapa ligament spinalis dan prosesus artikularis>faset artikularis>sendi faset. Diskus intervertebralis berfungsi sebagai sho0k absorbers dan bila terjadi rupture ke dalam kanalis spinalis dapat menekan radiks'radiks saraf.1) Pada vertebra lumbalis yang lebih atas, hubungan antara prosesus artikularis arahnya verti0al, faset inferior menghadap ke lateral dan faset superior menghadap ke medial. *kibat susunan anatomi yang dem,ikian menyebabkan terbatasnya rotasi ke aksial yang memungkinkan fleksi atau ekstensi. Pada dua vertebra lumbalis yang paling bawah, hubungan antara faset artikularis tersebut lebih hori5ontal sehingga mobilitas rotasi aksialnya lebih besar atau luas. ?al ini menjelaskan sering terjadinya herniasi diskus pada lumbal % dan +. Manifestasi klinis radikulopati pada daerah lumbal antara lain ;
19
-am*ar 11. !)lumna ,erte*ra l#s
-am*ar 12. Ra(#ks &ara"
-am*ar 13. D#skus Inter?erte*ral#s +)t)ngan aks#al −
Pada ruptur diskus intervertebra, nyeri dirasakan lebih berat bila penderita sedang duduk atau akan berdiri. 8etika duduk, penderita akan menjaga lututnya dalam keadaan fleksi dan menumpukan berat badannya pada bokong yang berlawanan. 8etika akan berdiri, penderita menopang
20
dirinya pada sisi yang sehat, meletakkan satu tangan di punggung, menekuk tungkai yang terkena 2 +inor,s sign. Nyeri mereda ketika pasien berbaring.mumnya penderita merasa nyaman dengan berbaring telentang disertai fleksi sendi 0oCae dan lutut, dan
bahu disangga
dengan
bantal
untuk
mengurangi lordosis
lumbal.Pada tumor intraspinal, nyeri tidak berkurang atau bahkan −
memburuk ketika berbaring. Gangguan postur atau kurvatura vertebra. Pada pemeriksaan dapat ditemukan berkurangnya lordosis vertebra lumbal karena spasme involunter otot'otot punggung. "ering ditemui skoliosis lumbal, dan mungkin juga terjadi skoliosis torakal sebagai kompensasi. mumnya tubuh akan 0ondong menjauhi area yang sakit, dan panggul akan miring, sehingga sendi 0oCae akan terangkat. /isa saja tubuh penderita akan bungkuk ke depan dan ke arah yang sakit untuk menghindari stretching pada saraf yang bersangkutan. -ika iskialgia sangat berat, penderita akan menghindari ekstensi sendi lutut, dan berjalan dengan bertumpu pada jari kaki 2karena dorsifleksi kaki menyebabkan stretching pada saraf, sehingga memperburuk nyeri. Penderita bungkuk ke depan, berjalan dengan langkah ke0il dan
−
semifleksi sendi lutut disebut Neri,s sign. 8etika pasien berdiri, dapat ditemukan gluteal fold yang menggantung dan tampak lipatan kulit tambahan karena otot gluteus yang lemah. ?al
−
ini merupakan bukti keterlibatan radiks "1. Dapat ditemukan nyeri tekan pada sciatic notch dan sepanjang
−
n.iskiadikus. Pada kompresi radiks spinal yang berat, dapat ditemukan gangguan sensasi, paresthesia, kelemahan otot, dan gangguan refleks tendon.
−
4asikulasi jarang terjadi. ?ernia Nu0leus Pulposus 2?NP biasanya terletak di posterolateral dan mengakibatkan gejala yang unilateral. Namun bila letak hernia agak besar dan sentral, dapat menyebabkan gejala pada kedua sisi yang mungkin dapat disertai gangguan berkemih dan buang air besar.
21
-am*ar 14. Penalaran n'er# +a(a ra(#kul)+at# lum*al
Ta*el 3.Common Root Syndromes of Intervertebral Disc Disease Disc
73'%
7%'+
7+'"1
=%'+
=&':
=:'1
7%
7+
"1
=+
=:
=(
space Root affected Muscles
uadrice Peroneal
affected ps
Area of Anterior
luteus
eltoid%
0riceps%
Intrinsi
s%
maximus%
biceps
rist
c hand
anterior
gastrocne
exrensor muscles
tibial%
mius%
s
extensor
plantar
hallucis
flexor of
longus reat
toes 1ateral
Shoulde
0humb%
Index%
middle
fourth
pain
thigh%
toe%
foot%
r%
and
medial
dorsum
small toe
anterior fingers
fifth
sensory
shin
of foot
arm%
finger
loss
radial forearm
22
2nee
Reflex
Posterior An4le
Biceps
affected 3er4
tibial
Strai!t +any
Aggravat Aggravat
le
not
es
raisin
increase
pain
0riceps
0riceps
3er4
root es
'
'
'
root
pain
pain 2.2.3. Et#)l)g# N'er# Ra(#kuler
-ika ditinjau dari penyebabnya ada 3 proses yang dapat menyebabkan nyeri radikuler, yaitu; 1. Pr)ses k)m+res#"
8elainan'kelainan yang bersifat
kompresif sehingga mengakibatkan
radikulopati adalah seperti ; hernia nu0leus pulposus 2?NP atau herniasi diskus, tumor medulla spinalis, neoplasma tulang, spondilolisis dan spondilolithesis, stenosis spinal, traumati0 dislokasi, kompresif fraktur, s0oliosis dan spondilitis tuberkulosa, 0ervi0al spondilosis 2. Pr)ses #n"lammat)r#
8elainan'kelainan inflamatori sehingga mengakibatkan radikulopati adalah seperti ; Gullain'/arre "yndrome dan ?erpes Boster 3. Pr)ses (egenerat#"
8elainan'kelainan yang bersifat degeneratif sehingga mengakibatkan radikulopati adalah seperti Diabetes Mellitus
2.3. Res+)n tu*uh terha(a+ N'er#
Nyeri
akan menimbulkan perubahan'perubahan didalam tubuh. mpuls
nyeri oleh serat afferent selain diteruskan ke sel'sel neuron nosisepsi di kornu dorsalis medulla spinalis, juga akan diteruskan ke sel'sel neuron di kornu anterolateral dan kornu anterior medulla spinalis. Nyeri pada dasarnya berhubungan dengan respon stres sistem neuroendokrin yang sesuai dengan intensitas nyeri yang ditimbulkan. Mekanisme timbulnya nyeri melalui serat saraf afferent diteruskan melalui sel'sel neuron nosisepsi di kornu dorsalis medulla 23
spinalis dan juga diteruskan melalui sel'sel dikornu anterolateral dan kornu anterior medulla spinalis memberikan respon segmental seperti peningkatan muscle spasm 2hipoventilasi dan penurunan aktivitas, vasospasm 2hipertensi, dan menginhibisi fungsi organ
visera 2distensi
abdomen, gangguan saluran
pen0ernaan, hipoventilasi. Nyeri juga mempengaruhi respon suprasegmental yang meliputi kompleks hormonal, metabolik dan imunologi yang menimbulkan stimulasi yang noxious. Nyeri juga berespon terjadap psikologis pasien seperti interpretasi nyeri, marah dan takut.
-am*ar 1. Res+)n tu*uh terha(a+ n'er#
mpuls yang diteruskan ke sel'sel neuron di kornua antero'lateral akan mengaktifkan sistem simpatis. *kibatnya, organ'organ yang diinervasi oleh sistem simpatis akan teraktifkan. Nyeri akut baik yang ringan sampai yang berat akan memberikan efek pada tubuh seperti; 1. stem res+#ras#
8arena pengaruh dari peningkatan laju metabolisme, pengaruh reflek segmental, dan hormon seperti bradikinin dan prostaglandin menyebabkan peningkatan
kebutuhan
oksigen
tubuh
dan
produksi
karbondioksida
24
mengharuskan terjadinya peningkatan ventilasi permenit sehingga meningkatkan kerja pernafasan. ?al ini menyebabkan peningkatan kerja sistem pernafasan, khususnya pada pasien dengan penyakit paru. Penurunan gerakan dinding thoraks menurunkan volume tidal dan kapasitas residu fungsional. ?al ini mengarah pada terjadinya atelektasis, intrapulmonary shunting , hipoksemia, dan terkadang dapat terjadi hipoventilasi. 2. stem kar(#)?askuler
Pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi. erjadi gangguan perfusi, hipoksia jaringan akibat dari efek nyeri akut terhadap kardiovaskuler berupa peningkatan produksi katekolamin, angiotensin , dan anti deuretik hormon 2*D? sehingga mempengaruhi hemodinamik tubuh seperti hipertensi, takikardi dan peningkatan resistensi pembuluh darah se0ara sistemik. Pada orang normal cardiac output akan meningkat tetapi pada pasien dengan kelainan fungsi jantung akan mengalami penurunan cardiac output dan hal ini akan lebih memperburuk keadaanya. 8arena nyeri menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen myocard , sehingga nyeri dapat menyebabkan terjadinya is4emia myocardial . 3. stem gastr)#ntest#nal Perangsangan saraf simpatis meningkatkan tahanan sfinkter
dan
menurunkan motilitas saluran 0erna yang menyebabkan ileus. ?ipersekresi asam lambung akan menyebabkan ulkus dan bersamaan dengan penurunan motilitas usus, potensial menyebabkan pasien mengalami
pneumonia aspirasi. Mual,
muntah, dan konstipasi sering terjadi. Distensi abdomen memperberat hilangnya volume paru dan pulmonary dysfunction. 4. stem ur)gen#tal Perangsangan saraf simpatis meningkatkan tahanan sfinkter saluran kemih dan menurunkan motilitas saluran 0erna yang menyebabkan retensi urin. . stem meta*)l#sme (an en()kr#n 8elenjar simpatis menjadi aktif, sehingga terjadi pelepasan ketekolamin. Metabolisme otot jantung meningkat sehingga kebutuhan oksigen meningkat.
25
menimbulkan gangguan metabolisme glukosa. 8adar gula darah meningkat. ?al ini mendorong pelepasan glukagon. Glukagon memi0u peningkatan proses glukoneogenesis. Pasien yang mengalami nyeri akan menimbulkan keseimbangan negative
nitrogen,
intoleransi
karbohidrat,
dan
meningkatkan
lipolisis.
Peningkatan hormon kortisol bersamaan dengan peningkatan renin, aldosteron, angiotensin, dan hormon antidiuretik yang menyebabkan retensi natrium, retensi air, dan ekspansi sekunder dari ruangan ekstraseluler. 6. stem hemat)l)g# Nyeri menyebabkan peningkatan adhesi platelet, meningkatkan fibrinolisis, dan hiperkoagulopati. 9. stem #mun#tas Nyeri merangsang produksi leukosit dengan lympopenia dan nyeri dapat mendepresi sistem retikuloendotelial. ang pada akhirnya menyebabkan pasien beresiko menjadi mudah terinfeksi. :. E"ek +s#k)l)g#s
2.4. Pengukuran Intens#tas N'er#
Nyeri merupakan masalah yang sangat subjektif yang dipengaruhi oleh psikologis, kebudayaan dan hal lainnya, sehingga mengukur intensitas nyeri merupakan masalah yang relatif sulit. *da beberapa metoda yang umumnya digunakan untuk menilai intensitas nyeri, antara lain; 1. "erbal Ratin Scale ,R&
Metoda ini menggunakan suatu ord list untuk mendiskripsikan nyeri yang dirasakan. Pasien disuruh memilih kata'kata atau kalimat yang menggambarkan
26
karakteristik nyeri yang dirasakan dari ord list yang ada. Metoda ini dapat digunakan untuk mengetahui intensitas nyeri dari saat pertama kali mun0ul sampai tahap penyembuhan. Penilaian ini menjadi beberapa kategori nyeri yaitu; • • • • •
idak nyeri 2none( Nyeri ringan &mild( Nyeri sedang 2moderate Nyeri berat 2 severe Nyeri sangat berat 2very severe
2. #umerical Ratin Scale NR&
Metoda ini menggunakan angka'angka untuk menggambarkan range dari intensitas nyeri. mumnya pasien akan menggambarkan intensitas nyeri yang dirasakan dari angka #'1#. J#Jmenggambarkan tidak ada nyeri sedangkan J1#J menggambarkan nyeri yang hebat.
-am*ar 16. #umeric pain intensity scale 3. "isual Analoue Scale ,A&
Metoda ini paling sering digunakan untuk mengukur intensitas nyeri. Metoda ini menggunakan garis sepanjang 1# 0m yang menggambarkan keadaan tidak nyeri sampai nyeri yang sangat hebat. Pasien menandai angka pada garis yang menggambarkan intensitas nyeri yang dirasakan. 8euntungan menggunakan metoda ini adalah sensitif untuk mengetahui perubahan intensitas nyeri, mudah dimengerti dan dikerjakan, dan dapat digunakan dalam berbagai kondisi klinis. 8erugiannya adalah tidak dapat digunakan pada anak'anak dibawah ( tahun dan mungkin sukar diterapkan jika pasien sedang berada dalam nyeri hebat.
No Pain
he
most
intense
pain
imaginable -am*ar 19. "isual Analo scale9
27
4. Mc$ill %ain &uestionnaire MP@
Metoda ini menggunakan 0he0k list untuk mendiskripsikan gejala'gejal nyeri yang dirasakan. Metoda ini menggambarkan nyeri dari berbagai aspek antara lain sensorik, afektif dan kognitif. ntensitas nyeri digambarkan dengan merangking dari J#J sampai J3J. . The 0aes Pa#n &ale
Metoda ini dengan 0ara melihat mimik wajah pasien dan biasanya untuk menilai intensitas nyeri pada anak'anak.
%aces Pain Rating Scale &untu' ana'(
-am*ar 1:. 'aces %ain Scale
2.. D#agn)s#s N'er#
Nyeri merupakan suatu keluhan 2 symptom. /erkenaan dengan hal ini diagnostik nyeri sesuai dengan usaha untuk men0ari penyebab terjadinya nyeri. 7angkah ini meliputi langkah anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan kalau perlu pemeriksaan radiologi serta pemeriksaan imaging dan lain'lain. Dengan demikian diagnostik terutama ditujukan untuk men0ari penyebab. Dengan menanggulangi penyebab, keluhan nyeri akan mereda atau hilang. Pemeriksaan laboratorium spesifik untuk menegakkan diagnosa nyeri tidak ada. Pemeriksaan terhadap nyeri harus dilakukan dengan seksama yang dilakukan sebelum pengobatan dimulai, se0ara teratur setelah pengobatan dimulai, setiap saat bila ada laporan nyeri baru dan setelah interval terapi 1+'3# menit setelah pemberian parenteral dan 1 jam setelah pemberian peroral. 1. Anamnes#s
Dalam melakukan anamnesis terhadap nyeri kita harus mengatahui bagaimana kualitas nyeri yang diderita meliputi awitan, lama, dan variasi yang
28
ditimbulkan untuk mengetahui penyebab nyeri. "elain itu, kita juga harus mengetahui lokasi dari nyeri yang diderita apakah dirasakan diseluruh tubuh atau hanya pada bagian tubuh tertentu. intensitas nyeri juga penting ditanyakan untuk menetapkan derajat nyeri. anyakan pula keadaan yang memperberat atau memperingan nyeri. anyakan pula tentang penyakit sebelumnya, penggobatan yang pernah dijalani, dan alergi obat. *namnesis mulai mempersempit penyebab nyeri yang dialami. a. Ra(#kul)+at# &er?#kal
Mendapatkan riwayat penyakit yang rin0i merupakan hal yang penting untuk menegakkan diagnosis dari radikulopati servikal. Pemeriksa harus mengajukan pertanyaan'pertanyaan sebagai berikut; 1 Pertama, apa keluhan utama pasien 2misalnya ; nyeri, mati rasa 2baal, kelemahan otot, dan lokasi dari gejala "kala analog visual dari #'1# dapat digunakan untuk menentukan • •
tingkat nyeri yang dirasakan oleh pasien. Gambar anatomi nyeri juga dapat membantu dokter dalam
memberikan suatu tinjauan singkat pola nyeri pada pasien. ) *pakah aktivitas dan posisi kepala dapat memperparah atau meringankan gejalanya 3 *pakah pasien pernah mengalami 0edera diarea leher -ika iya, kapan terjadinya, seperti apa mekanisme terjadi 0ederanya, dan apa yang dilakukan pada saat itu % *pakah pasien pernah mengalami episode gejala serupa sebelumnya atau nyeri leher yang terlokalisir + *pakah pasien memiliki gejala sugestif dari myelopathy servikal, seperti perubahan gaya berjalan, disfungsi usus atau kandung kemih, atau perubahan sensoris atau kelemahan pada ekstremitas bawah & *pa pengobatan sebelumnya yang telah di0oba oleh pasien 2baik berupa resep dokter atau mengobati sendiri ; Penggunaan dari es dan>atau penghangat • 6bat'obatan 2seperti ; a0etaminophen, aspirin, nonsteroidal anti' • • •
inflammatory drugs KN"*Ds erapi fisik, traksi, atau manipulasi "untikan
29
•
:
6perasi anyakan riwayat sosial pasien, meliputi olahraga dan posisi
pasien, pekerjaan, dan penggunaan dari nikotin dan > atau alkohol. ( 8ekhasan pasien dengan radikulopati servikal ialah datang dengan mengeluh
adanya
ketidaknyamanan
pada
leher
dan
lengan.
8etidaknyamanan tersebut dapat berupa sakit tumpul sampai nyeri hebat seperti rasa terbakar. /iasanya, nyerinya ini menjalar menuju batas medial skapula, dan keluhan utama pasien ialah nyeri bahu. 8etika radikulopatinya sedang berlangsung, nyeri tersebut menjalar menuju lengan atas atau bawah dan menuju tangan, sepanjang distribusi sensori dari radiks saraf yang terlibat. Pasien yang lebih tua kemungkinan memiliki episode sakit leher sebelumnya atau membeitahukan riwayat memiliki radang sendi tulang servikal atau leher. 1# ?erniasi diskus akut dan penyempitan tiba'tiba foramen saraf juga dapat terjadi pada 0edera yang melibatkan ekstensi servikal, lateral bending , atau rotasi dan pembebanan aksial. Pasien'pasien mengeluh peningkatan rasa sakit dengan posisi leher yang menyebabkan penyempitan foraminal 2misalnya, ekstensi, lateral bending , atau rotasi menuju sisi yang bergejala. 11 /anyak pasien yang
men0eritakan
bahwa
mereka
dapat
mengurangi gejala radikularnya dengan mengabduksikan bahunya dan menempatkan tangannya dibelakang kepala. Manuver ini diduga untuk meringankan gejala dengan mengurangi ketegangan pada radiks saraf. 1) Pasien mungkin mengeluhkan perubahan sensorik di sepanjang dermatom radiks saraf yang terlibat, dapat berupa kesemutan, mati rasa 2baal, atau hilangnya sensasi. 13 /eberapa pasien mungkin mengeluh kelemahan motorik. "ebagian ke0il pasien akan datang dengan kelemahan otot saja, tanpa rasa sakit yang signifikan atau keluhan sensorik *. Ra(#kul)+at# Lum*al 1 imbulnya gejala pada pasien dengan radikulopati lumbosakral sering tiba'tiba dan berupa 7/P 2nyeri punggung bawah. /eberapa pasien
30
menyatakan nyeri punggung yang sudah ada sebelumnya menghilang ketika sakit pada kaki mulai terasa. ) Duduk, batuk, atau bersin dapat memperburuk rasa sakit, yang berjalan dari bokong turun ke tungkai kaki posterior atau posterolateral menuju pergelangan kaki atau kaki. 3 anyakan penjalaran dari nyerinya, kelemahan otot, dan adanya perubahan postur tubuh, 0ara duduk dan berdiri, kesulitan ketika berdiri setelah duduk atau berbaring, dan perubahan dalam posisi berjalan. % anyakan apakah ada gangguan sensasi 2seperti ; kesemutan, baal, dan rasa terbakar dan gangguan dalam berkemih ataupun defekasi. + 8etika memperoleh riwayat pasien, waspadai setiap red flags 2yaitu, indikator kondisi medis yang biasanya tidak hilang dengan sendirinya tanpa manajemen. 5ed flags tersebut dapat menyiratkan kondisi yang lebih rumit yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut 2misalnya, tumor, infeksi. *danya demam, penurunan berat badan, atau menggigil memerlukan evaluasi menyeluruh. sia pasien juga merupakan faktor ketika men0ari kemungkinan penyebab lain dari gejala'gejala pasien. ndividu dengan usia kurang dari )# tahun dan yang lebih dari +# tahun memiliki risiko keganasan lebih tinggi yang dapat menyebabkan nyeri 2misalnya, tumor, infeksi.
2. Pemer#ksaan "#s#k
Pemeriksaan fisik yang benar sangat diperlukan untuk menguraikan patofisiologi nyeri. Pemeriksaan vital sign sangat penting dilakukan untuk mendapatkan hubungannya dengan intensitas nyeri karena nyeri menyebabkan stimulus simpatik seperti takikardia, hiperventilasi dan hipertensi. Pemeriksaan lasgo come scale rutin dilaksanakan untuk mengetahui apakah ada proses patologi di intra0ranial. Pemeriksaan khusus neurologi seperti adanya gangguan sensorik sangat penting dilakukan dan yang perlu diperhatikan adalah adanya hipoastesia, hiperastesia,
hiperpatia
dan
alodinia
pada
daerah
nyeri
yang
penting
31
menggambarkan kemungkinan nyeri neurogenik.Pemeriksaan fisik yang lengkap adalah suatu hal yang penting. Penting memperhatikan abnormalitas postur, deformitas, nyeri tekan, dan spasme otot. Pada pemeriksaan neurologis harus diperhatikan ; •
Gangguan sensorik 2hipesthesia atau hiperesthesia. Perlu dibedakan
•
gangguan saraf perifer dan segmental. Gangguan motorik 2pemeriksaan kekuatan otot, atrofi, fasikulasi, dan
•
spasme otot. Perubahan refleks.
Pemeriksaan panggul dan rektum perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya neoplasma dan infeksi di luar vertebra. a. Pemer#ksaan 0#s#k Ra(#kul)+at# &er?#kal
Pada pemeriksaan radikulopati servikal, antara lain akan didapatkan ; 1 erbatasnya !range of motion# leher. ) Nyeri akan bertambah berat dengan pergerakan 2terutama hiperekstensi. 3 es 7hermitte 2 6oramina 7ompression 0est . es ini dilakukan dengan menekan kepala pada posisi leher tegak lurus atau miring. Peningkatan dan radiasi nyeri ke lengan setelah melakukan tes ini mengindikasikan adanya penyempitan foramen intervertebralis servikal, sehingga berkas serabut sensorik di foramen intervertebra yang diduga terjepit, se0ara faktual dapat dibuktikan.
-am*ar 1;. Lherm#ttes Test % es Distraksi. es ini dilakukan ketika pasien sedang merasakan nyeri
radikuler. Pembuktian terhadap adanya penjepitan dapat diberikan dengan tindakan yang mengurangi penjepitan itu, yakni dengan mengangkat kepala pasien sejenak.
32
-am*ar 2=. D#strat#)n Test
*. Pemer#ksaan 0#s#k Ra(#kul)+at# Lum*ar 1 es 7asegue 2Straight 1eg 5aising 0est
Pemeriksaan dilakukan dengan 0ara ; a Pasien yang sedang berbaring diluruskan 2ekstensi
kedua
tungkainya. b "e0ara pasif, satu tungkai yang sakit diangkat lurus, lalu dibengkokkan 2fleksi pada persendian panggulnya 2sendi coxae, sementara lutut ditahan agar tetap ekstensi. 0 ungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan lurus 2ekstensi. d 4leksi pada sendi panggul>coxae dengan lutut ekstensi akan menyebabkan stretching nervus iskiadikus 2saraf spinal 7+'"1. e Pada keadaan normal, kita dapat men0apai sudut :# derajat atau lebih sebelum timbul rasa sakit dan tahanan. f /ila sudah timbul rasa sakit dan tahanan di sepanjang nervus iskiadikus sebelum tungkai men0apai sudut :# derajat, maka disebut tanda 7asegue positif 2pada radikulopati lumbal.
)
Modifikasi>Lariasi es 7asegue 2 Bragard,s Sign% Sicard,s Sign, dan
Spurling,s Sign Merupakan modifikasi dari tes 7asegue yang mana dilakukan tes 7asuge disertai dengan dorsofleksi kaki 2 Bragard,s Sign atau dengan dorsofleksi ibu jari kaki 2Sicard,s Sign. Dengan modifikasi ini, stretching nervus iskiadikus di daerah tibial menjadi
meningkat, sehingga
33
memperberat nyeri. Gabungan Bragard,s sign dan Sicard,s sign disebut Spurling,s sign.
-am*ar 21. Lasseue s#gn
-am*ar 22. (raard)s sin
3
-am*ar 24. Spurlin)s sin
es 7asegue "ilang atau ',7onell 0est
es ini sama dengan tes 7asegue, tetapi yang diangkat tungkai yang sehat. es positif bila timbul nyeri radikuler pada tungkai yang sakit 2biasanya perlu sudut yang lebih besar untuk menimbulkan nyeri radikuler dari tungkai yang sakit. %
Nerve Pressure Sign
Pemeriksaan dilakukan dengan 0ara ; a 7akukan seperti pada tes 7asegue 2sampai pasien merasakan adanya nyeri kemudian lutut difleksikan hingga membentuk sudut )# derajat.
34
b 7alu, fleksikan sendi panggul>coxae dan tekan nervus tibialis pada fossa poplitea hingga pasien mengeluh adanya nyeri. 0 es ini positif bila terdapat nyeri tajam pada daerah lumbal, bokong sesisi, atau sepanjang nervus iskiadikus. +
Naff$iger 0ests
es ini dilakukan dengan menekan kedua vena jugularis selama ) menit. ekanan harus dilakukan hingga pasien mengeluh adanya rasa penuh di kepalanya. 8ompresi vena jugularis juga dapat dilakukan dengan sphygmomanometer cuff , dengan tekanan %# mm?g selama 1# menit. Dengan penekanan tersebut, dapat mengakibatkan tekanan intrakranial meningkat. Meningkatnya tekanan intrakranial atau intraspinal, dapat menimbulkan nyeri radikular pada pasien dengan space occupying lesion yang menekan radiks saraf. Pada pasien ruptur diskus intervertebra, akan didapatkan nyeri radikular pada radiks saraf yang bersangkutan.Pasien dapat diperiksa dalam keadaan berbaring atau berdiri.
3. Pemer#ksaan +s#k)l)g#s
Mengingat faktor kejiwaan sangat berperan penting dalam manifestasi nyeri yang subjektif, maka pemeriksaan psikologis juga merupakan bagian yang harus dilakukan dengan seksama agar dapat menguraikan faktor'faktor kejiwaan yang menyertai. est yang biasanya digunakan untuk menilai psikologis pasien berupa the +innesota +ultiphasic Personality Inventory 2MMP. Dalam menetahui permasalahan psikologis yang ada maka akan memudahkan dalam pemilihan obat yang tepat untuk penaggulangan nyeri. 4. Pemer#ksaan +enunang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan bertujuan untuk mengatahui penyebab
dari
nyeri.
Pemeriksaan
yang
dilakukan
seperti
pemeriksaan
laboratorium dan imaging seperti foto polos, = s0an, M< atau bone s0an. Pemer#ksaan Penunang Ra(#kul)+at#
a.
35
ujuan utama foto polos 5oentgen adalah untuk mendeteksi adanya kelainan stru0tural. b. M< dan ='Scan M< merupakan pemeriksaan penunjang yang utama untuk mendeteksi kelainan diskus intervertebra. M< selain dapat mengidentifikasi kompresi medulla spinalis dan radiks saraf, juga dapat digunakan untuk mengetahui beratnya perubahan degenerative pada diskus intervertebra. M< memiliki keunggulan dibandingkan dengan ='Scan% yaitu adanya potongan sagital dan dapat memberikan gambaran hubungan diskus intervertebra dan radiks saraf yang jelas,sehingga M< merupakan prosedur skrining yang ideal untuk menyingkirkan diagnose banding gangguan stru0tural pada medulla spinalis dan radiks saraf. ='Scan dapat memberikan gambaran struktur anatomi tulang vertebra dengan baik, dan memberikan gambaran yang bagus untuk herniasi diskus intervertebra. Namun demikian, sensitivitas ='Scan tanpa myelography dalam mendeteksi herniasi masih kurang bila dibandingkan dengan M<. 0. Myelography Pemeriksaan ini memberikan gambaran anatomis yang detail, terutama elemen osseus vertebra. Myelography merupakan proses yang invasif, karena melibatkan penetrasi pada ruang subarakhnoid. "e0ara umum myelogram dilakukan sebagai tes preoperative dan seringkali dilakukan bersamaan dengan ='Scan. d. Nerve 7onduction Study 2N=" dan 8lectromyography 29MG N=" dan 9MG sangat membantu untuk membedakan asal nyeri atau untuk menentukan keterlibatan saraf, apakah dari radiks, pleksus saraf, atau saraf tunggal. "elain itu, pemeriksaan ini juga membantu menentukan lokasi kompresi radiks saraf. Namun bila diagnosis radikulopati sudah pasti se0ara pemeriksaan klinis, maka pemeriksaan elektrofisiologis tidak dianjurkan. e. 7aboratorium
36
Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah, faktor rematoid, fosfatase alkali>asam, dan kalsium. rin analisis, berguna untuk penyakit nonspesifik seperti infeksi.
2.6. Tatalaksana N'er# 1. Tera+# Mult#m)(al
"etelah diagnosis ditetapkan, peren0anaan pengobatan harus disusun. ntuk itu berbagai modalitas pengobatan nyeri yang beraneka ragam dapat digolongkan sebagai berikut13 ; a. Modalitas fisik; 7atihan fisik, pijatan, vibrasi, stimulasi kutan 29N", tusuk jarum, perbaikan posisi, imobilisasi, dan mengubah pola hidup. b. Modalitas kognitif'behavioral;
Mengikuti
J$?6 hree'"tep *nalgesi0
7adderJ 2. 0armak)tera+# N'er#
"emua obat yang mempunyai efek analgetika biasanya efektif untuk mengatasi nyeri akut. Dalam melaksanakan farmakoterapi terdapat beberapa prinsip umum dalam pengobatan nyeri. Perlu diketahui sejumlah terbatas obat dan pertimbangkan berikut; /isakan pasien minum analgesi4 oral • *pakah pasien perlu pemberian iv untuk mendapat efek analgesik • •
0epat /isakan anestesi lokal mengatasi nyeri lebih baik, atau digunakan
•
dalam kombinasi dengan analgesik sistemik /isakan digunakan metode lain untuk membantu meredakan nyeri,
misal pemasangan bidai untuk fraktur, pembalut luka bakar. Pada dasarnya ada 3 kelompok obat yang mempunyai efek analgetika yang dapat digunakan untuk menanggulangi nyeri akut.
37
a. <*at analget#ka n)nnark)t#ka.
ermasuk disini adalah )*at ant#5#n"lamas# n)nster)#( AIN&. /anyak jenis obat ini. Manfaat dan efek samping obat'obat ini wajib dipahami sebelum memberikan obat ini pada penderita. 6bat antiinflamasi nonsteroid mempunyai titik tangkap kerja dengan men0egah kerja ensim siklooksigenase untuk mensintesa prostaglandin. Prostaglandin yang sudah terbentuk tidak terpengaruh oleh obat ini. 6bat ini efektif untuk mengatasi nyeri akut dengan intensitas ringan sampai sedang. 6bat ini tersedia dalam kemasan yang dapat diberikan se0ara oral 2tablet, kapsul, sirup, dalam kemasan suntik. 8emasan suntik dapat diberikan se0ara intra muskuler, dan intravena. Pemberian intravena dapat se0ara bolus atau infus. 6bat ini juga tersedia dalam kemasan yang dapat diberikan se0ara supositoria/ memiliki potensi analgesik sedang dan merupakan anti'radang. 9fektif untuk bedah mulut dan bedah ortopedi minor. Mengurangi kebutuhan akan opioid setelah bedah mayor. 6bat'obat *N" memiliki mekanisme kerja sama, jadi jangan kombinasi dua obat *N" yang berbeda pada waktu bersamaan, meningkatkan waktu perdarahan, dan bisa menambah kehilangan darah dan bisa diberikan dengan banyak 0ara; oral, im, iv, rektal, topikal. Pemberian oral lebih disukai jika ada. Diklofenak iv harus dihindari karena nyeri dan bisa menimbulkan abses steril pada tempat suntikan. 8ontraindikasi *N" antara lain; atau penyakit • •
• •
pembuluh darah ginjal Pasien dengan penyakit pembuluh darah generalisata Penyakit jantung, penyakit hepatobilier, bedah vaskular mayor
38
•
Pasien yang mendapat penghambat *=9, diuretik hemat' kalium, penyekat
•
beta, 0y0losporin, atau metoreksat. 9lektrolit dan kreatinin harus diukur teratur dan setiap kemunduran fungsi ginjal atau gejala lambung adalah indikasi untuk menghentikan *N". buprofen aman dan murah. 6bat'obat kerja lama 2misal piroksikam
0enderung memiliki efek samping lebih banyak. Penghambat spesifik dari siklo' oksigenase ) 2=6F') misal meloCi0am mungkin lebih aman karena efeknya minimal terhadap sistem =6F gastrointestinal dan ginjal. Pemberian *N" dalam jangka lama 0enderung menimbul'kan efek samping daripada pemberian singkat pada periode perioperatif. *ntagonis ?) 2misal ranitidin yang diberikan bersama *N" bisa melindungi lambung dari efek samping. . *. <*at analget#ka nark)t#k
6bat ini bekerja dengan mengaktifkan reseptor opioid yang banyak terdapat didaerah susunan saraf pusat. 6bat ini terutama untuk menanggulangi nyeri akut dengan intensitas berat. erdapat + ma0am reseptor opioid, Mu, 8appa, "igma, Delta dan 9psilon. 6bat analgetika narkotika
yang digunakan
dapat
berupa preparat
alkaloidnya atau preparat sintetiknya. Penggunaan obat ini dapat menimbulkan efek depresi pusat nafas bila dosis yang diberikan relatif tinggi. 9fek samping yang tidak tergantung dosis, yang juga dapat terjadi adalah mual sampai muntah serta pruritus. Pemakaian untuk waktu yang relatif lama dapat diikuti oleh efek toleransi dan ketergantungan. 6bat ini umumnya tersedia dalam kemasan untuk pemberian se0ara suntik, baik intra muskuler maupun intravena. Pemberian intravena, dapat se0ara bolus atau infus. Dapat diberikan se0ara epidural atau intra tekal, baik bolus maupun infuse 2epidural infus. Preparat opioid 4entanyl juga tersedia dalam kemasan yang dapat diberikan se0ara intranasal atau dengan pat0h dikulit. "udah tersedia dalam bentuk tablet 2morfin tablet. -uga tersedia dalam kemasan supositoria. Penggunaan obat narkotik ini harus disertai dengan pen0atatan yang detail dan ketat, serta harus ada pelaporan yang rin0i tentang penggunaan obat ini ke instansi pengawas penggunaan obat'obat narkotika. Dengan ditemukannya
39
reseptor opioid didaerah kornua dorsalis medulla spinalis di tahun 1:# an, obat ini dapat diberikan se0ara injeksi kedalam ruang epidural atau kedalam ruang intratekal. /ila 0ara ini dikerjakan, dosis obat yang digunakan menjadi sangat ke0il, menghasilkan efek analgesia yang sangat baik dan durasi analgesia yang sangat lama>panjang. Pemakaian obat analgetika narkotika se0ara epidural atau intratekal, dapat dikombinasi dengan obat'obat *lfa') agonist, antikolinesterase atau adrenalin. Dengan kombinasi obat'obat ini, akan didapat efek analgesia yang sangat adekuat serta durasi yang lebih panjang, sedangkan dosis yang diperlukan menjadi sangat ke0il.
uai
S,or nyeri 2 atau 3
Ti(a,
"4ser-asi rutin
=a S,or se(asi 0 atau1
Ti(a,
'itung re,uensi napas minta nasihat tentang anagesia
=a
Tunggu 10 menit
re,uensi napas 58menit7
Ti(a,
: i,a napas ; 9menit (an s,or se(asi 2 atau 3 minta nasihat (o,ter anestesi $i,ir,an pem4erian nao
=a Te,anan (arah sistoi, 5100 mm'g
Ti(a,
inta 4antuan (o,ter
=a Su(ah 4erangsung e4ih (ari60 menit sea, anagesia tera,hir
Ti(a,
Tunggu sampai 60 menit teah 4erau se4eum mem4eri,an opioi(
=a eri,an (osis anut im (ari anagesia sesuai resep
-am*ar 14. Alg)r#tme untuk +em*er#an )+#)#( #m. &k)r n'er# =/ t#(ak a(a n'er#> 1 n'er# r#ngan>2/ n'er# se(ang> 3/ n'er# *erat. &k)r se(as# =/ *angun> 1/ ngantuk ka(ang5ka(ang> 2 ke*an'akan tert#(ur> 3/ sukar (#*angunkan. M)r"#n*erat 4=56 kg 9/ mg> *erat 65 1== kg 1= mg Nal)C)ne2== g #?/ sesua# ke*utuhan. 40
. !el)m+)k )*at anestes#a l)kal.
6bat ini bekerja pada saraf tepi, dengan men0egah terjadinya fase depolarisasi pada saraf tepi tersebut. 6bat ini dapat disuntikkan pada daerah 0edera, didaerah perjalanan saraf tepi yang melayani dermatom sumber nyeri, didaerah perjalanan pleCus saraf dan kedalam ruang epidural atau interatekal.
Ta*el 4. D)s#s maks#mum aman (ar# anestes# l)kal <*at
Maks#mum
Maks#mum
untuk #n"#ltras#
untuk anestes#
7ido0aine
l)kal 3 mg>kg
+leksus % mg>kg
2ligno0aine 7ido0aine
+ mg>kg
: mg>kg
adrenalin 2epinefrin /upiva0aine /upiva0aine dengan
1,+ mg>kg ) mg>kg
) mg>kg 3,+ mg>kg
adrenalin2epinefrin Prilo0aine Prilo0aine dengan
+ mg>kg + mg>kg
: mg>kg ( mg>kg
2ligno0aine dengan
adrenalin2epinefrin 6bat anestesia lokal yang diberikan se0ara epidural atau intratekal dapat dikombinasikan dengan opioid. =ara ini dapat menghasilkan efek sinergistik. *nalgesia yang dihasilkan lebih adekuat dan durasi lebih panjang. 6bat yang diberikan intratekal hanyalah obat yang direkomendasikan dapat diberikan se0ara intratekal. 6bat anesthesia lokal tidak boleh langsung disuntikkan kedalam pembuluh darah. Memberikan analgesia tambahan untuk semua jenis operasi. /isa menghasilkan analgesia tanpa pengaruh terhadap kesadaran. eknik sederhana seperti infiltrasi lokal ke pinggir luka pada akhir prosedur akan menghasilkan analgesia singkat. idak ada alasan untuk tidak menggunakannya.
41
/lok saraf, pleksus atau regional bisa dikerjakan untuk berlangsung beberapa jam atau hari jika digunakan teknik kateter. 8omplikasi bisa terjadi berupa; •
8omplikasi tersering berkaitan dengan teknik spesifik, misal hipotensi pada anestesi epidural karena blok simpatis, dan kelemahan otot yang
•
menyertai blok saraf besar. oksisitas sistemik bisa terjadi akibat dosis berlebihan atau pemberian aksidental dari anestesi lokal se0ara sistemik. ni bermanifestasi mulai dari kebingungan ringan, sampai hilang kesadaran, kejang, aritmia jantung dan henti jantung.
Praktik dalam tatalaksana nyeri, se0ara garis besar stategi farmakologi mengikuti J"9' 0hree Step Analgesic 1adder J yaitu; ahap pertama dengan menggunakan abat analgetik nonopiat seperti • •
N"*D atau =6F) spesific inhibitors. ahap kedua, dilakukan jika pasien masih mengeluh nyeri. Maka diberikan obat'obat seperti pada tahap 1 ditambah opiat se0ara
•
intermiten. ahap ketiga, dengan memberikan obat pada tahap ) ditambah opiat
yang lebih kuat. Penanganan nyeri berdasarkan patofisiologi nyeri pada proses transduksi dapat diberikan anestesik lokal dan atau obat anti radang non steroid, pada transmisi inpuls saraf dapat diberikan obat'obatan anestetik lokal, pada proses modulasi diberikan kombinasi anestetik lokal, narkotik, dan atau klonidin, dan pada persepsi diberikan anestetik umum, narkotik, atau parasetamol.
42
%reedo$ -ro$ pain Opioid -or $oderate to severe pain Step 1 )*+ Ad,uvant Persisting Pain Opioid -or $ild to $oderate pain Step 0 )*+ Non opioid . )*+ Ad,uvant Persisting Pain Non opioid )*+ Ad,uvant
Step /
-am*ar 13. *+, !ree Step Analesic .adder
-am*ar 14. Tangga ()s#s )*at analget#k Dari gambar tangga dosis di atas, dapat disimpulkan bahwa terapi inisial
dilakukan pada dosis yang lebih tinggi, dan kemudian diturunkan pelan'pelan hingga sesuai dosis analgesia yang tepat.
43
Ta*el 3. Da"tar In(#kas# (an ()s#s )*at "armak)tera+# n'er# *er(asarkan (eraat n'er#
N:ERI RIN;AN %ar$a'oterapi Ting'at I Na$a O8at Aspirin
Dosis
9ad!al
105+356 $g. $a's 2 g*hari
2 ,a$ se'ali
Aseta$ino-en
105+356 $g
2+3 ,a$ se'ali
%ar$a'oterapi Ting'at II I8upro-en
066 $g
2+3 ,a$ se'ali
Sodiu$ Napro'senA!alan 226 $g Selan,utnya 006 $g 7etopro-en
/0.5 $g
4+/0 ,a$ se'ali 2+3 ,a$ se'ali
N:ERI SEDAN; %ar$a'oterapi Ting'at I Na$a O8at Dosis 9ad!al Tra$adol
56+/66 $g
2+3 ,a$
N:ERI terdapat ri!ayat terapi nar'oti' untu' nyeri =or@n
Ca$puran agonis+antagonis penta?osin
3.
Analges#a Balans
6bat analgetika nonnarkotika hanya efektif untuk mengatasi nyeri dengan intensitas ringan sampai sedang. "edangkan obat analgetika narkotika efektif untuk mengatasi nyeri dengan intensitas berat. Dipihak lain blok saraf tidak selalu mudah dapat dikerjakan. idak jarang, untuk mendapatkan efek analgesia yang
44
adekuat diperlukan dosis obat yang besar. ?al ini dapat diikuti oleh timbulnya efek samping. ntuk menghindari hal ini, dapat diusahakan dengan menggunakan beberapa ma0am obat analgetika yang mempunyai titik tangkap kerja yang berbeda. Dapat digunakan dua atau lebih jenis obat dengan titik tangkap yang berbeda. Dengan pendekatan ini, dosis masing'masing individu obat tersebut menjadi jauh lebih ke0il, tetapi akan menghasilkan kwalitas analgesia yang lebih adekuat dengan durasi yang lebih panjang. Dengan demikian efek samping yang dapat ditimbulkan oleh masing masing obat dapat dihindari.
Inhi8isi desenden
Ota'
NE*5HT
Th
esi Reseptor opioid =edulla Spinalis
Sensitisasi peri-er* ion Na
Th
;Aaramasepin ",s,arasepin PHEN:TOIN e
TCA Tra$adol Opioid dll Sensitisasi sentral &N=DA.
Th ;Aetamin De
Calciu$(
-am*ar 14. &kema 0armak)tera+# +a(a analges#a *alans
*nalgesia /alans merupakan suatu teknik pengelolaan nyeri yang menggunakan pendekatan multimodal pada proses nosisepsi, dimana proses transduksi ditekan dengan *N", proses transmisi dengan obat a nestetik lokal, dan proses modulasi dengan opiat. Pendekatan ini, memberikan penderita obat analgetika dengan titik tangkap kerja yang berbeda seperti obat obat analgetika non narkotika, obat analgetika narkotika serta obat anesthesia lokal se0ara kombinasi disebut /alans analgesia atau pendekatan polifarmasi.
45
4. Analges#a Preem+t#"
/ila seseorang
tertimpa 0edera dan yang bersangkutan menderita nyeri
2berat dan nyeri ini tidak ditanggulangi dengan baik, dapat diikuti oleh perubahan kepekaan reseptor nyeri dan neuron nosisepsi di medulla spinalis 2kornu dorsalis terhadap stimulus yang masuk. *mbang rangsang organ'organ tersebut akan turun. erjadinya plastisitas sistem saraf. indakan men0egah terjadinya plastisitas sistem saraf dengan memberikan obat'obat analgetika sebelum trauma terjadi disebut tindakan preemptif analgesia. indakan anestesia merupakan salah satu 0ontoh preemptif analgesia ini. Dengan menanggulangi penyebab, keluhan nyeri akan mereda atau hilang. Pembedahan merupakan saat yang tepat untuk melakukan teknik analgesia preemtif dimana teknik ini menjadi sangat efektif karena awitan dari sensari nyeri diketahui. . PA patient controlled administration
Patient controlled Administration 2P=* merupakan metode yang saat ini tengah popular dan digunakan luas terutama di "*, bila opioid analgesia parenteral harus diberikan lebih dari )% jam. P=* ini begitu popular disana karena selain menghindarkan dari injeksi intramuskular, onset yang dihasilkan juga 0epat dan bisa dikontrol sendiri oleh pasien. /isa menghasilkan manajemen nyeri berkualitas tinggi. P=* memungkinkan pasien mengendalikan nyerinya sendiri. Perawat tidak diperlukan untuk memberikan analgesia dan pasien merasakan nyeri mereda lebih 0epat. 8eberhasilan P=* tergantung pada ; 8e0o0okan pasien dan penyuluhan pada pas0a operasi. • Pendidikan staf dalam konsep P=* serta penggunaan alat • Pemantauan yang baik terhadap pasien untuk menilai efek terapi dan • •
efek samping. Dana ; pompa infus P=* mahal. Ta*el 4. Reg#men PA t#+#kal <*at; morfin !)nsentras# ; 1 mg>ml D)s#s *)lus; 1 mg Faktu st)+; + menit Dosis bolus; jumlah obat yang diberikan oleh pompa bila
pasien bisa menentukan kebutuhan.
46
$aktu stop 2lo0kout time; jumlah waktu di mana pasien akan mendapat hanya satu dosis dari pompa
erdapat perbedaan yang 0ukup besar pada kebutuhan akan analgesia, atas dasar itulah P=* merupakan metode ideal bagi pasien yang membutuhkan lebih banyak ataupun lebih sedikit daripada standar. -ika kadar plasma berada dibawah ambang analgesik, pasien dapat mentitrasi sendiri opiod pada kadar analgesia yang mereka butuhkan 2selama masih dalam batasan terapi. Dosis bolus dan waktu stop bisa diubah sesuai dengan kebutuhan individu. Pasien harus mendapat P=* dari jalur infus khusus atau katup satu arah pada infus jaga 2jika diberikan dengan piggyba0k. ni men0egah akumulasi sejumlah besar opioid dalam infus
"e0ara ringkas, tatalaksana nyeri dapat dijelaskan dengan poin'poin berikut. 1. Tera+# N)n 0armak)l)g# a. *kut; 1 mobilisasi ) Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas 3 Modalitas termal 2terapi panas dan dingin % Pemijatan + raksi 2tergantung kasus & Pemakaian alat bantu 2misalnya korset atau tongkat b. 8ronik 1 erapi psikologis ) Modulasi nyeri 2akupunktur atau modalitas termal 3 7atihan kondisi otot %
'
0ara menurunkan sintesis prostaglandin Dosis dan penggunaan ; Dewasa ; 3## (## mg per oral setiap & jam 2%C1 hari atau %##
(## mg L setiap & jam jika dibutuhkan b. ri0y0li0 *ntidepressants ' =ontoh ; *mitriptyline
47
'
Mekanisme *ksi ; Menghambat reupta4e serotonin dan > atau norepinefrin oleh membran saraf presynapti0, dapat meningkatkan konsentrasi sinaptik dalam ""P. /erguna sebagai analgesik untuk
'
nyeri kronis dan neuropatik tertentu. Dosis dan penggunaan ; Dewasa ; 1## 3## mg 1C1 hari pada malam hari
0. +uscle 5elaxants ' =ontoh; =y0loben5aprine ' Mekanisme *ksi ;
norepinefrin dan serotonin Dosis; Dewasa ; +# 1## mg per oral setiap % & jam 2%C1 hari jika
diperlukan e. *ntikonvulsan =ontoh; Gabapentin 2Neurontin Mekanisme *ksi ; Penstabil membran, suatu analog struktural dari penghambat neurotransmitter gamma'aminobutyri0 a0id 2G*/*,
yang mana tidak menimbulkan efek pada reseptor G*/*. Dosis; Dewasa ; Neurontin ?ari ke'1 ; 3## mg per oral 1C1 hari ?ari ke') ; 3## mg per oral setiap 1) jam 2)C1 hari ?ari ke'3 ; 3## mg per oral setiap ( jam 23C1 hari
3. In?as#" N)n Be(ah + /lok saraf dengan anestetik lo0al + njeksi steroid 2metilprednisolone pada epidural untuk mengurangi
pembengkakan sehingga menurunkan kompresi radiks saraf 4. Be(ah +a(a HNP ndikasi ; "kiatika dengan terapi konservatif selama O % minggu ; nyeri berat,
menetap, dan progresif Defisit neurologis memburuk
48
"indroma kauda "tenosis kanal 2setelah terapi konservatif tidak berhasil
49
BAB III &IMPULAN
Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang subyektif dan tidak menyenangkan terkait dengan kerusakan jaringan yang aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadi terjadinya kerusakan. Mekanisme nyeri melibatkan empat tahap proses, yaitu tahap transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi. Pada tahap sensitisasi terjadi sensititasi perifer dan sentral, dimana pada sensitisasi perifer, terdapat kerusakan jaringan yang melepaskan mediator inflamasi yang bereaksi langsung se0ara lokalis, sedangkan pada sensitisasi perifer, respon terjadi pada tingkatan medula spinalis. ntuk menegakkan diagnosis nyeri dan nyeri radikuler, dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. *namnesis yang dilakukan men0akup kualitas nyeri, lokasi, variasi, intensitas, derajat dan keadaan yang memperberat serta penyakit yang menyertainya. "edangkan pada pemeriksaan fisik, diperlukan pemeriksaan neurologi khusus seperti <6M, tes 7hermitte, tes distraksi, tes lasegue 2straight leg raising test, modifikasi>variasi tes lasegue 2bragardQs sign, si0ardQs sign, dan spurlingQs sign, tes lasegue silang atau oQ0onell test, nerve pressure sign, naff5iger tests. Pada pasien ini juga perlu dilakukan pemeriksaan psikologis untuk membantu pemilihan obat'obatan yang akan digunakan. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis antara lain pemeriksaan foto polos,
M<
dan
= "0an,
myelografi
dan
pemeriksaan
laboratorium.
Penatalaksanaan nyeri dapat dilakukan se0ara nonfarmakologis, farmakologis dan operatif. Penatalaksanaan nonfarmakologis men0akup modalitas fisik, kognitif' behavioral dan psikoterapi, sedangkan farmakologis mengikuti "9' 0hree-Step Analgesic 1adder.
50