HEPATITIS VIRUS AKUT I.
PENDAHULUAN Hepatitis virus akut merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang hati. Hampir semua kasus hepatitis virus akut disebabkan oleh salah satu dari lima jenis virus yaitu : virus hepatitis A (HAV), Virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), virus hepatitis D (HDV), dan virus hepatitis E (HEV). Jenis virus lain yang ditularkan pascatransfusi seperti virus hepatitis G dan virus hepatitis TT telah dapat diidentifikasi akan tetapi tidak menyebabkan hepatitis.1 Hepatitis virus akut merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit hati di seluruh dunia. Penyakit tersebut atau gejala sisanya bertanggung jawab atas 1-2 juta kematian setiap tahunnya.
II.
EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO 1,2,3 1. Virus hepatitis A(HAV)
Masa inkubasi 15-50 hari (rata-rata 30 hari)
Distribusi
diseluruh
dunia,
endemisitas
tinggi
didaerah
berkembang
HAV diekskresi di tinja oleh orang yang terinfeksi selama 1-2 minggu sebelum dan 1minggu setelah awitan penyakit
Viremia muncul secara singkat (tidak lebih dari 3minggu),kadangkadang sampai 90 hari pada infeksi yang kambuh
Ekskresi feses yang memanjang(bulanan)dilaporkan pada neonatus yang terinfeksi
Transmisi
enterik(fekal
oral)predominan
diantara
anggota
keluarga. Dihubungkan dengan sumber umum yang digunakan bersama, makanan terkontaminasi dan air. 2. Virus hepatitis E (HEV)
Masa inkubasi rata-rata 40 hari
Distribusi luas dalam bentuk endemi dan pandemi
HEV RNA terdapat di serum dan tinja selama fase akut
1
Penyakit epidemi dengan penularan melalui air
Adanya transmisi maternal-neonatal
Zoonosis: babi
3. Virus hepatitis B (HBV)
Masa inkubasi 15-180 hari(rata-rata 60-90 hari)
virem0-90 hari)
viremia berlangsung selama beberapa minggu samapi bulan setelah infeksi akut
sebanyak 1-5% dewasa,90% neonatus dan 50% bayi akan berkembang menjadi hepatitis kronik dan viremia yang persisten
infeksi persisten dihubungkan dengan hepatitis kronik, sirosis dan kanker hati
HBV ditemukan di darah,semen,sekret servikovaginal,saliva,ciran tubuh lainnya.
4. Hepatitis virus D (HDV)
Masa inkubasi 4-7 minggu
Insidensi berkurang dengan adanya peningkatan pemakaian vaksin
Endemis dimediterania,semenanjung balkan, bagian eropa bekas rusia
Viremia singkat(infeksi akut)viremia memanjang 9infeksi kronik)
Infeksi HDV hanya terjadi pada individu dengan resiko infeksi HBV ( koinfeksi atau superinfeksi: IVDU, homoseksual atau biseksual, resipien donor darah, pasangan seksual
Cara penularan: melalui darah, transmisi seksual, penyebaran maternal-neonatal.
5. Hepatitis virus C(HCV)
Masa inkubasi 15-160hari(puncak sekitar 50 hari)
Infeksi yang menetap dihubungkan dengan hepatitis kronik, sirosis, dan kanker hati
2
Cara transmisi: darah (predominan) IVDU dan penetrasi jaringan dan resepien produk darah, transmisi seksual,maternal-neonatal, tak terdapat transmisi fekal oral.
III.
ANATOMI Hepar merupakan kelenjar eksokrin terbesar yang memiliki fungsi untuk menghasilkan empedu serta juga memiliki fungsi endokrin. Secar garis besar, hepar dibagi menjadi 2 lobus dextra (kanan-besar) dan sinistra (kiri-kecil), hepar dilapisi oleh kapsula fibrosa yang disebut Capsula Glisson. Secara holotopi, hepar terletak diregio hypokondrium dextra region epigastrium, dan region hypokondrium sinistra. Secara skeletopi, hepar terletak setinggi costa V ada linea mediocavicularis dextra, setinggi spatium intercosta V di linea medioclavicularis sinistra, dimana bagian caudal dextra (bawah kanan) mengikuti arus costarum (costa IX-VIII) dan bagian caudal sinistra (bawah kiri) mengikuti arcus costarum (costa VIII-VII). Secara syntopi, hepar
3
berbatasan dengan diaphragma (facies diaphragmatica hepatis) dan berbatasan dengan organ-organ lain seperti gaster, pars superior duodeni suprarenalis dextra, sebagian colon transversum, flexura coli dextra, vesica fellea, oesophagus, dan vena cava inferior (facies viceralis hepatis). Hepar terbagi atas 2 lobus yaitu lobus hepatis dextra dan lobus hepatis sinistra oleh incisura umbilikalis, ligamentum falciforme hepatis, dan fossa sagitalis sinistra. Pada lobus hepatis dextra terdapat fossa sagitalis sinistra, fossa sagitalis dextra, dan porta hepatis. Fossa sagitalis sinistra hepatis terdiri dari fossa ductus venosi dan fossa vena umbilicalis. Fossa sagitalis dextra terdiri dari fossa vasiecae fellea dan fossa venae cava. Porta hepatis membentuk lobus quadrates hepatis dan lobus caudatus hepatis.
Gambar 1. Bagian medial hepar Lobus quadratus hepatis memiliki batas anterior pada margo anterior hepatis, batas dorsal pada porta hepatis, batas dextra pada fossa vesicae fellea, dan batas sinistra pada venae umbilicalis. Pada lobus quadratus hepatis ini, terdapat cekungan yang disebut impressio duodeni lobi quadrati. Lobus Caudatus Hepatis (Spigeli) memiliki batas ventro-caudal pada porta hepatis, batas dextra pada fossa venae cavae, dan batas sinistra pada fossa ductus
4
venosi. Pada lobus caudatus hepatis ini terdapat tonjolan yaitu processus caudatus dan processus papillaris. Lobus hepatis sinistra adalah lobus hepar yang berada di sebelah kiri ligamentum falciforme hepatis. Lobus ini lebih kecil dan pipih jika dibandingkan dengan lobus hepatis dextra. Letaknya adalah di regio epigastrium dan sedikit pada regio hyochondrium sinistra. Pada lobus ini, terdapat impressio gastrica, tuber omentale, dan appendix fibrosa hepatis. Sekarang, akan dibahas sedikit tentang facies hepatis. Facies hepatis terdiri dari facies diaphragmatica dan facies visceralis hepatis. Facies diaphragmatica (sisi yang berhadapan dengan diaphragma) pada facies anteriornya (sisi depan facies diaphragmatica) terdiri dari margo anterior hepatis dan perlekatan ligamentum falciforme hepatis, sedangkan pada facies superiornya (sisi atas facies diaphragmatica) terdapat impressio cardiaca dan pars affixa hepatis (bare area).
Gambar 2. Inferolateral hepar Facies visceralis hepatis (sisi yang menghadap organ intraperitoneal) memiliki facies posterior yang pada facies itu terdapat pars affixa hepatis, fossa vena cavae, impressio suprarenalis, ligamentum hepatogastricum, impressio oesophagea. Pada facies inferiornya terdapat impressio colica, impressio renalis, impressio duodenalis, fossa vesicae felleae, dan fossa venae umbilicalis. 5
Gambar 3. Porta hepatis Porta hepatis terdiri dari vena porta, ductus cysticus, ductus hepaticus, dan ductus choledochus, arteri hepatica propria dextra dan arteri hepatica sinistra, serta nervus dan pembuluh lymphe. Ligamentum hepatik terdiri dari : 1. Ligamentum falciforme hepatis 2. Omentum minus 3. Ligamentum coronarium hepatis 4. Ligamentum triangulare hepatis 5. Ligamentum teres hepatis 6. Ligamentum venosum arantii 7. Ligamentum hepatorenale 8. Ligamentum hepatocolicum Ligamentum falciforme hepatis merupakan reflexi peritoneum parietale yang terdiri dari 2 lembaran (lamina dextra dan lamina sinistra) serta membentuk lamina anterior ligamentum coronarii hepatis sinistrum dan dextrum. Pada tepi inferior ligamentum ini terdapat ligamentum teres hepatis dan vena para umbilicalis.
6
Omentum minus membentang dari curvatura ventriculi minor dan pars superior duodeni menuju ke fossa ductus venosi dan porta hepatis. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenale merupakan bagian dari omentum minus ini. Fiksasi hepar dilakukan oleh vena hepatica, desakan negatif (tarikan) cavum thoracis, desakan positif (dorongan) cavum abdominis, dan oleh ligamenta yang telah disebutkan sebelumnya, diantaranya : 1. Ligamentum falciforme hepatis 2. Omentum minus 3. Ligamentum triangulare hepatis 4. Ligamentum coronarium hepatis 5. Ligamentum teres hepatis 6. Ligamentum venosum Arantii Vascularisasi hepar oleh: 1. Circulasi portal 2. A. Hepatica communis 3. Vena portae hepatis 4. Vena hepatica Arteri hepatica communis berasal dari a.coeliaca. Arteri ini melewati ligamentum
hepatoduodenale
(bersama
ductus
choledochus,
v.portae,
pembuluh lymphe dan serabut saraf) dan bercabang menjadi arteri hepatica propria dextra dan arteri hepatica propria sinistra. Vena portae hepatis dibentuk oleh vena mesenterica superior dan vena lienalis. Vena ini berjalan melewati ligamentum hepatoduodenale, bercabang menjadi ramus dexter dan ramus sinister. Innervasi hepar oleh : 1. Nn. Splanchnici (simpatis)
7
2. N. Vagus dexter et sinister (chorda anterior dan chorda posterior), dan 3. N. Phrenicus dexter (viscero-afferent) Apparatus excretorius hepatis (oleh karena hepar sebenarnya adalah suatu kelenjar raksasa) adalah Vessica fellea, ductus cysticus, ductus hepaticus, dan ductus choledochus. a. Histologi Hepar Secara mikroskopik terdiri dari Capsula Glisson dan lobulus hepar. Lobulus hepar dibagi-bagi menjadi: Lobulus klasik, Lobulus portal dan Asinus hepar. Lobulus-lobulus itu terdiri dari Sel hepatosit dan sinusoid. Sinusoid memiliki sel endotelial yang terdiri dari sel endotelial, sel kupffer, dan sel fat storing. Sistem duktuli hati (sistem saluran empedu), terdiri dari kanalikuli biliaris dan kanal hering. Termasuk apparatus excretorius hepatis: Vesica fellea IV.
FISIOLOGI HEPAR Hepar merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20-25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi dari hepar yaitu : 1. Metabolisme karbohidrat Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan satu sama lain. Hepar mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hepar kemudian hepar akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen menjadi glukosa disebut glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hepar merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hepar mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa.
Pembentukan
pentosa
mempunyai
beberapa
tujuan:
Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP,
8
dan membentuk/biosintesis senyawa 3 karbon (3C) yaitu pyruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs). 2. Metabolisme lemak Hepar tidak hanya membentuk/mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis asam lemak Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen : a. Senyawa 4 karbon – KETON BODIES b. Senyawa 2 karbon – ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol) c. Pembentukan cholesterol d. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid Hepar merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi cholesterol. Di mana serum cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid. 3. Metabolisme protein Hepar mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses deaminasi, hepar juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino. Dengan proses transaminasi, hepar memproduksi asam amino dari bahanbahan non nitrogen. Hepar merupakan satu-satunya organ yang membentuk plasma albumin dan ∂ - globulin dan organ utama bagi produksi urea. Urea merupakan end product metabolisme protein.
∂ -
globulin selain dibentuk di dalam hepar, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang. β – globulin hanya dibentuk di dalam hepar. Albumin mengandung ± 584 asam amino dengan BM 66.000. 4. Fungsi hepar sehubungan dengan pembekuan darah Hepar merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X. Benda asing menusuk kena pembuluh darah – yang beraksi adalah faktor ekstrinsi, bila ada hubungan dengan katup jantung – yang beraksi adalah faktor intrinsik. Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit
9
K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi. 5. Metabolisme vitamin Semua vitamin disimpan di dalam hepar khususnya vitamin A, D, E, K 6. Detoksikasi Hepar adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat racun, obat over dosis. 7. Fagositosis dan imunitas Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi ∂ - globulin sebagai immune livers mechanism. 8. Fungsi hemodinamik Hepar menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hepar yang normal ± 1500 cc/ menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica ± 25% dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hepar. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari, shock. Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah.
V.
PATOGENESIS 1,2,3 Hepatitis A Secara umum hepatitis diakibatkan karena adanya reaksi imun dari tubuh terhadap virus yang dipacu oleh replikasi virus di hati. Replikasi virus hepatitis A termasuk ke dalam jalur lisis. Pertama-tama virus akan menempel di reseptor permukaan sitoplasma, RNA virus masuk, pada saat yang sama kapsid yang tertinggal di luar sel akan hilang, di dalam sel RNA virus akan melakukan translasi, hasil dari translasi terbagi dua yaitu kapsid baru dan protein prekusor untuk replikasi DNA inang, DNA sel inang yang sudah dilekati oleh protein prekusor virus melakukan replikasi membentuk DNA sesuai dengan keinginan
10
virus, DNA virus baru terbentuk, kapsid yang sudah terbentuk dirakit dengan DNA virus menjadi sebuah virion baru, virus baru yang sudah matang keluar dan mengakibatkan sel lisis oleh sel-sel fagosit. Hepatitis B HBV masuk ke dalam tubuh secara parenteral. Dari peredaran darah partikel Dane (virion HBV) masuk ke dalam hati dan kemudian terjadi proses replikasi di sana. Hepatosit kemudian akan memproduksi dan mensekresi virion (partikel Dane), partikel HBsAg, serta HBeAg (yang tidak membentuk partikel virus). Respon imun non-spesifik pertama kali dirangsang dengan memanfaatkan sel-sel natural killer. Respon imun ini tidaklah cukup untuk mengeradikasi HBV lebih lanjut. Oleh karena itu respon imun spesifik kemudian direkrut untuk mengaktivasi sel limfosit T dan B. sel T-sitotoksik (CD8+) teraktivasi setelah melakukan kontak dengan peptide HBV yang dipasang di MHC kelas I antigen presenting cell (APC). Peptida yang dipasang di MHC ini berupa HBcAg serta HBeAg. Proses eliminasi ini berhubungan dengan peningkatan ALT. Namun demikian terdapat pula proses eliminasi yang tidak menimbulkan kerusakan hepatosit melalui TNF-alfa serta interferon gamma. Sel limfosit B akan membentuk sel plasma melalui aktivasi sel CD4+ (T-helper) sehingga menghasilkan antibody anti-HBs, anti-HBc, serta anti-HBe. Anti-HBs berfungsi untuk menetralisasi partikel HBV dan mencegah masuknya virus kedalam sel. Oleh karena itu anti-HBs mencegah penyebaran virus dari sel ke sel. Apabila terjadi persistensi viremia, hal ini tidak disebabkan oleh ketidakmampuan atau definisi anti-HBs, yang dibuktikan dengan tetap ditemukannnya anti-HBs walaupun bersembunyi dengan kompleks HBsAg. Proses eliminasi viremia melibatkan factor virus maupun factor penjamu. Salah satu mekanisme yang menjelaskan terjadinya persisten infeksi HBV adalah adanya mutasi di daerah precore sehingga menyebabkan tidak dihasilkannya HBeAg. Eliminasi sel akibat infeksi mutan ini menjadi terhambat. Sementara itu pada anak-anak yang terinfeksi HBV mulai dari neonatus akan cenderung terjadi
11
persistensi akibat imunotoleransi terhadap HBeAg yang masuk ke dalam tubuh janin mendahului invasi HBV. Dalam keadaan normal, saat fase replikatif tengah berlangsung, titer HBsAg ditemui sangat tinggi, HbeAg positif, serta anti-HBe yang negative. Konsentrasi DNA HBV juga tinggi. Mutasi di gen P bermanifestasi kepada tingginya kadar DNA namun tidak ditemui nilai HBeAg akibat dari tidak dapat diproduksinya antigen tersebut. Hepatitis C Virus ini biasanya ditularkan melalui pajanan berulang secara perkutan, seperti darah dari transfuse, transplantasi organ terinfeksi, serta penggunaan suntikan intervena. Virus ini memasuki hepatosit karena memiliki reseptor yang kompatibel dengan stuktur virus hepatitis C. mekanisme imunologis kemudian menyebabkan kerusakan hepatosit. Diketahui bahwa sel CD4+ , T dan yang dihasilkannya berperan dalam pathogenesis kekronikan infeksi ini. Reaksi inflamasi akibat kerusakan hepatosit dapat membuat sel stelata di celah disse hepatosit menjadi aktif, bertransformasi menjadi miofibroblas yang menghasilkan matriks kolagen dan mendukung terjadinya fibrosis dan apabila berlanjut akan menimbulkan kerusakan hati dan sirosis hati Hepatitis D HDV merupakan virus yang tergantung dengan HBV untuk melakukan replikasi dan siklus hidupnya. Ketergantungan ini disebabkan oleh RNA virion memiliki defek sehingga membutuhkan HBsAg untuk transmisi. Oleh karena itu, proses transmisinya nyaris sama, kebanyakan melalui parenteral. Infeksi hepatitis D dapat terjadi melalui beberapa kondisi: 1. Koinfeksi akut HDV dan HBV (membutuhkan HBsAg) 2. Superinfeksi yang terjadi pada carrier HBV kemudian terinfeksi oleh HDV
12
VI.
GAMBARAN KLINIS 1 Gambaran klinis hepatitis virus sangat bervariasi mulai dari infeksi asimtomatik tanpa kuning sampai yang sangat berat yaitu hepatits fulminan yang dapat menimbulan kematian hanya dalam beberapa hari. Gejala hepatitis akut dibagi dalam 4 taha yaitu : 1. Fase inkubasi, merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau ikterus. 2. Fase prodromal ( praikterik ), fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala ikterus. 3. Fase ikterus, ikterus muncul setelah 5-10 hari , tetapi dapat juga muncul bersamaan dengan munculnya gejala. 4. Fase konvalesen (penyembuhan), diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Gambaran klinis infeksi hepatitis adalah 1. Spektrum penyakit mulai dari asimtomatik, infeksi yang tidak nyata sampai kondisi yang fatal sehingga terjadi gagal hati akut 2. Sindrom klinis yang mirip pada semua virus penyebab mulai dari gejala prodromal
yang
non
spesifik
dan
gejala
gastrointestinal,
seperti:a.
Malaise,anoreksia,mual dan muntah. 3. Awitan gejala cenderung muncul mendadak pada HAV dan HEV, pada virus yang lain secara insidious 4. Demam jarang ditemukan kecuali pada inveksi HAV 5. Immune complex mediated,serum sickness like syndrome dapat ditemukan pada kurang dari 10% pasien dengan infeksi HBV, 6. Gejala prodromal menghilang pada saat timbul kuning, tetapi gejala anoreksia, malaise, dan kelemahan dapat menetap. 7. Ikterus didahului dengan kemunculan urine berwarna gelap, pruritus ( biasanya ringan dan sementara) dapat timbul ketika ikterus meningkat 8. Pemeriksaan fisik menunjukkan pembesaran dan sedikit nyeri tekan pada hati 9. Splenomegali ringan dan limfadenopati pada 15%-20% pasien.
13
VII.
DIAGNOSIS 1,2 Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan serologi kita bisa dapatkan :
Gejala biasanya muncul secara tiba-tiba
Penurunan nafsu makan
Merasa tidak enak badan
Mual
Muntah
Demam
Kadang terjadi nyeri sendi dan timbul biduran (gatal-gatal pada kulit)
Ikterus
Urin berubah warna menjadi lebih gelap
Diagnosis secara serologis 1. Transmisi infeksi secara enterik. a. HAV IgM anti HAV dapat dideteksi selama fase akut dan 3-6 bulan setelahnya. Anti HAV yang positif tanpa igM anti HAV mengindikasikan infeksi lampau. b. HEV Belum tersedia pemeriksaan serologi komersial yang telah disetujui FDA. IgM dan igG anti HEV baru dapat dideteksi oleh pemeriksaan untuk riset. IgM anti HEV dapat bertahan selama 6 minggu setelah puncak dari penyakit. IgG anti HEV dapat tetap terdeteksi selama 20 bulan.
14
2. Infeksi melalui darah. a. HBV Diagnosis serologis telah tersedia dengan mendeteksi keberadaan dari igM antibody terhadap antigen core hepatitis (IgM anti HBc dan HBsAg). Keduannya ada saat gejala muncul HBsAg mendahului IgM anti HBc HBsAg merupakan petanda yang pertama kali diperiksa secara rutin HBsAg dapat menghilang biasanya dalam beberapa minggu sampai bulan setelah kemunculannya, sebelum hilangnya IgM anti HBc HbeAg dan HBV DNA HBV DNA di serum merupakan petanda yang pertama muncul, akan tetapi tidak rutin diperiksa. HbeAg biasanya terdeteksi setelah kemunculan HbsAg Kedua petanda menghilang dalam beberapa minggu atau bulan pada infeksi yang sembuh sendiri. Selanjutnya akan muncul anti HBs dan anti Hbe menetap. Tidak diperlukan untuk diagnosis rutin. IgG anti HBc Menggantikan IgM anti HBc pada infeksi yang sembuh. Membedakan infeksi lampau atau infeksi yang berlanjut. Tidak muncul pada pemberian vaksin HBV. Antibodi terhadap HbsAg (anti HBs) Antibodi terakhir yang muncul Merupakan antibody penetral Secara umum mengindikasikan kesembuhan dan kekebalan terhadap reinfeksi Dimunculkan dengan vaksinasi HBV
15
b. HDV Pasien HBsAg positif dengan: Anti HDV dan atau HDV RNA sirkulasi (pemeriksaan belum mendapatkan persetujuan) IgM anti HDV dapat muncul sementara. Koinfeksi HBV/HDV HBsAg positif IgM anti HBc positif Anti HDV dan atau HDV RNA Superinfeksi HDV HBsAg positif IgG anti HBc positif Anti HDV dan atau HDV RNA Titer anti HDV akan menurun sampai tak terdeteksi dengan adanya perbaikan infeksi. c. HCV Diagnosis serologi Deteksi anti HCV Anti HCV dapat dideteksi pada 60% pasien selama fase akut dari penyakit, 35% sisanya akan terdeteksi pada beberapa minggu atau bulan kemudian. Anti HCV tidak muncul pada <5% pasien yang terinfeksi (pada pasien HIV, anti HCV tidak muncul dalam persentase yang lebih besar). Pemeriksaan igM anti HCV dalam pengembangan. (belum disetujui FDA) Secara umum anti HCV akan tetap terdeteksi untuk periode yang panjang, baik pada pasien yang mengalami kesembuhan spontan maupun yang berlanjut menjadi kronik.
16
HCV RNA Merupakan petanda yang paling awal muncul pada infeksi akut hepatitis C. Muncul setelah beberapa minggu infeksi. Pemeriksaan yang mahal. Untuk mendiagnosis penyakit tidak rutin dilakukan, kecuali pada keadaan dimana dicurigai adanya infeksi pada pasien dengan anti HCV negatif. Ditemukan pada infeksi kronik HCV Diagnosis banding
VIII.
Penyakit hati karena obat atau toksin
Hepatitis iskemik
Hepatitis autoimun
Hepatitis alkoholik
Obstruksi akut traktus biliaris
PENGOBATAN 1. Rawat jalan, kecuali pasien dengan mual atau anoreksia berat yang akan menyebabkan dehidrasi 2. Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat
Tidak ada rekomendasi diet khusus.
Makan pagi dengan porsi yang cukup besar merupakan makanan yang paling baik ditoleransi.
Menghindari konsumsi alcohol selama fase akut
3. Aktivitas fisis yang berlebihan dan berkepanjangan harus dihindari 4. Pembatasan aktivitas sehari-hari tergantung dari derajat kelelahan dan malaise. 5. Tidak ada pengobatan spesifik untuk hepatitis A, E, D. pemberian interferon-alfa pada hepatitis C akut dapat menurunkan resiko kejadian infeksi kronik. Peran lamivudin adefovir pada hepatitis B akut masih belum jelas. Kortikosteroid tidak bermanfaat. 6. Obat-obat yang tidak perlu harus dihentikan. 17
IX.
PENCEGAHAN 1 A.
Pencegahan terhadap infeksi hepatitis dengan Penularan Secara Enterik HAV
1. Imunoprofilaksis sebelum paparan a. Vaksin HAV yang dilemahkan Efektifitas tinggi (angka proteksi 94-100%) Sangat imunogenik (Hampir 100% pada subyek sehat) Antibody protektif terbentuk dalam 15 hari pada 85-95% subjek Aman, toleransi baik Efektifitas proteksi selama 20-50 tahun Efek samping utama adalah nyeri di tempat penyuntikan b. Dosis dan jadwal vaksin HAV >19 tahun. 2 dosis of HAVRIX® (1440 Unit Elisa) dengan interval 6-12 bulan Anak > 2 tahun. 3 dosis HAVRIX® (360 unit Elisa), 0, 1 dan 6-12 bulan atau 2 dosis (720 Unit Elisa), 0, 6-12 bulan c. Indikasi vaksinasi Pengunjung ke daerah resiko tinggi Homoseksual dan biseksual IVDU Anak dan dewasa muda pada daerah yang pernah mengalami kejadian luar biasa Anak oada daerah dimana angka kejadian HAV lebih tinggi dari angka nasional Pasien yang rentan dengan penyakit hati kronik Pekerja laboratorium yang menangani HAV Pramusaji Pekerjaan pada bagian pembuangan air 2. Imunoprofilaksis pasca paparan Keberhasilan vaksin HAV pada pasca paparan belum jelas
18
Keberhasilan immunoglobulin sudah nyata akan tetapi tidak sempurna Dosis dan jadwal pemberian immunoglobulin :
Dosis 0,02ml/kg, suntikan pada daerah deltoid sesegera mungkin setelah paparan
Toleransi baik, nyeri pada daerah suntikan
Indikasi : kontak erat dan kontak dalam rumah tangga dengan infeksi HAV akut
B.
HEV Kemunculan IgG anti HEV pada kontak dengan pasien hepatitis E dapat bersifat proteksi, akan tetapi efektifitas dari immunoglobulin yang mengandung anti HEV masih belum jelas.
C.
Pengembangan immunoglobulin titer tinggi sedang dilakukan
Vaksin HEV sedang dalam penelitian klinik pada daerah endemik. HBV Pencegahan pada infeksi yang ditularkan melalui darah Dasar utama imunoprofilaksis adalah pemberian vaksin hepatitis B sebelum paparan. 1.
Imunoprofilaksis vaksin hepatitis B sebelum paparan a. Vaksin rekombinan ragi Mengandung HBsAg sebagai imunogen Sangat imunogenik, menginduksi konsentrasi proteksi anti HBsAg pada >95% pasien dewasa muda sehat setelah pemberian komplit 3 dosis. Efektifitas sebesar 85-95% dalam mencegah infeksi HBV. Efek samping utama 1. Nyeri sementara pada tempat suntikan pada 10-25% 2. Demam ringan dan singkat pada <3% Booster tidak direkomendasikan walaupun setelah 15 tahun imunisasi awal
19
Booster hanya untuk individu dengan imunokompremais jika titer dibawah 10mU/ml Peran imunoterapi untuk pasien hepatitis B kronik sedang dalam penelitian b. Dosis dan jadwal vaksinasi HBV, pemberian IM (deltoid) dosis dewasa untuk dewasa, untuk bayi, anak sampai umur 19 tahun dengan dosis anak (1/2 dosis dewasa), diulang pada 1 dan 6 bulan kemudian c. Indikasi Imunisasi universal untuk bayi baru lahir Vaksinasi catch up untuk anak sampai umur 19 tahun (bila belum divaksinasi) Grup resiko tinggi: 1. Pasangan dan anggota keluarga yang kontak dengan karier hepatitis B, 2. Pekerja kesehatan dan pekerja yang terpapar darah, 3. IVDU, 4. Homoseksual dan biseksual pria, 5. Individu dengan banyak pasangan seksual, 6. Resipien transfuse darah, 7. Pasien hemodialisis, 8. Sesama narapidana, 9. Individu dengan penyakit hati yang sudah ada ( missal hepatitis C kronik). 2.
Imunoprofilaksis pasca paparan dengan vaksin hepatitis B dan immunoglobulin hepatitis B (HBIG) Indikasi:
Kontak seksual dengan individu yang terinfeksi hepatitis akut: o Dosis 0,04-0,07mL/kg HBIG sesegera mungkin stelah paparan o Vaksin HBV pertama diberikan saat atau hari yang sama pada deltoid sisi lain o Vaksin kedua dan ketiga diberikan 1 dan 6 bulan kemudian
Neonates dari ibu yang diketahui mengidap HBsAg positif: o Setengah mili liter HBIG diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dibagian anterolateral otot paha atas 20
o Vaksin HBV dengan dosis 5-10 ug, diberikan dalam waktu 12 jam pada sisi lain, diulang pada 1 dan 6 bulan. o Efektifitas perlindungan melampaui 95% REKOMENDASI UMUM
Pasien dapat dirawat jalan selama terjamin hidrasi dan intek kalori yang cukup
Tirah baring tidak lagi disarankan kecuali bila pasien mengalami kelelahan yang berat
Tidak ada diet yag spesifik atau suplemen yang memberikan hasil efektif
Protein dibatasi hanya pada pasien yang mengalami ensefalopati hepatik
Selama fase rekonvalesen diet tinggi protein dibutuhkan untuk proses penyembuhan
Alkohol harus dihindari dan pemakaian obat-obatan dibatasi
Obat-obat yang dimetabolisme di hati harus dihindari akan tetapi bila sangat diperlukan dapat diberikan dengan penyesuaian dosis
Pasien diperiksa tiap minggu selama fase awal penyakit dan terus evaluasi sampai sembuh
Harus terus dimonitor terhadap kejadian ensefalopati seperti kesadaran somnolen, mengantuk dan asterisk
Masa protombin serum merupakan petanda yang baik untuk menilai dekompensasi hati dan menentukan saat yang tepat untuk dikirim ke pusat transplantasi
Memonitoring konsentrasi transaminase serum tidak membantu dalam hal menilai fungsi hati pada keadaan hepatitis fulminal karena konsentrasinya akan turun setelah ada kerusakan sel hati massif
Anti mual muntah dapat membantu keluah mual dan muntah
Pasien yang menunjukan gejala hepatitis fluminal harus segera dikirim ke pusat transplantasi
Transplantasi hati bisa merupakan prosedur penyelamtan hidup untuk pasien yang mengalami dekompensasi setelah serangan akut hepatitis
21
Pasien dengan hepatitis akut tidak memerlukan perawatan isolasi
Orang yang merawat pasien hepatitis virus akut A dan E harus selalu mencuci tangan dengan sabun dan air
Orang yang kontak erat dengan pasien hepatitis B akut seharusnya menerima vaksin hepatitis B
22
LAPORAN KASUS I.
IDENTITAS PASIEN Nama
:
Nn.IJ
Umur
:
21 tahun
Jenis Kelamin
:
Perempuan
Alamat
:
Loci
Nomor RM
:
631562
Tanggal MRS
:
05 Oktober 2013
ANAMNESIS Autoanamnesis KELUHAN UTAMA : Mata kuning ANAMNESIS TERPIMPIN : Mulai diperhatikan sejak 2 hari terakhir ini. Demam (-), riwayat demam (+) 2 minggu yang lalu tidak terus-menerus,terutama malam hari dan menurun jika diberi obat penurun demam, menggigil (-). Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati yang dialami sejak 1 minggu SMRS memberat 3 hari terakhir. Nyeri dirasakan hilang timbul muncul terutama setelah makan dan nyeri tidak menjalar ke daerah lain. Mual (+),muntah (+) jika pasien makan. Riwayat muntah terakhir tadi malam berisi sisa makanan dan cairan. Nafsu makan menurun. Pasien sempat di opname 1 minggu yang lalu dan didiagnosis dengan demam thypoid BAB: tidak teratur,warna kecoklatan BAK: lancar, warna coklat pekat seperti teh RPS
: - Riwayat sakit kuning sebelumnya disangkal - Riwayat kontak dengan orang sakit kuning (+) teman kerja dan tetangga kamar kost - Riwayat pengunaan obat-obatan (-) - Riwayat bepergian ke daerah endemis malaria (-)
23
II.
STATUS PRESENT A. Keadaan Umum :sakit sedang/gizi cukup/Composmentis B. Tanda Vital dan Antropometri a. Tekanan darah
: 100/70 mmHg
b. Nadi
: 88 x/ menit
c. Pernapasan
: 20x/menit,
Tipe
:
Thorakoabdominal
III.
d. Suhu
: 36,6 ºC
e. BB
: 49 kg
f. TB
: 163 cm
g. IMT
: 18,44 Kg/m (kurang)
PEMERIKSAAN FISIS
Kepala : normal : simetris kiri=kanan : (-) : hitam, lurus, sukar dicabut
Ekspresi Simetris muka Deformitas Rambut Mata Eksoftalmus/enoftalmus Gerakan Tekanan bola mata Kelopak mata Konjunctiva Kornea Sklera Pupil
: -/: dalam batas normal : tidak diperiksa : dalam batas normal : anemis -/: jernih : ikterus +/+ : bulat, isokor 2,5 mm/2,5 mm Reflex cahaya +/+
Telinga
Pendengaran : normal Tophi : (-) Nyeri tekan di proc. Mastoideus : (-) Hidung Perdarahan Sekret
: (-) : (-)
24
Mulut : kering (-), stomatitis (-) : normal, caries (-) : normal, perdarahan (-) : kotor (-) : T1-T1 : hiperemis (-)
Bibir Gigi Gusi Lidah Tonsil Faring Leher
: tidak ada pembesaran : tidak ada pembesaran : R-2 cm H2O : tidak ada kelainan : (-) : (-)
Kelenjar getah bening Kelenjar gondok DVS Pembuluh darah Kaku kuduk Tumor Dada
Inspeksi : Bentuk Pembuluh darah Buah dada Sela iga Lain – lain Paru Palpasi Sela iga Fremittus raba Nyeri tekan Massa tumor Perkusi Paru kiri Paru kanan Batas paru-hepar Batas paru belakang kanan Batas paru belakang kiri Auskultasi Bunyi pernapasan Bunyi tambahan
: normochest, simetris kiri = kanan : tidak ada kelainan : simetris kiri = kanan : dalam batas normal : (-)
: kiri sama dengan kanan : kiri sama dengan kanan : (-) : (-) : sonor : sonor : ICS VI dextra anterior : CV Th. XI dextra : CV Th. X sinistra : vesikuler : Rh- RhRh - RhRh- Rh-
Wh- WhWh- WhWh- Wh-
25
Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi
Auskultasi
: ictus cordis tidak tampak : ictus cordis tidak teraba : pekak, batas atas jantung: ICS II sinistra batas kanan jantung : ICS III-IV linea parasternalis dextra batas kiri jantung : ICS V linea midclavicularis sinistra : bunyi jantung I/II murni regular, bunyi tambahan (-)
Perut : datar, ikut gerak napas : peristaltik (+), kesan normal : NT (+) epigastrium, MT (-) : tidak teraba : tidak teraba : tidak teraba : timpani (+) : peristaltik (+) kesan normal
Inspeksi Auskultasi Palpasi Hepar Lien Ginjal Perkusi Auskultasi Punggung / paru belakang Inspeksi kanan. Palpasi Perkusi Batas paru belakang kanan Batas paru belakang kiri Nyeri ketok Auskultasi
: Gerakan napas simetris kiri dan
Alat Kelamin
: nyeri tekan (-), massa tumor (-) : : setinggi vertebra Th.X : setinggi vertebra Th.XI : (-) : BP : vesikuler, BT : Rh -/-, Wh -/: tidak diperiksa
Anus dan rektum
: tidak diperiksa
Ekstremitas
: edema -/-
26
Laboratorium Hasil pemeriksaan darah tgl 05-10-2013 Parameter WBC RBC HGB HCT PLT GDS Ureum Kreatinin Bilirubin total Bilirubin direk GOT/GPT Protein total Albumin HBSAg Anti HCV
IV.
VI.
Nilai rujukan 4,00-10,00 x 103/uL 4,00-6,00 x 106/uL 12,0-14,0 mg/ dl 37,0-43,0 % 150-400 x 103/uL 140 mg/dl 10-50 mg/dl < 1,3 mg/dl < 1,1 mg/dl < 0,30 mg/dl < 38U/L / <41 U/L 8.8- mg/dl 3,5-5,0 gr/c Non Reactive Non Reactive
Pemeriksaan Penunjang Lainnya : (-)
ASSESSMENT
V.
Hasil 8,9 x 103 4,30 x 106 11,71 35,51 206 x 103 116 8 0,5 10,1 9,9 355/824 7,0 3,1 Non Reactive Non Reactive
Hepatitis virus akut
DIAGNOSIS BANDING
Demam tifoid
Hepatitis tifosa
Malaria
PLANNING Pengobatan Non Farmakologis : -
Tirah baring
-
Diet hati III
Farmakologis : -
IVFD Asering 20 tpm
-
Inj. Metoclopramide 1 amp/8 jam/iv 27
-
Omeprazole 40 mg/12 jam/iv
-
Maxiliv 2x1
-
Sistenol 2x1 (KP)
Rencana Pemeriksaan
VII.
-
IgM AntiHAV
-
Tes widal
-
USG Abdomen
-
Rencana konsul GEH
PROGNOSIS Quad ad functionam :
Bonam
Quad ad sanationam :
Bonam
Quad ad vitam
Bonam
:
28
VIII.
FOLLOW UP
6/6102013
Subjective (S), Objektive (O), Assesment (A) Perawatan hari ke-1
Tirah baring
T: 100/70
S : mata kuning (+), Nyeri Ulu
Diet hepar
IVFD Nacl 0,9% 20
Tanggal
mmHg
hati (+), Demam (-)
N : 88x/menit
BAK : Kesan Lancar, warna
P:20x/menit
kuning pekat
S: 36,6ºC
BAB : Biasa, warna kuning O: SS/GK/CM
Planning (P)
tpm
Inj.metoclopramide 1amp/8jam/iv
Kep: Anemis (-), ikterus (+),
Omeprazole 40mg/12jam/iv
sianosis (-)
Maxiliv 2x1
DVS : R-2cm H2O
Sistenol 3x1 (KP)
Thorax: Rh (-/-), Wh (-/-)
P: - Cek IgM Anti HAV
Cor: BJ I/II murni reguler Abd: H/L TTB, NT (-), peristaltic (+) N Ext: edema (-)
- Tes widal - Cek Urinalisis - Rencana konsul GEH
A: Hepatitis virus akut
29
7/10/2013
Perawatan hari ke-2
Tirah baring
T: 90/60 mmHg
S : mata kuning (+), Nyeri Ulu
Diet hepar
N :100x/menit
hati (+), Demam (-)
IVFD asering 20 tpm
P:20x/menit
BAK : Kesan Lancar, warna
Inj.metoclopramide
S: 36,7ºC
kuning pekat
1amp/8jam/iv
BAB : Biasa, warna kuning
Maxiliv 2x1
O: SS/GK/CM
Sistenol 2x1 (KP)
Kep: Anemis (-), ikterus (+),
P:
sianosis (-)
- kontrol GOT/GPT
DVS : R-2cm H2O
/Albumin/bil.total/
Thorax: Rh (-/-), Wh (-/-)
bil/direct
Cor: BJ I/II murni reguler
- Tes IgM Anti HAV
Abd: H/L TTB, NT (-),
- Tes widal
peristaltic (+) N
- USG abdomen
Ext: edema (-)
- Rencana konsul GEH
A: Hepatitis virus akut
Tirah baring
8/10/2013
Perawatan hari ke-3
T: 90/60 mmHg
S : mata kuning (-), nyeri ulu hati
N :84x/menit
(-), demam (-)
IVFD asering 20 tpm
P:22/menit
BAK : Kesan Lancar, warna
Inj.metoclopramide
S: 36,8ºC
kuning pekat BAB : belum hari ini
Diet hepar
1amp/8jam/iv (KP)
O: SS/GK/CM
Omeprazole 40 mg/12jam/iv
Kep: Anemis (-), ikterus (+),
Maxiliv 2x1
sianosis (-), DVS : R-2cm H2O
Sistenol 2x1 (KP)
Thorax: Rh (-/-), Wh (-/-)
P:
Cor: BJ I/II murni reguler
- tunggu hasil kontrol
Abd: H/L TTB, NT (+)
GOT/GPT/Albumin/
epigastrium, peristaltik (+) kesan
bil.total/ bil/direct, tes
Normal
IgM Anti HAV,Tes
30
Ext: edema (-) A: Hepatitis virus akut
widal - USG abdomen - Rencana konsul GEH
9/10/2013
Perawatan hari ke-4
Tirah baring
T: 120/60
S : mata kuning (+), nyeri ulu
Diet hepar
hati (-)
IVFD asering 20 tpm
Lansoprazole
mmHg
N
:76x/menit
Demam (-)
20
mg
P:20x/menit
BAK : Kesan Lancar, warna
S: 36,5ºC
kuning pekat
Maxiliv 2x1
BAB : Biasa, warna kuning
Sistenol 2x1 (KP)
O: SS/GK/CM
P:
Kep: Anemis (-), ikterus (+),
- tunggu hasil urinalisisTes
sianosis (-) DVS : R-2cm H2O
2x1
IgM Anti HAV,Tes widal - Rencana konsul GEH
Thorax: Rh (-/-), Wh (-/-) Cor: BJ I/II murni reguler Abd: H/L TTB, NT (-), peristaltik (+) kesan Normal Ext: edema (-) Hasil lab : Bil.total : 6,11 mg/dl Bil.direk : 4,51md/dl GOT : 174 U/L GPT : 404 U/L USG Abdomen : tidak tampak kelainan A: Hepatitis virus akut
31
10/10/2013
Perawatan hari ke-5
Tirah baring
T:120/70mmHg
S : mata kuning (+), nyeri ulu
Diet hepar
N :80x/menit
hati (+), Demam (-)
Aff Infus
P:20x/menit
BAK : Kesan Lancar, warna
Maxiliv 2x1
S: 36,5ºC
kuning pekat
Sistenol 2x1 (KP)
BAB : Biasa, warna kuning
P:
O: SS/GK/CM
- tunggu hasil urinalisis,
Kep: Anemis (-), ikterus (+),
Tes IgM Anti HAV,Tes
sianosis (-), DVS : R-2cm H2O
widal
Thorax: Rh (-/-), Wh (-/-)
- Cek GOT/GPT
Cor: BJ I/II murni reguler
- Boleh rawat jalan dan
Abd: H/L TTB, NT (-),
kontrol poli
peristaltik (+) kesan Normal Ext: edema (-) A: Hepatitis virus akut
IX.
RESUME Seorang wanita, 21 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan mata kuning mulai diperhatikan sejak 2 hari terakhir ini. Demam (-), riwayat demam (+) 2 minggu yang lalu tidak terus-menerus,terutama malam hari dan menurun jika diberi obat penurun demam, menggigil (-). Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati yang dialami sejak 1 minggu SMRS memberat 3 hari terakhir. Nyeri dirasakan hilang timbul muncul terutama setelah makan dan nyeri tidak menjalar ke daerah lain. Mual (+),muntah (+) jika pasien makan. Riwayat muntah terakhir tadi malam berisi sisa makanan dan cairan. Nafsu makan menurun. Pasien sempat di opname 1 minggu yang lalu dan didiagnosis dengan demam thypoid BAB: tidak teratur,warna kecoklatan, BAK: lancar, warna coklat pekat seperti teh Pada pemeriksaan fisis didapatkan pasien sakit sedang, gizi kurang serta komposmentis.Tekanan darah 100/70 mmHg dan nadi 88x/menit,
32
pernapasan 20x/menit dan suhu dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisis didapatkan konjunctiva ikterus (+/+), nyeri tekan (+) daerah epigastrium. Pada pemeriksaan laboratorium peningkatan kadar bilirubin total, bilirubin direk, SGOT, SGPT dan penurunan kadar albumin. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang lainnya, maka pasien ini didiagnosis dengan Hepatitis virus akut
X.
DISKUSI Pada anamnesis didapatkan demam 2 minggu SMRS demam tidak terus menerus, dan demam menurun jika minum obat penurun panas. Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh akibat dari infeksi atau peradangan. Sebagai respon terhadap invasi mikroba, sel darah utih mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen yang menyebabkan pengeluaran prostaglandin yang meningkatkan termostat di hipotalamus sehingga menimbulkan demam. Pasen juga mulai juga mengaku mata terlihat kuning. Ikterus atau jaundice adalah perubahan warna kulit, sklera mata, atau jaringan lainnya seperti membran mukosa yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Timbulnya jaundice pada pasien maka harus dipikirkan penyebabnya yang dapat terjadi akibat proses di pre-hepatik, intra-hepatik, dan post-hepatik. Penyebab ikterus pre-hepatik adalah hemolisis, sindrom Gilbert, sindrom Crigler-Najjar. Semua penyakit tersebut memiliki kesamaan dimana terdapat hiperbilirubinemia indirek. Penyebab ikterus intra-hepatik adalah hepatitis, keracunan obat, penyakit hati karena alkohol, dan penyakit hepatitis autoimun. Penyebab ikterus post-hepatik adalah batu duktus koledokus, kanker pankreas, striktur pada duktus koledokus, karsinoma duktus koledokus, dan kolangitis sklerosing. Pada pasien ini terjadi ikterus akibat proses di intra hepatik sehingga memberikan keluhan mata berwarna kuning.
33
Keluhan
nyeri ulu hati yang namun terus menerus tetapi tidak
menjalar, mual dan muntah sering di temukan pada pasien hepatitis. Buang air kecil lancar namun berwarna coklat seperti air teh ini biasanya di temukan pada ikterus intra-hepatik yang diantaranya penyebabnya adalah hepatitis. Pada pasien didapatkan hasil pemeriksaan penunjang SGOT : 355 u/L, SGPT 824 u/L. SGOT dikeluarkan kedalam darah ketika hati rusak dan level SGOT darah dihubungkan dengan kerusakan sel hati. Hati dapat dikatakan rusak bila jumlah enzim tersebut dalam plasma lebih besar dari kadar normalnya, seperti pada hepatitis akibat virus. SGPT adalah enzim yang terdapat dalam hepatosit. Ketika sel-sel hati mengalami kerusakan maka ALT akan bocor ke sirkulasi darah sehingga terdeteksi dan terjadi peningkatan kadar ALT. Pada pasien juga di dapatkan bilirubin total: 10,1 mg/dl yang artinya melebihi batas normal. Metabolisme bilirubin melalui empat langkah yaitu produksi, transportasi, konyugasi, dan ekresi. Bilirubin diproduksi dari hasil pemecahan heme yaitu bagian dari hemoglobin yang nantinya membentuk bilirubin indirek kemudian diikat oleh albumin untuk ditransportasi ke hepar yang bertanggungjawab atas clearance dari bilirubin melalui proses konjugasi agar lebih larut air untuk disekresi ke empedu kemudian diekskresi ke lumen usus. Bakteri usus mereduksi bilirubin terkonyugasi menjadi serangkaian senyawa yang dinamakan sterkobilin atau urobilinogen. Zat-zat ini menyebabkan feses berwarna coklat. Dalam usus bilirubin direk ini tidak diabsorpsi; sebagian kecil bilirubin direk dihid-rolisis menjadi bilirubin indirek dan direabsorpsi. Siklus ini disebut siklus enterohepatis. Sekitar 10% sampai 20% urobilinogen mengalami siklus entero-hepatik, sedangkan sejumlah kecil diekskresi dalam kemih. Kadar bilirubin total akan meningkat ketika ada kelainan pada empat tahap metabolisme tersebut diantaranya yaitu pada pasien hepatitis.
34
Diagnosis banding yang pertama adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Salmonella thypi atau Salmonella parathypi A, B, atau C. Penyakit ini ditularkan lewat saluran pencernaan. Masa tunas rata-rata 1020 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang terlama adalah 30 hari jika infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat. Kemuadian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan yaitu demam, pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung >7 hari , Bersifat febris remitten dan suhu tidak terlalu tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat tiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu badan berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga. Tetapi pada pasien mengalami gejala demam tidak mengarah ke tifoid pasien mengalami demam yang demam tidak terus menerus. Pada demam tifoid terdapat gangguan pada system saluran pencernaan yang diantaranya pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limfa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare. Diagnosis dapat di lakukan pemeriksaan biakan empedu untuk menemukan Salmonella typhii dan pemeriksaan Widal. Kedua pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada waktu masuk dan setiap minggu berikutnya. Walau gejala-gejala klinis tidak mengarah ke demam tifoid tetapi perlu dilakukan pemeriksaan widal pada pasien ini untuk menyingkirkan dugaan demam tifoid Diagnosis banding berikutnya adalah hepatitis tifosa yang merupakan komplikasi dari demam tifoid. Pada hepatitis tifosa keadaan dimana
35
demam tifoid disertau gejala-gejala ikterus, hepatomegali dan kelainan test fungsi hati dimana didapatkan peningkatan SGPT, SGOT dan bilirubin darah. Pada pemeriksaan histopatologi hati didaptkan nodul tifoid dan hiperplasi sel kuffer. Diagnosis banding selanjutnya adalah malaria, Malaria adalah penyakit infeksi dengan demam priodik, yang disebabkan oleh Parasit Plasmodium dan ditularkan oleh sejenis nyamuk Anopheles , pada malaria Terjadi demam periodik yang di selingi hari tanpa demam dan terdapat gejala klasik yaitu terjadinya “Trias Malaria” secara berurutan menggigil, demam, berkeringat. Yang pertama yaitu periode menggigil biasanya disertai kulit kering dan dingin, penderita sering membungkus diri dengan selimut atau sarung dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur. Kedua yaitu periode panas disertai muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tetap tinggi sampai 400C atau lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntahmuntah, dapat terjadi syok. Periode ini lebih lama dari fase menggigil, dapat sampai 2 jam atau lebih. Yang ketiga yaitu Periode berkeringat. Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah, temperature turun, penderita merasa capai. Tipe demam seperti ini tidak di temukan pada pasien. Pada pemeriksaan fisik biasanya di temukan gejala anemia pada malaria, yang di sebabkan oleh penghancuran eritrosit yang berlebihan. Eritrosit pada pasien malaria juga tidak dapat hidup lama, pada malaria juga di temukan gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang. Pada pasien ini tidak ditemukan gejala anemia dan kadar pemeriksaan hemoglobin juga dalam batas normal. Ikterus juga sering terdapat pada pasien malaria berat disebabkan oleh lisisnya sel darah merah yang berlebihan. Ikterus ini dapat terjadi pada destruksi
sel
darah
merah
yang
berlebihan
dan
hati
dapat
36
mengkonjugasikan semua bilirubin yang dihasilkan. Pada pasien tidak di temukan tanda gejala malaria berat keadaan umum masih tampak baik.
37
DAFTAR PUSTAKA
1.
Sanityoso A. Hepatitis Virus Akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed: Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.p.644-52
2.
Soemohardjo S, Gunawan S. Hepatitis B Kronik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed: Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.p.653-60
3.
Lindseth GN. Gangguan bhati, kandung empedu, dan pankreas. In: Price SA, Wilson LM, editors. Patofisiologi Konsep Klinis Prose-prose Penyakit. 6th ed Vol.1. Jakarta:EGC; 2006. p.485-93.
4.
Heatcote J, Elewaut A, Fedail S,et all. Management of acute viral hepatitis.WGO ractice Guidelines. Desember.2003
38