KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah menolong dan memberkati kami menyelesaikan refarat ini. Tanpa pertolongan Dia mungkin kami tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik. Referat ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di RSUS Semarang. Selain itu, penyusunan referat ini juga bertujuan agar penyusun lebih memahami mengenai Karsinoma Nasofaring. Dalam penyusunan referat ini, Kami banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kesempatan ini kami menyampaikan menyampaikan rasa terima kasih kepada dr. Djoko Prase Prasety tyo o Adi Adi N, Sp. Sp. THT THT selak selaku u pemb pembim imbi bing ng kami, kami, atas atas araha arahan n dan dan bimb bimbin inga gan n dalam dalam penyusunan penyusunan referat ini. Akhir kata, penyusun penyusun menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, sempurna, baik dari pemikran, pemikran, pengetahuan, pengetahuan, penyusunan bahasa, maupun maupun sistematika. sistematika. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun membangun dari semua pihak yang membaca membaca referat ini sangat diharapkan diharapkan guna menjadi pelajaran bagi penyususn dalam menyusun referat di waktu yang akan datang. Dan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya.
Semarang, Juni 2012
Penyusun
1
DAFTAR ISI
BAB I 2
PENDAHULUAN
Karsino Karsinoma ma Nasofarin Nasofaring g diseba disebabka bkan n oleh oleh multifak multifaktor tor.. Sampai Sampai sekaran sekarang g penyeb penyebab ab pastinya belum jelas. Faktor Faktor yang berperan untuk terjadinya Karsinoma Nasofaring ini adalah faktor faktor makana makanan n seperti seperti mengko mengkonsu nsumsi msi ikan asin, sedikit sedikit memaka memakan n sayur sayur dan buah buah segar. segar. Faktor lain adalah non-makanan, seperti debu, asap rokok, uap zat kimia, asap kayu bakar, dan asap dupa dupa (kemen (kemenyan yan). ). Faktor Faktor genetik genetik juga juga dapat dapat mempen mempengar garuhi uhi terjadin terjadinya ya Karsino Karsinoma ma Nasofaring. Nasofaring. Selain itu terbukti juga infeksi virus Ebstein-Barr Ebstein-Barr dapat menyebabkan menyebabkan Karsinoma Nasofaring. Nasofaring. Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya keberadaan keberadaan protei-protein protei-protein laten pada penderita penderita karsinoma karsinoma nasofaring. nasofaring. Pada penderita penderita ini, sel yang terinfeksi terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protein tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi dan mempertahankan kelang kelangsun sungan gan virus virus didalam didalam sel hospes. hospes. Protein Protein laten laten ini dapat dapat dipakai dipakai sebaga sebagaii petand petandaa (marker) dalam mendiagnosa Karsinoma Nasofaring, yaitu EBNA-1 dan LMP-1, LMP-2A, dan LMP-2B LMP-2B.. Hal ini dibukt dibuktikan ikan dengan dengan ditemu ditemukan kannya nya pada pada 50% 50% serum serum pender penderita ita nasofarin nasofaring g LMP-1 sedangkan EBNA-1 dijumpai di dalam serum semua pasien Karsinoma Nasofaring. Selain itu dibuktikan oleh hasil penelitian Khrisna dkk (2004) terhadap suku Indian asli bahwa EBV DNA didalam serum penderita Karsinoma Nasofaring dapat dipakai sebagai bio-marker pada karsinoma karsinoma nasofaring nasofaring primer. primer. Hubungan antara Karsinoma Nasofaring dan infeksi virus Ebstein-barr juga dinyatakan oleh oleh berbag berbagai ai penelit penelitii dari berbagai berbagai bagian bagian yang berbeda berbeda di dunia dunia ini. Pada pasien pasien yang yang Karsinoma Nasofaring dijumpai peninggian titer antibodi Anti-EBV (EBNA-1) di dalam serum plasma. EBNA-1 adalah protein nuklear yang berperan dalam mempertahankan mempertahankan genom virus. Huang dalam penelitiannya mengemukakan keberadaan 3EBV-DNA dan EBNA di dalam sel penderita penderita Karsinoma Karsinoma Nasofaring. Nasofaring. Jadi oleh karena diduga diduga eratnya hubungan hubungan antara antibodi antibodi Anti-EBV dan faktor geetik dengan terjadinya Karsinoma Nasofaring, maka pada penelitian ini juga melakukan melakukan pemeriksaan pemeriksaan serologi serologi yaitu antibodi antibodi anti-EBV anti-EBV (EBNA-1) (EBNA-1) pada pasien-pasien pasien-pasien yang telah di diagnosa menderita Karsinoma Nasofaring melalui pemeriksaan histopatologi sebelumnya dan pasien yang di periksa ini adalah pasien dengan etnis batak dengan tujuan untuk mengetahui apakah Karsinoma Nasofaring pada etnis batak juga disebabkan oleh infeksi EBV. EBV. Karsino Karsinoma ma Nasofar Nasofaring ing sangat sangat sulit sulit didiagn didiagnosa, osa, hal ini mungki mungkin n disebab disebabkan kan karena karena letaknya sangat tersembunyi, dan juga pada keadaan dini pasien tidak datang utnuk berobat. Biasanya pasien baru datang berobat bila gejala sudah mengganggu dan tumor tersebut telah mengad mengadaka akan n infiltra infiltrasi si serta serta metasta metastase se pada pada pembu pembuluh luh limfe limfe servical servical.. Hal ini merupa merupakan kan keadaan lanjut dan biasanya prognosis yang jelek. Pemeriksaan terhadap Karsinoma Nasofaring ilakukan dengan cara anamnesa penderita dan disertai dengan pemeriksaan nasofaringoscopy, radiologi, histopatologi, imunohistokimia, Assay atau disingakat dengan ELISA. Oleh karena beberapa penelitian telah membuktikan bahwa didalam serum penderita penderita Karsinoma Karsinoma Nasofaring Nasofaring dijumpai dijumpai EBNA-1, EBNA-1, maka sebaiknya sebaiknya pasien yang mempunyai mempunyai gejala yang mengarah mengarah ke Karsinoma Karsinoma Nasofaring Nasofaring dianjurkan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan serologi yaitu antibodi anti-EBV (EBNA-1). 3
Penderita Penderita Karsinoma Karsinoma Nasofaring Nasofaring tersebar diseluruh diseluruh dunia dan terdapat daerah endemik di China selatan. Jenis Karsinoma ini merupakan bentuk keganasan ketiga yang dijumpai pada pria dengan insidensi insidensi di China Selatan berkisar antara 15-50% 15-50% pertahun. pertahun. Di Indonesia Indonesia Karsinoma Nasofaring paling banyak dijumpai diantara tumor ganas dibidang THT. Dan usia terbanyak yang menderita adalah usia 40 tahun keatas. Prevalensi Karsinoma Nasofaring di indonesia sebesar 4,7/100.000 per-penduduk per-tahun. Dibagian THT RSUD Dr. Soetomo (sela (selama ma tahu tahun n 2000 2000-20 -2001 01)) polik poliklin linik ik onko onkolo logi gi melap melapor orka kan n pend pender erita ita baru baru Karsi Karsino noma ma Nasofaring Nasofaring berjumlah berjumlah 623 orang, orang, laki-laki dua kali lebih lebih banyak dibanding dibandingakan akan perempuan. perempuan. Di Di bagian THT RSUP H. Adam Malik, selama 1991-1996 1991-1996 mendapat mendapat kasus 160 tumor ganas, 94 kasus (58,81%) merupakan Karsinoma Nasofaring.
BAB II ANATOMI FARING 4
Sebelum membahas struktur anatomi dari nasofaring, terlebih dahulu kita membahas mengenai faring. Faring adalah tenggorokan, ruang muskulo-membranosa di belakang rongga hidung, hidung, mulut, dan laring, berhubungan berhubungan dengan rongga-rongg rongga-ronggaa tersebut tersebut dan dengan esofagus. esofagus. Atau secara lebih jelas, faring merupakan bangunan tabung fibromuskuler yang berbentuk corong ( membesar di bagian atas dan mengecil dibagian bawah ) yang ke arah inferior akan berlanjut berlanjut menjadi menjadi esofagus. esofagus. Bangunan Bangunan ini terbentang terbentang mulai dari basis kranii hingga hingga menyambung ke esofagus setinggi vertebra servical VI, dengan panjang kurang lebih 5 inci (13 cm). Secara anatomis, faring dibagi menjadi 3 bagian, yaitu : 1. Nasofaring 2. Orofaring 3. Laringo Laringofarin faring, g, yang yang juga juga sering diseb disebut ut hipofar hipofaring ing Nasofaring Nasofaring merupakan suatu rongga rongga dengan dengan dinding kaku diatas , belakang dan lateral yang secara anatomi termasuk bagian faring. -
Ke anterior berhubungan dengan rongga hidung melalui koana dan tepi belakang septum nasi, sehingga sumbatan hidung merupakan gangguan yang sering timbul.
-
Ke arah posterior dinding nasofaring melengkung ke superior-anterior dan terletak dibawah dibawah os sfenoid sfenoid,, sedangk sedangkan an bagian bagian belakang belakang nasofar nasofaring ing berbat berbatasan asan dengan dengan ruang retrofaring, fasia pre-vertebralis dan otot-otot dinding faring.
-
Pada dinding lateral nasofaring terdapat orifisium tuba eustachius dimana orifisium ini dibatasi superior dan posterior torus tubarius, sehingga penyebaran tumor ke lateral akan menyebabkan sumbatan orifisium tuba eustachis dan akan mengganggu pendengaran. pendengaran.
-
Ke arah postero postero-sup -superio eriorr dari dari torus torus tubariu tubariuss terdapa terdapatt fossa fossa Rosenm Rosenmulle ullerr yang merupakan lokasi tersering Karsinoma Nasofaring.
Pada atap nasofaring sering terlihat lipatan-lipatan mukosa yang dibentuk oleh jaringan lunak sub mukosa, mukosa, dimana pada usia muda dinding postero-supe postero-superior rior nasofaring nasofaring umumnya umumnya tidak rata. Hal ini disebabkan karena adanya jaringan adenoid. Di nasofaring terdapat banyak saluran getah bening yang terutama mengalir ke lateral bermuara di kelenjar retrofaring Krause (kelenjar Rouviere). Nasofaring Nasofaring juga berhubungan berhubungan erat dengan dengan beberapa beberapa struktur struktur penting, penting, seperti: n. Glossopharingeus, n. Vagus dan n. Asesorius saraf spinal cranial dan vena jugularis interna. Faring Faring mendapa mendapatt darah darah dari berbag berbagai ai sumber sumber dan kadang kadang-kad -kadang ang tidak tidak beratu beraturan. ran. Yang Yang terutama berasal dari cabang a. Karotis eksterna, serta dari cabang a. Maksilaris interna, yakni cabang palatine superior. 5
BAB III KARSINOMA NASOFARING 6
1.
EPIDEMIOLOGI
Meskip Meskipun un banyak banyak ditemuk ditemukan an di negara negara dengan dengan pendud penduduk uk non-mo non-mongo ngoloid loid,, namun namun demikian daerah China bagian selatan masih menduduki tempat tertinggi, yaitu dengan 2500 kasus baru pertahun untuk propinsi guang-dong (Kwantung) atau prevalensi 39,84/100.000 penduduk. penduduk. Ras Ras Mong Mongol oloid oid merup merupak akan an fakto faktorr domin dominan an timbu timbuln lnya ya Karsi Karsino noma ma Naso Nasofar faring ing,, sehingg sehinggga ga kekerap kekerapann annya ya cukup cukup tinggi tinggi pada pada pendud penduduk uk China China bagian bagian Selatan Selatan,, Hongk Hongkong ong,, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Ditemukan pula cukup banyak kasus di Yunani, Afrika bagian Utara seperti Aljazair dan Tunisia, pada orang Eskimo di Alasaka dan Tanah Hijau yang di duga penyebabnya adalah karena mereka memakan makanan yang di awetkan dalam musim dingin dengan menggunakan bahan pengawet pengawet Nitrosamin. Nitrosamin. Di Indonesia frekuensi pasien ini hampir merata di setiap daerah. Di RSUDPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta saja ditemukan lebih dari 100 kasus setahun, RS Hasan Sadikin Bandung rata-rata 60 kasus, Ujung Pandang 25 kasus, palembang 25 kasus, 15 kasus setahun di Denpasar, dan 11 kasus di Padang dan Bukit tinggi. Demikian pula angka-angka yang di dapatkan di Medan, Semarang, Surabaya dan lain-lain menunjukkan bahwa tumor ganas ini terdapat terdapat merata merata di Indone Indonesia. sia. Dalam Dalam pengam pengamatan atan dari dari pengun pengunjun jung g polokl poloklinik inik tumor tumor THT THT RSCM, pasien Karsinoma Nasofaring dari ras China relatif sedikit lebih banyak dari suku bangsa lainnya. lainnya.
2.
ETIOLOGI DA DAN FA FAKTOR RE RESIKO IKO
Meskipu Meskipun n penyel penyelidik idikan an untuk untuk menget mengetahui ahui penyeb penyebab ab penyak penyakit it ini telah telah dilakuk dilakukan an di berbagai berbagai negara dan telah memakan memakan biaya yang tidak sedikit, namun sampai sekarang belum berhasil. Dikatakan Dikatakan bahwa beberapa beberapa faktor saling berkaitan berkaitan sehingga sehingga akhirnya akhirnya disimpulkan disimpulkan bahwa penyebab penyebab penyakit penyakit ini adalah multifaktor. multifaktor. Kaitan antara suatu kuman kuman yang di sebut sebag sebagai ai virus virus Epste Epsteinin-Ba Barr rr dan dan kons konsum umsi si ikan ikan asin asin dika dikatak takan an sebag sebagai ai peny penyeb ebab ab utam utamaa timbulnya penyakit ini. Virus tersebut dapat masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal di sana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama. Untuk mengaktifkan virus ini di butuhkan suatu mediator. Sebagai contoh, kebiasaan untuk mengko mengkomsu msumsi msi ikan asin secara secara terus-me terus-mener nerus us mulai mulai dari masa kanak-k kanak-kanak anak,, merupa merupakan kan media mediato torr utama utama yang yang dapat dapat meng mengak aktif tifka kan n viru viruss ini ini sehing sehingga ga menim menimbu bulk lkan an karsi karsino noma ma nasofaring. Mediator yang dianggap berpengaruh untuk timbulnya karsinoma nasofaring ialah : 1. Zat Zat Nit Nitro rosa sami min. n. Dida Didala lam m ika ikan n asi asin n ter terda dapa patt nit nitro rosa sami min n yan yang g ter terny nyat ataa mer merup upak akan an mediator penting. Nitrosamin juga ditemukan dalam ikan / makanan yang diawetkan di Greenland . Juga pada ” Quadid ” yaitu daging kambing yang dikeringkan di tunisia, dan sayuran yang difermentasi ( asinan ) serta taoco di Cina. 7
2. Keadaan sosial ekonomi yang rendah. Lingkungan dan kebiasaan hidup. Dikatakan bahwa udara yang penuh asap di rumah-rumah yang kurang baik ventilasinya di Cina Cina,, Indo Indone nesia sia dan dan Kenya Kenya,, menin meningk gkatn atnya ya juml jumlah ah kasus kasus KNF. KNF. Di Hong Hongko kong ng,, pembakaran pembakaran dupa dupa rumah-rum rumah-rumah ah juga juga dianggap dianggap berperan berperan dalam menimbulkan menimbulkan KNF. 3. Seri Sering ng kont kontak ak deng dengan an zat zat yan yang g dia diang ngg gap bers bersifa ifatt Kar Karsi sino noge gen. n. Yait Yaitu u yan yang g dap dapat at menyebabkan kanker, antara lain Benzopyrene, Benzoathracene ( sejenis Hidrokarbon dalam dalam arang arang batuba batubara ra ), gas kimia, asap industri, industri, asap kayu kayu dan beberapa beberapa Ekstrak Ekstrak tumbuhan- tumbuhan. 4. Ras dan keturunan. Ras kulit putih jarang terkena penyakit ini. Di Asia terbanyak adalah bangsa Cina, baik yang negara asalnya maupun yang perantauan. Ras mela melayu yu yaitu yaitu Malay Malaysia sia dan dan Indon Indones esia ia terma termasu suk k yang yang bany banyak ak terke terkena na karsi karsino noma ma nasofaring. 5. Radang kro kronis di daera aerah h naso nasofa farring ing. Dian ianggap dengan adanya pera perad danga ngan, mukosa nasofaring menjadi lebih rentan terhadapa karsinogen lingkungan.
3.
MANIFESTASI KLINIK
Karena KNF bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan, maka diagnosis dan pengobatan yang sedini mungkin memegang peranan penting untuk mengetahui gejala dini KNF dimana tumor masih terbatas di rongga nasofaring. A. Gejal ejalaa Din Dinii : Gejala telinga : 1. Kata Katara rali lis/ s/su sumb mbat atan an tuba tuba eut eutac achi hius us Pasien mengeluh rasa penuh di telinga, rasa dengung kadang-kadang disertai dengan gangguan pendengaran. Gejala ini merupakan gejala yang sangat dini. 2. Radang Radang telinga telinga teng tengah ah sampa sampaii pecahn pecahnya ya gend gendang ang telinga telinga.. Keadaan ini merupakan kelainan lanjut yang terjadi akibat penyumbatan muara tuba, dimana rongga teliga tengah akan terisi cairan. Cairan yang diproduksi makin makin lama makin makin banyak banyak,, sehingg sehinggaa akhirny akhirnyaa terjadi terjadi keboco kebocoran ran gendan gendang g telinga dengan akibat gangguan pendengaran.
Gamba Gambarr 3. Tumor Tumor nasof nasofari aring ng yang yang menut menutupi upi tub tuba a Eu Eusth sthac achius hius,ya ,yang ng bertanda panah adalah tumor 8
Gejala Hidung : 1. Mimisan Dinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan dan sentuhan dapat terjadi pendarahan hidung atau mimisan. Keluarnya darah ini biasanya berulangulang, ulang, jumlah jumlahnya nya sedikit sedikit dan seringk seringkali ali bercam bercampur pur dengan dengan ingus, ingus, sehingg sehinggaa berwarna berwarna merah jambu. Epistaksis Epistaksis ini juga dapat disebabkan disebabkan oleh penjalaran penjalaran tumor ke selaput lendir hidung yang dapat mencederai dinding pembuluh darah daerah ini. 2. Sumb umbatan atan hid hidu ung Sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke dalam rongga hidung dan menutupi koana. Gejala menyerupai pilek kronis, kadangkadang disertai dengan gangguan penciuman dan adanya ingus kental. Gejala telinga dan hidung ini bukan merupakan gejala yang khas untuk penyakit ini, karena karena juga juga dijumpa dijumpaii pada pada infeksi infeksi biasa, biasa, misalny misalnyaa pilek pilek kronis, kronis, sinusitis sinusitis dan lainlainlainnya. Mimisan juga sering terjadi pada anak yang sedang menderita radang. B. Gejala Lanjut : 1. Pemb Pembes esara aran n kelen kelenjar jar limfe limfe leh leher er Tidak semua benjolan leher menandakan penyakit ini. Yang khas jika timbulnya di daerah samping leher, 3-5 sentimeter di bawah daun telinga dan tidak nyeri. Benjolan ini merupakan pembesaran kelenjar limfe, sebagai pertahanan pertama sebelum sel tumor ke bagian tubuh yang lebih jauh. Benjolan ini tidak dirasakan nyeri, karenanya sering diabaikan oleh pasien. Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan meng mengen enai ai otot otot di bawa bawahny hnya. a. Kele Kelenja njarny rnyaa menja menjadi di lekat lekat pada pada otot otot dan dan sulit sulit digerak digerakkan kan.. Keadaa Keadaan n ini merupa merupakan kan gejala gejala yang yang lebih lebih lanjut lanjut lagi. lagi. Pembesa Pembesaran ran kelenjar limfe leher merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke dokt dokter. er. Kada Kadang ng pemb pembesa esaran ran kelen kelenjar jar di lehe leherr ini ini salah salah didi didiag agno nosis sis sebag sebagai ai tuberkulosis kelenjar. 2. Gejala Gejala akibat akibat perlu perluasan asan tumor tumor ke ke jaringan jaringan sekita sekitar. r. Tumor Tumor dapat meluas meluas ke jaringa jaringan n sekitar. sekitar. Perluasan Perluasan ke atas ke arah rongga rongga tengkorak dan kebelakang melalui sela-sela otot dapat mengenai saraf otak dan menyebabkan gejala akibat kelumpuhan syaraf otak. Penjalaran melalui foramen laserum akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI, dan dapat pula ke V, sehingga yang sering ditemukan ialah penglihatan ganda (diplopia) dan pada pemeriksaan tampak tampak bola bola mata mata juling. juling. Neuralg Neuralgia ia trigemin trigeminal al merupa merupakan kan gejala gejala yang yang sering sering ditemukan oleh ahli saraf jika belum terdapat keluhan lain yang berarti. Proses karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI, dan XII jika penjalaran melalui melalui foramane jugulare, yaitu suatu tempat yang relatif jauh dari nasofaring. Hal ini akan menimbulkan rasa baal (mati rasa) didaerah wajah sampai akhirnya timbul kelumpuhan lidah, bahu, leher dan gangguan pendengaran serta gangguan penciuman. 9
Keluhan lainnya dapat berupa sakit kepala hebat akibat penekanan tumor ke selaput otak, rahang tidak dapat dibuka akibat kekakuan otot-otot rahang yang terkena tumor. Biasanya kelumpuhan hanya mengenai salah satu sisi tubuh saja (unilateral) tetapi pada beberapa kasus pernah ditemukan mengenai ke dua sisi tubuh. 3. Gejal Gejalaa aki akiba batt met metast astasi asiss Sel-sel kanker dapat ikur mengalir bersama aliran limfe atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring, hal ini yang disebut metastasis jauh. Yang sering ialah pada tulang, hati dan paru. Jika ini terjadi, menandakan suatu stadium dengan prognosis sangat buruk.
4.
PATOFISIOLOGI
Virus Epstein Barr (EBV) merupakan virus DNA yang memiliki kapsid icosahedral dan termasuk dalam famili Herpesviridae. Infeksi EBV dapat berasosiasi dengan beberapa penyakit seperti limfoma Burkitt, limfoma sel T, mononukleosis dan karsinoma nasofaring (KNF). KNF merupakan tumor ganas yang terjadi pada sel epitel di daerah nasofaring yaitu pada daerah cekungan Rosenmuelleri dan tempat bermuara saluran eustachii. Banyak faktor yang diduga berhubungan berhubungan dengan KNF, yaitu: yaitu: 1. adan adanya ya infe infeks ksii EBV EBV,, 2. Fakt Faktor or ling lingku kung ngan an 3. Genetik
1) Virus Virus Epste Epstein-B in-Barr arr 10
Virus Epstein-Barr bereplikasi dalam sel-sel epitel dan menjadi laten dalam limfosit B. Infeksi virus epstein-barr terjadi pada dua tempat utama yaitu sel epitel kelenjar saliva dan sel limfosit. EBV memulai infeksi pada limfosit B dengan cara berikatan dengan reseptor virus, yaitu komponen komplemen C3d (CD21 atau CR2). Glikoprotein (gp350/220) pada kapsul EBV berikat berikatan an dengan dengan protein protein CD21 CD21 diperm dipermuka ukaan an limfosit limfosit B3. Aktivit Aktivitas as ini merupak merupakan an rangkaian yang berantai dimulai dari masuknya EBV ke dalam DNA limfosit B dan selanjutnya meny menyeb ebab abkan kan limfos limfosit it B menj menjadi adi immo immorta rtal. l. Seme Sementa ntara ra itu, itu, sampa sampaii saat saat ini meka mekani nisme sme masuknya EBV ke dalam sel epitel nasofaring belum dapat dijelaskan dengan pasti. Namun demikian, ada dua reseptor yang diduga berperan dalam masuknya EBV ke dalam sel epitel nasofaring yaitu CR2 dan PIGR ( Polimeric Immunogloblin Receptor ). Sel yang terinfeksi oleh virus epstein-barr dapat menimbulkan beberapa kemungkinan yaitu : sel menjadi mati bila terinfeksi dengan virus epstein-barr dan virus mengadakan replikasi, atau virus epstein- barr yang meninfeksi sel dapat mengakibatkan kematian virus sehingga sel kembali menjadi normal atau dapat terjadi transformasi sel yaitu interaksi antara sel dan virus sehingga mengakibatkan terjadin terjadinya ya perubah perubahan an sifat sel sehingg sehinggaa terjadi terjadi transforms transformsii sel menjadi menjadi ganas sehingga sehingga terbentuk sel kanker. Gen EBV yang diekspresikan pada penderita KNF adalah gen laten, yaitu EBERs EBNA1, LMP1, LMP2A dan LMP2B. Protein EBNA1 berperan dalam mempertahankan virus pada infeksi laten. Protein transmembran LMP2A dan LMP2B menghambat sinyal tyrosine kinase yang dipercaya dapat menghambat siklus litik virus. Diantara gen-gen tersebut, gen yang paling berperan berperan dalam transformasi transformasi sel adalah gen LMP1. LMP1. Struktur Struktur protein LMP1 LMP1 terdiri atas 368 asam asam amin amino o yang yang terb terbag agii menj menjad adii 20 asam asam amin amino o pada pada ujun ujung g N, 6 segm segmen en prot protei ein n transme transmembr mbran an (166 (166 asam amino) dan 200 200 asam amino pada pada ujung ujung karbok karboksi si (C). Protein Protein transm transmem embr bran an LMP1 LMP1 menja menjadi di peran perantar taraa untu untuk k sinya sinyall TNF TNF (tumo (tumorr necro necrosis sis facto factorr ) dan dan meningkatkan regulasi sitokin IL-10 yang memproliferasi sel B dan menghambat respon imun lokal. 2) Gene Geneti tik k Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetic, tetapi kerentana terhadap karsino karsinoma ma nasofari nasofaring ng pada pada kelomp kelompok ok masyara masyarakat kat tertentu tertentu relative relative menonjo menonjoll dan memilik memilikii agregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen pengode pengode enzim sitokrom sitokrom p450 2E1 (CYP2E1) (CYP2E1) kemungkina kemungkinan n adalah gen kerentanan kerentanan terhadap karsinoma nasofaring. Sitokrom p450 2E1 bertanggung jawab atas aktivasi metabolik yang terkait nitrosamine dan karsinogen 3) Faktor Faktor ling lingkun kungan gan Sejumlah besar studi kasus yang dilakukan pada populasi yang berada di berbagai daerah di asia dan america utara, telah dikonfirmasikan bahwa ikan asin dan makanan lain yang awetkan mengandung sejumlah besar nitrosodimethyamine (NDMA), N-nitrospurrolidene (NPYR) dan nitrospiperidine nitrospiperidine (NPIP ) yang mungkin merupakan faktor karsinogenik karsinogenik karsinoma nasofaring. nasofaring. Selain Selain itu meroko merokok k dan perokok perokok pasif pasif yg terkena terkena paparan paparan asap rokok rokok yang yang mengan mengandun dung g
11
formaldehide dan yang tepapar debu kayu diakui faktor risiko karsinoma nasofaring dengan cara mengaktifkan kembali infeksi dari EBV.
5.
HISTOPATOLOGI
Permuk Permukaan aan nasofar nasofaring ing berbenj berbenjol-b ol-benjo enjol, l, karena karena dibawa dibawah h epitel epitel terdapat terdapat banyak banyak jaringan jaringan limfosit, sehingga berbentuk seperti lipatan atau kripta. Hubungan antara epitel dengan jaringan limfosit limfosit ini sangat sangat erat, erat, sehingg sehinggaa sering sering disebut disebut “Limfoep “Limfoepitel itel”. ”. Bloom Bloom dan Fawcett Fawcett (1965) (1965) membagi mukosa nasofaring atas empat macam epitel : 1. Epitel selapis thorax bersilia “Simple Columnar Columnar Cilated Cilated Epitheliu Epithelium” m” 2. Epitel Epitel thorax thorax berlapis berlapis “Stratifie “Stratified d Columnar Columnar Epitheli Epithelium” um” 3. Epitel thorax berlapis bersilia “Stratified Columnar Columnar Ciliated Ciliated Epithelium” Epithelium” 4. Epitel thorax thorax berlapis berlapis semu semu bersilia bersilia “Pseudo-Strat “Pseudo-Stratified ified Columnar Columnar Ciliated Ciliated Epithelium Epithelium”” 60% dari mukosa mukosa nasofar nasofaring ing dilapisi dilapisi oleh oleh epitel epitel berlapi berlapiss gepeng gepeng,, dan 80% dari dinding dinding posterior posterior nasofaring dilapisi oleh epitel ini, sedangkan pada dinding lateral dan depan dilapisi oleh epitel transisional, yang merupakan epitel peralihan antara epitel berlapis gepeng dan thorax bersilia. Epitel berlapis gepeng ini umumya dilapisi keratin, kecuali pada kripta yang dalam. Dipandang dari sudut embriologi, tempat pertemuan atau peralihan 2 macam epitel adalah tempat yang subur untuk tumbuhnya suatu karsinoma. Klasifikasi Klasifikasi gambaran gambaran histopatologi histopatologi yang direkomendasik direkomendasikan an oleh Organisasi Kesehatan Kesehatan Dunia (WHO) sebelum tahun 1991, dibagi atas 3 tipe, yaitu : Kars Karsin inom omaa sel sel skua skuamo mosa sa berk berker erat atin inis isas asii ( Keratinizing Keratinizing Squamous Squamous Cell Carcinoma). Carcinoma). Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi diferensiasi baik, sedang dan buruk. 1.
Karsino Karsinoma ma non-ke non-keratin ratinisasi isasi ( Non-keratinizin Non-keratinizing g Carcinoma Carcinoma)). Pada tipe ini dijumpai dijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi sel skuamosa skuamosa tanpa jembatan jembatan intersel. Pada umumnya batas sel cukup jelas. 2.
Karsinoma Karsinoma tidak berdiferensiasi berdiferensiasi (Undifferentiated Carcinoma). Carcinoma). Pada tipe ini sel tumor secara individu memperlihatkan inti yang vesikuler, berbentuk oval atau bulat dengan nukleoli yang jelas. Pada umumnya batas sel tidak terlihat dengan jelas. (7) Tipe Tipe tanpa tanpa diferens diferensiasi iasi dan tanpa tanpa keratini keratinisasi sasi mempun mempunyai yai sifat yang yang sama, sama, yaitu yaitu bersifat bersifat radiosensitif dan mempinyai titer antibodi terhadap virus Epstein-Barr. Sedangkan jenis dengan keratinisasi keratinisasi tidak begitu radiosensitif radiosensitif dan tidak menunjukka menunjukkan n hubungan hubungan dengan virus EpsteinEpsteinBarr. 3.
6.
STADIUM KANKER
Stadium ini berdasarkan kriteria dari American Joint Committee On Cancer (AJCC 2002) 12
T = Tumor primer
T0 - Tidak tampak tumor. Tis – Karsinoma insitu, dimana tumor hanya terdapat pada 1 lapisan jaringan. T1 - Tumor terbatas terbatas pada satu lokalisasi saja (lateral/posterosuperior/atap (lateral/posterosuper ior/atap dan lain- lain). T2 - Tumor yang sudah meluas kedalam jaringan lunak dari rongga tenggorokan. tenggorokan. T3 - Tumor telah keluar dari rongga nasofaring (ke rongga rongga hidung atau orofaring dsb). T4 - Tumor telah keluar dari nasofaring dan telah merusak tulang tengkorak atau mengenai saraf-saraf otak. TX - Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap. N = Nodule
N - Pembesaran Pembesaran kelenjar getah getah bening bening regional regional . NX - Pembesar Pembesaran an kelenjar kelenjar reginol reginol tidak dapat dapat dinilai dinilai N0 - Tidak ada pembesaran. pembesaran. N1 - Terdapat Terdapat penbesaran tetapi homolateral homolateral dan tumor dalam kelenjar limfe berukuran 6 cm atau lebih kecil. N2 - Terdapat Terdapat pembesaran pembesaran kontralateral/bilate kontralateral/bilateral ral dengan dengan ukuran ukuran tumor 6 cm atau lebih kecil. N3 - Tumor Tumor terdapat di kelenjar limfe dengan dengan ukuran lebih dari 6 cm atau tumor telah ditemukan didalam kelenjar limfe pada regio “segitiga leher” N3A – Tumor Tumor dalam kelenjar limfe dengan dengan ukuran ukuran lebih dari dari 6 cm. N3B – Tumor Tumor ditemukan ditemukan diluar diluar “segitiga “segitiga leher” M = Metastasis
M = Metastesis jauh M0 - Tidak ada metastesis jauh. M1 – Terdapat Metastesis jauh . -
Stad Stadiu ium m 0 : Tis Tis deng dengan an N0 dan dan M0 M0
13
-
Stadi tadiu um I : T1 T1 dan dan N0 dan dan M0
-
Stadi tadiu um IIA IIA : T2 T2 dan dan N0 dan dan M0
-
Stad Stadiu ium m IIB IIB : T1 T1 ata atau u T2 T2 dan dan N1 dan dan M0 M0
14
-
Stadiu Stadium m III : T1/T2 T1/T2 dan dan N1/N N1/N2 2 dan M0 atau atau T3 T3 dan dan N0/N1 N0/N1/N2 /N2 dan dan M0 M0
-
Stadiu Stadium m IVA IVA : T4 T4 dan dan N0/N1 N0/N1 dan M0 atau T dan dan N2 N2 dan dan M0
15
7.
-
Stadi Stadium um IVB IVB : T1/T T1/T2/T 2/T3/ 3/T4 T4 dan dan N3A N3A/N3 /N3B B dan dan M0 M0
-
Stadiu Stadium m IVC IVC : T1/T2/ T1/T2/T3 T3/T4 /T4 dan N0/N1 N0/N1/N2 /N2/N3 /N3 dan M1. M1.
Pene Penega gaka kan n dia diagn gnos osis is kars karsin inom omaa nas nasof ofar arin ing g
Jika ditemu ditemukan kan adanya adanya kecurig kecurigaan aan yang yang menga mengarah rah pada pada suatu suatu karsino karsinoma ma nasofarin nasofaring, g, protokol protokol dibawah dibawah ini dapat dapat membant membantu u untuk untuk menegakk menegakkan an diagnosis diagnosis pasti pasti serta stadium stadium tumor: tumor: I.
Anamnesis sis / pemerik riksaa saan fisik isik Anamnesis berdasarkan keluhan yang dirasakn pasien (tanda dan gejala KNF)
II.
Pemeriksaan nasofaring Dengan menggunakan kaca nasofaring atau dengan nashopharyngoskop 16
III.
Biopsi na nasofaring Diagno Diagnosis sis pasti pasti dari dari KNF ditentu ditentukan kan dengan dengan diagno diagnosis sis klinik klinik ditunj ditunjang ang dengan dengan diagnosis diagnosis histologik histologik atau sitologik. sitologik. Diagnosis Diagnosis histologik histologik atau sitologik dapat ditegakan bila dikirim suatu material hasil biopsy cucian, hisapan (aspirasi), atau sikatan (brush), biopsy dapat dilakukan dilakukan dengan 2 cara, yaitu dari hidung atau dari mulut. mulut. Biopsi tumor nasofaring umunya dilakukan dengan anestesi topical dengan xylocain 10%.
IV. IV.
•
Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy). Cunam biopsy dimasukan melalui rongga hidung menyelusuri konka media ke nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsy.
•
Biopsy melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukan melalui hidung dan ujung kateter yang berada dalam mulut ditarik keluar dan diklem bersama-sama ujung kateter yang dihdung. Demikian juga kateter yang dari hidung disebelahnya, sehingga palatum mole tertarik ke atas. Kemudian dengan kacalaring dilihat daerah nasofaring. biopsy dilakukan dengan melihat tumor melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang dimasukan melalui mulut, masaa tumor akan terlihat lebih jelas. Bila dengan cara ini masih belum didapatkan didapatkan hasil yang memuaskan memuaskan mala dilakukan dilakukan pengerokan pengerokan dengan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narcosis.
Pemer emerik iksa saan an Patol atolog ogii Ana Anato tom mi Klasi Klasifik fikasi asi gamb gambara aran n histo histopat patol olog ogii yang yang dire direko kome mend ndasi asika kan n oleh oleh Orga Organis nisasi asi Kesehatan Dunia (WHO) sebelum tahun 1991, dibagi atas 3 tipe, yaitu : •
Karsi Karsino noma ma sel skua skuamo mosa sa berke berkerat ratini inisas sasii (Kera (Keratin tinizi izing ng Squa Squamo mous us Cell Cell Carcinoma ). Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi diferensiasi baik, sedang dan buruk. buruk.
•
Karsino Karsinoma ma non-ke non-kerati ratinisas nisasii ( Non-ke Non-keratin ratinizing izing Carcino Carcinoma ma ). Pada Pada tipe ini dijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi sel skuamosa tanpa jembatan jembatan intersel. intersel. Pada umumn umumnya ya batas batas sel cukup cukup jelas.
•
Karsinoma Karsinoma tidak berdiferensiasi berdiferensiasi (Undifferentiated (Undifferentiated Carcinoma). Pada tipe ini sel tumor secara individu memperlihatkan inti yang vesikuler, berbentuk oval atau bulat dengan dengan nukleoli nukleoli yang jelas. Pada umumnya umumnya batas sel tidak terlihat dengan jelas.
Tipe tanpa diferensiasi dan tanpa keratinisasi mempunyai sifat yang sama, yaitu bersifat radiosensitif. radiosensitif. Sedangkan Sedangkan jenis dengan dengan keratinisasi keratinisasi tidak begitu radiosensitif. radiosensitif.
17
Klasifikasi gambaran histopatologi terbaru yang direkomendasikan oleh WHO pada tahun 1991, hanya dibagi atas 2 tipe, yaitu :
V.
•
Kars Karsino inoma ma sel skuam skuamos osaa berke berkerat ratini inisas sasii ( Kerat Keratini inizin zing g Squa Squamo mous us Cell Cell Carcinoma).
•
Karsino Karsinoma ma non-ke non-keratin ratinisasi isasi ( Non-ke Non-kerati ratinizi nizing ng Carcino Carcinoma). ma). Tipe Tipe ini dapat dapat dibagi lagi menjadi berdiferensiasi dan tak berdiferensiasi.
Pemeriksaan rad radiologi Pemeriksaan radiologi pada kecurigaan KNF merupakan pemeriksaan penunjang diagnostic yang penting. Tujuan utama pemeriksaan radiologic tersebut adalah:
a)
•
Memberikan diagnosis yang lebih pasti pada kecurigaan adanya tumor pada
•
daerah nasofaring
•
Menentukan lokasi yang lebih tepat dari tumor tersebut
•
Mencari dan menetukan luasnya penyebaran tumor ke jaringan sekitarnya.
Foto polos
Ada Ada bebe bebera rapa pa posi posisi si deng dengan an foto foto polo poloss yang yang perl perlu u dibu dibuat at dala dalam m menc mencar arii kemungkina adanya tumor pada daerah nasofaring yaitu: •
Posisi Lateral dengan teknik foto untuk jaringan lunak ( soft tissue technique)
•
Posisi Basis Kranii atau Submentoverteks
•
Tomogram Lateral daerha nasofaring
•
Tomogranm Antero-posterior daerah nasofaring
b)C.T.Scan b)C.T.Scan Pada umunya KNF yang dapat dideteksi secara jelas dengan radiografi polos adalah jika tumor tumor tersebut cukup cukup besar besar dan eksofitik, eksofitik, sedangka sedangkan n bula kecil kecil mungkin mungkin tidak akan terdeteksi. Terlebih-lebih jika perluasan tumor adalah submukosa, maka hal ini akan sukar dilihat dengan pemeriksaan radiografi polos. Demikian pula jika penyebaran ke jaringan sekitarnya sekitarnya belum terlalu luas akan terdapat kesukaran-kesu kesukaran-kesukaran karan dalam 18
mendeteksi hal tersebut. Keunggulan C.T. Scan dibandingkan dengan foto polos ialah kemampuanya untuk membedakan bermacam-macam densitas pada daerah nasofaring, baik itu pada jaringan lunak lunak maupun perubahan perubahan-perub -perubahan ahan pada tulang, tulang, gengan criteria tertentu dapat dinilai suatu tumor nasofaring yang masih kecil. Selain itu dengan lebih akurat dapatdinilai pakah sudah ada perluasan tumor ke jaringna sekitarnya, menilai ada tidaknya destruksi tulang serta ada tidaknya penyebaran intracranial. Ada Ada bebe bebera rapa pa posi posisi si deng dengan an foto foto polo poloss yang yang perl perlu u dibu dibuat at dala dalam m menc mencar arii kemungkina adanya tumor pada daerah nasofaring yaitu:
VI.
•
Posisi Lateral dengan teknik foto untuk jaringan lunak ( soft tissue technique)
•
Posisi Basis Kranii atau Submentoverteks
•
Tomogram Lateral daerha nasofaring
•
Tomogranm Antero-posterior daerah nasofaring
Pemer emerik iksa saan an neu neuro-o ro-oft ftal almo molo log gi Kare Karena na naso nasofar faring ing berhu berhubu bung ngan an deka dekatt deng dengan an rong rongga ga teng tengko korak rak mela melalu luii beberapa beberapa lobang, lobang, maka gangguan gangguan beberapa beberapa saraf otak dapat dapat terjadi sebagai sebagai gejala lanjut KNF ini.
VII.
Pemerik riksaa saan ser serologi. Pemeriksaan serologi IgA anti EA (early antigen) dan igA anti VCA (capsid antigen antigen)) untuk untuk infeksi infeksi virus virus E-B telah telah menunju menunjukan kan kemajua kemajuan n dalam dalam mendete mendeteksi ksi karsinoma nasofaring. Tjokro Setiyo dari FK UI Jakarta mendapatkan dari 41 pasien karsinoma nasofaring stadium lanjut (stadium III dan IV) senstivitas IgA VCA adalah 97,5% 97,5% dan spesifitas spesifitas 91,8% 91,8% dengan dengan titer berkisa berkisarr antara antara 10 sampai sampai 1280 1280 dengan dengan terbanyak titer 160. IgA anti EA sensitivitasnya 100% tetapi spesifitasnya hanya 30,0%, sehingga sehingga pemeriksaan pemeriksaan ini hanya digunakan untuk untuk menetukan menetukan prognosis pengobatan, pengobatan, titer yang didapat berkisar antara 80 sampai 1280 dan terbanyak 160.
8.
Penatalaksanaan 1. Radioterapi(8) Sampa ampaii saat saat ini ini rad radiote iotera rapi pi masih asih mem memegan egang g pera perana nan n pent pentin ing g dala dalam m penatalaksanaan penatalaksanaan karsinoma nasofaring. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pertama untuk karsinoma nasofaring adalah radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi. Definisi Terapi Radiasi : •
19
Terapi Terapi radiasi radiasi adalah adalah terapi terapi sinar sinar mengg menggunak unakan an energi energi tinggi tinggi yang yang dapat dapat menembus jaringan dalam rangka membunuh sel neoplasma. •
Persyaratan Persyaratan Terapi Radiasi
Penyem Penyembuh buhan an total total terhada terhadap p karsino karsinoma ma nasofar nasofaring ing apabila apabila hanya hanya menggunakan terapi radiasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : Belum elum didap idapat atka kann nny ya se sel tum tumor or di lua luarr are areaa rad radia iasi si Tipe tumor yang radiosensitif Besa Besarr tum tumor or yang yang kira kira-k -kir iraa radi radias asii mam mampu pu meng mengat atas asin inya ya Dosis yang optimal. Jangka waktu radiasi tepat Sebi Sebisa sa-b -bis isan anya ya men menye yela lama matk tkan an sel sel dan dan jar jarin inga gan n yang yang nor norma mall dari dari efe efek k samping radiasi. Dosis radiasi pada limfonodi leher tergantung pada ukurannya sebelum kemoterapi diberikan. Pada limfonodi yang tak teraba diberikan radiasi sebesar 5000 cGy, < 2 cm diberikan 6600 cGy, antara 2-4 cm diberikan 7000 cGy dan bila lebih dari 4 cm diberikan diberikan dosis 7380 cGy, diberikan diberikan dalam 41 fraksi sela selama ma 5,5 5,5 mingg inggu. u. Alat Alat yang yang bias biasan anya ya dipa dipaka kaii iala ialah h “cob “cobal altt 60”, 60”, “megavoltage”orthovoltage”. •
Sifat Terapi Radiasi
Terapi radiasi sendiri sifatnya adalah : Merup erupak akaan ter terap apii yan yang g sif sifat atny nyaa lo lokal kal dan dan reg regiona ionall Mematikan sel dengan cara merusak DNA yang akibatnya bisa mendestrukasi sel tumor Memilik ilikii kemampua puan untuk memperc perceepat pat proses ses apo apopto ptosis sis dari sel sel tumor. Ioni Ionisa sasi si yan yang g dit ditim imbu bulk lkan an ole oleh h radi radias asii dapa dapatt mema memati tika kan n sel sel tumo tumor. r. Memilik ilikii kemampuan mengu ngurangi rasa asa sak sakit dengan mengecil ecilk kan ukuran tumor sehingga mengurangi pendesakan di area sekitarnya.. Berg erguna seba sebag gai tera terapi pi pali paliat atif if untu untuk k pasie pasien n deng dengan an perd perdar arah ahan an dari dari tumornya. Walau alaupu pun n pembe pemberi rian an radi radias asii bers bersif ifat at loka lokall dan reg regiona ionall nam namun dapat dapat mengakibatkan defek imun secara general. •
Jenis Pemberian Terapi Radiasi
Terapi radiasi pada karsinoma nasofaring bisa diberikan sebagai : 1.
Radi Radias asii ekst ekster erna na deng dengan an berb berbag agai ai macam acam tekn teknik ik frak fraksi sina nasi si..
20
Radiasi interna ( brachytherapy ) yang bisa berupa permanen implan atau intracavitary barchytherapy. Radiasi eksterna dapat digunakan digunakan sebagai : 2.
1.
- peng pengob obata atan n efekti efektiff pada pada tumo tumorr prim primer er tanpa tanpa pembe pembesar saran an kele kelenja njarr getah getah bening - pembesaran pembesaran tumor primer dengan dengan pembesaran pembesaran kelenjar getah bening - Terapi Terapi yang yang dikom dikombin binasi asi dengan dengan kemoter kemoterapi api - Terapi adjuvan diberikan pre operatif atau post operatif pada neck dissection 3. Radiasi Interna/ brachyterapi bisa digunakan untuk : - Mena Menamb mbah ah keku kekura rang ngan an dosis dosis pada tumor tumor prime primerr dan dan untu untuk k meng menghin hinda dari ri terlalu banyak jaringan sehat yang terkena radiasi. - Sebagai booster bila booster bila masih ditemukan residu tumor - Peng Pengob obat atan an kas kasus us kamb kambuh uh.. 2.
Kemoterapi Kemote Kemoterapi rapi sebaga sebagaii terapi terapi tambah tambahan an pada pada karsino karsinoma ma nasofar nasofaring ing ternyat ternyataa dapat dapat mening meningkatk katkan an hasil hasil terapi. terapi. Terutam Terutamaa diberik diberikan an pada pada stadium stadium lanjut lanjut atau pada pada keadaan kambuh. •
Definisi Kemoterapi
Kemoter Kemoterapi api adalah adalah segolon segolongan gan obat-ob obat-obatan atan yang dapat dapat mengha menghamba mbatt pertumbuhan pertumbuhan kanker atau bahkan bahkan membun membunuh uh sel kanker. kanker. Obat-obat anti kaker ini dapat digunakan sebagai terapi tunggal ( active single agents), agents), tetapi tetapi keba kebany nyak akan an beru berupa pa komb kombina inasi si karen karenaa dapa dapatt lebih lebih mening meningkat katkan kan potensi potensi sitotok sitotoksik sik terhada terhadap p sel kanker kanker.. Selain Selain itu sel-sel sel-sel yang yang resisten terhadap salah satu obat mungkin sensitif terhadap obat lainnya. Dosis obat sitostatika dapat dikurangi sehingga efek samping menurun. Obat-O Obat-Oba batt Sitost Sitostati atika ka yang yang direko direkomen mendas dasii FDA unt untuk uk Kanker Kanker Kepala Leher •
Beberapa sitostatika yang mendapat rekomendasi dari FDA (Amerika) untuk untuk diguna digunakan kan sebaga sebagaii terapi terapi keganas keganasan an didaera didaerah h kepala kepala dan leher leher yaitu yaitu Cisplatin, Carboplatin, Methotrexate, Methotrexate, 5-fluorouracil, 5-fluorouracil, Bleomycin, Bleomycin, Hydroxyurea Hydroxyurea,, Doxorubicin, Doxorubicin, Cyclophosph Cyclophosphamide, amide, Doxetaxel, Doxetaxel, Mitomycin-C, Mitomycin-C, Vincristine Vincristine dan Pacli Paclita taxe xel. l. Akhir Akhir-ak -akhir hir ini dila dilapor porka kan n peng penggu gunaa naan n Gemc Gemcita itabi bine ne untu untuk k keganasan didaerah kepala dan leher. •
Sensitivitas Kemoterapi terhadap Karsinoma Nasofaring
Kemoterapi memang lebih sensitif untuk karsinoma nasofaring WHO I dan sebagi sebagian an WHO WHO II yang yang diangg dianggap ap radiore radioresiste sisten. n. Secara Secara umum umum karsinom karsinomaa 21
nasofarin nasofaring g WHO-3 WHO-3 memilik memilikii progno prognosis sis paling paling baik sebalik sebaliknya nya karsino karsinoma ma nasofaring WHO-1 yang memiliki prognosis paling buruk. Adanya Adanya perbedaan perbedaan kecepatan kecepatan pertumbuhan pertumbuhan ( growth) growth) dan pembelahan (division) division) antara sel kanker dan sel normal yang disebut siklus sel (cell ( cell cycle) cycle) merupak merupakan an titik tolak dari cara kerja kerja sitostat sitostatika. ika. Hampir Hampir semua semua sitostat sitostatika ika mempengaruhi proses yang berhubungan dengan sel aktif seperti mitosis dan duplikasi DNA. Sel yang sedang dalam keadaan membelah pada umumnya lebih sensitif daripada sel dalam keadaan istirahat. Berdasar siklus sel kemoterapi ada yang bekerja pada semua siklus ( Cell Cycle non Spesific ) artinya bisa pada sel yang dalam siklus pertumbuhan sel bahkan dalam keadaan keadaan istirahat. Ada juga kemoterapi yang hanya bisa bekerja pada siklus siklus pertumbuh pertumbuhan an tertentu tertentu ( Cell Cycle phase spesific ). Obat yang dapat menghambat replikasi sel pada fase tertentu pada siklus sel diseb disebut ut cell cell cycle cycle speci specific fic.. Sedan Sedangk gkan an obat obat yang yang dapa dapatt meng mengham hambat bat pembelahan pembelahan sel pada semua fase termasuk termasuk fase G0 disebut disebut cell cell cycle cycle nonspecific. nonspecific . Obat-obat yang tergolong cell cycle specific antara lain Metotrexate dan 5-FU, obat-obat ini merupakan anti metabolit yang bekerja dengan cara menghambat sintesa DNA pada fase S. Obat antikanker yang tergolong cell cycle nonspecific antara antara lain Cisplat Cisplatin in (obat (obat ini memilik memilikii mekanis mekanisme me crosscrosslinking terhadap DNA sehingga mencegah replikasi, bekerja pada fase G1 dan G2), Doxorubicin (fase S1, G2, M), Bleomycin (fase G2, M), Vincristine (fase S, M). Dapat Dapat dime dimeng ngert ertii bahw bahwaa zat deng dengan an aksi aksi mult multipe ipell bisa bisa mence mencega gah h timbulnya klonus tumor yang resisten, karena obat-obat ini cara kerjanya tidak sama. Apabila Apabila resiten terhadap terhadap agen tertentu tertentu kemungkina kemungkinan n sensitif terhadap terhadap agen lain yang diberikan, dikarenakan sasaran kerja pada siklus sel berbeda. •
Mekanisme Cara Kerja Kemoterapi
Kebanyakan obat anti neoplasma yang secara klinis bermanfaat, agaknya bekerja dengan menghambat menghambat sintesis enzim maupun maupun bahan esensial untuk sintesis dan atau fungsi asam nukleat. Berdasarkan Berdasarkan mekanisme cara kerja obat , zat yang berguna pada tumor kepala leher dibagi sebagai berikut : 1. Antimetabolit, Antimetabolit, Obat ini menghambat menghambat biosintesis biosintesis purin atau pirimidin. pirimidin. Sebagai Sebagai contoh MTX, menghambat pembentukan folat tereduksi, yang dibutuhkan untuk sintesis timidin. 2. Obat yang mengganggu struktur atau fungsi molekul DNA. Zat pengalkil seperti CTX ( Cyclophosphamide) mengubah struktur DNA, dengan demikian menahan replikasi sel. Di lain pihak, antibiotika seperti dactinomycin dan doxorubicin
22
mengikat dan menyelip diantara rangkaian nukleotid molekul DNA dan dengan demikian menghambat produksi mRNA. 3. Inhibitor mitosis seperti alkaloid vinka contohnya vincristine dan vinblastine, menahan pembelahan sel dengan mengganggu filamen mikro pada kumparan mitosis. Cara Pemberian Kemoterapi
•
Secara umum kemoterapi bisa digunakan dengan 4 cara kerja yaitu : Seba Sebag gai neoa neoadj dju uvan van yait yaitu u pemb pember eria ian n kemo kemote tera rapi pi mend mendah ahul ului ui pembedahan pembedahan dan dan radiasi. radiasi. Sebagai terapi kombinasi yaitu kemoterapi diberikan bersamaan dengan 2. radiasi pada kasus karsinoma stadium lanjut. Sebagai terapi adjuvan yaitu sebagai terapi tambahan paska pembedahan 3. dan atau radiasi Sebagai Sebagai terapi terapi utama utama yaitu yaitu diguna digunakan kan tanpa tanpa radiasi radiasi dan pembed pembedahan ahan 4. teru teruta tama ma pada pada kasu kasuss kasu kasuss stad stadiu ium m lanj lanjut ut dan dan pada pada kasu kasuss kank kanker er jeni jeniss hematologi (leukemia dan limfoma). Menurut Menurut prioritas prioritas indikasinya indikasinya terapi terapi kanker kanker dapat dapat dibagi dibagi menjadi menjadi dua dua yait yaitu u tera terapi pi utam utamaa dan tera terapi pi adju adjuv van (tambahan/ (tambahan/ komplemente komplementer/ r/ profilaksis). profilaksis). Terapi utama dapat dapat diberikan diberikan secara mandiri, mandiri, namun terapi terapi adjuvan tidak tidak dapa dapatt mand mandiri iri,, artiny artinyaa terap terapii adjuv adjuvan an terseb tersebut ut haru haruss meye meyerta rtaii terap terapii utama utamany nya. a. Tujua Tujuanny nnyaa adala adalah h memb membant antu u terapi terapi utam utamaa agar agar hasil hasilny nyaa lebi lebih h sempurna. 1.
Terapi adjuvan tidak dapat diberikan begitu saja tetapi memiliki indikasi yaitu bila setelah mendapat terapi utamanya yang maksimal ternyata : kank ankernya nya masih sih ada, dima imana biops iopsii masih asih positif itif kemungkinan bes besar kan kank kernya nya masi masih h ada ada, mesk meskiipun tid tidak ad ada buk bukti secara makroskopis. pada tum tumor den dengan dera deraja jatt keg keganasa nasan n tin tinggi ( oleh kar karena tin tingginya nya resiko kekambuhan dan metastasis jauh). Berdasarkan saat pemberiannya kemoterapi adjuvan pada tumor ganas kepala leher dibagi menjadi : o
neoadjuvant atau induction chemotherapy
o
concurrent, simultaneous atau concomitant chemoradiotherapy
o
post definitive definitive chemothe chemotherapy. rapy.
3. Operasi 23
Tindakan operasi pada penderita karsinoma nasofaring berupa diseksi leher radikal dan nasofaringektomi. Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik dan serologi. (5) Nasofaringekto Nasofaringektomi mi merupakan merupakan suatu operasi paliatif yang dilakukan dilakukan pada kasuskasus yang kambuh atau adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil diterapi dengan cara lain.(1) 4. Imunoterapi Dengan Dengan diketahuinya diketahuinya kemungkinan kemungkinan penyebab penyebab dari karsinoma karsinoma nasofaring nasofaring adalah virus virus EpsteinEpstein-Bar Barr, r, maka maka pada pada pender penderita ita karsino karsinoma ma nasofarin nasofaring g dapat dapat diberik diberikan an imunoterapi. Prosedur follow up tidak tidak sepert sepert keganas keganasan an kepala kepala leher leher lainnya lainnya , KNF KNF mempun mempunyai yai resiko resiko terjadi terjadinya nya rekuren rekurensi, si, sehingg sehinggaa follow follow up jangka jangka panjang panjang diperlu diperlukan. kan. Kekeam Kekeambuh buhan an terserin tersering g terjadi terjadi kurang dari 5 tahun, 5 – 15 % kekambuhan sering kali terjadi antara 5-10 tahun. Sehingga pasien KNF perlu di follow up setidaknya setidaknya 10 tahun setelah terapi. Jadwal follow up yang dianjurkan sebagai berikut : - Dala Dalam m 3 tah tahun un pert pertam amaa : seti setiap ap 3 bula bulan n - Dala Dalam m 3-5 3-5 tahu tahun n : seti setiap ap 6 bul bulan an - Setelah Setelah 5 tahu tahun n : setiap setiap setahun setahun sekali sekali untu untuk k seumu seumurr hidu hidup p
9.
Prognosis
Peng Pengob obata atan n radias radiasi, i, terut terutam amaa pada pada kasu kasuss dini, dini, pada pada umum umumny nyaa akan akan memb member erika ikan n pengobatan pengobatan yang memuaskan. memuaskan. Namun radiasi pada kasus lanjutpun lanjutpun dapat memberikan memberikan pengobatan pengobatan paliatif yang cukup baik sehingga diperoleh diperoleh kualitas hidup pasien yang baik Secara keseluruhan, angka bertahan hidup 5 tahun adalah 45 %. Prognosis diperburuk beberapa beberapa faktor, faktor, seperti :
10.
-
Stad Stadiu ium m yan yang g leb lebih ih lan lanjut. jut.
-
Usia sia le lebih dari 40 tah tahu un
-
Laki Laki-l -lak akii dar darii pad padaa pere peremp mpua uan n
-
Ras Ras Cin Cinaa dar darii pad padaa ras ras kuli kulitt put putih ih
-
Adan Adanya ya pemb pembes esar aran an kel kelen enja jarr lehe leher r
-
Adanya Adanya kelump kelumpuha uhan n saraf saraf otak adanya adanya keru kerusaka sakan n tulang tulang tengko tengkorak rak
-
Adany anya me metasta astasi siss jau jauh
hasil hasil hasil pula. oleh
Pencegahan 24
-
Pembe Pemberia rian n vaksi vaksinas nasii deng dengan an vaksin vaksin spesifik spesifik membr membran an glikop glikopro rotei tein n virus virus Epste Epstein in Barr yang dimurnikan pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan resiko tinggi.
-
Meminda Memindahka hkan n (migrasi (migrasi)) pendudu penduduk k dari dari daerah daerah resiko resiko tingg tinggii ke tempat tempat lainny lainnya. a.
-
Pener Penerang angan an akan kebias kebiasaa aan n hidup hidup yang yang salah, salah, mengub mengubah ah cara memasa memasak k makana makanan n untuk mencegah akibat yang timbul dari bahan-bahan yang berbahaya.
-
Penyul Penyuluha uhan n mengena mengenaii lingkung lingkungan an hidup hidup yang yang tidak tidak sehat, sehat, meningk meningkatk atkan an keadaan keadaan sosial ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan dengan kemungkinan-kemungkinan faktor penyebab.
-
Mela Melaku kuka kan n tes serol serolog ogik ik IgA IgA anti anti VCA dan dan IgA IgA anti anti EA secara secara massa massall di masa masa yang akan datang bermanfaat dalam menemukan karsinoma nasofaring secara lebih dini.
BAB IV KESIMPULAN 25
Karsinoma nasofaring banyak ditemukan di Indonesia. Seperti pada keganasan yang lain, penyebab penyakit ini belum dapat dipastikan sehingga pencegahannya relatif sulit. Yang perlu ditekankan ditekankan adalah usaha menuju diagnosis diagnosis dini, dimana diagnosis diagnosis dini sulit untuk ditegak ditegakkan kan.. Yang Yang terutama terutama menjadi menjadi masalah masalah adalah adalah keterlam keterlambata batan n pasien pasien untuk untuk beroba berobat. t. Sebagia Sebagian n besar besar datang datang ketika ketika sudah sudah dalam dalam stadium stadium lanjut, lanjut, dengan dengan demikia demikian n kanker kanker sudah sudah meluas ke jaringan sekitar atau kelenjar leher. Hal ini merupakan penyukit untuk mendapatkan hasil pengobatan yang sempurna. Oleh Oleh karena karena itu perluny perlunyaa meningk meningkatk atkan an kesadar kesadaran an para dokter dokter serts serts member memberikan ikan penyuluhan penyuluhan kepada masyarakat masyarakat mengenai mengenai penyakit penyakit ini, supaya supaya masyarakat masyarakat mengetahui mengetahui tandatanda stadium awal penyakit dan kemana mereka harus pergi untuk mendapatkan pertolongan yang tepat dan cepat. Diagno Diagnosis sis dini harus harus segera segera ditegak ditegakkan kan dengan dengan biopsy biopsy serta serta pemerik pemeriksaa saan n patolog patologi, i, supaya pengobatan tidak terlambat. Diharapkan dengan penemuan kasus dini, penanggulangan terhadap penyakit ini dapat diperbaiki, sehingga angka kematian dapat ditekan. Pada Pada stadium stadium dini dini pengoba pengobatan tan yang yang diberik diberikan an adalah adalah penyin penyinaran aran,, dan member memberikan ikan angka penyembuhan penyembuhan yang cukup tinggi. tinggi. Oleh karena itu diharapkan diharapkan kesadaran masyarakat untuk segera berobat. Jika terdapat gejala yang mencurigakan, segera memeriksakan diri ke dokter. Sedangkan pada stadium lanjut, diperlukan pengobatan tambahan yang memerlukan biaya yang yang tidak tidak sedikit. sedikit.
DAFTAR PUSTAKA 1. Farid Farid W, Ramsi L. Penatalaks Penatalaksanaa anaan n karsinoma karsinoma nasofarin nasofaring. g. Medan Medan : FK USU, USU, 1998.h. 1998.h. 1-20. th 2. Ballenger JJ. Penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher.13 Ed. Jilid 1. Alih bahasa staf staf ahli bagian bagian THT THT RSCM-F RSCM-FK K UI. Jakarta Jakarta : Binarupa Binarupa Aksara, 1994.h 1994.h.. 391-6. 391-6. 26
3. Myers Myers EN, Suen Suen JY. Cance Cancerr of the head head and neck. neck. 2nd ed. New York York : Chur Church chill ill Livingstone, 1989. h. 495-507. 4. Iskandar Iskandar N, Munir Munir M, Soetjiepto Soetjiepto D. Tumor Tumor Ganas Ganas THT. THT. Jakarta : Balai Balai Penerbit Penerbit FKUI, 1989. 5. Damaya Damayanti nti Soetjipto. Soetjipto. Karsinom Karsinomaa nasofarin nasofaring.D g.Dalam alam : Nurbait Nurbaitii Iskandar Iskandar (ed).Tumo (ed).Tumor r telinga-hidung-tenggorok diagnosis dan penatalaksanaan. Jakarta : FK UI,1989.h. 7184. 6. Balleng Ballenger er JJ. Otorhinol Otorhinolaryn aryngol gology ogy : head and neck surgery surgery.. 15th 15th ed. Philadelp Philadelphia hia : Williams & Wilkins, 1996.p. 323-36. 7. Rams Ramsii Luta Lutan, n, Nasu Nasuti tion on YU. YU. Kars Karsin inom omaa naso nasofa fari ring ng.. Dala Dalam m : Prog Progra ram m & abst abstra rak k PITIAPI. Medan : FK USU, 2001.h. 9-25. 8. Susworo. Susworo. Dalam Dalam : Kanker Kanker Nasofaring Nasofaring Epidemolog Epidemologii dan Pengobatan Pengobatan Mutakhir. Mutakhir. Cermin Cermin Dunia Kedokteran. 2004 : 16-20 9. Averdi Averdi Roezin, Roezin, Anida Anida Syafril. Syafril. Karsino Karsinoma ma nasofarin nasofaring. g. Dalam Dalam : Efiaty Efiaty A. Soepardi Soepardi (ed). Buku ajar ilmu penyakit telinga hidung tenggorok. Edisi ketiga. Jakarta : FK UI, 1997. h. 149-53. 10. Davidson. Neck Masses : Differential Diagnosis and Evaluation. San Diego : University of California. Available at : http://drdavidson.ucsd.edu/Portals/0/CMO/CMO_05.htm http://drdavidson.ucsd.edu/Portals/0/CMO/CMO_05.htm.. Accessed July 31, 31, 2009.
27