BAB I PENDAHULUAN
Infeksi virus hepatitis C adalah suatu masalah kesehatan global. Diperkirakan sekitar 170 juta orang didunia telah terinfeksi secara kronik oleh HCV. Prevalensi Prevalensi global global infeksi HCV adalah adalah 2,9%. 2,9%. Rata-rata prevalensi HCV HCV tertinggi dilaporkan di kembangkan kembangkan pada negara miskin miskin yaitu di Afrika dan Asia, sedangkan negara yang berkembang dan negara-negara industri memiliki prevalensi rendah yaitu di Eropa dan Amerika Utara. Negara yang memiliki ratarata infeksi kronik tinggi adalah Mesir, Pakistan, dan Cina. Namun, tidak ada data pada negara Afrika kecuali Mesir, Morocco dan Afrika Selatan. 1,2 Salah satu penyebab penyakit hati di Indonesia adalah virus hepatitis C. Infeksi HCV merupakan masalah yang besar karena sebagian besar kasus menjadi hepatitis kronik yang dapat membawa pasien pada sirosis hati dan kanker hati (karsinoma hepatoselular) hepatoselular) dan merupakan merupakan penyebab tersering tersering transplantasi hati. Di Eropa, Amerika Utara, Amerika Selatan, Australia, Jepang dan Mesir, hepatitis C kronik pada umumnya menyebabkan menyebabkan sirosis dan indikasinya indikasinya untuk transplantasi transplantasi hati juga. Rata-rata resiko berkembang menjadi sirosis adalah dari 5%-25% pada usia 25-30 tahun.168 juta penduduk di negara ini diperkirakan sudah terinfeksi HCV.2,3 HCV adalah adalah virus hepatitis hepatitis yang mengandung RNA rantai tunggal yang dapat diproses secara langsung untuk memproduksi protein-protein virus Sebelum ditemukannya ditemukannya virus hepatitis C (VHC), dunia medis mengenal 2 jenis virus sebagai penyebab hepatitis, yaitu virus hepatitis A (VHA) dan virus hepatitis B (HAB). Namun demikian, terdapat juga peradangan hati yang tidak disebabkan oleh kedua virus ini dan tidak dapat dapat dikenal pada pada saat itu sehingga dinamakan dinamakan hepatitis hepatitis NonA, Non B (hepatitis NANB). Pencarian penyebab hepatitis itu kemudian dilakukan oleh banyak institusi sampai kemudian Choo dan kawan-kawan dengan cara amplifikasi dan identifikasi genetik berhasil mendapatkan virus penyebab hepatitis yang baru ini. Virus baru ini kemudian dinamakan virus hepatitis C (HCV). 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Anatomi Hepar Hepar
Hati merupakan organ intestinal terbesar dengan berat diantara 1,2-1,8 kg atau kurang lebih 25% berat badan orang dewasa yang menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen. Batas atas hati berada sejajar dengan ruang interkostal V kanan dan batas bawah bawah menyerong ke atas atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri.5 Gambar 1. Anatomi Hepar
Sumber: Netter. Interactive Atlas Of Human Anatomy
Secara mikroskopis di dalam hati manusia terdapat 50.000-100.000 lobuli, setiap lobules berbentuk heksagonal yang terdiri atas sel hati berbentuk kubus yang tersusun radial mengelilingi vena sentralis. Ada juga sinusosid yang merupakan cabang vena porta dan arteri hepatica. Sinusoid dibatasi oleh sel fagositik atau sel kuffer yang merupakan sistem retikuloendotelial dan berfungsi menghancurkan bakteri dan benda asing lain didalam tubuh.
Gambar 2. Gambaran Mikroskopik Hepar
Sumber: Netter. Interactive Atlas Of Human Anatomy
Tabel 1. Fungsi Hepar Tabel 1. Fungsi Hati Metabolisme
Sintesis
Ekskresi Endokrin Imunologi
Lain-lain
Karbohidrat Apolipoprotein Asam lemak Asam amino transminasi dan deaminasi Simpanan vitamin larut dalam lemak Obat-obatan dan konjugasinya Urea Albumin Faktor pembekuan Komplemen C3 dan C4 Feritin dan transferin Protein C reaktif Haptoglobin α-1antitripsin α2-makroglobulin α2-makroglobulin seruloplasmin Sintesis empedu Metabolit obat Sintesis 25-hidroksilase vitamin D Perkembangan limfosit B fetus Pembuangan kompleks imun sirkulasi Pembuangan limfosit T CD8 teraktivasi Fagositosis dan presentasi antigen Produksi lipopolysaccharide-binding protein Pelepasan sitokin, seperti TNF-α, TNF-α, interferon Transport immunoglobulin A Kemampuan untuk regenerasi sel-sel hati Pengaturan angiogenesis
B. Definisi Definisi Hepatitis Hepatitis C
VHC (Vir (Virus us Hepat Hepatitis itis C) C) adalah adalah viru viruss RNA rantai rantai tungg tunggal al denga dengan n selubung glikoprotein digolongkan kedalam Flavivirus Flavivirus . Terdapat Terdapat 6 genotipe genotipe HCV dan lebih dari 50 subtipe. Respons limposit T yang menurun dan
kecenderungan virus untuk bermutasi nampaknya menyebabkan tingginya angka infeksi kronik. 3
Target VHC adalah sel-sel hati dan mungkin juga limfosit B melalui reseptor yang mungkin sekali serupa dengan CD 81 yang terdapat di sel hati maupun limfosit B atau reseptor LDL. Setelah berada dalam sitoplasma hati, VHC akan melepaskan selubung virusnya dan RNA virus siap untuk melakukan translasi protein dan kemudian replica RNA. Struktur gen VHC adalah sebuah RNA rantai tunggal, sepanjang kira-kira 10.000 pasang basa dengan daerah open nukleotida yang tidak ditranslasikan. ditranslasikan. Kedua reading frame (ORF) diapit susunan nukleotida ujung VHC ini sangat terpelihara sehingga saat ini dipakai untuk identifikasi adanya infeksi VHC. Transalasi protein VHC dilakukan oleh ribosom sel hati yang akan membaca RNA VHC dari satu bagian spesifik tersebut. 15% dari kasus infeksi Hepatitis C adalah akut, artinya secara otomatis tubuh membersihkannya dan tidak ada konsekwensinya. Sayangnya 85% dari kasus, infeksi Hepatitis C menjadi kronis dan secara perlahan merusak hati bertahunbertahun-tahu tahun. n. Dalam Dalam waktu tersebu tersebut, t, hati bisa rusak rusak menja menjadi di sirosis sirosis pengerasan hati), stadium akhir penyakit hati dan kanker hati. ( pengerasan
Keberadaan Keberadaan genetic HCV memiliki implikasi diagnostic dan klinis, yang menyebabkan sulitnya pengembangan vaksin dan sedikitnya respon terapi. Genotipe-1 bertanggung jawab hingga pada 60-65% semua infeksi virus Hepatitis C di Indonesia dan genotype ini dihubungkan dengan respon pengobatan yang lebih rendah. 3
Struktur gen VHC VHC adalah sebuah sebuah RNA untai tunggal, tunggal, positif sepanjang sepanjang kira-kira 10.000 pasang basa dengan daerah open reading frame (ORF) diapit oleh susunan nukleotida yang tidak ditranslasikan pada masing- masing ujung 5’ dan 3’. Translasi protein VHC dilakukan di ribosom sel hati yang akan mulai membaca RNA VHC dari satu bagian spesifik (internal ribosom entry site atau IRES) yang terdapat di region 5’ UTR.
Daerah ORF akan menghasilkan satu poliprotein yang terdiri dari 3011 asam amino. Asam-asam amino yang dihasilkan ORF ini akan diproses oleh peptidase sel hati untuk protein-protein structural VHC (dari core envelope region) dan protease-protease yang dikode oleh VHC untuk protein-protein
regulator dari region region non-struktural non-struktural (NS region). Sampai saat ini telah dikenal 3 macam macam protein structural (core, E1 dan E2) maupun 7 protein non-struktural (regulator) yaitu: NS2, NS3, p7, NS4a, NS4b, NS5a, dan NS5b.
Table 2. Fungsi Protein-protein VHC Protein-protein VHC a. Protein core
b.
sE2 (hypervariable region (HVRI dan HVR2)
c. d. e.
NS2,3 dan 4A NS3 NS5B
f.
NS2 dan E
Fungsi Membungkus RNA VHC untai tunggal positif di reticulum endoplasma. Menimbulkan Menimbulkan kerusakan kerusakan sel hati hati atau fungsi fungsi penekanan imunoregulasi dan apoptosis sel hati yang terinfeksi VHC. Mentranslasikan CD81 sebagai reseptor virus untuk infeksi ke dalam sel. Memuat sequence yang identik dengan tempat fosforilasi protein kinase interferon (PKR) yang member kerentanan VHC terhadap terapi interferon. Menghasilkan protease Menghasilkan helicase Menghasilkan RNA-dependent RNA Polymerase Menghasilkan protein p7 sebagai saluran ion di membrane membrane selular selular
Setelah berada didalam sitoplasma sel hati, VHC akan melepaskan selubung virusnya dan RNA virus siap untuk melepaskan translasi protein dan kemudian replikasi RNA. Virus ini bereplikasi melalui RNA polymerase yang proof-reading akan menghasilkan salinan RNA virus tanpa mekanisme proof-reading
(mekanisme yang akan menghancurkan nukleotida yang tidak persis sama
dengan aslinya). Kondisi ini akan menyebabkan timbulnya banyak salinansalinan RNA VHC yang sedikit berbeda namun masih berhubungan satu sama lain pada seorang pasien yang disebut sebagai quesispecies. Kecepatan replikasi VHC sangat besar, melebihi HIV maupun VHB. Tabel 3. Genotip HCV dan karakteristik utama masing-masing genotip Genotipe
Distribusi
1
Seluruh dunia
2
Seluruh dunia
3
Seluruh dunia
4
Timur Tengah
5 6
Timur jauh Afrika Selatan
Respons terhadap terapi interferon dan ribavirin Moderat (40-50%)-membutuhkan 48 minggu terapi Baik (70-80%)-membutuhkan 24 minggu terapi Baik (70-80)-membutuhkan 24 minggu terapi
Keterangan Merupakan genotip yang paling sering di Eropa, AS dan Jepang Lazim ditemukan pada pengguna narkoba suntik di negara berkembang
– mungkin Baik (60-80%) mungkin membutuhkan 48 minggu terapi, tapi hanya tersedia sedikit data. Belum diketahui Belum diketahui
Pengetahuan tentang genotip ini sangatlah penting karena dapat dipakai untuk memprediksi respons terhadap terapi antivirus, SVR dan menentukan durasi terapi. Genotip 2 dan 3 adalah genotip yang telah diketahui memiliki respons lebih baik disbanding disbanding genotip genotip I. tingkat respons terhadap terhadap terapi kombinasi interferon interferon pegilasi dan ribavirin adalah sekitar 88% untuk genotip 2 dan 3 serta 48% untuk genotip 1,4,5 dan 6. Karena genotip tidak akan berubah selama masa infeksi maka pemeriksaan ini tidak perlu diulangi kembali. Derajat beratnya penyakit (tingkat/stage fibrosis) tidak memiliki kaitan dengan genotip virus. C. Epidemiolog Epidemiologii Infeksi Virus Hepatitis Hepatitis C
HCV merupakan masalah kesehatan masyarakat dunia yang amat serius. Infeksi HCV menjadi pandemi atau atau wabah global. Orang yang terkena virus ini jauh lebih banyak daripada daripada seluruh manusia manusia yang terinfeksi terinfeksi Human immunodefidency immunodefidency Virus (HIV). Menurut angka Organisasi Kesehatan Kesehatan Sedunia (WHO), sedikitnya 175 juta umat manusia terinfeksi HCV. Angka ini meliputi 3% dari seluruh populasi manusia di Dunia.
Di Indonesia belum ada data resmi mengenai infeksi VHC tetapi dari laporan pada lembaga transfusi darah didapatkan lebih kurang 2% positif terinfeksi oleh VHC. Pada studi populasi umum di Jakarta prevalensi VHC lebih kurang 4%. 4 Menurut survai massal subbagaian Hepatologi FKUI, sekitar 4% penduduk Indonesia terinfeksi HCV. Tabel 4. Rata-rata prevalensi negara yang terinfeksi HCV
Sumber: World Gastroenterology Organisation Global Guidelines, Diagnosis, Management and Prevention Of Hepatitis C, April 2013.
Rata-rata prevalensi prevalensi tertinggi dilaporkan di kembangkan kembangkan pada pada negara miskin di Afrika dan Asia, yang berkembang dan negara-negara industry memiliki prevalensi rendah yaitu di Eropa dan Amerika Utara. Negara yang memiliki rata-rata infeksi kronik tinggi adalah Mesir, Pakistan, dan Cina. Sayangnya, tidak ada data pada Negara Afrika kecuali Mesir, Morocco dan Afrika Selatan. Hepatitis C kronik pada umumnya menyebabkan sirosis dan indikasinya untuk transplantasi hati di Eropa, Amerika Utara dan Selatan, Australia, Jepang dan Mesir. Rata-rata resiko berkembang menjadi sirosis adalah dari 5%-25% pada usia 25-30 tahun. Infeksi berjangka dari sakit ringan yang berlangsung hanya beberapa minggu hingga ke serius (infeksi akut) atau sakit seumur hidup (infeksi kronis). Kurang lebih lebih 80% dari pasien yang yang terinfeksi virus hepatitis hepatitis akan menjadi terinfeksi secara kronis, dan kebanyakan kebanyakan dari pasien menunjukkan
bukti hepatitis kronis. Periode inkubasi adalah 14-180 hari (rata-rata 45 hari) dan tidak ada vaksin hepatitis C yang sekarang tersedia. tersedia.
Tabel 5. Rata-rata perkembangan prevalensi hepatitis C
Sumber: World Gastroenterology Organisation Global Guidelines, Diagnosis, Management and Prevention Of Hepatitis C, April 2013.
D. Faktor Faktor resiko resiko hepatitis hepatitis C kronik kronik
Faktor resiko untuk hepatitis C kronik sebagai berikut : -
Laki-laki
-
Usia Usia > 25 25 tah tahun un saat saat terk terken enaa inf infek eksi si
-
Infe Infeks ksii akut akut asim asimpt ptom omat atik ik
-
Etnis Afrika-amerika
-
Infeksi HIV
-
Imunosupresi
Faktor-faktor resiko untuk infeksi HCV1 a. IDU (intrave (intravenous nous drug drug use): use): jalur penula penularan ran paling paling lazim lazim dinegara dinegara berkembang. berkembang. Penggunaan narkoba suntik bisa saja telah berhenti bertahuntahun sebelum terdiagnosis. Penggunaan Penggunaan narkoba lain (misal: kokain hirup) b. Tranfusi Tranfusi darah darah dan produk produk darah darah:: sering ditemuk ditemukan an pada pada mereka mereka yang menerima transfuse sebelum sebelum tahun 1990, tapi sudah jarang saat saat ini di negara berkembang. c. Narapida Narapidana: na: peyalahg peyalahgunaa unaan n obat yang yang menyebabk menyebabkan an seseorang seseorang dipenja dipenjara ra atau penyalahgunaan penyalahgunaan narkoba suntik di penjara. d. Terapi Terapi di RS: hemodialis hemodialisis is masih memiliki memiliki resiko resiko penulara penularan n yang tinggi. tinggi. e. Infeksi Infeksi pada pada ibu hamil: hamil: resiko resiko penular penularan an ke anak anak <5%, <5%, kecuali kecuali bila ada ada koInfeksi dengan HIV f. Infek Infeksi si pada pada angg anggota ota kelu keluarg arga: a: anggo anggota ta kelu keluarg argaa tidak tidak bole boleh h berba berbagi gi peralatan yang bisa terpapar terpapar darah seperti alat cukur dan sikat gigi. Namun, Namun, sangat rendah. g. Tindik Tindik Badan: Badan: resiko resiko penular penularanny annyaa sanga sangatt kecil kecil h. Hubungan Hubungan seksual: seksual: resiko resiko penul penularan arannya nya sanga sangatt kecil. Infeksi Infeksi hepatitis hepatitis C biasanya biasanya progre progresif sif lambat lambat pada period periodee beberapa beberapa tahun antara 5% dan 15% pada pasien dengan kronik hepatitis mungkin berkembang menjadi sirosis hepatic pada usia 20 tahun. Dalam 4-9% pasien dengan sirosis sirosis akan berkembang progressive progressive menjadi menjadi gagal hati, dan 1-4% tiap tahunnya beresiko berkembang menjadi hepato seluler karsinoma (HCC). Diperkirakan 70-80%, pasien dengan hepatitis asimptomatik, pada hepatitis akut atau kronik semua tipe virus menimbulkan gejala yang sama dan disimpulkan diikuti oleh lemas, nyeri abdomen, kuning, dan nafsu makan berkurang. Transmisi HCV terjadi melalui paparan darah yang tercemar. Paparan ini biasanya terjadi pada pengguna narkoba suntik, transfusi darah (sebelum 1992), pencangkokan organ dari donor yang terinfeksi, praktek medis yang tak aman, paparan okupasional terhadap darah yang tercemar, kelahiran dari
ibu yang terinfeksi, hubungan seksual dengan orang yang terinfeksi, perilaku seksual risiko. E. Pathogene Pathogenesis sis Hepatitis Hepatitis C
Gambar 4. Siklus hidup HCV
Proses siklus siklus kehidupan kehidupan HCV dengan dengan cara:
HCV masuk ke dalam hepatosit dengan mengikat suatu reseptor permukaan sel yang spesifik. Reseptor ini belum teridentifikasi secara jelas, namun protein permukaan sel CD81 adalah suatu HCV binding protein yang memainkan peranan dalam masuknya virus. Salah satu protein khusus virus yang dikenal sebagai protein E2 menempel pada reseptor site di bagian luar hepatosit.
Kemudian protein inti dari virus menembus dinding sel dengan suatu proses kimiawi, dimana selaput lemak bergabung dengan dinding sel dan selanjutnya dinding sel akan melingkupi dan menelan virus serta membawanya kedalam hepatosit. Di dalam hepatosit, selaput virus (nukleokapsid) melarut dalam sitoplasma dan keluarlah RNA virus (virus
uncoating) yang selanjutnya mengambil alih peran bagian dari ribosom
hepatosit dalam membuat bahan-bahan untuk proses reproduksi.
Virus dapat membuat membuat sel hati memperlakukan memperlakukan RNA virus seperti miliknya miliknya sendiri. Selama proses ini virus menutup fungsi normal hepatosit atau membuat lebih banyak lagi hepatosit yang terinfeksi. Virus lalu membajak mekanisme sintesis protein hepatosit dalam memproduksi protein yang dibutuhkannya dibutuhkannya untuk berfungsi b erfungsi dan berkembang biak.
RNA virus dipergunakan sebagai cetakan (template) untuk produksi masal poliprotein (proses translasi).
Poliprotein dipecah dalam unit-unit protein yang lebih kecil. Protein ini ada 2 jenis yaitu protein structural dan regulatori. Protein regulatori memulai sintesis kopi virus RNA asli.
Sekarang RNA virus mengopi dirinya sendiri dalam jumlah besar (miliaran kali) untuk menghasilkan bahan dalam membentuk virus baru. Hasil kopi ini adalah bayangan cermin RNA orisinal dan dinamai R NA negative. RNA negative lalu bertindak sebagai cetakan (template) untuk memproduksi serta RNA positif yang sangat banyak yang yang merupakan merupakan kopi identik materi genetic virus.
Proses ini berlangsung terus dan memberikan kesempatan untuk terjadinya mutasi genetic menghasilkan RNA untuk strain baru virus dan subtype virus hepatitis C. setiap kopi virus baru berinteraksi dengan protein structural, yang kemudian akan membentuk nukleokapsid dan kemudian inti virus baru. Amplop protein kemudian akan melapisi inti virus v irus baru.
Virus dewasa kemudian dikeluarkan dari dalam hepatosit menuju ke pembuluh darah menembus membrane sel. Studi mengenai mekanisme kerusakan sel-sel hati VHC masih sulit dilakukan karena terbatasnya kultur sel untuk VHC dan tidak adanya hewan kecuali simpanse yang dilindungi. Kerusakan Kerusakan sel hati oleh VHC atau partikel virus secara langsung masih belum jelas. Namun beberapa bukti menunjukkan adanya mekanisme imunologis yang menyebabkan kerusakan sel-sel hati. Protein core misalnya ditengarai dapat menimbulkan reaksi
pelepasan radikal oksigen pada mitokondria. mitokondria. Selain itu, protein ini diketahui pula mampu berinteraksi pada mekanisme signaling dalam inti sel terutama berkaitan dengan penekanan regulasi imunologik dan apoptosis. Adanya bukti-bukti ini menyebabkan kontroversi apakah VHC bersifat sitotoksik atau tidak, terus berlangsung. berlangsung. 4 Reaksi cytotoxic T-cell (CTL) spesifik yang kuat diperlukan untuk terjadinya eliminasi menyeluruh VHC pada infeksi akut. Pada infeksi kronik, reaksi CTL yang relative lemah lemah masih mampu mampu merusak merusak sel-sel hati dan melibatkan respon inflamasi di hati tetapi tidak bisa menghilangkan respon inflamasi di hati tetapi tidak bisa menghilangkan virus maupun menekan evolusi genetik VHC sehingga kerusakan sel hati berjalan terus menerus. Kemampuan CTL tersebut dihubungkan dengan aktivitas limfosit sel Thelper (Th) spesifik VHC. Adanya pergeseran dominasi aktivitas Th 1 menjadi Th 2 berakibat pada reaksi toleransi dan melemahnya respon CTL. 4 Reaksi inflamasi yang dilibatkan melalui sitokin-sitokin pro-inflamasi TGF-β1, akan menyebabkan aktivitas sel-sel sel -sel stelata di ruang seperti TNF-α, TNF-α, TGFdisse hati. Sel-sel Sel- sel yang khas ini sebelumnya dalam keadaan “tenang” (quiescent) kemudian berproliferasi dan menjadi aktif menjadi sel-sel miofibroblas yang dapat menghasilkan matriks kolagen sehingga terjadi fibrosis dan berperan aktif dalam menghasilkan sitokin-sitokin pro-inflamasi. Mekanisme ini dapat timbul terus-menerus karena reaksi inflamasi yang terjadi tidak berhenti sehingga fibrosis semakin lama semakin banyak dan selsel hati yang ada semakin sedikit. Proses ini dapat menimbulkan kerusakan hati lanjut dan sirosis hati.4 Pada gambaran histopatologis pasien hepatitis C kronik dapat ditemukan proses inflamasi kronik berupa nekrosis gerigit, maupun lobular, disertai dengan fibrosis di daerah portal yang lebih lanjut dapat masuk ke lobules hati (fibrosis septal) dan kemudian dapat menyebabkan nekrosis dan fibrosis jembatan (bridging necrosis/fibrosis). Gambaran yang agak khas untuk infeksi VHC adalah agregat limfosit di lobules hati namun tidak didapatkan pada semua kasus inflamSasi akibat VHC. 4
Gambaran histopatologis pada infeksi kronik VHC sangat berperan dalam menentukan prognosis dan keberhasilan terapi. Secara histopatologis dapat dapat dilakukan dilakukan scoring scoring untuk untuk inflamasi inflamasi dan fibrosis fibrosis di hati sehingga sehingga memudahkan untuk keputusan terapi, evaluasi pasien maupun komunikasi antara ahli patologi. Sistem Sistem skoring MELD MELD digunaka digunakan n untuk menilai menilai pasien pasien dengan dengan hepatitis C. skor MELD dari dari 22 (28 dalam dalam kasus hiperoksaluria), hiperoksaluria), dengan peningkatan 10% dalam nilai setiap 3 bulan dari diagnosis. -
karsinoma karsinoma hepatose hepatoseluler luler (HCC) dengan dengan satu satu lesi antara antara 2-5 cm atau atau 2-3 2-3 lesi lesi <3 cm (kriteria Milan), tidak memberikan invasi vaskular atau penyakit ekstrahepatik.
-
sindro sindrom m hepato hepatopul pulmon monary ary deng dengan an PaO2 PaO2 <60 <60 mmHg pada pada ruan ruang g udara. udara. hipertensi Portopulmonary, dengan rata-rata tekanan arteri pulmonalis (mPAP)> 25 mmHg saat istirahat tetapi dipertahankan <35 mmHg dengan pengobatan.
-
trombo trombosis sis arte arteri ri hepa hepatik tik 7-14 7-14 hari hari transp transplan lantas tasii pascapasca-ha hati. ti.
-
Familial Familial amiloid amiloid poline polineurop uropati, ati, seperti seperti didiagnosis didiagnosis dengan dengan identifika identifikasi si transthyretin (TTR) mutasi gen dengan analisis DNA atau spektrometri massa dalam sampel biopsi dan konfirmasi deposisi amiloid di organ yang terlibat.
-
hipero hiperoksa ksalur luria ia
primer primer
deng dengan an
bukti bukti
defisi defisiens ensii
glioks glioksila ilatt
alanine alanine
aminotransferase (pasien ini memerlukan gabungan transplantasi hatiginjal). -
cystic cystic fibros fibrosis is denga dengan n FEV1 FEV1 (dipa (dipaksa ksa ekspiras ekspirasii volume volume 1 detik) detik) <40%. <40%. cholangiocarcinoma cholangiocarcinoma hilus.
F. Gambaran Gambaran Klinis
Gambaran klinis hepatitis virus sangat bervariasi yang dibagi dalam empat tahap yaitu: 1. Fase Fase Inkub Inkubas asii Fase inkubasi merupakan waktu diantara masuknya virus dan saat timbulnya gejala atau ikterus. Fase ini berbeda-beda lamanya tiap
hepatitis virus tergantung tergantung pada dosis inokulan yang yang ditularkan dan jalur jalur penularan. Makin besar dosis inokulan makin pendek fase inkubasinya. 2. Fase Fase Prodorm Prodormal al (Pre (Pre Ikterik) Ikterik) Fase diantara timbulnya keluhan pertama dan gejala timbulnya ikterus. Biasanya ditandai dengan malaise umum, mialgia, atralgia, mudah lelah, gejala saluran napas atas dana anoreksia. Mual, muntah dan anoreksia berhubungan dengan perubahan penghidu dan rasa kecap. Diare atau konstipasi dapat terjadi. Nyeri abdomen biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan atas atas atau epigastrium yang yang kadang kadang diperberat dengan dengan aktivitas. 3. Fase Fase Ikt Ikter erus us Ikterus muncul setelah 5-10 hari timbunya gejala atau dapat bersamaan dengan munculnya gejala. Pada banyak kasus fase ini tidak terdeteksi. Setelah timbulnya ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodormal dan justru akan terjadi terjadi perbaikan klinis yang yang nyata. 4. Fase Fase Konv Konvale alese sen n Fase yang diawali dengan menghilangnya gejala dan ikterus, tetapi hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Keadaan akut biasanya akan membaik dalam 2-3 minggu. Pada 5%-10% kasus perjalanan klinisnya mungkin lebih sulit ditanganim hanya kurang dari 1% yang menjadi fulminan. Pada umumnya infeksi akut VHC tidak memberikan gejala atau bergejala minimal. Hanya 20-30% yang menunjukkan tanda-tanda hepatitis akut 7-8 minggu setelah terjadinya paparan. Walaupun demikian, infeksi akut sangat sukar dikenali karena pada umumnya tidak terdapat gejala sehingga sulit pula menentukan perjalanan penyakit akibat infeksi HCV. Beberapa laporan menyatakan bahwa pada infeksi hepatitis C akut didapatkan adanya gejala malaise, mual dan ikterus seperti halnya hepatitis akut karena virus lain. Hepatitis fulminan sangat jarang terjadi. ALT meningkat sampai beberapa kali di atas batas normal tetapi umumnya tidak melebihi 1000U/ liter.
Sekitar 70-80% 70-80% orang yang terinfeksi HCV menjadi carrier kronis dengan morbiditas dan mortalitas yang signifikan serta merupakan penyebab utama sirosis hati, penyakit hati stadium akhir dan kanker hati. Sering kali proses ini tidak menimbulkan gejala apapun walaupun proses kerusakan hati berjalan terus. Hilangya VHC setelah hepatitis kronis sangat jarang terjadi. Diperlukan waktu sekitar 20-30 tahun untuk terjadi sirosis hati yang akan terjadi pada 15-20% pasien hepatitis C kronis. Sekitar 1525% dari orang yang terinfeksi dapat sembuh tanpa pengobatan dengan alasan yang tidak diketahui. (CDC) Kerusakan hati akibat infeksi kronik tidak dapat tergambar pada pemeriksaan fisik maupun labaratorik kecuali bila sudah terjadi sirosis hati. Pada pasien dimana dimana ALT selalu normal, normal, 18-20% sudah terdapat kerusakan kerusakan hati bermakna, sedangkan diantara pasien dengan peningkatan ALT, hampir semua sudah mengalami kerusakan hati sedang sampai berat. Progesivitas hepatitis kronis menjadi sirosis tergantung beberapa faktor antara lain asupan alcohol, koinfeksi dengan hepatitis B atau HIV, jenis kelamin lakilaki dan usia tua saat terjadinya infeksi. Setelah terjadi sirosis hati, maka dapat timbul kanker hati dengan frekuensi 1-4% tiap tahunnya. Kanker hati dapat terjadi tanpa melalui sirosis hati walaupun kondisi seperti ini jarang terjadi. Koinfeksi HCV dengan HIV diketahui menjadi masalah karena dapat memperburuk perjalanan penyakit hati yang kronik, mempercepat terjadinya sirosis hati dan mungkin pula mempercepat penurunan sistem kekebalan tubuh. Adanya koinfeksi tersebut juga mempersulit pengobatan dengan anti retrovirus karena memperbesar porsi pasien yang menderita gangguan fungsi hati dibandingkan dengan pasien tanpa koinfeksi HIV. Di Indonesia, kasus ini sering terjadi pada pengguna jarum suntik yang menggunakan menggunakan alat suntik bergantian. Selain gejala-gejala gangguan hati, dapat pula timbul manifestasi ekstra
hepatic
antara
lain
crioglobunemia
dengan
komplikasi-
komplikasinya (glomerulopati, kelemahan, kelemahan, vaskulitis, purpura dan atralgia),
sicca syndrome, lichen planus dan porphyria cutanea tarda . Patofisiologi
manifestasi gejala ekstra hepatic belum diketahui dengan jelas namun dihubungkan dengan kemampuan VHC untuk menginfeksi sel-sel limfoid sehingga mengganggu respon sistem imunologis. Sel-sel limfoid yang terinfeksi dapat berubah sifatnya menjadi ganas karena dilaporkan tingginya kejadian limfoma non Hodgin pada pasien dengan infeksi HCV. G. Diagnosis dan Skrining Hepatitis C
Infek Infeksi si HCV didiag didiagnos nosis is mengg mengguna unakan kan tes tes dari antib antibodi odi spes spesifi ifik k menggunakan enzim link immunoassay (ELISA). Adanya antibodi HCV menunjukkan bahwa orang tersebut telah terinfeksi virus HCV, tapi bukan indikasi apakah infeksi tersebut akut, kronik atau menetap. Diagnosis hepatitis C akut berdasarkan: berdasarkan: -
Pening Peningka katan tan alan alanine ine amin aminotr otrans ansfer feras asee (ALT; (ALT; lebih lebih dari dari 10x) 10x)
-
Deng Dengan an atau atau tanp tanpaa jaun jaundi diee
-
Deteksi se serum HC HCV RNA RNA
-
Diikut Diikutii anti-H anti-HCV CV sero serokon konve versi rsi mingg minggu u sela selanju njutny tnya. a.
Kelompok resiko infeksi HCV antara lain : -
Oran Orang g yan yang g men mener erim imaa tra trans nsfu fusi si dara darah h
-
Oran Orang g yan yang g menj menjal alan anii pros prosed edur ur ope opera rasi si
-
Tawan Tawanan, an, ada tindik tindik dan dan tato tato hidung hidung atau atau telin telinga ga..
-
Pekerj Pekerjaa sex, sex, peng penggu guna na obat obat intr intrav avena ena,, tenag tenagaa medis medis,,
-
Oran Orang g yang ang menj menjal alan anii pera perawa wata tan n gigi gigi
-
Pasien Pasien dialisi dialisis, s, thalasemia thalasemia atau hemofilia hemofilia dengan dengan multiple multiple transfusi. transfusi.
-
Kelu Keluar arga ga yang ang per perna nah h teri terinf nfek eksi si HCV HCV
-
Anak Anak yang yang lahi lahirr den denga gan n inf infek eksi si HCV HCV
-
Pen Penggun ggunaa jaru jarum m sunt suntik ik
Tabel 5. Interpretasi Tes HCV
Sumber: World Gastroenterology Organisation Global Guidelines, Diagnosis, Managemen Managementt and Prevention Prevention Of Hepatitis Hepatitis C, April 2013. 2013.
H. Interpretasi Hasil Laboratorium untuk Hepatitis C
Pemeriksaan Pemeriksaan laboratorium yang digunakan antara lain: •
Anti HCV untuk mengetahui apakah penderita terpapar hepatitis C
•
HCV RNA kuantitatif untuk mengetahui seberapa besar aktivitas virus hepatitis C
Tabel 6. Hasil Pemeriksaan Pemeriksaan Laboratorium Laboratorium Hepatitis C Pemeriksaan
Hasil
Interpretasi
Kemungkinan Lain
Anti-HCV HCV RNA PCR
Negatif Negatif
Tidak terinfeksi
Masa inkubasi dan previous infection with clearance and seroconversion
Anti-HCV HCV RNA PCR
Negatif Positif
Infeksi akut
-
Anti-HCV HCV RNA PCR
Positif Negatif
Infeksi yang telah meredah (Past resolved infection)
Positif palsu dari hasil antibodi dan kondisi kronik infeksi dengan transient PCR RNA yang undetectable (Chronic infection with transiently undetectable RNA PCR)
Anti-HCV HCV RNA PCR
Positif Positif
-
I. Diagnosis Hepatitis Akut Akut dan Hepatitis Kronik C
Tidak seperti hepatitis B, pemeriksaan konvensional konvensional untuk mendeteksi keberadaan keberadaan antigen-antigen HCV tidak bersedia, sehingga pemeriksaan untuk mendiagnosis infeksi HCV bergantung pada uji serologi untuk memeriksa antibodi dan pemeriksaan molekuler untuk partikel virus. Diagnosis HCV akut dan kronik berdasarkan deteksi RNA HCV. Anti HCV antibody dapat diketahui oleh enzyme immunoassay (EIA) pada sebagian besar pasien yang terinfeksi HCV, tapi bisa hasilnya negative pada pasien yang baru terkena hepatitis akut dan pada pasien immunosupresi. Tidak semua pasien pasien yang HCV akut hasil anti HCV positif dalam diagnosis. diagnosis. Antibodi anti-HCV adalah pemeriksaan lini pertama untuk infeksi HCV. Pada kasus hepatitis C akut atau immunocompromise, test RNA HCV bisa menjadi menjadi bagian evaluasi evaluasi awal. Jika antibodi anti-HCV anti-HCV dideteksi, HCV RNA harus ditentukan oleh metode sensitive molecular. Jika individu AntiHCV positif, HCV-RNA negative maka diuji ulang HCV RNA 3 bulan kemudian untuk mengkonfirmasi mengkonfirmasi penyembuhan. penyembuhan. Dari semua individu dengan hepatitis akut, 75-80% akan berkembang menjadi infeksi kronik. Diagnosis banding dari hepatitis C akut adalah hepatitis virus (hepatitis A, B, atau E; Epstein-Barr dan Cytomegalovirus (CMV)), hepatitis alkoholik, hepatitis kronik aktif autoimun, hepatitis druginduced , penyakit Wilson.
Infeksi HCV sangat jarang terdiagnosis pada saat infeksi fase akut. Manifestasi klinis bisa saja muncul dalam waktu 7-8 minggu (dengan kisaran 2-26 minggu) setelah terpapar dengan HCV. Sebagian besar HCV tidak menunjukkan gejala atau jika menunjukan gejala, hanya gejala rin gan. Pada HCV akut biasanya ada jaundice, malaise, dan nausea. Infeksi berkembang
menjadi kronik hanya sebagian dan biasanya tidak menunjukkan gejala juga. Hal ini menyebabkan sulitnya menilai perjalanan alamiah infeksi HCV. Setelah paparan awal pada infeksi akut, RNA HCV dapat dideteksi dalam darah 1-3 minggu. Kerusakan sel hati ditunjukkan dengan peningkatan peningkatan kadar alanine amino transferase (ALT). infeksi akut dapat menjadi berat, namun jarang menjadi fulminan. Gejala klinik biasanya jarang dijumpaia namun dapat berupa malaise, letih, anoreksia dan ikterik. Gejala biasanya berkurang setelah beberapa minggu seraya diikuti turunnya ALT. Infeksi HCV kronik didiagnosis dengan deteksi RNA HCV yang menetap dalam darah darah selama selama sekurang-kurangny sekurang-kurangnyaa 6 bulan. bulan. Faktor Faktor yang berkaitan dengan kesembuhan spontan infeksi HCV meliputi umur lebih muda, wanita, dan beberapa gen komplek histokompatibilitas mayor (MHC). Gejala sisa infeksi HCV tersering adalah penyakit hati menahun, fibrosis hati progresif yang berakhir pada sirosis, dan KHS. Perkiraan proporsi orang yang terkena infeksi kronik yang mendapatkan sirosis 20 tahun setelah setelah infeksi awal awal bervariasi antara 2-4% pada anak-anak anak-anak hingga tertinggi 20-30% pada orang dewasa yang ditransfusi. Banyak faktor yang meningkatkan resiko yaitu usia lebih tua pada saat infeksi, gender pria, keadaan immunokompremais seperti HIV, muatan virus, genotype virus. Selain itu, yang mempunyai dampak penting seperti infeksi bersama dengan hepatitis B, kelebihan besi, perlemakan hati non alkaholik, ko-infeksi skistosomiasis, obat-obatan dengan potensi hepatotoksik serta kontaminasi lingkungan. Pasien dengan hepatitis C kronik dapat datang dengan manifestasi atau gejala ekstrahepatik yang biasanya karena respons imun seperti gejala rematoid, keratokonjungtivitis sicca, lichen planus, glomerulonefritis, limpoma, dan krioglobulinemia esensial campuran. Hepatitis C kronik juga berhubungan dengan porfiria cutanea tarda. Gangguan psikologis termasuk depresi dijumpai pada infeksi HCV pada 20-30% kasus.
J. Penatalak Penatalaksanaa sanaan n Hepatitis C
Penatalaksanaan hepatitis C tertuju pada hepatitis C kronik karena seringkali pasien hepatitis C datang ke pusat pelayanan kesehatan sudah dalam fase kronik. Tujuan Tujuan pemberian pemberian antivirus antivirus adalah adalah eradikasi eradikasi virus hepatitis hepatitis C dengan harapan mencegah mencegah munculnya komplikasi penyakit hati fibrosis, sirosis, karsinoma hepatoselular hepatoselular dan kematian. Target terapi antivirus adalah Terapi hepatitis C saat ini dapat dilakukan dengan strategi pengobatan dual therapy ( kombinasi Peg-IFN dan ribavirin) atau non dual dual therapy ( kombinasi DAA dengan atautanpa regimen Peg-IFN). I. Kombinas Kombinasii Peg-IFN dan ribavirin ribavirin a. Peg Peg-IF -IFN Interferon merupakan protein yang dihasilkan oleh tubuh dan bersifat sebagai imunomodulator. Mekanisme kerja interferon adalah menghambat berbagai tahap replikasi virus meliputi saat virus masuk dalam tubuh, uncoating, sintesis mRNA dan sisntesis sisntesis protein. Pegylated ditambahkan ditambahkan dalam formula formula obat untuk membuat interferon bertahan lebih lama didalam tubuh. Manfaat lainnya meliputi penurunan toksisitas, meningkatkan stabilitas obat, perlindungan terhadap proteolisis dan memperbaiki daya larut. Pemberian Peg-IFN 1x/minggu juga membantu meningkatkan kepatuhan pasien dan memberikan kenyamanan kenyamanan pasien. pasien. Terdapat Terdapat bebarapa tipe Peg-IFN, namun yang sering sering digunakan dalam pengobatan pengobatan hepatitis C adalah Peg- IFN α2a dan Peg-IFN Peg-IFN α2b. Peg -IF N α2b selain strukturnya adalah Perbedaan antara Peg-IFN Peg- IFN α2a dan Peg-IF waktu paruh absorpsi, waktu paruh eliminasi dan waktu konsntrasi maksimal ditemukan lebih lama pada Peg-IFN Peg- IFN α2b.
b. Ribavirin Mekanisme kerja ribavirin yaitu :
•
Menghambat langsung replikasi VHC
•
Menghambat
enzim
inosine
monophosphate
dehydrogenase pada tubuh pasien •
Menginduksi mutagenesis RNA virus
•
Imunomodulasi melalui induksi sel respon imun Thelper
•
Ribavirin cepat diabsoprsi (waktu paruh sekitar 2 jam) dan didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh setelah pemberian oral, metabolisme utama terjadi di ginjal.
II.
DAA dengan atau tanpa Peg IFN a. DAA DAA merupakan tulang punggung utama dalam terapi hepatitis C saat ini. Kelompok pertama merupakan NS3/4A protease inhibitor (berakhiran – previr). previr). NS3 serine serine protease protease adalah adalah suatu enzim yang mengkatalisasi proses post-transkripsi protein yang penting untuk repkikasi virus hepatitis C dan N untuk S4A adalah kofaktor dari NS3 untuk mempercepat proses tersebut. Kelompok obat ini secara langsung menghambat kerja enzim dan kofaktor tersebut sehingga akan menekan proses replikasi VHC. NS3/4A protease inhibitor ini terdiri atas dua generasi, yaitu boceprevir dan telaprevir sebagai generasi pertama dengan bentuk linear dan barrier genetik rendah ; serta generasi kedua yang memiliki bentuk makrosiklik, m akrosiklik, aktivitas pan-genotipik, dan barrier genetik menengah atau tinggi, yaitu faldaprevir,
simeprevir, asunaprevir, vaniprevir,paritaprevir, grazoprevir, dan sovaprevir.
Kelompok
kedua
merupakan
NS5A
protein
inhibitor
(berakhiran – asvir), asvir), terbagi atas dua generasi, yaitu generasi pertama dengan barrier genetik menengah yang terdiri atas
daclatasvir, ledipasvir, dan ombitasvir; dan generasi kedua dengan aktivitas pan-genotipik dan barrier genetik tinggi yang terdiri atas elbasvir, velpatasvir, dan odalasvir.
Kelompok ketiga merupakan analog NS5B polymerase polymerase inhibitor inhibitor (berakhiran – buvir), buvir),
yaitu
golongan
nukleotida/inhibitor
kompetitif dengan aktivitas genotipik luas dan barrier resistensi menengah, misalnya becalbuvir dan dasabuvir. Sofosbuvir merupakan prodrug nukleotida uridine inhibitor NS5B. Setelah diabsorsi, sofosbuvir dimetabolisme dihepar, untuk kemudian dikonversi menjadi bentuk nukleosida trifosfat aktif. K. Tatalaksanaan Hepatitis C akut
Sebagian besar pasien hepatitis C akut adalah asimptomatik. Tatalaksana hepatitis C akut dapat ditunda sampai 8-16 8 -16 minggu untuk mengganggu terjadinya resolusi spontan terutama pada pasien hepatitis C yang simptomatik. Namun apabila tidak diterapi, sebanyak sebanyak 50-90% cenderung cenderung akan berlanjut berlanjut menjadi menjadi kronis. Oleh karenanya terapi antivirus harus dipertimbangkan untuk mencegah hepatitis C akut menjadi kronis. Pemberian monotrapi dengan Peg-IFN dapat diberikan dalam tatalaksana tatalaksana hepatitis hepatitis akut, diberikan dengan dengan dosis PegPeg -IFN- α2b mcg/kg/minggu. IFN-α2a IFN-α2a 180 mcg/minggu atau Peg-IFNMonoterapi dengan Peg-IFN berhasilmencapai >90%, terlepas dari genotipe VHC tersebut. Durasi terapi hepatitis C akut diberikan 12 minggu tanpa memandang genotip. Namun pada pasien dengan genotipe IL-28B non-CC pemberian antivirus dapat
diberikan
lebih
awal
yaitu
12
minggu
karena
kemungkinan terjadinya resolusi spontan lebih rendah. SVR24 pada regimen monoterapi lebih rendah pada pasien dengan koeinfeksi HIV.
Kombinasi Peg-IFN dengan ribaverin dilaporkan tidak meningkatkan SVR24 pada pasien monoinfeksi VHC, namun dipertimbangkan pada pasien dengan respon lambat dan koeinfeksi HIV, diberikan dengan dosisi 1000 atau 1200 mg pada pasien <75kg atau >75kg.. studi pada pasien dengan koenfiksi VHC genotip 1 dan HIV menujukkan peningkatan SVR24 pada pasien yang diberikan ribaverin dengan durasi 24 minggu. Hasil SVR yang tinggi ( >90%) dilaporkan pada sejumlah studi kecil menggunakan menggunakan regimen berbasis sofosbuvir. Waktu yang ideal untuk memulai terapi sampai saat ini masih belum dapat ditentukan secara pasti. Meskipun demikian pasien dengan infeksi VHCakut VHCakut dapat diterapi menggunakan menggunakan terapi regimen regimen sofosbuvir/ledipasvir sofosbuvir/ledipasvir (genotipe 1,4,5 atau 6). Beberapa rekomendasi rekomendasi dalam pengobatan infeksi hepatitis C virus. -
Mono Monote tera rapi pi deng dengan an PegPeg-IF IFN N ( Peg Peg-I -IFNFN- α 2a 180mcg/minggu atau PegIFNα 2b 1.5 mcg/kg/minggu) selama 12 minggu dapat digunakan pada pasien dengan hepatitis C akut.
-
Peg-IF -IFN
(Peg-IF -IFN-2αa N-2αa
180mcg/minggu
atau
PegIFN--α2b PegIFN
1.5
mcg/kg/minggu) dikombinasikan dengan ribaverin ( 1000/1200 mg pada pasien <75kg atau >75kg) selama 24 minggu pada pasien dengan koenfiksi hepatitis C akut dan HIV. -
Pasien Pasien deng dengan an hepa hepatiti titiss C akut akut dapat dapat dite diterap rapii dengan dengan regim regimen en DAA DAA menggunakan
kombinasi
sofosbuvir/ledipasvir,
sofosbuvir/velpatasvir/daclatasvir, sofosbuvir/velpatasvir/daclatasvir, selama 8 minggu mi nggu tanpa ribavirin -
Apabil Apabilaa ditemu ditemuka kan n koenfe koenfeksi ksi VHCVHC-HIV HIV dan dan atau atau kad kadar ar RNA RNA VHC> VHC> 1 juta juta IU/mL, terapi dengan DAA perlu diperpanjang hingga 12 minggu.
TERAPI SUPORTIF
a. Pemb Pember eria ian n Hem Hemat atop opoi oitec tec Efek
samping
hematologi
(
anemia
,
neutropenia,
dan
trombositopenia) seringkali terjadi akibat pemberian antivirus pada pasien dengan penyakit hati tahap lanjut. Ribaverin Ri baverin seringkali menginduksi anemia
hemolitik sedangkan interferon menginduksi neutropenia. Saat ini penggunaan Hematopoetic growth factor dianjurkan karena dapat membantu dalam membatasi terjadinya pengurangan (reduksi) dosis terapi. Terdapat beberapa hematopoetic growth factor yang tersedia, yaitu eritropoitin rekombinan (EPO), granulocyt colony stimulating factor ( GCSF) dan trombopoetin receptor agonist. b. Eritr Eritrop opoi oitin tin Rekom Rekombi bina nasi si Pemeberian EPO dapat digunakan untuk mempertahankan kadar hemoglobin selama pemberian terapi antivirus ditujukan untuk menghindari reduksi dosis ribavirin. EPO dapat dimulai diberikan apabila kadar Hb <10g/dl dengan tujuan untuk mempertahankan mempertahankan kadar Hb 10-12 c. Trombo Trombopoe poetin tin Recep Receptor tor Agoni Agonist st Pemberian terapi antivirus tidak harus dihentikan meskipun ditemukan kondisi trombositopenia dan pasien dengan kadar trombosit yang rendah dapat memulai terapi antivirus tanpa adanya resiko terjadinya perdarahan mayor. Saat Saat ini ada 2 macam trombopoetin receptor receptor agonist yang tersedia untuk meningkatkan kadar trombosit yaitu romiplostin dan eltrombopag. d. Grnulo Grnulocy cyte te colonycolony-stim stimula ulatin ting g factor factor Pemeberian obat ini untuk menginduksi produksi, diferensiasi, pelepasam netrofil secara signifikan dalam 24 jam pemeberian GCS-F. e. Pemb Pember eria ian n antid antidep epre resa san n Depresi merupakan efek samping yang ering muncul pada pemberian terapu Peg-IFN/RBV dan juga menjadi salah satu alasan terapi harus dihentikan. Hal ini tentu akan akan mempengaruhi mempengaruhi keberhasilan keberhasilan terapi antivirus. Pasien yang menunjukkan gejala depresi sebaiknya dilakukan konsultasi jiwa dulu.
a. Penatalak Penatalaksana sanaan an hepatitis hepatitis C tanpa tanpa sirosis sirosis Ge not ipe
Peg IFN, RB V
PegIFN, PegIFN Sofosbuvir Sofosbuvir Sofosbuvir, RBV, , RBV, , RBV , ledipasvir Sofosbuvir simepre simeprevir vir
Sofosbuvir, daclatasvir
Grazopre vir, Elbasvir
Sofos buvir, Velpa tasvir
1
12 minggu
24-48 minggu *
-
12 minggu
12 minggu
12 minggu
12 minggu
12 mingg u
2
12 minggu
-
12 minggu
-
12 minggu
12 minggu
-
12 mingg u
3
12 minggu
-
24 minggu
-
-
12 minggu
-
12 mingg u
12 minggu
24-48 minggu *
-
12 minggu
12 minggu
12 minggu
12 minggu
12 mingg u
5
12 minggu
-
-
-
12 minggu
12 minggu
-
12 mingg u
6
12 minggu
-
-
-
12 minggu
12 minggu
-
12 mingg u
4
d e d i u g e s n o p s e R
Pemilihan regimen terapi pada infeksi VHC dengan serosis kompensata
Genoti
PegIFN,
pe
RBV
PegIFN, RBV, Sufosbuvir
Sofosbuvi Sofosbuvir,
Sofosbuvir,
Sofosbuvir,
r,
RBV
Simeprevir
Ledipasvir
daclatasvi r
12 minggu ( dg RBV) 1
12 minggu
24-48 minggu
-
atau 24 minggu (tanpa RBV)
2
12 minggu
-
16-24 minggu
Sofosbuvi Grazopre
r,
vir,
Velpatasv
elbasvir
ir
12 minggu ( dg RBV) atau 24 minggu
12 minggu
12 minggu
(tanpa RBV) 12
-
minggu 12 minggu (
3
12 minggu
-
dengan RBV)
Respons e Guide 12 minggu ( dg RBV) 4
12 minggu
24-48
atau 24
minggu
minggu (tanpa RBV)
12 minggu ( dg RBV) 5
12 minggu
atau 24 minggu (tanpa RBV)
12 minggu ( dg RBV)
12
atau 24
minggu
minggu (tanpa RBV) 12 minggu ( dg RBV)
12
atau 24
minggu
minggu (tanpa RBV)
12 minggu ( dg RBV) 6
12 minggu
atau 24 minggu (tanpa RBV)
12 minggu ( dg RBV)
12
atau 24
minggu
minggu (tanpa RBV)
Sofo Ge noti pe
PegIFN, PegIFN,
RBV,
RBV
Sufosbuvi r
Sofosbuvir, RBV, simeprevir
Sofosbuvi
Sufosbo
sbuvi
Sofosbuvi
vir,
r,
Sofosbuvir,
Sofosbuvir,
r,
r,
velpatas
Simeprevi
RBV
ledipasvir
Velp
declatasvi
avir
atasv
r
r
ir 12
1
-
12 minggu
minggu
( dg RBV)
( dg
atau 24 minggu (-
12
RBV)
minggu
atau 24 minggu
RBV)
(-RBV) 12 minggu ( dg 16-20
2 Kontra
Kontra
Kontra
Kontra
indikasi
indikasi
indikasi
indikasi
Kont
minggu
ra
12
RBV)
minggu
atau 24 minggu
indik
(-RBV)
asi
12 minggu
3
-
-
12
( dg
minggu (
RBV)
dengan
atau 24
RBV)
minggu (-RBV)
4
12 minggu
12 minggu
( dg RBV)
( dg RBV)
atau 24
atau 24
12 minggu
12 minggu ( dg
minggu
minggu
RBV)
(tanpa
(tanpa
atau 24
RBV)
RBV)
minggu (-RBV) 12
5
12 minggu
12 minggu
minggu
( dg RBV)
( dg RBV)
( dg
atau 24
atau 24
12
RBV)
minggu
minggu
minggu
atau 24
(tanpa
(tanpa
minggu
RBV)
RBV)
(-RBV) 12
6
12 minggu
12 minggu
minggu
( dg RBV)
( dg RBV)
( dg
atau 24
atau 24
12
RBV)
minggu
minggu
minggu
atau 24
(tanpa
(tanpa
minggu
RBV)
RBV)
(-RBV)
Hal-hal yang penting untuk memahami terapi virus hepatitis C
Tujuan pengobatan hepatits C adalah untuk eradikasi virus. Bila hal ini tidak tercapai, maka tujuan berikutnya adalah mencegah terjadinya sirosis dan komplikasinya komplikasinya serta terjadinya kanker hati. hati.
Bila terjadi respons virology menetap (HCV-RNA negative 24 bulan setelah terapi) kemungkinan relaps dalam 4 tahun adalah 10%
Respons virus menetap pada pasien sirosis menyebabkan penurunan komplikasi sirosis
Apabila tidak tercapai respons virus menetap, masih dapat terjadi pengurangan pengurangan progresifitas penyakit bila transminase tr ansminase menunjukkan penurunan.
Pada masa terapi terdapat kemungkinan kemungkinan penurunan kualitas hidup penderita akan tetapi akan membaik setelah terapi selesai.
Depresi merupakan efek samping yang serius
Anemia dan teratogenitas merupakan efek samping serius terapi dengan ribavirin.
L. Efek Sampi Samping ng Obat Obat
Keadaan yang memerlukan perhatian khusus apabila diberi terapi interferon adalah neutropeni ( hitung neutrofil <1500/μ dara h, trombositopenia ( hitung trombosit <85000/ <85000/ μ), penerima transplantasi organ (selain hati), riwayat penyakit autoimmune, adanya autoantibody antitiroid dan pasien usia lanjut. Terdapat beberapa kontra indikasi absolute untuk terapi interferon yaitu sedang menderita atau memiliki riwayat psikosis atau depresi berat, kehamilan, kejang-kejang yang tidak terkendali. t erkendali. Terdapat kontra indikasi relative untuk terapi interferon adalah riwayat depresi, diabetes mellitus yang tidak terkendali, hipertensi yang tidak terkendali, retinopati, psoriasis, penyakit jantung simptomatik dan tiroiditis autoimmune atau penyakit autoimmune lain yang aktif. Dosis ribavirin sedapat mungkin dipertahankan. Bila terjadi efek samping anemia, dapat diberikan eritropoietin untuk meningkatkan HB. Pasien yang menerima IFN-α IFN-α dan dan ribavirin dinilai memiliki efek samping hematologi hematologi pada 2 dan 4 minggu dan di 4 dan 8 minggu. Fungsi renal teratur di cek jika pasien menerima sofosbuvir. Ras, photosentif dan peningkatan bilirubin pada obat simeprevir. Flu-like symptom symptom sering sering terjadi setelah pemberian injeksi IFN-α. IFN-α. Mereka mengendalikannya mengendalikannya dengan pemberian paracetamol setelah 4-6 minggu terapi. TSH diukur setiap 12 minggu saat terapi. Sakit kepala dan lelah pada sofosbuvir. M. Respon Responss Terapi Terapi
Respons Virologi, Suatu SVR (sustained (sustained virological response), respons virology menetap) diartikans sebagi tidak terdeteksinya HCV RNA dalam serum seorang pasien menggunakan menggunakan metode pemeriksaan dengan sensitivitas hingga 100 kopi/ml (50 IU/ml) DI 6 bulan setelah terapi selesai. SVR adalah suatu endpoint yang paling dapat dipercaya dalam mengevaluai suatu terapi. 1 Selain SVR, kita juga mengenal beberapa pola respons HCV RNA selama terapi maupun 6 bulan pasca terapi yaitu null response, partial virologic
response, virologic breakthrough dan rela relaps pse. e. Null Null resp respon onse se diartikan
sebagai gagalnya gagalnya pasien untuk mencapai mencapai turunnya turunnya kadar HCV RNA RNA yang berarti selama terapi. Partial virologic response adalah suatu keadaan dimana seorang mengalami penurunan muatan virus >2 log dari nilai baseline tetapi HCV RNA tetap terdeteksi di minggu ke-24 terapi. Sedangkan virologic breakthrough adalah terdeteksinya kembali HCV RNA pada pasien yang
kadar HCV RNA nya telah negative selama masa terapi dan relapse diartikan sebagai munculnya munculnya kembali HCV RNA pada pasien yang yang kadar HCV RNA nya telah negative setelah selesai terapi. Respons non-virologi, turunnya kadar SGPT hingga rentan normal diakhir masa terapi atau seterusnya hingga 6 bulan pasca terapi terus dievaluasi. Respons histology secara konvensional diartikan sebagai turunnya nilai inflamasi atau nilai total sebesar 2 point atau lebih dibanding hasil biopsy sebelum terapi atau turunnya nilai fibrosis sebesar 1 point disbanding hasil biopsy sebelum terapi. 1
Singkatan
Deskripsi
LVL HVL RVR
Low viral load High viral load Rapid viral response
eRVR
Extended response
EVR
Early viral response
NR
Null response
Lebih dari 2 log 10 penurunan (IU/mL) dari tingkat baseline
Setelah 12 minggu terapi
LVR
Late viral response
Lebih dari 2 log 10 penurunan
Terdeteksi Terdeteksi setelah setelah 12 minggu terapi
rapid
viral
Defining HCV RNA level < 400.000 IU/mL >400.000 IU/mL Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi; menggunakan tiga terapi dengan telaprevir Tidak terdeteksi (<50 IU/mL)
Waktu
Setelah 4 minggu terapi Pada minggu ke 4 dan minggu minggu ke 12 12
Setelah 12 minggu terapi
DVR
EOTR, ETVR
ETR,
SVR
or
Delayed viral response
Lebih dari 2 log 10 penurunan
Tidak terdeteksi setelah 24 minggu terapi
End-of-treatment (viral) response
Tidak terdeteksi
Pada akhir terapi
Sustained response
Tidak terdeteks terdeteksii Tidak terdeteksi
24 minggu setelah selesai terapi Diakhir terapi
Diulang kemunculan
Setelah akhir terapi
Lebih dari 2 log 10 penurunan dari baseline
Pada 12 minggu terapi; terdeteksi pada minggu 24.
Diulang kemunculan
Setiap saat selama pengobatan setelah respon virus.
Relapse
Relapse
PR
Partial response partialnonresponse
BT
Breakthrough
viral
or
Sumber: World Gastroenterology Organisation Global Guidelines, Diagnosis, Management and Prevention Of Hepatitis C, April 2013.
N. Rekomendas Rekomendasii Pencegahan Pencegahan Hepatitis Hepatitis C
1. Program Program pengoba pengobatan tan metado metadon, n, program program pertukaran pertukaran jarum suntik suntik steril, steril, dan dan program penyuluhan penyuluhan jarum suntik steril, steril, dan program program penyuluhan penyuluhan atau edukasi yang mengubah mengubah perilaku secara terpadu telah terbukti efektif dalam mencegah transmisi HIV dan kemungkinan kemungkinan berguna untuk menurunkan menurunkan transmisi HCV. 2. Pemberian Pemberian edukas edukasii kepada penggu pengguna na narkoba narkoba suntik tentang tentang penting pentingnya nya mencuci tangan sebelum dan setelah menyuntik, tidak menggunakan alat orang lain, dan mencegah kontak dengan darah orang lain. Penyuluhan pencegahan pencegahan HCV harus merupakan merupakan prioritas di penjara. penjara. 3. Studi menda mendapati pati risiko risiko HCV HCV 3 kali kali lipat lipat pada mitra seksu seksual al wanita wanita dibandingkan pria. Jadi, mitra seksua pasien pria dan wanita dengan
hepatitis C sebaiknya di tes untuk penyakit ini. Pada pasien monogamis resiko transmisi diperkirakan diperkirakan 0-0,6% 0-0,6% setahun. setahun. Karena Karena rendahnya rendahnya resiko resiko transmisi maka tidak perlu menggunakan proteksi barier atau kondom walaupun pada mereka hendaknya disampaikan bahwa kondom dapat menurunkan resiko transmisi. Walaupun seperti itu, dianjurkan untuk menggunakan menggunakan kondom untuk mencegah mencegah transmisi HCV dan PMS lainnya. 4. Berbagi Berbagi barang barang rumah tangga tangga biasa biasa yang dapat dapat tercemar tercemar darah darah seperti seperti alat cukur dan sikat gigi, merupakan sumber potensial transmisi HCV yang harus ditinggalkan. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa berciuman, memeluk, batuk, makanan, air, berbagi alat makan dan minum, kontak kasual atau kontak lain tanpa paparan darah berkaitan dengan transmisi HCV. 5. Dianjurka Dianjurkan n pada penul penular ar dan yang yang tertular tertular dites dites antibodi antibodi HCV. HCV. Bilamana Bilamana penular ternyata positif HCV EIA, tes imunoblot atau assay HCV RNA sebaiknya dilakukan. Karena HCV RNA terdeteksi pertama kali sekitar 2 minggu setelah transmisi, orang yang terpapar sebaiknya diuji antibody HCV, HCV RNA dan ALT pada saat paparan dan diulang antara 2-8 minggu setelah perlukaan. Bila terjadi serokonversi, yang bersangkutan sebaiknya dirujuk ke spesialis untuk pertimbangan terapi. 6. Mencega Mencegah h tindik dan dan tato karena karena merupa merupakan kan sumber sumber potensi potensi transmisi transmisi bila bila menggunakan menggunakan alat atau bahan yang tercemar. Bayi yang dilahirkan dilahir kan dari ibu HCV-positif sebaiknya dites untuk infeksi HCV dengan tes HCV RNA dua kali antara umur 2 dan 6 bulan dan atau menjalani tes anti HCV setelah 15 bulan kemungkinan berasal dari perpindahan antibody anti HCV transplasental. 7. Melakukan Melakukan skrining skrining dan pemeriksa pemeriksaan an darah dan organ donor. donor. 1 8. Menginakti Menginaktivasi vasi virus virus dari dari plasma plasma dan dan produk-pro produk-produk duk plasma plasma1 9. Prosedur Prosedur sterilisa sterilisasi si yang benar benar terhad terhadap ap alat-alat alat-alat medis medis dan dentis dentis1 10. Mempromosikan perubahan perubahan tingkah laku laku pada masyarakat masyarakat umum dan pekerja kesehatan untuk mengurangi penggunaan berlebihan obat-obat
suntik dan penggunaan cara penyuntikan yang aman, serta konseling untuk menurunkan risiko pada IDU dan praktek seksual. 1 Rekomendasi Rekomendasi pada pasien untuk mencegah penularan hepatitis C adalah : •
Mendidik Mendidik masyar masyarakat akat tentang tentang transmisi transmisi HCV, HCV, agar dapat dapat lebih lebih baik mengenali individu yang terpapar dan melembagakan upaya pencegahan.
•
Mempromosikan standardisasi dan ketersediaan luas uji diagnostic infeksi HCV dan komplikasinya sehingga tercapai diagnosis dini dan pelaksanaan pelaksanaan praktek pengobatan yang sesuai,
•
Mempromosikan pengembangan uji skrining untuk semua kelompok beresiko tinggi terinfeksi HCV, termasuk IDU, pekerja s eks komersial dan narapidana
•
Mengembangkan Mengembangkan diagnosik penyakit, uji non-invasif dan peran biopsy hati sehingga penerapan praktek pengobatan saat ini dapat diperbaiki.
•
Mendirikan jaringan riset klinis hepatis untuk menjalankan riset berkaitan dengan riwayat alamiah, pencegahan dan pengobatan hepatitis C dan memutuskan transmisi HCV pada ibu dan anak.
Tidak Tidak ada vaksin vaksin yang yang dapat dapat melawan melawan infeksi infeksi HCV. Penelit Penelitian ian untuk untuk menemukan vaksin hepatitis telah dilakukan, namun dikarenakan oleh tingginya tingkat mutasi HCV maka sangatlah sulit untuk mengembangkan vaksin yang efektif untuk HCV. O. Pemeriksaa Pemeriksaan n Penunjang Penunjang
a. Pemeriksaan anti-HCV Antibody terhadap HCV biasanya dideteksi dengan metode enzyme immunoassay yang sangat sensitive dan spesifik. Enzyme immunoassay generasi
ke 3 yang banyak dipergunakan saat ini mengandung protein core dan proteinprotein structural yang dapat mendeteksi keberadaan antibody dalam waktu 4-10 minggu infeksi. Antibody anti-HCV masih tetap dapat terdeteksi selama terapi maupun setelahnya tanpa memandang respons terapi yang dialami, sehingga
pemeriksaan anti-HCV tidak perlu dilakukan kembali apabila sudah pernah dilakukan sebelumnya. Uji imumunoblot rekombinan (recombinant immunoblat assay, RIBA) dapat digunakan untuk mengkonfirmasi hasil uji enzyme immunoassay yang positif. Penggunaan RIBA untuk mengkonfirmasi hasil hanya direkomendasikan untuk setting populasi low risk seperti pada bank darah. Namun dengan tersedianya metode enzyme immunoassay yang sudah diperbaiki dan uji deteksi RNA yang lebih baik saat ini, maka konfirmasi dengan RIBA telah t elah menjadi kurang diperlukan. b. Pemeriks Pemeriksaan aan HCV RNA Pemeriksaan ini dapat memeriksa kadar HCV RNA secara kualitatif maupun kuantitatif. Mengingat tidak stabilnya RNA virus, maka pemprosesan sampel harus dilakukan secara benar untuk meminimalkan risiko hasil pemeriksaan yang false negative dimana sampel yang akan diperiksa harus dipisahkan dan dibekukan dalam waktu 3 jam setelah flebotomi. Pemeriksaan untuk mengukur jumlah HCV RNA
merupakan salah satu cara yang dapat dipercaya untuk
menunjukkan adanya infeksi HCV dan merupakan pemeriksaan yang paling spesifik. Pemeriksaan HCV RNA kualitatif didasarkan pada teknik PCR (Polimerase chain reaction) yang memiliki limit deteksi hingga lebih kecil dari 100 kopi HCV RNA per milliliter serum (50 IU/ml). Pemeriksaan HCV RNA kualitatif khususnya khususnya bemanfaat pada kasus-kasus dengan kadar transminase yang normal
apabila
disertai adanya penyebab penyakit hati lain (misalnya konsumsi alcohol) atau pasien imunokompromi (misalnya penerima cangkok organ, pasien ko-infeksi HIV) dan pada hepatitis C akut sebelum munculnya antibody. Metode untuk mengukur
kadar HCV RNA adalah menggunakan PCR
kuantitatif (Cobas Amplicor HCV, version 2,0 dan HCV superquant) dan pemeriksaan branched-chain DNA. Pemeriksaan HCV RNA kuantitatif memiliki sensitivitas yang lebih baik dibanding branched-chain DNA, namun branchedchain DNA memiliki rentang yang lebih luas dan tidak memerlukan dilusi untuk
mengkuantifikasi muatan virus yang tinggi. Pemeriksaan HCV RNA kuantitatif untuk mengetahui muatan virus bermanfaat untuk memprediksi respons ter api dan relaps. Namun berbeda dengan infeksi HIV, muatan virus pada hepatitis C tidak ada kaitannya dengan beratnya hepatitis (progresi fibrosis). Pemeriksaan genotif HCV dapat membantu memprediksi hasil dari terapi dan memilih rejimen terapi untuk seorang pasien. Terdapat beberapa metode yang berbeda untuk memeriksa genotif
HCV, namun sebagian besar berbasis pada
amplifikasi dengan pemeriksaan PCR. Pemeriksaan HCV-RNA HCV-RNA yang positif memastikan memastikan diagnosis. Pemeriksaan Pemeriksaan HCV-RNA diperlukan sebelum terapi dan 6 bulan pasca terapi. Pemeriksaan HCVRNA 12 minggu sejak awal terapi dilakukan pada pasien genotype 1 dengan pegylated-interferon untuk penilaian apakah terapi perlu dilanjutkan atau dihentikan. Bila HCV RNA tidak bisa diperiksa maka ALT>2 N dengan anti-HCV positif dapat menegakkan diagnosis dengan menyingkirkan penyebab lain. Pemeriksaan genotif tidak diperlukan untuk penegakan diagnosis. Namun diperlukan untuk menentukan menentukan lama terapi. C. Biopsi hati Biopsy secara umum direkomendasikan untuk penilainan awal seorang pasien dengan dengan infeksi infeksi HCV kronis. kronis. Biopsy berguna untuknya untuknya menentukan derajat beratnya penyakit (tingkat fibrosis) dan menetukan derajat nekrosis dan inflamasi. Pemeriksaan Pemeriksaan
ini juga bermanfaat untuk menyingkirkan menyingkirkan kemungkinan adanya
penyebab penyakit hati yang lain, seperti fitur alkoholik, non-alcoholic, steatohepatitis (NASH), hepatitis autoimun, penyakit hati drug-induced atau overload besi.
Pemeriksaan biopsy hati tidak harus dilakukan tetapi dianjurkan sebelum diberikan terapi antivirus. Bila biopsy dapat dilakukan, terapi antivirus hanya diberikan pada pada tingkat fibrosis F2 dan dan F3 (skor METAVIR). METAVIR). Apabila ditemukan tingkat fibrosis F4 (skor METAVIR), terapi antivirus dipertimbangka dipertimbangkan n bila usia <65 tahun tahun dan sirosis sirosis terkompensasi. terkompensasi.
BAB III KESIMPULAN
Infeksi HCV adalah suatu masalah yang global. Diperkirakan sekitar 170 juta orang di dunia telah terinfeksi secara kronik oleh HCV. Di Indonesia prevalensi infeksi virus hepatitis C ditemukan sangat bervariasi, mengingat geografis yang sangat luas. HCV adalah virus hepatitis yang mengandung RNA rantai tunggal yang dapat diproses secara langsung untuk memproduksi protein-protein virus dikarenakan HCV merupakan virus dengan RNA rantai. Virus hepatitis C adalah suatu virus RNA dari keluarga Flaviviridae. Terdapat 6 genotipe HCV dan lebih dari 50 subtipe. Infeksi HCV sangat jarang. terdiagnosis pada saat infeksi akut. Manifestasi klinis bisa saja muncul dalam waktu 7-8 minggu. Pada kasus infeksi ditemukan gejala jaundice, malaise dan nausea. Infeksi berkembang menjadi kronik pada sebagian besar penderita dan infeksi kronik biasanya tidak menunjukkan gejala. Faktor-faktor yang terkait erat dengan terjadinya infeksi HCV adalah pengguna narkoba suntik dan transfuse darah dll. Pemeriksaan laboratorium untuk hepatitis C adalah anti-HCV dan HCV RNA kunatitatif. Terapi untuk hepatitis C dengan menggunakan interferon pegilasi . interferon pegilasi memiliki 2 jenis yaitu interferon α-2b α-2b pegilasi dan interferon α-2a. α-2a. serta perbedaan pengobatan HCV genotipe 1 samapai genotipe 6. Serta pada pengobatan hepatitis akut dengan menggunakan monoterapi yang SVR 90%. SVR digunakan untuk membantu dalam mendefinisikan bagaimana respons seorang pasien terhadap antivirus. Tidak ada vaksin yang dapat melawan infeksi HCV. Jadi yang perlu dilakukan adalah dengan melakukan skrining data pemeriksaan terhadap darah dan organ donor dan mempromosikan perubahan tingkah laku pada masyarakat umum dan pekerja kesehatan untuk mengurangi penggunaan
berlebihan obat-obatan suntik dan penggunaan cara penyuntikan yang aman, serta konseling untuk menurunkan risiko IDU dan praktek seksual.
BAB IV DAFTAR PUSTAKA
1. Referens Referensii Gastrointes Gastrointestinal. tinal. Program Program Studi Studi Pendidikan Pendidikan Dokter Dokter Fakultas Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2012. 2. Viral Hepatit Hepatitis is Surveillan Surveillance, ce, USA 2009/20 2009/2011. 11. Division Division of Viral Viral Hepatitis Hepatitis and National Center for HIV/AIDS Viral Hepatitis, STD, and TB Prevention. http://www.cdc.gov/hepatitis/Statistics/2009Su http://www.cdc.go v/hepatitis/Statistics/2009Surveillance/Comme rveillance/Commentary.ht ntary.ht m 3. Konsensu Konsensuss FKUI-PPHI FKUI-PPHI tentang tentang penatalak penatalaksana sanaan an hepatitis hepatitis C kronik kronik tahun 2003. 4. Sudoyo, Sudoyo, Aru, Aru, dkk. Buku Buku Ajar Ajar Ilmu Penya Penyakit kit Dalam. Dalam. Jilid Jilid 1 Edisi Edisi V 5. Netter Netter.. Interac Interactiv tivee Atlas Atlas Of Human Human Anatomy Anatomy 6. Viral Hepatit Hepatitis is Surveillan Surveillance, ce, USA 2009/20 2009/2011. 11. Division Division of Viral Viral Hepatitis Hepatitis and National Center for HIV/AIDS, Viral Hepatitis, STD, and TB Prevention. http://www.cdc.gov/hepatitis/Statistics/2009Su http://www.cdc.go v/hepatitis/Statistics/2009Surveillance/Comme rveillance/Commentary.ht ntary.ht m 7. World Gastroe Gastroentero nterology logy Organis Organisation ation Global Global Guideline Guidelines, s, Diagnosis, Diagnosis, Management Management and Prevention Of Hepatitis C, April 2013. 8. Pawlotsky Pawlotsky Jean-Mi Jean-Michel chel dkk. dkk. EASL Recomm Recommenda endations tions on Treat Treatment ment of Hepatitis C 2014, April 2014. 9. Ghany, Ghany, MG. Strade Strader, r, BD. Thoma Thomas, s, DL dan dan Seeff Seeff LB. Diagno Diagnosis, sis, Management, Management, and Treatment of Hepatitis C. Hepatologi 2009:49 )(4): 13351374; DOI: 10.1002/hep.22759). 10.1002/hep.22759). 10. Department Of Health and Human Human Services Centers For For Disease Control and Prevention. Division Of Viral Hepatitis. www.cdc.gov/hepatitis www.cdc.gov/hepatitis.. CDC, june 2010.
11. Recommendations Recommendations for Testing, Managing, Managing, and Treating Hepatitis Hepatitis C. American Association Association for The Study Of Liver Disease. Disease. IDSA (Infectious Disease
Society
of
America).
Downloaded
from
http://www.hcvguidelines.org on 02/12/2001. 12. Mauss, Berg, Rockstroh, Rockstroh, dkk. Hepatology A Clinical Textbook. Edition 2013.